HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT
DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
NORA HAYANI
127046019 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT
DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NORA HAYANI
127046019 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah di uji
Pada tanggal: 23 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs.Heru Santosa, M.S., Ph.D
Anggota : 1. Cholina Trisa Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep.,Sp.KMB 2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D
Judul Tesis :Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota
Medan
Nama Mahasiswa : Nora Hayani
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2014
ABSTRAK
Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang paling sering terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan fisik dan psikologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional,
dengan populasi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Jumlah sampel sebanyak 126
orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah kuesioner yang dibuat sendiri
oleh peneliti dengan nilai validitas 0.87 dan reliabilitas 0.73, untuk menilai tingkat
depresi digunakan kuesioner Hamilton Rating Scale Depression (HRSD-17).
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas dukungan sosial adalah baik yaitu
menjalani hemodialisis yaitu mengalami tingkat depresi ringan 65,10%. Hasil uji
korelasi pearson diperoleh p value 0.00 (p<0.05), dengan nilai r -0.46, hal ini
berarti ada hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis dan berkorelasi negatif yaitu semakin tinggi
dukungan sosial maka semakin rendah tingkat depresi. Perawat diunit
hemodialisis diharapkan dapat melakukan penilaian tingkat depresi secara rutin
agar dapat terdeteksi sedini mungkin gejala depresi.
Thesis Title :Correlation Social Support and Depression Levels of Patients in Chronic Renal Failure Undergoing
Hemodialysis
Name : Nora Hayani
Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Medical Surgical Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Depression is the most common mental abnormality in chronic kidney failure
patients who are under hemodialysis treatment. It can affect the condition the
physical and psychological health. The objective of the research was to analyze
the relatations of social support with depression levels of patients in chronic renal
failure undergoing hemodialysis. The research used descriptive correlation
method. The population was all chronic kidney failure patients who were under
hemodialysis treatment in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan, and 126 of
them were used as the samples, taken by using simple random sampling
technigue. Questionnaires written by the researcher herself with the validity value
of 0.87 and reliability value of 0.73 were used to measure social support, while
Hamilton rating Scale Depression (HRSD-17) questionnaires were used to value
the level of depression. The result of the research showed that the majority of
respondents (67.50%) were is good category in social support. In general
treatment underwent the level of depression. The result of Pearson correlation test
showed that p-value 0.00 (p<0.05) with r-value 0.46 which indicated that there
was the correlation between social support and the level of depression in chronic
kidney failure patients who were under hemodialysis treatment with negative
pattern: the higher the social support, the lower the level of depression. It is
recommended that the nurses who are on duty in the hemodialysis wards evaluate
the level of depression regularly so that the symptom of depression can be
detected as early as possible.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul “Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan”,
disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister
Ilmu Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan Studi ke jenjang Magister
Keperawatan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp.,
MNS,Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan USU. Terima kasih kepada Bapak Drs Heru Santosa, M. S, Ph.D
sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada
penulis dalam mengerjakan tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB
selaku dosen pembimbing II yang tidak henti-hentinya memberikan pengarahan,
bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis
S.Kp. MNS. Ph.D dan ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep. Ns.M.Kep sebagai penguji
yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Terima kasih kepada Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit
tersebut. Kepada Kepala Ruang dan seluruh staf perawat unit hemodialisis penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah
diberikan sehingga penelitian ini dapat selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suami, anak-anak tersayang
dan Ibunda tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil
dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan
memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini. Penulis menyadari
laporan Tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis
semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi
keperawatan.
Medan, 23 Agustus 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nora Hayani
Tempat/Tgl Lahir : Tanjung Lipat, 16 Mei 1980
Alamat : Jln Islamic Center lr. Pendidikan Kecamatan Langsa Barat
No. Telp./ Email : 08126975006 / nora.puan16@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar (SD)
Nama Institusi
SD Negeri 1 Kampung Mesjid
Tahun Lulus
1992
Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMP Negeri 1 Bendahara 1995
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Diploma III Keperawatan
SMA Negeri 2 Langsa
Keperawatan Abulyatama
1998
2002
Sarjana Keperawatan (S.Kep) F.Kep Unsyiah 2005
Pendidikan Profesi Ners F.Kep Unsyiah 2009
Riwayat Pekerjaan :
Bekerja sebagai staf dosen di Prodi Keperawatan Langsa Poltekkes Kemenkes
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemodialisis……….. ... 9
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Depresi ... 14
2.2.3 Gejala Depresi ... 16
2.2.4 Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis ... 18
2.2.5 Skala Penilaian Depresi ... 19
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial 31 2.3.5 Manfaat Dukungan Sosial ... 32
2.4 Kerangka Konsep ... 33
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.3 Populasi dan Sampel ... 36
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38
3.7 Metode Pengukuran ... 42
3.8 Meode Analisa Data ... 44
3.9 Pertimbangan Etik ... 45
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 47
4.2 Deskripsi Karakteristik Demografi ... 48
4.3 Tingkat Depresi ... 50
4.4 Dukungan Sosial ... 50
4.5 Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis ... 51
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Depresi ... 53
5.2 Dukungan Sosial ... 64
5.3 Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis ... 69
5.4 Keterbatasan Penelitian ... 73
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ….. ... 74
6.2 Saran …………. ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis ... 12
Tabel 2.2 Komplikasi Kronis Hemodialisis ... 12
Tabel 3.1 Variabel Independen dan Definisi Operasional ... 41
Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Definisi Operasional ... 41
Tabel 3.3 Nomor Pertanyaan Komponen Dukungan Sosial ... 43
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Karakteristik Demografi ... 49
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi ... 50
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1Instrumen Penelitian ... 83
Permohonan Menjadi Responden ... 84
Bersedia Berpartisipasi Sebagai Responden Penelitian ... 85
Izin Menggunakan Kuesioner ... 86
] [uesioner Penelitian Demografi, Dukungan Social & Depresi ... 87
Lembar Observasi Depresi ... 94
Lampiran 2 Biodata Expert ... 96
Lampiran 3 Izin Penelitian ... 98
Persetujuan Komite Etik ... 99
Uji Reliabilitas ... 100
Selesai Uji Reliabilitas ... 101
Izin Pengambilan Data ... 102
Permohonan Izin Penelitian ... 103
Judul Tesis :Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota
Medan
Nama Mahasiswa : Nora Hayani
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2014
ABSTRAK
Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang paling sering terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan fisik dan psikologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional,
dengan populasi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Jumlah sampel sebanyak 126
orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah kuesioner yang dibuat sendiri
oleh peneliti dengan nilai validitas 0.87 dan reliabilitas 0.73, untuk menilai tingkat
depresi digunakan kuesioner Hamilton Rating Scale Depression (HRSD-17).
