• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jarak Atap Pulpa Terhadap Tepi Insisal Gigi Insisivus Sentral Permanen Rahang Atas Pada Sub Ras Deutromelayu (Tinjauan Laboratoris dan Radiologis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jarak Atap Pulpa Terhadap Tepi Insisal Gigi Insisivus Sentral Permanen Rahang Atas Pada Sub Ras Deutromelayu (Tinjauan Laboratoris dan Radiologis)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Jarak Atap Pulpa Terhadap Tepi Insisal Gigi Insisivus Sentral

Permanen Rahang Atas Pada Sub Ras Deutromelayu

(Tinjauan Laboratoris dan Radiologis)

(The Pulp Roof Distance to The Incisal Surface of Maxillary

Permanent Central Incisor Tooth of Deutromalay

(Review of Laboratory and Radiology)

Irma Setyo Rini, Supriyadi, Sri Lestari Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember (UNEJ)

Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 E-mail: DPU @unej.ac.id

Abstrak

Latar Belakang. Gigi insisivus sentral permanen rahang atas merupakan gigi anterior yang paling beresiko terhadap adanya cedera dan trauma. Pada proses perawatan restorasi gigi permanen dibutuhkan kehati-hatian dan harus memahami struktur anatomis gigi seperti ketebalan jaringan keras diatas pulpa, hal ini untuk menghindari terjadinya perforasi pulpa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas berdasarkan tinjauan laboratoris dan radiologis. Metode. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik. Sampel berjumlah 48 dengan masing-masing tinjauan sebesar 24 sampel. Pada tinjauan laboratoris dilakukan pembersihan elemen gigi dengan menggunakan aquadest steril kemudian elemen gigi ditanam kedalam balok gips putih dan selanjutnya dipotong dengan arah mesiodistal menggunakan carborundum disk. Pada tinjauan radiologis dilakukan pembuatan radiograf menggunakan teknik bisekting dengan sudut penyinaran vertikal 60o

dan sudut penyinaran horisontal 0o . Pengukuran jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas dilakukan oleh tiga orang pengamat. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur jarak antara tanduk pulpa pada sisi mesial, sentral dan distal sampai tepi insisal gigi dengan bantuan jangka sorong digital. Hasil pengukuran tersebut dirata-rata oleh masing-masing pengamat kemudian hasil pengukuran dari ketiga pengamat diambil rata-ratanya. Analisa data yang digunakan adalah Independent T-test. Hasil. Rata-rata jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas pada tinjauan laboratoris sebesar 4,98 mm dan pada tinjauan radiologis 5,03 mm. Hasil uji Independent T-test menunjukkan bahwa p=0,822 (p>0,05). Kesimpulan dan saran. Hasil analisa data menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas antara tinjauan laboratoris dan radiologis. Pada proses perawatan restorasi gigi permanen terutama gigi insisivus sentral permanen rahang atas hendaknya memperhatikan ukuran jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi.

Kata Kunci: Insisivus sentral permanen rahang atas, Jarak atap pulpa terhadap tepi insisal, Teknik bisekting radiograf.

Abstract

(2)

Pendahuluan

Gigi insisivus sentral permanen rahang atas adalah gigi ke-1 rahang atas yang terletak di kanan dan kiri dari garis tengah/garis median wajah. Gigi ini memiliki ukuran rata-rata panjang akar 13,5 mm, panjang serviko-insisal 10,5 mm, diameter mesio-distal pada korona 8,5 mm, dan diameter mesio-distal pada servikal 7 mm [1]. Gigi ini erupsi pada usia 7-8 tahun dan akar terbentuk sempurna pada usia 10 tahun [2].

Permukaan palatal gigi insisivus sentral permanen rahang atas, berbentuk cekung kecuali pada singulum yang berbentuk cembung dan menonjol. Pada permukaan labial, mahkota gigi berbentuk cembung, halus, dan terdapat 3 buah protuberansia. Pada bagian mesial dan distal, mahkota gigi berbentuk baji dengan dasar padat pada cervical margin berkelok-kelok dan tepi insisal tipis. Permukaan mesial, mahkota tampak lebih panjang daripada permukaan distal karena sudut mesio-insisal lebih lancip daripada disto-insisal [2].

