CINA KEBUN SAYUR
(Studi Tentang Pengetahuan Petani Dan Pengelolaan Tanaman Sayur Mayur Di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial
Dalam Bidang Ilmu Antropologi
OLEH :
070905035
BOBY CHANDRA PANE
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
OLEH
Nama : Boby Chandra Pane
Nim : 070905035
Departemen : Antropologi
Judul : Cina Kebun Sayur (Studi Mengenai Pengetahuan Petani Dan Pengelolaan Tanaman Sayur Mayur Di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli)
Medan, 28 November 2012
Pembimbing Skripsi Ketua Departemen
(Drs. Agustrisno, M.S.P)
NIP. 19600823198702 1 001 NIP.
19621220198903 1 005
(Dr. Fikarwin Zuska)
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
CINA KEBUN SAYUR
(Studi Tentang Pengetahuan Petani dan Pengelolaan Tanaman Sayur Mayur di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yangpernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacudalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaansaya.
Medan, November 2012
ABSTRAK
Boby Chandra Pane, 2012, Judul : Cina kebun sayur (Studi mengenai pengetahuan petani dan pengelolaan tanaman sayur mayur, di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 113 halaman + 8 daftar tabel + 25 daftar pustaka + lampiran interview guide.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang pengetahuan petani dan pengelolaan tanaman sayur mayur yang dilakukan oleh petani Cina kebun sayur. Untuk menjawab permasalahan diatas penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan tingkah laku.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Melihat orang pertama yang menanam sayur mayur di kelurahan tersebut cukup berhasil, adanya pemasaran yang mudah, harga sayur yang tinggi, permintaan pasar yang tinggi. Serta didukung dengan keadaan iklim dan tanah yang cocok untuk bertani sayur mayur.
Demikian halnya dengan tanah petani memiliki konsep tanah yang berbeda yaitu tanah yang baik dan tidak baik. Dalam pemilihan bibit dan pengetahuan cara penanaman serta perawatan tanaman dilakukan dengan pengalaman masing-masing. Melihat hasil yang didapatkan dari sayur, untuk itu penulis menyarankan supaya petani meningkatkan lagi produksinya serta lebih teliti lagi dalam memeliharanya agar tidak terserang penyakit. Nantinya juga penelitian ini akan melihat beberapa kisah keluarga petani Cina kebun
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, sistem pengetahuan petani dan sistem pengelolaan tanaman sayur mayur. Yang dilihat dari berbagai aspek seperti aspek ekonomi, sosial budaya, dan kebudayaan khas etnis Tionghoa.
Selain menggunakan observasi, saya juga melakukan wawancara dan mengumpulkan berbagai bahan data seperti, data literatur, sekunder maupun primer juga cara saya dalam mendapatkan data. Yang bertujuan menggambarkan secara terperinci bagaimana sistem pengetahuan dan pengelolaan tanaman sayur mayur yang dilakukan oleh petani Cina kebun sayur.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat dan kasih karunia-Nyalah, saya dapat menyelesaikan
skripsi ini. Sebagai manusia biasa tentunya tidak terlepas dari banyak kekurangan
dan kelemahan, sehingga penulisan skripsi ini masih belum bisa dikatakan
sempurna, baik dalam penuturan kata ilmiah yang lazim maupun dalam penyajian
data. Adapun penulisan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir dari seorang
mahasiswa dalam mencapai gelar sarjana khususnya dalam bidang ilmu
Antropologi, dan untuk penelitian ini berjudul “Cina kebun sayur”. Studi Tentang Pengetahuan Petani dan Pengelolaan Tanaman Sayur Mayur di
Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Fikarwin Zuska,
selaku Ketua Departemen Antropologi FISIP USU terima kasih atas ilmu dan
saran yang telah diberikan selama saya duduk di bangku perkuliahan, dan Bapak
Drs. Agustrisno, MSP, selaku Sekretaris Departemen FISIP USU dan juga selaku
dosen pembimbing skripsi saya. Yang dimana beliau telah bersedia meluangkan
waktu, memberikan ilmunya, dan nasehat serta saran-saran selama dalam proses
bimbingan skripsi, mulai dari awal hingga akhir. Terima kasih Pak atas waktu,
ilmu, dan nasehat serta saran-sarannya yang selama ini buat penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nita Savitri,
M.Hum, selaku dosen penasehat akademik. Yang dimana beliau telah begitu
beliau luangkan untuk penulis dalam berbagi curhat terutama dalam urusan
akademik, seperti layaknya Kakak Adik. Terima kasih Bu karena telah mendidik
dan mengarahkan saya di dalam perkuliahan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Mariana Makmur, MA,
selaku ketua penguji proposal 1 atas saran-saran dan masukannya sewaktu ujian
proposal, dan Ibu Dra. Sri Alem Sembiring, M.Si, selaku ketua penguji proposal 2
terima kasih atas saran-saran dan masukannya dalam ilmu Antropologi Pertanian
sewaktu ujian proposal. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.
Yance, M.Si, atas ilmu yang telah diberikan di dalam perkuliahan ilmu
Antropologi Biologi,Etnoarkeologi dan Antropologi Ekologi, beliau juga sangat
membantu penulis terutama dalam mempelajari ilmu-ilmu berbau Eksakta dan
banyak memberikan gambaran atas roda kehidupan manusia dari aspek ilmu
Eksakta. Juga kepada Kak Nurhayati selaku pegawai di lingkungan Departemen
Antropologi, terima kasih karena telah banyak membantu penulis dalam penulisan
administrasi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada kedua Orangtua saya, Ayahanda
Drs. J. Pane, M.Si dan Ibunda E. Pasaribu. Terima kasih telah mendidik saya dari
kecil hingga duduk di bangku perkuliahan, terima kasih juga atas dukungan doa,
semangat, kesabaran, motivasi, serta materi yang telah diberikan kepada saya,
terlebih kasih sayangnya selama ini. Saya sangat bangga memiliki Orangtua
seperti Ayah dan Ibu, tanpa kalian saya bukanlah apa-apa di dalam hidup ini,
terima kasih karena kalian telah menjadi penyemangat hidupku yang sejati. Saya
juga berterima kasih kepada Kedua Adikku yang sangat saya banggakan dan juga
kalian saya bukanlah apa-apa di dalam hidup ini. Kekasihku Rona Fransiska
Pasaribu, S.Pd, terima kasih karena telah menjadi sahabat yang baik dalam suka
maupun duka buat penulis, terlebih semangat, motivasi, dan kasih sayangmu buat
penulis selama ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada kerabat-kerabatku terkhusus
stambuk 2007 yaitu, Siti Diannur, S.Sos, Putri Dewi, S.Sos, Parlaungan, S.Sos,
Arni Melvi, S.Sos, Nugraha Hybrianto, S.Sos, Khususnya. Dan juga
kerabat-kerabat yang lain yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas
hubungan persahabatannya yang selama ini kita jalani bersama di Departemen
Antropologi.
Terima kasih juga kepada kerabat-kerabatku stambuk 2005/2006/2008 :
Bang Christon Sihombing’ 05, S.Sos, Bang Darwin Tambunan’ 05, S.Sos, terima
kasih atas jasanya selama ini terkhusus dalam membantu penulis saat dilapangan
mengumpulkan data-data, Kak Erna Aritonang’05, S.Sos, Fadly Radja
Siambaton’06, S.Sos, Elmanualla’06, S.Sos, Rikardo’06, S.Sos, Denny Gulo’,
S.Sos. Terima kasih atas persahabatannya di Departemen Antropologi.
Terima kasih juga buat sahabat-sahabatku yang lainnya yaitu, Saudara
Jefri Sangal Batubara, S.Sos (Sosiologi’07), terima kasih karena engkau telah
menjadi sahabat yang baik buat penulis baik dalam suka maupun duka sewaktu
kuliah di lingkungan Fakultas FISIP USU, semoga engkau diberikan sukacita di
dalam pekerjaan oleh Tuhan di dalam perantauanmu, Nanda Purba’Sos 07, S.Sos,
Andry Simanjuntak’ Sos 07. Terima kasih kepada Kak Marliana Hutagalung’
S.KM, yang juga telah banyak memberikan dukungan dan motivasinya buat
senatiasa membalas kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada
saya.
Medan, November 2012
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Boby Chandra Pane, lahir di Medan pada
tanggal 20 Oktober 1988, beragama Christian,
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Ayahanda Drs. J. Pane, M.Si dan Ibunda
E.Pasaribu. Pendidikan formal saya Sekolah
Dasar (SD) Melati Medan, tamat tahun 2001.
(SMP) Swasta Santo Paulus Medan, tamat tahun
2004. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
16 Medan, tamat tahun 2007. Pada tahun 2007 mengikuti pendidikan (S1) di
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara.