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas dukungan sosial adalah baik yaitu
menjalani hemodialisis yaitu mengalami tingkat depresi ringan 65,10%. Hasil uji
korelasi pearson diperoleh p value 0.00 (p<0.05), dengan nilai r -0.46, hal ini
berarti ada hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis dan berkorelasi negatif yaitu semakin tinggi
dukungan sosial maka semakin rendah tingkat depresi. Perawat diunit
hemodialisis diharapkan dapat melakukan penilaian tingkat depresi secara rutin
agar dapat terdeteksi sedini mungkin gejala depresi.
Thesis Title :Correlation Social Support and Depression Levels of Patients in Chronic Renal Failure Undergoing
Hemodialysis
Name : Nora Hayani
Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Medical Surgical Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Depression is the most common mental abnormality in chronic kidney failure
patients who are under hemodialysis treatment. It can affect the condition the
physical and psychological health. The objective of the research was to analyze
the relatations of social support with depression levels of patients in chronic renal
failure undergoing hemodialysis. The research used descriptive correlation
method. The population was all chronic kidney failure patients who were under
hemodialysis treatment in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan, and 126 of
them were used as the samples, taken by using simple random sampling
technigue. Questionnaires written by the researcher herself with the validity value
of 0.87 and reliability value of 0.73 were used to measure social support, while
Hamilton rating Scale Depression (HRSD-17) questionnaires were used to value
the level of depression. The result of the research showed that the majority of
respondents (67.50%) were is good category in social support. In general
treatment underwent the level of depression. The result of Pearson correlation test
showed that p-value 0.00 (p<0.05) with r-value 0.46 which indicated that there
was the correlation between social support and the level of depression in chronic
kidney failure patients who were under hemodialysis treatment with negative
pattern: the higher the social support, the lower the level of depression. It is
recommended that the nurses who are on duty in the hemodialysis wards evaluate
the level of depression regularly so that the symptom of depression can be
detected as early as possible.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) juga dikenal sebagai penyakit gagal ginjal
tahap akhir, merupakan sindroma yang ditandai dengan kehilangan fungsi ginjal
secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik
meningkat secara pesat (Kizilcik et al., 2012). Insiden penyakit gagal ginjal
kronik meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal
ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis.
Pada akhir tahun 2004 angka kejadian gagal ginjal diseluruh dunia meningkat
sehingga mencapai jumlah 1.371.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis
(Grassmann, Giobere, Moeller, & Brown, 2005). Di Amerika Serikat, insiden
penyakit gagal ginjal kronik terjadi 268 kasus baru per satu juta populasi setiap
tahunnya (Black & Hawks, 2005). Gilbertson et al. (2005) meramalkan bahwa
pada tahun 2015 akan ada 136.166 insiden pasien gagal ginjal kronik setiap
tahunnya dan 107.760 angka kematian gagal ginjal kronik setiap tahun khusus di
negara Amerika Serikat. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Dinegara berkembang lainnya,
insiden diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
Depresi merupakan kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak
ditemukan pada populasi pasien gagal ginjal kronik. Prevalensi depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sekitar 20%-30% bahkan
menunjukkan prevalensi depresi pada pasien hemodialisis berkisar antara 26%
sampai 47%. Penelitian Kizilcik et al. (2012) di Turki bahwa pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami depresi sebanyak 27,9% . Penelitian Cengic
dan Resic (2010) menunjukkan depresi pada pasien hemodialisis di Sarajevo juga
meningkat sekitar 51% dengan berbagai tingkat depresi yang dapat menurunkan
kondisi kesehatan pasien. Penelitian Rustina (2012) menemukan bahwa depresi
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebanyak
35,82%, tingginya kejadian depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis disebabkan oleh berbagai faktor yang berhubungan
dengan kehidupan sosial, psikologis, dan mekanisme biologi. Hal ini juga
ditemukan pada penelitian Zalai et al. (2012) mengatakan bahwa pasien gagal
ginjal kronik mengalami tekanan psikolosis, tingginya prevalensi gejala depresi
yang dialami pasien dapat mempengaruhi kesehatan pasien, dimana yang menjadi
faktor resiko depresi diantaranya faktor biologis, faktor psikologis dan faktor
sosial. Menurut penelitian Baydogan dan Dag (2008) mengatakan bahwa pasien
yang menjalani hemodialisis mengalami masalah psikososial, keterbatasan
aktivitas, pembatasan cairan yang dapat menimbulkan depresi.
Jordanova1 dan Polenakovic (2013) mengatakan bahwa tingginya insiden
depresi pada pasien hemodialisis dengan tingkat depresi yang bervariasi, dan
menunjukkan bahwa karakteristik psikologis pasien yang depresi adalah
hipersensitivitas, mood depresi, masalah interpersonal, menarik diri dari
lingkungan, kurang komunikasi sosial, agresif pasif. Hal yang sama juga di
yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, depresi dapat berdampak
pada emosional, kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi
kesehatan pasien.
Penelitian Cengic dan Resic (2010) menemukan bahwa gejala psikologis
yang paling menonjol pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis
adalah anhedonia sedangkan gejala somatik yang muncul adalah kelelahan dan
ketidakberdayan. Menurut Cichocki (2009) juga mengatakan bahwa keadaan
depresi akan membuat pasien pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak
berharga, tidak berguna, cendrung mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan
orang lain, hal ini akan mempengaruhi secara keseluruhan aspek-aspek dalam
kehidupan pasien.
Andri (2012) mengatakan pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis
menimbulkan gejala depresi seperti penolakan terhadap kegiatan hemodialisis
yang terjadwal, ketidakpatuhan terhadap diet ini merupakan salah satu hal sebagai
upaya halus untuk bunuh diri. Penelitian Kurella et al. (2005) juga mengatakan
bahwa pasien gagal ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif
yang akhirnya membawa pasien pada kesedihan dan keputusasaan sehingga
menyebabkan pemutusan dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh
diri, bunuh diri dipicu akibat kegagalan mengatasi stres dialisis.
Penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa pasien yang
menjalani hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri
meningkat apabila mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia
dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat
penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani
terapi hemodialisi. Kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap penurunan
kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat penyakitnya dan
meningkatkan kematian (Hedayati et al., 2008).
Penelitian yang dilakukan Wuryanto dkk. (2012) penderita gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai stressor fisik, psikologis
maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya depresi, gejala depresi dan
berbagai kondisi yang terkait dengan terapi hemodialisis dapat menyebabkan
terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Pai et
al. (2007) juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebakan insomnia dan
anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk
kondisi kesehatan pasien.
Bornivelli et al. (2012) mengatakan bahwa pasien yang mengalami depresi
menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive (CRP) lebih
tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu et al.
(2006) juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi
dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi.
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting untuk
membantu pasien menurunkan depresi dengan meningkatkan efektifitas dan
kesadaran pasien hemodialisis dalam menggunakan sumber dukungan sosial
pengobatan hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis (Tel & Tel, 2011). Menurut Taylor (2006) mengatakan dukungan
sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang
memiliki hubungan yang signifikan dengan individu yang bersangkutan, dengan
kata lain, dukungan tersebut diperoleh dari keluarga seperti orang tua, pasangan
(suami atau istri) anak, dan kerabat keluarga lainnya.
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik
yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal ginjal terjadi 100 persejuta
penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun (Litbang Depkes, 2008). Data
dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang menderita gagal ginjal (Namawi,
2013). Data yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012
berjumlah 126 orang, tahun 2013 berjumlah 184 orang dan diperkirakan
meningkat setiap tahunnya (Catatan medical record RSUD Dr.Pirngadi).
Berdasarkan fenomena bahwa depresi merupakan masalah umum yang
sering terjadi dengan berbagai tingkat depresi yang dapat mempengaruhi status
kesahatan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian ini. Selain itu, penelitian mengenai hubungan
dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis belum pernah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota
Medan.
1.2Permasalahan
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang paling
prevalensi gagal ginjal kronik baik di negara-negara maju maupun berkembang
termasuk Indonesia menjadi masalah baik medik, ekonomi, dan sosial bagi pasien,
keluarga maupun beban negara. Ketika seseorang memulai terapi hemodialisis
maka ketika itulah pasien harus merubah seluruh aspek kehidupannya dalam
jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya, hal ini menjadi stressor fisik
yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien meliputi bio, psiko,
sosio,spiritual. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi
faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas,
bahkan depresi yang dapat memperburuk keadaan pasien. Dukungan sosial dari
keluarga, teman, dan orang lain dapat membantu pasien dalam menghadapi hal-
hal yang menimbulkan depresi dan meningkatkan status kesehatan pasien.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang muncul, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial
dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan
dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis
1.3.2 Tujuan khusus
a). Mengidentifikasi dukungan sosial pada pasien gagal ginjal kronik yang
b). Mengidentifikasi tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis.
c). Mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara dukungan sosial
dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis.
1.5Manfaat Penelitian
a). Bagi pasien
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang
gejala depresi, dan mencari sumber dukungan sosial dari keluarga, teman dan
orang lain untuk dapat mengurangi tingkat depresi yang dialami, pasien
diharapkan memperhatikan aspek kehidupannya secara holistik bio-psiko-sosio
sehingga dapat meningkatkan status kesehatan.
b). Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pelayanan keperawatan di unit
hemodialisis dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat diharapkan dapat
mengantisipasi gejala depresi secara holistik yang memperhatikan kesehatan fisik,
mental dan sosial dan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan intervensi
keperawatan yang dapat lebih berkontribusi positif pada pasien yang menjalani
akan mengurangi tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis.
c). Bagi penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam
melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan dukungan sosial
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemodialisis 2.1.1 Definisi
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti
nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black &
Hawks, 2005; Ignatavicius, 2006).
2.1.2 Angka Kejadian
Insiden penyakit gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya.
Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan
jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada akhir tahun 2004 angka kejadian
gagal ginjal diseluruh dunia meningkat sehingga mencapai jumlah 1.371.000
pasien yang menjalani terapi hemodialisis (Grassmann, Giobere, Moeller, &
Brown, 2005).
Insiden penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat terjadi 268 kasus
baru per satu juta populasi setiap tahunnya (Black & Hawks, 2005). Gilbertson et
al. (2005) meramalkan bahwa pada tahun 2015 akan ada 136.166 insiden pasien
gagal ginjal kronik setiap tahunnya dan 107.760 angka kematian gagal ginjal
kronik setiap tahun khusus di negara Amerika Serikat. Di Malaysia dengan
Dinegara berkembang lainnya, insiden diperkirakan sekitar 40–60 kasus perjuta
penduduk pertahun.
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik
yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal ginjal terjadi 100 persejuta
penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun (Litbang Depkes, 2008). Data
dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang menderita gagal ginjal (Namawi,
2013). Data yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012
berjumlah 126 orang, tahun 2013 berjumlah 184 orang dan diperkirakan
meningkat setiap tahunnya (Catatan medical record RSUD Dr.Pirngadi).
2.1.3 Indikasi Hemodialisis
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency
atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis
dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat,
overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50
ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5
mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150
mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis
uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan
akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis,
dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15
dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala
uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi
atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan
cairan, 5) komplikasi metabolik yang refrakter (Daugirdas et al., 2007).
2.1.4 Komplikasi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir
stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis
saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani
hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan
darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau
intradialytic hypertension (Agarwal & Light, 2010).
2.1.5.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,
Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis
Masalah pada dialisat Chlorine
Kontaminasi Fluoride
Kontaminasi bakteri/ endotoksin
Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit Udara memasuki sirkuit darah
Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral. Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala neurologi, aritmia
Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air
2.1.5.2Komplikasi kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit
jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,
Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb,
2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan
hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan
dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap
perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada
orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut
Moos dan Schaefer dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan dalam
kehidupan merupakan salah satu pemicu terjadinya depresi.
