• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

NONI NOVIKA SARI 051301027

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Noni Novika Sari

ABSTRAK

Perilaku cyebersex merupakan ketikan orang menggunakan komputer atau

internet utnuk tujuan kesenangan seksual yang terdiri dari tiga bentuk yaitu

mengakses pornografi di internet, terlibat real-tima dengan pasangan online, dan

multimedia software (Carners, Delmonici, & Griffin., 2001). Pada masa remaja,

minat terhadap mesalah seks meningkat, sehingga semakin meningkatnya minat

mereka terhadap seks maka mereka akan berusaha untuk mencari informasi tentang

seks (Hurlock, 1999)

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan

untuk mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.

Penelitian ini mengambil sampel remaja sebanyak 370 orang. Pengambilan

sampel dilakukan dengan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku cybersex yang disusun oleh

peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku cybersex dari Carners, Delmonici, dan

Griffin ( 2001). Hasil analisa data penelitian memperoleh bahwa remaja pada

umumnya lebih banyak mengakses pornografi di internet.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat yang telah diberikan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Perilaku Cybersex Pada Remaja.

Kepada keluargaku tercinta, khususnya kedua orang tuaku yang selalu

memberikan dukungan baik moril maupun materil, perhatian, dan kasih sayang

selama ini sehingga penulis dapat tetap semangat dalam menyelesaikan proposal

penelitian ini. Terima kasih atas semuanya.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. kak Ridhoi E., M.Si selaku dosen pembimbing seminar yang dengan sabar,

telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran

serta semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Bu Rika Eliana, M.Psi., psikolog, ibu Meutia Nauly, M. Si, dan bapak Ari

Widyanta, M.Si. Terima kasih atas arahan, saran, pikiran dan petunjuk guna

untuk dapat menyelesaikan skripsi.

3. Teman-teman, Ema, Qorin, Retno, Maria, Lenny, Mega, Dhebby, Ratna,

(4)

4. Buat teman-teman seperjuangan seminar di departemen sosial Krista, Via, dan

Yeni. Terima kasih untuk semua kedekatan kita selama ini, masukan, dan

dukungan yang diberikan. Tetap semangat skripsinya ya.

5. Kepada semua orang yang telah membantu tetapi tidak bisa disebutkan satu

persatu, penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak

kelemahan-kelemahan, baik dalam hal penulisan, isi maupun metode penelitiannya. Oleh

karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang berguna untuk

menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Agustus, 2010

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... .... i

DAFTAR ISI ... ....ii

DAFTAR TABEL ... ....v

DAFTAR GAMBAR ... ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ..vii

BAB I PENDAHULUAN ... ....1

A. Latar Belakang ... ....1

B. Permasalahan Penelitian... ....9

(6)

D. Manfaat Penelitian ... ....10

E. Sistematika Penulisan ... ....11

BAB II LANDASAN TEORI ... ..12

A. Perilaku Cybersex...13

1. Definisi Perilaku Cybersex... ..13

2. Jenis-jenis Situs Internet ... ..13

3. Bentuk-bentuk Perilaku Cybersex... ..16

4. Klasifikasi Pengguna Cybersex... ..17

5. Penyebab Perilaku Cybersex...17

B. Remaja... ... 18

1. Pengertian Remaja... ... 18

2. Perkembangan Seksual Masa Remaja... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ..22

A. Variabel Penelitian ... ..23

B. Definisi Operasional ... ..23

C. Permasalahan Penelitian...24

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... ..24

(7)

2. Sampel... ..25

E. Alat Ukur yang Digunakan...26

1. Angket Perilaku Cybersex...27

F. Pengumpulan Data ... ..28

1. Sumber data ... ..28

2. Waktu pengumpulan data... ..29

3. Instrumen penelitian... ..29

G. Metode Analisa Data... ..29

1. Distribusi frekuensi ... ..30

2. Grafik histogram ... ..30

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... ..31

A. Gambaran Subjek Penelitian ... ..31

B. Hasil Analisa Deskriptif... ..35

1. Jenis perilaku cybersex... ..35

2. Alasan melakukan perilaku cybersex ... ..39

3. Tujuan melakukan perilaku cybersex... ..41

4. Tempat melakukan perilaku cybersex... ..43

5. Sumber diperoleh materi untuk melakukan perilaku cybersex ..46

(8)

7. Banyaknya materi dikeluarkan...53

8. Media chatting...54

9. Aktivitas ketika atau setelah melakukan perilaku cybersex……55

C. Hasil Analisa Tambahan………..57

1. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan jenis kelamin………57

2. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan usia………...62

3. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan pendidikan………...70

4. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan status tempat tinggal……….76

D. Pembahasan………...83

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... .91

A. Kesimpulan ... .91

B. Saran... .97

(9)

Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Noni Novika Sari

ABSTRAK

Perilaku cyebersex merupakan ketikan orang menggunakan komputer atau

internet utnuk tujuan kesenangan seksual yang terdiri dari tiga bentuk yaitu

mengakses pornografi di internet, terlibat real-tima dengan pasangan online, dan

multimedia software (Carners, Delmonici, & Griffin., 2001). Pada masa remaja,

minat terhadap mesalah seks meningkat, sehingga semakin meningkatnya minat

mereka terhadap seks maka mereka akan berusaha untuk mencari informasi tentang

seks (Hurlock, 1999)

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan

untuk mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.

Penelitian ini mengambil sampel remaja sebanyak 370 orang. Pengambilan

sampel dilakukan dengan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku cybersex yang disusun oleh

peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku cybersex dari Carners, Delmonici, dan

Griffin ( 2001). Hasil analisa data penelitian memperoleh bahwa remaja pada

umumnya lebih banyak mengakses pornografi di internet.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan teknologi komputer telah memberikan banyak kemudahan di

dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu bentuk dari kecanggihan

teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). Internet

berkembang sebagai media yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat di

belahan dunia menjadikan setiap individu memperoleh kesempatan untuk mengakses

informasi apapun secara cepat (Jufri, 2005).

Bagi orang-orang yang tinggal di kota, khususnya kota-kota yang ada di

Indonesia, peran internet dijadikan kebutuhan informasi utama karena saat ini

masyarakat kota cenderung haus akan informasi, apabila tidak mengenyam informasi

satu hari saja rasa-rasanya hidup ini menjadi serba gelisah tak karuan dan takut

dianggap ketinggalan zaman (Purwaningsih, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Andini (2006) bahwa internet sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari evolusi

sosialisasi manusia. Semakin kuatnya peran internet terhadap kebutuhan manusia,

maka fasilitas-fasilitas yang ada di internet bersaing secara ketat untuk menampilkan

hal-hal atau info semenarik mungkin. Salah satu fasilitas yang paling fenomenal saat

ini adalah cybersex (Cooper & Griffin-Shelley, 2002).

Cybersex terjadi ketika orang menggunakan komputer yang berisi tentang

(11)

seksual dan secara khusus mencakup dua atau lebih orang berinteraksi diinternet yang

membangkitkan gairah seksual satu dengan yang lainnya (Maheu, 2001). Hal serupa

diungkapkan oleh Cooper dan Griffin-Shelley (2002) bahwa cybersex merupakan

penggunaan internet untuk terlibat dalam aktivitas yang berisi stimulasi dan

kesenangan seksual, seperti melihat gambar-gambar erotis, terlibat dalam chatting

tentang seks, saling tukar menukar gambar atau pesan email tentang seks yang

terkadang diikuti oleh masturbasi.

Pengaruh internet terhadap seks memang menjadi signifikan yang akan

dikenal dengan “revolusi seksual” (Cooper dkk., 2000). Berdasarkan hasil sebuah

survei, 38% dari pengguna internet mengatakan bahwa mereka terlibat dalam

cybersex dan kurang lebih 3% dari mereka terlibat lebih sering bahkan hampir setiap

saat. Dalam hasil survei tersebut juga melaporkan bahwa 25% responden yang

melakukan cybersex telah bertemu dengan pasangan online mereka untuk melakukan

kencan atau melakukan seks di dunia nyata (Cooper dalam Weiten & Lloyd, 2006).