Pengalaman organisasi dan beragam aktifitas yang dilakukan adalah ; pada tahun
2008 – 2010 menjadi anggota tetap kesejahteraan pekerja buruh di Organisasi
Tenaga Kerja Bongkar Muat Belawan (TKBM), dan pada tahun 2010 – 2011
menjadi anggota tidak tetap Persatuan Kesejahteraan Pemuda Pemudi PT. PGN,
Medan, Komisariat Medan Marelan. Dan mengikuti PKL 1 dan PKL 2 (Praktek
Kerja Lapangan) yang dilakukan di Desa Lubuk Saban, tahun 2008 dan di
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat, kuasa, anugrah, dan kehendak-Nya, saya bisa
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul CINA KEBUN SAYUR (Studi Tentang Pengetahuan Petani dan Pengelolaan Tanaman Sayur Mayur di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli). Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana ilmu sosial dalam bidang ilmu Antropologi,
Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini membahas secara menyeluruh mengenai Cina kebun sayur.
Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V. Penguraian yang
dilakukan saya pada skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab pertama menguraikan garis besar penulisan skripsi secara
menyeluruh, antara lain dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah
penelitian sehingga dapat diketahui apa yang dikemukakan di dalam penulisan
skripsi ini. Selanjutnya, akan diuraikan juga tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan alat pengumpulan data, serta kesimpulan
dan saran. Penguraian dalam bab ini, dimaksudkan agar dapat memberikan
gambaran secara keseluruhan mengenai materi penulisan yang dimaksud dalam
penelitian skripsi.
Bab dua menggambarkan secara umum mengenai Etnis Tionghoa di
Lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun, lokasi dan keadaan alam,
keadaan penduduk berdasarkan jumlah penduduk, usia, pendidikan, dan
fisik yang ada di Kelurahan Kota Bangun, seperti sarana pendidikan, kesehatan,
angkutan umum, peribadaan hingga pada pola pemukiman masyarakat itu sendiri.
Bab tiga menjelaskan secara khusus pengetahuan petani Cina kebun
sayur dalam proses menanam tanaman sayur mayur, konsep bertani sayur mayur
menurut petani Cina kebun sayur, pengetahuan petani Cina kebun sayur dalam
proses bercocok tanam sayur mayur, proses penanaman sayur mayur,
ukuran/konsepsi jenis tanah yang baik dan tanah yang tidak baik untuk tanaman
sayur mayur, ritual-ritual dalam menanam tanaman sayur mayur, perawatan tanah,
ukuran/luas tanah yang dibutuhkan untuk menanam sayur mayur, memilih bibit
sayur mayur yang baik dan yang tidak baik untuk di tanam, masa panen sayur,
pengetahuan petani tentang hama sayur mayur, jenis pupuk yang digunakan untuk
pengelolaan sayur mayur, pengetahuan petani dalam penyemprotan tanaman
sayur, biaya yang dikeluarkan untuk menanam sayur dan biaya yang dikeluarkan
jika melibatkan orang lain.
Bab empat mendeskripsikan tentang pendistribusian sayur mayur, aktivitas
Petani Cina kebun sayur dalam pendistribusian sayur mayur, agen - agen
penampung sayur di lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun, kegiatan
petani Cina kebun sayur mayur sebelum panen, kegiatan petani Cina kebun
sayur mayur pasca panen, kegiatan sosial petani Cina kebun sayur dalam
kehidupan sehari-hari. Tidak hanya itu saja pada bab ini juga akan diuraikan
beberapa kisah kehidupan petani Cina kebun sayur malalui kisah life history.
Bab lima merupakan kesimpulan secara keseluruhan dari hasil penelitian
tentang Cina kebun sayur, studi pengetahuan petani dan pengelolaan tanaman
Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar
kepustakaan sebagai penunjang dalam penulisan. Saya telah mencurahkan segala
kemampuan, tenaga, pikiran, serta juga waktu dalam penulisan skripsi ini. Namun
saya menyadari skripsi ini belum bisa dikatakan telah sempurna. Dengan
rendah hati, saya mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun
dari para pembaca. Harapan dari saya, agar skripsi ini dapat berguna bagi seluruh
pembacanya.
Medan, November 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... x
KATA PENGANTAR ... xv
DAFTAR ISI ... xviii
DAFTAR TABEL ... xxi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Tinjauan Pustaka ... 6
1.3. Perumusan Masalah ... 11
1.4. Ruang Lingkup Masalah Penelitian ... 11
1.5. Tujuan Penelitian dan Manfaat ... 12
1.6. Metode Penelitian ... 13
1.6.1. Tipe Penelitian ... 13
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 13
1.6.3. Rangkaian Pengalaman di Lapangan ... 15
BAB II. GAMBARAN UMUM ETNIS TIONGHOA DI LINGKUNGAN VII DAN VIII KELURAHAN KOTA BANGUN ... 19
2.1. Lokasi dan Keadaan Alam ... 19
2.2. Sejarah Etnis Tionghoa di Lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun ... 23
2.3. Keadaan Penduduk di Kelurahan Kota Bangun ... 27
2.3.1. Komposisi Jumlah Penduduk ... 29
2.3.2. Sistem Mata Pencaharian Hidup……….... 29
2.4. Sarana Fisik ... 31
2.4.1. Sarana dan Prasarana ... 31
2.4.2.Sarana Pendidikan ... 31
2.4.3. Sarana Ibadah ... 33
2.4.4. Sarana Angkutan ... 35
2.4.5. Sarana Informasi ... 36
2.4.6. Pola Pemukiman Masyarakat ... 37
BAB III. PENGETAHUAN PETANI CINA KEBUN SAYUR DALAM PROSES MENANAM TANAMAN SAYUR MAYUR ... 41
3.1. Konsep Bertani Sayur Mayur Menurut Petani Cina Kebun Sayur ... 41
3.1.1. Pengetahuan Petani Cina Kebun Sayur Dalam Bercocok Tanam Sayur Mayur ... 44
3.2. Proses Penanaman Sayur Mayur ... 58
3.3. Ukuran/Konsepsi Jenis Tanah Yang Baik Dan Tanah Yang Tidak Baik Untuk Tanaman Sayur Mayur ... 63
3.4. Ritual-Ritual Dalam Menanam Sayur Mayur ... 64
Untuk Menanam Sayur Mayur ... 69
3.6. Memilih Bibit Sayur Mayur Yang Baik Dan Yang Tidak Baik Untuk Di Tanam ... 70
3.7. Masa Panen Sayur ... 72
3.8. Pengetahuan Petani Tentang Hama Sayur Mayur ... 75
3.8.1. Jenis Pupuk Yang Digunakan Untuk Pengelolaan Sayur Mayur ... 77
3.8.2. Pengetahuan Petani Dalam Penyemprotan Tanaman Sayur ... 80
3.9. Biaya Yang Dikeluarkan Untuk Menanam Sayur Dan Biaya Melibatkan Orang Lain Dalam Proses Penanaman ... 81
BAB IV. SISTEM PENGOLAHAN TANAMAN SAYUR MAYUR ... 85
4.1. Pendistribusian Sayur Mayur ... 85
4.2. Aktivitas Petani Cina Kebun Sayur Dalam Pendistribusian Sayur Mayur ... 88
4.3. Agen-Agen Penampung Sayur Di Lingkungan VII Dan VIII Kelurahan Kota Bangun ... 90
4.4. Kegiatan Petani Cina Kebun Sayur Mayur Sebelum Panen ... 92
4.5. Kegiatan Petani Cina Kebun Sayur Mayur Pasca Panen ... 95
4.5.1. Kegiatan Sosial Petani Cina Kebun Sayur Dalam Kehidupan Sehari ... 97
4.6. Life History Keluarga Bapak A Quii Petani Cina Kebun Sayur ... 99
ABSTRAK
Boby Chandra Pane, 2012, Judul : Cina kebun sayur (Studi mengenai pengetahuan petani dan pengelolaan tanaman sayur mayur, di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 113 halaman + 8 daftar tabel + 25 daftar pustaka + lampiran interview guide.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang pengetahuan petani dan pengelolaan tanaman sayur mayur yang dilakukan oleh petani Cina kebun sayur. Untuk menjawab permasalahan diatas penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan tingkah laku.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Melihat orang pertama yang menanam sayur mayur di kelurahan tersebut cukup berhasil, adanya pemasaran yang mudah, harga sayur yang tinggi, permintaan pasar yang tinggi. Serta didukung dengan keadaan iklim dan tanah yang cocok untuk bertani sayur mayur.
