ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA KOHONEN PADA
JARINGAN SYARAF TIRUAN
BACKPROPAGATION
DALAM PENGENALAN POLA PENYAKIT PARU
T E S I S
ROSMELDA GINTING
117038032
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA KOHONEN PADA
JARINGAN SYARAF TIRUAN
BACKPROPAGATION
DALAM PENGENALAN POLA PENYAKIT PARU
TESIS
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Magister Teknik Informatika
ROSMELDA GINTING
117038032
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHA
NJudul Tesis : ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA KOHONEN PADA JARINGAN SYARAF TIRUANBACKPROPAGATIONDALAM PENGENALAN POLA PENYAKIT PARU Kategori : TESIS
Nama Mahasiswa : ROSMELDA GINTING Nomor Induk Mahasiswa : 117038032
Program Studi : MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr.Erna Budhiarti Nababan, M.IT Prof.Drs.Tulus,Vordipl.Math., M.Si.,Ph.D
Anggota Ketua
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S2 Teknik Informatika Ketua,
PERNYATAAN ORISINALITAS
ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA KOHONEN PADA
JARINGAN SYARAF TIRUAN
BACKPROPAGATION
DALAM PENGENALAN POLA PENYAKIT PARU
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 28 Agustus 2013
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rosmelda Ginting
NIM : 117038032
Program Studi : Teknik Informatika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right)atas Tesis saya yang berjudul :
ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA KOHONEN PADA
JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
DALAM PENGENALAN POLA PENYAKIT PARU
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 28 Agustus 2013
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA
:
Prof. Drs. Tulus, Vordipl.Math.,M.Si., Ph.D
Anggota
:
1. Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap berikut gelar : Rosmelda Ginting, S.Si
Tempat dan Tanggal Lahir : Tiga panah, 21 September 1977 Alamat Rumah : Jl. Pintu Air IV No.65 Kwala Bekala
Medan Johor–Medan
Telepon : +6285270002028
E-mail : [email protected]
Instansi Tempat Bekerja : SMK Negeri 1 Lubuk Pakam Alamat Kantor : Jl. Galang Lubuk Pakam
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 040528–Suka dame Tamat : 1990
SMP : SMP Negeri Tiga panah Tamat : 1993
SMA : SMA Negeri 1 Tiga panah Tamat : 1996
S1 : UKRIM–Yogyakarta Tamat : 2001
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Tesis penulis yang berjudul : “Analisis Penggunaan Algoritma Kohonen Pada
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Dalam Pengenalan Pola Penyakit Paru”
merupakan salah satu syarat akademik penulis sebagai mahasiswa S2, program studi
Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
(Fasilkom-TI), Universitas Sumatera Utara (USU), Medan dalam menyelesaikan jenjang
pendidikan S2.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc(CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.
Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua
Program Studi Magister (S2) Teknik Informatika, Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan
Sekretaris Program Studi Magister (S2) Teknik Informatika, M. Andri Budiman,
S.T,M.Com, M.E.M beserta seluruh staf pengajar yang telah banyak memberikan
ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan serta seluruh staff pegawai pada
Program Studi S2 Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Tulus, selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan serta motivasi kepada penulis. Dan Dr. Erna Budhiarti
Nababan, M.IT, selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan serta motivasi kepada penulis.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis, Prof. Dr. Opim Sitompul dan Prof. Dr. Herman
Mawengkang selaku pembanding yang telah banyak memberikan kritikan serta saran
Teristimewa kepada Suamiku Tercinta Harapenta Purba, dan kedua anakku
tersayang Ekky dan Gaby yang telah memberikan perhatian, pengertian, kasih
sayang dan motivasi kepada penulis dan terimakasih juga kepada kedua Orang
Tuaku (Alm) T. Ginting dan L. Br. Sitepu yang telah memberikan pendidikan
penulis sampai S1 sehinga dapat dilanjutkan ke S2, dan juga kedua mertuaku N.
Purba dan (Alm) R. Br. Ginting serta seluruh keluarga besar Ginting-Purba yang
telah memberikan doa dan dukungan. Ucapan terimaksih juga penulis ucapkan
kepada sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2011 Program Studi S2 Teknik
Informatika, yang telah memberikan semangat kepada penulis. Dan juga KepSek
SMK N.1 Lubuk Pakam Drs.Kiniken,M.Pd dan semua Guru dan Staff SMK N.1
Lubuk Pakam khususnya Sulistiani,ST, AtikaAzzakamal,S.Pd, dan Dwi
Kartika,S.Psi, yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
Akhir kata penulis hanya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga
Tuhan memberikan limpahan karunia kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, perhatian, serta kerjasamanya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
Medan, 28 Agustus 2013
ABSTRAK
Dalam penelitian ini penulis menggunakan algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dalam pengenalan pola penyakit paru dalam mempercepat proses pembelajaran (training) yang signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit. Algoritma Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaransupervised learning, yaitu pembelajaran yang membutuhkan pengawasan dalam proses pembelajarannya. Pada supervised learning terdapat pasangan data input dan output yang dipakai untuk melatih Jaringan Syaraf Tiruan hingga diperoleh bobot penimbang (weight) yang diinginkan. Dalam penelitian ini, dalam pengenalan pola penyakit paru yaitu: Pneumonia dan TBC Paru-paru. Penulis menggunakan 2 data input yang sama dan data yang satu dilatih menggunakan algoritma backpropagation dimana pembobotannya secara random dan data yang kedua dilatih menggunakan algoritma backpropagation tapi pembobotannya menggunakan algoritma Kohonen. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dengan pembobotan menggunakan kohonen dan dilatih dengan algoritma backpropagationternyata dapat mempercepat proses pembelajaran (training) dalam mengenali suatu pola penyakit paru.
KOHONEN ALGORITHM ANALYSIS ON THE USE OF NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION FOR PATTERN RECOGNITION
OF PULMONARYDISEASE
ABSTRACT
In this study, the research eruses the Kohonen algorithm in neural network backpropagation for pattern recognition of pulmonary disease to increase the process of learning (training) for a significantandaccurate classification in recognizing patterns of a disease. Backpropagation algorithm is a supervised learning algorithm, a kind of learning that requires supervision in the learning process. In supervised learning, there are input and output data that are used totrain theartificial neural networkin obtaining the desired weight. In this study, for the pattern recognition of pulmonary disease: Pneumonia and Lung TBC, the researcher uses the same two input data. The first data is train edusing backpropagation algorithm with random weight and the second data is train educing backpropagation algorithm with Kohonen algorithm weight. From the results of research, using Kohonen algorithm weight and training with backpropagation algorithm are able to accelerate the process of learning (training) in recognizing a pattern of pulmonary disease compared to using backpropagation neural network only.