Sedangkan dalam penelitian Egan (dalam Weiten & Lloyd, 2006) melaporkan bahwa

20% dan 33% pengguna internet terlibat dalam beberapa bentuk aktivitas cybersex.

Delmonico, Carnes, dan Griffin (2001) mengkategorikan beberapa bentuk

aktivitas cybersex yaitu yang pertama, multimedia software yang diliputi oleh

gambar, suara, dan videoklip seperti menonton video dan film porno, serta

memainkan game porno. Kedua, terlibat real time dengan pasangan online seperti

(12)

ruang chat. Terakhir, mengakses pornografi di internet seperti gambar, video,

majalah, dan cerita porno.

Mengakses pornografi di internet adalah hal yang paling mudah diakses oleh

siapapun, apalagi perkembangan situs porno yang semakin hari semakin meningkat di

internet. Hal ini sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh American Demograhics

Magazine bahwa situs-situs porno di internet dewasa ini meningkat dari 22.100 situs

pada 1997 menjadi 280.000 pada tahun 2000 atau melonjak lebih banyak dari kurun

waktu tiga tahun, (Mudiarjo dalam Nainggolan, 2008). Cooper (1998) juga

menegaskan bahwa seks ataupun hal-hal yang berbau porno menempati urutan

pertama topik yang paling digemari dan dicari oleh para netter di Amerika.

Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika saja, namun kenyataannya di

Indonesia sendiri tidak jauh berbeda (dalam Okezone, 2008). Hal ini didukung oleh

Aziyz (2009) yang manyatakan bahwa berdasarkan internet pornography statistic,

untuk mengakses situs porno di internet, Indonesia menempati peringkat ketujuh

dunia setelah Pakistan, India, Mesir, Turki, Aljazair, dan Maroko. Namun kondisi ini

terus meningkat menjadi peringkat kelima pada tahun 2007 dan menjadi peringkat

ketiga pada tahun 2009.

Perkembangan situs porno di Indonesia memang semakin meningkat dan

ramai akan pengunjung. Hal ini dapat dilihat dari hasil situs Alexa.com tentang 100

situs dengan peringkat tertinggi yang paling banyak diakses oleh penduduk

Indonesia. Adapun enam situs yang dimaksud adalah tu***.com (peringkat 51 – full)

(13)

medium), you***.com (peringkat 58 – full) dimana pengunjung dapat menonton

video dan men-upload video pribadinya, bluef***.com (peringkat 62 – medium),

Beb***.info (peringkat 79 – full) dan p***hub.com (peringkat 89 – full). Medium dan

full merupakan kategori pornografi secara subjektif (kategori medium yaitu semi-full,

sedangkan kategori full yaitu benar-benar porno). Dari beberapa situs porno tersebut,

dunia***.com merupakan situs yang asli buatan Indonesia (Situs, 2009).

Berdasarkan data yang dituliskan oleh Papu seorang psikolog (dalam Okezon,

2008) bahwa sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses

internet, 50% diantaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka

situs porno. Hal ini diungkapkan oleh Richard Kartawijaya, Wakil Presiden Asosiasi

Piranti Lunak dan Telematika Indonesia, dalam paparannya pada seminar dies natalis

ke-46 Fisipol UGM di Gedung UC, Yogyakarta, Rabu 19/9/2001.

Pasti ada penyebab kenapa pengakses situs porno di internet terus bertambah,

Cooper (1998) yang mengatakan ada 3 komponen yang menyebabkan individu

melakukan aktivitas cybersex yang disingkat dengan triple A engine yaitu:

accessibility, affordability, anonymity. Accessibility mengacu pada kenyataan bahwa

internet menyediakan jutaan situs porno dan menyediakan ruang mengobrol yang

akan memberikan kesempatan untuk melakukan cybersex. Affordability mengacu

pada untuk mengakses situs porno yang disediakan internet tidak perlu mengeluarkan

biaya mahal. Anonymity adalah individu tidak perlu takut dikenali oleh orang lain.

Carners, Delmonico dan Griffin (2001) menambahkan 2 komponen yang

(14)

dan fantasy. Isolation adalah individu memiliki kesempatan untuk memisahkan

dirinya dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa resiko

seperti infeksi secara seksual atau gangguan dari dunia nyata. Sedangkan fantasy

adalah individu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan fantasi seksual

tanpa takut akan ditolak.

Selain mengakses pornografi di internet, bentuk aktivitas cybersex yang lagi

banyak diperbincangkan saat ini adalah ruang mengobrol yang memuat obrolan erotis

atau disebut juga dengan real time dengan pasangan online di ruang chat, bahkan

beberapa orang sampai menggunakan kamera web untuk melihat pasangan mereka di

ruang ngobrol (Carvalheira & Gomes, 2002). Pada beberapa kasus, mereka saling

tukar menukar gambar mereka sendiri atau gambar-gambar erotis dan gambar-gambar

bergerak yang mereka dapat dari web internet (Cooper & Griffin-shelley, 2002).

Biasanya orang yang terlibat dalam kasus ini tidak pernah ketemu sebelumnya di

dunia nyata. Percakapan yang di lakukan oleh mereka mulai dari godaan dan

kata-kata kotor untuk memberikan gambaran bahwa mereka sedang melakukan hubungan

seksual. Adapun tujuan mereka melakukan hal tersebut adalah untuk kesenangan

seksual dan tak jarang dari mereka dapat merasakan orgasme, baik itu hanya dengan

berfantasi melalui alam pikiran atau bisa juga diimbangi dengan melakukan onani

atau masturbasi (Cooper, Daneback, & Mansson, 2005).

Goldberg (2004) mengatakan bahwa banyaknya orang yang menggunakan

internet untuk cybersex yang telah meningkat secara dramatis 10 tahun terakhir ini,

(15)

tidak mampu menahan dorongan seksualnya karena sajian seks di ineternet tersebut.

Bayangkan, faktor internal saja membuat manusia sulit mengendalikan dorongan

seksualnya apalagi kalau dirangsang oleh faktor eksternal (Hurlock, 1994). Young

(dalam Rahmawati, dkk., 2002) juga berpendapat bahwa tersedianya sajian seks di

internet dengan segala kemudahan mengaksesnya, pada akhirnya dapat menjadi

tempat pelarian dan memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan. Hal

ini menurut Aram (dalam Rahmawati, dkk., 2002) disebabkan karena sajian seks di

internet tersebut dapat meningkatkan neurotransmitter ketika terjadi rangsangan

seksual yang menghasilkan efek menyenangkan bagi tubuh sehingga cenderung di

ulang dan secara psikologis dapat menimbulkan ketagihan. Hal ini bukan berdampak

pada diri individu saja, tapi untuk individu yang sudah memiliki pasangan akan

berdampak pada pasangan dan keluarga besar mereka baik secara seksual maupun

emosional (Schneider & Whitty dalam Cooper, dkk., 2005). Turkle (dalam Cooper,

dkk., 2005) menambahkan bahwa penggunaan internet untuk cybersex juga dapat

mempengaruhi aktivitas-aktivitas di kehidupan nyata, seperti mengasingkan diri dari

orang lain, mengabaikan pekerjaan dan mengabaikan tugas-tugas lainnya.

Sejalan dengan pernyataan di atas, yang berpeluang besar untuk mengalami

dampak penggunaan ineternet untuk cybersex di atas adalah laki-laki karena

berdasarkan hasil penelitian Elmer-Dewit (dalam Rahmawati, dkk., 2002)

mengatakan bahwa 98,9% orang yang melakukan cybersex adalah laki-laki dan 1,1%

perempuan. Hal tersebut didukung oleh Cooper (dalam Daneback, Cooper, &

(16)

sementara perempuan lebih tertarik menjalin persahabatan dan berinteraksi.

