GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
NONI NOVIKA SARI 051301027
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Noni Novika Sari
ABSTRAK
Perilaku cyebersex merupakan ketikan orang menggunakan komputer atau
internet utnuk tujuan kesenangan seksual yang terdiri dari tiga bentuk yaitu
mengakses pornografi di internet, terlibat real-tima dengan pasangan online, dan
multimedia software (Carners, Delmonici, & Griffin., 2001). Pada masa remaja,
minat terhadap mesalah seks meningkat, sehingga semakin meningkatnya minat
mereka terhadap seks maka mereka akan berusaha untuk mencari informasi tentang
seks (Hurlock, 1999)
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.
Penelitian ini mengambil sampel remaja sebanyak 370 orang. Pengambilan
sampel dilakukan dengan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku cybersex yang disusun oleh
peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku cybersex dari Carners, Delmonici, dan
Griffin ( 2001). Hasil analisa data penelitian memperoleh bahwa remaja pada
umumnya lebih banyak mengakses pornografi di internet.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat yang telah diberikan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perilaku Cybersex Pada Remaja.
Kepada keluargaku tercinta, khususnya kedua orang tuaku yang selalu
memberikan dukungan baik moril maupun materil, perhatian, dan kasih sayang
selama ini sehingga penulis dapat tetap semangat dalam menyelesaikan proposal
penelitian ini. Terima kasih atas semuanya.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. kak Ridhoi E., M.Si selaku dosen pembimbing seminar yang dengan sabar,
telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran
serta semangat selama proses penyusunan skripsi ini.
2. Bu Rika Eliana, M.Psi., psikolog, ibu Meutia Nauly, M. Si, dan bapak Ari
Widyanta, M.Si. Terima kasih atas arahan, saran, pikiran dan petunjuk guna
untuk dapat menyelesaikan skripsi.
3. Teman-teman, Ema, Qorin, Retno, Maria, Lenny, Mega, Dhebby, Ratna,
4. Buat teman-teman seperjuangan seminar di departemen sosial Krista, Via, dan
Yeni. Terima kasih untuk semua kedekatan kita selama ini, masukan, dan
dukungan yang diberikan. Tetap semangat skripsinya ya.
5. Kepada semua orang yang telah membantu tetapi tidak bisa disebutkan satu
persatu, penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak
kelemahan-kelemahan, baik dalam hal penulisan, isi maupun metode penelitiannya. Oleh
karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang berguna untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Medan, Agustus, 2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... .... i
DAFTAR ISI ... ....ii
DAFTAR TABEL ... ....v
DAFTAR GAMBAR ... ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ..vii
BAB I PENDAHULUAN ... ....1
A. Latar Belakang ... ....1
B. Permasalahan Penelitian... ....9
D. Manfaat Penelitian ... ....10
E. Sistematika Penulisan ... ....11
BAB II LANDASAN TEORI ... ..12
A. Perilaku Cybersex...13
1. Definisi Perilaku Cybersex... ..13
2. Jenis-jenis Situs Internet ... ..13
3. Bentuk-bentuk Perilaku Cybersex... ..16
4. Klasifikasi Pengguna Cybersex... ..17
5. Penyebab Perilaku Cybersex...17
B. Remaja... ... 18
1. Pengertian Remaja... ... 18
2. Perkembangan Seksual Masa Remaja... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ..22
A. Variabel Penelitian ... ..23
B. Definisi Operasional ... ..23
C. Permasalahan Penelitian...24
D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... ..24
2. Sampel... ..25
E. Alat Ukur yang Digunakan...26
1. Angket Perilaku Cybersex...27
F. Pengumpulan Data ... ..28
1. Sumber data ... ..28
2. Waktu pengumpulan data... ..29
3. Instrumen penelitian... ..29
G. Metode Analisa Data... ..29
1. Distribusi frekuensi ... ..30
2. Grafik histogram ... ..30
BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... ..31
A. Gambaran Subjek Penelitian ... ..31
B. Hasil Analisa Deskriptif... ..35
1. Jenis perilaku cybersex... ..35
2. Alasan melakukan perilaku cybersex ... ..39
3. Tujuan melakukan perilaku cybersex... ..41
4. Tempat melakukan perilaku cybersex... ..43
5. Sumber diperoleh materi untuk melakukan perilaku cybersex ..46
7. Banyaknya materi dikeluarkan...53
8. Media chatting...54
9. Aktivitas ketika atau setelah melakukan perilaku cybersex……55
C. Hasil Analisa Tambahan………..57
1. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan jenis kelamin………57
2. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan usia………...62
3. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan pendidikan………...70
4. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan status tempat tinggal……….76
D. Pembahasan………...83
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... .91
A. Kesimpulan ... .91
B. Saran... .97
Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Noni Novika Sari
ABSTRAK
Perilaku cyebersex merupakan ketikan orang menggunakan komputer atau
internet utnuk tujuan kesenangan seksual yang terdiri dari tiga bentuk yaitu
mengakses pornografi di internet, terlibat real-tima dengan pasangan online, dan
multimedia software (Carners, Delmonici, & Griffin., 2001). Pada masa remaja,
minat terhadap mesalah seks meningkat, sehingga semakin meningkatnya minat
mereka terhadap seks maka mereka akan berusaha untuk mencari informasi tentang
seks (Hurlock, 1999)
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.
Penelitian ini mengambil sampel remaja sebanyak 370 orang. Pengambilan
sampel dilakukan dengan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku cybersex yang disusun oleh
peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku cybersex dari Carners, Delmonici, dan
Griffin ( 2001). Hasil analisa data penelitian memperoleh bahwa remaja pada
umumnya lebih banyak mengakses pornografi di internet.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan teknologi komputer telah memberikan banyak kemudahan di
dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu bentuk dari kecanggihan
teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). Internet
berkembang sebagai media yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat di
belahan dunia menjadikan setiap individu memperoleh kesempatan untuk mengakses
informasi apapun secara cepat (Jufri, 2005).
Bagi orang-orang yang tinggal di kota, khususnya kota-kota yang ada di
Indonesia, peran internet dijadikan kebutuhan informasi utama karena saat ini
masyarakat kota cenderung haus akan informasi, apabila tidak mengenyam informasi
satu hari saja rasa-rasanya hidup ini menjadi serba gelisah tak karuan dan takut
dianggap ketinggalan zaman (Purwaningsih, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Andini (2006) bahwa internet sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari evolusi
sosialisasi manusia. Semakin kuatnya peran internet terhadap kebutuhan manusia,
maka fasilitas-fasilitas yang ada di internet bersaing secara ketat untuk menampilkan
hal-hal atau info semenarik mungkin. Salah satu fasilitas yang paling fenomenal saat
ini adalah cybersex (Cooper & Griffin-Shelley, 2002).
Cybersex terjadi ketika orang menggunakan komputer yang berisi tentang
seksual dan secara khusus mencakup dua atau lebih orang berinteraksi diinternet yang
membangkitkan gairah seksual satu dengan yang lainnya (Maheu, 2001). Hal serupa
diungkapkan oleh Cooper dan Griffin-Shelley (2002) bahwa cybersex merupakan
penggunaan internet untuk terlibat dalam aktivitas yang berisi stimulasi dan
kesenangan seksual, seperti melihat gambar-gambar erotis, terlibat dalam chatting
tentang seks, saling tukar menukar gambar atau pesan email tentang seks yang
terkadang diikuti oleh masturbasi.