Ruang pulpa gigi insisivus sentral permanen rahang atas bila dilihat dari labial berbentuk kipas, yaitu sempit pada servikal dan lebih melebar kearah tepi insisal. Ruang pulpa adalah rongga di dalam gigi yang berisi jaringan pulpa dan seluruhnya tertutup oleh dentin kecuali pada foramen. Ruang pulpa meliputi kamar pulpa, saluran akar dan foramen. Kamar pulpa gigi insisivus sentral permanen rahang atas, meluas ke tanduk pulpa bagian mesial dan distal. Gigi ini mempunyai saluran akar tunggal, yang meruncing bertahap ke arah apeks akar. Pada potongan melintang, saluran akar berbentuk oval yang lebih membulat pada daerah sepertiga apikal dan berakhir sebagai foramen apikal yang sempit pada apeks. Foramen apikal tumbuh sempurna dan lengkap pada usia 10 tahun [2].

Gigi insisivus sentral permanen rahang atas merupakan gigi anterior yang beresiko terhadap cedera dan jejas trauma sehingga gigi ini mempunyai persentase tinggi terjadi patah. Persentase patah gigi pada rahang atas adalah 64% pada gigi insisivus sentral rahang atas, 15% pada gigi insisivus lateral dan 3% pada gigi kaninus. Persentase terjadinya patah gigi kelas I pada mahkota gigi anterior sebesar 85% dan patah gigi kelas II sebesar 15%. Patah gigi kelas I dan II dapat dirawat dengan cara melakukan preparasi gigi untuk menghaluskan bagian yang kasar dan selanjutnya dibuatkan restorasi gigi [3]. Selama proses perawatan restorasi gigi permanen sangat dibutuhkan kehati-hatian, dengan cara memahami struktur anatomisnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Stambaugh dan Wittrock, menyatakan bahwa jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas yaitu antara 4 mm sampai 6,3 mm [4].

Pemahaman mengenai ukuran jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi bertujuan untuk menghindari perforasi pulpa pada saat melakukan preparasi. Bagian yang paling rentan mengalami perforasi adalah tanduk pulpa. Tanduk pulpa merupakan bagian tertinggi dalam ruang pulpa. Selain untuk menghindari terjadinya perforasi pulpa, pengetahuan mengenai ukuran jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi juga diperlukan untuk menentukan rencana perawatan,

apakah perlu dilakukan pulp capping atau langsung diberikan restorasi. Berdasarkan hal ini maka data mengenai jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi adalah sangat penting.

Pemeriksaan radiografi selama ini merupakan satu-satunya cara yang dilakukan oleh para praktisi kedokteran gigi untuk mengetahui jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi. Pada daerah-daerah yang terpencil masih belum memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan radiografi karena belum adanya sarana pemeriksaan yang memadai. Hal ini juga menjadi alasan pentingnya mengetahui ukuran jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi.

Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk sub ras Melayu. Sub ras Melayu terdiri dari kelompok Protomelayu dan Deutromelayu. Jember merupakan kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Timur. Penduduk kabupaten Jember merupakan keturunan dari suku Jawa dan suku Madura. Kedua suku tersebut termasuk dalam sub ras Deuteromelayu [5].

Penelitian untuk mengetahui rata-rata jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas sangat penting dilakukan sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya perforasi pulpa pada saat melakukan preparasi gigi khususnya pada pasien sub ras Deutromelayu. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin membuat data mengenai jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas yang dibatasi pada sub ras Deuteromelayu di kota Jember dengan menggunakan tinjauan penelitian laboratoris dan radiologis.

Metode Penelitian

Bahan. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Gips putih (super gips), aquadest steril, larutan developer dan larutan fixer (KM-FIX). Alat. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah minigrinder handpiece (krisbow), carborundum disk (edenta), botol, spidol marker 0.1 mm, kaca pembesar, jangka sorong digital (wipro), dental X-ray unit (panpas), film periapikal (kodak GBX ukuran 44x33 mm), apron, medical gloves (senstouch), masker (diapro), photo dryer, frame, selotip, dental radiograph viewer .