Widyastuti (dalam Rahmawati, dkk.,2002) juga menyebutkan bahwa laki-laki

terangsang oleh stimulus visual atau pengamatan, sedangkan perempuan terangsang

oleh stimulus pendengaran.

Sedangkan hasil penelitian Carvalheira dan Gomes (2002) menyatakan bahwa

usia 15 sampai 19 tahun yang paling banyak melakukan cybersex. Sejalan dengan

hasil penelitian Cooper, Daneback, dan Mansson (2005) menemukan bahwa usia 18

sampai 24 tahun yang paling banyak melakukan cybersex. Apabila diperhatikan dari

hasil penelitian tersebut bahwa remaja yang lebih banyak menggunakan internet

untuk tujuan cybersex. Hal ini mengacu pada teori Monks (1999) bahwa usia 12

sampai usia 21 tahun dapat dikategorikan ke dalam usia remaja. Pada usia remaja,

rasa ingin tahu yang tinggi terhadap seks membuat mereka selalu berusaha mencari

lebih banyak informasi tentang seks (Purwaningsih, 2008). Hurlock (1994)

menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno

dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam pendidikan.

Hurlock (1994) juga mengatakan bahwa pada kelompok remaja juga biasanya

benteng pertahanan masih labil, terangsang sajian yang ada di internet yang berbau

pornografi membuat remaja tidak mampu menahan dorongan seksualnya, karena

tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melindungi diri dari kesulitan

yang tidak diharapkan.

Berdasarkan uraian diatas, cybersex adalah fenomena seks yang baru dan

(17)

teknologi internet, dimana cybersex tersebut semakin hari semakin banyak

penggemarnya terutama pada remaja. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dalam rangka mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.

B. PERMASALAHAN PENELITIAN

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran perilaku cybersex pada remaja ditinjau berdasarkan jenis

kelamin, usia, pendidikan, dan status tempat tinggal ?

2. Apakah jenis-jenis perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja ?

3. Apa alasan remaja melakukan perilaku cybersex ?

4. Apa tujuan remaja melakukan perilaku cybersex ?

5. Dimanakah biasanya remaja melakukan perilaku cybersex ?

6. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja untuk melakukan perilaku

cybersex setiap minggu ?

7. Alamat situs yang sering di kunjungi oleh remaja untuk melakukan perilaku

cybersex.?

8. Berapa banyak materi yang di keluarkan remaja setiap bulan untuk melakukan

perilaku cybersex.?

9. Media apa yang sering digunakan oleh remaja ketika melakukan perilaku

(18)

10.Aktivitas apa saja yang dilakukan remaja ketika atau setelah melakukan perilaku

cybersex.?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku cybersex yang terjadi

pada remaja yang meliputi jenis perilaku cybersex, waktu yang dihabiskan untuk

melakukan perilaku cybersex, tempat yang biasa digunakan untuk melakukan

perilaku cybersex, alasan melakukan perilaku cybersex, dan hal-hal yang mendorong

untuk melakukan perilaku cybersex.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah khasanah dalam

pembelajaran mengenai gambaran perilaku cybersex pada remaja dan memberi

sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan wacana dan informasi tentang fenomena cybersex pada remaja,

dengan tujuan agar remaja yang sedang melakukan aktivitas cybersex maupun

yang belum melakukan dapat mengetahui dampak dari perilaku cybersex tersebut.

2. Dari hasil penelitian ini kepada orang tua dapat memberikan pengawasan dan

(19)

3. Dari hasil penelitian ini kepada pemerintah agar mengetahui dampak dari perilaku

cybersex dan dapat membuat rancangan atau cara untuk mencegah dampak

tersebut terjadi, baik pada remaja maupun pada seluruh kalangan usia.

4. Menjadi acuan bagi yang tertarik dengan fenomena cybersex pada remaja

E. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur

untuk memudahkan pembaca memahaminya.

Bab I: Pendahuluan

Pada bab ini berisikan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian,

tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Bab ini berisikan teori-teori yang di dalamnya dijelaskan teori mengenai

cybersex, perilaku cybersex dan remaja.

Bab III: Metode Penelitian

Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi

variabel, defenisi operasional, pertanyaan penelitian, populasi dan metode

pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, dan analisis data yang

dilakukan. Selain itu dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai prosedur

(20)

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi

dan pembahasan

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan

saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Perilaku Cybersex

1. Defenisi Perilaku Cybersex

Chaplin (1997) mengemukakan bahwa perilaku secara psikologi diartikan

sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh

suatu organisme (individu). Menurut Walgito (1994), perilaku tersebut timbul sebagai

akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu tersebut.

Cybersex didefenisikan sebagai penggunaan internet untuk terlibat dalam

aktivitas kesenangan seksual, seperti melihat gambar-gambar erotis, berpartisipasi

dalam chatting tentang seks, saling tukar menukar gambar atau email tentang seks,

dan lain sebagainya, yang terkadang diikuti oleh masturbasi (Cooper, 2002). Hal

serupa diungkapkan oleh Carners, Delmonico dan Griffin (2001) bahwa cybersex

adalah mengakses pornografi di internet, terlibat dalam real-time yaitu percakapan

tentang seksual online dengan orang lain, dan mengakses multimedia software.

Maheu (2001) juga mendefenisikan cybersex dimana terjadi ketika orang

menggunakan komputer yang berisi tentang teks, suara dan gambar yang didapatkan

dari software atau internet untuk stimulus seksual dan secara khusus mencakup dua

atau lebih orang berinteraksi diinternet yang membangkitkan gairah seksual satu

dengan yang lainnya.

Berdasarkan beberapa defenisi diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa

(22)

komputer atau internet digunakan untuk melihat gambar-gambar erotis, chatting

erotis, bahkan sampai pada tukar menukar gambar atau email tentang seks, yang

terkadang diikuti oleh masturbasi.

2. Jenis-jenis Situs Internet

Daneback (2006) menjelaskan bagian-bagian di jaringan internet yang

digunakan untuk aktivitas cybersex

a. Web Communities

Pengguna memberikan identitas seperti jenis kelamin dan umur. Komunitas ini

dapat berintegrasi dengan anggota komunitas yang lain dengan menggunakan

email atau web chat. Menurut Bauman (dalam Daneback, 2006), komunitas ini

dibedakan antara anggota kelompok dan bukan anggota kelompok.

b. Web chat rooms

Tempat dalam www dimana orang dapat berinteraksi dengan orang lain pada

waktu yang sama. Web chat rooms juga memberikan kemungkinan pengguna

berinteraksi dengan pengguna yang lain, walaupun tanpa menggunakan www.

Chat rooms juga dapat dibedakan yaitu chat rooms yang dpat diakses oleh

anggota komunitas dan chat rooms yang dapat diakses oleh siapa saja yang

(23)

c. Web sites

Daneback (2006) mengatakan bahwa sejumlah web site memberikan materi

seksual seperti situs pornografi, sex web shop dan situs informasi seks.

Menurut Daneback (2006), situs-situs di internet juga dapat dibagi menjadi 2 tipe

yaitu interaktif dan non-interaktif.

a. Non-interaktif meliputi seks, gambar dan film yang pada dasarnya ditemukan

dalam www dan juga termasuk web shops. Dalam situs non-interaktif, tidak

diketahui siapa penggunanya sehingga pembuat situs memberikan keterangan

jumlah pengunjung situs.

b. Interaktif meliputi www chat rooms, web communities dan instant massaging

software. Karakteristik dari situs ini adalah bertujuan untuk komunikasi dan

berinteraksi dengan yang lain. Pengguna web chat rooms dapat tidak diketahui

identitasnya kecuali instant massaging sofware masih dapat diketahui identitas

penggunanya, namun pengguna dapat memalsukan identitasnya.