2.2. Depresi 2.2.1 Definisi
Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan kesedihan,
perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, gangguan tidur,
nafsu makan menurun, anhedonia, kehilangan minat dalam kehidupan sehari-hari,
libido menurun, putus asa dan keinginan bunuh diri (Davidson, Reickmann, &
Rapp, 2005).
Depresi merupakan gangguan mental umum yang paling banyak
ditemukan pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis (Hedayati et al.,
2009). Prosedur dan pengobatan hemodialisis yang dilakukan 3 kali dalam
seminggu menyebabkan perubahan status dan kepribadian pasien. Perubahan ini
akibat dari situasi stres terus menerus yang dapat menyebabkan perubahan pada
personal, sosial dan lingkungan. kebutuhan untuk mengubah kebiasaan gaya
hidup, ketergantungan prosedur hemodialisis dan staf medis, kehilangan pekerjaan
dan posisi sosial, status keuangan berkurang, rezim diet, disfungsi seksual,
masalah yang berhubungan akses dialisis, dan kekhawatiran terhadap mortalitas,
premorbit, dukungan sosial dari keluarga dan penyakit penyerta lainnya (Kimmel,
2005).
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Depresi
Menurut Zalai et al. (2012) mengatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik
mengalami tekanan psikolosis, tingginya prevalensi pasien mengalami gejala
depresi yang dapat mempengaruhi status kesehatan pasien, ada beberapa faktor
resiko terjadinya depresi diantaranya ; (1) faktor biologis; (2) faktor psikologis
dan; (3) faktor sosial.
Menurut Kaplan dan Saddock (1997) dasar penyebab depresi secara pasti
tidak diketahui, namun faktor yang berhubungan dengan penyebab tersebut
seperti: faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Dimana faktor
tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya : (1) faktor
biologi, sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada
amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MHPG (5methoxy-0-hydroksi phenil glikol), didalam darah, urin dan cairan
serebrospinal pada pasien gangguan mood. Disregulasi amin biogenik yang paling
sering terlibat pada gangguan mood adalah norepineprin, serotonin, dan
dopamine; (2) faktor psikososial terdapat empat katagori yang berpotensi
menyebabkan depresi, yaitu : stres, perasaan tidak berdaya dan kehilangan
harapan, pertahanan yang ekstrim melawan stres, dan pengaruh hubungan
interpersonal dari gangguan afektif.
Faktor psikososial yang dapat mempengaruhi depresi meliputi peristiwa
berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Para klinisi mempercayai bahwa
peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan yang menyebabkan stres, lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya (Kaplan &
Saddock, 1997).
Penelitian Baydogan dan Dag (2008) mengatakan bahwa pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami masalah psikososial, keterbatasan aktivitas,
pembatasan cairan yang dapat menimbulkan depresi. Depresi dapat timbul pada
pasien baru yang menjalani hemodialisis dimana pada tahun pertama pada saat
mulai dilakukan terapi hemodialisis hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup
pasien, masalah kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga,
perubahan hubungan sosial dan waktu yang terbuang untuk dialisis (Son et al.,
2009).
Beberapa studi menunjukkan bahwa umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, dan jenis kelamin dapat mempengaruhi depresi pada pasien
yang menjalani hemodialisis. Menurut Kizilcik et al. (2012) menunjukkan bahwa
prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis sebanyak 27,9%,
secara signifikan depresi ditemukan lebih tinggi pada wanita yang berusia lebih
tua, pasien yang berpendidikan lebih rendah dan pengangguran, penelitian ini
juga menunjukkan bahwa depresi merupakan masalah kesehatan umum pasien
hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien dan kualitas hidup
Penelitian Araujo et al. (2008) Menunjukkan bahwa 19,3% pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami gejala depresi sebagian besar adalah
perempuan, pengangguran, mempunyai penyakit penyerta (diabetes,
hipoalbuminemia, gagal jantung , pruritus), dan kualitas tidur yang buruk semua
faktor yang terkait dengan gejala depresi
Erdenen et al. (2010) juga mengatakan bahwa kecemasan dan depresi
ditemukan lebih sering pada pasien hemodialisis ditemukan juga bahwa status
perkawinan, pendidikan rendah, pengangguran dan penghasilan rendah secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok pasien. Tingkat kecemasan dan depresi
secara signifikan lebih tinggi pada perempuan dari pada laki-laki.
Menurut Jordanova1 dan Polenakovic (2013) hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingginya insiden depresi pada pasien hemodialisis dengan tingkat depresi
yang bervariasi yaitu minimal depresi 21,43%, depresi ringan 35,71%, depresi
sedang 17,85%, dan depresi berat 14,28%. Dalam penelitian ini ada hubungan
antara depresi dengan usia dan tingkat pendidikan namun tidak ada hubungan
antara lamanya dialisis dengan depresi.
2.2.3. Gejala Depresi
Individu yang mengalami depresi dapat dilihat dari gejala yang muncul.
Menurut Beck (1985) memberikan penjelasan tentang gejala atau manifestasi
yang sering ditunjukan ketika seseorang mengalami depresi sebagai berikut: (1)
gejala emosional, meliputi perubahan perasaan atau tingkah laku yang
merupakan akibat langsung dari keadaan emosi seperti penurunan mood, tidak
kegembiraan; (2) gejala kognitif, meliputi harapan-harapan yang negatif,
menyalahkan serta mengkritik diri sendiri, tidak dapat membuat keputusan,
distorsi “body image” atau anggapan bahwa dirinya tidak menarik; (3) gejala
motivasional, meliputi menurunnya minat dan motivasi terhadap aktivitas,
ada dorongan untuk mengundurkan diri dari suatu kegiatan, lebih suka
bersikap pasif dan ada kecenderungan untuk bergantung, hilangnya motivasi
juga berhubungan dengan keinginan untuk menjauh dari tanggung jawab dan
kesulitan yang harus dihadapi; (4) gejala vegetatif-fisik, meliputi kehilangan nafsu
makan, gangguan tidur, mudah merasa lelah, dan tidak ada nafsu seksual (libido).