Demikian halnya dengan tanah petani memiliki konsep tanah yang berbeda yaitu tanah yang baik dan tidak baik. Dalam pemilihan bibit dan pengetahuan cara penanaman serta perawatan tanaman dilakukan dengan pengalaman masing-masing. Melihat hasil yang didapatkan dari sayur, untuk itu penulis menyarankan supaya petani meningkatkan lagi produksinya serta lebih teliti lagi dalam memeliharanya agar tidak terserang penyakit. Nantinya juga penelitian ini akan melihat beberapa kisah keluarga petani Cina kebun
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, sistem pengetahuan petani dan sistem pengelolaan tanaman sayur mayur. Yang dilihat dari berbagai aspek seperti aspek ekonomi, sosial budaya, dan kebudayaan khas etnis Tionghoa.
Selain menggunakan observasi, saya juga melakukan wawancara dan mengumpulkan berbagai bahan data seperti, data literatur, sekunder maupun primer juga cara saya dalam mendapatkan data. Yang bertujuan menggambarkan secara terperinci bagaimana sistem pengetahuan dan pengelolaan tanaman sayur mayur yang dilakukan oleh petani Cina kebun sayur.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara agraris, merupakan negara yang sangat
mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor yang sangat menjanjikan dan
diharapkan mampu memberikan devisa yang tinggi bagi negara. Kondisi inilah
yang mendorong ditingkatkannya pembangunan pertanian sebagai bagian dari
penghasilan negara agraris. Ditingkatkannya sektor ini, pada tujuannya diarahkan
kepada perbaikan kesejahteraan masyarakat. Perbaikan kesejahteraan masyarakat
akan terlihat nyata dengan adanya perbaikan mutu makanan penduduk. Sektor
pertanian di Indonesia terdiri atas lima sub sektor, yaitu : (1) sub sektor tanaman
bahan makanan pertanian mencakup komoditas padi, palawija, sayuran,
buah-buahan, dan bahan makanan lainnya, (2) sub sektor tanaman perkebunan
mencakup komoditas hasil perkebunan inti rakyat dan perusahaan perkebunan
yang dikelola negara, (3) sub sektor peternakan dan hasilnya mencakup semua
kegiatan pembibitan dan pembudidayaan ternak dan unggas, (4) sub sektor
kehutanan mencakup kegiatan penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan, (5)
sub sektor perikanan mencakup kegiatan penangkapan, pembenihan, dan budidaya
ikan dan biota air1
Studi mengenai tanaman bahan makanan dinilai penulis sangat penting
mengingat bahwa, bahan makanan adalah komoditas pertanian yang memberikan
peningkatan kontribusi pada nilai produk domestik bruto nasional berdasarkan
harga konstan sebesar Rp 35,34 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp 68,64 milyar .
1
pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto bahan makanan
per tahun mencapai 4,6 persen. Komoditas bahan makanan yang memiliki prospek
di masa depan adalah sayur mayur. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan
sayur mayur dalam negeri dengan meningkatkan produksi dalam negeri dan
sebagian lagi untuk di impor. Total produksi, impor dan ekspor komoditas
sayuran di Indonesia ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1.
Total Produksi, Impor Dan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia Tahun 2002 - 2006.
Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Impor (Ton)
2002 7.144.745 105.243 297.032
2003 8.574.870 120.500 343.935
2004 9.059.676 107.493 441.944
2005 9.101.987 152.658 508.324
2006 9.527.463 236.225 550.437
Sumber : Departemen Pertanian dan BPS (2008)2
Peningkatan daya saing sayuran sangat penting, karena sampai saat ini
masih terkendala dalam jaminan kesinambungan atas kualitas produk. Yang
dimana banyak produk yang dipasarkan memiliki kualitas yang kurang layak
untuk dikonsumsi, jumlah pasokan yang masih kurang, dan ketepatan waktu
pengiriman. Selain itu, produk pertanian bahan makanan secara umum
mempunyai karakteristik antara lain : (1) produk mudah rusak, (2) budidaya dan
proses pemanenan sangat tergantung iklim dan musim, (3) kualitas bervariasi dan
.
2
(4) bersifat kamba, beberapa produk sangat sulit diangkut dan dikelola sebab
ukuran dan kompleksitas produk. Keempat faktor ini perlu dipertimbangkan
dalam merancang dan menganalisis manajemen rantai pasokan produk pertanian
bahan makanan.
Dalam hal ini pembangunan ekonomi nasional saat ini, khususnya di
bidang pertanian tanaman bahan makanan. Telah didukung oleh manajemen
pertanian yang baru, dan dengan teknologi modern yang dapat mempercepat
proses pengerjaan serta dilengkapi dengan sumber daya manusia pilihan. Namun
ekonomi nasional yang didukung oleh sistem pertanian yang bersifat tradisional
masih berskala usaha keluarga, ternyata dapat mampu menyelamatkan kehidupan
masyarakat di berbagai daerah, terkhusus di daerah pedesaan di Indonesia
(Adimihardja, 1999). Pertanian secara historis telah menjadi tulang punggung
ekonomi rakyat yang terbukti mempunyai daya tahan yang luar biasa terhadap
lingkungan, karena sejak dari dulu pertanian memiliki cara proses pengerjaan
yang relatif mudah dan ramah lingkungan.
Petani Cina kebun sayur pada masa lalu merupakan pekerja buruh
kontrak. Mereka diberikan tanah/lahan kontrakan. Namun, selesai kontrak mereka
telah mendapat lahan tersebut dikarenakan pihak Belanda tidak mengambil alih.
Istilah Cina kebun sayur hanya dijumpai di Sumatera Utara, khususnya di Kota
Medan. Keadaan sosial ekonomi warga keturunan Cina di Medan pada saat
menjelang kemerdekaan Indonesia sangat berbeda status sosialnya dan marginal.
Akhirnya muncullah istilah Cina kebun sayur.
Di Provinsi Sumatera Utara khususnya, masyarakat Cina kebun sayur telah
Sumatera Utara sebagai tempat pemukiman komunitas Cina kebun sayur, di antara
lain terdapat di daerah Tandem Binjai, Sunggal, Tanjung Morawa, Desa Bandar
Klippah Tembung dan di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli Kota
Medan. Selain di daerah tersebut, keberadaan Cina kebun sayur juga banyak
bermukim di daerah Perbaungan, di desa Tanjung Sari (Kabupaten Deli
Serdang)3
Pada awalnya, Cina kebun sayur menjadi buruh kontrak perkebunan dan
mendapatkan lahan/tanah untuk bekerja di perkebunan dari Kolonial Belanda pada
saat itu. Karena dahulu banyaknya perkebunan yang dibuka di daerah kerajaan
Serdang, Langkat dan ke Selatan Sumatera Timur. Disaat itu dibutuhkan banyak
buruh untuk dijadikan pekerja perkebunan. Pada saat itu, buruh Cina yang
didatangkan dari Malaya dan Tiongkok ke Indonesia, memiliki masalah dengan
Kolonial Belanda. Karena berbagai macam peraturan yang diterapkan oleh
kolonial Belanda pada saat itu tidak sesuai dengan keinginan mereka dan terlalu
memberatkan bagi buruh Cina khususnya. Disamping itu, dalam keadaan tertekan
buruh Cina tidak mau menandatangani naskah perpanjangan kontrak yang .
Namun, disisi lain Cina kebun sayur sendiri ditujukan untuk menyebut
mereka yang masih memiliki penghasilan yang rendah, dan tidak kuatnya modal
mereka. Kini sejarah telah berubah para warga Cina kebun sayur tersebut ternyata
ada yang telah menjadi pengusaha toko, pemilik sejumlah industri, surat kabar,
pabrik, eksportir, pemilik perkebunan besar, pasar swalayan, bank, sekolah
bahkan sampai menjadi pemilik restoran. Ini menunjukkan sekitar 80% kegiatan
bisnis di Indonesia telah dikuasai oleh masyarakat Cina (Lubis, 1995:36).
3
diberikan oleh Kolonial Belanda saat itu. Akan tetapi buruh Cina meminta kepada
Deli Maatschappij seorang tokoh dari Kerajaan Deli, agar diberikan tanah/lahan
yang tidak ditanami tanaman kepada buruh Cina. Tujuannya ialah supaya buruh
Cina dapat membuka kebun sayur dan memelihara ternak seperti babi, bebek, dan
lainnya (Usaha Tani Cina, 2001).