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Cybersex

Carners, Delmonico dan Griffin (2001) mengatakan bahwa terdapat tiga

kategori umum perilaku cybersex, yaitu:

1. Mengakses pornografi di internet

Berbagaimacam pornografi yang tersedia di internet bervariasi secara luas. Ini

dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, yang meliputi gambar, majalah, cerita

(24)

dapat ditemukan pada halaman web pribadi atau komersial, hanya dengan cara

mengklik mouse.

2. Terlibat dalam real time dengan pasangan online

Chatting real time dapat disamakan dengan versi komputerisasi “Citizen Band

(CB) radio. Internet chat room mirip dengan CB, di saluran yang mereka

tawarkan bervariasi, sejumlah orang berkesempatan untuk mendengarkan dan

membahas topik tertentu. Setelah meninjau area topik ruangan chat, tidak sulit

untuk memahami bagaimana seseorang dapat terlibat dalam percakapan seksual

dengan orang lain secara online. Teknologi canggih juga menyediakan cara-cara

untuk bertukar gambar dan file online saat percakapan berlangsung. Teknologi

saat ini juga memungkinkan untuk pertukaran suara dan gambar video melalui

internet. Dengan hanya memberikan nomor kartu kredit, anda dapat

memanfaatkan kamera video langsung yang menangkap dan mengirimkan

gambar-gambar laki-laki atau perempuan yang terlibat dalam segala hal dari

kegiatan seksual. Namun, beberapa situs juga dapat diakses secara gratis.

Beberapa situs video langsung menerima permintaan untuk perilaku seksual

tertentu dari pengguna online, sehingga memungkinkan seorang individu untuk

membuat dan memenuhi fantasi personalnya.

3. Multimedia software (tidak harus online)

Berdasarkan penemuan dari sistem multimedia modern, individu bisa memainkan

(25)

erotika dari komputer desktop atau laptop. Teknologi Compact disc read-only

memory (CD-ROM) memungkinkan perusahaan untuk menciptakan software

dengan suara dan video klip. Produksi multimedia juga dapat mencakup

informasi erotis.

4. Klasifikasi Pengguna cybersex

Cooper, Delmonico, dan Burg (dalam Carners, Delmonico & Griffin, 2001)

mengklasifikasikan tiga kategori individu yang menggunakan internet untuk tujuan

seksual, ketiga kategori tersebut adalah:

1. Recreational users yaitu individu yang mengakses materi seksual karena

keingintahuan atau untuk hiburan dan merasa puas dengan ketersediaaan materi

seksual yang diinginkan. Pada individu juga ditemukan adanya masalah yang

berhubungan dengan perilaku mengakses materi seksual. Dari penelitian yang

dilakukan maka ditemukan bahwa orang yang mengakses situs yang berkaitan

dengan seksual kurang dari 1 jam per minggu dan sedikit konsekuensi negatif,

tergolong menjadi Recreational users.

2. At-risk users yaitu ditujukan pada orang yang tanpa adanya seksual kompulsif,

tetapi mengalami beberapa masalah seksual setelah menggunakan internet untuk

mendapatkan materi seksual. Individu menggunakan internet dengan kategori

waktu yang moderat untuk aktivitas seksual dan jika penggunaan yang dilakukan

(26)

3. Sexual Compulsive users yaitu individu menunjukkan kecenderungan seksual

kompulsif dan adanya konsekuensi negatif, seperti merasakan

kesenangan/keasikan terhadap pornografi, menjalin hubungan percintaan dengan

banyak orang, melakukan aktivitas seksual dengan banyak orang yang tidak

dikenal, karena menggunakan internet sebagai forum atau tempat untuk aktivitas

seksual, dan yang lainnya berdasarkan DSM-IV.

Cooper, Delmonico, dan Burg (2000) juga mengatakan bahwa berdasarkan

waktu mengakses materi seksual, maka individu dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Low users yaitu individu yang mengakses materi seksual kurang dari 1 jam setiap

minggu.

2. Moderate users yaitu individu yang mengakses materi seksual antara 1-10 jam

setiap minggu.

3. High users yaitu individu yang mengakses materi seksual 11 jam atau lebih

setiap minggu, individu ini menunjukkan perilaku kompulsif.

5. Penyebab Perilaku Cybersex

Cooper (1998) mengemukakan ada 3 komponen yang menyebabkan individu

melakukan cybersex yang disebut dengan triple A engine, yaitu:

1. Accessibility yaitu individu dapat mengakses materi seksual melalui internet

(27)

2. Anonimity yaitu individu tidak merasa takut akan dikenali orang lain ketika

mengakses materi seksual, mendiskusikan masalah seksual, dan saling

membandingkan kegiatan yang sama.

3. Affordability yaitu individu menemukan bahwa dengan mengakses melalui

internet biaya cukup murah dan banyak materi seksual yang didapatkan

melalui situs diinternet dengan gratis

Carners, Delmolnico, dan Griffin (2001) menambahakan 2 komponen yang

menyebabkan individu melakukan cybersex, yaitu:

1. Isolation yaitu individu memiliki kesempatan untuk memisahkan dirinya

dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa resiko

seperti infeksi secara seksual atau gangguan dari dunia nyata.

2. Fantasy adalah individu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan

fantasi seksual tanpa takut akan ditolak

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Piaget (Hurlock, 1999), secara psikologis, masa remaja adalah usia

dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi

merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan

(28)

Remaja merupakan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

(Papalia, 1995). Masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian

proses perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula

termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua (Monks, 1999).

Remaja dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah pada kematangan

secara seksual, ketika seseorang mampu untuk berproduksi. Pada masa ini terjadi

perubahan fisik yang dramatis (Papalia, 1995).

Monks (1999) juga membagi masa remaja ke dalam tiga tahap disertai

karakteristiknya sebagai berikut:

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada rentang ini, remaja sudah mulai memperhatikan bentuk dan pertumbuhan

seksual dan fisiknya. Hal ini disebabkan karena pada masa ini remaja mulai

mengalami perubahan bentuk tubuh dan perubahan proporsi tubuh.

b. Remaja Madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan

narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai

teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Umumnya pada

usia remja madya seseorang berintegrasi dengan sebayanya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian:

(29)

2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

mendapatkan pengalaman-pengalaman baru

3. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

4. Egosentrisme (terlalu memutuskan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan

keseimbangan antara kepentingan diri snediri dengan orang lain

5. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum

Mappiare (1982) mengatakan bahwa pertumbuhan kelenjar seks seseorang

telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada

fase ini biasanya lebih diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan pertumbuhan

kelenjar seks itu sendiri. Cameron, Ybarra dan Mitchell (dalam Petter & Valkenburg,

2006) juga mengatakan bahwa remaja akhir lebih menyukai internet sebagai media

yang memperlihatkan seksual daripada remaja awal.

2. Perkembangan Seksual Masa Remaja

Perkembangan seksual pada masa remaja dipengaruhi oleh hormon seks, baik

pada laki-laki, maupun wanita, seperti testoteron, dan estrogen. Perkembangan

seksual yang terjadi pada masa remaja mengakibatkan suatu perubahan dalam

perkembangan sosial remaja (Monks & Knoers, 1999).