Pengaruh internet terhadap seks memang menjadi signifikan yang akan
dikenal dengan “revolusi seksual” (Cooper dkk., 2000). Berdasarkan hasil sebuah
survei, 38% dari pengguna internet mengatakan bahwa mereka terlibat dalam
cybersex dan kurang lebih 3% dari mereka terlibat lebih sering bahkan hampir setiap
saat. Dalam hasil survei tersebut juga melaporkan bahwa 25% responden yang
melakukan cybersex telah bertemu dengan pasangan online mereka untuk melakukan
kencan atau melakukan seks di dunia nyata (Cooper dalam Weiten & Lloyd, 2006).
Sedangkan dalam penelitian Egan (dalam Weiten & Lloyd, 2006) melaporkan bahwa
20% dan 33% pengguna internet terlibat dalam beberapa bentuk aktivitas cybersex.
Delmonico, Carnes, dan Griffin (2001) mengkategorikan beberapa bentuk
aktivitas cybersex yaitu yang pertama, multimedia software yang diliputi oleh
gambar, suara, dan videoklip seperti menonton video dan film porno, serta
memainkan game porno. Kedua, terlibat real time dengan pasangan online seperti
ruang chat. Terakhir, mengakses pornografi di internet seperti gambar, video,
majalah, dan cerita porno.
Mengakses pornografi di internet adalah hal yang paling mudah diakses oleh
siapapun, apalagi perkembangan situs porno yang semakin hari semakin meningkat di
internet. Hal ini sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh American Demograhics
Magazine bahwa situs-situs porno di internet dewasa ini meningkat dari 22.100 situs
pada 1997 menjadi 280.000 pada tahun 2000 atau melonjak lebih banyak dari kurun
waktu tiga tahun, (Mudiarjo dalam Nainggolan, 2008). Cooper (1998) juga
menegaskan bahwa seks ataupun hal-hal yang berbau porno menempati urutan
pertama topik yang paling digemari dan dicari oleh para netter di Amerika.
Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika saja, namun kenyataannya di
Indonesia sendiri tidak jauh berbeda (dalam Okezone, 2008). Hal ini didukung oleh
Aziyz (2009) yang manyatakan bahwa berdasarkan internet pornography statistic,
untuk mengakses situs porno di internet, Indonesia menempati peringkat ketujuh
dunia setelah Pakistan, India, Mesir, Turki, Aljazair, dan Maroko. Namun kondisi ini
terus meningkat menjadi peringkat kelima pada tahun 2007 dan menjadi peringkat
ketiga pada tahun 2009.
Perkembangan situs porno di Indonesia memang semakin meningkat dan
ramai akan pengunjung. Hal ini dapat dilihat dari hasil situs Alexa.com tentang 100
situs dengan peringkat tertinggi yang paling banyak diakses oleh penduduk
Indonesia. Adapun enam situs yang dimaksud adalah tu***.com (peringkat 51 – full)
medium), you***.com (peringkat 58 – full) dimana pengunjung dapat menonton
video dan men-upload video pribadinya, bluef***.com (peringkat 62 – medium),
Beb***.info (peringkat 79 – full) dan p***hub.com (peringkat 89 – full). Medium dan
full merupakan kategori pornografi secara subjektif (kategori medium yaitu semi-full,
sedangkan kategori full yaitu benar-benar porno). Dari beberapa situs porno tersebut,
dunia***.com merupakan situs yang asli buatan Indonesia (Situs, 2009).
Berdasarkan data yang dituliskan oleh Papu seorang psikolog (dalam Okezon,
2008) bahwa sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses
internet, 50% diantaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka
situs porno. Hal ini diungkapkan oleh Richard Kartawijaya, Wakil Presiden Asosiasi
Piranti Lunak dan Telematika Indonesia, dalam paparannya pada seminar dies natalis
ke-46 Fisipol UGM di Gedung UC, Yogyakarta, Rabu 19/9/2001.
Pasti ada penyebab kenapa pengakses situs porno di internet terus bertambah,
Cooper (1998) yang mengatakan ada 3 komponen yang menyebabkan individu
melakukan aktivitas cybersex yang disingkat dengan triple A engine yaitu:
accessibility, affordability, anonymity. Accessibility mengacu pada kenyataan bahwa
internet menyediakan jutaan situs porno dan menyediakan ruang mengobrol yang
akan memberikan kesempatan untuk melakukan cybersex. Affordability mengacu
pada untuk mengakses situs porno yang disediakan internet tidak perlu mengeluarkan
biaya mahal. Anonymity adalah individu tidak perlu takut dikenali oleh orang lain.
Carners, Delmonico dan Griffin (2001) menambahkan 2 komponen yang
dan fantasy. Isolation adalah individu memiliki kesempatan untuk memisahkan
dirinya dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa resiko
seperti infeksi secara seksual atau gangguan dari dunia nyata. Sedangkan fantasy
adalah individu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan fantasi seksual
tanpa takut akan ditolak.
Selain mengakses pornografi di internet, bentuk aktivitas cybersex yang lagi
banyak diperbincangkan saat ini adalah ruang mengobrol yang memuat obrolan erotis
atau disebut juga dengan real time dengan pasangan online di ruang chat, bahkan
beberapa orang sampai menggunakan kamera web untuk melihat pasangan mereka di
ruang ngobrol (Carvalheira & Gomes, 2002). Pada beberapa kasus, mereka saling
tukar menukar gambar mereka sendiri atau gambar-gambar erotis dan gambar-gambar
bergerak yang mereka dapat dari web internet (Cooper & Griffin-shelley, 2002).
Biasanya orang yang terlibat dalam kasus ini tidak pernah ketemu sebelumnya di
dunia nyata. Percakapan yang di lakukan oleh mereka mulai dari godaan dan
kata-kata kotor untuk memberikan gambaran bahwa mereka sedang melakukan hubungan
seksual. Adapun tujuan mereka melakukan hal tersebut adalah untuk kesenangan
seksual dan tak jarang dari mereka dapat merasakan orgasme, baik itu hanya dengan
berfantasi melalui alam pikiran atau bisa juga diimbangi dengan melakukan onani
atau masturbasi (Cooper, Daneback, & Mansson, 2005).
Goldberg (2004) mengatakan bahwa banyaknya orang yang menggunakan
internet untuk cybersex yang telah meningkat secara dramatis 10 tahun terakhir ini,
tidak mampu menahan dorongan seksualnya karena sajian seks di ineternet tersebut.
Bayangkan, faktor internal saja membuat manusia sulit mengendalikan dorongan
seksualnya apalagi kalau dirangsang oleh faktor eksternal (Hurlock, 1994). Young
(dalam Rahmawati, dkk., 2002) juga berpendapat bahwa tersedianya sajian seks di
internet dengan segala kemudahan mengaksesnya, pada akhirnya dapat menjadi
tempat pelarian dan memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan. Hal
ini menurut Aram (dalam Rahmawati, dkk., 2002) disebabkan karena sajian seks di
internet tersebut dapat meningkatkan neurotransmitter ketika terjadi rangsangan
seksual yang menghasilkan efek menyenangkan bagi tubuh sehingga cenderung di
ulang dan secara psikologis dapat menimbulkan ketagihan. Hal ini bukan berdampak
pada diri individu saja, tapi untuk individu yang sudah memiliki pasangan akan
berdampak pada pasangan dan keluarga besar mereka baik secara seksual maupun
emosional (Schneider & Whitty dalam Cooper, dkk., 2005). Turkle (dalam Cooper,
dkk., 2005) menambahkan bahwa penggunaan internet untuk cybersex juga dapat
mempengaruhi aktivitas-aktivitas di kehidupan nyata, seperti mengasingkan diri dari
orang lain, mengabaikan pekerjaan dan mengabaikan tugas-tugas lainnya.
