• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Makna Idiom Majas Bahasa Jepang (Studi Kasus Buku Senryu, Haiku Reflections Of The Times)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Makna Idiom Majas Bahasa Jepang (Studi Kasus Buku Senryu, Haiku Reflections Of The Times)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAKNA IDIOM MAJAS BAHASA JEPANG

(STUDI KASUS BUKU SENRYU, HAIKU REFLECTIONS OF THE TIMES)

NIHONGO HIYU NO KANYOUKU NO IMI NO BUNSEKI (SENRYU, HAIKU REFLECTIONS OF THE TIMES HON NO JISSHI

KENKYU)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang Ilmu

Sastra Jepang

O L E H :

ELLYDA CHATERINA HUTABARAT 020708037

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG M E D A N

(2)

ANALISIS MAKNA IDIOM MAJAS BAHASA JEPANG

(STUDI KASUS BUKU SENRYU, HAIKU REFLECTIONS OF THE TIMES)

NIHONGO HIYU NO KANYOUKU NO IMI NO BUNSEKI (SENRYU, HAIKU REFLECTIONS OF THE TIMES HON NO JISSHI

KENKYU)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang Ilmu

Sastra Jepang O L E H :

ELLYDA CHATERINA HUTABARAT 020708037

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan, S. S, M. Hum Drs. Nandi. S

NIP: 131662152 NIP: 131763366

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG M E D A N

(3)

Disetujui Oleh: Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi,

Drs. Hamzon Situmorang, M. S., Ph. D NIP. 131422712

(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi salah satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang.

Pada

Tanggal : Maret 2008 Pukul :

Fakultas Sastra

Umiversitas Sumatera Utara Dekan

Drs. Syaifuddin, M. A., Ph. D NIP. 131284310

Panitia Ujian

(5)

ABSTRAK

Idiom atau kanyouku adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk sebuah arti kelompok tersebut. Kanyouku terbentuk dari berbagai macam unsur, diantaranya nama-nama anggota tubuh, nama-nama hewan, kata serapan, dan sebagainya.

Jika kita ingin mengetahui dengan benar makna idiom bahasa Jepang, maka kita juga harus memahami dan mengetahui kebudayaan atau kebiasaan orang Jepang. Dalam mendeskripsikan maknanya, maka makna yang ditimbulkan adalah makna gramatikal dan bukan makna leksikal. Sehingga dalam mengkaji makna idiom, maka memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya perubahan makna kata.

(6)

1. Majas perumpamaan

Contoh: Kaze dake ni tayoru souri to koinobori

Idiom kaze dake ni tayoru souri to koinobori atau seperti perdana menteri dan ikan gurame memiliki makna bahwa perdana menteri sering diumpamakan seperti gambar ikan gurame yang ditiup angin ketika di pasang pada pesta koinobori.

2. Majas Metafora

Contoh: E-nikki ni oni no kao shita kasai-ryuu

Idiom oni no kao shita kasai-ryuu atau wajah iblis dalam lava yang mengalir di atas memiliki makna bahwa lava panas yang dapat menghanguskan apapun yang dilaluinya yang mengalir dari letusan gunung berapi dibandingkan dengan wajah iblis atau setan yang menakutkan dan menyeramkan.

3. Majas Hiperbola

Contoh: Keizai taikoku mizu wa ten kara morai mizu

Idiom mizu wa ten kara atau air dari surga pada kalimat di atas memiliki makna yang melebihkan dari kenyataan yang sebenarnya, yaitu bahwa karena sangat panasnya sehingga dibutuhkan air dari surga.

4. Majas Paradoks

(7)

Idiom atau ungkapan di atas memiliki makna bahwa pengunduran diri seorang politikus disalahartikan sebagai suatu kehormatan. Penggunaan kata yang bertentangan dengan makna yang sebenarnya.

5. Majas Ironi

Contoh: Ano ie wa ni hisho ga katte ni tatemashita

Idiom hisho ga katte ni tatemashita atau sekretaris yang membangun dapur memiliki makna bahwa seorang sekretaris yang biasanya kerja di kantor, tetapi justru membangun bangunan yang bukan merupakan pekerjaannya. Idiom ini merupakan sindiran dari pekerjaan sekretaris yaang seharusnya.

6. Majas Sinekdoke

Contoh: Jitaku shita otto no kubi tashikameru

Idiom otto no kubi tashikameru atau memastikan leher yang menyebutkan nama sebagian memiliki makna memecat seseorang.

7. Majas Personifikasi

Contoh: Nenkin ga oikoshite iku roku - juu - go

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa isyarat-isyarat vokal/simbol yang digunakan untuk menyampaikan ide, maksud, pikiran-pikiran untuk kehidupan sehari-hari yang digunakan oleh kelompok masyarakat. Dari pembicaraan seseorang kita dapat menangkap tidak saja keinginannya, tetapi juga latar belakang pendidikannya, pergaulannya, adat istiadatnya, dan lain sebagainya. Dengan demikian betapa vitalnya bahasa pada setiap kebudayaan termasuk dalam budaya Jepang.

Bahasa digunakan untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keingina kepada orang lain (Sutedi, 2003:2). Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Jadi, fungsi bahasa adalah untuk menyampaikan (dentatsu) suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis.

Jika mengkaji tentang makna, maka dalam tataran linguistik dapat dijelaskan melalui kajian ilmu tentang makna atau disebut semantik. Semantik adalah cabang ilmu yang meneliti arti atau makna. Semantik dibagi menjadi semantik gramatikal dan semantik leksikal.

(9)

yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan kata yang berlainan. Sedangkan Alwasilah (1990:50) mengatakan idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata-kata dalam grup itu. Idiom adalah persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli. Kita tidak bisa membuat idiom sendiri. Karena itu peranan idiom sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan istimewanya bahwa tidak semua orang dapat menggunakan idiom dengan benar dan tepat. Misalnya, kata panjang tangan, jantung hati, makan hati dan sebagainya. Orang asing yang sudah mengerti kata

jantung hati tidak bisa langsung menyelami makna jantung hati. Dalam bahasa

Inggris kita mengenal idiom seperti by all means, it goes without saying dan sebaginya.

Dalam bahasa Jepang idiom disebut kanyouku ( ), yaitu maknanya

tidak bisa dipahami jika hanya mengetahui makna setiap kata yang membentuk idiom tersebut saja.

Sedangkan ahli linguistik Jepang Takao Matsumura dalam Siregar (skripsi, 2005:2) menyatakan bahwa idiom adalah:

いうのは二つ以上の単語

Kanyooku to iu nowa futatsu ijo no tango o kumiawase, hito katamari

toshite hitotsu no imi o arawa mono.

