• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun Sumatera Utara"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KUALITAS AIR AKIBAT KERAMBA JARING

APUNG DI DANAU TOBA DUSUN SUALAN DESA

SIBAGANDING KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

SUDOYO LUMBAN TOBING

100302062

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS KUALITAS AIR AKIBAT KERAMBA JARING

APUNG DI DANAU TOBA DUSUN SUALAN DESA

SIBAGANDING KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

OLEH:

SUDOYO LUMBAN TOBING

100302062

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Sudoyo Lumban Tobing NIM : 100302062

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc Desrita, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Sudoyo Lumban Tobing Nim : 100302062

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding

Kabupaten Simalungun Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Juni 2014

(5)

ABSTRAK

SUDOYO LUMBAN TOBING. Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Di bawah bimbingan TERNALA ALEXANDER BARUS dan DESRITA.

Dusun Sualan Desa Sibaganding merupakan satu dari wilayah perairan Danau Toba yang banyak dimanfaatkan untuk aktivitas keramba jaring apung. Keberadaan aktivitas budidaya keramba jaring apung dapat mempengaruhi kualitas air Danau Toba di Dusun Sualan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia akibat aktivitas keramba jaring apung di Dusun Sualan Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun. Parameter fisika dan kimia air dianalisis dengan metode Storet. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (Keramba), stasiun II (Peralihan), dan stasiun III (Kontrol). Nilai parameter fisika dan kimia air antara lain suhu 26,00 − 28,00 o

C, kekeruhan (TSS) 0,89 – 5,21 mg/L, DO 5,41 – 8,24 mg/L, pH 6,40 − 7,30, BOD 0,59 − 1,27 mg/L, nitrat 0,69 − 2,10 mg/L, fosfat 0,11 − 0, 28 mg/L. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air, stasiun I memenuhi baku mutu air Kelas III (tercemar sedang), sedangkan pada stasiun II dan III memenuhi baku mutu air Kelas I (tidak tercemar).

(6)

ABSTRACT

SUDOYO LUMBAN TOBING. The Analysis of water quality as a result of Floating Nets in Lake Toba the hamlet of Sualan, Simalungun Regency at Village of Sibaganding. under the guidance of TERNALA ALEXANDER BARUS and DESRITA.

Sualan Hillbilly of Sibaganding Village is one of the territorial waters of Lake Toba which is much used for floating nets activity. The presence of floating nets aquaculture activity can affect the water quality of Lake Toba in the hamlet of Sualan. This research aims to know the quality of water based on physical and chemical parameters due to the activity of the keramba floating nets in the hamlet of Sibaganding Village sub district Sualan Girsang Sipangan Bolon, Simalungun Regency. Physical and chemical parameters of the water analyzed by the method of Storet. Research conducted in April to may 2014. The research method used was Purposive Random Sampling. Stations that used consists of the station I (Keramba), station II (Transition), and III (control). The value of physical and chemical parameters of water include temperature 26.00 ºC - 28.00 ºC, turbidity (TSS) 0,89 – 5,21 mg/L, DO 5,41 – 8, 24 mg/L, pH 6,40 − 7,30, BOD 7.30 − 6.40 0.59 − 1.27 mg/L, nitrate 0,69 − 2.10 mg/L, phosphate 0.11 − 0.28 mg/l. According to physical and chemical parameters of water quality so the first station refers to third class of water quality. While on the second station and the third station are refers to first class of water quality.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parsoburan pada tanggal 20 Oktober 1991, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marlin Lumban Tobing dan Ibu Marintan Siahaan. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) Negeri No. 173569 Hutanamora Kecamatan Silaen 1998 − 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Swasta Budhi Dharma Balige tahun 2004 − 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Soposurung Balige pada tahun 2007 − 2010. Penulis diterima di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli sampai Agustus 2013 di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Benih Ikan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun

Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan sebagai satu dari beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yaitu kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan dorongan serta semangat dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan kepada seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(9)

telah memberikan dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Novada Sitompul selaku Kepala Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipanganbolon Kabupaten Simalungun, Frans Natanael, S.Si selaku tenaga khusus atau tenaga ahli Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit-SDAL), Drs. Jonner Silaban, M.Pd dan Billy Sianturi yang telah membantu proses penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa program studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang terdiri atas abang-kakak senior angkatan 2009, khususnya teman-teman angkatan 2010, dan adik-adik yunior angkatan 2011 sampai angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Juni 2014

(10)
(11)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ... 19

Alat dan Bahan ... 19

Prosedur Penelitian ... 20

Deskripsi Area ... 21

Pengukuran Faktor Fisika Kimia dan Biologi Perairan ... 22

Analisis Data ... 22

Parameter Kualitas Air ... 22

Metode Storet ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 25

Pembahasan ... 31

Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 32

Rekomendasi Pengelolaan ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

2. Peta Lokasi Penelitian Dusun Sualan Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon... 19

3. Lokasi Stasiun I (Keramba Jaring Apung) ... 20

4. Lokasi Stasiun II (Peralihan) ... 21

5. Lokasi Stasiun III (Kontrol) ... 21

6. Grafik Suhu ... 26

7. Grafik Kekeruhan (TSS) ... 26

8. Grafik Kelarutan Oksigen (DO) ... 27

9. Grafik pH ... 28

10.Grafik Biochemichal Oxigen Demand (BOD) ... 28

11.Grafik Nitrat (NO3-N) ... 29

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman 1. Parameter Fisika Kimia dan Biologi Perairan yang Diukur ... 22 2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001 ... 23 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air ... 24 4. Nilai Parameter Fisika dan Kimia Perairan Dusun Sualan Desa

Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon ... 25 5. Kualitas Fisika dan Kimia Perairan Dusun Sualan Desa

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman 1. Dokumentasi Kegiatan di Lokasi Penelitian ... 41 2. Dokumentasi Alat Penelitian ... 42 3. Data Parameter Fisika dan Kimia Perairan Dusun Salan Desa

(15)

ABSTRAK

SUDOYO LUMBAN TOBING. Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Di bawah bimbingan TERNALA ALEXANDER BARUS dan DESRITA.