Penelitian Cengic dan Resic (2010) menunjukkan bahwa tingginya
kejadian depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis di Sarajevo 51%
dengan berbagai derajat yaitu depresi ringan 30%, depresi sedang 8,5%, dan
12,5% depresi berat. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa gejala yang
paling mendominasi dari depresi adalah gejala somatik 55,5% seperti kehilangan
energi, kelelahan, gangguan tidur, dan disfungsi seksual, namun gejala psikologis
juga muncul seperti anhedonia, pesimis, harga diri rendah, kecemasan,
kebimbangan, mudah tersinggung, perasaaan bersalah, merasa gagal, kurang
konsentrasi, dan bunuh diri, juga muncul perilaku seperti : menarik diri dari
lingkngan, sering menangis, menyebabkan kondisi kesehatan menurun dan
kualitas hidup yang lebih rendah. Data sosio demografi seperti jenis kelamin,
status perkawinan dan lamanya hemodialisis tidak ada perbedaan signifikan pada
kualitas hidup pasien dengan terjadinya depresi, namun usia dapat mempengaruhi
juga meningkat namun kualitas hidup menurun, pasien yang bekerja telah
menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik dengan tingkat depresi yang lebih
rendah, begitu juga dengan tingkat pendidikan tinggi kualitas hidup meningkat
dan depresi menurun, pasien yang menjalani hemodialisis pada tahun pertama
lebih tertekan dan memiliki kesehatan mental yang secara signifikan lebih buruk
dibandingkan dengan pasien yang sudah menjalani hemodialisis lebih dari tiga
tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya prevalensi gejala depresi
antara kelompok studi yang berhubungan dengan kecendrungan kualitas hidup
yang buruk.
Penelitian Jordanoval dan Polenakovic (2013) juga menunjukkan bahwa
karakteristik psikologis pasien yang depresi adalah hipersensitivitas, mood
depresi, masalah interpersonal, menarik diri dari lingkungan, kurang komunikasi
sosial,dan agresif pasif.
2.2.4 Depresi Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis
Menurut penelitian Andrade dan Sesso (2012) mengatakan bahwa
persentase depresi terjadi lebih tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis
juga menunjukkan bahwa pada pasien hemodialisis yang mengalami depresi
memiliki penyakit penyerta lebih tinggi dan hasil laboratorium berubah lebih
besar dari pada pasien gagal ginjal kronik dibawah pengobatan konservatif,
depresi dapat berhubungan dengan pendapatan, pengangguran, penyakit penyerta
(jantung) dan kemampuan fungsional.
Penelitian Araujo et al. (2008) juga Menunjukkan bahwa 19,3% pasien
perempuan, pengangguran, penyakit penyerta (diabetes, hipoalbuminemia, gagal
jantung , pruritus), dan kualitas tidur yang buruk semua faktor terkait dengan
gejala depresi.
Menurut Rai, Rustagi, Rustagi, dan Kohli1 (2011) mengatakan bahwa
tingginya prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu
47,8%, dalam penelitian ini juga mengatakan ada hubungan antara depresi dengan
gangguan tidur, insomnia 60,9%, resiko sleep apnea 24,6%, depresi lebih tinggi
pada pasien yang berusia tua, pendapatan rendah, pengangguran dan depresi lebih
tinggi pd pasien yg menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun. Dalam studi ini juga
mengatakan tidak ada perbedaan gender dengan depresi
2.2.5Skala Penilaian Depresi
Skala penilaian gejala depresi tidak cukup untuk menentukan diagnosis
depresi, tetapi dapat membantu mengidentifikasi individu yang mempunyai gejala
depresi. Skala penilaian depresi Hamilton Rating Scale for Depression
(HRSD-17) merupakan salah satu dari berbagai instrumen untuk menilai ada depresi atau
tidak depresi (Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Gencoz et al., 2007;
Hamilton, 1960).
Hamilton Rating Scale for Depression (HDRS-17) dibuat oleh Hamilton
yang original dipublikasikan pada tahun 1960 yang terdiri dari 17 item pernyataan
untuk orang dewasa digunakan untuk menilai tingkat depresi meliputi suasana
hati, perasaan bersalah, ide bunuh diri, insomnia, agitasi atau retardasi,
kecemasan, penurunan berat badan, dan gejala somatik diantaranya ;(1) perasaan
bunuh diri; (4) gangguan pola tidur (initial insomnia); (5) gangguan pola tidur
(middle insomnia); (6) gangguan pola tidur (Late insomnia); (7) pekerjaan dan
kegiatan-kegiatan; (8) retardasi psikomotor; (9) kegelisahan (Agitasi) ringan; (10)
kecemasan (ansietas somatik); (11) kecemasan (Ansietas psikis); (12) gejala
somatik (pencernaan); (13) gejala somatik (Umum); (14) gejala genital; (15)
hipokondriasis (terlalu cemas mengenai kesehatannya); (16) kehilangan berat
badan; (17) penglihatan diri (Insigh).
Penilaian masing-masing gejala depresi adalah sebagai berikut untuk item
pernyaatan yang jumlah pilihannya 5 maka penilaiannya: 0 : tidak ada, 1: ringan,
2-3: sedang, 4: berat, sedangkan untuk item pernyataan yang jumlah pilihan 3
maka penilaiannya: 0 tidak ada, 1 sedikit atau ragu-ragu, 2 jelas (Hamilton,1960).
Untuk penilaian skor Hamilton depression rating scale yaitu normal/tidak ada
depresi : 0-6, depresi ringan: 7-17, depresi sedang: 18-24, depresi Berat: >24
(Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Hamilton,1960).
2.2.6 Dampak Depresi Pada Pasien Hemodialisis
Penelitian Santos (2011) mengatakan bahwa prevalensi depresi pada
pasien yang menjalani hemodialisis 7,8%, depresi dapat menyebabkan perubahan
emosional, kesehatan mental, dan berdampak pada status kesehatan dan kualitas
hidup pasien yang lebih rendah. penelitian Hedayati et al. (2008) juga
menunjukkan bahwa kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap penurunan
kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat penyakitnya dan
mengatakan bahwa depresi merupakan kondisi yang umum pada pasien yang
menjalani hemodialisis, prevalensi untuk diagnosis depresi berkisar antara
15-27%, gejala depresi 17-65%, depresi dapat berdampak pada emosional,
kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi kesehatan
pasien bahkan berdampak pada kualitas hidup yang lebih rendah.
