DANU WITOKO.Aplikasi Sludge Industri Kertas Untuk Meningkatkan Kualitas Tailing. Di bawah bimbingan FAHRIZAL HAZRAdanENNY WIDYATI.
Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan material berharga dari material yang tidak berharga dari suatu proses penambangan bijih. Sludge adalah lumpur yang mengendap dari proses pengolahan limbah cair.
Berdasarkan rujukan dari penelitian s ebelumnya, bahwa sludge limbah kertas dapat digunakan sebagai agen pembenah tanah karena dapat memperbaiki pH, KTK, dan ketersediaan unsur hara makro tanah tambang batu bara.
Penelitian bertujuan untuk menguji apakah sludge dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tailing emas, dan mendapatkan dosis yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas tailing . Analisis dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan dua jenis tailing yaitu tailing d ump dan tailing pond, serta satu jenis sludge yaitu sludge industri kertas. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, konsentrasi sludge yang memberikan pengaruh yang nyata adalah 25% dan 50% (v/v). Oleh karena itu, penggunaan untuk masing -masing sludge menggunakan dua tingkat konsentrasi yang berbeda yaitu 25% dan 50% (v/v).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sludge pada tailing mampu meningkatkan kadar N -total, P-tersedia, KTK, Kejenuhan Basa, dan meningkatkan kemantapan agregat. Penambahan sludge sebanyak 50% merupakan dosis yang paling efektif untuk memperbaiki sifat kimia dan fis ik tailing.
DANU WITOKO. Paper Sludge Application To Upgrade Quality of Tailing. Under supervision ofFAHRIZAL HAZRAandENNY WIDYATI.
Tailings are materials discarded after separating valuable materials from not valuable in ore mining. Sludge is mud come from the waste water treatment process. Based on referrals from previous research, sludge of paper mill can be used as a soil ameliorant, it was significant in reducing levels of heavy metals and in improving pH, CEC, and nutrient availability of ex -coal mining soil. Therefore the use of sludge is also expected to improve the quality of the tailings.
The study aims to apply of paper mills to improve properties of gold tailings. Analyses were performed at the Laboratory of Chemistry and Soil Fertility, and the Laboratory of Soil and Water Conservation, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. This study used two type s of tailing namely tailing dump and tailing pond, and one type of sludge that is the paper industry sludge. According to the research has been done before, the concentration of sludge that gave significant impact impact way 25% and 50% (v/v). Therefore, the usage for each of the sludge using two different concentra tion levels of 25% and 50% (v / v).
The results showed that the additi on of sludge in the tailings increased levels of N-total, P-available, CEC, base saturation, and aggregate stability. The addition of sludge by 50% is the most effecti ve dose to improve the chemical and physical properties of tailings.
DANU WITOKO A14062742
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kualitas Tailing
Nama : Danu Witoko
NRP : A14062742
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Fahrizal hazra M.sc Dr Enny Widyati NIP. 19631120 198903 1 002 NIP. 19680506 199803 2001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 14 Mei 1988 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Bambang Setijoko dan Ibu Sri Anggraeni.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia -Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Aplikasi Sludge Industri Kertas Untuk Memperbaiki Kualitas Tailing”. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011 yang bertempat di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Konservasi Tanah dan Air , Departemen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Fahrizal hazra M.Sc dan Ibu Dr. Enny Widyati elaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Tantiyo Budi selaku SM. General Affair & ER PT Aneka Tambang Tbk dan juga kepada bapak Jumadi dari PT Aneka Tambang Tbk. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dadi, Bapak Koyo, Bapak Soleh, Bapak Kasmun, Mba Upie, Mba Hesty, Mba Evi, Bu Yani, Bu Oktori, dan semua pegawai Lab yang membantu saya dan mempermudah saya dalam menjalani penelitian ini.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga pen ulis sampaikan kepada Mama, Papa, Mas Iqbal, Harya, Mia dan seluruh keluarga atas nasihat, semangat, bantuan materi, dan doa-doanya. Ucapan terima kasih kepada Gamma, Hadi, Adip, Edo, Oji, dan teman-teman seperjuangan seluruh Anak Tanah Angkatan 43 yang telah memberikan semangat, mo tivasi, canda tawa dan dorongan . Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Tailing... 3
2.2. Bahan Organik Tanah ... 4
2.3. Sludge ... 5
2.4. Nitrogen dalam Tanah ... 6
2.5. Fosfor... 7
2.6. Kalium ... 7
2.7. Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan basa -basa ... 6
2.8. Unsur Mikro (Fe, Cu, Mn, Zn) ... 7
2.9. Kemantapan Agregat Tanah ... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
3.2. Bahan dan Alat ... 13
3.3. Metode Penelitian ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1. Hasil Analisis Pendahuluan ... 16
4.2. Kemasaman Tanah (pH) ... 15
4.3. Penetapan Nitrogen ... 17
4.4 Penetapan Total dan Ketersediaan Fosfor ... 19
4.5 Penetapan Kalium... 22
4.6. Penetapan Unsur Mikro Besi, Tembaga, Mangan, dan Seng. (Fe, Cu, Mn, Zn) ... 24
4.6.1 Penetapan Besi (Fe) ... 25
4.6.3 Penetapan Mangan (Mn) ... 27
4.6.4 Penetapan Seng (Zn) ... 28
4.7. Penetapan Kapasitas Tukas Kation (KTK) ... 30
4.8. Penetapan Basa-Basa (Ca, Mg,Na) dan Kejenuhan Basa (KB) ... 32
4.8.1. Penetapan Kalsium (Ca) ... 32
4.8.2. Penetapan Magnesium (Mg) ... 33
4.8.3. Penetapan Natrium (Na) ... 34
4.8.4. Penetapan Kejenuhan Basa (KB) ... 36
4.9. Kemantapan Agregat ... 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
5.1. Kesimpulan ... 40
5.2. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Rancangan Percobaan ... 14
2. Analisis dan Metode Yang Digunakan ... 15
3. Hasil Analisis Awal Tailing Pond, Tailing Dump, dan Sludge ... 16
4. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai pH Pada Tailing . ... 18
5. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu Pada pH. ... 18
6. Analisis Statistik Uji Lanjut Sludge dengan Waktu Pada pH ... 19
7. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu Pada N. ... 21
8. Analisis Statistik Uji Lanjut Sludge dengan Tailing pada N . ... 21
9. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu Pada P -total... 23
10. Analisis Statistik Uji Lanjut Sludge dengan Waktu Pada P-total ... 23
11. Analisis Statistik Uji Lanjut P -tersedia ... 25
12. Analisis Statistik Uji Lanjut K ... 26
13. Analisis Statistik Uji Lanjut Sludge dengan Tailing Pada Mn ... 29
14. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Sludge Pada KTK. ... 31
15. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai Kalsium (Ca) Pada Tailing (me/100g). ... 32
16. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai Magnesium (Mg) Pada Tailing (me/100g). ... 33
17. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai Natrium (Na) Pada Tailing (me/100g). ... 34
18. Pengaruh Pemberian Sludge Terhadap Pengayakan Kering Kemantapan Agregat Pada Tailing ... 35
20. Pengaruh Pemberian Sludge Terhadap Indeks Stabilita s
Kemantapan Agregat Pada Tailing ... 36 Lampiran
1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ... 41 2. Kriteria Fe, Cu, Mn, Zn (ppm) Tanah Menurut Pusat Penelitian
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Grafik Nilai N-total Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 20
2. Grafik Nilai P-total Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 22
3. Grafik Nilai P-tersedia Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 24
4. Grafik Nilai Kalium Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 25
5. Grafik Nilai Fe Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 27
6. Grafik Nilai Cu Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 28
7. Grafik Nilai Mn Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 29
8. Grafik Nilai Zn Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 30
9. Grafik Nilai KTK Pengaruh Sludge Pada Tailing ... 30
Lampiran 1. Pengendapan tailing di salah satu sungai ... 105
2. Tailing dump dan tailing pond yang diambil oleh kamera handphone ... 105
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan material berharga dari material suatu bijih. Tailingyang merupakan limbah hasil pengolahan bijih sudah dianggap tidak berpotensi lagi untuk di manfaatkan. Hal ini karena tingginya kandungan dari log am-logam tersebut. Logam-logam yang berada dalam tailing karena sebagian adalah logam berat maka tailing termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah tailing yang dihaslkan umumnya sangat besar karena bahan galian yang menjadi ko nsentrat jumlahnya sangat sedikit (Herman, 2006).