Sejalan dengan pernyataan di atas, yang berpeluang besar untuk mengalami
dampak penggunaan ineternet untuk cybersex di atas adalah laki-laki karena
berdasarkan hasil penelitian Elmer-Dewit (dalam Rahmawati, dkk., 2002)
mengatakan bahwa 98,9% orang yang melakukan cybersex adalah laki-laki dan 1,1%
perempuan. Hal tersebut didukung oleh Cooper (dalam Daneback, Cooper, &
sementara perempuan lebih tertarik menjalin persahabatan dan berinteraksi.
Widyastuti (dalam Rahmawati, dkk.,2002) juga menyebutkan bahwa laki-laki
terangsang oleh stimulus visual atau pengamatan, sedangkan perempuan terangsang
oleh stimulus pendengaran.
Sedangkan hasil penelitian Carvalheira dan Gomes (2002) menyatakan bahwa
usia 15 sampai 19 tahun yang paling banyak melakukan cybersex. Sejalan dengan
hasil penelitian Cooper, Daneback, dan Mansson (2005) menemukan bahwa usia 18
sampai 24 tahun yang paling banyak melakukan cybersex. Apabila diperhatikan dari
hasil penelitian tersebut bahwa remaja yang lebih banyak menggunakan internet
untuk tujuan cybersex. Hal ini mengacu pada teori Monks (1999) bahwa usia 12
sampai usia 21 tahun dapat dikategorikan ke dalam usia remaja. Pada usia remaja,
rasa ingin tahu yang tinggi terhadap seks membuat mereka selalu berusaha mencari
lebih banyak informasi tentang seks (Purwaningsih, 2008). Hurlock (1994)
menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno
dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam pendidikan.
Hurlock (1994) juga mengatakan bahwa pada kelompok remaja juga biasanya
benteng pertahanan masih labil, terangsang sajian yang ada di internet yang berbau
pornografi membuat remaja tidak mampu menahan dorongan seksualnya, karena
tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melindungi diri dari kesulitan
yang tidak diharapkan.
Berdasarkan uraian diatas, cybersex adalah fenomena seks yang baru dan
teknologi internet, dimana cybersex tersebut semakin hari semakin banyak
penggemarnya terutama pada remaja. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dalam rangka mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.
B. PERMASALAHAN PENELITIAN
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran perilaku cybersex pada remaja ditinjau berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan, dan status tempat tinggal ?
2. Apakah jenis-jenis perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja ?
3. Apa alasan remaja melakukan perilaku cybersex ?
4. Apa tujuan remaja melakukan perilaku cybersex ?
5. Dimanakah biasanya remaja melakukan perilaku cybersex ?
6. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja untuk melakukan perilaku
cybersex setiap minggu ?
7. Alamat situs yang sering di kunjungi oleh remaja untuk melakukan perilaku
cybersex.?
8. Berapa banyak materi yang di keluarkan remaja setiap bulan untuk melakukan
perilaku cybersex.?
9. Media apa yang sering digunakan oleh remaja ketika melakukan perilaku
10.Aktivitas apa saja yang dilakukan remaja ketika atau setelah melakukan perilaku
cybersex.?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku cybersex yang terjadi
pada remaja yang meliputi jenis perilaku cybersex, waktu yang dihabiskan untuk
melakukan perilaku cybersex, tempat yang biasa digunakan untuk melakukan
perilaku cybersex, alasan melakukan perilaku cybersex, dan hal-hal yang mendorong
untuk melakukan perilaku cybersex.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah khasanah dalam
pembelajaran mengenai gambaran perilaku cybersex pada remaja dan memberi
sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan wacana dan informasi tentang fenomena cybersex pada remaja,
dengan tujuan agar remaja yang sedang melakukan aktivitas cybersex maupun
yang belum melakukan dapat mengetahui dampak dari perilaku cybersex tersebut.
2. Dari hasil penelitian ini kepada orang tua dapat memberikan pengawasan dan
3. Dari hasil penelitian ini kepada pemerintah agar mengetahui dampak dari perilaku
cybersex dan dapat membuat rancangan atau cara untuk mencegah dampak
tersebut terjadi, baik pada remaja maupun pada seluruh kalangan usia.
4. Menjadi acuan bagi yang tertarik dengan fenomena cybersex pada remaja
E. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur
untuk memudahkan pembaca memahaminya.
Bab I: Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Bab ini berisikan teori-teori yang di dalamnya dijelaskan teori mengenai
cybersex, perilaku cybersex dan remaja.
Bab III: Metode Penelitian
Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi
variabel, defenisi operasional, pertanyaan penelitian, populasi dan metode
pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, dan analisis data yang
dilakukan. Selain itu dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai prosedur
Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi
dan pembahasan
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan
saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI A. Perilaku Cybersex
1. Defenisi Perilaku Cybersex
Chaplin (1997) mengemukakan bahwa perilaku secara psikologi diartikan
sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh
suatu organisme (individu). Menurut Walgito (1994), perilaku tersebut timbul sebagai
akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu tersebut.
Cybersex didefenisikan sebagai penggunaan internet untuk terlibat dalam
aktivitas kesenangan seksual, seperti melihat gambar-gambar erotis, berpartisipasi
dalam chatting tentang seks, saling tukar menukar gambar atau email tentang seks,
dan lain sebagainya, yang terkadang diikuti oleh masturbasi (Cooper, 2002). Hal
serupa diungkapkan oleh Carners, Delmonico dan Griffin (2001) bahwa cybersex
adalah mengakses pornografi di internet, terlibat dalam real-time yaitu percakapan
tentang seksual online dengan orang lain, dan mengakses multimedia software.
Maheu (2001) juga mendefenisikan cybersex dimana terjadi ketika orang
menggunakan komputer yang berisi tentang teks, suara dan gambar yang didapatkan
dari software atau internet untuk stimulus seksual dan secara khusus mencakup dua
atau lebih orang berinteraksi diinternet yang membangkitkan gairah seksual satu
dengan yang lainnya.
Berdasarkan beberapa defenisi diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa
komputer atau internet digunakan untuk melihat gambar-gambar erotis, chatting
erotis, bahkan sampai pada tukar menukar gambar atau email tentang seks, yang
terkadang diikuti oleh masturbasi.
2. Jenis-jenis Situs Internet
Daneback (2006) menjelaskan bagian-bagian di jaringan internet yang
digunakan untuk aktivitas cybersex
a. Web Communities
Pengguna memberikan identitas seperti jenis kelamin dan umur. Komunitas ini
dapat berintegrasi dengan anggota komunitas yang lain dengan menggunakan
email atau web chat. Menurut Bauman (dalam Daneback, 2006), komunitas ini
dibedakan antara anggota kelompok dan bukan anggota kelompok.
b. Web chat rooms
Tempat dalam www dimana orang dapat berinteraksi dengan orang lain pada
waktu yang sama. Web chat rooms juga memberikan kemungkinan pengguna
berinteraksi dengan pengguna yang lain, walaupun tanpa menggunakan www.
Chat rooms juga dapat dibedakan yaitu chat rooms yang dpat diakses oleh
anggota komunitas dan chat rooms yang dapat diakses oleh siapa saja yang
c. Web sites
Daneback (2006) mengatakan bahwa sejumlah web site memberikan materi
seksual seperti situs pornografi, sex web shop dan situs informasi seks.