Metode. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik. Masing-masing kelompok tinjauan memiliki kriteria sampel. Kriteria sampel pada tinjauan laboratoris yaitu spesimen sampel berasal dari gigi bekas pencabutan dari orang yang memiliki keturunan murni sub ras Deutromelayu (suku Jawa dan Madura), berusia 30-50 tahun, tidak mengalami fraktur gigi, dan tidak mempunyai kelainan sistemik yang mempengaruhi kalsifikasi gigi. Kriteria sampel pada tinjauan radiologis yaitu responden merupakan keturunan murni dari sub ras Deutromelayu (suku Jawa dan Madura), berusia 30-50 tahun, tidak ada restorasi kecuali restorasi karies kelas III, dan tidak mengalami fraktur gigi.

(3)

Pada tinjauan laboratoris (kelompok I), sampel gigi yang telah diekstraksi dibersihkan dengan menggunakan aquadest steril selanjutnya sampel diberi garis panduan pemotongan. Sampel gigi difiksasi dengan cara menanam 1/3 apikal gigi pada balok gips putih. Sampel di potong dengan arah mesiodistal dari korona sampai apeks gigi dengan menggunakan carborondum disk sesuai garis panduan yang telah dibuat kemudian diperoleh sampel penelitian berupa potongan melintang. Pada sampel tersebut selanjutnya diberi panduan garis pengukuran dengan cara membuat garis a (garis mesial), yaitu garis lurus yang dibuat dengan cara menarik dari tanduk pulpa sebelah mesial ke permukaan insisal (sejajar sumbu gigi) dengan menggunakan spidol marker 0.1 mm. Membuat garis b (garis sentral), yaitu garis lurus yang dibuat dengan cara menarik dari bagian terendah atap pulpa ke permukaan insisal dan sejajar dengan garis a (garis sentral didapatkan dari lengkung yang terlebar dari sisi mesial distal selanjutnya dibagi dua) dengan menggunakan spidol marker 0.1 mm. Membuat garis c (garis distal), yaitu garis lurus yang dibuat dengan cara menarik dari tanduk pulpa sebelah distal ke permukaan insisal (sejajar dengan garis b) dengan menggunakan spidol marker 0.1 mm. Pengukuran dilakukan oleh tiga orang pengamat yang berbeda. Masing-masing pengamat menggunakan kaca pembesar dalam menentukan titik-titik tersebut, selanjutnya sampel tersebut diukur dengan menggunakan jangka sorong digital. Hasil pengukuran dari ketiga pengamat tersebut selanjutnya dijumlahkan dan diambil rata-ratanya.

Pada tinjauan radiologi (kelompok II), pembuatan radiograf pada penelitian ini menggunakan teknik bisekting, prosedur pelaksanaannya yaitu responden didudukkan pada dental x–ray unit yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan posisi bidang oklusal rahang atas sejajar dengan lantai, posisi bidang sagital tegak lurus dengan lantai, dan posisi bidang transversal dimana pasien menghadap lurus ke depan tanpa merubah fiksasi pada bidang oklusal dan sagital. Pasien diinstruksikan agar tidak merubah posisi kepala yang telah diatur, penempatan film diletakkan kontak dengan bidang palatal sehingga membentuk sudut dengan gigi dan fiksasi film dilakukan pada bagian belakang film dengan tekanan ringan sehingga film tidak melengkung. Film tersebut diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi insisivus sentral permanen rahang atas terletak dipertengahan film dan tepi film dibuat berjarak kurang lebih 2-3 mm terhadap tepi insisal gigi. Film difiksasi dengan jari pada tepi film yang dekat dengan tepi insisal gigi selanjutnya diatur posisi cone nya dengan menggunakan sudut penyinaran vertikal 60o dan sudut penyinaran horisontal 0o [7], setelah diatur posisi conenya kemudian dilakukan expossing (penyinaran) dan pemrosesan film selanjutnya film dipasang pada frame dengan menggunakan selotip transparan dan diberi label sesuai dengan nomor sampel. Pada radiograf dibuat garis panduan pengukuran dengan bantuan dental radiograph viewer. Garis panduan pengukuran tersebut sama dengan penelitian tinjauan laboratoris yaitu dengan membuat garis a, b, dan c. Pengukuran dilakukan oleh tiga orang pengamat yang berbeda selanjutnya sampel diukur dari atap pulpa sampai

tepi insisial gigi dengan menggunakan jangka sorong digital. Hasil pengukuran dari ketiga pengamat tersebut dijumlahkan dan diambil rata-ratanya.