Tailing memerlukan pengelolaan yang tepat untuk dapat dibuang dengan aman atau bahkan dapat dimanfaatkan karena tailing berasal dari gerusan batuan maka memiliki sifat-sifat yang buruk seperti kandungan har a yang rendah dan agregasi yang sangat buruk. Sampai saat ini tailing masih belum dimanfaatkan tetapi hanya ditumpuk sehingga memerlukan lahan yang luas. Hal ini lama kelamaan dapat menganggu lingkungan. Oleh karena itu akan lebih aman apabila lahan tempat penimbunan tailing dilakukan revegetasi. Namun karena sifat -sifat tailing tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman revegetasi. Dengan demikian perlu dilakukan perbaikan kualitas tailing sebelum ditanami dengan tanaman revegetasi. Untuk memperbaiki si fat-sifat tailing tersebut dapat memanfaatkan bahan organik. Menurut Schnitzer (1991) bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimiawi tanah, Menurut Buckman & Brady (1982) bahan organik dapat meningkatkankseuburan fisik tanah. Salah satu sumber bahan organik adalah sludge insustri kertas.
Sludge adalah lumpur yang mengendap dari proses pengolahan limbah cair. Menurut Metcalf dan Eddy (1991) dalam , sludge dihasilkan dari operasi pengolahan limbah cair yang mengandung padatan 0,25% -12% dari bobot sludge, tergantung dari proses dan operasi yang digunakan.
batu bara. Oleh karena itu penggunaan sludge juga diharapkan mampu memperbaiki kualitas tailing.
1.2. Tujuan
1. Menguji apakah sludge dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tailing emas;
2. Mendapatkan dosis yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas tailing;
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tailing
Pembangunan pertambangan bertujuan untuk menyediakan bahan baku bagi industri dalam negeri, me ningkatkan ekspor dan penerimaan negara serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Pembangunan ini dilaku -kan dengan penganekaragaman hasil tambang dan pengelolaan usaha pertambangan secara efisien
Sebelum Repelita IV kegiatan penambangan dan pengolahan emas dan perak tidak menunjukkan pertumbuhan yang berarti. Emas dan perak pada saat itu dihasilkan oleh PT Aneka Tambang di Cikotok serta kegiatan pertambangan rakyat. Jumlah seluruh produksi masih relatif sedikit. Produksi emas pada tahun 1968 adalah sebesar 129,6 kg. Meningkatnya harga emas di pasar dunia dalam masa Repelita IV telah mendorong investasi pertambangan emas. Sebagai akibatnya, selain jumlah perusahaan kontrak karya bertambah, kegiatan penambangan emas yang dilakukan rakyat dan penam bang-penambang tanpa izin berkembang dengan pesat. Penambang an emas tersebar di berbagai daerah di Kalimantan, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Utara. Produksi emas yang tercatat resmi dihasilkan oleh PT Aneka Tambang, 2 buah per usahaan di Bengkulu dan Kalimantan Tengah, dan oleh perusahaan tembaga di Irian Jaya. Dalam Repelita IV produksi emas meningkat dengan pesat sehingga menjadi hampir 6,5 ton pada tahun pertama Repe lita V, atau meningkat hampir lima puluh kali dibandingkan produksi tahun 1968. (Bappenas, 1990)
mendapatkan satu gram emas dihasilkan 2,1 ton limbah batuan dan lumpur tailing, 5,8 kg emisi beracunm lebih dari 260 g timbal; 6 g merkuri dan 3 g sianida serta diperlukan sedikitnya 104 liter air.
Tailingterdiri atas berbagai macam ukuran butir, yaitu fraksi pasir, debu, dan liat. Ketika tailing dibuang dalam bentuk bubur, fraksi pasir cenderung mengendap di sekitar titik pembuangan dan lumpur akan mengendap jauh dari titik pembuangan sebagai suspensi dalam waktu lama. Secara umum pembuangan tailing dilakukan di lingkungan darat yaitu pada depres i topografi atau penampung buatan; sungai atau danau, dan laut. Fraksi pasir kadang -kadang dimanfaatkan untuk pembuatan konstruksi tanggul atau sebagai bahan pengisi backfilling pada tambang bawah permukaan atau bekas galian -galian pada tambang terbuka (Herman, 2006).
Besarnya jumlah tailing yang dihasilkan merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius pada lahan sekitar tambang. Pengelolaan yang dilakukan sampai saat ini di perusahaan tambang pada umumnya diendapkan kemudian dialirkan melalui penga iran seperti sungai. Menurut Pohan (2007), tailing dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yaitu tailing sebagai material konstruksi ringan; pembuatan semen berkekuatan tinggi, batu bata, dan keramik; tailing sebagai bahan campuran beton; tailing untuk m embuat paving block. Kurangnya pemanfaatan tailing secara maksimal dalam usaha perbaikan lingkungan diperlukan penanganan yang lebih serius. Salah satu alternatif adalah dengan penambahan bahan organik. Seperti telah disebut pada bab sebelumnya bahwa bahan organik dapat memp erbaiki kualitas tailing.
2.2. Bahan Organik Tanah
protein dan senyawa lain berfungsi sebagai misel yang kompleks. Misel mengandung muatan negatif dari gugus –COOH dan –OH yang memungkinkan pertukaran kation meningkat. Fungsi bahan organik dala m meningkatkan kesuburan kimiawi juga akibat penurunan hilangnya unsur hara karena pelindian sebab bahan organik mengikat ion dan immobilisasi N, P, dan S, pelarutan sejumlah unsur hara terutama fosfat dan mineral oleh asam -asam organik sehingga membantu pelapukan kimia mineral dan sebagai gudang unsur hara (Schnitzer, 1991).
Peranan bahan organik dengan hasil akhir dekomposisi berupa humus dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah. Humus mempunyai luas permukaan dan kemampuan adsorpsi lebih besar daripada lempung. Sehingga meningkatkan kemampuan mengikat air. Sifat liat (plastisitas) dan kohesi humus yang rendah meningkatkan struktur tanah yang kurang sesuai pada tanah bertekstur halus dan meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat sehingga agregat tanah lebih mantap. Agregasi tanah yang baik secara tidak langsung memperbaiki ketersediaan unsur hara. Hal ini karena agregasi tanah yang baik akan menjamin tata udara dan air tanah yang baik pula, sehingga aktivitas mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik dan meningkatkan ketersediaan unsur hara. Peranan bahan organik dalam meningkatkan kesuburan fisik tanah juga dengan mengurangi plastisitas dan kelekatan serta memperbaiki aerasi tanah. Humus juga menyebabkan warna tanah lebih gelap sehingga penyerapan pa nas meningkat (Buckman & Brady, 1982; Sanchez, 1976).
2.3. Sludge Industri Kertas
Salah satu sumber alternatif bahan organik adalah sludge industri kertas. Proses industri yang menggunakan bahan baku kayu dapat menjadikan sludge sebagai sumber bahan organik dengan sumber C bagi mikrob tanah yang berperan dalam proses pembentukan tanah. (Widyati, Enny. 2006)
daya adsorpsi dari kation, meningkatkan jumlah kation yang dapat dipertukarkan, dan mengikat mineral N, P, S, serta meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolisme organisme tanah yang berperan dalam dekomposisi bahan organik (Supriyanto, 2001).
Menurut Widyati (2006), Pemanfaatan sludge industri kertas belum maasih belum optimum. Upaya yang di lakukan yaitu berupa pengomposan sludge tersebut sehingga dapat digunakan sebagai media tanam. industri kertas menghasilkan limbah sludge sebanyak 10% dari total produksi pulp. Sebanyak 300 ton sludge dihasilkan setiap harinya.
2.4 Nitrogen dalam Tanah
Menurut Soepardi (1983), sebagian besar Nitrogen (N) tanah berada dalam bentuk N-organik maka pelapukan N -organik merupakan proses menjadikan N tersedia bagi tanaman. N dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila keadaan baik ammonium dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat. Unsur nitrogen didalam tanah dapat berada dalam bentuk gas, ion, bentuk organik, protein, dan humus.