Menurut Daneback (2006), situs-situs di internet juga dapat dibagi menjadi 2 tipe
yaitu interaktif dan non-interaktif.
a. Non-interaktif meliputi seks, gambar dan film yang pada dasarnya ditemukan
dalam www dan juga termasuk web shops. Dalam situs non-interaktif, tidak
diketahui siapa penggunanya sehingga pembuat situs memberikan keterangan
jumlah pengunjung situs.
b. Interaktif meliputi www chat rooms, web communities dan instant massaging
software. Karakteristik dari situs ini adalah bertujuan untuk komunikasi dan
berinteraksi dengan yang lain. Pengguna web chat rooms dapat tidak diketahui
identitasnya kecuali instant massaging sofware masih dapat diketahui identitas
penggunanya, namun pengguna dapat memalsukan identitasnya.
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Cybersex
Carners, Delmonico dan Griffin (2001) mengatakan bahwa terdapat tiga
kategori umum perilaku cybersex, yaitu:
1. Mengakses pornografi di internet
Berbagaimacam pornografi yang tersedia di internet bervariasi secara luas. Ini
dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, yang meliputi gambar, majalah, cerita
dapat ditemukan pada halaman web pribadi atau komersial, hanya dengan cara
mengklik mouse.
2. Terlibat dalam real time dengan pasangan online
Chatting real time dapat disamakan dengan versi komputerisasi “Citizen Band
(CB) radio. Internet chat room mirip dengan CB, di saluran yang mereka
tawarkan bervariasi, sejumlah orang berkesempatan untuk mendengarkan dan
membahas topik tertentu. Setelah meninjau area topik ruangan chat, tidak sulit
untuk memahami bagaimana seseorang dapat terlibat dalam percakapan seksual
dengan orang lain secara online. Teknologi canggih juga menyediakan cara-cara
untuk bertukar gambar dan file online saat percakapan berlangsung. Teknologi
saat ini juga memungkinkan untuk pertukaran suara dan gambar video melalui
internet. Dengan hanya memberikan nomor kartu kredit, anda dapat
memanfaatkan kamera video langsung yang menangkap dan mengirimkan
gambar-gambar laki-laki atau perempuan yang terlibat dalam segala hal dari
kegiatan seksual. Namun, beberapa situs juga dapat diakses secara gratis.
Beberapa situs video langsung menerima permintaan untuk perilaku seksual
tertentu dari pengguna online, sehingga memungkinkan seorang individu untuk
membuat dan memenuhi fantasi personalnya.
3. Multimedia software (tidak harus online)
Berdasarkan penemuan dari sistem multimedia modern, individu bisa memainkan
erotika dari komputer desktop atau laptop. Teknologi Compact disc read-only
memory (CD-ROM) memungkinkan perusahaan untuk menciptakan software
dengan suara dan video klip. Produksi multimedia juga dapat mencakup
informasi erotis.
4. Klasifikasi Pengguna cybersex
Cooper, Delmonico, dan Burg (dalam Carners, Delmonico & Griffin, 2001)
mengklasifikasikan tiga kategori individu yang menggunakan internet untuk tujuan
seksual, ketiga kategori tersebut adalah:
1. Recreational users yaitu individu yang mengakses materi seksual karena
keingintahuan atau untuk hiburan dan merasa puas dengan ketersediaaan materi
seksual yang diinginkan. Pada individu juga ditemukan adanya masalah yang
berhubungan dengan perilaku mengakses materi seksual. Dari penelitian yang
dilakukan maka ditemukan bahwa orang yang mengakses situs yang berkaitan
dengan seksual kurang dari 1 jam per minggu dan sedikit konsekuensi negatif,
tergolong menjadi Recreational users.
2. At-risk users yaitu ditujukan pada orang yang tanpa adanya seksual kompulsif,
tetapi mengalami beberapa masalah seksual setelah menggunakan internet untuk
mendapatkan materi seksual. Individu menggunakan internet dengan kategori
waktu yang moderat untuk aktivitas seksual dan jika penggunaan yang dilakukan
3. Sexual Compulsive users yaitu individu menunjukkan kecenderungan seksual
kompulsif dan adanya konsekuensi negatif, seperti merasakan
kesenangan/keasikan terhadap pornografi, menjalin hubungan percintaan dengan
banyak orang, melakukan aktivitas seksual dengan banyak orang yang tidak
dikenal, karena menggunakan internet sebagai forum atau tempat untuk aktivitas
seksual, dan yang lainnya berdasarkan DSM-IV.
Cooper, Delmonico, dan Burg (2000) juga mengatakan bahwa berdasarkan
waktu mengakses materi seksual, maka individu dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Low users yaitu individu yang mengakses materi seksual kurang dari 1 jam setiap
minggu.
2. Moderate users yaitu individu yang mengakses materi seksual antara 1-10 jam
setiap minggu.
3. High users yaitu individu yang mengakses materi seksual 11 jam atau lebih
setiap minggu, individu ini menunjukkan perilaku kompulsif.
5. Penyebab Perilaku Cybersex
Cooper (1998) mengemukakan ada 3 komponen yang menyebabkan individu
melakukan cybersex yang disebut dengan triple A engine, yaitu:
1. Accessibility yaitu individu dapat mengakses materi seksual melalui internet
2. Anonimity yaitu individu tidak merasa takut akan dikenali orang lain ketika
mengakses materi seksual, mendiskusikan masalah seksual, dan saling
membandingkan kegiatan yang sama.
3. Affordability yaitu individu menemukan bahwa dengan mengakses melalui
internet biaya cukup murah dan banyak materi seksual yang didapatkan
melalui situs diinternet dengan gratis
Carners, Delmolnico, dan Griffin (2001) menambahakan 2 komponen yang
menyebabkan individu melakukan cybersex, yaitu:
1. Isolation yaitu individu memiliki kesempatan untuk memisahkan dirinya
dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa resiko
seperti infeksi secara seksual atau gangguan dari dunia nyata.
2. Fantasy adalah individu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
fantasi seksual tanpa takut akan ditolak
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Menurut Piaget (Hurlock, 1999), secara psikologis, masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan
Remaja merupakan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
(Papalia, 1995). Masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian
proses perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula
termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua (Monks, 1999).
Remaja dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah pada kematangan
secara seksual, ketika seseorang mampu untuk berproduksi. Pada masa ini terjadi
perubahan fisik yang dramatis (Papalia, 1995).
Monks (1999) juga membagi masa remaja ke dalam tiga tahap disertai
karakteristiknya sebagai berikut:
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada rentang ini, remaja sudah mulai memperhatikan bentuk dan pertumbuhan
seksual dan fisiknya. Hal ini disebabkan karena pada masa ini remaja mulai
mengalami perubahan bentuk tubuh dan perubahan proporsi tubuh.
b. Remaja Madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan
narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai
teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Umumnya pada
usia remja madya seseorang berintegrasi dengan sebayanya.
c. Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian:
2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
mendapatkan pengalaman-pengalaman baru
3. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4. Egosentrisme (terlalu memutuskan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri snediri dengan orang lain
5. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum
Mappiare (1982) mengatakan bahwa pertumbuhan kelenjar seks seseorang
telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada
fase ini biasanya lebih diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan pertumbuhan
kelenjar seks itu sendiri. Cameron, Ybarra dan Mitchell (dalam Petter & Valkenburg,
2006) juga mengatakan bahwa remaja akhir lebih menyukai internet sebagai media
yang memperlihatkan seksual daripada remaja awal.