Hasil penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa ada
korelasi positif antara depresi dengan perilaku bunuh diri, antara usia pasien dan
depresi, depresi dan bunuh diri meningkat pada status pendidikan yang lebih
rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani
hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila
mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada pasien gagal
ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien dialisis berada
dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat penting
mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, untuk
keberhasilan perawat harus melakukan perawatan yang holistik sehingga perawat
mampu menilai depresi dan strategi mengatasi bunuh diri.
Penelitian Kurella et al. (2005) juga mengatakan bahwa pasien gagal
ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif yang akhirnya
membawa pasien pada kesedihan dan keputusasaan sehingga menyebabkan
pemutusan dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri
dipicu akibat kegagalan mengatasi stres dialisis. Menurut Chen et al. (2010) juga
yang lebih tinggi, kualitas hidup yang lebih buruk, dan keinginan bunuh diri yang
lebih besar.
Bornivelli et al. (2012) mengatakan bahwa depresi merupakan gangguan
umum yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis, penelitian ini
juga menemukan bahwa ada hubungan antara depresi dengan parameter
laboratorium dan gangguan tidur, pada pasien hemodialisis yang mengalami
depresi menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive (CRP)
lebih tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu
et al.(2006) juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi
dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi. Hal
yang sama juga ditemukan Kalender et al. (2007) bahwa pasien yang mengalami
depresi memiliki hemoglobin rendah, kadar albumin serum yang lebih rendah, dan
tingkat CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tidak depresi.
Menurut Fernandes et al. (2010) mengatakan bahwa prevalensi depresi
pada pasien yang menjalani hemodialisis 26% juga mengalami disfungsi ereksi
yang sangat tinggi yaitu 72,3%, dikatakan bahwa depresi merupakan faktor resiko
independen terjadinya disfungsi ereksi dimana usia merupakan penyebab terkuat
dari disfungsi ereksi selain itu ditemukan juga bahwa disfungsi ereksi
menyebabkan kualitas hidup yang rendah. Menurut Santos, Frota, Junior,
Cavalcanti, Vieira et al. (2012) dari total 58 pasien perempuan yang menjalani
hemodialisis, 46 (79,3 %) diketahui mengalami disfungsi seksual. Prevalensi
disfungsi seksual di antara perempuan yang menjalani hemodialisis sangat tinggi,
bahwa bukan hanya perempuan, pasien pria juga mengalami gangguan disfungsi
seksual atau gangguan ereksi.
Menurut teori Maslow ada lima kebutuhan dasar salah satunya adalah
kebutuhan seksual ini merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi dan
apabila kebutuhan seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi suatu
penyimpangan seksual (Potter & Perry, 2005).
Kimmel (2006) mengatakan dampak depresi pada pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis adalah Gangguan tidur. Penduduk USA yang mengalami
cronic kidney disease (CKD) menderita gangguan tidur sangat tinggi sampai 80%
dapat menimbulkan masalah yang serius pada kesehatan pasien. Hal ini sesuai
dengan penelitian Wuryanto dkk. (2012) Pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis mengalami berbagai macam stressor fisik, psikis, maupun
sosial sehingga rentan terhadap munculnya gejala depresi, gejala depresi dan
berbagai kondisi yang terkait terapi hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya
gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Dalam penelitian
Pai et al. (2007) juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebabkan insomnia
dan anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk
kondisi kesehatan pasien.
Menurut teori tidur merupakan komponen yang penting bagi kesehatan,
juga sangat esensial bagi fisik dan mental. Tidur menjadi suatu masalah apabila
kualitas tidur tidak tercukupi yang berakibat pada fisik dan mentalnya. Jika tidur
kurang dari 3 jam dalam 24 jam, manusia akan mudah marah dan cakupan
kesulitan berkonsentrasi, kemunduran performa umum, fisik terasa lemah,
kehilangan mood, penurunan libido, menjadi lebih peka terhadap sesuatu yang
mengganggu suasan hati, halusinasi, paranoid dan bangkitan kejang. Menonjolnya
efek psikologis mengisyaratkan bahwa tidur secara spesifik memperbaiki fungsi
otak (Puri, 2011).
2.2.7 Peran Perawat di Unit Hemodialisis
Merujuk pada definisi sehat yang dikeluarkan oleh WHO, maka dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis, pelayanan kesehatan dituntut untuk dapat
memfasilitasi pasien agar mendapatkan kondisi kesehatan yang optimal. Perawat
sebagai bagian yang integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam
mengupayakan terwujudnya kondisi kesehatan yang optimal bagi pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis dengan cara memberikan asuhan keperawatan
yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio-psiko-sosio dan
spiritual (Potter & Perry, 2005). Artinya, dalam upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan pasien, perawat tidak hanya berfokus pada penanganan masalah
fisik saja namun juga berperan dalam mencegah dan menangani masalah
psikososial khususnya depresi yang menjadi masalah terbesar pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang dapat menurunkan kondisi
kesehatan pasien.
Peran perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita gagal
ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis sangatlah besar diantaranya
sumber-sumber pendukung, melakukan pendampingan dan mempertahankan
hubungan yang sering dengan pasien sehingga pasien tidak merasa sendiri dan
ditelantarkan, menunjukkan rasa menghargai dan menerima pasien tersebut,
memberikan pujian pada setiap hal yang positif yang dilakukan pasien dalam
menjalani perawatan. Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan
memberi rujukan untuk konseling psikiatri (Doenges, Townsend, & Moorhouse,
2006).
Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk menciptakan suasana
penerimaan dan pemahaman keluarga terhadap penderita gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2002). Perawat dapat melakukan
intervensi dengan cara memberdayakan orang-orang terdekat pasien dalam hal ini
keluarga untuk menjadi support system yang efektif agar dapat senantiasa
memberikan dukungan dan bantuan yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat
meningkatkan kondisi kesehatannya. Ketika pasien masih berada di tatanan rumah
sakit dapat dilakukan konseling kesehatan mengenai dukungan keluarga yang
dibutuhkan oleh pasien serta hal-hal yang perlu diketahui keluarga terkait
penyakit yang diderita pasien seperti perjalanan penyakit, tanda dan gejala, dan
perawatan atau pengobatan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kondisi
kesehatan pasien. Selain itu, perlu juga untuk melibatkan keluarga dalam
manajemen pengobatan dan perawatan pasien sehingga keluarga dapat
2.3.Dukungan Sosial
2.3.1.Definisi Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2006) bahwa dukungan sosial mengacu pada persepsi
akan kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu
dari orang lain atau kelompok dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa dukungan sosial adalah bantuan yang didapat individu dari orang lain atau
kelompok, baik yang berupa bantuan materi maupun non materi, yang dapat
menimbulkan perasaan nyaman secara fisik dan psikologis bagi individu yang
bersangkutan. Taylor (1995) menjelaskan bahwa dukungan sosial akan lebih
berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki
hubungan signifikan dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain,
dukungan tersebut diperoleh dari keluarga seperti: orang tua, pasangan (suami
atau istri), anak dan kerabat keluarga lainnya.