Perubahan dari perkembangan yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi

oleh hormon-hormon seksual. Hormon-hormon ini berpengaruh terhadap dorongan

seksual seseorang. Dengan adanya perubahan hormononal pada remaja, baik pria

(30)

bentuk ketertarikan dengan lawan jenisnya, keinginan untuk mendapatkan kepuasan

seksual, dan sebagainya. Mereka akan melakukan berbagai tingkah laku tertentu,

misalnya pacaran dan juga mulai timbul minat dalam keintiman secara fisik (Daccy &

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut

cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan

kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat

dipertanggungjawabkan hasilnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan fokus pada

pengukuran dan deskripsi tentang gambaran perilaku cybersex pada remaja. Metode

pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei, yaitu penelitian yang

dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta tentang gejala-gejala atas permasalahan

yang terjadi (Umar, 2002). Salah satu karakteristik penelitian survei adalah umumnya

dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak

mendalam, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan sampel

yang representatif (Sugiono, 1994).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang merupakan

metode yang menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak

bermaksud menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi

Azwar (1999). Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena

(32)

secara umum (Hadi, 2000). Menurut Black dan Champion (2009) metode deskriptif

menyajikan sejumlah besar informasi mengenai berbagai keadaan sosial. Punch

(1998) menyatakan ada dua tujuan penelitian deskriptif. Pertama, untuk

mengembangkan teori baru dan belum banyak dikenal. Kedua, untuk membantu

mempelajari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi suatu variabel untuk dapat

dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor tersebut.

A.VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu variabel, yaitu

perilaku dalam cybersex.

B. DEFENISI OPERASIONAL

Defenisi operasional adalah defenisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang

didefenisikan yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2002).

Yang dimaksud dengan perilaku cybersex adalah perilaku ketika

menggunakan internet untuk tujuan seksual seperti mengakses pornografi di internet

(misalnya gambar, video, film, game, majalah, dan cerita teks), terlibat real time

dengan pasangan fantasi (misalnya mengobrol tentang obrolan erotis dengan

pasangan online), dan yang terakhir adalah multimedia software (misalnya menonton

DVD/VCD film atau video porno, dan memainkan game porno yang didapat dari

(33)

Gambaran perilaku cybersex yang terjadi pada kalangan remaja diungkap

melalui angket yang disusun oleh peneliti sesuai dengan pertanyaan penelitian dan

bentuk-bentuk perilaku cybersex yang diungkapkan oleh Carnes, Delmonico, dan

Griffin (2001) yaitu mengakses pornografi di internet, terlibat real-time dengan

pasangan fantasi, dan multimedia software (tidak harus online). Pengukuran

dilakukan dengan mengukur persentase dari pilihan responden.

C. PERMASALAHAN PENELITIAN

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Perilaku

Cybersex Pada Remaja”. Secara mendetail, operasionalisasi permasalahan dalam

penelitian ini bisa dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran perilaku cybersex pada remaja ditinjau berdasarkan jenis

kelamin, usia, pendidikan, orientasi seksual dan status tempat tingal ?

2. Apakah jenis-jenis perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja ?

3. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja untuk melakukan aktivitas

cybersex setiap minggu ?

4. Dimanakah biasanya remaja melakukan aktivitas cybersex ?

5. Apa alasan remaja melakukan aktivitas cybersex ?

6. Apa tujuan remaja melakukan aktivitas cybersex ?

(34)

1. Populasi

Pada setiap penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam setiap

penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi

adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi adalah individu yang

bisa dikenai generalisasi dari pernyataan-pernyataan yang diperoleh dari sampel

penelitian (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja

yang berdomisili di kota medan. Karakteristk populasi dalam penelitian ini adalah

remaja pengakses internet di warnet-warnet yang terdapat dibeberapa tempat di

Medan.

2. Sampel

Sampel adalah sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang

jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat

yang sama (Hadi, 2000). Tidak semua hal yang ingin dijelaskan atau diramalkan atau

dikendalikan dapat diteliti. Penelitian ilmiah boleh dikatakan hampir selalu hanya

dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya mau diteliti. Jadi

penelitian hanya dilakukan terhadap sampel, tidak terhadap populasi (Suryabrata,

2006). Pengambilan sampel atau sampling menurut Karlinger (dalam Hasan, 2003),

berarti mengambil suatu bagian dari populasi atau semesta itu.

Teknik Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari

(35)

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili

populasi (Hasan, 2003). Pada penelitian ini responden diperoleh melalui teknik non

probability sampling secara incidental yang berarti setiap anggota populasi tidak

mendapat kesempatan yang sama untuk dapat terpilih menjadi anggota sampel.

Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kebetulan dan kemudahan

dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).

Penggunaan teknik ini bertujuan untuk memperoleh data dari daftar pertanyaan dalam

jumlah yang besar dan lengkap secara cepat dan hemat, serta peneliti tidak

memerlukan daftar populasi dalam pemilihan sampel penelitian (Kuncoro, 2003).

Penggunaan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan kurangnya data yang

lengkap mengenai subjek penelitian sehingga sampel dipilih berdasarkan kemudahan

ditemui dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Pengguna internet

2. Pernah terlibat dalam aktivitas cybersex

3. Berusia 12-21 tahun

4. Bersedia dilibatkan sebagai responden

Dari seluruh individu yang melakukan aktivitas cybersex (populasi), jumlah

total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 300 orang.

(36)

Alat ukur yang digunakan merupakan metode pengumpulan data dalam

kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai

variabel yang diteliti (Azwar, 1999).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode angket (koesioner). Metode angket mendasarkan diri pada laporan tentang

diri sendiri (self report) atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan

pribadi (Hadi, 2000).

Angket digunakan untuk mengungkapkan data faktual atau yang dianggap

fakta oleh subjek (Azwar, 2002). Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah

angket perilaku dalam cybersex. Angket ini terdiri dari item-item berupa pertanyaan

langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap dan

meminta responden untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif

jawaban yang telah disediakan dan tersedia juga beberapa pertanyaan yang tidak

terarah atau terbuka, dimana subjek mengisi sendiri jawaban mereka sesuai dengan

pertanyaan yang diberikan. Angket ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku

cybersex yang dikemuka oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001).

Table 1 Blue print Angket Perilaku cybersex

No Aspek-Aspek

1 Mengakses pornografi di internet

2 Terlibat real time dengan pasangan fantasi

3 Multimedia software

(37)

Angket dalam penelitian ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku

cybersex yang dikemukakan oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001). Pertanyaan

dalam angket ini dibuat peneliti berdasarkan berbagai macam hal yang berkaitan

dengan perilaku cybersex tersebut berdasarkan teori yang ada dan wawancara singkat

dengan beberapa mahasiswa atau individu yang pernah melakukan aktivitas cybersex.

Angket (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner

langsung, karena daftar pertanyaannya dikirimkan langsung kepada orang yang

dimintai pendapatnya atau diminta untuk menceritakan tentang keadaan dirinya

sendiri (Hadi, 2000).

Pada pengisian angket (kuesioner) ini, subjek diminta untuk menjawab

pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif

jawaban yang tersedia. Sebagian pertanyaan diberikan dua alternatif, yaitu alternatif

“ya” dan “tidak”, sedangkan sebagian lainnya diberikan lebih dari dua alternatif

jawaban. Selain itu, dalam alternatif pilihan jawaban yang tersedia juga terdapat

pilihan jawaban yang terbuka, sehingga subjek dapat dengan bebas mengutarakan

pendapat ataupun jawaban yang dimaksudkan.

Sebelum angket (kuesioner) ini digunakan, dilakukan face validity terlebih

dahulu kepada beberapa orang dosen dan mahasiswa untuk mengetahui apakah

pertanyaan yang ada dalam angket tersebut dapat dimengerti atau tidak.

(38)

Sumber data utama dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari

para responden. Kepada responden diberikan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk

dijawab.

2. Waktu Pengumpulan Data

Secara keseluruhan pengumpulan data dilakukan pertengahan bulan juni 2010

mulai tanggal 17 sampai 21 Juni 2010.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen utama penelitian berupa daftar pertanyaan yang umumnya bersifat

tertutup dan terbuka. Selain itu, pada pertanyaan tertutup disediakan juga pertanyaan

terbuka untuk menjaring masukan responden tentang gambaran perilaku cybersex

yang sering dilakukan oleh remaja.