Begitu besarnya peranan N bagi tanaman, maka penyediaannya sangatdiperhatikan sekali oleh para petani. Su mber N utama tanah adala h dari bahan organik melalui proses mineralisasi NH4+ dan NO3¯ . Selain itu N dapat juga bersumber dan atmosfir (78 % NV melalui curah hujan (8 -10 % N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara sembiosis dengan tanaman maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami, namun untuk memenuhi kebutuhan tanaman diberikan secara sengaja dalam bentuk pupuk, seperti Urea, ZA, dan sebagainya maupun dalam bentuk pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1976: Megel dan Kirkby, 1982).
serealia dan buah-buahan;, dan dapat melemahkan tanaman terhadap se rangan hama dan penyakit (Soepardi, 1983).
2.5 Fosfor
Fosfor dalam tanah terbagi atas dua jenis yaitu P -organik dan P-anorganik. Bentuk fosfor dalam tanah berada dalam bentuk P yang terlarut dan P terjerap. Kelarutan P dalam tanah ditentukan oleh pH. Saat pH masam maka Al-P dan Fe-P menjadi stabil dan pada saat pH tinggi maka Ca -P menjadi stabil. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena rekasi dengan komponen tanah maupun dengan ion -ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe dan lain -lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda -beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur ini. (Soepardi, 1983)
Fosfor memliki pengaruh terhadap tanaman seperti, penyu sun metabolit dan senyawa kompleks; sebagai aktivator, kofaktor, atau pengaruh enzim; dan peranannya dalam proses fisiologik. Pengaruh menguntungkan fosfor lainnya adalah dalam kegiatan-kegiatan seperti pembagian sel dan lemak dan albumin; pembentukan bunga, buah, dan biji; kemaangan tanaman, melawan pengaruh nitrogen; perkembangan akar halus dan akar rambut; memperkuat jerami, jadi tidak mudah rebah; kualitas hasil tanaman, terutama rumput dan sayuran; dan ketahanan terhadap penyakit (Soepardi, 1983).
2.6 Kalium
Jumlah K dalam tanah jauh lebih banyak daripada P. Masalah utama ialah ketersediaan. Kalium diikat dalam bentuk -bentuk yang kurang tersedia. Jumlah K yang dapat dipertukarkan atau tersedia bagi tanaman tidak melebihi 1 persen dari seluruh kalium tanah (Soepardi, 1983).
Kalium merupakan satu -satunya kation monovalen yang essensial bagi tanaman. Peranan utama dari kal ium dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim.Kalium dapat membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit dan merangsang perumbuhan akar. Kalium juga dapat meniadakn pengaruh buruk nitroden dan dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat fosfor. Kelebihan kalium akan berdampak pada terganggunya translokasi dari kation lain. Kadar magnesium dalam daun akan sehingga proses fotosintesis terganggu (Soepardi, 1983) .
2.7 Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Basa-basa.
Kapasitas tukar kation merupakan salah satu sifat kimia tanah yang penting. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat tanah dalam menjerap dan menukarkan kation. Besarnya KTK tergantung kepada kerapatan muatan negatif dan luas permukaan spesifik kol oid. Semakin tinggi kerapatan muatan negatif koloid dan semakin besar luas permukaan spesifik koloid, maka KTK akan semakin tinggi. Menurut Tan (1993), KTK adalah jumlah atau total miliekuivalen kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah (Hardjowigeno, 2007).
KTK memiliki peranan penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan. Kation yang terjerap umumnya tersedia bagi tanaman melalui pertukaran dengan ion H+ yang dihasilkan oleh respirasi akar tanaman. Hara yang ditambahkan kedalam tanah dalam bentuk pupuk akan ditahan oleh permukaan koloid untuk sementara waktu terhindar pari pencucian. Kation-kation yang dapat mencemari air tanah dapat tersaring oleh kegiatan jerapan koloid tanah. (Hardjowigeno, 2007)
7, maka pada tanah yang memiliki pH kurang dari 7 akan didapatkan nilai KT K yang lebih besar dari nilai yang sebenarnya (Hardjowigeno, 2007).
Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK lebih tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripa da tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation baca, Ca, Mg, K, dan Na dapat meningkatkan kesuburan tanah., tetapi bila didominasi oleh kation asam, Al, H dapat mengurangi kesuburan tanah (Hardjowigeno, 2007).
Kation yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut dapat dibedakan menjadi kation -kation basa dan kation-kation asam. Termasuk kation basa adalah Ca++, Mg++, K+, dan Na+. Termasuk kation asam adalah H+dan Al+++. (Hardjowigeno, 2007).
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation -kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kation-kation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman . Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Di samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 2007).
2.8 Unsur Mikro (Fe, Cu, Mn, Zn)
Besi merupakan bagian dari grup prostetik dengan bobot molekul rendah atau bagian integral dari protein. Grup prostetik yang mengandung besi ialah porifin besi seperti sitokrom, katalase, peroksidase, dan dehidrogenase. Non -hem-protein besi meliputi feredoksin dan enzim besi mitokondria. Sitokrom dan mitokondria berperan dalam transfer elektron. Besi dapat pula berperan sebagai kofaktor dari berbagai enzim, tetapi jarang sekali mempunyai kekhususan tertentu. Sebagian besar dar i besi daun dijumpai sebagai bagian kloroplas dan besi sangat essensial dalam pembentukan klorofil (Soepardi. 1983).
Mangan berfungsi sebagai aktivator dari berbagai enzim, diantaranya enzim pentransfer-fosfat dan enzim dalam lingkar Kreb. Kekurangan manga n akan mengganggu pernafasan tanaman mengingat peranannya dalam lingkar Kreb. Mangan juga merupakan bagian penting dari kloroplas dan turut dalam reaksi yang menghasilkan oksigen. kekurangan unsur ini akan mempengaruhi susunan kloroplas. Kepekatan mangan y ang tinggi dapat menimbulkan kekurangan besi dalam tanaman (Soepardi. 1983).
Seng merupakan penyusun dari berbagai enzim -logam meliputi dehidrogenase, diantaranya dehidrogenase alkohol dan laktat. Seng juga berfungsi sebagai kofaktor tetapi tidak mempunyai kekhususan yang tinggi. Kekurangan seng menyebabkan pertumbuhan secara drasti s terganggu, daun mengecil dan ruas tanaman memendek. Kegiatan auksin dan asam indolasetat sangat dipengaruhi oleh seng. Sintesis protein yang dibantu oleh asam ribonukleat dikendalikan oleh kepekatan seng dalam tubuh tanaman (Soepardi. 1983).
Tembaga merupakan penyusun dari berbagai enzim, meliputi, asam askorbik oksidase, fenolase, lakase, sitokrom oksidase, dan lain -lain. Tembaga juga merupakan kofaktor dari berbagai enzim, tet api tidak memiliki kekhususan yang tinggi. Kekurangan nitrogen mengganggu sintesis protein dan menyebabkan senyawa -nitrogen larut meningkat. Kepekatan gula -reduksi pada tanaman yang kekurangan tembaga adalah rendah, sedangkan kadar asam organiknya tinggi (Soepardi. 1983).
terhadap unsur makro. Besi, mangan, seng, dan tembaga dijumpai sebagai senyawa oksida, sulfida, dan silikat dalam tanah. Pada bahan organik, pelapukan bahan organik dapat membebaskan sebagian, meskipun unsur -unsru tersebut tidak segera tersedia (Soepardi. 1983).
Keadaan-keadaan dimana unsur mikro dapat membatasi pertumbuhan tanaman ialah : (a) tanah pas ir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian hebat, (b) tanah organik, (c) tanah ber -pH tinggi, dan (d) tanah yang terus ditanami dan dipupuk berat dengan unsur makro (Soepardi. 1983).