Menurut Tell et al. (1995) menemukan bahwa pasien hemodialisis berkulit
putih maupun hitam yang mendapat dukungan sosial tinggi dapat meningkatkan
tingkat fungsional, lebih puas dengan kehidupan, memiliki perasaan lebih baik
tentang kehidupan, dibandingkan pada pasien yang dukungan sosial yang
dirasakan rendah dimana peran dukungan sosial sebagai faktor dalam
meningkatkan kualitas kesehatan.
Penelitian Rambod dan Rafii (2010) pada pasien muslim yang menjalani
hemodialisis di Iran menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara
dan psikologis yang dapat meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup
pasien.
Menurut Chuluq dkk. (2011) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat
dukungan sosial baik mengalami depresi ringan hal ini merupakan ada korelasi
antara kedua variabel tersebut dan tanda negatif menunjukkan bahwa bentuk
hubungan kedua variabel tersebut adalah berbanding terbalik yaitu semakin
tinggi dukungan keluarga yang diberikan maka semakin rendah atau ringan
tingkat depresi yang dialami pasien.
Micozkadioglu et al. (2006) mengatakan bahwa banyak pasien
hemodialisis mengalami depresi, pasien yang berdampak depresi memiliki
sindrom malnutrisi-inflamasi lebih tinggi dan dukungan sosial lebih rendah
dibandingkan dengan pasien yang tidak berdampak depresi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sindrom malnutrisi-inflamasi dan dukungan sosial
merupakan prediksi yang paling kuat mempengaruhi depresi pada pasien
hemodialisis
2.3.2 Komponen Dukungan Sosial
Menurut Cohen (2007) Dalam kehidupan sehari-hari dan setiap aspek
kehidupan, dukungan sosial sangat diperlukan. Dukungan sosial memiliki
beberapa komponen diantaranya : (1) dukungan emosional (Emotional Support)
adalah suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui perasaan positif yang
berwujud empati, perhatian, dan kepedulian terhadap individu yang lain. Bentuk
dukungan ini dapat menimbulkan perasaan nyaman, perasaan dilibatkan, dan
seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah
orang lain; (2) dukungan penghargaan (Appraisal Support) adalah suatu penilaian
positif terhadap individu. Dukungan tersebut berupa pemberian penghargaan
ataupun memberi atas usaha yang telah dilakukan, memberikan umpan balik
mengenai hasil atau prestasinya serta memperkuat dan meninggikan perasaan
harga diri dan kepercayaan akan kesembuhan individu tersebut. Bentuk dukungan
ini bertujuan untuk membangkitkan perasaan berharga atas diri sendiri, kompeten
dan bermakna; (3) dukungan instrumental (Instrumental Support) adalah bentuk
dukungan langsung yang diwujudkan dalam bentuk bantuan material atau jasa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah secara praktis. Contoh
dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang atau benda dari orang lain
yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa; (4) dukungan informasi
(Informational Support) adalah suatu dukungan dan bantuan yang diberikan oleh
keluarga dalam bentuk memberikan saran, nasehat, penghargaan, bimbingan/
pemberian feedback atau umpan balik dan memberikan informasi penting yang
dibutuhkan pasien dalam upaya meningkatkan status kesehatannya.
Hal ini didukung oleh Penelitian Haririan, Aghajanlo dan Ghafurifard
(2013) didapatkan hasil data demografi bahwa 50% perempuan, 79,8% menikah,
19% pengangguran, 78,5% memiliki dukungan emosional, 20,3% dukungan
informasi dan 29,7% dukungan instrumental serta dukungan sosial yang optimal
secara keseluruhan adalah 40,5%. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara pernikahan, jenis pekerjaan, tingkat
positif antara dukungan sosial dengan kelangsungan hidup pasien yang menjalani
hemodialisis.
Menurut penelitian Rafii, Rambod dan Hosseini (2009) hasil penelitian
ditemukan bahwa di Iran sebagian besar pasien gagal ginjal kronik menerima
dukungan sosial yang tinggi (64,9%). Dalam penelitian ini juga mengatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan status
kesehatan pasien.
Tezel, Karaburutlu, dan Sahin (2011) mengatakan bahwa pasien Turki
yang menjalani hemodialisis mengalami depresi, namun pasien yang tidak
mendapat dukungan sosial memiliki skor depresi yang lebih tinggi, menunjukkan
bahwa orang yang memiliki tekanan dalam kehidupan mencari dukungan sosial,
dukungan sosial informasi sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan
pasien selama masa-masa sulit.
2.3.3 Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2006) ada dua sumber dukungan sosial, yaitu : (1)
sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan
primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai
sumbangan sosial; (2) sumber natural, dukungan sosial yang natural diterima
seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan
orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat
atau relasi, dan orang lain, dukungan ini bersifat nonformal. Sumber dukungan
Dukungan keluarga sangat berperan dalam menjaga atau mempertahankan
integritas seseorang baik fisik maupun psikologis. Menurut Taylor (2006)
mengatakan bahwa orang yang berada dalam keadaan stres akan mencari
dukungan sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka
diharapkan dapat mengurangi tingkat stres maupun depresi. Selain berperan dalam
melindungi seseorang terhadap sumber stres, dukungan keluarga juga
memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang. Seseorang
dengan dukungan keluarga yang tinggi akan dapat mengatasi stresnya dengan
lebih baik. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling
dekat dengan pasien.