DAFTAR ISI
COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI iv
LEMBAR PANITIA PENGUJI TESIS v
LEMBAR RIWAYAT HIDUP vi
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH vii
LEMBAR ABSTRAK ix
LEMBAR ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
BAB I PENDAHULUAAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB II LANDASAN TEORI 5
2.1 Jaringan Syarat Tiruan 5
2.2.1 Fungsi Aktivasi 6
2.2.2Multi layer perceptron 7
2.2 AlgoritmaBackpropagation 9
2.2.1 Fase Propagasi Maju 10
2.2.2 Fase Propagasi Mundur 10
2.2.3 Fase Modifikasi Bobot 10
2.2.4 Prosedur Pelatihan 11
2.3 Algoritma Kohonen 15
2.5 Teori Penunjang Tentang Penyakit Paru 17
2.6 SmoothingGrafik 21
2.7 RisetTerkait 21
2.8 Perbedaan dengan Riset lain 23
2.9 Kontribusi Riset 23
BAB III METODELOGI PENELITIAN 24
3.1 Pendahuluan 24
3.2 Proses Penelitian 24
3.2.1 Data yang Digunakan 24
3.2.2 Data Target/Output 31
3.2.3 Pelatihan Data 31
3.2.4 Pengujian Data 32
3.3 Analisis Data 33
3.3.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan 33
3.3.2 Perancangan Skema Sistem 37
3.3.3 AlgoritmaBackpropagation 37
3.3.4 Algoritma Kohonen 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1 Pendahuluan 42
4.2 HasilAnalisa 42
4.2.1 Pembobotan Awal 42
4.2.2 Pengisian Nilai Bias 45
4.2.3 InputData 45
4.2.4 TrainingData 46
4.2.5 Pengujian Data 47
4.3 Pembahasan dan Hasil 48
4.3.1 Analisis Pengaruh Bobot dan Bias Untuk Pengenalan Pola 48
4.3.1.1 Pengaruh Bobot 48
4.3.1.2 Pengaruh Bias 49
4.3.2 Pengujian Terhadap Program 49
4.3.2.2 Pengujian dengan algoritma Kohonen pada JST
Backpropagation 51
4.3.2.3 Hasil Pengujian Penggabungan Algoritma
Backpropagationdengan Algoritma Kohonen pada
JSTBackpropagation 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 58
5.1 Kesimpulan 58
5.2 Saran 58
DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Halaman 2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 4.1 4.2 Riset Terkait
Penilaian Kriteria Identitas Pasien Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Penilaian Kriteria Identitas Pasien Berdasarkan Kanker TBC
Penilaian Kriteria Identitas Pasien Berdasarkan Pneumonia
Penilaian Kriteria Identitas Pasien Berdasarkan Lingkungan dan Kebiasaan
Persentasi Bobot Data Target
Data untuk Pelatihan dan Data Target
Tabel Perbandingan NilaiErrorPada Algoritma
Backpropagation dan Algoritma Kohonen Dengan Bobot Awal : 0.5
Tabel Perbandingan NilaiErrorPada Algoritma
Backpropagationdan Algoritma Kohonen Dengan Bobot Awal : -0.5
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
2.1 Node Sederhana 5
2.2 Fungsi Linear 6
2.3 FungsiTheshold 6
2.4 FungsiPiecewise Linear 7
2.5 Fungsi Sigmoid 7
2.6 Multi Layer Perceptron 8
2.7 Paru manusia 17
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 Skema sistem
Langkah-langkah Pelatihan JST Pelatihan Data
PolaOutputPengujian Data
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Pengenalan Pola Perancangan Skema Sistem
Program saat dilakukan Pembobotan
Program saat dilakukan Pengisian Nilai Bias Program saat dilakukanInputData
Program saat dilakukan Pelatihan PolaOutputPelatihan
Hasil Pengujian dengan AlgoritmaBackpropagation Hasil Pengujian dengan AlgoritmaBackpropagation dalam bentuk grafik
Hasil Percobaan dengan Algoritma Kohonen Hasil Percobaan dengan Algoritma Kohonen dalam Bentuk Grafik
Hasil Percobaan dengan Penggabungan Algoritma Kohonen dengan AlgoritmaBackpropagation
ABSTRAK
Dalam penelitian ini penulis menggunakan algoritma Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dalam pengenalan pola penyakit paru dalam mempercepat proses pembelajaran (training) yang signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit. Algoritma Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaransupervised learning, yaitu pembelajaran yang membutuhkan pengawasan dalam proses pembelajarannya. Pada supervised learning terdapat pasangan data input dan output yang dipakai untuk melatih Jaringan Syaraf Tiruan hingga diperoleh bobot penimbang (weight) yang diinginkan. Dalam penelitian ini, dalam pengenalan pola penyakit paru yaitu: Pneumonia dan TBC Paru-paru. Penulis menggunakan 2 data input yang sama dan data yang satu dilatih menggunakan algoritma backpropagation dimana pembobotannya secara random dan data yang kedua dilatih menggunakan algoritma backpropagation tapi pembobotannya menggunakan algoritma Kohonen. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dengan pembobotan menggunakan kohonen dan dilatih dengan algoritma backpropagationternyata dapat mempercepat proses pembelajaran (training) dalam mengenali suatu pola penyakit paru.
KOHONEN ALGORITHM ANALYSIS ON THE USE OF NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION FOR PATTERN RECOGNITION
OF PULMONARYDISEASE
ABSTRACT
In this study, the research eruses the Kohonen algorithm in neural network backpropagation for pattern recognition of pulmonary disease to increase the process of learning (training) for a significantandaccurate classification in recognizing patterns of a disease. Backpropagation algorithm is a supervised learning algorithm, a kind of learning that requires supervision in the learning process. In supervised learning, there are input and output data that are used totrain theartificial neural networkin obtaining the desired weight. In this study, for the pattern recognition of pulmonary disease: Pneumonia and Lung TBC, the researcher uses the same two input data. The first data is train edusing backpropagation algorithm with random weight and the second data is train educing backpropagation algorithm with Kohonen algorithm weight. From the results of research, using Kohonen algorithm weight and training with backpropagation algorithm are able to accelerate the process of learning (training) in recognizing a pattern of pulmonary disease compared to using backpropagation neural network only.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman banyak perubahan teknologi dan
informasi yang mengalami kemajuan yang pesat. Peranan komputer sangat penting
untuk membantu pekerjaan manusia sehari-hari dalam segala aspek bidang.
Pemakai mulanya menggunakan komputer sebagai mesin ketik yang dapat bekerja
lebih cepat, tepat maupun otomatis. Sejalan dengan perkembangan saat ini,
para ahli mencoba menggantikan komputer menjadi suatu alat bantu yang dapat
meniru cara kerja otak manusia, sehingga diharapkan suatu saat akan tercipta
komputer yang dapat menimbang dan mengambil keputusan sendiri. Hal inilah
yang mendorong lahirnya teknologiAI (Artificial Intelligence).
Salah satu teknik komputasi yang dikelompokkan dalam AI adalah
jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network). Jaringan syaraf tiruan
merupakan salah satu sistem pemrosesan yang dirancang dan dilatih untuk
memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh manusia dalam menyelesaikan
persoalan yang rumit dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot
sinapsisnya. Jaringan syaraf mensimulasi struktur proses-proses otak (fungsi syaraf
biologis) dan kemudian membawanya kepada perangkat lunak kelas baru yang dapat
mengenali pola-pola yang kompleks serta belajar dari pengalaman-pengalaman masa
lalu.
Jaringan saraf tiruan Self Organizing Maps (SOM) atau disebut juga dengan
jaringan Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk pengenalan pola baik berupa
pola penyakit, citra, suara, dan lain-lain. Jaringan SOM sering pula digunakan untuk
ekstraksi ciri (feature) pada proses awal pengenalan pola. Ia mampu mereduksi
dimensi input pola ke jumlah yang lebih sedikit sehingga pemrosesan komputer
Beberapa penelitian telah melakukan penelitian tentang pengenalan pola,
diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti berikut ini; Wahyono
(2009), melakukan penelitian tentang pelatihan dan pengujian data pola dan
didapatkan bahwa ternyata algoritma perceptron pun bisa digunakan dalam
pengenalan huruf yang masuk dalam ruang lingkup pengklasifikasian pola ; Setyo
Nugroho (2005), melakukan penelitian tentang Algoritma Quickprop dan metode
active learning dapat meningkatkan kecepatan training ; Ang Wie Siong dan
Resmana (1999), melakukan penelitian tentang Jaringan saraf tiruan ini mampu
mengenali citra bernoise, namun kurang dapat menangani pergeseran citra. Pada
input citra dengan pengecilan sekaligus pergeseran, justru jaringan dapat lebih
mengenali ; Sri Kusumadewi (2008), melakukan penelitian tentang Metode
Backpropagation dapat digunakan untuk melakukan pendeteksian suatu jenis
penyakit, gangguan, maupun kasus yang memiliki data masa lalu, dan dengan
menggunakan metode Backpropagation , target output yang diinginkan lebih
mendekati ketepatan dalam malakukan pengujian, karena terjadi penyesuaian nilai
bobot dan bias yang semakin baik pada proses pelatihan(training).
Berdasarkan penelitian yang ada tersebut, penulis mencoba untuk melakukan
penelitian menggunakan algoritma Kohonen yang meneliti tentang apakah algoritma
Kohonen pada jaringan syaraf tiruan backpropagation dapat mempercepat
mengenali pola suatu penyakit.