G. METODE ANALISA DATA

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek

penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang

diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2004).

Azwar (2004) juga mengatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan

disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga

(39)

Pengujian hasil analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan distribusi

frekuensi dan persentase dari tabulasi data serta bentuk grafik histogram pada data

yang bersifat kategorikal.

1. Distribusi Frekuensi

Perhitungan data dengan distribusi frekuensi ini dapat dilakukan dengan

menghitung frekuensi data tersebut kemudian dipresentasekan. Sebaran persentase

dari frekuensi dapat menggunakan rumus :

% 100

 

n FX N

2. Grafik Histogram

Histogram adalah grafik dari distribusi frekuensi dari suatu variabel. Tampilan

(40)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan gambaran hasil penelitian sesuai dengan data yang

diperoleh. Pembahasan dalam bab ini juga meliputi gambaran umum subjek

penelitian serta analisa atas data yang ada.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 270 orang. Peneliti memperoleh

gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan status

tempat tinggal.

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran

penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 2 berikut.

Tabel 2

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Subjek Penelitian

Persentase (%)

Laki-laki 190 70,37

(41)

Berdasarkan data pada tabel 2, jumlah subjek yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 190 orang (70,37%) dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

80 orang (29,63%).

Gambar 1

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

2. Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek

[image:41.612.129.493.223.398.2]

penelitian seperti yang tertera pada tabel 3.

Tabel 3

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Subjek penelitian Persentase (%)

12-13 30 11,1

14-15 20 7,41

16-17 72 26,67

18-19 74 27,41

(42)

Total 270 100

Berdasarkan data pada tabel 3, jumlah subjek yang berusia 12 sampai 13

tahun sebanyak 30 orang (11,1%), usia 14 sampai 15 tahun sebanyak 20 orang

(7,41%), usia 16 sampai 17 tahun sebanyak 72 orang (26,67%), usia 18 sampai 19

tahun sebanyak 74 orang (27,41%), usia 20 sampai 21 tahun sebanyak 74 orang

(27,41%).

Gambar 2

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia

3. Pendidikan Subjek Penelitian

Berdasarkan pendidikan subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran

[image:42.612.130.494.290.475.2]

subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.

Tabel 4

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah Subjek Penelitian

(43)

SMP 46 17,04

SMA 131 48,52

Perguruan Tinggi 93 34,44

Total 270 100

Dari 270 subjek penelitian, diperoleh 46 orang (17,04%) yang berpendidikan

SMP, 131 orang (48,52%) yang berpendidikan SMA, dan 93 orang (34,44%) yang

[image:43.612.194.489.113.174.2]

berpendidikan perguruan tinggi.

Gambar 3

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Pendidikan

4. Status Tempat Tinggal Subjek Penelitian

Berdasarkan satatus tempat tinggal subjek penelitian maka diperoleh gambaran

penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 5.

Tabel 5

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan

Status Tempat Tinggal Jumlah Subjek Penelitian

Persentase (%)

[image:43.612.130.493.280.464.2]
(44)

Kost 89 31,11 Di rumah teman/saudara 22 8,15

Lainnya 1 0,37

Total 270 100

Dari 270 subjek penelitian, diperoleh 178 orang (60,37%) yang tinggal

bersama orang tua, 89 orang (31,11%) yang tinggal di kost, 22 orang (8,15%) yang

tinggal di rumah teman atau saudara, dan 1 orang (0,37%) yang memiliki jawaban

[image:44.612.152.512.307.490.2]

lainnya seperti asrama.

Gambar 4

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan status tempat tinggal

B. HASIL ANALISA DESKRIPTIF

Berikut ini adalah hasil analisis deskriptif dari data yang telah dikumpulkan :

1. Jenis Perilaku Cybersex

Berdasarkan jenis perilaku cybersex, dari 270 subjek penelitian diperoleh

jumlah keseluruhan respon sebanyak 1171 respon, dimana rata-rata subjek memilih

(45)

masing-masing jenis perilaku terdiri lagi ke dalam beberapa bentuk, kecuali jenis

perilaku terlibat realtime dengan pasangan online hanya terdiri dari satu bentuk

perilaku. Adapun gambaran perilaku cybersex yang dilakukan oleh subjek dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6

Jenis Perilaku Cybersex Secara Umum Pada Remaja

No Jenis Perilaku Frekuensi %

1 Mengakses pornografi di internet 631 53,88

2 Multimedia software 420 35,87

3

Terlibat real-time dengan pasangan

online 120 10,25

Total 1171 100

Berdasarkan data pada tabel 6, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak

631 respon (53,88%) mengakses pornografi di internet, sebanyak 420 respon

(35,87%) melakukan perilaku cybersex dengan menggunakan multimedia software,

dan sebanyak 120 respon (10,25%) terlibat real-time dengan pasangan online.

Gambar 5

(46)

Berdasarkan gambar histogram di atas, menunjukkan bahwa pada umumnya remaja

mengakses pornografi di internet.

Pada tabel 6 sebelumnya, telah di jelaskan tentang perilaku cybersex secara

umum. Pada perilaku mengakses pornografi di internet terdapat 631 respon yang

diperoleh dari 270 subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata subjek

penelitian memiliki lebih dari dua pilihan jawaban perilaku mengakses pornografi di

[image:46.612.182.464.334.520.2]

internet. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 7

Jenis Perilaku Mengakses Pornografi di Internet Pada Remaja

No Jenis Perilaku Frekuensi %

1 Video Porno 171 27,11

2 Gambar porno 163 25,83

3 Film porno 102 16,16

4 Cerita porno 92 14,58

5 Game porno 62 9,82

6 Majalah porno 41 6,5

Total 631 100

Berdasarkan data pada tabel 7, dari 270 orang subjek penelitian, diperoleh 171

respon (27,11%) mengakses video porno di internet, 163 respon (25,83%) mengakses

gambar porno di internet, terdapat 102 respon (16,16%) mengakses film porno di

internet, sebanyak 92 respon (14,58%) mengakses cerita porno di internet , 62 respon

(9,82%) mengakses game porno di internet, 41 respon (6,5%) mengakses majalah

(47)
[image:47.612.131.494.111.277.2]

Gambar 6

Jenis perilaku mengakses pornografi di internet

Berdasarkan gambar histogram di atas, dapat dilihat bahwa remaja pada

umumnya mengakses video porno dan gambar porno di internet.

Pada jenis perilaku cybersex multimedia software terdapat 420 respon dari

270 subjek penelitian, hal ini menunjukkan bahwa dari beberapa subjek penelitian

memilih lebih dari satu perilaku. Hal ini dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8

Jenis Perilaku Multimedia Software Pada Remaja

No Jenis Perilaku Frekuensi %

1 Menonton film porno 192 45,71 2 Menonton Video Porno 148 35,24 3 memainkan game porno 80 19,05

(48)

Berdasarkan data pada tabel 8, dari 270 subjek penelitian diperoleh 192

respon (45,71%) menonton VCD/DVD video porno, 148 respon (35,24%) menonton

[image:48.612.132.493.196.367.2]

VCD/DVD film porno, 80 respon (19,05%) memainkan VCD/DVD game porno.

Gambar 7

Jenis perilaku multimedia software

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa remaja pada

umumnya menonton VCD/DVD film dan video porno.