Kelurahan Kota Bangun merupakan tempat yang terletak di Kecamatan
Medan Deli, Kota Medan. Dimana di kelurahan ini dalam pengamatan saya saat
berada di lapangan, khususnya di lingkungan VII dan VIII masih terdapat
petani-petani Cina kebun sayur yang masih aktif melakukan usaha tani yaitu bertani
sayur mayur. Daerah ini juga masih memiliki nama yang khas dari masa
penjajahan Belanda hingga sampai pada masa kemerdekaan Republik Indonesia,
dan masyarakat di Kelurahan Kota Bangun menyebut lingkungan VII dan VIII
dengan sebutan kebun sayur. Bukan hanya sekedar nama kebun sayur saja, akan
tetapi khusus di lingkungan VII dan VIII ini mayoritas yang mendiami lingkungan
ini adalah keturunan etnis Cina, dan masyarakat di Kelurahan Kota Bangun
menyebut mereka dalam kehidupan sehari-harinya sebagai Cina kebun sayur.
Namun, disisi lain dan seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan dan
pertumbuhan penduduk orang Cina kebun sayur di lingkungan VII dan VIII ini
telah berkembang dengan sangat pesat. Selain pertumbuhan penduduk dalam
kondisi sosial ekonomi mereka yang terbilang cukup baik sesuai dengan pekerjaan
sehari-hari yang mereka lakukan. Terlihat dengan jelas saat saya berada
dilapangan melakukan pengamatan tampak disepanjang jalan saya menemui orang
Cina, dari yang anak-anak, orang dewasa hingga kepada kakek dan nenek-nenek
dan VIII Kelurahan Kota Bangun ini khususnya, sudah ada yang merantau keluar
dari daerah mereka. Ada yang merantau ke luar Sumatera Utara dan ada juga yang
merantau disekitar Kota Medan maupun di daerah Deli Serdang. Dengan tujuan
untuk memperbaiki hidup mereka menjadi lebih baik lagi.
1.2. Tinjauan Pustaka
Salah satu faktor yang sangat berperan dalam usaha memenuhi kebutuhan
manusia adalah alam lingkungan dimana manusia itu berada, karena alam
lingkungan memberi alternatif yang dapat dipakai untuk mencapai kebutuhan.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan itu berperan pula pengetahuan
kebudayaan yang dipenuhi oleh setiap individu di dalam suatu masyarakat.
Pengetahuan yang merupakan kompleks ide, nilai serta gagasan utama menjadi
sumber dan tolak ukur bagi setiap individu dalam bertingkah laku, termasuk
adanya usaha untuk memenuhi kebutuhannya (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1983:1).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuan secara terus menerus
dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami serta
menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa dan benda yang ada di dalam
lingkungannya sehingga kebudayaan yang dimiliki oleh warga masyarakat dimana
ia hidup tetap eksis. Karena dalam kehidupan sosialnya dan dalam kehidupan
sosial warga masyarakat selalu diwujudkan dengan berbagai kelakuan dan hasil
kelakuan yang harus saling mereka pahami, agar keteratuan sosial dan
keberlangsungan hidup mereka sebagai mahluk sosial dapat mereka pertahankan
kebudayaan itu adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial
yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan pengalaman
supaya menjadi kerangka landasan demi mewujudkan dan mendorong
terwujudnya kelakuan.
Pengetahuan lingkungan merupakan pengetahuan yang dimiliki
masyarakat terhadap keadaan lingkungan dimana mereka berada. Pengetahuan
lingkungan berhubungan erat dengan interaksi manusia dengan lingkungan
(Rachman dan Benedict, 1950). Interaksi antara seseorang dari suatu masyarakat
terhadap lingkungan mereka menghasilkan pengetahuan yang dapat menjadi
sumber informasi, dan menuntun perilaku. Generasi muda dapat belajar dari
informasi itu, dari generasi yang lebih tua (Rachman 1985). Ajaran yang turun
temurun dapat mengakar dalam masyarakat, sebagai pedoman masyarakat. Ajaran
tentang lingkungan seperti inilah yang saya maksudkan sebagai pengetahuan
lingkungan.
Sistem pengetahuan dalam mengelola suatu produksi sangat
mempengaruhi baik tidaknya hasil yang diperoleh. Semakin banyaknya seseorang
dalam memperoleh pengalaman maka semakin luas pula pengetahuannya dalam
menghasilkan suatu produksi, yang dibahas dalam kajian ini adalah memproduksi
tanaman sayur mayur. Karena kemungkinan besar hasil yang akan diperoleh juga
akan semakin baik dan berkesinambungan sesuai dengan tujuan petani tersebut.
Demikian juga sebaliknya, semakin sedikit pengetahuan seorang petani dalam
memproduksi tanaman sayur, maka akan semakin sedikit pula hasil yang akan
Sistem pengetahuan yang merupakan salah satu pedoman hidup
masyarakat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
sosialisasi. Artinya pengetahuan diperoleh dari sesuatu yang menjadi pengalaman
dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar mereka. Dengan cara sosialisasi
tersebut pedoman itu dikokohkan atau berkembang menyesuaikan diri dengan
cara hidup dan sesuai dengan sifat-sifat lingkungannya, meskipun pemahaman
sifat karakteristik lingkungannya itu sangat terbatas pada wilayahnya. Jadi
pengetahuan yang dimiliki manusia berbeda-beda antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan lain serta bervariasi diantara sesama anggota suatu kebudayaan.
Pengetahuan yang diperoleh oleh petani desa pada umumnya diwariskan
dari generasi yang satu ke yang lain melalui bertukar pikiran sebagai media
komunikasi. Demikian halnya dengan petani sayur mayur di Kelurahan Kota
Bangun. Cara bercocok tanam petani sayur mayur yang dilakukan oleh Cina
kebun sayur dalam mengelola tanaman dikerjakan berdasarkan pada sistem
pengetahuan yang mereka sendiri, dan memproses tanaman tersebut sebagai
tanaman utama mereka. Pengetahuan yang dimiliki oleh petani Cina kebun sayur
juga melalui proses bertukar pikiran sebagai warisan yang diperoleh dari nenek
moyang mereka. Scott (1984:4) mengatakan bahwa banyaknya padi yang
dihasilkan oleh suatu keluarga untuk sebagian tergantung kepada nasib, akan
tetapi tradisi setempat yang mengenal soal jenis bibit, cara menanam dan
penetapan waktu telah digariskan selama berabad-abad. Dengan tujuan
menghasilkan panen yang lebih bagus dan dapat diandalkan menurut keadaan.
Petani Cina kebun sayur dalam kajian ini adalah petani sayur yang
dengan lahan berukuran kecil (Wolf, 1977, 1981). Pertanian skala kecil tersebut
dapat terus berlangsung di daerahnya (Wenger dan Davidson, 1988:11-62), seperti
halnya petani sayur di Kelurahan Kota Bangun. Pertanian skala kecil berhubungan
dengan pertanian tradisional yang saling berkaitan dengan erat (Mellor,
1970:209). Pertanian tradisional seperti petani Cina tersebut merupakan pertanian
kecil dengan satu atau dua orang tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga
yang sama.
Dalam memproduksi sayur mayur tentu saja diperlukan pengetahuan
petani yang bersangkutan. Cara petani dalam memproduksi sayur mayur
dilakukan dengan pengetahuan masyarakat petani sayur mayur dengan cara khas
budaya Cina, yang telah diturunkan oleh nenek moyang mereka sebagai suatu
warisan sosial. Demikian halnya dengan petani Cina di Kelurahan Kota Bangun.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi Kognitif, dimana
kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia
yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan menghasilkan
tingkah laku. Karena setiap kehidupan manusia pasti memiliki kebudayaan dan
kebiasaan sehari-hari berdasarkan pada alam dan lingkungan sekitarnya untuk
dapat bertahan hidup. Begitu juga dengan masyarakat petani mereka memiliki
kebudayaan sendiri dalam memandang tata cara pengelolaan sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki mereka dalam melihat kondisi dan
perubahan-perubahan pada lahan pertanian mereka, dan tata cara pengelolaan yang
bagaimana saja digunakan dalam meningkatkan produktivitas tanaman sayur
Hampir seluruh aktivitas yang dilakukan manusia dalam kehidupannya
adalah hasil dari proses belajar, walaupun ada sebagian kecil aktivitas tersebut
merupakan gerakan refleks yang bukan merupakan proses belajar. Biasanya
gerakan refleks tersebut terjadi secara tiba-tiba di bawah kendali dari manusia itu
sendiri. Menurut Spradley sendiri pengetahuan yang tertata dalam diri manusia
diperoleh dari proses belajar dan merupakan suatu kebudayaan. Lebih jelasnya
lagi Spradley mendefenisikan kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui proses belajar, yang kemudian mereka gunakan dalam
menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun
strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka.