Keluarga menjadi unsur penting dalam kehidupan seseorang karena
keluarga merupakan sistem yang didalamnya terdapat anggota-anggota keluarga
yang saling berhubungan dan saling ketergantungan dalam memberikan
dukungan, kasih sayang, rasa aman, perhatian, yang secara harmonis menjalankan
perannya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, Bowden, &
Jones, 2003). Selain keluarga, sahabat atau teman juga dapat dijadikan sebagai
pemberi dukungan memang berada setelah anggota keluarga, namun hal ini tidak
berarti bahwa dukungan sosial dari sahabat atau teman kurang bermanfaat.
Penelitian Claudie, Thomas dan Thomas (2012) menemukan bahwa di
Amerika dukungan sosial dari anggota keluarga atau teman pada pasien yang
sedang menjalani hemodialisis dapat meningkatkan kesehatan emosional dan fisik
dimana terlihat dapat memberikan perlindungan dari hal-hal yang buruk selama 3
Penelitian Karadag, Kilic dan Metin (2013) didapatkan bahwa rata-rata
pasien hemodialisis yang mendapat dukungan dari pasangan ( suami/istri) yang
tinggal bersama ditemukan secara signifikan lebih tinggi dari pada mereka yang
tidak mempunyai pasangan hidup. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa
pasangan dan keluarga adalah orang yang paling penting dalam memberikan
dukungan emosional kepada pasien, dimana pasien yang menjalani hemodialisis
mengalami masalah-masalah seperti perubahan gaya hidup dan peran.
2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial
Sarafino (2006) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dukungan sosial adalah : (1) pemberi dukungan sosial, dukungan
yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dari pada
yang berasal dari sumber yang berbeda-beda setiap saat. Hal ini berkaitan dengan
kesinambungan dukungan yang diberikan yang akan memberikan keakraban dan
tingkat kepercayaan penerima dukungan; (2) jenis dukungan yang diterima akan
mempunyai arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang
dihadapi, seperti orang yang kurang pengetahuan, dukungan informatif yang
diberikan akan lebih bermanfaat baginya; (3) penerima dukungan, karakteristik
atau ciri-ciri penerima dukungan akan menentukan keefektifan dukungan yang
diperoleh. Karakteristik tersebut diantaranya kepribadian, kebiasaan, dan peran
sosial. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu
dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan
dukungan tergantung pada kapasitas pemberi dukungan untuk memberikan
dukungan selama suatu periode tertentu.
Hal ini didukung oleh penelitian Gencoz dan Astan (2006) mengatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara adanya dukungan sosial yang
dirasakan dengan kepuasan menerima dukungan sosial, dalam penelitian ini juga
mengatakan bahwa ketersediaan dukungan sosial dapat mengurangi gejala depresi
pada pasien hemodialisis.
2.3.5 Manfaat Dukungan Sosial
Manfaat dukungan sosial dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu dimensi
emotional support yaitu memberikan kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian,
penghargaan kepada individu, dimensi Cognitive support yaitu mendapatkan
informasi, pengetahuan dan nasehat, dimensi material support yaitu mendapatkan
bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah
(Sarafino, 2006). Orang yang berada dalam keadaan stres akan mencari dukungan
sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka
diharapkan dapat mengurangi tingkat stres dan depresi. Selain berperan dalam
melindungi seseorang terhadap stres, dukungan sosial juga memberikan pengaruh
positif terhadap kondisi kesehatan seseorang (Taylor, 2006).
Hal ini didukung oleh penelitian Tel dan Tel (2011) menunjukkan bahwa
dukungan sosial dapat membantu untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien
dan untuk beradaptasi dengan pengobatan hemodialisi. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Neri et al. (2010) dukungan sosial dari tim kesehatan dapat membantu
sehingga pasien dihargai akhirnya meningkatkan harga diri dan kesehatan pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodilisis.
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada penelitian ini
berdasarkan dari tinjauan pustaka tentang: 1) dukungan sosial, 2) tingkat depresi.
Selanjutnya kerangka konsep dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.4.1 Dukungan sosial
Penelitian ini menggunakan konsep Cohen karena menguraikan tentang
komponen dari dukungan sosial yang sangat relevan dengan penelitian ini.
Menurut Cohen komponen dukungan sosial terdiri dari empat macam yaitu : (1)
dukungan emosional; (2) dukungan penghargaan/ appraisal; (3) dukungan
instrumental; (4) dukungan informasional.
2.4.2 Depresi
Penelitian ini menggunakan konsep Hamilton (1960). Konsep ini untuk
menilai ada atau tidak depresi, depresi ringan, sedang dan depresi berat, dan
gejala depresi yang muncul berupa suasana hati depresi, perasaan bersalah, tidak
berguna, ide bunuh diri, insomnia, agitasi atau retardasi, kecemasan, penurunan
berat badan, dan gejala somatik.
Peneliti akan menggunakan kedua konsep tersebut sebagai kerangka
konsep untuk melihat hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisi di RSUD Dr. Pirngadi
Skema 2.1 Kerangka konsep penelitian Dukungan Sosial :
-Dukungan emosional : mengekspresikan
melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian terhadap individu
-Dukungan penghargaan/appraisal :
memberikan penilaian positif terhadap individu, penghargaan, umpan balik dan meningkatkan harga diri individu.
-Dukungan instrumental : memberikan
bantuan langsung baik materi maupun jasa.
-Dukungan informasional : memberikan
saran, nasehat,bimbingan dan informasi.
Tingkat Depresi :
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode
deskriptif korelasional, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk melihat
hubungan antara dua variabel atau lebih dan tidak dilakukan manipulasi pada
variabel tersebut (Polit & Beck, 2012). Metode korelasi pada penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan cross sectional, yaitu mencari hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen dengan melakukan pengukuran sesaat
pada waktu observasi (Arikunto, 2006). Metode korelasi pada penelitian ini
digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi
pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisis RSUD Dr. Pirngadi Kota
Medan. Alasan memilih rumah sakit ini karena memiliki ruang hemodialisis yang
berkapasitas besar, yaitu memiliki 38 unit mesin hemodialisis. Kunjungan pasien
hemodialisis di rumah sakit ini cukup tinggi setiap tahun terjadi peningkatan dan
merupakan rumah sakit rujukan di sekitar Sumatera Utara, selain itu rumah sakit