Penggunaan algoritma Kohonen pada jaringan syaraf tiruan backpropagation
diharapkan dapat menghasilkan hasil yang jauh lebih baik pada proses pelatihan
(traning) yang dapat mempercepat dalam pengenalan pola suatu penyakit.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat ditarik dari penjelasan latar belakang dibuatnya
pengenalan pola, yaitu :
• Bagaimana algoritma Kohonen pada jaringan syaraf tiruanbackpropagation dapat mempercepat mengenali pola suatu penyakit.
1.3 Batasan Masalah
Rumusan masalah diatas, dibatasi dengan beberapa hal sebagai berikut :
1. Mempercepat proses pembelajaran (training) dalam mengenali pola
suatu jenis penyakit Paru yaitu pada Pneumonia dan TBC Paru;
2. Algoritma yang digunakan dalam pengenalan pola adalah algoritma
Backpropagationdan algoritma Kohonen;
3. Aplikasi yang akan digunakan: bahasa pemrograman Visual Basic 2010.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisa algoritma kohonen pada Jaringan
syaraf tiruan backpropagation untuk mempercepat proses pembelajaran (training)
yang signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui sejauh mana penggunaan algoritma kohonen pada Jaringan
Syaraf Tiruan Backpropagationmampu mengenali suatu pola penyakit.
2. Dapat mengaplikasikan algoritma Kohonen pada algoritma backpropagation
dalam pengenalan pola.
3. Dapat mengetahui lebih dalam tentang JST backpropagation dan algoritma
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia
yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah
proses perhitungan selama proses pembelajaran.
Adapun beberapa aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan ( ANN ) adalah sebagai berikut :
1. Pengenalan pola
Jaringan syaraf tiruan sangat cocok digunakan untuk mengenali pola, misalnya
mengenali pola huruf, angka, sidik jari atau bahkan penyakit. Hal ini mirip dengan
cara kerja otak manusia ketika membedakan dan mengenali perubahan wajah setiap
orang yang pernah dilihatnya.
2.Signal Processing
Mengenali pola suatu signal atau noise dalam suatu perubahan nada suara misalnya.
Secara sederhana Jaringan syaraf tiruan terdiri dari module yang saling
keterkaitan secara sederhana yang disebut juga dengan Neuron dimana analogi dari
syaraf biologi pada otak.
Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa Neural Network terdiri dari satuan-satuan
pemroses berupa neuron. Y sebagai output menerima input dari x1, x2, x3,…….xn
dengan bobot W1, W2, W3,……..Wn. Hasil penjumlahan seluruh impuls neuron
dibandingkan dengan nilai ambang tertentu melalui fungsi aktivasi f setiap neuron.
2.1.1 Fungsi Aktivasi
Fungsi aktivasi adalah salah satu parameter yang terpenting dalam jaringan syaraf
tiruan. fungsi ini tidak hanya menentukan keputusan garis, disamping nilai fungsi
aktivasi juga menunjukkan total signal dari node. Oleh karena pemilihan fungsi
aktivasi tidak dapat secara sembarangan dipilih sebab sangat besar berdampak pada
performan jaringan syaraf tiruan.
Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam syaraf tiruan, antara lain :
a. Fungsi Linear
Fungsi linear (ditunjukkan oleh gambar 2.2) menyiapkan output tang
seimbang untuk total bobotoutput.
y = f(x) = x (2.1)
Gambar 2.2 Fungsi Linear
b. FungsiThreshold
Fungsi threshold memetakan bobot input dengan nilai biner [0,1] seperti
yang ditunjukkan dengan gambar 2.3 dimana :
Y
1
X 0
-1
-1
y=f(x)= 1 0
0 < 0 (2.2)
Gambar 2.3 FungsiTheshold
c. FungsiPiecewise Linear
Fungsi piecewise linear dapat juga ruang lingkup biner atau bipolar untuk
batas saturasioutput.fungsioutputdapat ditulis sebagai berikut :
= ( ) =
0.5 < 0.5
0.5 0.5
0.5 > 0.5
(2.3)
Gambar 2.4 FungsiPiecewise Linear
d. FungsiSigmoid
Ini type fungsi aktivasi yang mempunyai Garis S-shaped dan bentuk
distribusi perubahansigmois inputdimana mempunyai nilai interval [-∞, ∞]
= ( ) = (2.4)
Y
1
Gambar 2.5 Fungsi sigmoid
2.1.2 Multi Layer Perceptron
MLP juga dikenal setaraMultilayer Feedforward Neural Network (MLFNN) adalah
salah satu yang paling terkenal dan banyak digunakan sebagai type model ANN oleh
karena arsitektur dan perbandingan algoritma yang sederhana (Popescu et al., 2009).
Dapat juga digunakan sebagai fungsi pembangkit secara menyeluruh, bahkan cocok
digunakan untuk jenis aplikasi yang besar.
Gambar 2.6Multi layer Perceptron
(Popescu et al., 2009)
Multi layer perceptron tersusun oleh seperangkat sensor moder yang
dikelompokkan dalam tiga tingkatan lapisan yang terdiri dari lapisan modul
masukan, satu atau lebih perantara atau lapisan tersembunyi dari modul perhitungan
lapisan berurutan terhubung secara lengkap. hubungan antara modul berbatasan
lapisan relay sinyal keluaran dari satu lapisan ke berikutnya. Sebagai contoh, gambar
diatas mempunyai 4 vektor dimensi, diikuti oleh 3 lapisan tersembunyi dan yang
terakhir lapisan keluaran dimana terdiri dari 1 modul. jaringan ANN disebut dengan
sebagai jaringan 4-3-1.
Jaringan saraf tiruan juga memiliki sejumlah besar kelebihan dibandingkan
dengan metoda perhitungan lainnya (sistem pakar, statistik, dll), yaitu :
1. kemampuan mengakuisisi pengetahuan walaupun dalam kondisi adanya
gangguan dan ketidakpastian. Hal ini dikarenakan JST mampu melakukan
generalisasi, abstraksi, dan ekstrasi terhadap properti statistik dari data.
2. Kemampuan merepresentasikan pengetahuan secara fleksibel. JST dapat
menciptakan sendiri representasi melalui pengaturan diri sendiri atau
kemampuan belajar(self organizing).
3. Kemampuan mentolerir suatu distorsi (error/fault ). Dimana gangguan kecil
pada data dapat dianggap hanyanoise(guncangan) belaka.
4. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai sistem
paralel, maka waktu yang diperlukan untuk mengoperasikannya menjadi
lebih singkat.
5. Kemampuan untuk memperoleh pengetahuan melalui pembelajaran dari
pengalaman.
Walaupun dengan segudang kelebihan yang dimiliki, jaringan saraf tiruan
tetap mempunyai sejumlah keterbatasan. Misal : Kekurangmampuannya dalam
melakukan operasi-operasi numerik dengan presisi tinggi, operasi algoritma
aritmatik, operasi logika, dan operasi simbolis serta lamanya proses pelatihan yang
kadang-kadang membutuhkan waktu berhari-hari untuk jumlah data yang besar. Hal
itu terjadi karena sulitnya mengukur performansi sebenarnya dari jaringan saraf
tiruan itu sendiri.
Saat ini implementasi jaringan saraf tiruan sudah cukup luas digunakan mulai
2.2 AlgoritmaBackpropagation
Algoritma pelatihan Backpropagation Neural Network (BPNN) pertama kali
dirumuskan oleh Werbos dan dipopulerkan oleh Rumelhart & Mc.Clelland. Pada
supervised learning terdapat pasangan data input dan output yang dipakai untuk
melatih JST hingga diperoleh bobot penimbang(weight)yang diinginkan.
Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase:
i) fase propagsi maju (feedforward) pola pelatihan masukan. Pola
masukan dihitung maju mulai dari layer masukan hingga layer
keluaran dengan fungsi aktivasi yang ditentukan;
ii) fase propasi mundur(backpropagation)darierroryang terkait. Selisih
antara keluaran dan target merupakan kesalahn yang terjadi. Kesalahan
tersebut dipropagasi mundur, dimulai dari garis yang berhubungan
langsung dengan unit-unit dilayar keluaran;
iii) fase modifikasi bobot.