Spradley (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan berada dalam
pikiran manusia yang didapat dengan cara proses belajar dan menggunakan
budaya tersebut dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses belajar tersebut
menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari
pengalaman-pengalaman individu, atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut
terorganisasi di dalam pikiran (mind) manusia (Marzali 1997 dalam Spradley,
1997). Dengan ini peneliti mencoba memahami isi pikiran masyarakat petani Cina
kebun sayur di Kelurahan Kota Bangun dalam menjelaskan konsep mereka
tentang tanaman sayur mayur. Dengan demikian nantinya akan menjelaskan
konsep yang ada dalam pikiran petani ”Cina kebun sayur” dalam mengelola
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah
diatas, maka yang menjadi fokus perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
aspek pengetahuan dan aspek pengelolaan sayur mayur yang dilakukan oleh
petani Cina di lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun. Penelitian ini
berusaha mendeskripsikan bagaimana pengetahuan petani Cina kebun sayur di
lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun dalam proses bercocok tanam.
Dalam penelitian ini juga akan menguraikan bagaimana petani Cina kebun sayur
dalam memproses penanaman sayur mayur yang baik. Selain itu jenis-jenis sayur
mayur apa saja yang akan ditanami, bagaimana bibit yang baik untuk ditanam,
bagaimana perawatan tanah dan hingga bagaimana petani Cina kebun sayur dalam
menggunakan sistem teknologi untuk pengelolaan tanaman sayur mayur.
1.4. Ruang Lingkup Masalah Penelitian
Penelitian ini akan melihat bagaimana pengetahuan dan pengelolaan petani
Cina kebun sayur tentang pertanian sayur mayur, dan bagaimana pengetahuan
petani Cina kebun sayur dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi
sehingga tanaman sayur mayur tetap bertahan hingga sekarang. Dari uraian
permasalahan tersebut, maka yang dikaji dalam penelitian ini adalah :
Pengetahuan petani Cina kebun sayur di lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota
Bangun dalam proses bercocok tanam sayur mayur, konsepsi jenis tanah yang
baik dan tanah yang tidak baik untuk tanaman sayur mayur, cara memilih bibit
sayur mayur yang baik dan yang tidak baik untuk ditanam, cara/teknik
konsep petani Cina kebun sayur tentang hama sayuran, jenis pupuk yang
digunakan untuk tanaman sayur mayur.
1.5. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini pada hakikatnya adalah untuk menggambarkan
bagaimana pengetahuan petani Cina kebun sayur dalam proses bercocok tanam.
Serta bagaimana tata cara pengelolaan tanaman sayur mayur yang dilakukan oleh
petani Cina kebun sayur di Kelurahan Kota Bangun ini. Sekaligus melihat
bagaimana petani Cina kebun sayur dalam mengatasi berbagai macam
permasalahan dalam bertani sayur mayur.
Manfaat penelitian ini diharapkan nantinya akan dapat memberikan
gambaran tentang cara bercocok tanam sayur mayur yang dilakukan oleh petani
Cina kebun sayur, dan melihat bagaimana petani Cina kebun sayur ini mengatasi
berbagai macam permasalahan yang dihadapinya. Secara teoritis, penelitian ini
dapat bermanfaat dalam menambah tulisan karya ilmiah. Hasil penelitian
mengenai petani Cina kebun sayur kiranya dapat memberi informasi penting
kepada masyarakat petani di Kelurahan Kota Bangun dalam menerapkan sistem
teknologi pertanian baru, dengan tetap berpedoman kepada pengetahuan petani itu
sendiri dan tetap menggunakan nilai-nilai warisan pertanian leluhurnya. Juga
tulisan ini akan sangat berguna dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Tipe Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
yang bersifat deskriptif. Yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara faktual dan
sistematis tentang Cina kebun sayur yang terdapat di Kelurahan Kota Bangun,
Kecamatan Medan Deli, terkhusus di lingkungan VII dan VIII. Penelitian ini
menjelaskan tentang pengetahuan dan tata cara pengelolaan petani sayur mayur di
Kelurahan Kota Bangun. Dalam hal ini peneliti akan mencoba melihat bagaimana
pengetahuan petani Cina kebun sayur di Kelurahan Kota Bangun ini dalam
bercocok tanam sayur mayur, serta bagaimana tata cara pengelolaan tanaman
sayur mayur yang dilakukan oleh petani Cina kebun sayur di Kelurahan Kota
Bangun ini. Sekaligus ingin melihat bagaimana cara mereka mengatasi
permasalahan dalam bertani sayur mayur.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer melalui teknik wawancara dan observasi. Dengan
demikian, pengumpulan data dilakukan melalui (wawancara dan observasi)
melalui tradisi teknis analisis data tersebut. Peneliti harusnya memilih teknis
analisis data apa yang digunakan (karena jumlahnya sama) sesuai dengan
kecocokannya dengan subjek penelitian.
Adapun data penelitian yang digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun
secara mendalam. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data primer dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang
tampak pada saat penelitian. Teknik observasi ini dilakukan peneliti
untuk melihat langsung, mendengarkan, dan mencatat berbagai kejadian
ataupun aktivitas yang terjadi dalam proses kegiatan yang dilakukan
oleh petani, seperti proses pembibitan sayur kemudian peneliti juga ikut
melakukan beberapa perawatan yang dilakukan informan di ladang.
Observasi berguna untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari
segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar keadaan, dan
sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti langsung turun ke lapangan
untuk mengamati dan nantinya peneliti ikut serta dalam aktivitas yang
dilakukan oleh petani ”Cina kebun sayur” di Kelurahan Kota Bangun
tersebut. Hasil observasi atau pengamatan ini kemudian dituangkan
dalam bentuk catatan lapangan.
b. Wawancara Mendalam, yaitu proses tanya jawab secara langsung yang
ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan
pedoman wawancara atau panduan wawancara (interview guade), dan
menggunakan tape recorder (alat perekam) sebagai alat bantu peneliti
dalam proses pengumpulan data. Wawancara terhadap informan kunci
peran adanya suatu kelompok dalam proses produksi pertanian.
Sedangkan wawancara terhadap informan biasa ditujukan untuk
mendapatkan informasi pendukung tentang pengetahuan dan tata cara
bercocok tanam petani Cina kebun sayur tersebut. Teknik ini digunakan
untuk memperoleh bagaimana pengetahuan cara bercocok tanam para
petani, dan kegunaan tanaman sayur mayur bagi mereka. Dalam
penelitian ini, informannya adalah perangkat kelurahan, masyarakat
Cina yang menanam sayur mayur berturut-turut dari tahun ke tahun.
Kemudian petani Cina kebun sayur yang masih aktif menanam tanaman
sayur mayur yang masih juga bekerja di tempat ladang orang lain selain
di ladang mereka sendiri. Informan dapat dibedakan menjadi, seperti :
Informan kunci adalah orang yang mempunyai keahlian mengenai suatu
masalah penelitian tetapi tidak begitu tahu mengenai penjelasan lebih
dalam terhadap masalah yang dikaji.
1.6.3. Rangkaian Pengalaman Di Lapangan
Peneliti tiba di lokasi penelitian pada tanggal. 20 Juni 2012. Sebagai
langkah awal, peneliti melapor kepada Kantor Lurah setempat dan menyerahkan
surat pengantar yang di bawah dari Universitas. Penulis tidak bekerja sendirian,
penulis dibantu oleh rekan penulis dari stambuk 09 yang bernama Rahman.
Setelah sampai di Kantor dan penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan
maksud dari tujuan penulis berada di daerah ini, penulis mendapatkan respon yang
baik dari para pegawai yang ada di Kantor Lurah tersebut. Terutama oleh Bapak
merupakan penduduk asli Kelurahan Kota Bangun yang bersuku Bangsa Melayu.
Yang langsung menjadi informan penulis untuk yang pertama kalinya sebelum
penulis mencari informan yang lainnya juga, terkhusus dari pelaku Etnis
Tionghoa/Cina kebun sayur.