Dusun Sualan Desa Sibaganding merupakan satu dari wilayah perairan Danau Toba yang banyak dimanfaatkan untuk aktivitas keramba jaring apung. Keberadaan aktivitas budidaya keramba jaring apung dapat mempengaruhi kualitas air Danau Toba di Dusun Sualan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia akibat aktivitas keramba jaring apung di Dusun Sualan Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun. Parameter fisika dan kimia air dianalisis dengan metode Storet. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (Keramba), stasiun II (Peralihan), dan stasiun III (Kontrol). Nilai parameter fisika dan kimia air antara lain suhu 26,00 − 28,00 o

C, kekeruhan (TSS) 0,89 – 5,21 mg/L, DO 5,41 – 8,24 mg/L, pH 6,40 − 7,30, BOD 0,59 − 1,27 mg/L, nitrat 0,69 − 2,10 mg/L, fosfat 0,11 − 0, 28 mg/L. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air, stasiun I memenuhi baku mutu air Kelas III (tercemar sedang), sedangkan pada stasiun II dan III memenuhi baku mutu air Kelas I (tidak tercemar).

(16)

ABSTRACT

SUDOYO LUMBAN TOBING. The Analysis of water quality as a result of Floating Nets in Lake Toba the hamlet of Sualan, Simalungun Regency at Village of Sibaganding. under the guidance of TERNALA ALEXANDER BARUS and DESRITA.

Sualan Hillbilly of Sibaganding Village is one of the territorial waters of Lake Toba which is much used for floating nets activity. The presence of floating nets aquaculture activity can affect the water quality of Lake Toba in the hamlet of Sualan. This research aims to know the quality of water based on physical and chemical parameters due to the activity of the keramba floating nets in the hamlet of Sibaganding Village sub district Sualan Girsang Sipangan Bolon, Simalungun Regency. Physical and chemical parameters of the water analyzed by the method of Storet. Research conducted in April to may 2014. The research method used was Purposive Random Sampling. Stations that used consists of the station I (Keramba), station II (Transition), and III (control). The value of physical and chemical parameters of water include temperature 26.00 ºC - 28.00 ºC, turbidity (TSS) 0,89 – 5,21 mg/L, DO 5,41 – 8, 24 mg/L, pH 6,40 − 7,30, BOD 7.30 − 6.40 0.59 − 1.27 mg/L, nitrate 0,69 − 2.10 mg/L, phosphate 0.11 − 0.28 mg/l. According to physical and chemical parameters of water quality so the first station refers to third class of water quality. While on the second station and the third station are refers to first class of water quality.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dusun Sualan Desa Sibaganding adalah salah satu dari beberapa daerah di Kabupaten Simalungun yang wilayahnya berada dipinggiran Danau Toba. Keberadaan Danau Toba menjadi tempat untuk memperbaiki kehidupan bagi sebagian besar masyarakat desa tersebut. Sebagaian dari masyarakat ada yang berjualan ikan hasil tangkapan dan sebagian lagi membuka lapangan usaha sendiri yaitu melalui pemanfaatan keramba jaring apung. Keramba jaring apung dikelola masyarakat secara langsung di wilayah perairan danau Desa Sibaganding. Sehingga aktivitas budidaya keramba jaring apung sangat pesat di Dusun Sualan. Berkembangnya usaha pembesaran ikan dalam keramba jaring apung di Dusun Sualan berpengaruh pada aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Keberadaan keramba jaring apung di perairan tentunya akan memberikan perubahan pada suatu perairans. Budidaya keramba jaring apung adalah salah satu kegiatan yang dapat membantu ekonomi masyarakat Dusun Sualan. Namun disisi lain hal tersebut berdampak terbalik terhadap kondisi perairan pada wilayah tersebut. Pengaruh adanya keramba jaring apung mengakibatkan blooming eceng gondok, dan perubahan warna air di Dusun Sualan. Hal ini tentu berkaitan dengan kualitas air suatu perairan.

(18)

2

mengalami peningkatan akan berdampak pada meningkatnya konsentrasi nitrat, dan BOD standar.

Kualitas air secara umum menunjukan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan. Menurut peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Pencemaran air adalah masuknya mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya (KLH, 2004).

Menurut Stikcney diacu oleh Saputra (2003) perubahan kualitas air dapat berasal dari hasil proses metabolisme organisme akuatik, penumpukan senyawa-senyawa organik dan anorganik dari jasad organisme akuatik yang telah mati atau penumpukan sisa-sisa pellet.

Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas keramba jaring apung terhadap kualitas air di Dusun Sualan Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

Rumusan Permasalahan

(19)

3

Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah aktivitas keramba jaring apung berpengaruh terhadap kualitas air Danau Toba di Dusun Sualan ?

2. Bagaimana kualitas air Danau Toba di Dusun Sualan berdasarkan parameter fisika dan kimia air akibat adanya aktivitas keramba jaring apung?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia akibat aktivitas keramba jaring apung di Dusun Sualan Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.

Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kualitas air Danau Toba di Dusun Sualan bagi peneliti maupun instansi-instansi tertentu yang mengelola Danau Toba maupun sebagai acuan bagi pembudidaya dalam melakukan teknik budidaya.

Kerangka Pemikiran

(20)

4

Gambar 1. Kerangka pemikiran Penelitian

Perairan Dusun Sualan

Aktivitas Budidaya

Keramba Jaring Apung

Parameter Fisika Parameter Kimia

Pencemaran

(21)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Danau adalah wilayah yang digenanagi badan air sepanjang tahun serta terbentuk secara alami. Pembentukan danau terjadi karena pergerakan kulit bumi sehingga bentuk dan luasnya sangat bervariasi. Danau yang terbentuk sebagai akibat gaya tektonik kadang-kadang badan airnya mengandung bahan-bahan dari perut bumi seperti belerang dan panas bumi (Andi,dkk., 2010).

Danau juga merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai salah satu bentuk ekosistem air tawar, danau memegang peranan sangat penting dan potensial untuk dikembangkan dan didayagunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, perikanan, irigasi, sumber air bersih dan pariwisata. Dari sisi ekologi, danau juga beperan sebagai penyangga bagi kehidupan sekitarnya, dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang potensial bagi kesejahtraan masyarakat. Akan tetapi potensi-potensi tersebut akan dapat mensejahterakan stakeholdersnya secara berkelanjutan apabila pengelolaan dan pemanfaatannya mempertimbangkan kemampuan optimal dan daya dukung ekositem tersebut. Pemanfaatan yang berlebihan suatu potensi akan dapat menyebabkan gangguan terhadap potensi lainnya (Ginting, 2011).

Danau Toba

(22)

6

administrasi pemerintahan berada pada 7 daerah kabupaten yaitu: (1) Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Kabupaten Humbang Hasundutan, (3) Kabupaten Toba Samosir, (4) Kabupaten Samosir, (5) Kabupaten Simalungun, (6) Kabupaten Karo, dan (7) Kabupaten Dairi. Secara geografis, Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak pada koordinat 2° 10' LU - 3° 10" LU dan 98° 20' BT - 99° 50" BT, dengan ketinggian tempat 903 meter dari permukaan laut. Danau ini merupakan danau yang terluas di Indonesia dengan luas permukaan lebih kurang 110.260 ha, kedalaman maksimum mencapai 529 meter dan total volume air danau lebih kurang 1.258 km³ (LTEMP, 2004).

(23)

7

sedapat mungkin sehingga fungsi danau dapat berkelanjutan dari generasi ke generasi (Ginting, 2011).

Pada kenyataanya Danau Toba yang bersifat multi fungsi tersebut, saat ini kondisinya mengalami berbagai tekanan dan permasalahan yang cukup serius, sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas masyarakat di badan air maupun di sekitar danau. Salah satu permasalahan yang pada saat ini banyak menarik perhatian adalah keberadaan limbah yang terbuang ke perairan danau seperti limbah kegiatan pertanian, limbah rumah tangga, limbah minyak dari kegiatan transportasi air dan limbah kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) (Ginting, 2011).

BLH Provinsi Sumatera Utara (2005) menyatakan bahwa pada tahun 2005 rata-rata kandungan total fosfor perairan Danau Toba telah mencapai nilai 1.72 mg/L, dimana nilai ini telah melebihi nilai baku mutu air kelas I sesuai dengan yang ditetapkan pada peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009, yang mempersyaratkan nilai total fosfor maksimum sebesar 0,2 mg/L. Keadaan ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pencemaran perairan Danau Toba, khusunnya pencemaran oleh senyawa organik (Barus, 2007).

(24)

8

ekologisnya perairan tersebut. Hal ini terlihat dari pesatnya pertumbuhan populasi KJA dan tata letak atau penempatan yang tidak sesuai dengan zonasi yang seharusnya untuk kegiatan KJA, seperti adanya penempatan KJA pada zonasi yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata dan pada zona intake air minum (Ginting, 2011).

Keramba Jaring apung

Dirjen Perikanan (2001) mendefinisikan keramba jaring apung sebagai tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang memungkinkan keluar masuknya air dengan leluasa, sehingga terjadi pertukaran ke perairan sekitarnya. Komponen-komponen keramba jaring apung terdiri dari kerangka atau bingkai, pelampung, jangkar, pemberat jaring, penutup kantung jaring, bangunan fisik dan peralatan pendukung lainnya.

Rochdianto (2005) dalam menambahkan, Keramba jaring apung ditempatkan dengan kedalaman perairan lebih dari 2 meter. Beberapa masyarakat ada yang menyebut kantong jaring apung, keramba kolam terapung dan jaring keramba terapung atau disingkat kajapung.

(25)

9

7.012 unit, yang terdiri dari KJA milik PT. Aquafarm Nusantara sebanyak 1.780 unit dan KJA milik masyarakat sebanyak 5.232 unit.

Dari aspek sosial ekonomi, perkembangan budidaya ikan KJA di perairan Danau Toba memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat khususnya masyarakat lokal, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan nilai produksi ikan yang berarti meningkatkan pendapatan bagi masyarakat petani KJA. Selain itu, kehadiran budidaya ikan KJA juga mampu memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat, sehingga turut dalam mengurangi angka pengangguran. Akan tetapi dilain pihak, kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang tidak terkendali dapat berdampak serius terhadap berbagai perubahan lingkungan perairan itu sendiri, baik perubahan komponen biotik maupun komponen abiotik perairan (Beveridge,1984).

Meningkatnya jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah ikan yang dibudidayakan dalam KJA. Sebagai konsekwensinya adalah peningkatan penggunaan pelet sebagai pakan utama ikan dalam KJA. Menurut berbagai hasil penelitian bahwa pakan ikan (pelet) yang diberikan pada budidaya ikan KJA, sebagian tidak terkonsumsi oleh ikan dan terbuang ke badan air sebagai limbah. Disamping limbah pakan, ikan dalam KJA juga mengeluarkan limbah sisa metabolisme seperti feses dan urine yang semuanya terbuang ke badan air (Ginting, 2011).

(26)

10

satu indikasi telah terjadinya pencemaran senyawa organik di perairan Danau Toba adalah pertumbuhan dan perkembangan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan pesat. Pada tahun 2002 luas tutupan eceng gondok di perairan Danau Toba mencapai 382 ha, dan pada tahun 2006 telah mencapai 500 ha meskipun setiap tahun telah dilakukan pembersihan.

Pakan Pelet

Pelet merupakan salah satu faktor pendukung dalam kegiata budidaya. Para pembudidaya menjadikan pemilihan pelet sebagai bahan pakan dengan berbagai alasan yang diantaranya adalah karena penggunaannya yang praktis dan mudah didapat. Pemberian pakan dengan formulasi lengkap berkaitan dengan susunan nutrisi yang lengkap dengan bahan baku berkualitas dan mengandung profil nutrien sesusai kebutuhan yang dibudidayakan. Biasanya pakan ini disebut dengan pelet yaitu pakan buatan manusia yang terdiri dari bahan-bahan alami maupun bahan lain melalui adanaya formulasi pakan (Hutabarat, 1999).

Pengelolaaan pakan sangat penting dalam budidaya perairan, bukan saja karena biaya pengeluaran terbesar melainkan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas air dan lingkungan sekitarnya. Masukan bahan organik yang terbesar di tambak dan kolam berupa senyawa nitrogen, berasal dari pakan 93% selebihnya dari pupuk dan 2 % dan bahan lain yang masuk ke dalam kolam atau keramba sebagai tempat budidaya (Andi, dkk., 2010).

(27)

11

sekitar 25– 30 %. Hal ini berarti bahwa limbah organik dari pakan ikan KJA yang terbuang ke badan air secara kontiniu jumlahnya cukup besar.

Kualitas air cepat mengalami penurunan bila sisa pakan yang tertimbun sangat besar. Bila penimbunan pakan di dasar tidak segera diantisipasi, maka sebagai bahan organik akan terjadi proses dekomposisi. Dalam proses dekomposisi akan membutuhkan sejumlah besar oksigen. Kebutuhan oksigen meningkat dengan semakin meningkatnya kandungan limbah dari bahan organik (Ginting, 2011).

Untuk memberikan pertumbuhan maksimum banyaknya protein makanan yang diperlukan akan menurun bersamaan dengan meningkatnya umur ikan. Pemberian pakan pada ikan meliputi sifat-sifat fisik yaitu bentuk serta ukurannya harus tepat dan sifat kimia yaitu kandungan zat-zat di dalam bahan pakan yang mempengaruhi nilai nutrisi pakan (Lovel,1989).

Pencemaran Air

Pencemaran air adalah bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusia yang mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak daya guna perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992).

(28)

12

ekosistem terganggu maka diperlukan suatu cara atau teknik tertentu untuk mengembalikan ekosistem kepada kondisi semula (Carolina, 2007).

Menurut Sunu (2001) dalam Ginting (2011) pencemaran air terjadi bila beberapa bahan atau kondisi yang dapat menyebabkan penurunan kualitas badan air sehingga tidak memenuhi baku mutu atau tidak dapat digunakan untuk keperluan tertentu (sesuai peruntukannya, misalnya sebagai bahan baku air minum, keperluan perikanan, industri, dan lain-lain).

Pencemaran air dapat menyebabkan pengaruh berbahaya bagi organisme, populasi komunitas dan ekosistem. Indikator utama kualitas air dalam ekosistem air permukaan adalah oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO), biological oxygen demand (BOD). Agar dapat hidup organisme memerlukan oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan tertentu. Pada tekanan atmosfer normal (1atm) dan suhu 200 C, kadar oksigen maksimum terlarut dalam air adalah 9 mg/L (Ginting, 2011).

Indikator pencemaran air dapat diketahui dan diamati baik secara visual maupun pengujian, seperti :

a. Perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen b. Oksigen terlarut.

(29)

13

Parameter Fisika

1. Suhu

Pertumbuhan dan kehidupan biota budidaya sangat dipengaruhi oleh suhu air. Umumnya dalam batasan-batasan tertentu kecepatan pertumbuhan biota meningkat sejalan dengan naiknya suhu sedangkan derajat kelangsungan hidupnya bereaksi sebaliknya terhadap kenaikan suhu. Artinya derajat kelangsungan hidup biota menurun pada kenaian suhu (Andy,dkk, 2010).

Pola temperatur air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara lain dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga kanopi atau penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi ( Bhrem & Meijering, 1990).

Pada dasarnya bahwa dengan adanya variasi suhu yang cukup besar dapat memberikan dampak atau pengaruh yang cukup besar pula terhadap berbagai aktifitas metabolisme dari organisme yang mendiami suatu perairan. Menurut Boyd dalam Karu (2000) bahwa variasi suhu suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan proses pengadukan (Maniagasi, dkk., 2013).

Pengukuran suhu umumnya dilakukan dengan termometer. Cara lain adalah dengan menggunakan DO meter, SCT-meter atau aquamete test, prosedurnya tidak berbeda dengan pengukuran oksigen, pH, dan kecerahan. Untuk pengkalibrasian, maka putar switch “temp” lalu tekan “temp Cal” pada bagian sebelah kiri badan (Andy,dkk., 2010).

(30)

14

organisme akuatik untuk dapat melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran optimum bagi pertumbuhan organisme di perairan adalah 20º C - 30º C (Effendi, 2003).

2. Kekeruhan (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, dengan satuan mg/liter. Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan organik (Pranoto, 2013).

Kekeruhan dapat didefenisikan sebagai intensitas kegeapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan menggambarkan sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di air. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi (Nasution, 2008).

(31)

15

Parameter Kimia

1. pH

Derajat keasaman lebih dikenal degan istilah pH. pH singkatan dari

puissance negatif de H yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen pada suhu tertentu (Andy dkk, 2010).

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan. Organisme air hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai dengan basah lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya 7 sampai 8,5. Kondisi perairan dengan pH tertentu mempengaruhi metabolisma dan respirasi bagi kelangsungan hidup organisme (Barus 2004).

Pengukuran pH umumnya dilakukan dengan kertas pH atau pH water tester. Alat lain yang dapat digunakan adalah Aquamate test atau pH meter. pH meter selain sulit diaplikasikan di lapangan, harganya juga relatif mahal (Andy dkk, 2010).

2. Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen)

Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pernafasan biota budi daya tergantung ukuran, suhu dan tingkat ativitasnya dan batas minimumnya. Kandungan oksigen di dalam air yang dianggap optimum bagi budidaya biota air adalah 4-10 ppm pada suhu 20-30 ºC (Andy,dkk, 2010).

(32)

16

nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentinga untuk budidaya perairan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaanya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat (Andi,dkk, 2010).

Menurut Zonneved dkk (1991) kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaaan struktural molekul sel darah ikan dalam sel darah.

Ada dua metode yang digunakan untuk menentukan oksigen terlarut yaitu metode winkler atau metode titrasi atau disebut juga metode iodometri dan metode elektrometris (DO meter). Metode winkler berdasarkan sifat oksidasi oleh oksigen yang terlarut dan metode elektrometis berdasarkan jumlah oksigen yang berdifusi melewati membran (Andi,dkk.,2010).

Menurut Barus (2004) Selain pengukuran konsentrasi oksigen juga perlu dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/L (Barus, 2004).

3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

(33)

17

semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air (Ginting, 2011).

Pemeriksaan BOD didasarkan reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen didalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air, dan amoniak. Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat digunakan untuk menafsirkan beban pencemaran zat organik (Alaerts, 1987).

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, BOD optimal dalam perairan adalah 2-6 mg/l. Penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisem di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 2004).

(34)

18

4. Nitrat

Nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya dibandingkan dengan amonium/amoniak atau nitrit. Nitrat adalah zat nutrisi yang dibutuhkan oleh organisme untuk tumbuh dan berkembang (Barus, 2004).

5. Fosfor

Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang keberadaanya sangat penting bagi semua mahluk hidup, terutama dalam pembentukan protein dan transfer energi didalam sel seperti ATP dan ADP. Pada ekosistem perairan, fosfor terdapat dalam bentuk senyawa fosfor, yaitu : 1) fosfor anorganik; 2) fosfor organik dalam protoplasma tumbuhan dan hewan dan 3) fosfor organik terlarut dalam air, yang terbentuk dari proses penguraian sisa-sisa organisme (Barus, 2004).

Fosfor berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (sungai dan danau). Selain itu, dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2004).

Baku Mutu Kualitas Air

(35)

19

1. Kelas Satu : Bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air sama.

2. Kelas Dua : Prasarana/sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman, dan peruntukanlain dengan syarat kualitas air yang sama.

3. Kelas Tiga : Prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama.

(36)

20

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2014 di Dusun Sualan, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun berbeda yaitu stasiun kontrol, stasiun peralihan, dan stasiun keramba jaring apung. Sampel air yang diidentifikasi akan dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PUSLIT-SDAL) Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian Di Dusun Sualan desa Sibaganding Kecamatan Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, DO meter, GPS, pH meter, botol sampel, alat tulis, kamera digital, lamnot, kertas label, dan

(37)

21

yaitu dari wilayah keramba jaring apung, wilayah peralihan dan dari luar keramba sebagai kontrol. Selain itu bahan yang digunakan adalah substrat dari sedimen keramba.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi/stasiun penelitian adalah Purpossive Random Sampling yaitu dengan cara memilih 3 (tiga) stasiun penelitian berdasarkan rona lingkungan yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian. Pengambilan sampel air dilakukan menggunakan alat lamnot pada kedalaman 2,5 meter pada setiap stasiun.

Parameter fisika dan parameter kimia dilakukan melalui cara in situ yaitu pengukuran secara langsung data di lokasi penelitian dan cara ex situ yaitu hasil sampel merupakan data hasil laboratorium.

Deskripsi Area

Stasiun I : Merupakan wilayah perairan yang terdapat aktivitas budidaya keramba jaring apung masyarakat (Gambar 2). Wilayah Ini berada pada N 02º40'36,1" dan E 099º55'37,6" .

(38)

22

Stasiun II : Wilayah Peralihan yang merupakan daerah pertengahan antara stasiun I dan stasiun III. Berada pada jarak ± 450 meter dari stasiun I (Gambar ). Wilayah ini berada pada N 02º40'31,0" dan E 098º55'45,7"

Gambar 3. Lokasi Stasiun II (Peralihan)

Stasiun III : Wilayah Kontrol atau tidak ada aktivitas Keramba Jaring Apung. Berada pada posisi ± 800 meter dari Stasiun I (Gambar 4). Wilayah ini berada pada N 02º40'26,1" dan E 098º56'00,2".

(39)

23

Pengukuran Faktor Fisika Dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan selama tiga periode yang masing-masing tiga kali ulangan per stasiun. Pengambilan sampel pada setiap stasiun dilakukan pada tiga titik. Alat dan satuan pengukuran parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Fisika dan Kimia Perairan yang Diukur

Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

Fisika

Suhu oC Thermometer In Situ

Kekeruhan (TSS) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ Kimia

DO mg/L DO meter In Situ

pH - pH meter In Situ

BOD mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Nitrat (NO3-N) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ Phosphate (PO4-P) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Analisis Data

Parameter Kualitas Air

(40)

24

Tabel 2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001

Parameter Satuan Kelas

I II III IV

Fisika

Suhu oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Kekeruhan (TSS) mg/L 50 50 400 400

Kimia

DO mg/L 6 4 3 0

pH - 6-9 6-9 6-9 5-9

BOD mg/L 2 3 6 12

Nitrat (NO3¯-N) mg/L 10 10 20 20 Fosfat (PO4³¯ -P) mg/L 0.2 0.2 1 5

Metode Storet

Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip, metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai berikut.

(41)

25

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Lakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia

< 10

Maksimum -1 -2

Minimum -1 -2

Rata-rata -3 -6

≥ 10

Maksimum -2 -4

Minimum -2 -4

Rata-rata -6 -12

(42)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kimia air yang diukur pada saat pengamatan meliputi suhu, kekeruhan (TSS), DO, pH, BOD, nitrat, dan fosfat. Dari masing-masing stasiun, yaitu stasiun I yang merupakan keramba jaring apung, stasiun II yaitu daerah peralihan, dan stasiun III sebagai stasiun kontrol. Hasil penelitian parameter fisika dan kimia perairan memiliki nilai bervariasi yang diperoleh dari hasil pengukuran yang terdapat pada Lampiran 2, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh antara masing-masing stasiun. Parameter fisika dan kimia perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Parameter Fisika dan Kimia Perairan Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding

Parameter Satuan Baku Mutu Air Kelas Stasiun

(43)

27

Suhu

Suhu di perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Stasiun I memiliki suhu rata-rata 26,80 ºC, stasiun II memiliki suhu rat-rata 27,13 ºC, dan stasiun III memiliki suhu rata-rata 27,15 ºC. Grafik parameter suhu ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Suhu

Kekeruhan (TSS)

Kekeruhan (TSS) di perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 3,67 mg/L, stasiun II memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 2,69 mg/L, dan Stasiun III memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 1,31. Grafik parameter Kekeruhan (TSS) ditampilkan pada Gambar 6.

(44)

28

Dissolved Oxygen (DO)

Kelarutan Oksigen (DO) pada perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding memiliki kisaran DO rata-rata yang hampir sama pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki DO rata-rata yaitu 6,12 mg/L, stasiun II memiliki DO rata-rata yaitu 6,76 mg/L, dan stasiun III memiliki DO rata-rata yaitu 7,48 mg/L. Grafik parameter kelarutan oksigen (DO) ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Kelarutan Oksigen (DO)

pH

Pada perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding diperoleh pH rata-rata tiap stasiun pada kisaran 7. Pada stasiun I memiliki pH rata-rata yaitu 7,07, stasiun II memiliki pH rata-rata yaitu 7,14, dan stasiun III memiliki pH rata-rata yaitu 7,09. Grafik parameter pH ditampilkan pada Gambar 8.

0 2 4 6 8

I II III

(45)

29

Gambar 8. Grafik pH

Biochemichal Oksigen Demand (BOD)

Nilai BOD pada perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding memiliki nilai BOD yang berbeda pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki nilai BOD rata-rata yaitu 1,31 mg/L, stasiun II memiliki BOD rata-rata yaitu 1,12 mg/L, stasiun III memiliki nilai BOD yaitu 0,70 mg/L. Grafik BOD ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik BOD

Nitrat (NO3-N)

Pada perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding nilai nitrat pada masing-masing stasiun memiliki perbedaan yang signifikan. Stasiun I memiliki kandungan nitrat rata-rata yaitu 1,86 mg/L, stasiun II memiliki kandungan nitrat

(46)

30

rata-rata yaitu 1,31, dan stasiun III memiliki kandungan nitrat rata-rata yaitu 0,77. Grafik parameter nitrat ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Nitrat ((NO3-N)

Fosfat (PO4³¯ -P)

Kandungan fosfat pada setiap stasiun di Dusun Sualan Desa Sibaganding

memiliki nilai kandungan fosfat yang merata. Stasiun I memiliki kandungan fosfat

yaitu 0,24 mg/L, stasiun II memiliki kandungan fosfat yaitu 0,17 mg/L, dan stasiun

III memiliki kandungan fosfat yaitu 0,15 mg/L. Grafik parameter fosfat ditampilkan

pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik Fosfat (PO4³¯ -P) 0

0.5 1 1.5 2

I II III

Stasiun

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

I II III

(47)

31

Status Mutu Air

Kualitas air yang ditentukan dari nilai parameter fisika dan kimia perairan dilakukan dengan menggunakan metode Storet untuk memperoleh total skor yang menunjukkan status mutu air. Pemberian skor setiap parameter per stasiun yang terdapat pada Lampiran 3 dikelompokkan sesuai peruntukan baku mutu air kelas I (bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama), II (prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman), III (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman), dan IV (pertanaman) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Lampiran 7).

Pada stasiun I diperoleh skor -12 pada peruntukan Kelas I, skor -10 pada peruntukan Kelas II, dan skor 0 pada peruntukan Kelas III. Stasiun I memenuhi baku mutu air Kelas III sehingga stasiun I dikategorikan Kelas III (tercemar sedang). Pada stasiun II dan III, diperoleh skor 0 pada semua peruntukan maka air dapat digolongkan dalam Kelas I (tidak tercemar). Kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia air dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kualitas Fisika dan Kimia Perairan Dusun Sualan Desa Sibaganding

Kelas Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air

(48)

32

Pembahasan

Suhu

Hasil pengukuran suhu di Dusun Sualan Desa Sibaganding menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air pada setiap stasiun yaitu 26,80 ºC pada stasiun I (KJA), 27,13 ºC pada stasiun II (Peralihan) dan 27,15 ºC pada stasiun III (Kontrol). Cuaca pada saat pengamatan cenderung kurang stabil. Kondisi cuaca stasiun III pada saat pengamatan cerah dan suhu udara cukup panas. Hal ini sesuai dengan literatur Maniagasi, dkk., (2013) suhu suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah hujan yang tinggi dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan. Selain itu menurut Boyd dalam Maniagasi, dkk., (2013) bahwa variasi suhu suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan proses pengadukan.

(49)

33

Kekeruhan (TSS)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kekeruhan yang berbeda dari masing-masing stasiun. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun I (keramba jaring apung) yaitu 3,67 mg/L dan nilai kekeruhan terendah terdapat pada stasiun III yaitu 1,31 mg/L. Tingginya nilai kekeruhan di stasiun I diduga disebabkan oleh adanya aktivitas keramba jaring apung. Aktivitas budidaya di keramba jaring apung seperti pemberian pakan ikan dengan kuantitas 2-3 kali sehari diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya penumpukan sisa pakan pada substrat perairan sehingga dapat memicu terjadinya kekeruhan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yazwar dkk., (2004), pemberian pakan dengan “sistem pompa” jika ukuran KJA semakin kecil, maka jumlah pakan yang terbuang dapat mencapai 30-50 %. Selain itu Menurut Mc.Donald et al.(1996); Boyd (1999) yang diacu oleh Ginting (2011) menyatakan bahwa dari sejumlah pakan buatan (pelet) yang diberikan kepada ikan budidaya pada keramba jaring apung, hanya 70 % yang berhasil dikonsumsi oleh ikan budidaya pada keramba, sedangkan 30 % lagi akan tertinggal dan terbuang sebagai sisa pakan yang tidak terkonsumsi oleh ikan budidaya. Selanjutnya, dari sejumlah pakan yang berhasil dikonsumsi oleh ikan budidaya, setelah dikonversikan didalam tubuh ikan, sebanyak 25 – 30 % akan diekskresikan kembali ke badan air sebagai sisa metabolisme yaitu dalam bentuk urine dan feses.

Dissolved Oxsigen (DO)

(50)

34

pemberian pakan pelet pada ikan budidaya. Hal ini tentu berkaitan dengan metabolisme pada ikan yang membutuhkan konsumsi DO pada wilayah keramba.kelarutan oksigen pada perairan dipengaruhi oleh faktor suhu dimana kelarutan oksigen akan semakin tinggi apabila suhu perairan menurun, sebaliknya kelarutan oksigen akan menurun jika suhu perairan meningkat. Nilai kandungan oksigen terlarut pada setiap stasiun dapat diketahui dengan menghitung nilai kejenuhan oksigen masing-masing stasiun dengan rumus yaitu :

Kejenuhan (%) = Nilai konsentrasi oksigen yang dukur (u) Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya(t)

Dari rumus kejenuhan oksigen dapat diketahui nilai kejenuhan masing-masing stasiun yaitu stasiun I (keramba) memiliki nilai kejenuhan oksigen sebesar 20,41 %, stasiun II (peralihan) sebesar 22,53 %, dan stasiun III (kontrol) sebesar 24, 93 %. Dari nilai kejenuhan oksigen tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi stasiun III (kontrol) lebih baik karena memiliki defisit oksigen yang lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan Beveridge (1987) yang diacu oleh Marganof (2007) bahwa laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA dua kali lebih tinggi daripada laju konsumsi oksigen di perairan yang tidak terdapat KJA.

Selain itu menurut Ginting (2011) menyatakan bahwa adanya perbedaan nyata nilai DO antar stasiun penelitian menunjukan bahwa nilai DO mempunyai keterkaitan dengan adanya pengaruh dari pakan KJA pada ketiga stasiun penelitian, dimana pada stasiun I pemberian pakan menyebabkan peningkatan limbah organik. Selanjutnya, limbah organik KJA akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai dengan memanfaatkan oksigen yang

(51)

35

terlarut dalam air sehingga berakibat terhadap berkurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air.

Selain karena adanya peroses dekomposisi bahan-bahan organik, penurunan konsentrasi DO air juga disebabkan karena keberadaan ikan-ikan budidaya pada Stasiun I (KJA) yang memanfaatkan oksigen dalam peroses pernafasannya, dimana oksigen tersebut diserap dari oksigen yang terlarut dalam air. Hal ini didukung oleh Beveridge (1987) yang diacu oleh Ginting (2011) menyatakan bahwa laju konsumsi oksigen pada daerah perairan yang terdapat budidaya KJA dua kali lebih tinggi dibanding laju konsumsi oksigen pada perairan yang tidak terdapat aktifitas KJA seperti pada stasiun II dan stasiun kontrol.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai DO dari masing-masing stasiun penelitian yang menunjukkan bahwa kualitas perairan Danau Toba di Dusun Sualan Desa Sibaganding masih menunjukan kualitas perairan yang baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Barus (2004) yang menyatakan bahwa nilai DO yang mengindikasikan kualitas air baik adalah pada kisaran 6-8 mg/L. Selanjutnya, bila mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, maka perairan Danau Toba pada semua stasiun penelitian masih memenuhi kriteria baku mutu air untuk kelas I.

pH

(52)

36

nilai pH terendah ditemukan pada stasiun I (KJA) sebesar 7,07. Perubahan nilai pH bisa disebabkan oleh masukan pakan pada perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2011) yaitu perubahan pH bisa dipengaruhi oleh adanya senyawa-senyawa yang masuk kedalam lingkungan perairan.

Secara umum nilai pH yang didapatkan dari semua stasiun penelitian, baik stasiun I (KJA), stasiun peralihan, maupun stasiun kontrol masih berada dibawah nilai ambang batas baku mutu air untuk kelas I (Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001), dan mampu mendukung kehidupan setiap biota perairan seperti yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/2004, bahwa kisaran pH yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah 6.50-8.50.

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 3 stasiun pengamatan, maka nilai BOD tertinggi berada pada stasiun I yaitu 1,31 mg/l. Sedangkan nilai BOD terendah berada pada stasiun III dengan nilai 0,70 mg/L. Pada stasiun II nilai BOD yaitu 1,12 mg/l. Tingginya BOD pada stasiun I mengindikasikan bahwa perairan yang mempunyai aktifitas KJA cenderung mengalami peningkatan kandungan senyawa organik yang diduga bersumber dari limbah aktifitas KJA. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2011) yang menyatakan bahwa menumpuknya senyawa organik di perairan akan berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga berakibat terhadap meningkatnya konsentrasi BOD pada badan perairan tersebut.

(53)

37

bahan pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD juga meningkat. Oleh karena itu, adanya perbedaan nilai BODpada stasiun penelitian mengindikasikan perairan yang terdapat aktivitas KJA menghasilkan limbah yang berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme pengurai.

Nitrat (NO3-N)

Nilai rata-rata konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 1,86 mg/l dan terendah pada stasiun III yaitu 0,70 mg/l. Nilai konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan diduga bahwa jumlah pakan yang diberikan pada budidaya ikan sistem KJA telah memberikan pengaruh terhadap terjadinya peningkatan konsentrasi nitrat di perairan. Penelitian Ginting (2011) input pakan pada kegiatan budidaya ikan KJA mempunyai kontribusi terhadap pengkayaan nitrat (NO3) dalam badan air dengan koefisien determinasi sebesar 86%.

(54)

38

utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/L menggambarkan telah terjadinya pencemaran.

Fosfat (PO4-P)

Nilai rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi berada pada stasiun I yaitu 0,24 mg/l dan konsentrasi fosfat terendah berada pada stasiun III yaitu 0,15 mg/l. Nilai konsentrasi fosfat yang tinggi bersumber dari hasil dekomposisi sisa pakan maupun sisa metabolisme ikan pada KJA yang terbuang ke danau. Menurut Erlania dkk., (2010), masukan limbah budidaya yang cukup besar ke perairan yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan akibat cara pemberian pakan yang tidak tepat serta buangan metabolisme ikan yang dikeluarkan dalam bentuk ammonia, urin dan bahan buangan lainnya, akan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi nitrogen dan fosfor (dalam bentuk fosfat) di perairan.

Menurut Ginting (2011) Tingginya nilai konsentrasi fosfat di perairan Danau Toba telah menerima masukan limbah yang bersumber dari aktifitas manusia di

badan air maupun di sekitarnya, dimana pada saat ini aktifitas manusia yang dominan

di perairan Danau Toba adalah kegiatan budidaya ikan dalam KJA.

Status Mutu Air

(55)

39

masing-masing stasiun yang artinya perairan masih memenuhi baku mutu. Pemberian skor pada masing-masing stasiun dilakukan menggunakan metode storet untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan sehingga dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Hal ini sesuai dengan KMNLH tahun 2003 yang menyatakan bahwa prinsip metode storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air.

(56)

40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air yang dianalisis dengan menggunakan metode Storet, pada stasiun I memenuhi baku mutu Kelas III, sedangkan pada stasiun II dan III memenuhi baku mutu Kelas I.

2. Nilai parameter fisika dan kimia pada setiap stasiun di Dusun Sualan Desa Sibaganding masih berada dalam baku mutu kualitas air kelas III PP No. 82 Tahun 2001.

Saran

(57)

41

DAFTAR PUSTAKA

Affan, J.M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Kualitas Air Di Perairan Pantai Timur Bangka Tengah. Jurnal. Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 1(1) :78-85

Alearts, G. dan S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Andy, B.T., Khordi, H., dan Ghufran, M. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.Rineka Cipta. Jakarta.

Anggoro, S. 1996. Dampak Pencemaran terhadap Fisik-Kimia Air. Materi Kursus AMDAL. PPLH UNDIP. Semarang

Anonim. 2004. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba. LTEMP. Dokumen no. 0401

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi Fakultas MIPA USU. Medan.

Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Limnologi pada Fakultas MIPA USU. Medan.

Beveridge, M.C.M. 1984. The environmental impact of freshwater cage and penfish farming and the use of simple models to predict carrying capacity. FAO Technical Paper No. 255. Rome.

Boyd, C. E. 1999. Management of Shrimp Ponds to Reduce the Eutrophication Potential of Effluents. The Advocate. New York.

Carolina, B. 2007. Penentuan status mutu air dengan sistem STORET di Kecamatan Bantar Gebang.Jurnal Geologi Indonesia. 2(2) : 113-118 Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya,

Yogyakarta.

Debora, D. 2013. Kondisi Kualitas Air Danau Toba di Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Jurnal. Program Studi Manejemen Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara. 1(1) : 3-6

(58)

42

Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) di dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5(1) : 13- 20

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Kanisius. Yogyakarta.

Erlania, Rusmaedi, A.B. Prasetio, J. Haryadi. 2010. Dampak Manajemen Pakan dari Kegiatan Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Keramba Jaring Apung Terhadap Kualitas Perairan Danau Maninjau. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Ginting, O. 2011. Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba. Jurnal Perikanan. Vol. 1. No. 2 Halm. 4-25

Herawati, V. E. 2005. Manajemen Pemberian Pakan Ikan. Institut Pertanian Bogor.

Hutabarat, J. 1999. Manajemen Pakan Ikan. IPTEKDA-KALTIM. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendaian Pencemaran Air.Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nonstrrand Reinhold. New

York.

Maniagasi, R, S.S. Tumembouw, Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Volume 1 Nomor 2. Hlm: 29-37

Margonof, 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tesis

Mc. Donald, M. E., et all. 1996. Fish Simulation Culture Model (FIS-C): A Bioenergetics Based Model for Aquacultural Wasteload Application.

Aquacultural Engineering, 15 (4).

Nasution, A. K. A. 2008. Penentuan Kekeruhan pada Air Reservoir di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal Medan Metode Turbidimetri. USU Repository. Medan.

(59)

43

Purnomo, K. 2008. Beberapa Aspek Biolimnologi Perairan Danau Toba.Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 26 Juli 2008. Yogyakarta.

Rismawati. 2010. Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengedalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Robert, R., Frits, T., dan Ockstan, K.2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan. 1(2) : 8-19

Rochdianto, A. 2005. Budi Daya Ikan di Jaring Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sukmadwa, Y. 2007. Analisis Status dan Trend Kualitas Air Sungai Ciliwung di DKI Jakarta 2000-2005. Skripsi Program Sarjana Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB. Bandung.

Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta. Zonneved, N.E.A., Husman dan J., H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran Penelitian
Gambar 1. Lokasi Penelitian Di Dusun Sualan desa Sibaganding Kecamatan     Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
Gambar 2. Lokasi Stasiun I
Gambar 3. Lokasi Stasiun II (Peralihan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jelasnya, bahwa konsep hukum dalam Alquran yang disertai sanksi, baik berupa sanksi duniawi mau pun sanksi ukrawi (neraka), adalah bertujuan untuk membatasi

Hanya faktor tunggal berupa tepung ikan dan tepung kedelai yang memberikan pengaruh berbeda nyata, serta jika dibandingkan dengan media SWC maka fase eksponensial terjadi

Dari hasil percobaan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Worstation dan Server dapat saling terhubung jika dikonfigurasi dengan benar. Web browser di workstation

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Hasil pengujian dengan teknik Wilcoxon Match Pairs menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku personal hygiene anak pra sekolah TK ABA

Cara yang dapat dilakukan adalah menerapkan dan mengukur tingkat keberhasilan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk mengkategorikan hazard dengan menggunakan metode

It is recommended that teachers of Sports, Physical Education and Health be always creative in implementing the curriculum, analyzing the materials and the values contained in any

Melihat apa yang sudah dilakukan oleh TWI dalam mengelola wakaf uang sudah sesuai dengan tujuan dan fungsi harta benda wakaf karena dikelola dengan produktif yang manfaatnya