2. Alasan Melakukan Perilaku Cybersex

Dari 270 subjek penelitian diperoleh sebanyak 593 respon alasan melakukan

perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memilih lebih dari dua respon. Adapun

(49)
[image:49.612.140.506.108.343.2]

Tabel 9

Alasan Remaja Melakukan Perilaku Cybersex

No Alasan Frekuensi %

1 Mudah untuk diakses 159 26,81

2 Biaya yang dikeluarkan sedikit 94 15,85 3 Tidak ada yang mengenali atau melihat 76 12,82

4 Tidak ada yang mengganggu 64 10,79

5 Aman dari penyakit 62 10,46

6 Cara yang mudah untuk menemukan orang yang memiliki pandangan dan ketertarikan seksual yang sama

62 10,46

7 Bebas mengekspresikan fantasi seksual tanpa harus takut ditolak oleh orang lain

57 9,91

8 Lainnya 19 3,2

Total 593 100

Berdasarkan data dari tabel 9, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak

159 respon (26,81%) mudah untuk diakses sebagai alasan melakukan perilaku

cybersex, 94 respon (15,85%) karena biaya yang dikeluarkan sedikit, 76 respon

(12,82%) karena merasa tidak dikenal dan dilihat oleh orang lain, 64 respon (10,79%)

merasa tidak ada yang mengganggu sebagai alasan melakukan aktivitas cybersex,

jumlah respon aman dari penyakit sebanyak 62 respon (10,46%), cara yang mudah

untuk menemukan orang yang memiliki pandangan dan ketertarikan seksual yang

sama sebanyak 62 respon (10,46%), bebas mengekpresikan fantasi seksual tanpa

harus takut ditolak oleh orang lain sebanyak 57 respon (9,61%), dan 19 respon

(50)
[image:50.612.132.493.110.291.2]

Gambar 8

Alasan melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan histogram diatas maka dapat dilihat bahwa pada umumnya alasan

remaja melakukan perilaku cybersex adalah karena mudah untuk diakses dan biaya

yang dikeluarkan sedikit.

3. Tujuan Melakukan Aktivitas Cybersex

Dari 270 subjek penelitian terdapat sebanyak 566 respon tujuan melakukan

perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memiliki dua respon atau lebih. Adapun

tujuan-tujuan subjek melakukan perilaku cybersex akan digambarkan pada tabel 10

(51)
[image:51.612.129.515.115.315.2]

Tabel 10

Tujuan Remaja Melakukan Cybersex

No Tujuan Frekuensi %

1 Menambah pengetahuan 186 32,86

2 Bersenang-senang 109 19,26

3 Memenuhi kebutuhan seksual 70 12,37

4 Mendapatkan rangsangan seksual 61 10,78

5 Mendapatkan cara baru tentang seks 49 8,66 6 Menyalurkan fantasi seksual yang tidak

terpenuhi di dunia nyata

46 8,13

7 Mendapatkan pasangan seksual di dunia nyata 44 7,77

8 Lainnya 1 0,17

Total 566 100

Berdasarkan data diatas, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh 186

respon (32,86%) untuk menambah pengetahuan, 109 respon (19,26%) untuk

bersenang-senang, 70 respon (12,37%) untuk memenuhi kebutuhan seksual, 61

respon (10,78%) untuk mendapat rangsangan seksual, 49 respon (8,66%) untuk

mendapatkan cara baru tentang seks, 46 respon (8,13%) untuk menyalurkan fantasi

seksual yang tidak terpenuhi di dunia nyata, 44 respon (7,77%) melakukan cybersex

untuk mendapatkan pasangan seksual di dunia nyata, dan 1 respon (0,17%) jawaban

(52)

Gambar 9

Tujuan melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan histogram di atas menunjukkan bahwa pada umumnya remaja

melakukan perilaku cybersex bertujuan untuk menambah pengetahuan dan

bersenang-senang.

4. Tempat Melakukan Perilaku Cybersex

Dari 270 subjek penelitian diperoleh sebanyak 364 respon tentang

tempat-tempat yang biasa digunakan subjek untuk melakukan perilaku cybersex, dimana

rata-rata subjek memilih lebih dari satu jawaban. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 11

Tempat Responden Melakukan Perilaku Cybersex

No Tempat Frekuensi %

1 Warnet 215 59,07

2 Rumah 106 29,12

(53)

4 Lainnya 4 1,1

Total 364 100

Berdasarkan data pada tabel 11, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh 215

respon (59,07%) yang memilih warnet sebagai tempat yang biasanya digunakan

untuk melakukan perilaku cybersex, sebanyak 106 respon (29,12%) yang memilih

rumah, 39 respon (10,71%) yang memilih sekolah, dan 4 respon (1,1%) jawaban

[image:53.612.130.493.307.480.2]

lainnya seperti tempat teman dan hotel.

Gambar 10

Tempat melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan gambar histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa subjek

penelitian pada umumnya melakukan perilaku cybersex di warnet.

Dari 270 orang subjek penelitian terdapat 270 respon tentang alasan-alasan

subjek memilih tempat untuk melakukan perilaku cybersex, dimana masing-masing

subjek memiliki satu respon. Alasan-alasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut

(54)
[image:54.612.176.471.114.329.2]

Tabel 12

Alasan Responden Memilih Tempat Melakukan Perilaku Cybersex

Alasan Frekuensi %

man 84 31,1

ebas 54 20

silitas yang dibutuhkan tersedia 34 12,59

udah 32 11,85

sa dimana saja 26 9,63

urah 17 6,29

dak tahu 14 5,18

ersama teman-teman 8 2,96

mbil mengerjakan tugas 1 0,4

Total 270 100

Pada tabel 12, diperoleh alasan-alasan subjek memilih tempat untuk

melakukan perilaku cybersex seperti yang telah di jelaskan sebelumnya pada tabel 11.

Adapun alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut: 84 respon (31,1%) karena

merasa nyaman, 54 respon (20%) karena merasa bebas, 34 respon (12,59%) karena

fasilitas yang dibutuhkan tersedia, 32 respon (11,85%) karena merasa mudah, 26

respon (9,63%) karena merasa bisa dimana saja, 17 respon (6,29%) karena merasa

biayanya murah, 14 respon (5,18%) tidak tahu, 8 respon (2,96%) karena bisa bersama

(55)
[image:55.612.131.493.113.303.2]

Gambar 11

Alasan memilih tempat melakukan perilaku cybersex

Gambar histogram di atas menunjukkan bahwa alasan remaja memilih tempat

untuk melakukan perilaku cybersex pada umumnya adalah karena merasa aman dan

bebas.

5. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori tentang bentuk-bentuk

perilaku cybersex bahwa perilaku cybersex dapat dilakukan secara online dan offline.

Perilaku mengakses pornografi di internet dan perilaku terlibat real-time dengan

pasangan online masuk ke dalam kategori online dan multimedia software masuk ke

(56)

a. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex Secara Online

Dari 631 respon yang mengakses pornografi di internet dan 120 respon yang

terlibat real-time dengan pasangan online, terdapat 588 respon tentang alamat situs

yang dikunjungi untuk melakukan perilaku cybersex. Beberapa alamat situs

menyediakan berbagai macam materi porno. Adapun 10 alamat situs yang paling

[image:56.612.180.473.279.582.2]

banyak dikunjungi oleh subjek penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 13

Daftar Alamat Situs Cybersex

No Nama Situs Frekuensi %

1 Mirc 90 15,3

2 Youtube 83 14,12

3 Playboy 62 10,54

4 Google 58 9,86

5 Youporn 32 5,44

6 Youtube8 27 4,59

7 Ceritapanas 25 4,25

8 Dewasa 23 3,91

9 Worldsex 18 3,06

10 Lalatx 18 3,06

11 Lainnya 152 25,85

Total 588 100

Berdasarkan data di atas, 10 alamat situs porno yang paling sering di akses

oleh subjek penelitian adalah mirc (15,3%) yang menyediakan fasilitas chatting.