(10)

- Atama ga furui (kepala tua) : ketinggalan zaman, pikirannya ketinggalan zaman, kolot

- Hara ga tatsu (perut berdiri) : marah, amarah, geram

Jika kita ingin memahami dengan benar makna idiom bahasa Jepang, maka kita juga harus memahami dam mengetahui kebudayaan atau kebiasaan orang Jepang. Seperti yang disampaikan oleh P. W. J Nababan (1993:50) bahwa bahasa sebagai sistem komunikasi mempunyai makna hanya dalam kebudayaan yang menjadi wadahnya. Sedemikian eratnya hubungan bahasa dengan kebudayaan wadahnya, hingga sering terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dalam ungkapan satu bahasa yang lain tidak selalu memiliki arti yang sama. Misalnya seperti ashi o hipparu atau me o moku. Mengartikan kata demi kata, seperti arti menarik kaki orang, yang tentunya dalam bahasa Indonesia bercanda. Dalam bahasa Jepang, malah, lebih tepat diartikan sebagai memegang belakang seseorang atau menyeret seseorang. Seperti kita ketahui me berarti mata dan muku berarti kupas, dan mungkin kita mengartikannya menjadi kupaskan matanya. Tapi makna itu salah, yang benar adalah memandang atau melotot (Garrison, 2001:V).

Kanyouku adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki hubungan

yang erat dan membentuk satu kesatuan dan juga menunjukkan arti khusus. Kanyouku terbentuk dari berbagai macam unsur, diantaranya nama-nama anggota

tubuh, nama-nama hewan, kata serapan dan sebagainya (http//digilibi.upi.edu). Dalam menggambarkan makna tiap idiom maka digunakanlah majas (hiyu). Misalnya dengan menggunakan majas metafora, metonimi, sinekdoke,

(11)

diteliti agar mengetahui dan menambah pemahaman akan mendeskripsikan makna idiom dengan menggunakan majas (hiyu).

1.2 Perumusan Masalah

Idiom atau kanyouku adalah merupakan gabungan dua kata atau lebih yang memiliki hubungan yang erat dan membentuk satu kesatuan dan juga menunjukkan arti khusus. Dalam mempelajari makna idiom, maka si penutur harus memahami kaitan unsur budaya yang terkandung dalam makna idiom tersebut. Hal ini merupakan suatu yang sulit khususnya bagi pembelajar bahasa kedua. Bahkan di kalangan orang Jepang pun hal ini masih terus dipelajari.

Berdasarkan latar belakan tersebut, maka penulis merangkumkannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Majas atau gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam buku ”Senryu, Haiku Reflections of the times”

2. Bagaimanakah makna yang ditimbulkan dalam idiom yang ditinjau dari penggunaan majas (hiyu)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Peranan idiom sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Ketika mempelajari idiom maka kita harus mempelajari fungsi, bentuk dan makna idiom.

(12)

Dalam hal ini, maka penulis membahas tentang makna yang ditimbulkan dalam idiom ditinjau dari penggunaan majas atau gaya bahasa.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Yang disebut idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna-makna unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal (Chaer, 1994:296).

Menurut Fatimah Djajasudarma (1999:16) makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilka makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk baku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa.

Dalam bukunya, Alwasilah (1993:165) mengatakan idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata dalam grup itu. Idiom tidak bisa diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa asing. Idiom adalah persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli. Kita tidak bisa membuat idiom sendiri.

Idiom dalam bahasa Jepang disebut kanyouku. Frase dalam bahasa Jepang disebut dengan ku ( ) yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu rengo atau

(13)

Machida dan Momiyama (1997:114) memberikan batasan bahwa yang

dimaksud denagan ku atau frase adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih. Rengo merupakan frase biasa, yang maknanya bisa dipahami cukup dengan megetahui makna setiap kata yang membentuk frase tersebut. Sedangkan kanyouku adalah idiom, yaitu yang maknanya tidak bisa dipahami jika hanya

mengetahui makna setiap kata yang membentuk idiom tersebut saja.

Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang dimaksud, karena ia bisa menyerap apa makna yang dimaksud (Sutedi, 2003:103).

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan semantik. Semantik adalah ilmu tentang makna. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema artinya tanda atau lambang (sign), juga dapat ditemukan dalam kata

semaphore. Sebagai kata teknis yang mengacu ke salah satu cabang linguistik,

semantik pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883 (Cahyono, 1994:197).

Semantik sebagai pelafalan lain dari istilah la semantique yang diukir oleh M. Breal dari Perancis merupakan suatu cabang studi linguistik general. Oleh

(14)

terbagi atas teori referensial, teori mentalisme, teori kontekstual, dan teori pemakaian dari makna. Momiyama (1997:141) dalam Dedi Sutedi menjelaskan jenis majas, yaitu sebagai berikut.

Metafora (inyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara, dengan cara mengumpamakannya dengan perkara atau hal lain, berdsarkan pada sifat kemiripan / kesamaannya.

Metonimi (kanyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara, dengan cara mengumpamaknnya dengan perkara atau hal lain, berdasarkan pada sifat kedekatannya atau keterkaitan antara kedua hal tersebut.

Sinekdoke (teiyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara yang menyebutkan nama bagian sebagai pangganti nama keseluruhannya atau sebaliknya.

Sedangkan Nakamura (1965:131) dalam Dedi (skripsi, 2005:35) mengatakan bahwa hiperbola adalah:

Eigo no hiperbole ni ataru yuho de, (kochouhou) to mo iwareru you ni.

Jijitsu o omoi kitte okiku matawa kyoukutan ni chisaku hyogen suru

kyochoho no isshuu de aru.

(15)

Sedangkan perumpamaan didefinisikannya sebagai berikut.

Eigo no simile ni souto suru yuhu de, tatoeru mono tatoerareru mono to o

hakki kubetsu shite kakageru no ga sono tokucho to iwareru mata, futsu

wa, (atakamo), toka (sanagara), toka (maru de), to ka arui wa (gotoshi)

toka (youda), toka (mitai da), toka itta hiyu de aru koto o setsumei suru

kotoba ga tsuku to sareru.

’Perumpamaan sepadan dengan simile dalam bahasa Inggris adalah mempunyai keistimewaan dalam perbedaan yang jelas antara perumpamaan dengan yang diumpamakan. Biasanya menggunakan kata-kata yang menerangkan hal perumpamaan seperti : atakamo (seolah-olah), sanagara (seperti), marude (seperti), gotoshi (seperti)’.

Menurut Verhaar (2001:385) semantik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik dibagi menjadi semantik gramatikal dan semantik leksikal.

(16)

bermakna buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus (Chaer, 1994:296).

Menurut seorang ahli linguistik Miyaji Yutaka dalam Siregar (skripsi, 2005:2) yang menyatakan bahwa:

慣用句は単語の二つ以序連結体であって、その結びつきが比較的こ

く、全体で決

Kanyoku wa tango no futatsu ijo no renketsutai de atte, sono ketsubisu ki

ga hikakuteikikoku, zentai de kimatta imi o motsu genkoto da to iu teido

no tokoro ga, ippaintekina kiyotsurikai ni natte iru darou.