2. Perkembangan Seksual Masa Remaja
Perkembangan seksual pada masa remaja dipengaruhi oleh hormon seks, baik
pada laki-laki, maupun wanita, seperti testoteron, dan estrogen. Perkembangan
seksual yang terjadi pada masa remaja mengakibatkan suatu perubahan dalam
perkembangan sosial remaja (Monks & Knoers, 1999).
Perubahan dari perkembangan yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi
oleh hormon-hormon seksual. Hormon-hormon ini berpengaruh terhadap dorongan
seksual seseorang. Dengan adanya perubahan hormononal pada remaja, baik pria
bentuk ketertarikan dengan lawan jenisnya, keinginan untuk mendapatkan kepuasan
seksual, dan sebagainya. Mereka akan melakukan berbagai tingkah laku tertentu,
misalnya pacaran dan juga mulai timbul minat dalam keintiman secara fisik (Daccy &
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut
cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan
kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan fokus pada
pengukuran dan deskripsi tentang gambaran perilaku cybersex pada remaja. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei, yaitu penelitian yang
dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta tentang gejala-gejala atas permasalahan
yang terjadi (Umar, 2002). Salah satu karakteristik penelitian survei adalah umumnya
dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak
mendalam, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan sampel
yang representatif (Sugiono, 1994).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang merupakan
metode yang menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak
bermaksud menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi
Azwar (1999). Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena
secara umum (Hadi, 2000). Menurut Black dan Champion (2009) metode deskriptif
menyajikan sejumlah besar informasi mengenai berbagai keadaan sosial. Punch
(1998) menyatakan ada dua tujuan penelitian deskriptif. Pertama, untuk
mengembangkan teori baru dan belum banyak dikenal. Kedua, untuk membantu
mempelajari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi suatu variabel untuk dapat
dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor tersebut.
A.VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu variabel, yaitu
perilaku dalam cybersex.
B. DEFENISI OPERASIONAL
Defenisi operasional adalah defenisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang
didefenisikan yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2002).
Yang dimaksud dengan perilaku cybersex adalah perilaku ketika
menggunakan internet untuk tujuan seksual seperti mengakses pornografi di internet
(misalnya gambar, video, film, game, majalah, dan cerita teks), terlibat real time
dengan pasangan fantasi (misalnya mengobrol tentang obrolan erotis dengan
pasangan online), dan yang terakhir adalah multimedia software (misalnya menonton
DVD/VCD film atau video porno, dan memainkan game porno yang didapat dari
Gambaran perilaku cybersex yang terjadi pada kalangan remaja diungkap
melalui angket yang disusun oleh peneliti sesuai dengan pertanyaan penelitian dan
bentuk-bentuk perilaku cybersex yang diungkapkan oleh Carnes, Delmonico, dan
Griffin (2001) yaitu mengakses pornografi di internet, terlibat real-time dengan
pasangan fantasi, dan multimedia software (tidak harus online). Pengukuran
dilakukan dengan mengukur persentase dari pilihan responden.
C. PERMASALAHAN PENELITIAN
Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Perilaku
Cybersex Pada Remaja”. Secara mendetail, operasionalisasi permasalahan dalam
penelitian ini bisa dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran perilaku cybersex pada remaja ditinjau berdasarkan jenis
kelamin, usia, pendidikan, orientasi seksual dan status tempat tingal ?
2. Apakah jenis-jenis perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja ?
3. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja untuk melakukan aktivitas
cybersex setiap minggu ?
4. Dimanakah biasanya remaja melakukan aktivitas cybersex ?
5. Apa alasan remaja melakukan aktivitas cybersex ?
6. Apa tujuan remaja melakukan aktivitas cybersex ?
1. Populasi
Pada setiap penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam setiap
penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi
adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi adalah individu yang
bisa dikenai generalisasi dari pernyataan-pernyataan yang diperoleh dari sampel
penelitian (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja
yang berdomisili di kota medan. Karakteristk populasi dalam penelitian ini adalah
remaja pengakses internet di warnet-warnet yang terdapat dibeberapa tempat di
Medan.
2. Sampel
Sampel adalah sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang
jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat
yang sama (Hadi, 2000). Tidak semua hal yang ingin dijelaskan atau diramalkan atau
dikendalikan dapat diteliti. Penelitian ilmiah boleh dikatakan hampir selalu hanya
dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya mau diteliti. Jadi
penelitian hanya dilakukan terhadap sampel, tidak terhadap populasi (Suryabrata,
2006). Pengambilan sampel atau sampling menurut Karlinger (dalam Hasan, 2003),
berarti mengambil suatu bagian dari populasi atau semesta itu.
Teknik Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari
memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili
populasi (Hasan, 2003). Pada penelitian ini responden diperoleh melalui teknik non
probability sampling secara incidental yang berarti setiap anggota populasi tidak
mendapat kesempatan yang sama untuk dapat terpilih menjadi anggota sampel.
Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kebetulan dan kemudahan
dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).
Penggunaan teknik ini bertujuan untuk memperoleh data dari daftar pertanyaan dalam
jumlah yang besar dan lengkap secara cepat dan hemat, serta peneliti tidak
memerlukan daftar populasi dalam pemilihan sampel penelitian (Kuncoro, 2003).
Penggunaan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan kurangnya data yang
lengkap mengenai subjek penelitian sehingga sampel dipilih berdasarkan kemudahan
ditemui dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian ini.
Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Pengguna internet
2. Pernah terlibat dalam aktivitas cybersex
3. Berusia 12-21 tahun
4. Bersedia dilibatkan sebagai responden
Dari seluruh individu yang melakukan aktivitas cybersex (populasi), jumlah
total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 300 orang.
Alat ukur yang digunakan merupakan metode pengumpulan data dalam
kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai
variabel yang diteliti (Azwar, 1999).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode angket (koesioner). Metode angket mendasarkan diri pada laporan tentang
diri sendiri (self report) atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan
pribadi (Hadi, 2000).
Angket digunakan untuk mengungkapkan data faktual atau yang dianggap
fakta oleh subjek (Azwar, 2002). Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket perilaku dalam cybersex. Angket ini terdiri dari item-item berupa pertanyaan
langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap dan
meminta responden untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif
jawaban yang telah disediakan dan tersedia juga beberapa pertanyaan yang tidak
terarah atau terbuka, dimana subjek mengisi sendiri jawaban mereka sesuai dengan
pertanyaan yang diberikan. Angket ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku
cybersex yang dikemuka oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001).
Table 1 Blue print Angket Perilaku cybersex
No Aspek-Aspek
1 Mengakses pornografi di internet
2 Terlibat real time dengan pasangan fantasi
3 Multimedia software
Angket dalam penelitian ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku
cybersex yang dikemukakan oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001). Pertanyaan
dalam angket ini dibuat peneliti berdasarkan berbagai macam hal yang berkaitan
dengan perilaku cybersex tersebut berdasarkan teori yang ada dan wawancara singkat
dengan beberapa mahasiswa atau individu yang pernah melakukan aktivitas cybersex.
Angket (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner
langsung, karena daftar pertanyaannya dikirimkan langsung kepada orang yang
dimintai pendapatnya atau diminta untuk menceritakan tentang keadaan dirinya
sendiri (Hadi, 2000).
Pada pengisian angket (kuesioner) ini, subjek diminta untuk menjawab
pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif
jawaban yang tersedia. Sebagian pertanyaan diberikan dua alternatif, yaitu alternatif
“ya” dan “tidak”, sedangkan sebagian lainnya diberikan lebih dari dua alternatif
jawaban. Selain itu, dalam alternatif pilihan jawaban yang tersedia juga terdapat
pilihan jawaban yang terbuka, sehingga subjek dapat dengan bebas mengutarakan
pendapat ataupun jawaban yang dimaksudkan.