Youtube.com(14,12%) yang menyediakan gambar porno, video porno, film porno,

(57)

Google.com (9,86%) yang menyediakan berbagai informasi yang kita inginkan,

dengan menuliskan kata kunci pada kolom yang telah disediakan lalu klik kata “cari”,

maka akan muncul berbagai pilihan yang berkaitan dengan kata kunci yang telah di

tuliskan sebelumnya. Youporn.com (5,44%) yang menyediakan video porno.

youtube8.com (4,59%) yang menyediakan video dan film porno. Ceritapanas.com

(4,25%) yang menyediakan cerita porno. Dewasa.com (3,91%) yang menyediakan

fasilitas chatting seks, video porno, dan film porno. Lalatx.com (3,06%) yang

menyediakan gambar porno. Worldsex.com (3,06%) yang menyediakan video dan

[image:57.612.131.495.360.550.2]

film porno. Sedangkan jawaban lainnya (25,85%).

Gambar 12

Alamat situs untuk melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya responden

(58)

mengakses gambar, video, film, dan game porno, dan situs playboy untuk melihat

majalah porno.

b. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex Ketika Offline

Mengenai sumber darimanakah subjek penelitian mendapatkan VCD/DVD

porno, diketahui bahwa dari 420 respon perilaku multimedia software, terdapat 207

respon dari VCD/DVD video porno, 235 respon VCD/DVD dari film porno, dan 97

respon dari VCD/DVD dari game porno. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

[image:58.612.166.485.367.533.2]

dibawah ini:

Tabel 14

Sumber Subjek Mendapatkan Video Porno, Film Porno, dan Game Porno

Video Film Game Sumber

Freku ensi

% Freku ensi

% Freku ensi

%

Teman 119 57,49 134 57,02 51 52,58

Beli 46 22,22 53 22,55 30 30,93

Pacar 41 19,81 47 20 15 15,46

Lainnya 1 0,48 1 0,43 1 1,03 Total 207 100 235 100 97 100

Dari data diatas diperoleh bahwa 119 orang (57,49%) yang mengatakan

bahwa mereka memperoleh video porno dari teman, 46 orang (12,99%) yang

membeli sendiri, 41 orang (22,22%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (0,48%)

yang memilih jawaban lainnya seperti saudara. 134 orang (57,02%) yang mengatakan

(59)

membeli sendiri, 47 orang (20%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (0,43%)

yang memilih jawaban lainnya seperti menyewa. 51 orang (52,58%) yang

mengatakan bahwa mereka memperoleh game porno yang mereka mainkan diperoleh

dari teman, 30 orang (30,93%) yang membeli sendiri, 15 orang (15,46%)

memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (1,03%) yang memilih jawaban lainnya

[image:59.612.140.503.278.463.2]

seperti saudara.

Gambar 13

Sumber memperoleh Multimedia Software

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa subjek penelitian

pada umumnya mendapatkan video porno, film porno dan game porno dari teman.

6. Intensitas Waktu Cybersex

Dari 270 subjek penelitian diperoleh 254 respon intensitas waktu untuk

(60)

software, dan 127 respon untuk perilaku terlibat real-time dengan pasangan online.

[image:60.612.120.521.203.350.2]

Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 15

Intensitas Waktu Melakukan Perilaku Cybersex Mengakses

Pornografi di internet

Multimedia Software Terlibat Real-time dengan Pasangan

Online Frekuensi

Waktu Perminggu

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

<1 jam 56 22,05 37 15,42 35 27,56

1 - 5 jam 145 57,09 161 67,08 65 51,18

6 – 10 jam 44 17,32 29 12,08 16 12,6

>11 jam 9 3,54 13 5,42 11 8,66

Total 254 100 240 100 127 100

Berdasarkan data di atas, dari 631 respon perilaku mengakses pornografi di

internet diperoleh sebanyak 56 respon (22,05%) menghabiskan waktu kurang dari 1

jam perminggu, 145 respon (57,09%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5

jam perminggu, 44 respon (17,32%) menghabiskan waktu mereka sebanyak 6 jam

sampai dengan 10 jam perminggu, dan 9 respon (3,54%) menghabiskan waktu

mereka lebih dari 11 jam perminggu.

Dari 420 respon perilaku multimedia software, sebanyak 37 respon (15,42%)

menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 161 respon (67,08%)

menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 29 respon (12,08%)

menghabiskan waktu sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam perminggu, dan 13 rspon

(61)

Dari 120 respon perilaku terlibat real-time dengan pasangan online, terdapat

sebanyak 35 respon (27,56%) menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 65

respon (51,18%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 16

respon (12,6%) menghabiskan waktu sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam

perminggu, dan 11 respon (8,66%) menghabiskan waktu lebih dari 11 jam

perminggu.

Gambar 14

Frekuensi melakukan perilaku cybersex dalam seminggu

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa pada umumnya

remaja menghabiskan waktu sebanyak 1 jam sampai dengan 5 jam dalam 1 minggu

(62)

7. Banyaknya Materi Dikeluarkan

Dari 270 orang subjek penelitian, jumlah uang yang dihabiskan dalam satu

[image:62.612.172.463.221.327.2]

bulan untuk melakukan perilaku cybersex adalah sebagai berikut:

Tabel 16

Nilai Nominal yang Dikeluarkan Untuk Melakukan Perilaku Cybersex

No Jumlah Uang Frekuensi %

1 <Rp. 100.000 198 73,33

2 Rp. 110.000 - Rp. 200.000 48 17,78

4 >Rp. 300.000 24 8,89

Total 270 100

Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa jumlah subjek yang

menghabiskan uang kurang dari Rp.100.000 perbulan untuk melakukan perilaku

cybersex sebanyak 198 orang (73,33%), 48 orang (17,78%) yang menghabiskan uang

antara Rp.100.000 sampai dengan Rp.300.000 perbulan, dan 24 orang (8,89%) yang

menghabiskan uang diatas Rp.300.000 perbulan untuk melakukan aktivitas cybersex.

Gambar 15

[image:62.612.131.492.488.654.2]
(63)

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa remaja pada

umumnya mengeluarkan uang mereka kurang dari Rp.100.000 dalam satu bulan

untuk melakukan perilaku cybersex.

8. Media Chatting

Dari 120 orang subjek penelitian yang terlibat real-time dengan pasangan

online atau mengobrol tentang seks dengan teman chatting di ruang chat (lihat tabel

4), diperoleh 128 respon yang dipilih oleh subjek penelitian tentang media yang

digunakan ketika terlibat real time dengan pasangan online, yaitu webcam atau

telepon, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa responden yang memiliki lebih

[image:63.612.195.448.466.532.2]

dari satu respon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1

Gambar

Tabel 3 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Tabel 4 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5 Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan
Gambar 4 Penyebaran subjek penelitian berdasarkan status tempat tinggal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-20 tahun, memiliki akun facebook yang aktif, dan merupakan mahasiswa fakultas psikologi, fakultas teknik

Kuesioner citra tubuh ini menggunakan tipe skoring Likert dimana subjek penelitian memilih jawaban sesuai dengan urutan angka yang diberikan. Pada skala dengan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara Religiusitas diri dengan kecenderungan perilaku cybersex pada remaja, dengan nilai signifikansi

Dengan mengambil sampel 138 mahasiswi UI dari 12 fakultas dengan rentang usia 18-22 tahun hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 4 Februari 2015 melalui metode wawancara terhadap 10 orang remaja yang berusia 15 sampai

Peningkatan ini bisa terjadi karena semakin sadar seseorang terhadap hal-hal yan berkaitan dengan seksual, semakin besar usaha orang tersebut untuk mencari lebih banyak

Menurut peneliti, dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa rerata usia remaja yang menggunakan game online yaitu berusia 18 tahun, karena pada usia 18 tahun termasuk pada masa remaja

Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang rendah antara body image dengan perilaku diet pada remaja perempuan berusia 18-22 tahun dan tidak terdapat pengaruh yang