‘Idiom adalah gabunga dua buah kata atau lebih, yang mempunyai perpaduan kata-kata yang relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata yang memiliki arti tetap, sehingga menjadi suatu pengertian umum’.

Arti dari suatu idiom tidak ditentukan oleh arti kata yang membentuk idiom. Idiom telah memperoleh arti yang dikhususkan untuknya. Kita tidak bisa mengartikannya satu per satu karena idiom bersifat baku.

(17)

Sedangkan Gorys Keraf (1996:113) mengatakan bahwa gaya bahasa atau majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Dalam penelitian ini makna idiom dikaji melalui penggunaan majas (hiyu). Majas yang digunakan adalah metafora, metonimi dan sinekdoke. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan konsep makna kiasan, karena pada idiom terdapat makna kiasan atau makna yang tidak sebenarnya. Selain itu digunakan juga konsep makna gramatikal, yaitu studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat (Pateda, 2001:71).

1.5 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan proposal ini adalah:

1. Untuk mengetahui jenis majas yang terdapat dalam buku Senryu, Haiku Reflections of the times

2. Untuk mengetahui makna yang ditimbulkan dalam idiom yang ditinjau dari penggunaan majas (hiyu)

1.5.2 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui jenis majas yang terdapat dalam buku Senryu, Haiku Reflections of the times

(18)

1.6 Metode Penelitian

Penelitian bahasa bertujuan mengumpulkan dan mengkaji data serta mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan. Dan dalam penelitian kebahasaan digunakan berbagai metode yang sesuai dengan objek yang diteliti.

Djajasudarma (1993:1), mengatakan metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

(19)

BAB II

URAIAN TENTANG IDIOM DAN MAJAS

2.1 Jenis Makna

Jika didefinisikan, makna adalah suatu kata yang memiliki maksud atau mengandung arti yang paling dalam, menerangkan maksud atau arti dari kata itu (Djajasudarma, 1999:7). Sedangkan menurut Ferdinand de saussure dalam Chaer (1994:87) mengatakan makna adalah 'pengertian' atau 'konsep' yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-tanda linguistik. Misalnya pada morfem, leksem dan sebagainya. Dengan mengutip pendapat para ahli seperti Bloomfield (193), Palmer (19730, Verhaar (1981), dari kamus, a. l Kridalaksana (1984) atau Ullman (1962), maka Djajasudarma mengklasifikasikan jenis makna sebagai berikut.

1. Makna sempit

Adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit karena dibatasi. Misalnya:

§ Pakaian dengan pakaian wanita

§ Saudara dengan saudara kandung, saudara tiri atau sepupu

2. Makna luas

Adalah makna yang terkandung dalam sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit, bandingkanlah contoh berikut.

(20)

§ Mencicipi dengan makan

3. Makna kognitif

Adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Misalnya:

§ Hei! Mana matamu ?

§ Laki-laki itu mata keranjang tidak disukai perempuan

4. Makna konotatif dan emotif

Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan ataupun yang didengar. Makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang positif, sedangkan makna konotatif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) negatif. Makna konotatif dan emotif dapat dibedakan berdasarkan masyarakat yang yang menciptakan atau individu yang menciptakannya dan menghasilkannya, dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan), serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna kokotatif berubah dari zaman ke zaman. Sedangkan makna emotif adalah makna yang melibaatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Misalnya:

§ Rini adalah bunga di kampung itu (makna emotif)

(21)

5. Makna referensial

Adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referen (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif karena memiliki acuan. Misalnya:

§ Orang itu menampar orang § Orang itu menampar dirinya

Pada (1) orang1 dibedakan maknanya dari orang2 karena orang1 sebagai pelaku (agentif) dan orang 2 sebagai pengalam (yang mengalami makna yang diungkapkan verba), hal tersebut menunjukkan makna kategori yang berbeda, tetapi makna referensial mengacu kepada konsep yang sama (orang = manusia).

6. Makna leksikal

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Dengan kata lain semua makna (baik bentuk dasar maupun bentuk turunan) yang ada di dalam kamus disebut makna leksikal. Misalnya:

§ Meja, buku

§ Polisi memasang belenggu pada kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu

7. Makna gramatikal

(22)

Misalnya:

§ Polisi memasang belenggu pada kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu

§ Anak itu ingin telur mata sapi

8. Makna idesional

Adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau ide yang terkandung di dalam kata- kata, baik bentuk dasar ataupun turunan. Misalnya :

Demokrasi, kita mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi,

yakni istilah politik, (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

9. Makna preposisi

Adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengetian tentang sesuatu. Kita sering menemukannya dalam bidang matematika atau eksakta. Makna preposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks. Misalnya:

(23)

10. Makna pusat

Adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran (kalimat, kalusa, wacana) memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Misalnya:

§ Meja itu bundar

§ Harga-harga semakin memuncak

11. Makna piktorial

Adalah makna sebuah kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Misalnya, pada situasi makan kita berbicara tentang suatu hal yang menjijikkan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan ( aktivitas ) makan. Misalnya:

§ Kakus itu kotor sekali

§ Ia tinggal di gang yang becek itu

12. Makna kontruksi

Adalah makna yang terdapat di dalam kontruksi. Misalnya, makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Selain itu makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagi akhiran yang menunjukkan kepunyaan. Misalnya:

§ Itu bukuku

(24)

13. Makna idiomatik

Adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan kata yang berlainan. Makna idiomatik didapatkan di dalam ungkapan dalam pribahasa. Misalnya:

§ Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun § Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia

Sudarma dan Chaer (1994:285) mempunyai pengertian yang sama tentang jenis makna. Chaer menambahkan jenis makna sebagai berikut.

1. Makna konseptual 2. Makna asosiatif

3. Makna kontektual 4. Makna istilah

5. Makna nonreferensial 6. Makna peribahasa

7. Makna kata 8. Makna idiom

Dalam buku bahasa Jepang, Sutedi (2003:106) membagi jenis makna sebagai berikut.

1. Jishoteki- imi atau makna leksikal

Makna leksikal dalam bahasa Jepang disebut dengan [辞書的, Jishoteki-

imi] atau [ , Goiteki – imi]. Makna leksikal adalah makna kata yang

(25)

terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Misalnya, kata [ , Neko] dan [学校, Gakkou] memiliki makna

leksikal <kucing> dan <sekolah>.