Pengaruh tanah terhadap keempat unsur mikro (besi, tembaga, seng, da n mangan) berbeda-beda. Akan tetapi faktor tanah tertentu cenderung mempunyai pengaruh umum yang sama terhadap ketersediaan keempat unsur mikro tersebut. Kation unsur mikro dalam keadaan masam sangat larut dan tersedia bagi tanaman. Kenaikan pH menyebabkan bentuk ion dari kation unsur mikro berubah menjadi bentuk -bentuk hidroksida atau oksida. Besi, mangan, dan tembaga dapat dijumpai dalam beberapa tingkat oksidasi. Pada tanah yang teroksidasi buruk, sering mengandung besi dan mangan dalam jumlah beracun. Pemupukan fosfor dalam jumlah banyak dapat merugikan suplai dari beberapa unsur mikro. Serapan bei dan seng sangat terganggu bila fosfor berlebihan dijumpai didalam tanah. Adanya kombinasi organik juga dapat mengurangi ketersediaan unsur mikro. Pada tanah b erkadar organik tinggi, dapat terjadi pengikatan unsur mikro oleh bahan organik. Reaksi yang terjadi antara bahan organik dengan kation unsur mikro tersebut memungkinkan kita membuat senyawa sintetik yang disebut dengan kelat (chelates) (Soepardi. 1983).
2.9. Kemantapan Agregat Tanah
diukur secara pasti. Hal tersebut bersifat rela tif, dan kadang-kadang merupakan onsep bersifat subyektif. (Hilel, 1982)
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Konsaervasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan November 2010 sampai dengan bulan Februari 2011.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dari penelitiian ini adalah sludge industri kertas dan tailing dari tambang emas, aquades, alkohol 80%, dan bahan -bahan kimia untuk analisis sifat kimia tanah. Alat yang digunakan adalah pH meter, labu kjeldal/digestion, destilator dan labunya, spectrophotometer, flamephotometer, thermal plate, tabung sentrifuse, ultrasoma, AAS, ayakan kering dan basah, dan oven.
3.3. Metode Penelitian
Sludge terdiri dari satu jenis yang berasal dari industri pabrik kertas. Tailing yang digunakan merupakan tailing dari pertambangan emas den gan dua jenis, yaitu tailing dump dan tailing pond. Sludge dan Tailing digunakan sebanyak tiga kali ulangan.
Menurut hasil penelitian Widyati (200 6) dengan menggunakan dua jenis sludge industri kertas, menunjukkan bahwa konsentrasi sludge yang memberikan pengaruh yang nyata adalah 25% dan 50% (v/v). Oleh karena itu, penggunaan untuk masing-masing sludge menggunakan dua tingkat konsentrasi yang berbeda yaitu 25% dan 50% (v/v). Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
A. 25% sludge : 75% tailing pond (A1) B. 50% sludge : 50% tailing pond (A2) C. 25% sludge : 75% tailing dump (B1) D. 50% sludge : 75% tailing dump (B2)
setiap hari untuk memelihara kondisi bahan. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 5, 10, dan 15.
Untuk pengolahan data statistik dan analisis uji nyata dilakukan dengan menggunakan program statistik SPSS. Rancangan percobaan yang dianalisis dengan menggunakan metode Repeated Measurement atau sering disebut dengan Factorial in Time.
Rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter sifat-sifat kimia tanah yang diukur dan metode yang digunakan untuk analisis sifat -sifat tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Rancangan Percobaan.
Jenis Tailing Dosis Sludge Pengamatan ke Perlakuan
Tailing Pond Kontrol 0 T.A 0
5 T.A 5
10 T.A 10
15 T.A 15
25% 0 A1. 0
5 A1. 5
10 A1. 10
15 A1. 15
50% 0 A2. 0
5 A2. 5
10 A.2 10
15 A2. 15
Tailing Dump Kontrol 0 T.B 0
5 T.B 5
10 T.B 10
15 T.B 15
25% 0 B1. 0
5 B1. 5
10 B1. 10
15 B1. 15
50% 0 B2. 0
5 B2. 5
10 B2. 10
Tabel 2. Analisis dan Metode Yang Digunakan.
No. Jenis Analisis Metode
1 pH H2O pH-meter
2 Unsur Makro (N, P, K) N (Kjehdahl) , P (Bray 1), K(NH4OAc pH 7)
3 Unsur Mikro (Fe, Cu, Mn, Zn) HCl 25%
4 Basa-basa dan KTK Total Basa/KTK N
NH4OAc pH 7
5 Kemantapan Agregat Pengayakan kering dan
pengayakan basah
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisis Pendahuluan
Analisis awal dari karakteristik bahan menunjukkan bahwa tailing memiliki kesuburan yang lebih rendah daripada sludge. Dalam penelitian ini sludge diharapkan mampu memperbaiki kualitas tailing. Karakteristik Tailing dan sludge yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Awal Tailing Pond, Tailing Dump, dan Sludge .
No. Parameter
Nilai
Kriteria
(Pusat Penelitian Tanah) Tailing pond Tailing dump Sludge Tailing pond Tailing dump Sludge 1 pH H2O 7,23 7,47 4,17 Netral Netral Sangat masam 2 N-Total (%) 0,0092 0,0116 0,6214 Sangat
rendah
Sangat
rendah Tinggi 3 P (ppm) 4,88 4,33 46,98 Sangat
rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi 5 Fe 14,62 13,69 3,80 Berlebih Berlebih Cukup 6 Cu 0,463 0,467 0,037 Cukup Cukup Defisiensi 7 Mn 2,427 2,703 0,057 Cukup Cukup Defisiensi 8 Zn 0,65 0,50 0,11 Marginal Marginal Defisiensi 9 Ca (me/100g) 13,34 12,30 1,54 Tinggi Tinggi Sangat
rendah
10 Mg
(me/100g) 0,266 0,301 0,992
Sangat
Rendah Rendah
Sangat tinggi 11 K (me/100g) 0,050 0,047 0,061 Sangat
rendah Sangat rendah sangat rendah 12 Na
(me/100g) 0,65 0,36 0,23 Sedang Sedang Rendah 13 KTK 5,415 5,603 22,724 Rendah Rendah Sedang 14 Agregasi 74,42 63,62 114,25 Stabil Agak
Stabil
4.2. Kemasaman Tanah (pH)
Tailing memiliki nilai pH netr al untuk kedua jenis tailing dump dan tailing pond, sedangkan sludge memili ki nilai pH yang masam. Menurut Sitorus, et al (1980), penggunaan O2 untuk respirasi akan menyebabkan kadar O2 menurun. Semakin tinggi aktivitas respirasi mikroorganisme tanah, maka s emakin banyak O2 yang digunakan dan semakin banyak pula elektron yang digunakan. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa sludge memiliki nilai pH yang rendah. Tingginya jumlah mikrob yang terdapat dalam sludge menyebabkan nilai pH yang rendah. Alkalinitas yang tinggi pada tailing disebabkan karena adanya konsentrasi oksida Ca, yang membentuk hidroksida (OH-) di dalam air. Selain itu adanya pengapuran pada proses pengolahan tailing menyebabkan tailing memiliki nilai pH yang netral.
Nilai pH sangat berpengaru h terhadap mobilitas dan kelarutan logam essensial dan non essensial di dalam tanah, mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik serta penyediaan unsur hara bagi tanaman. Nilai pH tanah masam, dapat mengakibatkan unsur -unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu, dan Zn menjadi mudah larut. pH akhir yang didapatkan yang berada dalam kisaran netral mampu menyediakan kondisi yang ideal untuk tanaman.
Tabel 4. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai pH Pada Tailing .
Bahan Waktu (Hari ke-)
0 5 10 15
Sludge 4,17 4,23 4,43 4,53
Tailing Pond 7,23 7,27 7,33 7,43
Tailing Dump 7,47 7,47 7,43 7,50
A1 4,13 6,23 6,70 7,13
A2 4,33 6,77 7,07 7,17
B1 4,23 6,63 6,97 7,13
B2 4,23 6,97 7,17 7,30
Keterangan : (A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge 50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ketiga faktor antara tailing, sludge dan waktu pengamatan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai pH . Akan tetapi ketiga faktor tidak menunjukkan adanya interaksi. Interaksi yang terjadi adalah antara faktor tailing dengan waktu pengamatan dan faktor sludge dengan waktu pengamatan. Menurut hasil analisis uji lanjut ha ri ke-15 merupakan hasil terbaik. Hasil statistik uji lanjut interaksi tailing dengan waktu pada pH dapat dilihat pada tabel 5, sedangkan hasil statistik uji lanjut interaksi sludge dengan waktu pada pH dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 5. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu Pada pH.
Waktu Jenis Tailing
Tailing Pond Tailing Dump
0 4.23 E 4.23 E
5 6.5 D 6.8 C
10 6.88 BC 7.06 BA
15 7.15 A 7.21 A
[image:30.612.120.510.532.650.2]Tabel 6. Analisis Statistik Uji Lanjut Sludge dengan Waktu Pada pH.