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data dan Levene Test untuk uji homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen (p>0,05) dilanjutkan uji parametrik Independent T-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05 ) untuk mengetahui adakah perbedaan antara kedua tinjauan tersebut.

Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan data mengenai ukuran jarak atap pulpa gigi insisivus sentral permanen rahang atasyang tersaji pada gambar 1 dibawah ini:

Gambar 1. Diagram batang jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas tinjauan laboratoris dan radiologis dalam satuan millimeter

(4)

Data penelitian yang didapatkan selanjutnya dilakukan analisa data statistik dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji statistik yang digunakan yaitu uji Kolmogorov-Smirnov untuk uji normalitas, Levene test untuk uji homogenitas dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dengan menggunakan uji Independent T-test (apabila data berdistribusi normal dan homogen) atau uji Man whitney (apabila persyaratan uji statistik parametrik tidak didapatkan).

Hasil analisa data ketiga pengamat pada masing-masing kelompok diuji statistik untuk mengetahui apakah ada perbedaan jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas antara tinjauan laboratoris dan radiologis. Uji statistik yang digunakan adalah uji Independent T-test tetapi sebelumnya data dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu. Hasil analisa data uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov p =0,998 (p>0,05) artinya data berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas dengan Levene test adalah p=0,137 (p>0,05) artinya data homogen. Analisa data dengan Independent T-test mendapatkan p=0,822 (p>0,05) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua kelompok pengukuran jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas pada tinjauan laboratoris dan radiologis.

Pembahasan

Pengukuran jarak atap pulpa sampai tepi insisal pada penelitian ini dilakukan berdasarkan dua tinjauan pengukuran yaitu pengukuran secara laboratoris (kelompok I) dan pengukuran pada radiograf (kelompok II). Pada pengukuran secara laboratoris dilakukan pengendalian beberapa variabel antara lain usia gigi dan sub ras. Radiograf yang digunakan dalam penelitian ini adalah radiograf yang dibuat dengan teknik bidang bagi karena teknik ini merupakan teknik yang rutin digunakan di bidang kedokteran gigi, teknik ini juga memiliki tingkat keakuratan yang tinggi apabila dilakukan dengan teknik yang benar. Salah satu upaya peneliti untuk mendapatkan keakuratan radiograf yaitu dengan cara mengendalikan beberapa variabel antara lain penempatan film, fiksasi film dan posisi responden pada saat pembuatan radiograf.

Rata-rata yang diperoleh secara matematis didapatkan kelompok II(5,03 mm)>kelompok I(4,98 mm). Dari data yang diperoleh didapatkan selisih antara kelompok I dan kelompok II yaitu sebesar 0,05. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya distorsi pada saat pembuatan radiograf. Distorsi adalah ketidak akuratan ukuran atau bentuk obyek yang ditampilkan pada radiograf seperti terjadinya elongation (pemanjangan) atau foreshortening (pemendekan) [8].

Berdasarkan hasil analisa Independent T-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas kelompok I dan kelompok II (p>0,05). Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan yaitu tidak ada perbedaan jarak atap pulpa

sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas antara tinjauan laboratoris dan radiologis.

Pada penelitian ini jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas pada kelompok I mempunyai jarak tedangkal 3,86 mm dan jarak terdalam 5,58 mm sedangkan pada kelompok II mempunyai jarak terdangkal 3,8 mm dan jarak terdalam 6,44 mm. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Stambaugh dan Wittrock, Stambaugh dan Wittrock melakukan pengukuran ketebalan enamel dan dentin yaitu antara 4 mm sampai 6,3 mm [4]. Adanya selisih data antara hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stambaugh dan Wittrock kemungkinan disebabkan karena perbedaan populasi yang digunakan (ras).