2. Bunpouteki – imi atau makna gramatikal

Makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut [

Bunpouteki – imi] yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam

bahasa Jepang, [ , Joshi] <partikel> dan [ , Jodoushi] <kopula> tidak

memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya bila digunakan dalam kalimat. Misalnya, isogashii

(adjektiva) dan taberu (verbal), bagian gokan (dasar kata): isogashi dan

tabe bermakna leksikal <sibuk> dan <memakan> sedangkan gobi (akhir kata)

nya ( /i) dan ( /ru) sebagai makna gramatikal, karena akan sesuai dengan

konteks gramatikalnya.

3. Meijiteki - imi atau makna denotatif

Makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut [ Meijiteki – imi] atau

[ Gaien], adalah makna yang berkaitan dengan dunia luar biasa seperti suatu

(26)

yang sama, yaitu (ayah) dan bisa dijelaskan dengan komponen makna sebagai berikut.

= : ( ) (+ ) (+ )

Chichi = Oyaji : (ningen) (+dansei) (+ ichi sedai ue)

(insan) (+jantan) (+satu generasi di atas) Makna denotatif dari kedua kata di atas tersebut sama, karena merujuk kepada referen yang sama, tetapi nilai rasa berbeda. Kata chichi digunakan lebih formal dan lebih halus, sedangkan kata terkesan lebih dekat dan akrab.

4. Anjiteki – imi/ Nahou atau Makna konotatif

Makna konotatif disebut [ Anjiteki - imi] atau [内包 Nahou] yaitu

makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicaranya. Misalnya, kata [ Keshousitsu] dan [ Benjo] merujuk pada

hal yang sama yaitu <kamar kecil>. Tetapi kesan dan nilai rasanya berbeda, keishoushitsu terkesan bersih, sedangkan benjo terkesan kotor dan bau (Machida

dkk dalam Sutedi, 2003:129).

5. Kihon - gi atau makna dasar

Makna dasar disebut juga dengan [ Kihon – gi] merupakan makna

(27)

dengan makna asal, mengingat dalam bahasa Jepang modern banyak sekali makna asal suatu kata yang sudah berubah dan tidak digunakan lagi.

Contoh makna dasar: § Tabemasu § Kakimasu

6. Tan - gi atau makna perluasan

Makna perluasan 伝義 Ten – gi] merupakan makna yang muncul

sebagai hasil perluasan dari makna dasar, diantaranya akibat penggunaan secara kiasan (majas/hiyu). Untuk perluasan makna, akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.

2.2 Perubahan Makna

(28)

unsur. Makna rujukan awal dan makna baru tidak berada dalam suatu medan makna, apalagi makna awal tidak pernah hidup lagi dalam pemakaian bahasa Indonesia kontemporer (Parera, 2004:107).

Tarigan (1985:86) dalam bukunya membagi perubahan makna sebagai berikut.

1. Generalisasi

Generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus ke yang lebih umum, atau dari yang lebih sempit ke yang lebih luas. Dengan perkataan lain dapat kita katakan bahwa cakupan makna pada masa kini lebih luas maknanya dari masa lalu. Secara lebih singkat, makna baru lebih luas daripada makna lama, makna dulu. Misalnya:

kata makna dulu makna kini

bapak ayah -semua orang yang berkedudukan lebih tinggi, tuan

saudara seibu sebapak -orang yang sama derajat

kedudukannya

putri anak wanita raja - semua anak wanita

2. Spesialisasi

(29)

sempit dalam aplikasinya. Dengan kata lain, cakupan makna pada masa lalu lebih luas daripada masa kini. Misalnya:

kata makna dulu makna kini

pendeta orang pandai, orang pintar - ulama kristen

sarjana cendikiawan -gelar universiter, lulusan perguruan tinggi

sastra tulisan - karya seni bahasa

3. Ameliorasi

Kata ameliorasi (berasal dari bahasa Latin melior lebih baik) berarti membuat menjadi lebih baik, lebih tinggi , anggun, lebih halus. Dengan kata lain perubahan amelioratif mengacu kepada peningkatan makna kata; makna baru dianggap lebih baik atau lebih tinggi nilainya daripada makna dulu. Misalnya: istri lebih baik, lebih hormat daripada bini

hamil lebih baik, lebih hormat daripada bunting tunasusila lebih baik, lebih hormat daripada pelacur

4. Peyorasi

Peyorasi adalah suatu perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah dari makna semula. Kata peyorasi berasal dari bahasa Latin pejor yang berarti 'jelek', 'buruk'. Peyorasi kebalikan dari Ameliorasi. Misalnya:

(30)

tolol dirasakan lebih kasar daripada kurang cerdas pengangguran dirasakan lebih kasar daripada tunakarya

5. Sinestesia

Adalah jenis perubahan makna yang terjadi sebagai akibat dari pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda. Perubahan makna yang seperti ini disebut sinestesia. Misalnya:

§ Suara Ibu Ani sedap benar didengar § Nasihat guru kami asin benar

Baik kata sedap maupun kata asin pada kalimat di atas sebenarnya tanggapan indera perasa, tetapi pada pernyataan tersebut justru dipakai sebagai tanggapan indera pendengar.

6. Asosiasi

Asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi sebagai akibat persamaan sifat. Misalnya:

§ Kursi itu telah lama diidam-idamkannya § Saya naik Merpati ke Medan

Kata kursi di atas berasosiasi atau bersamaan sifat dengan kedudukan, jabatan atau posisi. Kata Merpati (yang bermakna 'sebangsa burung') diasosiasikan dengan pesawat udara, atau kapal terbang, terlebih-lebih Merpati Airlines. Contoh lain:

(31)

Dalam bahasa Jepang perubahan makna suatu kata juga terjadi karena berbagai faktor, seperti perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa asing. Menurut Sutedi (2003:108) beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang diantaranya sebagai berikut.

1. Dari yang konkret ke absrtak (gusho→chusho)

Kata ( atama) atau kepala dan ( ude) atau lengan serta ( michi) atau jalan yang merupakan benda konkret berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut.

Atama ga ii (kepandaian)

Ude ga agaru (kemampuan)

日本語教師への道 Nihongo kyoushi e no michi (cara/petunjuk)

2. Dari ruang ke waktu (kukan→jikan)

Kata ( mae ) atau depan dan ( nagai ) atau panjang yang

menyatakan arti ruang, berubah menjadi waktu seperti pada contoh berikut. San-nen-mae (yang lalu)

Nagai jikan (lama)

(32)

Kata ( okii ) atau besar semula diamati dengan indera

penglihatan (mata), berubah ke indera pendengaran (telinga), seperti pada ( okii koe ) atau ‘suara keras’, kata ( amai ) atau manis dari

indera perasa menjadi karakter seperti dalam ( amai koe ) atau ‘anak

manja’.

4. Dari khusus ke umum atau generalisasi (ippanka.kakudai)

Kata ( kimono ) yang semula berarti pakaian tradisional Jepang

digunakan unutk menunjukkan pakaian secara umum ( fuku ) dan sebagainya.