Waktu Dosis Sludge
25% 50%
0 4.18 D 4.28 D
5 6.43 C 6.86 B
10 6.83 B 7.11 A
15 7.13 A 7.23 A
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda Nyata oleh uji Duncan 5% .
4.3. Penetapan Nitrogen
0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500
0 5 10 15
N ila i (% )
Waktu (Hari ke-)
[image:32.612.115.504.84.222.2]A1 A2 B1 B2
Gambar 1. Grafik Nilai N-total Pengaruh Sludge Pada Tailing
Keterangan : (
A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing
Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump
)
Gambar 1. menunjukkan nilai total N mengalami penurunan terlebih
dahulu sebelum meningkat pada semu a bahan yang dianalisis. Pada tailiing pond
yang dicampur dengan sludge, perubahan nilai N -total terjadi pada hari ke -15
setelah sebelumnya mengalami penurunan yang mencapai nilai terendah sebesar
0,034% (A1) dan 0,07% (A2) dari angka awal 0,06% (A1) dan 0,085%. Tailin g
dump yang dicampur menunjukkan mekanisme pergerakan yang sama, akan tetapi
pada tailing dump, peningkatan nilai N -total terjadi pada hari ke 10 dan terus
meningkat hingga hari ke 15. Pada Tailing dump yang telah dicampur didapatka n
nilai terendahnya adalah 0,06% (B1) dan 0.14% (B2) Dinamika perubahan
tersebut dapat disebabkan karena perubahan dan proses mineralisasi antara sludge
dengan tailing. Untuk mengetahui mekanisme perubahannya dip erlukan penelitian
lebih lanjut.
Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983), Nilai N-total pada hari
pertama berada pada kategori sangat rendah pada bahan A1, A2, dan B1, dan
kategori rendah pada bahan B2. Pemberian dosis sludge sebanyak 25% ternyata
masih belum cukup untuk meningkatkan kategori kadar N -total baik pada Tailing
Pond (A1) dan Tailing Dump (B2). Pada dosis sludge 50% dapat meningkatkan
kategori kadar N-total menjadi rendah pada Tailing Pond (A2), dan kategori
Hasil statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara faktor tailing dengan waktu pengamatan dan juga interaksi antara faktor tailing dengan sludge. Menurut hasil analisis uji lanjut, didapatkan bahwa interaksi tailing dengan waktu hasil terbaik terdapat pada hari ke-15. Hasil terbaik interaksi tailing dengan sludg e terdapat pada dosis sludge 50% dengan Tailing Dump. Hasil statistik uji lanjut interaksi tailing dengan waktu pada N dapat dilihat pada tabel 7, sedangkan hasil statistik uji lanjut interaksi tailing dengan sludge pada N dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 7. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu Pada N.
Waktu Jenis Tailing
Tailing Pond Tailing Dump
0 0.07277 BC 0.12936 BAC
5 0.06468 BC 0.10049 BA
10 0.05313 C 0.1259 BA
15 0.12705 BA 0.15593 A
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda Nyata oleh uji Duncan 5%
Tabel 8. Analisis Statistik Uji Lanj ut Sludge dengan Tailing pada N .
Dosis Sludge Jenis Tailing
Tailing Pond Tailing Dump
25% 0.05717 C 0.07565 CB
50% 0.10164 B 0.18018 A
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda Nyata oleh uji Duncan 5%
4.4. Penetapan Total dan Ketersediaan Fosfor.
Sludge memiliki nilai P-tersedia yang tinggi dikarenakan adanya residu dari pemberian pupuk P dalam bentuk TSP selama proses pengolahan sludge dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Tingginya nilai P yang tersedia untuk sludge dapat dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya engineered bioremediation (Widyati, 2006). Menurut Bear (1985) dalam Andri, bahan organik mengandung Asam organik seperti a sam tartat, asam malonat, dan asam malat dapat mencegah unsur besi dan alumunium bereaksi dengan fosfat sehingga tidak terjadi endapan yang tidak tersedia.
1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800
0 5 10 15
N ila i (p p m )
Waktu (Hari ke-)
A1 A2 B1 B2
Gambar 2. Grafik Nilai P-total Pengaruh Sludge Pada Tailing
Keterangan : (
A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing
Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump
)
Dari gambar 2. dapat dilihat adanya dinamika perubahan P -total. P-total
pada semua bahan memperlihatkan kisaran nilai yang tinggi pada hari pertama. P
-total yang tinggi tersebut dikarenakan batuan induk pada tailing yang memiliki
nilai P yang tinggi. Nilai P -total yang semakin menurun dikarenakan adanya
aplikasi pemberian air pada metode penelitian sehingga P yang terkandung
tercuci.
Pada hasil statistik untuk P-total didapatkan bahwa tidak terjadi interaksi
antara semua faktor. Interaksi yang terjadi adalah interaks i antara faktor tailing
dengan waktu pengamatan dan juga interaksi antara faktor sludge dengan waktu.
tailing dengan waktu dan interaksi sludge dengan waktu yaitu pada hari pertama. Hasil statistik uji lanjut interaksi tailing dengan waktu pada P-total dapat dilihat pada tabel 9, sedangkan hasil statistik uji lanjut interaksi sludge dengan waktu pada P-total dapat dilihat pada tabel 10 .
Tabel 9. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu Pada P -total.
Waktu Jenis Tailing
Tailing Pond Tailing Dump
0 1626.16 A 1607.41 BA
5 1567.97 BAC 1522.74 C
10 1545.02 BC 1413.47 D
15 1455.76 D 1336.36 E
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda Nyata oleh uji Duncan 5%
Tabel 10. Analisis Statistik Uji Lanjut Sludge dengan Waktu Pada P-total.
Waktu Dosis Sludge
25% 50%
0 1588.33 BA 1645.24 A
5 1553.4 BC 1537.31 BC
10 1477.65 DC 1480.84 DC
15 1397.58 D 1394.53D
[image:35.612.128.513.395.513.2]0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
0 5 10 15
N ila i (p p m )
Waktu (Hari ke-)
A1
A2
B1
[image:36.612.116.498.83.231.2]B2
Gambar 3. Grafik Nilai P-tersedia Pengaruh Sludge Pada Tailing
Keterangan : (
A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing
Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump
)
Gambar 3. memperlihatkan dinamika perubahan P -tersedia pada bahan.
Berdasarkan kriteria dari Pusat Penelitian Tanah (1983), P -tersedia pada hari
pertama berada dalam kategori sedang pada bahan A2 (8,84 ppm), sedangkan
pada bahan A1 (4,57 ppm), B1 (6,55 ppm), dan B2 (6,98 ppm) termasuk kedalam
kategori rendah. Sludge terlihat mampu dapat langsung meningkatkan P -tersedia
pada tailing di hari pertama pada bahan A2, B1, dan B3. Pada hari ke-15
memperlihatkan nilai P-tersedia yang meningkat dimana hanya pada bahan
campuran A1 (9,77 ppm) yang berada pada kategori sedang, sedangkan A2 (12,24
ppm) dan B1 (11,81 ppm) berada dalam kategori tinggi, dan B2 (23,49 ppm)
berada dalam kategori sangat tinggi.
Lambatnya laju peningkatan P -tersedia pada
tailing
dikarenakan sifat
fosfor yang sukar larut dalam air, dan terlihat pada
tailing
pond yang memiliki
kandungan air lebih tinggi dibandingkan
tailing
dump. Nilai P-tersedia meningkat
secara perlahan dikarenakan pengaruh
sludge
yang dapat memberikan fosfor
Hasil statistik didapatkan bahwa terjadi interaksi antara semua faktor. Menurut hasil analisis uji lanjut, didapatkan bahwa nilai terbaik dari interaksi dimiliki oleh kombinasi Tailing Dump dengan dosis sludge 50% pada waktu hari ke-15. Nilai terendah didapatkan pada kombinasi Tailing Pond dengan dosis sludge 50% di hari pertama . Hasil statistik uji lanjut P-tersedia dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Analisis Statistik Uji Lanjut P -tersedia.