Ras merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi anatomis gigi, hal ini berkaitan dengan sifat genetik yang diturunkan. Karakteristik gigi seperti ukuran, bentuk dan tonjol gigi ditentukan oleh genetik maka dari itu karakteristik gigi antara ras satu dengan yang lain berbeda-beda [9].

Sampel dalam penelitian ini memiliki ukuran kedalaman atap pulpa yang berbeda-beda. Ukuran ruang pulpa dapat dipengaruhi oleh aktivitas fungsional seperti: maloklusi, thermal shock, oklusi traumatis, abrasi, erosi, atrisi dan lain-lain. Aktifitas fungsional dapat mempengaruhi pembentukan dentin sekunder, sehingga ukuran rongga pulpa setiap orang akan berbeda. Selain aktivitas fungsional, usia gigi juga dapat mempengaruhi ukuran dari ruang pulpa. Ruang pulpa lambat laun mengecil sesuai dengan umur dan lamanya gigi tersebut digunakan [10].

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi adalah asupan nutrisi, usia gigi dan sub ras. Pertumbuhan dan perkembangan gigi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan enamel dan dentin. Hal ini berkaitan dengan kedalaman atap pulpa yang terdiri dari ketebalan enamel dan dentin [9].

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi adalah nutrisi, perbedaan nutrisi akan mempengaruhi pertumbuhan enamel. Vitamin A diperlukan untuk perkembangan enamel dan vitamin D untuk pembentukan lapisan dentin. Kalsifikasi atau pengapuran gigi merupakan proses yang berlangsung selama bertahun-tahun. Jika dalam makanan terdapat flouride, unsur mineral ini akan menyatu kedalam enamel. Pertumbuhan gigi yang paling sehat akan terjadi kalau unsur gizi tersedia dalam jumlah yang memadai [11].

(5)

Dalam penelitian ini pengukuran laboratoris dan radiograf memiliki kriteria sampel yang sama, yaitu usia 30-50 tahun dan sub ras yang digunakan adalah sub ras Deutromelayu (suku Jawa dan Madura). Kedua kriteria tersebut dapat mempengaruhi jarak atap pulpa sampai tepi insisal, hal ini berkaitan pembentukan dentin sekunder yang terjadi seiring bertambahnya usia sehingga semakin tua usia gigi maka semakin banyak dentin sekunder yang terbentuk. Pembentukan dentin tersier juga dapat mempengaruhi jarak atap pulpa sampai tepi insisal. Kebiasaan masyarakat sub ras Deutromelayu (suku Jawa dan Madura) yang sering mengonsumsi makanan dengan tekstur yang keras seperti jagung, tebu, kacang-kacangan, dll menyebabkan tekanan mekanik yang cukup besar sehingga dapat memicu terbentuknya dentin tersier pada gigi [12]. Dengan adanya kriteria sampel yang sama maka dari itu hasil rata-rata jarak atap pulpa sampai tepi insisal pada kedua pengukuran ini tidak berbeda.

Rata-rata jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas pada penelitian ini yaitu sekitar 5mm (kelompok I= 4,98 mm dan kelompok II= 5,03 mm). Pada penelitian ini juga didapatkan jarak terdangkal jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahng atas sebesar 3,8 mm. Berdasarkan hal tersebut maka pada saat preparasi kavitas hendaknya tidak hanya mempertimbangkan nilai rata-rata tetapi juga mempertimbangkan jarak terdangkalnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas yang lebih dangkal dari hasil rata-rata yang didapatkan pada penelitian ini.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas pada tinjauan laboratoris dan radiologis, tetapi berdasarkan hasil analisa data menunjukkan tidak ada perbedaan.