5. Dari umum ke khusus atau spesialisasi (jishoka. keiko)

Kata ( hana ) atau ‘bunga secara umum’ dan tamago atau ’telur’ secara

umum digunakan untuk menunjukkan hal hal yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut.

Hana-mi (bunga sakura)

Tamago otaberu (telur ayam)

(33)

Misalnya, kata ( boku ) atau ‘saya’ dulu digunakan untuk budak atau

pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang kurang baik menjadi baik.

7. Perubahan nilai negatif atau peyoratif (kachi no rakka)

Misalnya, kata ( 貴様 kisama ) atau ‘kamu’ dulu sering digunakan untuk

menunjukkan kata ( anata ) atau ‘anda’, tetapi sekarang digunakan

hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini memunjukkan adanya pergeseran nilai dari yang baik menjadi kurang baik.

Dalam bahasa Jepang perubahan atau pergeseran makna juga terjadi pada gairaigo atau kata serapan. Gairaigo adalah kata-kata dari bahasa asing (non-kango) yang kemudian dijadikan bahasa Jepang melalui penyesuaian berdasarkan aturan-aturan yang ada dalam bahasa Jepang.

Pergeseran makna dalam gairaigo a. Pergeseran makna yang menyempit

1. Hoteru dan Ryoukan

Hoteru dan ryoukan jika dilihat secara sekilas memiliki arti yang sama

yaitu sama-sama memiliki arti hotel. Namun dalam pemakaiannya hoteru lebih mengarah kepada sebuah bangunan yang didesain dengan

(34)

ke Jepang. Sedangkan ryoukan lebih merjuk kepada hotel yang bergaya bangunan Jepang. Di dalam kamar ryoukan terdapat futon yang tersdiri dari kasur, seprei, selimut dan bantal yang diletakkan di atas tatami yang bisa mencepatkan kamar tidur tradisional Jepang. Jadi dapat dikatakan hoteru dan ryoukan walaupun memiliki arti yang sama yaitu hotel, tetapi tempat dan keberadaanya serta bentuk bangunan dan keadaan kamarnya juga sangat berbeda. Hoteru dan ryoukan memiliki fungsi yang sama yaitu tempat penginapan.

2. Toire dan tearai

Toire dan tearai memiliki arti yang sama yaitu kamar mandi

atau’toilet’. Namun dalam penggunaannya toire merujuk kepada kamar yang mewah yang biasanya terdapat di hotel-hotel atsu restoran mewah. Sedangkan tearai adalah kamar kecil yang banyak ditemukan di tempat-tempat umum atau biasa juga disebut WC umum.

b. Pergeseran makna total

Misalnya kata sumato diambil dari kata smart yang artinya serdas, bijak, pintar dan bisa disebut sebagai anak yang tampan, baik perilakunya. Tetapi ketika diserap menjadi suma-to maknanya berubah menjadi langsing, bahwa orang yang disebut sebagai suma-to adalah orang yang memiliki bentuk tubuh yang bagus.

2.3 Pengertian Idiom

(35)

kombinasi kata lain dapat pula menghasilka makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk baku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa.

Makna idomatik adalah makna leksikal yang dibangun dari beberapa kata, yang tidak dapat dijelaskan lagi lewat makna kata-kata pembentuknya. Sebagian bentuk idiom sudah merupakan bentuk beku dari sebuah frase atau klausa. Kombinasi kata-kata dalam ekspresi idiomatik itu telah merupakan bentuk tetap yang tidak dapat diubah menurut kaidah sintaksis yang berlaku.

Para ahli linguistik Jepang dan Indonesia mendefinisikan makna idiom sebagai berikut.

a. Beberapa ahli linguistik Jepang dalam Siregar (2005:13) 1. SakataYukiko mengatakan idiom adalah:

Kanyoukuwa futatsu ijo no tango ga tunagari, sorezore no imi dewanaku,

zentai toshite betsu no imi o arawasumono.

‘Idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang maknanya dapat bermacam-macam, menerangkan arti masing-masing secara keseluruhan’. 2. Takao Matsumura mengatakan idiom adalah:

慣用句というのは二つ以上の単語

Kanyooku to iu nowa futatsu ijo no tango o kumiawase, hito katamari

(36)

‘Idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang membentuk sebuah arti kelompok tersebut’.

3. Miyaji Yutaka bahwa idiom adalah:

慣用句は単語の二つ以序連結体であって、その結びつきが比較的こ

く、全体で決まった意味お持つ元ことだという程度のところが、一

Kanyoku wa tango no futatsu ijo no renketsutai de atte, sono ketsubisu ki

ga hikakuteikikoku, zentai de kimatta imi o motsu genkoto da to iu teido

no tokoro ga, ippaintekina kiyotsurikai ni natte iru darou.

‘Idiom adalah gabunga dua buah kata atau lebih, yang mempunyai perpaduan kata-kata yang relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata yang memiliki arti tetap, sehingga menjadi suatu pengertian umum’.

b. Beberapa ahli linguistik Indonesia

1. Gorys Keraf (1996:109) mengatakan idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak dapat diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.

(37)

3. Alwasilah mengatakan idiom adalah kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata dalam grup itu. Idiom tidak bisa diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa asing. Idiom adalah persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli. Kita tidak bisa membuat idiom sendiri (1993:165).

4. Peter Salim dan Yenny salim (1995:548) mengatakan idiom adalah : 1. Kata kata atau atau ungkapan yang berbeda dari unsur gabungan 2. Bahasa suatu golongan, daerah dan sebagainya

3. Ciri atau sifat gramatikal yang khas pada suatu bahasa

Dari sebuah situs internetmendefinisikan Idiom atau disebut juga ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru di mana tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya

Untuk mempelajari sebuah bahasa, maka si pembelajar bahasa harus mengetahui seluk beluk dari bahasa tersebut, misalnya kata, morfem, frase, kalimat, klausa dan sebagainya. Berdasarkan definisi makna idiom di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aturan semantik untuk penggabungan arti kata tidak berlaku untuk frase.

Sebagai contoh frase hon o yomu (membaca buku) dan tegami kaku (menulis surat) merupakan contoh frase biasa (rengo) yang bisa dipahami melalui arti setiap kata dalam frase tersebut atau yang biasa disebut arti leksikalnya. (mijoudori no imi). Diantara unsur-unsur frase tersebut dapat disisipkan kata,

(38)

kata ibu dan didepan frase pergi ke pasar dapat ditambah kata saya. Sedangkan pada idiom, kita tidak dapat menambah sebuah kata atau menguranginya karena akan mempengaruhi makna idom tersebut. Misalnya pada idiom panjang tangan, jika disisipkan kata yang maka akan menimbulkan makna yang rancu.

Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat melihat persamaan dan perbedaan antara idiom dan frase sebagai berikut :

Persamaan :

IDIOM FRASE

Terdiri atas dua kata atau lebih Terdiri atas dua kata atau lebih

Perbedaannya :

IDIOM FRASE

a) Tidak dapat disisipkan kata diantara unsur-unsur pembentuknya

b) Tidak dapat diperluas dengan menambah kata

c) Makna idiom tidak dapat diketahui berdasarkan makna yang membentuknya

a) dapat diperluas kata diantara unsur-unsur pembentuknya

b) dapat diperluas dengan menambah kata

c) makna frase dapat diketahui berdasarkan kata-kata yang membentuknya

(39)

tersendiri yang membedakannya dari objek kajian semantik lainnya. Berikut diuraikan karakteristik atau keunikan idiom.

1. Arti sebuah idiom adalah kiasan dan bukan literal. Ini bukanlah hasil dari fungsi komposisional dari bagian-bagiannya.

2. Bentuk struktur bahasa idom tidak bervariasi melainkan mempunya bentuk yang tetap

3. Proses pergantian, pengurangan, dan penambahan tidak diperbolehkan dalam pembentukan idiom, tetapi idiom membuat banyaknya kata-kata yang bersifat kiasan sehingga idiom tidak terpisahkan dari bentuk kiasan tersebut.

3. Pengertian Majas

Majas adalah menggambarkan atau menerangkan sesuatu dengan cara mengumpamakan dengan yang lain (Peter dan Yenny, 1995:910).

Sedangkan Gorys Keraf (1996:113) mengatakan bahwa gaya bahasa atau majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sementara itu Pateda mendefinisikannya secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa yakni: (i) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (ii) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (iii) keseluruhan ciri bahasa kelompok penulis sastra; (iv) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan (Depdikbud 1993:297).

(40)

bahasa adalah pemanfaatan kekayaan memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis

2.5 Jenis Majas

Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi bahasanya sendiri. Untuk melihat gaya bahasa secara luas, maka pembagian berdasarkan masalah nonbahasa tetap diperlukan.

Majas merupakan bentuk retorik (berasal dari bahasa Yunani yaitu orator atau ahli pidato), yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi para penyimak dan pembaca. Majas juga memiliki hubungan yang erat dengan semantik. Sebab tanpa pengetahuan mengenai makna kata, terlebih-lebih makna konotasi, sukar untuk memahami majas yang beraneka ragam itu.

(41)

2.5.1 Majas Perbandingan, terdiri atas:

a. Perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan dengan pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, dan sebagianya.

Contoh:

§ Laksana pinang di belah dua § Alisnya bak semut beriring

b. Metafora, pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Contoh:

§ Nani jinak-jinak merpati § Perpustakaan gudang ilmu

c. Personifikasi, yaitu jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.

Contoh:

Sawah ladang merindukan hujan Perkataanmu mematikan semangat

2.5.2 Majas Pertentangan, terdiri atas:

(42)

Contoh:

§ Sampah-sampah bertumpuk setinggi gunung di muka gedung itu

b. Litotes, yaitu majas yang di dalam pengungkapan menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan.

Contoh:

§ Icuk Sugiarto bukan pemain jalanan § Anank itu sama sekali tidak bodoh

c. Ironi, yaitu majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok.

Contoh:

§ Aduh, bersihnya kamar ini, puntungan rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai

2.5.3 Majas Pertautan, terdiri atas:

a. Metonimia, yaitu majas yang mempergunakan nama sesuatu barang bagi sesuatu yang lain yang berkaitan erat dengannya.

Contoh:

§ Tidak jarang pena lebih tajam dari pedang

§ Ayah baru saja membeli suzuki dengan harga lima juta rupiah b. Sinekdoke, yaitu yang menyebutkan nama sebagian sebagai

(43)

Contoh:

§ Dari kejauhan terlihat berpuluh-puluh layar di pelabuhan itu § Ke mana kamu buat matamu ?

c. Eufemisme, yaitu ungkapan yang lebih halus sebagi ungkapan pengganti yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan.

Contoh:

§ Kakus eufemismenya toilet, jamban § Bunting eufemismenya hamil

2.5.4. Majas Perulangan, terdiri atas :

a. Repetisi, yaitu majas yang mengandung pengulangan berkali-kali kata atau kelompok kata yang sama.

Contoh:

§ Selamat datang, pahlawanku, selamat datang kekasihku! Selamat datang pujaanku, selamat datang bunga bangsa,

selamat datang buah hatiku! Kami menantimu dengan bangga

dan gembira. Selamat datang, selamat datang!

Gorys Keraf (1996:115) membagi jenis majas atau gaya bahasa sebagai berikut.

1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata 2. Gaya bahasa berdasarkan nada

(44)

4. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

a. Gaya bahasa retoris (eufimisme, litotes, pleonasme, hiperbol, paradoks, oksimoron)

b. Gaya bahasa kiasan (persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, sinekdoke, metonimia, antonomasia, ironi, satire)

Dalam bahasa Jepang Momiyama (1997:141) dalam Dedi Sutedi menjelaskan jenis majas sebagai berikut.

1. Metafora (inyu)

Metafora (inyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara, dengan cara mengumpamakannya dengan perkara atau hal lain, berdsarkan pada sifat kemiripan / kesamaannya.

Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bagaikan, dan lain-lain. Lakoff dan Johnson dalam Dedi sutedi (2003:179) menggambarkan bahwa metafora bisa dinyatakan dalam bentuk “<A>…is…<B>…”,…<B>…de aru’, sedangkan dalam bahasa Indonesia bisa dipadankan dengan “…<A>…adalah…<B>…”. Tentunya hal ini bukan merupakan suatu ungkapan, yang menyatakan pasti, bahwa “A adalah 100% B”, tetapi hanya perumpamaan saja.

Contoh:

(45)

2. Metonimi (kanyu)

Metonimi (kanyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara, dengan cara mengumpamaknnya dengan perkara atau hal lain, berdasarkan pada sifat kedekatannya atau keterkaitan antara kedua hal tersebut.

Contoh:

1. Nabe ga nieru Panci mendidi

1. Kanojo wa hondana o seirishita Ia membereskan rak buku

3. Sinekdoke (teiyu)

Sinekdoke (teiyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal atau perkara yang menyebutkan nama bagian sebagai pangganti nama keseluruhannya atau sebaliknya.

Contoh:

1. Indonesia kokumin wa nannen kuchi ni okome o takusan tabete yaru Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Indonesia

(46)

Selain itu Nakamura dalam Dedi (skripsi, 2005:35) mengatakan bahwa: 1. Hiperbola

Eigo no hiperbole ni ataru yuho de, (kochouhou) to mo iwareru you ni.

Jijitsu o omoi kitte okiku matawa kyoukutan ni chisaku hyogen suru

kyochoho no isshuu de aru.

‘Dalam bahasa Inggris – Hiperbola disebut juga dengan (kochouhou) dan merupakan suatu jenis penekanan untuk membesarkan atau mengecilkan dari fakta yang sebenarnya’.

Contoh:

Ase ga taki no you ni nagareru. Keringatnya mengalir seperti air hujan 2. Perumpamaan

Eigo no simile ni souto suru yuhu de, tatoeru mono tatoerareru mono to o

hakki kubetsu shite kakageru no ga sono tokucho to iwareru mata, futsu

wa, (atakamo), toka (sanagara), toka (maru de), to ka arui wa (gotoshi)

toka (youda), toka (mitai da), toka itta hiyu de aru koto o setsumei suru

kotoba ga tsuku to sareru.

’Perumpamaan sepadan dengan simile dalam bahasa Inggris adalah mempunyai keistimewaan dalam perbedaan yang jelas antara perumpamaan dengan yang diumpamakan. Biasanya menggunakan kata-kata yang menerangkan hal perumpamaan seperti : atakamo (seolah-olah), sanagara (seperti), marude (seperti), gotoshi (seperti).

(47)

Contoh:

Karite kita neko mitai ni otonashi

Pendiam bagaikan kucing yang baru dipinjam

Jadi berdasarkan pendapat Momiyama dan Nakamur, maka majas terbagi atas 5 jenis, yaitu:

1. Majas Metafora 2. Majas Metonimi 3. Majas Sinekdoke 4. Majas Hiperbola 5. Majas Perumpamaan

2.6 Pengaruh kebudayaan terhadap idiom

Hipotesis Sapir – Whorf dalam Chaer (1994:70) menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan lebih jelas bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya.

Seperti yang disampaikan oleh P. W. J Nababan (1993:50) bahwa bahasa sebagai sistem komunikasi mempunyai makna hanya dalam kebudayaan yang menjadi wadahnya. Sedemikian eratnya hubungan bahasa dengan kebudayaan wadahnya, hingga sering terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dalam ungkapan satu bahasa yang lain tidak selalu memiliki arti yang sama.

(48)

dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi dalam masyarakat manusia. Setiap kegiatan kemasyarakatan, manusia tentu tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa.

Dalam idiom bahasa Jepang, untuk memahami artinya maka kita harus memahami pola pikir, kebiasaan, tradisi atau budaya yang melekat pada orang Jepang. Dalam bahasa Jepang idiom terbentuk dari unsur-unsur nama anggota tubuh, unsur-unsur nama hewan, alat dan sebagainya. Contoh berikut merupakan pengaruh kultur terhadap idiom yang ditinjau dari unsur-unsur nama anggota tubuh:

1. Atama (kepala)

Orang Jepang menggunakan kata atama untuk mengungkapkan pikiran, otak, kecerdasan dan kepala atau permulaan. Sebagai contoh, atama o hitsuyo to shinai shigoto berarti ‘pekerjaan yang tidak perlu pakai keterampilan atau otak

untuk mengerjakannya’.

2. Kao (muka)

(49)

Tiga arti dasar dari kao, disamping bagian anggota badan yang dimaksudkan, adalah pengaruh tampan, cantik air muka, dan semua bentuk konsepsi sosial tentang muka yaitu ‘wajah’.

3. Hara (perut)

(50)

BAB III

ANALISIS MAKNA IDIOM DITINJAU DARI PENGGUNAAN MAJAS BERDASARKAN BUKU SENRYU, HAIKU REFLECTIONS OF THE

TIMES

Melalui analisis terhadap makna idiom berdasarkan majas atau gaya bahas yang digunakan pada buku Senryu, Haiku Reflections of the times, maka penulis menguraikannya sebagai berikut :

SHROTT, Hal 19)

Kaze dake ni tayoru souri to koinobori

(51)

tindakan perdana menteri dalam melakukan atau memutuskan segala sesuatu dibanding dengan keinginannya sendiri sehingga memiliki kecenderungan bahwa ia melakukannya untuk menyenangkan orang banyak. Makna idiom ini dapat ditinjau dari dua unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut maka idiom di atas menggunakan majas perumpamaan.

犠牲者が (SHROTT, Hal 47)

Geiseisha ga dete daijin no herumetto

(52)

no herumetto. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan

majas perumpamaan.

(SHROTT, Hal 46)

E-nikki ni oni no kao shita kasai-ryuu

(53)

(SHROTT, Hal 49)

Ko o hashi ni yokin o naka ni neru fuufu

(54)

(SHROTT, Hal 108)

Osoroshii terebi ge-mu ga hajimatta

(55)

SHROTT, Hal 41)

Nici-gin o horeba dete-kuru nise kinka

(56)

済大国 SHROTT, Hal 43

Keizai taikoku mizu wa ten kara morai mizu

(57)

孤児が来る SHROTT, Hal 40)

Hari no nai tokei o motte koji ga kuru

(58)

の辞職

SHROTT, Hal 18)

Daigishi no jishoku bidan to machigaeru

Idiom atau ungkapan di atas memiliki makna bahwa pengunduran diri seorang politikus disalahartikan sebagai suatu kehormatan. Penggunaan kata yang bertentangan dengan makna yang sebenarnya. Adalah tidak biasa jika para politikus mengundurkan diri secara sukarela bahkan setelah tertangkap dalam suatu skandal. Jadi, adalah suatu kebahagiaan bagi orang yang menginginkan pengunduran diri seorang politikus karena skandal yang telah dilakukannya. Makna idiom di atas dapat ditinjau dari semua unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan majas paradoks.

米国が SHROTT, Hal 34

(59)

Pada idiom tanin no kome mo kuu atau makan beras orang lain juga mengandung makna yang merupakan suatu sindiran. Makananya merujuk pada petani beras Amerika yang didukung oleh pemerintah Amerika mencoba melonggarkan peraturan impor beras Jepang. Idiom tanin no kome mo kuu atau memakan beras orang lain memiliki makna bahwa meninggalkan keluarga dan pilih jalan sendiri. Dengan kata lain agar Amerika tidak hanya mengimpor beras dari Jepang saja tapi dari negara lain juga. Makna idiom di atas dapat ditinjau dari beberapa unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan majas ironi.

(SHROTT, Hal 14)

(60)

Idiom hisho ga katte ni tatemashita atau sekretaris yang membangun dapur memiliki makna bahwa seorang sekretaris yang biasanya kerja di kantor, tetapi justru membangun bangunan yang bukan merupakan pekerjaannya. Idiom ini merupakan sindiran dari pekerjaan sekretaris yaang seharusnya. Hal ini juga merujuk kepada para koruptor politik dapat bebas dari hukuman karena pengorbanan seorang sekretaris. Hal ini biasa terjadi di kalangan para koruptor Politik di Jepang, sehingga tidak jarang seorang sekretarislah yang menanggung perbuatan atasannya. Makna idiom di atas dapat ditinjau dari beberapa unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan majas ironi.