Waktu Tailing Pond Tailing Dump
Sludge 25% Sludge 50% Sludge 25% Sludge 50%
0 4.574 H 8.8389 DCE 6.5519 G 6.9846 G
5 7.2465 GF 8.1453 FE 8.5385 DE 8.5947 DE 10 8.678 DE 8.678 DE 9.355 DC 11.4476 B 15 9.7661 C 9.7661 C 11.8059 B 23.4881 A Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama
tidak berbeda Nyata oleh uji Duncan 5%
4.5. Penetapan Kalium
0 ,0 0 0 0 ,0 0 5 0 ,0 1 0 0 ,0 1 5 0 ,0 2 0 0 ,0 2 5 0 ,0 3 0 0 ,0 3 5 0 ,0 4 0 0 ,0 4 5 0 ,0 5 0
A 1 A 2 B 1 B 2
N ila i (m e /1 0 0 g ta n a h )
W a k t u (H a r i k e -)
H a r i ke -0 H a r i ke -1 5
Gambar 4. Grafik Nilai Kalium Pengaruh Sludge Pada Tailing
Keterangan : (
A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing
Perubahan kalium pada bahan sangat bervariasi (gambar 4.), dimana pada A1, A2, dan B2 terjadi peningkatan nilai K. Penyebab B1 mengalami penurunan adalah tercucinya bahan oleh pemberian air yang dilakukan karena kesalahan. Berdasarkan kriteria dari Pusat Penelitian Tanah (1983), keempat bahan masuk kedalam kategori sangat rendah, sehingga dapat menjadi sebuah permasalahan dalam pertumbuhan tanaman untuk kedepannya. Untuk mengatasi kekurangan tersebut dapat dengan cara pemupukan unsur kalium.
Faktor utama kehilangan kalium disebabkan oleh pencucian. Pencucian pada tailing menyebabkan kadar kalium termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Menurut Jenny dan Slade dalam Soepardi (1983), sebagian besar unsur kalium terikat kuat dan juga jasad mikro mengurangi ketersediaan unsur kalium. Oleh karena itu sludge yang memiliki jasad organik yang tinggi memiliki kadar kalium yang sangat rendah juga.
Berdasarkan uji statistik didapatkan semua faktor saling berinteraksi pada bahan campuran, oleh karena itu dilakukan analisis statistik uji lanjut . Akan tetapi, pemberian sludge pada tailing tidak mampu memperbaiki kadar kalium secara nyata pada bahan campuran. Hal tersebut karena masing-masing faktor tidak memberikan pengaruh signifikan pada K. Hasil analisis statistik uji lanjut pada K dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Analisis Statistik Uji Lanjut K.
Waktu Tailing Pond Tailing Dump
Sludge 25% Sludge 50% Sludge 25% Sludge 50%
0 0.04203 A 0.04243 A 0.0445 A 0.0404 A
15 0.04527 A 0.04327 A 0.03677 A 0.0457 A Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama
4.6. Penetapan Unsur Mikro Besi, Tembaga, Mangan, dan Seng. (Fe, Cu, Mn, Zn)
Menurut Soepardi (1983) keadaan unsur mikro yang dapat membatasi pertumbuhan tanaman ialah tanah berpasir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian hebat, tanah organik, tanah ber -pH tinggi, dan tanah yang terus menerus ditanami dan dipupuk berat dengan unsur makro Sludge memiliki kadar mikro yang termasuk dalam kategori rendah. Tailing pond dan dump memiliki kadar mikro yang cukup .
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan unsur mikro pada semua bahan campuran. Bergeraknya pH dari keadaan awal yang masam menjadi pH netral merupakan sebab utama dari penurunan unsur mikro. Komplek s logam organik yang terbentuk oleh bahan organik yang terdapat pada sludge menyebabkan penurunan unsur mikro pada bahan campuran tersebut.
4. 6. 1. Penetapan Besi (Fe)
10.00 12.00 14.00 16.00
0 5 10 15
N ila i (p p m )
Waktu (Hari ke-)
A1 A2 B1 B2
Gambar 5. Grafik Nilai Fe Pengaruh Sludge Pada Tailing
Keterangan : (
A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing
Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump
)
Kandungan kadar besi (g ambar 5.) di hari pertama pada semua bahan
berada dalam keadaan yang dapat dapat meracuni tanaman jika kerdasarkan
kriteria keamanan pangan oleh F.A.O (1985). Menurut Pusat Penelitian Tanah
(1983), kadar cukup berada pada kisaran 4 ppm. Pemberian sludge pada tailing
tanaman pangan. Hari ke-15 menunjukkan kandungan besi tetap melebihi ambang batas yang diperbolehkan dalam pertanian .
Hasil dari uji statistik adalah masing-masing faktor tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Fe . Oleh karena itu tidak dilakukan analisis statistik uji lanjut pada Fe.
4. 6. 2. Penetapan Tembaga (Cu)
0,400 0,450 0,500 0,550 0,600
0 5 10 15
N ila i (p p m )
Waktu (Hari ke-)
A1 A2 B1 B2
Gambar 6. Grafik Nilai Cu Pengaruh Sludge Pada Tailing .
Keterangan : (
A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing
Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump
)
Gambar 6 menunjukkan kandungan tembaga berada pada ketersediaan
yang cukup berdasarkan pada acuan dari Pusat Penelitian Tanah (1983).
Berdasarkan kriteria dari F.A.O (1985), kandungan tembaga pada semua bahan
tidak melebihi ambang batas pada tanaman pangan. Pemberian sludge tidak
berpengaruh banyak terhadap perubahan nilai tembaga pada tailing. Kandungan
tembaga pada setiap bahan cenderung menurun.
Pada hasil analisis statistik Cu juga didapatkan bahwa masing-masing
faktor tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Cu . Oleh karena itu
Dosis Sludge Jenis Tailing
Tailing Pond Tailing Dump
25% 2.685 A 2.7883 A
50% 2.73 A 2.5375 A
2,000
0 5 10 15
N ila i (p p m )
Waktu (Hari ke-)
A2
B1
0,40 0,45
0 5 10 15
N ila i (p p m )
Waktu (Hari ke-)
B1
B2
0,00 5,00 10,00 15,00
A1 A2 B1 B2
N ila i (m e / 1 0 0 g ta n a h
) Waktu (Hari ke-)
Hari ke-0
Pada gambar 9. sludge secara langsung memberikan efek meningkatkan KTK di hari pertama pada kedua tailing. Menurut Buckman dan Andy dalam Andri (2009), peningkatan KTK karena bahan organik disebabkan oleh penambahan gugus fenol melalui substitusi hidrogen, sisa koloid organik dan inorganik bermuatan negatif yang dapat menjadi tapak pertukaran yang efektif. Nilai KTK pada tailing dump memperlihatkan peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada tailing pond. Pada hari ke-15, sludge mampu meningkatkan nilai KTK pada bahan hingga menjadi kategori rendah, dimana pada awalnya tailing memiliki nilai KTK pada kategori sangat rendah. Perubahan nilai KTK diharapkan dapat terus meningkat diluar hari percobaan sehingga dida patkan nilai KTK yang diharapkan untuk kesuburan tanaman.
Foth dalam Andri (2009), nilai kapasitas tukar kation (KTK) dipengaruhi macam dan jumlah organik, serta jumlah dan jenis liat, dan KTK akan meningkay sesuai dengan humifikasi bahan organik/ Sludge memiliki nilai KTK yang tinggi dikarenakan sludge memiliki kandungan bahan organik yang tinggi.
[image:43.612.136.503.549.627.2]Hasil statistik untuk KTK didapatkan bahwa tidak terjadi interaksi antara semua faktor. Interaksi yang terjadi adalah interaksi antara faktor tailing dengan sludge. Menurut hasil analisis uji lanjut, didapatkan bahwa nilai terbaik dari interaksi tailing dengan sludge yaitu pada tailing dump dengan dosis sludge sebesar 50%, selain itu memiliki nilai yang hamp ir sama. Hasil statistik uji lanjut interaksi tailing dengan sludge pada KTK dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Sludge Pada KTK.