Saran. Praktisi Kedokteran Gigi terutama mahasiswa yang sedang menempuh profesi perlu memperhatikan informasi mengenai jarak atap pulpa sampai tepi insisal gigi insisivus sentral permanen rahang atas supaya tidak terjadi perforasi pulpa pada saat melakukan tindakan preparasi kavitas. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jarak atap pulpa terhadap tepi insisal gigi pada berbagai sub ras, jenis gigi, jenis kelamin, pola makan, usia, dan metode pengukuran yang berbeda. Perlu penelitian lebih lanjut tentang jarak atap pulpa terhadap tepi insisial gigi pada tinjauan laboratoris dan radiologis dengan responden yang sama.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada drg. M. Nurul Amin, M.Kes., selaku Dosen Penguji Ketua dan drg. Sonny Subiyantoro, M.Kes., selaku Dosen Penguji Anggota yang

telah meluangkan waktu serta pikiran dalam memberikan masukan dan petunjuk mengenai skripsi ini.

Daftar Pustaka

[1] Itjingningsih, W.H. Anatomi Gigi. cetakan I. Jakarta: EGC. Hal: 102-106 (1991).

[2] Van Beek, G.C. Morfologi Gigi, Penuntun Bergambar. Jakarta: EGC. Hal: 54-56 (1996).

[3] Yuanita, Tamara. Perbandingan Tiga Macam bentuk Penampang File Untuk Preparasi Gigi Insisivus Permanen Rahang Atas. Majalah Kedokteran Gigi (Dent.J) Volume 34 Nomor 3a Agustus 2001. Surabaya: Airlangga University Press . Hal: 77 (2001).

[4] Stambaugh and Wittrock. The Relationship Of The Pulp Chamber To The External Surface Of The Tooth. America: J Prosthest Dent. Hal:38 (1977).

[5] Karumbu, M. Jejak Orang Sasak Purba.

http://karumbutribun.com/2009/02/asal-usul-orang-sasak-tidak-mungkin.html (2009).

[6] Lemeshow, S., Hosmes, D.W., Klar, J., & Lwanga, S.K. Besar Sampel Dalam Penelitian. Alih bahasa oleh Dibyo Pramono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 187 (1997).

[7] Supriyadi, Subiyantoro, Cahyono, Sulistyani, Pujiastuti, Kiswaluyo, Prastyarini. Radiologi Kedokteran Gigi Edisi Revisi 1. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Hal: 17 (2010).

[8] Supriyadi & Budi Yuwono. Perbedaan Tingkat Distorsi Radiograf

Gigi dan Mulut Proyeksi Periapikal antara Teknik Kesejajaran dan Teknik Bidang Bagi. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi: Edisi Khusus Forum Ilmiah. Hal: 29-32 (2002).

[9] Oktaviana, M. Distorsi Tipe Tonjol Carabelli Gigi Molar Pertama dan Variasi Bentuk Shovel Gigi Insisivus Pertama di Rahang Atas Pada Mahasiswa FKG USU. Medan: FKG USU. Hal: 33 (2009).

[10] Harshanur, I, W. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC. Hal: 30 (1991).

[11] Wongkhantee, S. Effect of Acidic Food and Drinks on Surface

Hardness of Enamel, Dentine, and Tooth Coloured Filling Materials. Journal of Dentistry. Hal: 20 (2005). [12] Wijaya, M. Pengaruh Kebiasaan Mengonsumsi

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran Saintifik yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. c) Pengalaman belajar akan memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan sikap pengetahuan,

yellow, white or red. Each device consisted of three 8-cm-long strands of the same colour of polypropylene twine tied together at one end with clear tape. These were suspended from

Specifically, we wish to recognize your role in creating OGC's Interoperability Program, your ongoing leadership of the consortium's architecture development activities, and

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 66, Asisten Bidang Administrasi Umum mempunyai fungsi melaksanakan dan mengkoordinasikan

[r]

Yang dilaksanakan pada hari Sabtu-M inggu, 19-20 M aret 2011 Bertempat di Gedung PLA Fakultas llmu Keolahragaan. Universitas

[r]

Dengan kata lain, dalam memperhitungkan warisan suami atau istri dan anak-anak mereka yang dilahirkan dalam perkawinan itu, anak luar kawin dianggap tidak ada..