Ketiga tahapan tersebut diulangi terus-menerus sampai mendapatkan nilai
erroryang diinginkan. Setelahtrainingselesai dilakukan, hanya tahap pertama yang
diperlukan untuk memanfaatkan jaringan syaraf tiruan tersebut. Kemudian,
dilakukan pengujian terhadap jaringan yang telah dilatih. Pembelajaran algoritma
jaringan syaraf membutuhkan perambatan maju dan diikuti dengan perambatan
mundur.
2.2.1 Fase Propagasi Maju
Selama propagasi maju, sinyal masukan (x1) dipropagasikan ke layer tersembunyi
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari unit tersembuyi (Z1)
tersebut selanjutnya dipropagasi maju lagi ke layer tersembunyi berikutnya dengan
fungsi aktivasi yang telah ditentukan. Dan seterusnya hingga menghasilkan keluaran
jaringan (yk).
Berikutnya, keluaran jaringan (yk) dibandingkan dengan target yang harus dicapai
(tk). Selisih (tk-yk)adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari
besar dari batas toleransi, maka bobot setiap garis dari jaringan akan dimodifikasi
untuk mengurangi kesalahan.
2.2.2 Fase Propagasi Mundur Berdasarkan kesalahan t
k – yk dihitung faktor δk (k= 1, ..., m) yang dipakai untuk
mendistribusikan kesalahan di unit Y
k ke semua unit tersembunyi yang terhubung
langsung dengan Y
k. δkjuga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan
langsung dengan unit keluaran.
Dengan cara yang sama, dihitung faktor δ
jdi setiap layer tersembunyi sebagai dasar
perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di layer di
bawahnya. Dan seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang
terhubung langsung dengan unit masukan dihitung.
2.2.3 Fase Modifikasi Bobot
Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layer atasnya.
Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke layer keluaran didasarkan
atas yang ada di unit keluaran
Ketiga fase tersebut diulang-ulang hingga kondisi penghentian dipenuhi.
Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah interasi atau
kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi
jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah
lebih kecil dari batas toleransi yang ditetapkan.
2.2.4 Prosedur Pelatihan
Seperti halnya jaringan syaraf yang lain, pada jaringan feedfoward (umpan maju)
pelatihan dilakukan dalam rangka perhitungan bobot sehingga pada akhir pelatihan
akan diperoleh bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur
secara iteratif untuk meminimumkan error (kesalahan) yang terjadi. Error
(kesalahan) dihitung berdasarkan rata-rata kuadrat kesalahan (MSE). Rata-rata
Sebagian besar pelatihan untuk jaringan feedfoward (umpan maju) menggunakan
gradien dari fungsi aktivasi untuk menentukan bagaimana mengatur bobot-bobot
dalam rangka meminimumkan kinerja. Gradien ini ditentukan dengan menggunakan
suatu teknik yang disebut backpropagation.
Pada dasarnya, algoritma pelatihan standar backpropagation akan
menggerakkan bobot dengan arah gradien negatif. Prinsip dasar dari algoritma
backpropagation adalah memperbaiki bobot-bobot jaringan dengan arah yang
membuat fungsi aktivasi menjadi turun dengan cepat.
Langkah-langkah yang dilakukan pada prosedur pelatihan adalah:
Langkah 0 : Inisialisasi bobot keterhubungan antara neuron dengan menggunakan bilangan acak kecil (-0.5 sampai +0.5).
Langkah 1 : Kerjakan langkah 2 sampai langkah 9 selama kondisi berhenti yang ditentukan tidak dipenuhi.
Langkah 2 : Kerjakan langkah 3 sampai langkah 8 untuk setiap pasangan pelatihan.
Propagasi maju
Langkah 3 : Setiap unit masukan (xi, i = 1,…., n) menerima sinyal masukan xi,
dan menyebarkannya ke seluruh unit pada lapisan tersembunyi
Langkah 4 : Setiap unit tersembunyi (xi, I = 1,…….,p) jumlahkan bobot sinyal masukannya :
(2.5)
voj = bias pada unit tersembunyi j aplikasikan fungsi aktivasinya
untuk menghilangkan sinyal keluarannya, zj = f (z_inj), dan
kirimkan sinyal ini keseluruh unit pada lapisan diatasnya (unit
keluaran)
Langkah 5 : tiap unit keluaran (yk, k = 1,…….m) jumlahkan bobot sinyal masukannya : (2.6)
∑
= + = n i ij i jj vo xv
in z 1 _
∑
= + = p j jk j kk wo z w
in y
1
wok= bias pada unit keluaran k dan aplikasikan fungsi aktivasinya
untuk menghitung sinyal keluarannya,yk= f(y_ink)
Propagasi balik
Langkah 6 : tiap unit keluaran (yk, k = 1,…..,m) menerima pola target yang
saling berhubungan pada masukan pola pelatihan, hitung kesalahan
informasinya,
(2.7)
hitung koreksi bobotnya (digunakan untuk mempengaruhi wjk
nantinya),
(2.8)
hitung koreksi biasnya (digunakan untuk mempengaruhi wok
nantinya)
(2.9)
dan kirimkan δkke unit-unit pada lapisan dibawahnya,
Langkah 7 : Setiap unit lapisan tersembunyi (zj, j = 1,…..p) jumlah hasil
perubahan masukannya (dari unit-unit lapisan diatasnya),
(2.10)
kalikan dengan turunan fungsi aktivasinya untuk menghitung
informasi kesalahannya,
(2.11)
(2.12)
hitung koreksi bias
(2.13)
Langkah 8 : Update bobot dan bias pada hubungan antar lapisan
(2.14)
(2.15)
Langkah 9 : Tes kondisi terhenti ) _ ( ' )
( k k k
k = t −y f y in
δ
j k
jk z
w =αδ
∆
k k
wo =αδ
∆
∑
==
m k jk k jw
in
1_
δ
δ
) _ ( '_ j j
j δ in f z in
δ =
i j
ij x
v =αδ
∆
j j
vo = αδ
∆
jk jk
jk baru w lama w
w ( )= ( )+∆
ij ij
ij baru v lama v
Backpropagation secara garis besar terdiri dari dua fase, fase maju dan fase
mundur. Selama fase maju algoritma ini memetakan nilai masukan untuk
mendapatkan keluaran yang diharapkan. untuk menghasilkan keluaran pola maka
didapatkan dari rekapitulasi bobot masukan dan dipetakan untuk fungsi aktivasi
jaringan. keluaran dapat dihitung sebagai berikut :
= (2.16)
di mana,
. = ( ) + (2.17)
dimana,
oj :inputdari j unit
wij : bobot yang dihubungkan dari unit i ke unit j
anet,j : jaringan keluaran untuk j unit θj : bias untuk j unit
Di dalam fase mundur, pola keluaran (aktualoutput) kemudian dibandingkan dengan
keluaran yang dikehendaki dan sinyal error dihitung untuk masing–masingoutput.
Sinyal-sinyal kemudian merambat mundur dari lapisanoutputke masing-masing unit
dalam lapisan lapisan transisi memberikan kontribusi langsung ke output, dan bobot
disesuaikan iterasi selama proses pembelajaran, kemudian error diperkecil selama
descent direction. fungsierrorpadaoutputneuron digambarkan sebagai berikut :
= ( ) (2.18)
dimana,
n : angka pada modul keluaran didalam lapisanoutput
tk : keluaran yang dikendaki dari keluaran unit k
ok : keluaran jaringan dari keluaran unit k
Parameter α merupakan laju pemahaman yang menentukan kecepatan iterasi. Nilai
α terletak antara 0 dan 1 (0≤a≤ 1). Semakin besar harga α , semakin sedikit iterasi
yang dipakai. Akan tetapi jika hargaα terlalu besar, maka akan merusak pola yang
sudah benar sehingga pemahaman menjadi lambat. Satu siklus pelatihan yang
melibatkan semua pola disebut epoch.
mencapai minimum global (atau mungkin lokal saja) terhadap nilai error
(kesalahan) dan cepat tidaknya proses pelatihan menuju kekonvergenan. Apabila
bobot awal terlalu besar maka input (masukan) ke setiap lapisan tersembunyi atau
lapisan output (keluaran) akan jatuh pada daerah dimana turunan fungsi sigmoidnya
akan sangat kecil. Apabila bobot awal terlalu kecil, maka input (masukan) ke setiap
lapisan tersembunyi atau lapisan output (keluaran) akan sangat kecil. Hal ini akan
menyebabkan proses pelatihan berjalan sangat lambat. Biasanya bobot awal
diinisialisasi secara random dengan nilai antara -0.5 sampai 0.5. Setelah pelatihan
selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola.