Dosis Sludge Jenis Tailing
Tailing Pond Tailing Dump
25% 8.138 B 9.4526 B
50% 9.4526 B 13.8972 A
4.8. Penetapan Basa-Basa (Ca, Mg, Na) dan Kejenuhan Basa (KB) 4.8.1. Penetapan Kalsium (Ca)
Berdasarkan kriteria dari Pusat Penelitian Tanah (1983), s ludge memiliki nilai kalsium yang sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan rendahnya pH yang dimiliki oleh sludge. Tailing memiliki nilai kalsium yang tinggi karena tailing memiliki pH netral. Pemberian sludge dapat meningkatkan nilai kalsium lebih tinggi lagi pada campuran bahan, dikarenakan faktor bahan organik yang dimiliki sludge dengan nilai pH yang netral pada hari ke -15. Walaupun sludge memiliki nilai kandungan kalsium yang rendah, pencampuran sludge dengan tailing masih mampu meningkatkan kadar kalsi um. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 15.
[image:44.612.126.510.375.514.2]Uji statistik dengan metode Factorial In Time mendapatkan hasil masing -masing faktor tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Ca. Oleh karena itu tidak dilakukan analisis statistik uji lanjut pada Ca.
Tabel 15. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai Kalsium (Ca) Pada Tailing (me/100g) .
Keterangan : (A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge 50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump)
4.8.2. Penetapan Magnesium (Mg)
Tailing memiliki nilai magnesium yang sangat rendah, sedangkan sludge memiliki nilai rendah berdasarkan kriteria dari Pusat Penelitian Tanah (1983). Pada penelitian didapatkan bahwa sludge mampu meningkatkan kadar magnesium pada campuran bahan, dimana kri terianya menjadi rendah pada campuran semua
Ca
Bahan Waktu (Hari ke-)
Hari ke-0 Hari ke-15
Sludge 1,54 1,66
Tailing Pond 13,34 13,62
Tailing Dump 12,30 13,63
A1 12,83 14,56
A2 14,72 16,75
B1 14,89 12,56
bahan. Didapatkan hasil yang bervareiasi pada semua bahan, dimana terjadinya peningkatan pada hari pertama, akan tetapi penurunan di hari ke -15 pada bahan A2, B1, dan B2. Nilai Magnesium dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai Magnesium (Mg) Pada Tailing (me/100g).
Keterangan : (A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge 50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump)
Pada Mg didapatkan hasil uji statistik bahwa masing-masing faktor tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Mg. Oleh karena itu tidak dilakukan analisis statistik uji lanjut pada Mg.
4.8.3. Penetapan Natrium (Na )
Sludge dan tailing dump memiliki kandungan natrium yang sedang, sedangkan tailing pond memiliki kandungan natrium sedang berdasarkan kriteria dari Pusat Penelitian Tanah (1983). Pemberian sludge tidak mempengaruhi kandungan natrium pada tailing, bahkan cen derung menurunkan kadar natrium yang tersedia pada tailing pond. Pada hari ke -0 dan ke-15, semua campuran berada dalam kategori rendah. Nilai selengkapnya dapat dilihat tabel 17.
Mg
Bahan Waktu (Hari ke-)
Hari ke-0 Hari ke-15
Sludge 0,992 0,903
Tailing Pond 0,266 0,233
Tailing Dump 0,301 0,316
A1 0,370 0,465
A2 0,574 0,562
B1 0,477 0,289
Tabel 17. Pengaruh Sludge Terhadap Nilai Natrium (Na) Pada Tailing (me/100g).
Keterangan : (A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge 50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump)
Uji statistik mendapatkan hasil masing -masing faktor tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Na. Oleh karena itu tidak dilakukan ana lisis statistik uji lanjut pada Na.
4.9 Kemantapan Agregat
Tailing Pond memiliki agregat yang termasuk ke dalam klasifikasi agak stabil sedangkan TailingDump memiliki agregat stabil. Nilai kemantapan agregat diambil dari dua nilai pada ayakan kering dan ayakan basah. Pada ayakan kering didapatkan tailing bersifat stabil, sedangkan pada ayakan basah tailing menjadi tidak stabil sama sekali. Hal tersebut dikarenakan sifat sementasi pada tailing yang menyebabkan tailing sangat keras pada saat kering. Sifat tailing yang tidak stabil pada saat ayakan basah merupakan sifat yang sangat dihindari dari tailing dalam hal kapasitas menahan air.
Sludge memiliki sifat agregat yang sangat stabil. Hal tersebut disebabkan tingginya pengaruh bahan organik pada sludge. Tingginya sifat sludge dalam kapasitas menahan air diharapkan mampu meningkatkan ketahanan menahan air padatailingpada keadaan basah.
Dalam penelitian didapatkan bahwa pada hari pertama, pemberian sludge pada tailing langsung dapat memberikan pengaruh agreg asi yang nyata. Tailing
Na
Bahan Waktu (Hari ke-)
Hari ke-0 Hari ke-15
Sludge 0,23 0,24
Tailing Pond 0,65 0,60
Tailing Dump 0,36 0,37
A1 0,30 0,38
A2 0,28 0,33
B1 0,34 0,24
pond dan tailing dump memiliki nilai indeks stabilitas yang meningkat dengan kisaran nilai 70-100 yang berarti termasuk ke dalam klasifikasi stabil dan sangat stabil menurut Sitorus,et al(1980).
Tailing Pond memiliki klasifikasi agregat agak stabil pada awalnya dapat meningkat menjadi sangat stabil pada kedua jenis dosis pemberian sludge. Hal tersebut dikarenakan pengikatan sludgeyang baik pada campuran tailing. Tailing Dump tidak memperlihatkan pengaru h perbaikan agregasi pada dosis sludge 25% dikarenakan tailing dump yang telah tersementasi sebagian pada awalnya tidak mampu menciptakan agregat yang baik oleh sludge. Sedangkan pada dosis sludge 50% telah dapat meningkatkan agregat campuran bahan menjadi sangat stabil. Nilai selengkapnya dari agregasi dapat dilihat pada tabel 18, 19, dan 20.
Tabel 18. Pengaruh Pemberian Sludge Terhadap Pengayakan Kering Kemantapan Agregat Pada Tailing.
Bahan Bobot cawan Total Nilai
cawan1 cawan2 cawan3
A1 hari ke-0 43.30 57.69 32.71 133.70 1.34 A2 hari ke-0 58.62 52.81 30.39 141.82 1.42 B1 hari ke-0 41.43 74.49 24.89 140.80 1.41 B2 hari ke-0 81.48 52.56 23.41 157.46 1.57
Tailing A 46.88 71.37 24.75 143.01 1.43
Tailing B 74.91 61.09 21.19 157.20 1.57
Sludge 103.63 61.56 12.04 177.23 1.77
Tabel 19. Pengaruh Pemberian Sludge Terhadap Nilai Pengayakan Basah Kemantapan Agregat Pada Tailing.
Bahan Bobot cawan total nilai
cawan1 cawan2 cawan3 cawan4 cawan5 A1 hari
ke-0 3.69495 6.741 4.19925 3.366 5.50368 23.50488 0.2350488 A2 hari
ke-0 11.95667 16.281 5.907 2.91675 2.98656 40.047975 0.40047975 B1 hari
ke-0 2.451225 4.0095 2.5935 2.0085 4.47516 15.537885 0.15537885 B2 hari
ke-0 16.83497 15.0735 3.555 1.191 1.85832 38.512785 0.38512785 Tailing A 0.1449 0.15 1.005 1.575 5.7618 8.6367 0.086367 Tailing B 0 0.15 0.72 1.26375 2.925 5.05875 0.0505875
Sludge 45.23295 31.86 8.4 3.10125 1.1016 89.6958 0.896958 Keterangan : (A1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Pond, A2 = Dosis sludge
50% pada Tailing Pond, B1 = Dosis Sludge 25% pada Tailing Dump, B2 = Dosis sluge 50% pada Tailing Dump)
Tabel 20. Pengaruh Pemberian Sludge Terhadap Indeks Stabilita s Kemantapan Agregat Pada Tailing.
bahan nilai kering-nilai
basah indeks stabilitas Agregasi A1 hari ke-0 1.1019473 90.748441 Sangat Stabil A2 hari ke-0 1.0176825 98.262474 Sangat Stabil B1 hari ke-0 1.2526615 79.830029 Stabil B2 hari ke-0 1.189459 84.071831 Sangat Stabil
Tailing A 1.3437279 74.419831 Stabil
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sludge pada tailing mampu meningkatkan kadar N, P -tersedia, Ca, Mg, KTK, dan meningkatkan kemantapan agregat. Akan tetapi terlihat adanya penurunan pada unsur mikro seperti K, Na, Fe, Cu, Mn, dan Zn. Menurut uj i statistik yang dilakukan terlihat bahwa dosis sludge tidak memberikan pengaruh beda nyata, dosis sludge 50% memberikan pengaruh beda nyata lebih banyak dibandingkan dengan dosis sludge 25%, dan hari ke-15 merupakan hasil terbaik yang didapatkan dibanding kan hari lainnya.