Sebelum angket (kuesioner) ini digunakan, dilakukan face validity terlebih
dahulu kepada beberapa orang dosen dan mahasiswa untuk mengetahui apakah
pertanyaan yang ada dalam angket tersebut dapat dimengerti atau tidak.
Sumber data utama dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari
para responden. Kepada responden diberikan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk
dijawab.
2. Waktu Pengumpulan Data
Secara keseluruhan pengumpulan data dilakukan pertengahan bulan juni 2010
mulai tanggal 17 sampai 21 Juni 2010.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen utama penelitian berupa daftar pertanyaan yang umumnya bersifat
tertutup dan terbuka. Selain itu, pada pertanyaan tertutup disediakan juga pertanyaan
terbuka untuk menjaring masukan responden tentang gambaran perilaku cybersex
yang sering dilakukan oleh remaja.
G. METODE ANALISA DATA
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek
penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang
diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2004).
Azwar (2004) juga mengatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga
Pengujian hasil analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan distribusi
frekuensi dan persentase dari tabulasi data serta bentuk grafik histogram pada data
yang bersifat kategorikal.
1. Distribusi Frekuensi
Perhitungan data dengan distribusi frekuensi ini dapat dilakukan dengan
menghitung frekuensi data tersebut kemudian dipresentasekan. Sebaran persentase
dari frekuensi dapat menggunakan rumus :
% 100
n FX N
2. Grafik Histogram
Histogram adalah grafik dari distribusi frekuensi dari suatu variabel. Tampilan
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan gambaran hasil penelitian sesuai dengan data yang
diperoleh. Pembahasan dalam bab ini juga meliputi gambaran umum subjek
penelitian serta analisa atas data yang ada.
A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 270 orang. Peneliti memperoleh
gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan status
tempat tinggal.
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran
penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 2 berikut.
Tabel 2
Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Subjek Penelitian
Persentase (%)
Laki-laki 190 70,37
Berdasarkan data pada tabel 2, jumlah subjek yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 190 orang (70,37%) dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak
80 orang (29,63%).
Gambar 1
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
2. Usia Subjek Penelitian
Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek
[image:41.612.129.493.223.398.2]penelitian seperti yang tertera pada tabel 3.
Tabel 3
Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Subjek penelitian Persentase (%)
12-13 30 11,1
14-15 20 7,41
16-17 72 26,67
18-19 74 27,41
Total 270 100
Berdasarkan data pada tabel 3, jumlah subjek yang berusia 12 sampai 13
tahun sebanyak 30 orang (11,1%), usia 14 sampai 15 tahun sebanyak 20 orang
(7,41%), usia 16 sampai 17 tahun sebanyak 72 orang (26,67%), usia 18 sampai 19
tahun sebanyak 74 orang (27,41%), usia 20 sampai 21 tahun sebanyak 74 orang
(27,41%).
Gambar 2
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia
3. Pendidikan Subjek Penelitian
Berdasarkan pendidikan subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran
[image:42.612.130.494.290.475.2]subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.
Tabel 4
Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Jumlah Subjek Penelitian
SMP 46 17,04
SMA 131 48,52
Perguruan Tinggi 93 34,44
Total 270 100
Dari 270 subjek penelitian, diperoleh 46 orang (17,04%) yang berpendidikan
SMP, 131 orang (48,52%) yang berpendidikan SMA, dan 93 orang (34,44%) yang
[image:43.612.194.489.113.174.2]berpendidikan perguruan tinggi.
Gambar 3
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Pendidikan
4. Status Tempat Tinggal Subjek Penelitian
Berdasarkan satatus tempat tinggal subjek penelitian maka diperoleh gambaran
penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 5.
Tabel 5
Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan
Status Tempat Tinggal Jumlah Subjek Penelitian
Persentase (%)
[image:43.612.130.493.280.464.2]Kost 89 31,11 Di rumah teman/saudara 22 8,15
Lainnya 1 0,37
Total 270 100
Dari 270 subjek penelitian, diperoleh 178 orang (60,37%) yang tinggal
bersama orang tua, 89 orang (31,11%) yang tinggal di kost, 22 orang (8,15%) yang
tinggal di rumah teman atau saudara, dan 1 orang (0,37%) yang memiliki jawaban
[image:44.612.152.512.307.490.2]lainnya seperti asrama.
Gambar 4
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan status tempat tinggal
B. HASIL ANALISA DESKRIPTIF
Berikut ini adalah hasil analisis deskriptif dari data yang telah dikumpulkan :
1. Jenis Perilaku Cybersex
Berdasarkan jenis perilaku cybersex, dari 270 subjek penelitian diperoleh
jumlah keseluruhan respon sebanyak 1171 respon, dimana rata-rata subjek memilih
masing-masing jenis perilaku terdiri lagi ke dalam beberapa bentuk, kecuali jenis
perilaku terlibat realtime dengan pasangan online hanya terdiri dari satu bentuk
perilaku. Adapun gambaran perilaku cybersex yang dilakukan oleh subjek dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 6
Jenis Perilaku Cybersex Secara Umum Pada Remaja
No Jenis Perilaku Frekuensi %
1 Mengakses pornografi di internet 631 53,88
2 Multimedia software 420 35,87
3
Terlibat real-time dengan pasangan
online 120 10,25
Total 1171 100
Berdasarkan data pada tabel 6, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak
631 respon (53,88%) mengakses pornografi di internet, sebanyak 420 respon
(35,87%) melakukan perilaku cybersex dengan menggunakan multimedia software,
dan sebanyak 120 respon (10,25%) terlibat real-time dengan pasangan online.
Gambar 5
Berdasarkan gambar histogram di atas, menunjukkan bahwa pada umumnya remaja
mengakses pornografi di internet.
Pada tabel 6 sebelumnya, telah di jelaskan tentang perilaku cybersex secara
umum. Pada perilaku mengakses pornografi di internet terdapat 631 respon yang
diperoleh dari 270 subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata subjek
penelitian memiliki lebih dari dua pilihan jawaban perilaku mengakses pornografi di
[image:46.612.182.464.334.520.2]internet. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7
Jenis Perilaku Mengakses Pornografi di Internet Pada Remaja
No Jenis Perilaku Frekuensi %
1 Video Porno 171 27,11
2 Gambar porno 163 25,83
3 Film porno 102 16,16
4 Cerita porno 92 14,58
5 Game porno 62 9,82
6 Majalah porno 41 6,5
Total 631 100
Berdasarkan data pada tabel 7, dari 270 orang subjek penelitian, diperoleh 171
respon (27,11%) mengakses video porno di internet, 163 respon (25,83%) mengakses
gambar porno di internet, terdapat 102 respon (16,16%) mengakses film porno di
internet, sebanyak 92 respon (14,58%) mengakses cerita porno di internet , 62 respon
(9,82%) mengakses game porno di internet, 41 respon (6,5%) mengakses majalah
Gambar 6
Jenis perilaku mengakses pornografi di internet
Berdasarkan gambar histogram di atas, dapat dilihat bahwa remaja pada
umumnya mengakses video porno dan gambar porno di internet.