(SHROTT, Hal 66)

Pachinko ga oya o saratte ko o suteru

(61)

sangat ironis karena keberadaan seorang anak yang tidak dapat digantikan olah apapun dapat digantikan oleh permainan Pachinko. Makna idiom di atas dapat ditinjau dari dua unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan majas ironi.

帰宅した SHROTT, Hal 53)

Jitaku shita otto no kubi tashikameru

(62)

ditinjau dari dua unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan majas sinekdoke.

SHROTT, Hal 56)

Kachou no mimi wa sudouri suru ijime

(63)

水俣の終結 (SHROTT, Hal 67)

Minamata no shuuketsu ni nai waraigo

(64)

SHROTT, Hal 79

Nenkin ga oikoshite iku roku - juu - go

Pada idiom nenkin ga oikoshite iku atau uang pensiun bergerak pada kalimat di atas memiliki makna uang pensiun sangat sulit diperoleh. Di Jepang bila manusia hidup lebih lama, dan ketika usia dimana manusia bisa menerima pensiun pada usia 65 tahun, maka hal itu tidak langsung dilakukan oleh pihak perusahaan tetapi akan ditarik kembali hingga usia mereka 70 tahun. Trend ini sepertinya berlanjut, seolah pensiun itu seperti wortel yang digantung di atas stik yang terletak di atas kepala dan akan sangat sulit untuk meraihnya. Kata uang pensiun bergerak yang adalah benda mati diumpamakan dapat melakukan pekerjaan benda hidup. Makna idiom di atas dapat ditinjau dari beberapa unsur pembentuk kata. Berdasarkan analisis tersebut, maka idiom di atas menggunakan majas personifikasi.

教科書とコンド一ム同居している (SHROTT, Hal 111)

(65)
(66)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah penulis menganalisis makna idiom dari majas yang digunakan dalam buku “Senryu, Haiku Reflections of the times”, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis majas yang digunakan sebagian besar adalah :

a. Perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan dengan pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, dan sebagainya.

b. Metafora, yaitu pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. c. Hiperbola, yaitu majas yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan

jumlahnya, ukurannya atau sifatnya – dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atatu situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.

d. Paradoks, yaitu majas yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada

e. Sinekdoke, majas yang mempergunakan nama sesuatu barang bagi sesuatu yang lain yang berkaitan erat dengannya.

(67)

g. Ironi, yaitu majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok.

2. Makna yang ditimbulkan dalam menganalisis makna idiom adalah makna gramatikal dan bukan makna leksikal.

3. Penggunaan idiom dalam bahasa Jepang erat kaitannya dengan muatan budaya yang mempengeruhinya dan mengkaitkannya dengan peristiwa yang terjadi pada masa itu.

4. Dalam menganalisis jenis majas yang digunakan dalam setiap idiom, maka dapat ditinjau dari dua unsur pembentuk kata, beberapa unsur pembentuk kata dan semua unsur pembentuk kata yang terdapat pada kalimat.

4.2 Saran

Adapun saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Idiom dan majas bahasa Jepang adalah salah satu objek kajian semantik yang memiliki peran pentingdalam bahasa Jepang. Karenanya sebagai pembelajar bahasa Jepang, sebaiknya mulai mempelajari keduanya sejak awal untuk semakin memahami bentuk, sifat, struktur, dan makna dari idiom dan majas.

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar, 1993. Lingustik Suatu Pengantar. Bandung: Penerbit

Angkasa

Amelza, Fistari, 2005. Analisis Perubahan Makna Gaya Bahasa Terjemahan (dari

Novel salah Asuhan) (Skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara

Cahyono, Yudi Bambang, 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Jakarta: Airlangga

University Press

Chaer, Abdul, 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Djajasudarma, Faimah. T, 1993. Metode Linguistik. Bandung: PT. Eresco

__________________, 1999. Semantik 2. Bandung: PT. Refika Aditama

Garrison, Jeffrey G, 1996. Idiom Bahasa Jepang Memakai Nama-nama Bagian

Tubuh. Jakarta: Kesaint Blanc

Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa. 2006. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Lyons, John, 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Nababan, P. J. W, 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Parera, J. D, 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga

_______________, 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

Pateda, Mansoer, 1996. Semantik Leksikal. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Peter dan Yenny Salim, 1995. Kamus bahasa Indonesi Kontemporer. Jakarta:

(69)

Sanryu, Owsley dan Spellman, 1997. Senryu, Haiku Reflections of the times. Atlanta, Georgia. Mangajin, Inc. All rights reserved

Samsuri, 1994. Analisis Bahasa. Jakarata: Penerbit Erlangga

Sutedi, Dedi, 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press (UHP)

Soeparno, 2003. Dasar-dasar Linguistik. Yogyakarta: Mitra Gumawidya

Sokhipa Siregar, 2005. Analisis Makna Idiom Bahasa Jepang Yang Berhubungan Dengan Organ Tubuh (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara

Tarigan, Henry Guntur, 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa

Verhaar, M. W, 2001 John. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

1982, Dasar-dasar Linguistik Umum. Fakultas Sastra Unversitas Indonesia

Amelza, Fistari, 2005. Analisis Perubahan Makna Gaya Bahasa Terjemahan (dari Novel salah Asuhan). Medan : Universitas Sumatera

Utara

(70)

DAFTAR SINGKATAN

Referensi

Dokumen terkait

- Kata atau kalimat yang memiliki makna khusus atau memiliki arti yang baru dalam wakamono kotoba biasanya dibentuk dengan mengambil sifat/keadaan dari kata tersebut,. misalnya

(Kan’youku, banyak digunakan dalam kalimat dan percakapan sehari-hari kita. Biasanya berupa kata-kata yang pendek, tetapi bila penggunaannya disesuaikan dengan waktu dan tempat,

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata mou dan ato memiliki makna yang sama yaitu lagi, akan tetapi penggunaan kedua kata tersebut berbeda situasinya. Pada kalimat

Definisi dari antonimi adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain

Hal ini disebabkan baik tabi tabi maupun shiba shiba memiliki makna yang sama, yaitu kegiatan yang dilakukan berkali-kali atau sering tetapi memiliki perbedaan tingkat

Tindak tutur ilokusi permohonan dan penolakan yang terdapat dalam buku4. Nameraka Nihongo Kaiwa masing-masing berjumlah

Bentuk sopan yang digunakan kepada orang yang mempunyai hak/pangkat yang sama atau orang yang lebih rendah kedudukannya, dalam pengungkapan makna permohonan verba te kudasai

Dengan demikian kata kanari mempunyai makna secara umum adalah sesuatu bagian yang. seharusnya mirip atau mendekati dengan bagian yang lain, maksudnya intensitas