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ardiwilaga, S, et. al. 1999. Pemantauan Kualitas Lingkungan Di Unit Pertambangan Emas Pongkor (PT Aneka Tambang). Laporan Penelitian Puslitbang Geoteknologi LIPI.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pertambangan dan Energi. Bab IX Pertambangan dan Energi.
www.bappenas.go.id/getfileserver/node/6625 [19 September 2011].
Buckman, H.O. dan Brady, 1982. Ilmu Tanah. Penerjemah : Soegiman. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Hal. 131 -191.
Herman, D.Z. 2006. Tinjauan Terhadap Tailing Mengandung unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Dari Sisa Pengolahan Bijih Logam. Jurnal Geologi Indonesia, Vol 1. No. 1 Hal 31 -36.
Hartman, H.L. 1987. Introductory Mining Engineering. Wiley, New York. Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academy Press. Inc. New York. Liana, A. 2002. Pengendalian Kualitas Pada Proses Pr oduksi Kertas Medium di
PT Indah Kiat Pulp & Paper Serang Mill. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. IPB. Bogor.
Maulana, R. (2005). Perbaikan Kualitas Lahan Bekas Tambang Batubara Dengan Limbah Industri Kertas. Skripsi. Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakulktas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mengel, K and E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition 3rd edition International Potash Institute. Warblaufen -Bern Switzerland.
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Reuse. McGraw-Hill Book. Co. New York.
Leiwakabessy, F. M., Wahjudin, U. M., dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004 . Pupuk dan Pemupukan . Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pope, K. M. 1999. Paper Sludge – Waste Disposal Problem or Energy Oportunity. Energy Products of Idaho. Idaho.
Sanchez, P .A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley& Sons. New York.
Scnitzer, M., 1991. Soil Organic Matter. The Next 75 Year. Soils Sci. 41 -58. Sitorus, Santun R.P., Oteng Haridjaja,, Kamir R. Brata. 1980. Penuntun
Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Ilmu -ilmu Tanah. IPB. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. IPB. Bogor. Widyati, E. 2006. Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Sludge
Industri Kertas Untuk Memacu Revegatasi Lahan.
Tabel Lampiran 1.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah,
1983)
Sifat Kimia Tanah Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
C-Organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00
Nitrogen (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N < 5 5 – 10 11 – 15 16 – 25 > 25
P2O5HCl (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60
P2O5Bray-1 (ppm) < 10 10 – 15 16 – 25 26 – 35 > 35
P2O5Olsen (ppm) < 10 10 – 25 26 – 45 46 – 60 > 60
K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60
KTK (me/100g) < 5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 > 40
Basa-basa yang dapat dipertukarkan
K (me/100g) < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 > 1,0
Na (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 > 1,0
Mg (me/100g) < 0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 > 8,0
Ca (me/100g) < 0,2 2 – 5 6 – 10 11 – 20 > 20
Kejenuhan Basa (%) < 20 20 – 35 36 – 50 51 – 70 > 70
Aluminium (%) < 10 10 – 20 21 – 30 31 – 60 > 60
Reaksi Tanah Sangat
Masam Masam
Agak
Masam Netral
Agak
Alkalim Alkalin
Tabel Lampiran 2. Kriteria Fe, Cu, Mn, Zn (ppm) Tanah Menurut Pusat Penelitian
Tanah (1983) dan FAO (1985).
Parameter Tanah
Defisiensi
Marginal
Cukup
Ambang
Batas
(FAO,1985)
Fe (ppm)
2,5
2,5-4,5
4,5
5
Cu (ppm)
0,2
-
0,2
1
Mn (ppm)
1,0
-
1,0
20
Zn (ppm)
0,5
0,5-1
1,0
2
Tabel Lampiran 3. Tabel Kelas Klasifikasi Agregat Berdasarkan Nilai Indeks
Stabilitas.
Kelas Klasifikasi Agregat
Indeks stabilitas
Sangat stabil sekali
>200
Sangat stabil
80-200
Stabil
66-80
Agak Stabil
50-66
Data Hasil Analisis Olah Statistik
The GLM Procedure
Class Level Information
Class
Levels
Values
Tailing
2
Dump Pond
sludge
2
25% 50%
pengamatan
4
0 5 10 15
ulangan
3
1 2 3
Number of Observations Read
48
Number of Observations Used
48
PH
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon1
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
29
69.02312500
2.38010776
249.56
<.0001
Error
18
0.17166667
0.00953704
Corrected Total
47
69.19479167
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon1 Mean
0.997519
1.559924
0.097658
6.260417
R-square 99.75% keragaman dari PH mampu dijelaskan oleh faktor -faktor dalam
model sedangkan sisanya 0.25% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tailing
1
0.22687500
0.22687500
23.79
0.0001
sludge
1
0.63020833
0.63020833
66.08
<.0001
Tailing*sludge
1
0.03520833
0.03520833
3.69
0.0707
pengamatan
3
67.47895833
22.49298611
2358.49
<.0001
Tailing*pengamatan
3
0.15729167
0.05243056
5.50
0.0074
sludge*pengamatan
3
0.23395833
0.07798611
8.18
0.0012
Tailin*sludge*pengam
3
0.05895833
0.01965278
2.06
0.1414
ulangan(pengamatan)
8
0.07833333
0.00979167
1.03
0.4519
ulang(Tailin*sludge)
6
0.12333333
0.02055556
2.16
0.0966
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tailing
1
0.22687500
0.22687500
23.79
0.0001
sludge
1
0.63020833
0.63020833
66.08
<.0001
Tailing*sludge
1
0.03520833
0.03520833
3.69
0.0707
pengamatan
3
67.47895833
22.49298611
2358.49
<.0001
Tailing*pengamatan
3
0.15729167
0.05243056
5.50
0.0074
sludge*pengamatan
3
0.23395833
0.07798611
8.18
0.0012
Tailin*sludge*pengam
3
0.05895833
0.01965278
2.06
0.1414
ulangan(pengamatan)
6
0.06666667
0.01111111
1.17
0.3673
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulang(Tailin*sludge) as an Error
Term
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Tailing
1
0.22687500
0.22687500
11.04
0.0160
sludge
1
0.63020833
0.63020833
30.66
0.0015
Tailing*sludge
1
0.03520833
0.03520833
1.71
0.2385
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(pengamatan) as an
Error Term
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
pengamatan
3
67.47895833
22.49298611
2024.37
<.0001
Kesimpulan Hipotesis
1. Hipotesis 1 (pengaruh waktu)
Nilai-p(0.0001) < alpha 5% maka tolak H0 artinya waktu signifikan terhadap
pH.
2. Hipotesis 2 (Interaksi Tailling dengan pengamatan)
Nilai-p (0.0074) < alpha 5% maka tolak H0 artinya interaksi antara Tailling
dengan pengamatan signifikan terhadap pH.
3. Hipotesis 3 (Interaksi Sludge dengan pengamatan)
Nilai-p (0.0012) < alpha 5% maka tolak H0 artinya interaksi antara Sludge
dengan pengamatan signifikan terhadap pH.
4. Hipotesis 4 (Interaksi Tailling, Sludge dengan pengamatan)
Nilai-p (0.1414) > alpha 5% maka terima H0 artinya interaksi antara Tailling,
Sludge dengan pengamatan tidak signifikan terhadap pH..
5. Hipotesis 5 (pengaruh faktor Tailling)
nilai-p(0.016) < alpha 5% maka tolak H0 artinya pengaruh faktor Tailling
signifikan terhadap pH.
6. Hipotesis 6 (pengaruh faktor Sludge)
nilai-p(0.0015) < alpha 5% maka tolak H0 artinya pengaruh faktor Sludge
signifikan terhadap pH.
7. Hipotesis 7 (pengaruh interaksi Tailling dengan Sludge)
Analisis Statistik Uji Lanjut Tailing dengan Waktu pH.
The SA