Hari pertama melakukan penelitian cukup memberikan hasil yang bagus,
karena penulis mendapatkan data-data kependudukan dari kantor tersebut. Yang
diberikan langsung oleh Ibu Ita Hasibuan (45), dan beliau juga menjelaskan
bahwa dominannya berdomisili masyarakat Cina kebun sayur ada di lingkungan
VII dan VIII. Pada hari pertama penulis ingin memulai penelitian yang dibantu
oleh Orangtua penulis sendiri, namun karena waktu pada saat itu sudah agak sore
penulis menstop penelitian untuk dilanjutkan dikemudian hari. Pada hari kedua
penelitian, penulis datang ke lokasi penelitian dan bertemu dengan Lurah Kepling
VII dan VIII. Pada saat hendak melapor ke kepling VII, penulis berkenalan
dengan Bapak A Hui (52) sebagai orang Cina pertama yang penulis temui. Beliau
orangnya cukup ramah dan dengan seikhlas hati menawarkan minuman kopi atau
teh manis kepada penulis dan rekan penulis. Sampai berlanjut ke beberapa hari
kemudian asal berjumpa dengan Bapak itu di warung kopi, dan disaat itu pula,
penulis berhasil mendapatkan beberapa orang informan. Pada hari ketiga
penelitian, penulis berkenalan dengan Bapak Billy (50) di warung kopi sebelah,
Pak Billy mengaku merupakan petuah adat Tionghoa yang memiliki banyak
informasi mengenai kehidupan orang Cina kebun sayur di Kelurahan ini. Beliau
kerja di Bank NISP, beliau orangnya cukup baik dan sangat terbuka terhadap
penulis. Beliau juga banyak memberikan informasi kepada penulis tentang
Pada hari penelitian selanjutnya, penulis kembali ke lokasi penelitian yang
terletak di lingkungan VII masih dibantu oleh rekan penulis, penulis awalnya
sempat mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian. Memang sudah berhasil
menemukan pelaku dari Cina kebun sayur tersebut. Namun sikap cuek mereka
terhadap penulis sekalipun penulis telah memperlihatkan surat keterangan dari
Universitas membuat penulis agak enggan meneliti, terpaksalah penulis
mengalihkan bidikan penelitian ke petani Cina yang lainnya.
Pada hari selanjutnya lagi, penulis berhasil mendapatkan beberapa
informan kunci dari petani Cina kebun sayur tersebut. Mereka adalah Bapak A
Hong (48), Bapak Sonny Yang (45), Bapak Chin Chen (60), dan Ibu Rina (53).
Namun karena keterbatasan waktu yang mereka miliki dan sibuknya mereka
bekerja, dan hanya bisa di wawancarai selama sekitar 30 menit setiap
masing-masing informan. Melalui wawancara yang begitu singkat, penulis mendapat
informasi mengenai bentuk-bentuk kehidupan pengetahuan dan pengolahan sayur
mayur yang dilakukan oleh petani Cina kebun sayur, sambil kembali lagi pada
saat break di lapangan ke kedai Pak Billy (50) atau Pak Chin Chen (60). Tapi
penulis dan rekan lebih banyak break ke kedai Bapak Billy (50), sambil kembali
lagi menanyakan informasi ke Pak Billy.
Secara keseluruhan, para informan yang di wawancarai sangat komunikatif
dan cukup ramah, walaupun masih ada juga yang cuek dan sombong. Khusus
untuk Cina kebun sayur sendiri, awalnya mereka tidak mau dan tidak terlalu
terbuka mengenai sistem pertanian khas mereka. Namun karena Pak Billy, Pak A
Hui, Pak Kepling VII, dan Ibu Kepling VIII. Telah menjelaskan kepada mereka
informasi terhadap penulis. Karena menurut penuturan mereka dan Pak Kepling,
pernah ada pencurian mobil pribadi dan sepeda motor sekitar empat tahun yang
lalu. Yang awalnya pelakunya mengaku berasal dari mahasiswa dari suatu
Universitas, atau juga pekerja marketing pemasaran produk. Mereka hanya
melapor saja tanpa memberikan suatu identitas yang hanya cukup bermodalkan
KTP saja, warga setempat awalnya percaya saja. Namun karena telah pernah
terjadi pencurian di daerah mereka itu, maka kepercayaan mereka terhadap orang
asing yang datang menjadi luntur. Beruntunglah kami memiliki identitas dari
BAB II
GAMBARAN UMUM ETNIS TIONGHOA DI LINGKUNGAN VII DAN VIII KELURAHAN KOTA BANGUN
2.1. Lokasi dan Keadaan Alam
Secara geografis Kelurahan Kota Bangun terletak di pinggiran Kota
Medan, yang merupakan bagian dari Kecamatan Medan Deli, Provinsi Sumatera
Utara. Yang terdiri dari 8 (delapan) lingkungan, kelurahan ini telah berdiri sejak
tahun 1957 yang hingga saat ini pertumbuhan penduduknya semakin bertambah
padat seiring dengan berjalannya waktu. Kelurahan Kota Bangun berdiri atas
sebuah pemekaran dari Kelurahan Titi Papan. Hal ini karena diperlukannya
perluasan pembangunan dengan membentuk kelurahan-kelurahan baru di daerah
tersebut. Sebelum terjadi pemekaran, Kelurahan Kota Bangun merupakan sebuah
kampung yang dipimpin oleh perangkat desa yang dahulu disebut sebagai
perangkat kampung yang bekerja secara sukarela dan dibentuk pertama kalinya
pada tahun 1974, oleh Ki Awaluddin Hadiluwih masyarakat buyut yang dipercaya
sebagai pendiri Kelurahan Kota Bangun. Selanjutnya masyarakat-masyarakat asli
Kelurahan Kota Bangun seperti, Bapak Kamaluddin (54 tahun) mulai mengisih
pekerjaan menjadi perangkat Kelurahan Kota Bangun tahun 1974 sebagai pegawai
swasta. Dan akhirnya pada tahun 1981, terjadi pengangkatan status perangkat
kampung dari pegawai swasta menjadi pegawai negeri sipil untuk mengelola
Kelurahan Kota Bangun tersebut. Selanjutnya lurah yang pertama kali menjabat di
Kelurahan Kota Bangun ini adalah Ok Ki Penyok Awali.
Jarak tempuh dari Kelurahan Kota Bangun ke Ibukota Kecamatan 3 (tiga)
Kelurahan Kota Bangun ke Ibukota Kotamadya/Kabupaten ± 15 (lima belas)
Km/jam jika menggunakan alat transportasi umum seperti bus dan angkutan
umum lainnya, dan sedangkan jarak tempuh dari Kelurahan Kota Bangun ke
Ibukota Propinsi juga jika menggunakan alat transportasi umum seperti bus dan
angkutan umum lainnya, ± 15 (lima belas) Km/jam. Dalam hal ini Kelurahan Kota
Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan memiliki batas-batas
wilayah yang dapat menghubungkan antara kelurahan yang satu dengan kelurahan
yang lainnya seperti.
1. Sebelah Utara Berbatasan dengan Kelurahan Titi Papan
2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Helvetia dan Brayan
3. Sebelah Barat Berbatasan dengan Kelurahan Karang Berombang
4. Sebelah Timur Berbatasan dengan Industri KIM II dan Mabar.
Kelurahan Kota Bangun memiliki luas wilayah ± 250 Ha. Dari luas
wilayah Kelurahan Kota Bangun tersebut memiliki penduduk yang tersebar
diberbagai lingkungan yang ada di Kelurahan Kota Bangun ini. Sesuai dengan
data yang ada, pada bulan april tahun 2012 penduduk Kelurahan Kota Bangun
berkisar 14.262 jiwa. Penduduk sebanyak itu tersebar dari lingkungan satu sampai
lingkungan delapan4
4
Sumber Dokumen Kelurahan Kota Bangun.
. Yang menjadi tempat pemukiman petani Cina Kebun Sayur
dalam fokus penelitian ini berada di lingkungan VII dan VIII. Walaupun
Kelurahan Kota Bangun adalah sebuah Kelurahan kecil yang terletak di pinggiran
Kota Medan. Kelurahan Kota Bangun tidak hanya menjadi sebuah kelurahan yang
tertinggal dalam bidang pembangunan. Pada saat sekarang ini, Kelurahan Kota
munculnya industri-industri rumahan di Kelurahan Kota Bangun itu sendiri.
Seperti, rumah makan, grosir eceran, pertokoan dan lain sebagainya, menjadikan
kelurahan ini tetap bertumbuh pesat seiring berjalannya waktu. Kelurahan Kota
Bangun dapat dijadikan sebagai daerah yang memiliki potensi wisata, seperti
wisata Kebun Sayur yang dikelola langsung oleh petani Cina kebun sayur itu
sendiri, dan juga daerah Kelurahan Kota Bangun ini merupakan kawasan sejarah
datangnya etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun pada masa Kolonial Belanda
saat itu. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Amirudin (52 tahun), beliau
mengatakan bahwa nama Kota Bangun sendiri adalah sebuah nama yang diambil
dari masyarakat datuk besar yang memiliki ilmu pada masa itu yakni Datuk Kota
Bangun. Menurut Beliau, bahwa dahulu Guru Patimpus pernah berguru dengan
Datuk Kota Bangun tersebut. Selain potensi wisata sejarah, Kelurahan Kota
Bangun juga dapat menjadi sebuah ikon wisata alam. Dimana terdapat beberapa
daerah yang sebenarnya masih asri, walaupun Kelurahan Kota Bangun berada
pada posisi jalan lintas menuju Belawan. Misalnya saja pada lingkungan VII dan
VIII. Pada lingkungan ini terdapat areal pertanian yang di diami oleh masyarakat
ber-etnis Tionghoa.
Lingkungan yang asri dengan sepanjang jalan yang dihiasi penampang
sayur di kanan dan di kiri jalan. Dengan penampang hijau khas tanaman yang
mereka tanam, menghiasi setiap rumah-rumah mereka yang sederhana dan bersih.
Walaupun tidak begitu banyak pepohonan besar yang menghiasi daerah tersebut,
namun di lingkungan VII dan VIII ini masih tetap segar untuk dijadikan suatu
pemandangan. Penduduk yang mendiami daerah tersebut juga menjadi daya tarik
yang tidak dibuat-buat. Keramahan yang menjadikan ciri khas mereka sebagai
etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun ini.
Salah satu kunci keramahan etnis Tionghoa tersebut adalah sebuah proses
akulturasi antara budaya etnis Tionghoa dengan budaya etnis pribumi seperti
Jawa. Koenjaraningrat (2002) mengungkapkan bahwa akulturasi adalah sebuah
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu, dihadapkan dengan unsur budaya asing dengan sedemikian rupa sehingga
suatu kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan
sendiri tanpa menghilangkan budaya sendiri. Etnis Tionghoa mengadopsi
keramahan yang dimiliki oleh etnis Jawa tanpa kehilangan identitas mereka
sebagai etnis Tionghoa dengan logat dan cara mereka bertutur.
Menurut beberapa informasi, proses akulturasi yang terjadi tidak hanya
sampai pada tahap tingkat adopsi sebuah nilai. Namun proses tersebut menjalar
sampai pada tahap silang budaya. Dimana beberapa dari mereka yang etnis
Tionghoa bukanlah etnis Tionghoa asli lagi, walaupun masih kental dengan
bahasa dan logat mereka ketika berbicara. Etnis Tionghoa ini juga telah memiliki
keturunan dengan etnis pribumi seperti Jawa, Batak, dan lain-lainnya. Hal tersebut
terbukti bahwa banyak ditemukan dari mereka yang beretnis Tionghoa, yang
identik dengan kulit putih dan bermata sipit tidak selalu berlaku disini, banyak
diantara mereka yang tidak lagi berkulit putih dan bermata sipit. Bahkan mereka
sendiri sudah susah untuk di identifikasi, apakah ia Orang Jawa atau Orang
Tionghoa. Karena dari sisi kulit dan wajah mereka lebih menyerupai Jawa atau
etnis pribumi lainnya. Hal tersebut terjadi karena adanya perkawinan silang antara
tetap memiliki kesamaan dengan etnis lainnya. Maka tidak perlu heran jika di
Kelurahan Kota Bangun ini terlihat jelas bagaimana harmonisasi, hormat
menghormati antara etnis Tionghoa dengan etnis lainya berjalan dengan baik
sampai sekarang ini. Namun ketika saya datang dan berkunjung di kediaman
Bapak Billy (50 tahun), terlihat jelas bagaimana simbol-simbol etnis Tionghoa
tersebut tidak lepas dari sisi rumahnya sebagai tempat pemujaan mereka terhadap
dewa dewinya. Pertanyaan muncul ketika saya mencoba mengidentifikasi etnis
Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun ini, dari mana sebenarnya asal mereka
sehingga pertumbuhan mereka telah bertambah setiap tahunnya. Dan Sejak kapan
mereka bermukim disini dan lain sebagainya hingga bagaimana mereka bisa
bertahan sampai sekarang ini, hal tersebut akan terjawab di dalam sejarah
kedatangan mereka seperti di bawah ini.
2.2. Sejarah Etnis Tionghoa di Lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun
Masyarakat etnis Cina/Tionghoa sebenarnya sudah ada di Indonesia ini
sejak berabad-abad yang lalu. Mereka telah melebur menjadi ‘warga setempat’
yang memiliki kisah pasang surut sejarah panjang di Indonesia, meski tak selalu
mulus. Sebab, adalah suatu fakta sejarah yang tak terbantah, bahwa warga etnis
Cina adalah pendatang (terlepas dari kenyataan bahwa kedatangannya terjadi
berabad-abad yang lampau, sehingga keberadaannya bukan lagi hal yang baru).
Fakta sejarah ini tak bisa dihapus dan harus diterima sebagai bagian dari integral
kehidupan dan keberadaan masyarakat Cina di Indonesia.
Leluhur masyarakat Tionghoa-Indonesia telah berimigrasi secara
menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat
dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian
menyuburkan perdagangan dan arus lalu lintas barang maupun manusia dari Cina
ke Nusantara dan begitu juga sebaliknya. Awal mula kedatangan etnis Tionghoa
ke Indonesia, termasuk juga kedatangannya di Sumatera Utara yang nantinya akan
menyebar keberbagai wilayah di Sumatera Utara termasuk di Kelurahan Kota
Bangun. Dimulai pada masa kejayaan Kerajaan Kutai di pedalaman Kalimantan,
atau tepatnya di Kabupaten Kutai, yang daerahnya kaya akan hasil tambang emas
dari situlah mereka dibutuhkan sebagai pandai perhiasan emas. Karena kebutuhan
akan emas semakin meningkat, maka didatangkan emas dari Cina daratan,
disamping itu dan sejalan juga dengan itu ikut dalam kelompok tersebut para
pekerja pembuat bangunan dan perdagangan. Mereka telah bermukim menyebar
mulai dari Kabupaten Kutai, Sanggau Pontianak dan daerah sekitarnya.5
Beberapa bukti peninggalan zaman dahulu yang menyebutkan tentang
kedatangan etnis Tionghoa ada, baik di Indonesia maupun di negeri Cina. Pada
prasasti-prasasti yang berasal dari Jawa menyebutkan bahwa masyarakat Cina
adalah warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari
berbagai Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Beberapa
catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I
Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa (“To lo mo”)
dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Budha dan singgah
dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta terlebih dahulu. Di Jawa ia
berguru pada masyarakat bernama Jñânabhadra dalam suatu prasasti perunggu
5
bertahun 860 dari Jawa Timur disebut sebagai suatu istilah Juru Cina, yang
berkait dengan jabatan pengurus masyarakat-masyarakat Tionghoa yang tinggal di
sana.
Kedatangan etnis Tionghoa pada masa lampau tujuan utamanya adalah
untuk berdagang. Mereka memasarkan dagangannya di Indonesia serta bermukim
bertempat tinggal di Indonesia. Saat mereka bermukim itulah etnis Tionghoa
lambat laun berbaur menjadi satu dengan warga pribumi. Dengan kata lain suatu
proses pembauran pun terjadi. Untuk daerah Sumatera Utara kedatangan etnis
Tionghoa tidak sekedar untuk berdagang, namun ada pula etnis Tionghoa yang
bermukim dan membuka lahan ataupun bekerja sebagai buruh tani. Hal ini telah
tergambar ketika pada masa pendudukan Kolonial Belanda yang dimana pada saat
itu dibutuhkan banyak buruh perkebunan untuk mengerjakan kebun-kebun milik
Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara ketika
itu.
Hal ini pun sesuai dengan kondisi etnis Tionghoa di Kelurahan Kota
Bangun. Menurut penuturan yang diucapkan oleh Bapak Billy (50 tahun)
masyarakat etnis Tionghoa yang bermukim di Kelurahan Kota Bangun, sudah ada
di tempat ini sejak tahun 1917. Sejak saat itu etnis Tionghoa di Kelurahan Kota
Bangun sudah bercocok tanam. Oleh karena keberhasilan usahanya dalam
bercocok tanam, pemerintah Kolonial Belanda pada masa itu memberikan hak
kepada etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun untuk memiliki sebidang tanah
yang ditandai dengan sebuah surat LANDREFORM. Isi dari surat
LANDREFROM ini adalah : penghargaan dalam usaha-usaha apa pun yang telah
Surat tersebut sah untuk mereka dengan berbagai kebebasan menanam
apa saja dan bermukim, membangun rumah dan lain sebagainya. Pada saat itu
petani Tionghoa ini memilih untuk menanam sayur mayur. Oleh karena itulah
muncullah pada saat itu sebuah ungkapan Cina kebun sayur, yang
mengidentifikasikan diri sebagai etnis Cina/Tionghoa yang melakukan usaha
bercocok tanam sayur. Sampai sekarang keberadaan Cina kebun sayur di
Kelurahan Kota Bangun ini terus bertahan dengan surat yang telah lama
dikeluarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, yang memberikan mereka hak
untuk mengelola areal selama dua puluh lima (25) tahun. Ketika menjelang
habisnya perjanjian tersebut, Indonesia telah merdeka yang tetap terdapat di dalam
surat perjanjian LANDREFORM. Dimana hak kepemilikan tanah akan menjadi
hak etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun apabila telah mencapai dua puluh
lima (25) tahun. Menurut penuturan Bapak Billy (50 tahun), seharusnya etnis Cina
di Kelurahan Kota Bangun sudah merasa aman dengan hak kepemilikan tanah atas
berakhirnya perjanjian LANDREFORM tersebut. Namun pemerintah Indonesia
pada saat itu, tidak menanggapi hak-hak yang seharusnya mampu di akomodir
dengan memberikan hak kepemilikan tanah kepada etnis Tionghoa yang telah dua
puluh lima (25) tahun mengerjakan tanah ini.
Sejak saat itu etnis Tionghoa kian masuk dalam ruang kehidupan mereka
sendiri, termasuk usaha pertanian sayur mayur yang mereka buat sendiri. Begitu
juga dengan etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun masuk dalam ruang
kehidupan sosial mereka sendiri. Rasa ketakutan mereka terhadap komunis pada
saat itu masih membuat trauma yang membekas, yang telah mengakibatkan
pasar-pasar umum. Alhasil mereka hanya menjual pada tempat-tempat yang
menjadi basis etnis mereka. Bahasa hokkien yang biasa mereka gunakan, tidak
begitu bebas mereka gunakan lagi akibat dari trauma itu. Etnis Tionghoa
Kelurahan Kota Bangun yang bermukim di lingkungan VII dan VIII, banyak yang
menghabiskan waktu sehari-hari mereka di warung-warung. Warung inilah yang
menjadi pusat segala informasi tersebut, dengan tema pagi yang cerah, mereka
selalu memulai obrolan pagi dengan duduk di warung-warung ini. Berteman kopi
dan beberapa sarapan pagi, obrolan tidak pernah putus mereka bincangkan hingga
menghabiskan waktu sampai matahari benar-benar berada di tengah sebagai tanda
waktu siang hari. Dengan ketersediaan pusat informasi ini mereka mengolah
segala bentuk informasi tersebut, termasuk membangun jaringan keluar dan lain
sebagainya. Mereka hidup pada jaringan atau masyarakat-masyarakat yang itu-itu
saja, atau masyarakat-masyarakat yang telah mereka percaya dari golongan
mereka sendiri untuk membuat berbagai suatu bentuk kerja sama. Termasuk
dalam hal pertanian sayur mayur yang mereka lakukan.
2.3. Keadaan Penduduk di Kelurahan Kota Bangun
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang saya peroleh dari kantor
Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli. Secara keseluruhan jumlah
penduduk yang terdapat di Kelurahan Kota Bangun pada tahun 2012 saat ini
berjumlah 14.262 jiwa. Khusus di lingkungan VII jumlah penduduknya terdapat
375 Kepala Keluaraga (KK), sedangkan di lingkungan VIII jumlah penduduknya
terdapat 215 Kepala Keluarga (KK). Dari jumlah penduduk tersebut dapat
diklasifikasikan atas beberapa pembagian yaitu menurut jenis kelamin, umur,
Penduduk yang tinggal di lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota
Bangun umumnya mayoritas bersuku bangsa Tionghoa, yang dahulu datang dari
luar Sumatera Utara. Hal tersebut terlihat bahwa etnis Tionghoa yang bermukim
di Kelurahan Kota Bangun sudah ada di kelurahan ini sejak tahun 1917, dan
hingga saat ini pertumbuhan etnis Tionghoa sudah berkembang dengan pesat.
Namun ada juga masyarakat Tionghoa yang tinggal di Kelurahan Kota Bangun
sudah pergi merantau, ada yang merantau di sekitar Kota Medan dan ada juga
yang merantau keluar Kota Medan, seperti Pekan Baru, Panipahan, Kalimantan
dan Jakarta. Selain di lingkungan VII dan VIII, di lingkungan lainnya terdapat
juga suku-suku bangsa lain yang mendiami Kelurahan Kota Bangun ini,
diantaranya suku bangsa Melayu, Batak, Jawa, Cina, India dan suku bangsa
lainnya. Untuk lebih jelasnya perbandingan jumlah penduduk berdasarkan suku
bangsa dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel I
Jumlah Perbandingan Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa
No. Suku Bangsa Jumlah/Jiwa
1. Melayu 3.590
2. Batak 2.841
3. Jawa 2.439
4. Cina (Tionghoa)
5.117
5. India (Tamil)
10
6. Suku Lainnya
265
Total
14.262
Sumber : Kantor Kelurahan Kota Bangun, KecamatanMedan Deli 2012.
Terlihat jelas perbandingannya diatas bahwa suku bangsa yang
dominasi suku bangsa tersebut berada di lingkungan VII dan VIII. Walaupun
dominasi masyarakat Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun paling banyak
jumlahnya, akan tetapi sampai sekarang ini sangat jarang terjadi konflik suku baik
antara suku yang satu maupun dengan suku yang lainnya. Dan dalam fokus
penelitian ini, saya fokuskan di lingkungan VII dan VIII.
2.3.1. Komposisi Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli
saat ini bejumlah 14.262 jiwa. Namun khusus di lingkungan VII jumlah
penduduknya saat ini berjumlah 375 Kepala Keluarga (KK) terdiri dari 912 jiwa
jumlah laki-laki dan perempuan berjumlah 963 jiwa. Untuk lingkungan VIII
jumlah penduduk saat ini berjumlah 215 Kepala Keluarga (KK), terdiri dari 610
jiwa laki-laki dan perempuan berjumlah 640 jiwa. Data tersebut saya peroleh dari
Dokumen Kantor Kelurahan Kota Bangun dan kemudian saya kelola berdasarkan
data yang ada.
2.3.2. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang telah saya lakukan
sebelumnya, penduduk yang tinggal di lingkungan VII dan VIII memiliki sistem
mata pencaharian hidup yang beraneka ragam. Seperti bertani, buruh pabrik,
pedagang, karyawan swasta dan lainnya yang mereka lakukan sehari-harinya. Hal
Tabel. II
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Hidup
No. Jenis Pekerjaan Jumlah %
1. Petani 80 %
2. Buruh Pabrik Industri 1 %
3. Pegawai Negeri Sipil -
4. TNI/POLRI -
5. Pedagang/Pengusaha 10 %
7. Karyawan Swasta 8 %
8. Dll 1 %
Jumlah 100 %
Sumber : Dokumen Kepala Lingkungan VII dan VIII.
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, masyarakat terkhusus
di lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun ini. Dengan tingkat mata
pencaharian yang paling tinggi adalah di sektor bertani dengan jumlah 80 % dari
368 Kepala Keluarga (KK) di lingkungan VII, dan 219 KK di lingkungan VIII.
Sedangkan buruh pabrik berjumlah 1 % dari 58 KK di lingkungan VII, dan 56 KK
di lingkungan VIII. Disusul dengan Pedagang/Pengusaha berjumlah 10 %, dari
300 KK di lingkungan VII, dan 200 KK di lingkungan VIII. Sedangkan yang
menjadi Karyawan Swasta berjumlah 8 % dan lain-lainya 1 %. Secara turun
temurun dalam keseharian masyarakat Cina di Kelurahan Kota Bangun ini, masih
tetap melakukan bertani seperti yang dilakukan nenek moyang mereka terdahulu.
Adapun aktifitas pertanian yang mereka lakukan adalah bertani sayur mayur,
sehingga masyarakat di Kelurahan Kota Bangun ini 80% mayoritas bermata
2.4. Sarana Fisik
2.4.1. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana menjadi hal yang mampu untuk membantu
setiap aktifitas yang dimiliki oleh setiap manusia. Terlepas dari apapun
aktifitas tersebut, sarana menjadi hal yang penting untuk melakukan sebuah
kegiatan sama halnya seperti sebuah instrument yang menentukan. Sarana
menjadi suatu hal yang vital bagi setiap orang, petani Cina kebun sayur
sangat tahu akan hal tersebut, Akan pentingnya suatu perbaikan sarana
tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian maupun investasi
di Kelurahan Kota Bangun ini. Berikut adalah sarana dan prasarana yang
menjadi kebutuhan masyarakat Cina kebun sayur, khusus di lingkungan VII
dan VIII Kelurahan Kota Bangun.
Untuk itu masyarakat Cina kebun sayur di Kelurahan Kota Bangun
ini, tetap membangun sarana mereka secara bertahap dengan tujuan untuk
tetap dapat bertahan hidup. Seperti membangun pola pemukiman,
membangun sarana pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
mereka, membangun sarana ibadah untuk meningkatkan kesadaran mereka
dalam memiliki keyakinan di dalam agama. Hingga tempat-tempat mereka
berbagi suka dan duka, serta informasi untuk memecahkan segala masalah di
dalam kehidupan mereka masing-masing.
2.4.2. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan sangat dipercaya sebagai investasi masa depan
bagi masyarakat Cina kebun sayur di Kelurahan Kota Bangun ini. Dimana