Pada jenis perilaku cybersex multimedia software terdapat 420 respon dari
270 subjek penelitian, hal ini menunjukkan bahwa dari beberapa subjek penelitian
memilih lebih dari satu perilaku. Hal ini dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini:
Tabel 8
Jenis Perilaku Multimedia Software Pada Remaja
No Jenis Perilaku Frekuensi %
1 Menonton film porno 192 45,71 2 Menonton Video Porno 148 35,24 3 memainkan game porno 80 19,05
Berdasarkan data pada tabel 8, dari 270 subjek penelitian diperoleh 192
respon (45,71%) menonton VCD/DVD video porno, 148 respon (35,24%) menonton
[image:48.612.132.493.196.367.2]VCD/DVD film porno, 80 respon (19,05%) memainkan VCD/DVD game porno.
Gambar 7
Jenis perilaku multimedia software
Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa remaja pada
umumnya menonton VCD/DVD film dan video porno.
2. Alasan Melakukan Perilaku Cybersex
Dari 270 subjek penelitian diperoleh sebanyak 593 respon alasan melakukan
perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memilih lebih dari dua respon. Adapun
Tabel 9
Alasan Remaja Melakukan Perilaku Cybersex
No Alasan Frekuensi %
1 Mudah untuk diakses 159 26,81
2 Biaya yang dikeluarkan sedikit 94 15,85 3 Tidak ada yang mengenali atau melihat 76 12,82
4 Tidak ada yang mengganggu 64 10,79
5 Aman dari penyakit 62 10,46
6 Cara yang mudah untuk menemukan orang yang memiliki pandangan dan ketertarikan seksual yang sama
62 10,46
7 Bebas mengekspresikan fantasi seksual tanpa harus takut ditolak oleh orang lain
57 9,91
8 Lainnya 19 3,2
Total 593 100
Berdasarkan data dari tabel 9, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak
159 respon (26,81%) mudah untuk diakses sebagai alasan melakukan perilaku
cybersex, 94 respon (15,85%) karena biaya yang dikeluarkan sedikit, 76 respon
(12,82%) karena merasa tidak dikenal dan dilihat oleh orang lain, 64 respon (10,79%)
merasa tidak ada yang mengganggu sebagai alasan melakukan aktivitas cybersex,
jumlah respon aman dari penyakit sebanyak 62 respon (10,46%), cara yang mudah
untuk menemukan orang yang memiliki pandangan dan ketertarikan seksual yang
sama sebanyak 62 respon (10,46%), bebas mengekpresikan fantasi seksual tanpa
harus takut ditolak oleh orang lain sebanyak 57 respon (9,61%), dan 19 respon
Gambar 8
Alasan melakukan perilaku cybersex
Berdasarkan histogram diatas maka dapat dilihat bahwa pada umumnya alasan
remaja melakukan perilaku cybersex adalah karena mudah untuk diakses dan biaya
yang dikeluarkan sedikit.
3. Tujuan Melakukan Aktivitas Cybersex
Dari 270 subjek penelitian terdapat sebanyak 566 respon tujuan melakukan
perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memiliki dua respon atau lebih. Adapun
tujuan-tujuan subjek melakukan perilaku cybersex akan digambarkan pada tabel 10
Tabel 10
Tujuan Remaja Melakukan Cybersex
No Tujuan Frekuensi %
1 Menambah pengetahuan 186 32,86
2 Bersenang-senang 109 19,26
3 Memenuhi kebutuhan seksual 70 12,37
4 Mendapatkan rangsangan seksual 61 10,78
5 Mendapatkan cara baru tentang seks 49 8,66 6 Menyalurkan fantasi seksual yang tidak
terpenuhi di dunia nyata
46 8,13
7 Mendapatkan pasangan seksual di dunia nyata 44 7,77
8 Lainnya 1 0,17
Total 566 100
Berdasarkan data diatas, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh 186
respon (32,86%) untuk menambah pengetahuan, 109 respon (19,26%) untuk
bersenang-senang, 70 respon (12,37%) untuk memenuhi kebutuhan seksual, 61
respon (10,78%) untuk mendapat rangsangan seksual, 49 respon (8,66%) untuk
mendapatkan cara baru tentang seks, 46 respon (8,13%) untuk menyalurkan fantasi
seksual yang tidak terpenuhi di dunia nyata, 44 respon (7,77%) melakukan cybersex
untuk mendapatkan pasangan seksual di dunia nyata, dan 1 respon (0,17%) jawaban
Gambar 9
Tujuan melakukan perilaku cybersex
Berdasarkan histogram di atas menunjukkan bahwa pada umumnya remaja
melakukan perilaku cybersex bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
bersenang-senang.
4. Tempat Melakukan Perilaku Cybersex
Dari 270 subjek penelitian diperoleh sebanyak 364 respon tentang
tempat-tempat yang biasa digunakan subjek untuk melakukan perilaku cybersex, dimana
rata-rata subjek memilih lebih dari satu jawaban. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 11
Tempat Responden Melakukan Perilaku Cybersex
No Tempat Frekuensi %
1 Warnet 215 59,07
2 Rumah 106 29,12
4 Lainnya 4 1,1
Total 364 100
Berdasarkan data pada tabel 11, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh 215
respon (59,07%) yang memilih warnet sebagai tempat yang biasanya digunakan
untuk melakukan perilaku cybersex, sebanyak 106 respon (29,12%) yang memilih
rumah, 39 respon (10,71%) yang memilih sekolah, dan 4 respon (1,1%) jawaban
[image:53.612.130.493.307.480.2]lainnya seperti tempat teman dan hotel.
Gambar 10
Tempat melakukan perilaku cybersex
Berdasarkan gambar histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa subjek
penelitian pada umumnya melakukan perilaku cybersex di warnet.
Dari 270 orang subjek penelitian terdapat 270 respon tentang alasan-alasan
subjek memilih tempat untuk melakukan perilaku cybersex, dimana masing-masing
subjek memiliki satu respon. Alasan-alasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 12
Alasan Responden Memilih Tempat Melakukan Perilaku Cybersex
Alasan Frekuensi %
man 84 31,1
ebas 54 20
silitas yang dibutuhkan tersedia 34 12,59
udah 32 11,85
sa dimana saja 26 9,63
urah 17 6,29
dak tahu 14 5,18
ersama teman-teman 8 2,96
mbil mengerjakan tugas 1 0,4
Total 270 100
Pada tabel 12, diperoleh alasan-alasan subjek memilih tempat untuk
melakukan perilaku cybersex seperti yang telah di jelaskan sebelumnya pada tabel 11.
Adapun alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut: 84 respon (31,1%) karena
merasa nyaman, 54 respon (20%) karena merasa bebas, 34 respon (12,59%) karena
fasilitas yang dibutuhkan tersedia, 32 respon (11,85%) karena merasa mudah, 26
respon (9,63%) karena merasa bisa dimana saja, 17 respon (6,29%) karena merasa
biayanya murah, 14 respon (5,18%) tidak tahu, 8 respon (2,96%) karena bisa bersama
Gambar 11
Alasan memilih tempat melakukan perilaku cybersex
Gambar histogram di atas menunjukkan bahwa alasan remaja memilih tempat
untuk melakukan perilaku cybersex pada umumnya adalah karena merasa aman dan
bebas.
5. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori tentang bentuk-bentuk
perilaku cybersex bahwa perilaku cybersex dapat dilakukan secara online dan offline.