Keuntungan dari metodebackpropagationyaitu :
1. Back-Propagation sangat luas digunakan dalam paradigma jaringan saraf, dan
berhasil diaplikasikan dalam berbagai bidang. Misalnya : pengenalan pola
militer, diagnosa kedokteran, klasifikasi gambar, menerjemahkan kode, dan
dalam deteksi jenis penyakit paru.
2. Back-Propagation dapat digunakan untuk dua atau lebih lapisan dengan bobot
dan menggunakan aturan pengalaman belajar.
3. Pembelajaran dan penyesuaian prosedur didasari konsep yang relatif sederhana.
4. Dapat memisahkan pola yang terpisah secara linear maupun pola yang terpisah
tidak linear. Terpisah linear adalah dipisahkan 1 garis linear 2 pola tersebut.
Adapun kelemahannya yaitu : Waktunya Konvergen, karena pelatihan
memerlukan ratusan atau ribuan contoh dalam kumpulan pelatihan, dan mungkin
membutuhkan waktu komputasi sepanjang hari (atau lebih) untuk menyelesaikan
pelatihan.
2.3 Algoritma Kohonen
Kohonen Map atau dapat disebut Self Organizing Maps (SOM) diperkenalkan
pertama kali oleh Prof. Teuvo Kohonen dari Finlandia pada tahun 1982 (Kohonen,
1982). Jaringan Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk pengenalan pola baik
berupa pola/citra, suara, dan lain-lain. Jaringan SOM sering pula digunakan untuk
ekstraksi ciri (feature) pada proses awal pengenalan pola. Ia mampu mereduksi
dimensi input pola ke jumlah yang lebih sedikit sehingga pemrosesan komputer
Prinsip kerja dari algoritma SOM adalah pengurangan node-node
tetangganya (neighbor), sehingga pada akhirnya hanya ada satu node output yang
terpilih (winner node). Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan inisialisasi
bobot untuk tiap-tiap node dengan nilai random. Setelah diberikan bobot random,
maka jaringan diberi input sejumlah dimensi node/neuron input. Setelah input
diterima jaringan, maka jaringan mulai melakukan perhitungan jarak vektor yang
didapatkan dengan menjumlah selisih/jarak antara vektorinputdengan vektor bobot.
Secara matematis dirumuskan :
dj=
∑
−
=
1
0
n
i
(xI(t) -wij(t))2 (2.19)
Langkah-langkah Algoritma Kohonen
Berikut merupakan langkah-langkah algoritma Kohonen :
Langkah 0 : Inisialisasi bobot : Wij
Set parameter-parameter tetangga
Set parameterlearning rate
Langkah 1 : Kerjakan jika kondisi berhenti bernilaiFALSE
a. Untuk setiap vektorinputx, kerjakan :
• Untuk setiap j, hitung :
boboti=∑i(Wij–Xi)2 (2.20)
• Bandingkan boboti untuk mencari bobot terkecil
• Untuk boboti terkecil, ambil Wij (lama) untuk
mendapatkan :
Wij(baru) = Wij(lama) + α (xi–Wij(lama)) (2.21)
b. Perbaikilearning rate
(baru) = 0,5 * α (2.22)
c. Kurangi radius ketetanggaan pada waktu-waktu tertentu,
dengan cara meng-update nilai boboti
2.4 Normalisasi Data
Dalam proses pembelajaran (training), jaringan membutuhkan data training yaitu
data yang di-input-kan. Pada proses yang menggunakan derajat keanggotaan yang
berada pada interval yang lebih kecil yaitu [0.1 , 0.9], untuk itu perlu dilakukan
normalisasi data agar terbentuk data yang berada diantara 0 dan 1. Salah satu rumus
yang dapat digunakan dalam proses normalisasi data tersebut adalah persamaan
berikut :
(xmax-xmin)(x-a)
Xbaru= + xmin (2.23)
(b-a) Dimana :
xbaru : dataactualyang telah dinormalisasi
xmax : nilai maksimum dataactual
xmin : nilai minimum dataactual
a : data terkecil
b : data terbesar
2.5. Teori Penunjang Tentang Penyakit Paru
(Sumber : http://paru-paru.com/jenis-jenis-penyakit-paru-paru/)
Jenis-jenis penyakit paru-paru sangatlah beragam. Namun, hampir semuanya
berbahaya, sebab penyakit ini menyerang organ terpenting dalam tubuh manusia.
Anda sebaiknya menjaga kesehatan paru-paru karena sebanyak 12 jenis penyakit
[image:34.595.235.393.580.711.2]siap menderanya.
Paru-paru adalah salah satu organ pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai
tempat bertukarnya oksigen dari udara yang menggantikan karbondioksida di dalam
darah. Proses ini dinamakan sebagai respirasi dengan menggunakan batuan
haemoglobin sebagai pengikat oksigen. Setelah O2 di dalam darah diikat oleh
hemoglobin, selanjutnya dialirkan ke seluruh tubuh.
Berikut ini jenis-jenis penyakit paru-paru yang perlu diketahui berdasarkan pada
buku karangan Steve Parker yang berjudul “Ensiklopedia Tubuh Manusia”.
1. Pneumonia (radang paru-paru)
Salah satu jenis-jenis penyakit paru-paru yang berbahaya adalah pneumonia atau
disebut juga dengan radang paru-paru. Pneumonia dapat timbul di berbagai daerah di
paru-paru. Pneumonia lobar menyerang sebuah lobus atau potongan besar paru-paru.
Pneumonia lobar adalah bentuk pneumonia yang mempengaruhi area yang luas dan
terus-menerus dari lobus paru-paru.
Selain itu, ada juga yang disebut bronkopneumonia yang menyerang seberkas
jaringan di salah satu paru-paru atau keduanya.
2. Penyakit Legionnaries
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah legionnaries. Penyakit paru-paru yang
satu ini disebabkan bakteri legionella pneumophilia. Bentuk infeksinya mirip dengan
pneumonia.
Penyebab penyakit legionnaries adalah bakteri legionella, sebuah bakteri
berbentuk batang yang ditemukan di sebagian besar sumber air. Mereka dapat
berlipat ganda sangat cepat. Mereka terdapat di sistem pipa ledeng atau di mana pun
yang air bisa menggenang.
Penyakit Legionnaire pertama kali dijelaskan pada 1976 setelah terjadi
wabah penyakit yang mirip penumonia berat pada veteran perang di sebuah konvensi
3. Efusi pleura
Cairan berlebih di dalam membran berlapis ganda yang mengelilingi paru-paru
disebut efusi pleura. Dua lapis membran yang melapisi paru-paru atau pleura
dilumasi oleh sedikit cairan yang memungkinkan paru-paru mengembang dan
berkontraksi dengan halus dalam dinding dada. Infeksi seperti pneumonia dan
tuberkulosis, gagal jantung, dan beberapa kanker dapat menimbulkan pengumpulan
cairan di antara pleura. Jumlahnya bisa mencapai tiga liter yang menekan paru-paru.
4. Tuberkulosis (TB)
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah Tuberkulosis atau disingkat TB
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi yang menyerang jaringan
paru-paru. Penyebab seseorang mengidap TB adalah bakteri mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar orang memiliki mikroba TB di dalam tubuhnya, tapi mikroba ini
hanya menyebabkan penyakit di beberapa orang saja, biasanya jika imunitas atau
kekebalan tubuh orang itu menurun.
5. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah penyakit yang terdapat di selaput paru atau yang disebut
pleura. Pneumotoraks terjadi jika satu atau kedua membran pleura tertembus dan
udara masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru-paru mengempis. Membran
pleura dipisahkan oleh lapisan cairan pleura sangat tipis yang melumasi gerakan
mereka. Keseimbangan tekanan antara dinding dada, lapisan pleura, dan jaringan
paru-paru memungkinkan paru-paru “terisap” ke dalam dinding dada.
Pada pneumotoraks, udara masuk ke dalam rongga pleura. Keseimbangan tekanan
pun berubah dan paru-paru mengempis. Jika lebih banyak udara yang masuk ke
dalam rongga tapi tidak dapat keluar, tekanan di sekitar paru-paru semakin tinggi
yang dapat mengancam jiwa.
Pneumotoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya alveolus yang membesar secara
abnormal di permukaan paru-paru atau akibat kondisi paru-paru, seperti asma.
6. Asma
Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah Asma. Asma merupakan penyakit
radang paru-paru yang menimbulkan serangan sesak napas dan mengi yang
berulang. Asma merupakan salah satu kelainan paru-paru paling banyak dan
bervariasi, menyerang satu dari empat anak di beberapa daerah.
Otot dinding saluran udara berkontraksi seperti kejang, menyebabkan saluran udara
menyempit, sehingga terjadi serangan sesak napas. Penyempitan diperburuk oleh
sekresi lendir yang berlebihan. Sebagian besar kasus terjadi di masa kanak-kanak
dan biasanya berkaitan dengan penyakit yang didasari oleh alergi seperti eksema dan
keduanya mempunyai faktor penyakit turunan.
7. Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai karakteristik keterbatasan jalan
napas yang tidak sepenuhnya reversibel. PPOK adalah kelainan jangka panjang di
mana terjadi kerusakan jaringan paru-paru secara progresif dengan sesak napas yang
semakin berat. PPOK terutama meliputi bronkitis kronis dan emfisema, dua kelainan
yang biasanya terjadi bersamaan.
8. Bronkitis Kronis
Peradangan kronis saluran udara paru-paru biasanya disebabkan oleh rokok. Jarang
sekali, infeksi akut yang berulang menimbulkan bronkitis kronis. Pada bronkitis
kronis, bronkus, saluran udara utama menuju paru-paru, meradang, membengkak,
dan menyempit akibat iritasi oleh asap tembakau, infeksi berulang, atau paparan
lama terhadap zat polutan. Saluran udara yang meradang mulai menghasilkan dahak
berlebihan, awalnya menyebabkan batuk mengganggu di waktu lembap dan dingin,
lalu berlanjut sepanjang tahun.
9. Emfisema
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan
pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan
oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita
10. Penyakit Paru Akibat Kerja
Asbestosis, silikosis, dan pneumokoniosis disebabkan oleh menghirup partikel yang
mengiritasi dan membuat peradangan jaringan paru-paru, mengarah ke timbulnya
fibrosis. Orang yang berisiko tinggi menderita penyakit paru-paru akibat pekerjaan,
adalah para pekerja yang terpapar partikel beracun selama bertahun-tahun, misalnya
para pekerja tambang.
Pada penyakit paru-paru akibat kerja, terdapat penebalan perlahan (fibrosis) jaringan
paru-paru, yang akhirnya menimbulkan pembentukan jaringan parut ireversibel.
11. Silikosis
Silikosis adalah salah satu penyakit paru akibat lingkungan kerja. Penyakit ini
merupakan suatu pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi partikel-partikel
kristal silika bebas.
Silika adalah sejenis bahan yang banyak digunakan dalam bangunan dan perusahaan
konstruksi. Silika dalam bentuk padat tidak berbahaya, tetapi bentuk butiran debu
sangat tidak baik untuk paru-paru. Yang termasuk silika bebas adalah kuarsa,
tridimit, dan kristobalit.
12. Asbestosis
Asbestosis adalah penyakit paru yang disebabkan banyaknya zat asbes yang terhirup
paru-paru, sehingga menyebabkan kerusakan berat. Pada beberapa kasus asbestosis,
bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit kanker paru-paru. Kanker paru-paru
sendiri adalah keberadaan tumor ganas di paru-paru. Kanker paru-paru adalah kanker
paling umum di dunia dan lebih dari satu juta kasus baru ditemukan setiap tahun.
Namun pada penelitian ini hanya menggunakan 3 jenis penyakit paru saja, yaitu:
Tuberkulosis (TB) paru atau TBC Paru-paru,danPneumonia (radang paru-paru).
2.6 Smoothing Grafik
Proses smoothing grafik dilakukan untuk mendapatkan hasil grafik yang lebih baik.
telah terbentuk dari titik puncak grafik tersebut, kemudian akan ditarik garis linear
dari titik awal dan titik akhir sehingga dapat menghasilkan grafik yang lebih baik.
2.7 Riset Terkait
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa riset terkait yang
dijadikan acuan yang membuat penelitian berjalan lancer. Adapun riset-riset terkait
[image:39.595.108.526.242.755.2]tersebut adalah:
Tabel 2.1 Riset terkait
No Judul Riset Nama Peneliti Dan Tahun Algoritma/ Metode Yang Digunakan Hasil Penelitian 1 Pengenalan huruf berbasis jaringan syaraf tiruan menggunakan algoritma perceptron
Wahyono, 2009 Algoritma Perceptron/meto de Binerisasi
Dalam pelatihan dan pengujian data pola didapatkan bahwa ternyata algoritma perceptron pun bisa digunakan dalam pengenalan huruf yang masuk dalam ruang lingkup pengklasifikas ian pola. 2 Penerapan Algoritma Quickprop pada Jaringan Syaraf Tiruan untuk Mendeteksi Wajah Manusia
Setyo Nugroho, 2005
Algoritma
Quickprop/metod e active learning
Algoritma Quickprop dan metode active
learning dapat meningkatkan kecepatantraining. 3 Pengenalan Citra Objek Sederhana Dengan Menggunaka n Metode Jaringan Saraf Tiruan Som Ang Wie Siong1,
Resmana2,1999
Metode Jaringan Saraf Tiruan SOM
Jaringan saraf tiruan ini mampu mengenali citra ber-noise, namun
kurang dapat
Tiruan dengan Metode Backpropagat ion Untuk Mendeteksi Gangguan Psikologi
08 melakukan pendeteksian
suatu jenis penyakit, gangguan, maupun kasus yang memiliki data masa lalu, dan dengan
menggunakan metode
Backpropagation, target output yang diinginkan lebih mendekati ketepatan dalam malakukan pengujian, karena terjadi
penyesuaian nilai bobot dan bias yang semakin baik pada proses pelatihan(traning).
5 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan untuk
Mendeteksi Posisi Wajah Manusia pada Citra Digital
Setyo Nugroho1, Agus Harjoko2, 2009
Algoritma
Quickprop Dan Metode Active Learning
Jaringan syaraf tiruan dengan jenis multi layerperceptron dapat digunakan untuk melakukan deteksi wajah pada citra digital. Untuk training dengan jumlah data yang besar, algoritma
Quickprop memberikan
peningkatan kecepatan
training yang signifikan.
2.8 Perbedaan Dengan Riset Yang Lain
Dalam Penelitian ini, untuk mempercepat proses pembelajaran (training) yang
signifikan dan klasifikasi yang akurat dalam mengenali pola suatu penyakit paru
menggunakan Algoritma Kohonen pada Jaringan syaraf Tiruan dimana bobot yang
digunakan dihitung menggunakan algoritma Kohonen dan hasilnya dimasukkan ke
JSTbackpropagation.
9 Kontribusi Riset
Dalam penelitian ini, algoritma yang akan digunakan dalam mempercepat proses
pembelajaran dan klasifikasi yang akurat adalah algoritma Kohonen, diharapkan dari
penelitian ini akan didapatkan metode yang lebih efektif dalam meningkatkan
kecepatan training di dalam pengenalan pola penyakit secara otomatis pada jaringan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Salah satu syarat suatu penelitian adalah mempunyai metode atau algoritma yang
dipakai dalam penelitiannya. Sebelum menguraikan algoritma yang dipakai dalam
penelitian ini, lebih baiknya dijelaskan apa arti penelitian itu sendiri. Penelitian
merupakan upaya pemecahan suatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah
tertentu, teori dan rancangan, serta dilakukan secara sistematis.
Dan di dalam penelitian ini akan membahas tentang algoritma Jaringan Saraf
Tiruan Self Organizing Maps (SOM) atau Kohonen pada Jaringan Syaraf Tiruan
Backpropagation dan hal ini digunakan untuk pengenalan pola penyakit paru.
3.2 Proses penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan sehingga target yang diharapkan dapat tercapai.
3.2.1 Data yang Digunakan
Data yang digunakan adalah data sekunder dari gejala umum Pneumonia atau
radang paru-paru dan TBC Paru-paru atau Tuberkulosis paru-paru yang diambil dari
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal:"Sistem Pendukung Keputusan Klinis
", internet dan buku-buku yang mendukung tanpa menggunakan proses uji
mikroskopis, foto thoraks atau rontgen.
Dalam penelitian ini, penulis juga membutuhkan data input dalam proses JST
backpropagation.Data tersebut akan digunakan sebagai data pelatihan dan juga data
1. Banyaknya data yang digunakan 30 sampel data;
2. Data yang digunakan menggunakan aturan:
 Terdiri dari 3dataset (data kriteria Umur dan jenis kelamin, data kriteria gejala penyakit dan data kriteria lingkungan dan kebiasaan);
 Setiap dataset terdiri dari jumlah data yang berbeda;
 Pelatihan menggunakan 2 algoritma, yaitu: algoritma JST Backpropagationdan algoritma Kohonen.
 Pelatihan Algoritma JST Backpropagation melakukan pemrosesan data secara random dan dilakukan dengan batas awal dan batas akhir sesuai
dengan dataset yang digunakan, sedangkan algoritma Kohonen
digunakan untuk pembobotan awal dan hasil pembobotan tersebut
dimasukkan ke algoritma Backpropagation untuk mendapatkan hasil
[image:42.595.140.540.375.629.2]pelatihan;
Gambar 3.1. Skema Sistem
PEMBOBOTAN
METODE ALGORITMA KOHONEN METODE SECARA RANDOM
DATABASE
Data input yang digunakan :
I. Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
II. Berdasarkan gejala penyakit
III. Berdasarkan lingkungan dan kebiasaan
I. Dataset berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Dalam penilaian ini yang menjadi tolak ukur adalah dari segi umur dan jenis kelamin
pasien, keduanya berpengaruh langsung pada jenis penyakit pasien. Untuk penilaian
pasien dengan umur yang lebih tua memiliki tingkat rentan lebih tinggi dibandingkan
dengan umur pasien yang relative lebih muda. Berdasarkan jenis kelamin pasien,
dimana kasus laki-laki lebih sering terjangkit kanker paru lebih besar dari pada
pasien berjenis kelamin wanita. Umur dan jenis kelamin pasien dijadikan bagian dari
inputan jaringan syaraf buatan yang akan menentukan pola penyakit kanker paru,
[image:43.595.137.489.411.582.2]bentuk penilaian secara spesifik dapat disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Identitas pasien Skala/Ket Penilaian
Umur/Usia < 20 Thn 0,06
20–35 thn 0.07
36–50 thn 0.08
51–65 thn 0.09
> 65 thn 1
Jenis Kelamin Pria 0.1
Wanita 0.05
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal:"Sistem Pendukung Keputusan Klinis "
II. Penilaian kriteria gejala penyakit
Dalam penilaian kriteria gejala penyakit yang menjadi perhatian utama dalam
menentukan pola penyakit paru yaitu gejala utama dari penyakit paru, penilaian
Tabel 3.2. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Pneumonia (radang paru-paru)
Gejala Penyakit Skala/Net Penilaian
Batuk Tidak Batuk 0
Ringan (< 25 ml / 24 Jam) 0.007
Sedang (25 -250 ml / 24 Jam) 0.008
Berat (250-600 ml / 24 Jam) 0.009
Masif ( >600 ml / 24 Jam 0.01
Batuk yang di sertai sulit bernafas Tidak Batuk 0
Ringan (< 25 ml / 24 Jam) 0.008
Sedang (25 -250 ml / 24 Jam) 0.009
Berat (250-600 ml / 24 Jam) 0.01
Masif ( >600 ml / 24 Jam) 0.02
Hasil Rontgen dada menunjukkan
ada bagian yang berwarna
putih-putih di bagian kiri atau kanan paru
Ya 0.08
Tidak 0
Terdeteksi ada bakteri atau jamur
pada pengujian sampel dahak
(sputum)
Ya 0.07
Tidak 0
Hasil tes darah menunjukkan
peningkatan sel darah putih dengan
dominasi netrofil untuk pneumonia
yang disebabkan infeksi bakteri
Ya 0.06
Tidak 0
Kesulitan bernapas disertai gejala
sianosis sentral
Ya 0.02
Tidak 0
Sulit Minum Ya 0.01
Tidak 0
Terdengar napas yang kasar, dan
jika diperiksa dengan stetoskop
akan terdengar suara yang lemah.
Ya 0.01
Tidak 0
Tabel 3.3. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan TBC Paru
Gejala Penyakit Skala/Net Penilaian
Batuk Darah Tidak batuk 0
Ringan 0.05
Sedang 0.06
Berat 0.07
Masif 0.08
Demam Ya 0.2
Tidak 0
Sesaknafas Ya 0.05
Tidak 0
Sakit dada persisten Ya 0.02
Tidak 0
Suara serak/Perau Ya 0.01
Tidak 0
Ujung jari membesar dan terasa sakit Ya 0.01
Tidak 0
Berat badan menurun dan kehilangan nafsu
makan
Ya 0.02
Tidak 0
Sumber: R.Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal:"Sistem Pendukung Keputusan Klinis "
III. Penilaian Kriteria Lingkungan dan Kebiasaan
Penilaian kriteria lingkungan dan kebiasaan pasien diperoleh dari faktor resiko
Tabel 3.4. Penilaian Kriteria identitas pasien berdasarkan Lingkungan dan Kebiasaan
Lingkungan dan
Kebiasaan
Skala Nilai
Perokok Ya 0.1
Tidak 0
Lokasi T T dekat Pabrik,
atau daerah polusi tinggi
Ya 0.1
0
Riwayat anggota keluarga
penderita penyakit paru
Ya 0.1
Tidak 0
Sumber: R. Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal:"Sistem Pendukung Keputusan Klinis "
Secara ringkas data input perancangan data dengan jaringan syaraf tiruan untuk data
pelatihan dan pengujian, digunakan 20 variabel input yaitu:
X1:Jenis kelamin
X2:Umur
X3:Batuk darah
X4: Demam
X5: Sesak Nafas
X6: Sakit dada persisten
X7: Suara serak/Parau
X8: Ujung jari membesar dan terasa sakit
X9: Berat badan menurun dan kehilangan nafsu makan
X10: Perokok
X11: Tinggal daerah polusi tinggi
X12: Faktor Keturunan
X13: Batuk
X14: Batuk yang disertai sulit bernafas
X15:Hasil Rontgen dada menunjukkan ada bagian yang berwarna putih-putih
di bagian kiri atau kanan paru
X16 : Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak
X17 : Hasil tes darah menunjukkan peningkatan sel darah putih dengan
dominasi netrofil untuk pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri
X18:Kesulitan bernapas disertai gejala sianosis sentral
X19:Sulit Minum
X20:Terdengar napas yang kasar, dan jika diperiksa dengan stetoskop akan
terdengar suara yang lemah.
Data dikonversi menjadi angka nominal untuk memudahkan perhitungan algoritma.
Pada setiap gejala penyakit mempunyai selang nilai berbeda-beda, dan ada sebagian
gejala lainnya hanya diberi nilai 1 untuk nilai ya (ada gejala), dan 0 untuk nilai tidak
(tidak ada gejala). Percobaan dilakukan 2 kali, yaitu dengan algoritma
[image:47.595.114.461.344.441.2]Backpropagationdan algoritma Kohonen pada JSTBackpropagation.
Gambar 3.2. Langkah-langkah pelatihan JST
Untuk setiap penilaian kriteria akan di berikan bobot sesuai dengan keinginan
sipembuat. Di sini untuk kriteria penilaian identitas pasien karena tidak terlalu
signifikan mempengaruhi diagnosa maka diberikan bobot 20%, penilaian gejala
penyakit diberikan bobot 50% penilaian diberikan bobot lebih tinggi karena
dianggap sangat mempengaruhi diagnosa secara signifikan, penilaian lingkungan dan
kebiasaan pasien diberikan bobot 30% ,dan bentuk represenasi bobot sistem ini
disajikan pada tabel 3.5.
Datainput JST
Backpropagation
Tabel 3.5. Persentasi Bobot
Data set Bobot
Umur dan jenis kelamin 20 %
Gejala penyakit 50 %
Lingkungan dan kebiasaan 30 %
3.2.2 Data Target/Output
Adapun data target/output adalah 1 menunjukkan Pola penyakit dikenali, sedangkan
0 menunjukkan Pola penyakit tidak dikenali. Data target/output dapat dilihat pada
[image:48.595.159.466.346.409.2]tabel 3.7
Tabel 3.6. Data Target
No Keterangan Bobot
1 Pola penyakit dikenali 1
2 Pola penyakit tidak dikenali 0
3.2.3 Pelatihan Data
Tahap pelatihan merupakan tahap dimana sistem akan mempelajari pola mencapai
target. Pola yang ditemukan akan digunakan untuk prediksi. Agar sistem dapat
menemukan pola untuk mencapai target yang diinginkan maka sistem harus dilatih
dengan bobot dan bias yang berbeda. Dalam tahap pelatihan harus dicari nilaierror
yang sekecil mungkin agar hasil prediksi yang diperoleh menjadi akurat. Kesalahan
pada tahap pelatihan data akan menyebabkan hasil diperoleh jauh dari yang
Tabel 3.7. Data untuk Pelatihan dan Data Target
NO DATA PELATIHAN TARGET
1 Kriteria berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Pola Penyakit dikenali 2 Kriteria Identitas berdasarkan Gejala Pneumonia
(radang paru-paru)
3 Kriteria Identitas berdasarkan TBC Paru-paru
atau Tuberkulosis paru-paru Pola Penyakit tidak
dikenali 4 Kriteria Identitas berdasarkan Gejala
Lingkungan dan Kebiasaan
Gambar 3.3. Pelatihan Data
3.2.4. Pengujian Data
Setelah sistem dilatih maka langkah selanjutnya akan dilakukan pengujian terhadap
sistem. Jika tahap pelatihan telah dilakukan dengan baik maka sistem akan cepat
menemukan target pada saat proses pengujian dilakukan. Pengujian terhadap sistem
bertujuan untuk menguji sistem apakah sudah mampu menghasilkan data sesuai
[image:49.595.104.541.129.545.2]Gambar 3.4 PolaOutputPengujian Data
3.3 Analisis Data
Variabel yang digunakan dalam pengenalan pola penyakit paru pada penelitian ini
terdiri dari 20 variabelinput dan 1 variabel target/output. Variabel-variabel tersebut
diambil dari data sekunder dari gejala umum penyakit Pneumonia atau radang
paru-paru dan TBC Paru-paru-paru atau Tuberkulosis paru-paru-paru-paru yang diambil dari Sumber: R.
Kurniawan dan S. Hartati, Jurnal: "Sistem Pendukung Keputusan Klinis ", internet
dan buku-buku yang mendukung tanpa menggunakan proses uji mikroskopis, foto
thoraksataurontgen.
3.3.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Pada permasalahan ini arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan yang digunakan adalah
Jaringan Syaraf Tiruan dengan banyak lapisan (multilayer) dengan algoritma
Backpropagation, yang terdiri dari:
a. Lapisan masukan (input) dengan 20 simpul (x1,x2, …., x20).
b. Lapisan tersembunyi (Hidden) dengan jumlah simpul ditentukan oleh
pengguna (Z1, Zn).
v12
v32
v22
v42
W11
w21
INPUT HIDDEN LAYER OUTPUT
.
.
.
.
[image:51.595.154.492.79.439.2].
Gambar 3.5. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Pengenalan Pola
Keterangan :
1. X = 20
Jumlah neuroninput: X1, X2, …, X20
2. Z = 2
Jumlah hidden layer : jumlah hidden layer (Z) bergantung pada jumlah input
neuron. Akan tetapi umumnya jumlah hidden layer yang dipakai adalah 1
(satu) atau 2 (dua) saja, menambah jumlah hidden layer dapat menyebabkan
meningkatnyaoverfittingdan waktu eksekusi.
3. Y = 1
Jumlah neuron output : umumnya aplikasi jaringan syaraf tiruan untuk
memperediksi memakai 1 (satu)outputneuron saja, yaitu : Y.
4. Fungsi aktivasi : fungsi aktivasi yang digunakan untuk menentukan output
dari neuron yang diproses. Teknik yang dipakai untuk menentukan fungsi
X1
X2
X3
X4
X20
Y
Z2
aktivasi yang baik adalah percobaan. Kriteria penentu yang dipakai untuk
menentukan fungsi aktivasi adalah kemampuannya untuk mempercepat fase
pembelajaran dan meningkatkan keakuratan dari jaringan syaraf. Fungsi
aktivasi yang umumnya digunakan adalah sigmoid.
5. Learning rate(α) = 0,01
Laju Pembelajaran/learning rate(α) : belum ada aturan yang pasti mengenai
laju pembelajaran. Tetapi nilai α yang terlalu besar menyebabkan
meningkatnya kecepatan dalam menemukan nilai performansi error yang
diinginkan, namun memungkinkan untuk terjadi overshoot. Sebaliknya nilai
α yang terlalu kecil menyebabkan pelatihan yang lambat. Secara umum, nilai
optimal dari α tergantung dari masalah yang sedang diselesaikan. Seperti
yang telah diketahui bahwa backpropagation berdasarkan pada penurunan
error. Penurunan error ini merupakan metode yang cukup efisien untuk
mendapatkan nilai bobot yang menghasilkanerror minimum.
6. Error maximum = 0,001
Perhitunganerror : untuk membandingkan hasiloutput dengan target output
untuk setiap inputan diperlukan perhitungan nilaierror. Perhitunganerrorini
selain dapat menentukan bahwa hasil benar atau salah, juga dapat
menentukan derajat kebenaran atau kesalahan. Fungsi error yang umumnya
digunakan adalah Mean Square Error (MSE). MSE merupakan rata-rata
kuadrat dari selisih antara output jaringan dengan output target. Mean
Absolute Error (MAE) merupakan perhitungan error yang biasa digunakan
karena merupakan hasil absolute dari selisih antara nilai hasil sistem dengan
nilai aktual, tujuan utamanya adalah untuk memperoleh nilai error yang
sekecil-kecilnya dengan secara iterative mengganti nilai bobot yang
terhubung pada semua neuron. Untuk mengatahui seberapa banyak bobot
harus diganti, setiap iterasi memerlukan perhitungan error yang berasosiasi
Rumus dari MSE dan MAE adalah sebagai berikut :
∑
− = m n nMAE | c d |
m n n MSE =
∑
c − d2
) (
7. Jumlah DataTraining = 30
8. Epoch Maximum = 1500
9. Momentum = 1
Tujuan menggunakan momentum pada JST dalam perubahan perhitungan perubahan
bobot adalah untuk melancarkan pelatihan dan mencegah agar bobot tidak berhenti
disebuah nilai yang belum optimal.
Jaringan saraf yang akan dibangun adalah algoritma propagasi balik
(Backpropagation) dengan fungsi aktivasi Sigmoid. Fungsi akti