Perilaku mengakses pornografi di internet dan perilaku terlibat real-time dengan
pasangan online masuk ke dalam kategori online dan multimedia software masuk ke
a. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex Secara Online
Dari 631 respon yang mengakses pornografi di internet dan 120 respon yang
terlibat real-time dengan pasangan online, terdapat 588 respon tentang alamat situs
yang dikunjungi untuk melakukan perilaku cybersex. Beberapa alamat situs
menyediakan berbagai macam materi porno. Adapun 10 alamat situs yang paling
[image:56.612.180.473.279.582.2]banyak dikunjungi oleh subjek penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 13
Daftar Alamat Situs Cybersex
No Nama Situs Frekuensi %
1 Mirc 90 15,3
2 Youtube 83 14,12
3 Playboy 62 10,54
4 Google 58 9,86
5 Youporn 32 5,44
6 Youtube8 27 4,59
7 Ceritapanas 25 4,25
8 Dewasa 23 3,91
9 Worldsex 18 3,06
10 Lalatx 18 3,06
11 Lainnya 152 25,85
Total 588 100
Berdasarkan data di atas, 10 alamat situs porno yang paling sering di akses
oleh subjek penelitian adalah mirc (15,3%) yang menyediakan fasilitas chatting.
Youtube.com(14,12%) yang menyediakan gambar porno, video porno, film porno,
Google.com (9,86%) yang menyediakan berbagai informasi yang kita inginkan,
dengan menuliskan kata kunci pada kolom yang telah disediakan lalu klik kata “cari”,
maka akan muncul berbagai pilihan yang berkaitan dengan kata kunci yang telah di
tuliskan sebelumnya. Youporn.com (5,44%) yang menyediakan video porno.
youtube8.com (4,59%) yang menyediakan video dan film porno. Ceritapanas.com
(4,25%) yang menyediakan cerita porno. Dewasa.com (3,91%) yang menyediakan
fasilitas chatting seks, video porno, dan film porno. Lalatx.com (3,06%) yang
menyediakan gambar porno. Worldsex.com (3,06%) yang menyediakan video dan
[image:57.612.131.495.360.550.2]film porno. Sedangkan jawaban lainnya (25,85%).
Gambar 12
Alamat situs untuk melakukan perilaku cybersex
Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya responden
mengakses gambar, video, film, dan game porno, dan situs playboy untuk melihat
majalah porno.
b. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex Ketika Offline
Mengenai sumber darimanakah subjek penelitian mendapatkan VCD/DVD
porno, diketahui bahwa dari 420 respon perilaku multimedia software, terdapat 207
respon dari VCD/DVD video porno, 235 respon VCD/DVD dari film porno, dan 97
respon dari VCD/DVD dari game porno. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
[image:58.612.166.485.367.533.2]dibawah ini:
Tabel 14
Sumber Subjek Mendapatkan Video Porno, Film Porno, dan Game Porno
Video Film Game Sumber
Freku ensi
% Freku ensi
% Freku ensi
%
Teman 119 57,49 134 57,02 51 52,58
Beli 46 22,22 53 22,55 30 30,93
Pacar 41 19,81 47 20 15 15,46
Lainnya 1 0,48 1 0,43 1 1,03 Total 207 100 235 100 97 100
Dari data diatas diperoleh bahwa 119 orang (57,49%) yang mengatakan
bahwa mereka memperoleh video porno dari teman, 46 orang (12,99%) yang
membeli sendiri, 41 orang (22,22%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (0,48%)
yang memilih jawaban lainnya seperti saudara. 134 orang (57,02%) yang mengatakan
membeli sendiri, 47 orang (20%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (0,43%)
yang memilih jawaban lainnya seperti menyewa. 51 orang (52,58%) yang
mengatakan bahwa mereka memperoleh game porno yang mereka mainkan diperoleh
dari teman, 30 orang (30,93%) yang membeli sendiri, 15 orang (15,46%)
memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (1,03%) yang memilih jawaban lainnya
[image:59.612.140.503.278.463.2]seperti saudara.
Gambar 13
Sumber memperoleh Multimedia Software
Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa subjek penelitian
pada umumnya mendapatkan video porno, film porno dan game porno dari teman.
6. Intensitas Waktu Cybersex
Dari 270 subjek penelitian diperoleh 254 respon intensitas waktu untuk
software, dan 127 respon untuk perilaku terlibat real-time dengan pasangan online.
[image:60.612.120.521.203.350.2]Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 15
Intensitas Waktu Melakukan Perilaku Cybersex Mengakses
Pornografi di internet
Multimedia Software Terlibat Real-time dengan Pasangan
Online Frekuensi
Waktu Perminggu
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
<1 jam 56 22,05 37 15,42 35 27,56
1 - 5 jam 145 57,09 161 67,08 65 51,18
6 – 10 jam 44 17,32 29 12,08 16 12,6
>11 jam 9 3,54 13 5,42 11 8,66
Total 254 100 240 100 127 100
Berdasarkan data di atas, dari 631 respon perilaku mengakses pornografi di
internet diperoleh sebanyak 56 respon (22,05%) menghabiskan waktu kurang dari 1
jam perminggu, 145 respon (57,09%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5
jam perminggu, 44 respon (17,32%) menghabiskan waktu mereka sebanyak 6 jam
sampai dengan 10 jam perminggu, dan 9 respon (3,54%) menghabiskan waktu
mereka lebih dari 11 jam perminggu.
Dari 420 respon perilaku multimedia software, sebanyak 37 respon (15,42%)
menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 161 respon (67,08%)
menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 29 respon (12,08%)
menghabiskan waktu sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam perminggu, dan 13 rspon
Dari 120 respon perilaku terlibat real-time dengan pasangan online, terdapat
sebanyak 35 respon (27,56%) menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 65
respon (51,18%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 16
respon (12,6%) menghabiskan waktu sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam
perminggu, dan 11 respon (8,66%) menghabiskan waktu lebih dari 11 jam
perminggu.
Gambar 14
Frekuensi melakukan perilaku cybersex dalam seminggu
Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa pada umumnya
remaja menghabiskan waktu sebanyak 1 jam sampai dengan 5 jam dalam 1 minggu
7. Banyaknya Materi Dikeluarkan
Dari 270 orang subjek penelitian, jumlah uang yang dihabiskan dalam satu
[image:62.612.172.463.221.327.2]bulan untuk melakukan perilaku cybersex adalah sebagai berikut:
Tabel 16
Nilai Nominal yang Dikeluarkan Untuk Melakukan Perilaku Cybersex
No Jumlah Uang Frekuensi %
1 <Rp. 100.000 198 73,33
2 Rp. 110.000 - Rp. 200.000 48 17,78
4 >Rp. 300.000 24 8,89
Total 270 100
Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa jumlah subjek yang
menghabiskan uang kurang dari Rp.100.000 perbulan untuk melakukan perilaku
cybersex sebanyak 198 orang (73,33%), 48 orang (17,78%) yang menghabiskan uang
antara Rp.100.000 sampai dengan Rp.300.000 perbulan, dan 24 orang (8,89%) yang
menghabiskan uang diatas Rp.300.000 perbulan untuk melakukan aktivitas cybersex.
Gambar 15
[image:62.612.131.492.488.654.2]Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa remaja pada
umumnya mengeluarkan uang mereka kurang dari Rp.100.000 dalam satu bulan
untuk melakukan perilaku cybersex.
8. Media Chatting
Dari 120 orang subjek penelitian yang terlibat real-time dengan pasangan
online atau mengobrol tentang seks dengan teman chatting di ruang chat (lihat tabel
4), diperoleh 128 respon yang dipilih oleh subjek penelitian tentang media yang
digunakan ketika terlibat real time dengan pasangan online, yaitu webcam atau
telepon, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa responden yang memiliki lebih
[image:63.612.195.448.466.532.2]dari satu respon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: