KUALITAS PAPAN PARTIKEL BERKERAPATAN SEDANG
DARI KAYU BERDIAMETER KECIL
JULYANTO BENHUR SIRINGORINGO
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
JULYANTO BENHUR SIRINGORINGO. E24060824 Kualitas Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Berdiameter Kecil. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.
Degradasi hutan yang semakin besar luasnya membuat pasokan kayu dari hutan alam tidak dapat diandalkan lagi. Pasokan kayu akan kebutuhan industri saat ini sebagian besar dipenuhi oleh hutan tanaman. Pada umumnya kayu ini ditebang saat usia muda karena kemampuannya yang dapat tumbuh dengan cepat dan permintaan akan kayu yang tidak dapat ditunda lagi. Hal ini menyebabkan kayu yang dihasilkan memiliki diameter yang kecil, sehingga dibutuhkan pemanfaatan yang tepat guna seperti memproduksi produk-produk papan komposit, salah satunya adalah papan partikel. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas papan partikel dari log berdiameter kecil dengan menghasilkan papan berkerapatan sedang (0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3), yang berasal dari kayu jabon, sungkai dan mangium.
Pembuatan papan partikel ini menggunakan kadar perekat UF 12 % dan kadar parafin 2 %. Ada empat jenis papan partikel yang dibuat, yaitu papan partikel jabon, papan partikel sungkai, papan partikel mangium dan papan partikel campuran dari ketiga bahan baku tersebut dengan perbandingan 1:1:1 dengan dua target kerapatan yaitu 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3. Pembuatan papan partikel berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm ini menggunakan sistem pengempaan panas
pada suhu 120˚C dengan tekanan kempa sebesar 25 kg/cm2
selama 10 menit. Sifat fisis papan partikel meliputi kerapatan dengan nilai rata-rata berkisar antara 0,65 – 0,78 g/cm3, nilai rata-rata kadar air 5,93% - 7,38%, nilai rata-rata pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam dan 24 jam yaitu 4,16% - 25,12% dan 14,48% - 45,78%. Nilai rata-rata daya serap air setelah perendaman 2 jam dan 24 jam yaitu 4,45% - 54,22% dan 24,27% - 86,14% . Nilai rata-rata MOE berkisar antara 12974,17 kg/cm2 – 28780,58 kg/cm2. Nilai rata-rata MOR berkisar antara 86,02 kg/cm2 – 227,67 kg/cm2. Nilai rata-rata Internal Bond (IB) berkisar antara 3,70 kg/cm2– 6,82 kg/cm2, dan nilai rata-rata kuat pegang sekrup berkisar antara 38,77 kg – 93,98 kg.
Medium Density Particleboard Quality of Small-Diameter Wood.
By
1)
Julyanto Benhur Siringoringo, 2) Dede Hermawan
INTRODUCTION: Forest degradation is the greater extent in making the timber supply from natural forests are not reliable anymore. Wood supply for the industry today largely filled with plantation forest. In general, wood which from the plantation forest has distinct characteristics, namely short cycle, mostly small diameter, lessdurable, and its strength is not good. It takes proper utilization for the wood in order to have these characteristics, such as the manufacture board products, one of them is particle board. This study aims to evaluate the quality of particle board from small diameter logs to produce medium density particle board (0,60 g/cm3 and 0,80 g/cm3), which comes from wood jabon, sungkai and compression system at a temperature of 120˚ C with pressure of 25 kgf/cm2 for 10 minutes.
RESULT: The physical properties include density particle board with an average value ranging from 0,65 g/cm3 to 0,78 g/cm3, the average of water content 5,93% - 7,38%, the average value of the development of thick after 2 hours soaking and 24 hoursconsecutive is 4,16% - 25,12% and 14,48% - 45,78%. The average value of water absorption after 2 hours soaking and 24 hours consecutive is 4,45% - 54,22% and 24,27% - 86,14%. The average values of MOE ranged from 12974,17 kg/cm2 to 28780,58 kg/cm2. The average values of MOR ranged from 86,02 kg/cm2 to 227,67 kg/cm2. The average value of the Internal Bond (IB) range from 3,70 kg/cm2 to 6,82 kg/cm2, and the average value of strong grasp of the screws range from 38,77 kg to 93,98 kg.
KEYWORDS : particle board, small diameter, medium density
1)
Student of Forest Product Departement, Faculty of Forestry, IPB
2)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kualitas Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Berdiameter Kecil
Nama : Julyanto Benhur Siringoringo
NIM : E24060824
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr.Ir. Dede Hermawan, M.Sc. NIP. 19630711 199103 1 002
Mengetahui,
Sekertaris Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S NIP : 19580501 198403 1 002
KUALITAS PAPAN PARTIKEL BERKERAPATAN SEDANG
DARI KAYU BERDIAMETER KECIL
JULYANTO BENHUR SIRINGORINGO
E24060824
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kualitas Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Berdiameter Kecil” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah
memberikan kemampuan dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Penelitian yang berjudul “Kualitas Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Berdiameter Kecil” diharapkan dapat membuka wacana keilmuan
dalam bidang kehutanan, khususnya mengenai papan partikel berkerapatan sedang
dari hutan tanaman yang berdiameter kecil. Sehingga pengolahan akan kayu-kayu
berdiameter kecil yang sangat banyak dapat lebih optimal.
Bogor, Mei 2011
Julyanto Benhur Siringoringo
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 26 juli 1988 yang merupakan
anak keempat dari empat bersaudara dari Ayah M.H Siringorinngo dan Ibu H.
Limbong.
Penulis menempuh pendidikan mulai tahun 1992 di Tk. Sint Carolus
selama dua tahun kemudian selama enam tahun sekolah tingkat dasar di Sd. Sint
Carolus. Tiga tahun kemudian penulis lulus dari SLTP N 1 Bengkulu yang
dilanjutkan ke SMA N 5 Bengkulu selama tiga tahun. Melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) di tahun 2006 penulis diterima di IPB (Institut
Pertanian Bogor) memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan sebagai
major dan Supporting Course sebagai kuliah penunjang. Pada tahun 2009 penulis
memilih Bio-Komposit sebagai bidang keahlian.
Pada tahun 2006 penulis mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)
Basket. Tahun 2007 penulis aktif di kegiatan PMK (Persekutuan Mahasiswa
Kristen) pada Komisi Literatur, kemudian ditahun 2008 bertanggung jawab atas
bidang pelayanan (bidpel) fotografi. Pada tahun 2008 penulis mengikuti Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di kawasan Cagar Alam Baturaden-Cilacap.
Kemudian ditahun 2009 penulis juga melaksanakan Praktek Pengolahan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, serta Praktek
Kerja Lapang di CV. Hadir Jaya Plywood pada tahun 2010.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian
dalam bidang Bio-Komposit dengan judul “Kualitas Papan Partikel
Berkerapatan Sedang dari Kayu Berdiameter Kecil” dibawah bimbingan Dr.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan kasih karunia-Nya yang
begitu berlimpah hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Atas kerja
keras dan bantuan dari dukungan semua pihak maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc atas bimbingan, arahan dan
kesabarannya serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis mulai dari awal
hingga akhir penyusunan skripsi.
2. Keluarga besar Siringoringo, papa, mama, bang Rizal, keluarga besar Sinaga
(kak Meylan), dan kak Nova yang telah memberikan bantuan baik itu secara
moral ataupun moril.
3. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku ketua sidang dan Bapak Ujang
Surwarna, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji dan yang telah memberikan
saran dan kritikan yang membangun dalam sidang komprehensif.
4. Seluruh dosen dan staf akedemik Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(IPB) yang telah membantu dan memberikan ilmu yang bermanfaat.
5. Kepada teman-teman satu bimbingan Ema Ratri KJW dan Galang Swadaya,
keluarga besar KOMLIT, rekan-rekan semasa PKL Bagus ferry dan Arief Nur
Rakhman, penghuni WISMA LESTARI dan teman-teman seperjuangan THH
43 lainnya yang telah membuat kenangan sangat berarti selama perkuliahan di
DAFTAR ISI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 133.2 Alat dan Bahan ... 13
3.2 Pembuatan Contoh Uji ... 14
3.2 Pengujian Papan Partikel ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel ... 23
4.2 Sifat Mekanis Papan Partikel ... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.2 Kesimpulan ... 36
5.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Berat jenis dan kadar air kayu mangium
(Acacia mangium Wild.) menurut umur tanaman ... 7
Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis dari ketiga jenis bahan baku di atas ... 8
Tabel 3. Sifat fisis dan mekanis papan partikel
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penelitian ... 14
Gambar 2. Pola pemotongan contoh uji ... 16
Gambar 3. Pengujian MOE dan MOR ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan Bahan Baku ... 41
Lampiran 2 Nilai Kerapatan Setiap Ulangan Contoh Uji ... 43
Lampiran 3 Nilai Kadar Air Setiap Ulangan Contoh Uji ... 44
Lampiran 4 Nilai Daya Serap Air Setiap Ulangan Contoh Uji ... 45
Lampiran 5 Nilai Pengembangan Tebal Setiap Ulangan Contoh Uji ... 46
Lampiran 6 Nilai MOE dan MOR Setiap Ulangan Contoh Uji ... 47
Lampiran 7 Nilai Internal Bond dan Kuat Pegang Sekrup Setiap Ulangan Contoh Uji ... 48
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permintaan akan produk hasil hutan berupa kayu semakin hari semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Namun
tingginya permintaan tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku kayu.
Berdasarkan Statistik Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan, realisasi
RPBBI (Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri) tahun 2008 per bulan juni
untuk kayu bulat yang tersedia sebesar 36.268.586,25 m3, sedangkan kebutuhan
RPBBI tahun 2008 sebesar 46.4003.598,78 m3.
Kerusakan hutan alam di Indonesia telah mencapai 59,2 juta hektar dengan
luasan lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan mencapai 42,1 juta hektar
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2007), oleh karena itu pemerintah memberi
kebijakan agar beralih pada hutan tanaman. Akan tetapi, kayu yang dihasilkan
dari hutan tanaman memiliki karakteristik yang berbeda dengan kayu dari hutan
alam, yaitu cepat tumbuh (fast growing species), rotasi pendek, berdiameter kecil,
sifat fisis mekanis rendah, dan memiliki keawetan yang rendah. Dengan demikian
perlu antisipasi teknologi dalam rangka memanfaatkan kayu yang dihasilkan dari
hutan tanaman ini. Papan partikel adalah salah satu produk komposit yang dapat
memanfaatkan bahan baku kayu yang memiliki sifat-sifat yang dihasilkan dari
hutan tanaman.
Penelitian papan partikel berbahan baku kayu dari hutan tanaman telah
banyak dilakukan, diantaranya Korai dan Lim (1988), Prayitno dan Sutapa (1989),
dan Kliwon dan Iskandar (1999) telah membuat papan partikel dari akasia
mangium. Pada penelitian Gunawan (2003) dan Alam (2009) membuat papan
partikel dari akasia mangium dengan campuran sengon, afrika, dan kelapa sawit.
Namun demikian, kualitas papan partikel yang dihasilkan masih belum memenuhi
persyaratan standar yang diinginkan, oleh karena itu, perlu dilakukan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan sifat mekanis
papan pertikel dari jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.), sungkai (Peronema
canescens Jack.), dan mangium (Acacia mangium Wild.) serta campuran dari
ketiga jenis kayu tersebut.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan log kayu
berdiameter kecil yang berasal dari hutan tanaman. Selain itu menambahkan
referensi evaluasi dalam pengolahan kayu menjadi papan partikel khususnya yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.)
Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh
dengan nama dagang Kadam, termasuk dalam suku Rubiaceae. Nama daerah
jabon lainnya antara lain jabun, hanja, kalempeyan, kelampaian (Jawa); galupai,
galupai bengkal, harapean, johan, kelampi, kiuna, lampain, pelampaian,
selampaian, serubanaik (Sumatra); tawa telan, tuneh, tuwak (Kalimantan); suge
nanai, pekaung, toa (Sulawesi); kelapan, mugawe, sencari (NTB); aparabire,
masarambi (Papua Barat) (Dallwitz et al. 1995). Adapun klasifikasi taksonomi
jenis ini adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.) merupakan jenis tanaman yang
sedang dikembangkan karena jenis ini termasuk jenis cepat tumbuh dengan daur
yang relatif singkat dengan riap diameter tahunan yang relatif tinggi sebesar 7
cm/tahun sampai tanaman berumur 6-8 tahun, dan akan menurun menjadi 3
cm/tahun sampai tanaman berumur 20 tahun. Rata-rata riap volume/tahun adalah
10-26 m³/tahun (Pratiwi 2003).
Jabon umumnya tumbuh pada tanah aluvial lembab (di pinggir sungai) dan di
daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang
digenangi air. Dapat tumbuh dengan baik di tanah liat, tanah lempung podzolik
tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl dengan tipe curah hujan A-D dan suhu
rata-rata 20-32°C/tahun (Martawijaya et al. 1992).
Warna kayu teras Jabon berwarna putih, kayu gubal tidak dapat dibedakan
dari kayu teras, teksturnya agak halus sampai agak kasar, arah seratnya Lurus,
sedangkan kesan raba permukaan kayunya licin atau agak licin. Pori pada kayu
Jabon bergabung dua sampai tiga dalam arah radial, jarang soliter, diameter
130-220µ, frekuensi 2-5/mm², parenkimnya agak jarang seringkali 2-3 garis
bersambungan dalam arah tangensial diantara jari-jari, dan bersinggungan dengan
pori, sedangkan jari-jarinya uniseriat, tinggi 580µ, lebar 44µ, frekuensi 2-3/mm,
panjang seratnya 1979µ, diameter 54µ, tebal dinding 3,2µ, dan diameter 47,6µ
(Martawijaya et al. cetakan pertama 1989, cetakan kedua 2005).
Kayu Jabon mempunyai BJ 0,42 (0,29-0,56), kelas kuat III-IV, penyusutan
sampai KA 12% adalah 3,0% (R) dan 6,9% (T), sedangkan kadar selulosanya
mencapai 52,4%, lignin 25,4%, pentosan 16,2%, abu 0,8%, silika 0,1%.
Kelarutannya alkohol-benzena 4,7%; air dingin 1,6%; air panas 3,1%; NAOH 1%
sebesar 18,4%, nilai kalornya 4.731 cal/g. Kayu Jabon termasuk kelas awet V dan
kelas keterawetan sedang berarti kayu Jabon tergolong tidak awet pada kondisi
terbuka dan bersentuhan dengan tanah, sedangkan pada kondisi tertutup kayu
mempunyai ketahanan sedang, namun kayu jabon mudah digergaji, dapat
dibentuk, dibuat lubang persegi, dan diamplas dengan hasil yang baik, sedangkan
penyerutan, pemboran, dan pembubutan hanya memberikan hasil yang sedang.
Kayu jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan
retak ujung serta sedikit mencekung, Perekatan venir kayu jabon dengan UF
menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, Jepang,
dan Jerman (Martawijaya et al. cetakan pertama 1989, cetakan kedua 2005).
Saat ini Jabon menjadi andalan industri perkayuan, termasuk kayu lapis,
karena Jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu
lainnya. Dari hasil uji coba yang telah dilakukan oleh Soerianegara dan Lemmens
(1994), keunggulan tanaman jabon dapat diuraikan dari beberapa sisi, diantaranya
adalah:
o Diameter batang dapat tumbuh berkisar 10 cm/tahun
o Berbatang silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus
o Tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang
akan rontok sendiri (self purning)
Jabon merupakan pohon yang menghuni hutan sekunder di daerah tropis,
yaitu mulai dari Nepal, Bangladesh, India, Sri Lanka, Burma, Indo-cina, Cina
Selatan, Thailand, ke arah timur melalui Malaysia, sampai Papua Nugini
(Soerianegara dan Lemmens 1994).
Pohon jabon merupakan jenis pohon yang dapat digunakan untuk pohon
ornamental dan naungan atau untuk reforestasi dan agroforestri, sedangkan
kayunya dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan, diantaranya adalah
untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, venir, kayu
lapis, pulp dan kertas, kayu lamina, serta konstruksi darurat yang ringan, obat
tradisional (daun dan kulit kayu), serta bunga dan buahnya dapat dimakan
(Soerianegara dan Lemmens 1994).
2.2 Sungkai (Peronema canescens Jack.)
Sungkai (Peronema canescens Jack.) termasuk suku verbeneceae yang
dikenal dengan nama daerah jati seberang atau kisabrang. Bentuk batang sungkai
lurus dengan parit kecil, tetapi kadang-kadang bentuk batangnya jelek akibat
serangan hama pucuk, kulit luarnya berwarna abu-abu atau sawo muda, beralur
dangkal, mengelupas kecil-kecil dan tipis. Kulit luar penampangnya berwarna
kuning, coklat atau merah muda. Rantingnya penuh bulu-bulu (Badan Litbang
Departemen Kehutanan, 1994). taksonomidari kayu sungkai, sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Ciri lainnya adalah bunga dalam kedudukan malai, cabangnya lebar-lebar dan
letaknya berpasangan, panjang 20 - 40 cm. Bunga letaknya hampir duduk,
kelopak bunga agak tertutup rapat dan berbulu. Ukurannya ½ mm – 2 mm, warnanya hijau pada pangkal (Badan Litbang Departemen Kehutanan, 1994).
Sungkai sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai
termasuk kedalam famili Verbenaceae. Pohon sungkai tersebar di daerah Jambi,
Bengkulu, Sumatera bagian Selatan dan Barat, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Tengah. Tempat tumbuh di dalam hutan tropis dengan
tipe curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah dengan
ketinggian sampai 600 m diatas permukaan laut. Tinggi pohon mencapai 20 – 30 m panjang batang bebas cabang mencapai 15 m, dengan diameter 60 cm atau
lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk dangkal, tidak berbanir, dan ranting penuh
bulu halus. Kulit luar berwarna kelabu atau sawo muda, beralur dangkal,
mengelupas kecil-kecil dan tipis. Kayu teras berwarna krem atau kuning muda.
Tekstur kayu kasar dan tidak merata. Arah serat lurus, kadang-kadang
bergelombang dengan permukaan kayu agak kesat (Martawijaya et al. 1989).
Kegunaan kayu sungkai cocok untuk rangka atap, karena ringan dan cukup
kuat. Selain itu dipakai juga untuk tiang rumah dan bangunan jembatan.
Garis-garis indah mungkin baik untuk vinir mewah, kabinet dan sebagainya. Kayunya
mempunyai berat jenis 0,62 dan termasuk kelas kuat II – III serta kelas awet III. Tanaman sungkai berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Maret – Juni. Tiap kilogram biji berisi 262.000 butir (Martawijaya et al. 1989).
2.3 Akasia Mangium (Acacia Mangium Wild.)
Menurut booklet Dinas Pertanian kota Palembang (2008) Klasifikasi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua/dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Rosales
Familia : Leguminosae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia mangium Wild.
Booklet ini juga menyatakan bahwa mangium dapat tumbuh baik pada lahan
yang mengalami erosi, berbatu dan tanah Alluvial serta tanah yang memiliki pH
rendah (4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 m dpl, dengan curah hujan
bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang
cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis A mangium sangat membutuhkan sinar
matahari, apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan
bentuk tinggi dan kurus.
Ginoga (1997) menyatakan bahwa kayu mangium termasuk jenis kayu cepat
tumbuh (fast growing species) yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang
jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1 – 2 cm. Hal ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhannya yang cepat serta adanya kayu muda (juvenile wood).
Dengan demikian diduga lingkaran tumbuh pada kayu mangium tidak berkorelasi
dengan kerapatan. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah mencapai tinggi 23
meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2 - 3 meter dengan hasil produksi 415
m3/ha atau rata-rata 46 m3/ha/tahun. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang umur
13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm serta hasil
Tabel 1 Berat jenis dan kadar air kayu mangium (Acacia mangium Wild.) menurut
Keterangan : S = Simpangan baku; ku = kering udara; ko = kering oven
Berdasarkan berat jenis, keteguhan lentur statis dan tekan sejajar arah serat,
maka kayu mangium termasuk kelas kuat II – III. Kayu mangium dari hutan tanaman (asal Jawa Barat) relatif memiliki sifat keawetan lebih buruk (kelas awet
II – III) dibanding kayu mangium dari hutan alam (asal Maluku).
Kayu mangium (Acacia mangium Wild.) adalah tanaman asli yang banyak
tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada
mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia
Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik
maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman. Di Indonesia
sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984, kayu mangium telah
dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI (Malik et al
2007).
Berdasarkan sifat mekanis yang dimilikinya, kayu mangium dapat digunakan
sebagai bahan konstruksi ringan, mebel dan barang kerajinan. Produk yang telah
dibuat dari kayu mangium ini adalah kusen jendela, rangka daun jendela dan
penyekat ruangan (lumber sharing).
Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis dari ketiga jenis bahan baku di atas
Sumber : Martawijaya et al. 1989; Martawijaya et al., 2005; Oey (1991)
2.4 Papan Partikel
Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang
terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya,
yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas
(Maloney 1993).
Berdasarkan kerapatannya, Maloney (1993) membagi papan partikel ke
dalam tiga golongan, yaitu :
1. Papan partikel bekerapatan rendah (low density particleboard), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,59 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (medium Density Particleboard), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerpatan antara 0,59-0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Dibandingkan dengan kayu asalnya papan partikel mempunyai beberapa
kelebihan seperti papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak, ukuran dan
kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan
kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, memiliki sifat isotropis dan
kualitasnya mudah diatur (Maloney 1993).
Haygreen et al. (2003) menerangkan bahwa salah satu kelemahan papan
partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensinya yang rendah,
sehingga kebanyakan papan partikel hanya digunakan untuk keperluan interior.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel diantaranya yaitu jenis
partikel dan campuran jenis partikel, ukuran partikel dan perekat.
Sifat-sifat papan partikel dibagi menjadi dua yaitu sifat fisis dan sifat
mekanis. Kemudian sifat fisis papan partikel dipengaruhi oleh kerapatan, kadar
air, daya serap air, dan pengembangan tebal.
Kerapatan
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakkan partikel dalam satu lembaran
yang sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan
tekanan yang diberikan selama proses pengempaan. Semakin tinggi
untuk membuat papan pada ukuran yang sama. kerapatan merupakan salah
satu sifat yang penting bagi papan partikel, makin tinggi kerapatan makin
baik kekuatannya (Widarmana 1979 dalam Zakaria 1996).
Kadar air
Kadar air yaitu berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen
terhadap Berat Kering Tanur (BKT). Kadar air kayu mempengaruhi
kestabilitas dan kekuatan mekanis dari suatu papan partikel.
Daya Serap Air
Papan partikel sangat mudah menyerap air pada arah teval terutama dalam
keadaan basah dan suhu udara lembab (Widarmana 1977). Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi papan partikel terhadap penyerapan air, yaitu:
1. Volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel,
2. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang satu dengan
ruang kosong lainnya,
3. Luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi oleh perekat,
4. Dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel.
Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)
Besarnya tingkat pengembangan dimensi tebal inilah yang
menyebabkannya menjadi salah satu kelemahan yang krusial.
Pengembangan tebal ini akan menurun dengan semakin banyak parafin
yang ditambahkan dalam proses pembuatannya, sehingga kedap airnya
akan lebih sempurna. faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan
tebal papan partikel adalah kerapatan kayu pembentuknya. Papan partikel
yang dibuat dari kayu dengan kerapatan rendah akan mengalami
pengempaan yang lebih besar pada saat pembuatan, sehingga bila
direndam dalam air akan terjadi pembebasan tekanan yang lebih besar
yang mengakibatkan pengembangan tebal menjadi lebih tinggi.
Sifat mekanisnya dipengaruhi oleh Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of
Rupture (MOR), Internal Bond (IB), dan kuat pegang sekrup.
Modulus of Elasticity (MOE)
Menurut Haygreen dan Bowyer (1993) kekakuan lentur atau Modulus of
perbandingan antara tegangan dan regangan dibawah batas proporsi.
Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan
regangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan (Tsoumis
1991).
Modulus of Rupture (MOR)
Kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan sifat
mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran
kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja
padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut.
Modulus of Rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada
saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian
yang sama untruk MOE (Haygreen dan Bowyer, 1993).
Internal Bond (IB)
Keteguhan rekat internal (IB) adalah suatu ukuran ikatan antar partikel
dalam lembaran papan partikel. Keteguhan rekat internal merupakan suatu
petunjuk daya tahan papan partikel terhadap kemungkinan pecah atau
belah. Sifat keteguhan rekat internal akan semakin sempurna dengan
bertambahnya jumlah perekat yang digunakan dalam proses pembuatan
papan partikel (Haygreen dan Bowyer 1989).
kuat pegang sekrup
Kuat pegang sekrup menunjukkan kemampuan papan partikel untuk
menahan sekrup yang ditanamkan pada papan partikel (Setiawan 2008).
Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang
Tabel 3 Sifat fisis dan mekanis papan partikel menurut standar JIS A 5908 (2003)
No Parameter sifat fisis mekanis
Standar JIS A 5908
benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap
panas, maka perekat dapat dibedakan menjadi perekat thermosetting dan
thermoplastic (Blomquist et al. 1983; Forest Products Society 1999 dalam
Ruhendi 2007).
Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras apabila
terkena panas atau reaksi kimia dengan sebuah katalisator yang disebut hardener
dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat
menjadi lunak. Contoh jenis perekat yang termasuk golongan ini adalah MF
(Melamin Formaldehyde), UF (UreaFormaldehyde), PF (PhenolFormaldehyde),
isocyanate, dan RF (Resorcinol Phenol Formaldehida).
Sifat-sifat papan partikel umumnya sangat dipengaruhi oleh perekat yang
digunakan, sehingga perekat adalah salah satu faktor penting yang menentukan,
baik dilihat dari faktor teknis maupun ekonomis (Kollman et al, diacu dalam
Amalia 2009). Semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin
kuat dan semakin stabil dimensi papan tersebut, walaupun untuk alasan ekonomis
BAB III METEDOLOGI
3. 1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di
Laboratorium Biokomposit dan Kimia Hasil Hutan sedangkan untuk pengujian
sifat fisis contoh uji dilakukan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat
mekanis contoh uji di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu yang
bertempat di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan April 2010 sampai dengan Juli
2010.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kaliper,
timbangan elektrik, gelas aqua, gelas ukur, kertas Teflon, masker, rotary blender,
spray gun, ember, sarung tangan, kain saring, kantong plastik, cutter, micrometer,
desikator, oven, hammer mill, disk mill, mesin hot press, alumunium foil, mesin
gergaji Band Saw, alat hitung, label, dan alat uji mekanis UTM (Universal Testing
Machine merk Instron).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini kayu yang berumur kurang lebih
5-15 tahun yaitu kayu jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.), sungkai (Peronema
canescens Jack.), dan mangium (Acacia mangium Wild.) yang memiliki diameter
3.3 Pembuatan Contoh Uji
Gambaran umum urutan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram Alir Proses Penelitian
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
Pemotongan log hingga menjadi balok yaitu ukuran yang dapat di-chipping
dengan alat band saw, kira-kira sebesar 10 x 5 x 3 cm. Kayu dipotong sehingga
menjadi flakes dengan menggunakan Flaker, yang selanjutnya digiling hingga
menjadi partikel dan kemudian disaring dan diambil partikel yang tertahan mulai
dari saringan yang berukuran 20 – 100 mesh.
Flakes
Pengujian sifat fisis mekanis
Pengkondisian Papan Partikel
LOG
Oven Partikel
70-80 oC selama 2 hari hingga KA < 5%,
Partikel
Pencampuran Bahan Penyaringan Partikel
Kempa Panas
Partikel tersebut selanjutnya di oven pada suhu 70 – 80 oC selama dua hari sampai mencapai kadar air kurang dari 5% dan ditimbang sesuai dengan
kebutuhan.
3.3.2 Pencampuran Bahan
Parafin sebanyak 2% dari berat papan terlebih dahulu dicampurkan dengan
partikel kayu, diikuti penyemprotan 12% perekat UF yang menggunakan spray
gun.
3.3.3 Pembuatan Lembaran
Pembentukan lembaran dilakukan setelah partikel dan perekat tercampur
secara merata kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan lembaran
yang berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan alas dan penutup seng yang
berlapis teflon sheet. Selama proses pembentukan lembaran distribusi partikel
pada alat pencetak diusahakan tersebar merata sehingga produk papan komposit
yang dihasilkan memiliki kerapatan yang seragam.
3.3.4 Pengempaan
Setelah lembaran dibentuk dimasukkan kedalam mesin hot press. Sebelum
dilakukan proses pengempaan, bagian tepi alat pembentuk lembaran dibatasi
dengan batang besi yang tebalnya 1 cm. Suhu yang digunakan sebesar 120 ºC dengan tekanan kempanya sebesar 25 kgf/cm2 selama 10 menit.
Setelah pengempaan selesai, papan dikeluarkan dari mesin kempa dan dibiarkan selama ± 30 menit agar lembaran papan partikel mengeras dengan sempurna.
3.3.5 Pengondisian
Pengkondisian dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan kadar air
papan partikel dan membebaskan tegangan sisa yang terbentuk pada permukaan
lembaran selama proses pengempanan panas. Pengkondisian ini dilakukan selama
± 14 hari pada suhu kamar.
3.3.6 Pemotongan Contoh Uji
Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian dipotong
fisis dan mekanis kayu mengacu pada standar JIS A 5908-2003. Pola pemotongan
untuk pengujian seperti terlihat pada Gambar 2.
30 cm
30 cm
Gambar 2 Pola pemotongan contoh uji
Keterangan :
A. Contoh uji MOE dan MOR, berbentuk persegi panjang dengan ukuran
15cm x 5cm.
B. Contoh uji kerapatan dan kadar air, berbentuk persegi dengan ukuran
10cm x 10cm.
C. Contoh uji keteguhan rekat internal, berbentuk persegi dengan ukuran 5cm
x 5cm.
D. Contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal, berbentuk persegi
dengan ukuran 10cm x 10cm.
E. Contoh uji kuat pegang sekrup, berbentuk persegi panjang dengan ukuran
10cm x 5cm.
E
D
C
A
B
C
3.4 Pengujian Papan Partikel 3.4.1 Pengujian Sifat Fisis 3.4.1.1 Kerapatan
Contoh uji berukuran 10 x 10 cm cm ditimbang dengan timbangan
elektrik dan dicatat sebagai berat awal (BA). Panjang (p), lebar (l) dan tebal (t)
contoh uji diukur dengan menggunakan kaliper. Volume dihitung volumenya
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (1)
V = p x l x t……….………..(1)
Kerapatan diperoleh dengan rumus sebagai berikut : (2)
………..(2)
Keterangan :
ρ = kerapatan (g/cm3)
m = BKT contoh uji (Berat Kering Tanur/g)
v = volume contoh uji (cm3)
3.4.1.2 Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang berat awal (BA)
contoh uji, kemudian dioven dalam suhu 103±20C selama 24 jam. Setelah
beratnya diperkirakan konstan, contoh uji tersebut ditimbang dan dicatat sebagai
BKT. Nilai kadar air dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut : (3)
………….……….(3)
Keterangan :
KA = kadar air (%)
BA = berat awal (g)
3.4.1.3 Daya Serap Air
Contoh uji yang digunakan dalam pengujian daya serap air sama seperti
contoh uji yang digunakan pada pengujian sebelumnya. Pengujian dilakukan
dengan cara mengukur berat sebelum (B1) dan sesudah (B2) direndam selama 2
B1 = tebal sebelum direndam (cm)
B2 = tebal setelah direndam (g)
3.4.1.4 Pengembangan Tebal
Pengujian TS (Thickness Swelling) dilakukan dengan cara mengukur
tebal contoh uji sebelum (T1) dan sesudah (T2) direndam selama 2 jam, 24 jam
dan 48 jam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper pada bagian
tengah contoh uji. Besarnya pengembangan tebal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : (5)
………….………(5)
Keterangan :
TS = pengembangan tebal (%)
T1 = tebal sebelum direndam (cm)
T2 = tebal setelah direndam (g)
3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis
3.4.2.1 Modulus Lentur (MOE / Modulus of Elasticity)
Pengujian MOE ini menggunakan UTM Instron. Dimensi contoh uji
(panjang, lebar, dan tebal) diukur menggunakan kaliper. Panjang bentang yang
digunakan adalah 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 7,5 cm. Pengujian
ini menggunakan one point loading atau satu pembebanan pada titik di tengah dari
panjang contoh uji. Pembebanan dilakukan sampai batas titik elastis contoh uji
……….(6)
Keterangan :
MOE = keteguhan lentur (kg/cm2)
ΔP = selisih beban (kg)
L = panjang bentang (cm)
Δy = perubahan defleksi (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
3.4.2.2 Modulus Patah (MOR / Modulus of Rupture)
Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan pengujian MOE. Namun pada
pengujian ini pembebanan dilakukan sampai contoh uji tersebut rusak. Hal ini
dilakukan agar diperoleh nilai beban maksimum yang mampu diterima oleh
contoh uji (Pmax). Nilai MOR dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut : (7)
……….………..(7)
Keterangan :
MOR = keteguhan patah (kg/cm2)
Pmax = beban maksimum (kg)
L = panjang bentang (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
Beban P S
h
G L1 L2 G
L
Gambar 3 Pengujian MOE dan MOR
Keterangan :
P : posisi dan arah pembebanan
S : contoh uji
h : tebal contoh uji (cm)
G : penyangga contoh uji
L : jarak sangga contoh uji
L1,L2 : jarak sangga dari titik sangga ke titik pembebanan (cm)
3.4.2.3 Keteguhan Rekat (IB / Internal Bond)
Pengujian ini menggunakan contoh uji dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 1
cm. Pengujian keteguhan rekat ini dilakukan dengan menggunakan mesin UTM
dimana contoh uji ditarik hingga rusak. Nilai kekuatan geser sendiri dapat
diperoleh dengan rumus sebagai berikut : (8)
………(8)
Keterangan :
σ = kekuatan geser (kg/cm2)
Pmax = beban maksimum (kg)
Gambar 4 Skestsa Pengujian Internal Bond
3.4.2.4 Kuat Pegang Sekrup
Contoh uji berukuran 10cm x 5cm dan sekrup yang digunakan
berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga mencapai kedalaman 8
mm. nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang
dicapai dalam kilogram (kg).
3.4.2.5 Analisis Data dan Rancangan Percobaan
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis
faktorial 4 x 2 dalam Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) dengan ulangan
sebanyak 3 kali. Faktor jenis kayu tediri dari jabon, sungkai, mangium dan
campuran, sedangkan faktor target kerapatan yang digunakan adalah 0,6 kg/cm3
dan 0,8 kg/cm3. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
= + + + ( ) +
Keterangan:
= Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang disebabkan oleh taraf
ke-i faktor α, taraf ke-j faktor β.
= Nilai rata-rata sebenarnya.
= Pengaruh faktor jenis kayu taraf ke- i.
= Pengaruh perlakuan target kerapatan taraf ke-j.
( ) = Pengaruh interaksi dari unit percobaan antara jenis kayu ke-i, dan
Target kerapatan ke-j.
Blok kecil
Contoh Uji
= Nilai galat (kesalahan percobaan) dari jenis kayu ke-i, target
kerapatan ke-j pada ulangan ke-k.
= Jenis Kayu (jabon, sungkai, mangium dan campuran).
= Jenis Perlakuan (target kerapatan).
= Ulangan (1, 2, dan 3).
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap sifat fisis dan
mekanis papan partikel yang dibuat maka dilakukan analisis sidik ragam atau
analysis of variance (ANOVA) yang menggunakan program SAS 9.1. Adapaun
kaidah keputusan yang digunakan untuk menentukan perbedaannya yaitu :
1. Apabila Pr>F (signifikasi) kurang dari 0,05 maka perlakuan memberikan
pengaruh nyata terhadap sifat fisis mekanis papan partikel pada selang
kepercayaan 95%.
2. Apabila Pr>F (signifikasi) lebih dari 0,05, maka perlakuan tidak
memberikan pengaruh nyata pada sifat fisis mekanis papan pada selang
kepercayaan 95%.
Uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
berguna untuk menunjukkan nilai masing-masing contoh uji yang berada pada
wilayah Duncan tertentu.
Nilai sifat fisis dan mekanis yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan standar JIS A 5908-2003. Selain menggunakan software SAS 9.1
Pengolahan data juga dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat fisis mekanis beberapa jenis papan partikel yang diuji pada penelitian
ini meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal. Sifat
mekanis papan partikel yaitu Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture
(MOR), Internal Bond (IB), dan kuat pegang sekrup.
4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan
Kerapatan merupakan suatu ukuran kekompakan suatu benda dalam
lembaran (Bowyer et al, 2003). Bowyer juga menyatakan bahwa nilai kerapatan
papan partikel sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan dimana
semakin tinggi kerapatan papan partikel, semakin tinggi pula kekuatannya. Pada
penelitian ini digunakan kayu dengan kerapatan sedang yaitu jabon (0,41 g/cm3),
sungkai (0,46 g/cm3), dan mangium (0,50 g/cm3). Gambar 5 merupakan hasil
pengujian kerapatan papan partikel yang memiliki rata-rata berkisar antara 0,65
g/cm3– 0,78 g/cm3.
Gambar 5 Grafik nilai rata-rata kerapatan papan partikel
Papan partikel dari jenis kayu campuran dengan target kerapatan 0,60 g/cm3
terbesar pada papan partikel dari jenis kayu mangium nilai rata-rata sebesar 0,72
g/cm3. Pada papan partikel dengan target kerapatan 0,80 g/cm3 yang mendapatkan
nilai terkecil pada papan partikel dari jenis kayu sungkai sebesar 0,73 g/cm3, dan
nilai terbesar terdapat pada papan partikel dari jenis mangium sebesar 0,78 g/cm3.
Berdasarkan data yang diperoleh, papan partikel untuk target kerapatan 0,60
g/cm3 melebihi dari yang diinginkan yaitu berkisar antara 0,65 – 0,72 g/cm3. Banyak faktor yang dapat mempengaruhinya salah satunya diduga karena tidak
meratanya penyebaran partikel saat proses penaburan partikel kayu ke dalam
cetakan sehingga menyebabkan contoh uji yang digunakan ketika pengukuran
kemungkinan yang paling tebal. Kemudian untuk papan partikel dengan target
kerapatan 0,80 g/cm3 justru terjadi sebaliknya jauh lebih kecil dari yang
diharapkan yaitu berkisar antara 0,73 – 0,78 g/cm3. Hal ini diduga penyebaran partikel saat pengempaan yang tidak menyebar merata dan terlalu melebar akibat
pemasangan plat besi hanya pada dua sisi saja. Kelley (1997) dalam Yusfiandrita
(1998) menyatakan bahwa kerapatan akhir papan partikel dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa,
jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapatnya perbedaan target kerapatan
memberikan nilai kerapatan yang berbeda. Hal ini terjadi hanya pada papan
partikel jenis mangium. Maloney (1993) menyatakan bahwa meningkatnya
kerapatan papan partikel akan menghasilkan nilai sifat fisis dan mekanis yang
lebih baik dengan stabilitas dimensi yang tinggi.
Nilai kerapatan seluruh papan partikel yang dihasilkan pada penelitian ini
sudah memenuhi syarat standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan kerapatan
papan komposit (papan papan partikel) sebesar 0,4 – 0,9 g/cm3.
4.1.2 Kadar Air
Berdasarkan Bowyer et al (2003) kadar air didefinisikan sebagai kandungan
air produk kayu dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya.
Kadar air merupakan salah satu sifat fisis papan yang menunjukan kandungan air
papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Hasil
nilai rata-rata berkisar antara 6,94% - 7,38%. Pada target kerapatan 0,80 g/cm3
berkisar antara 5,94% - 6,66% seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik nilai rata-rata kadar air papan partikel
Pada penelitian ini, nilai rata-rata kadar air papan partikel dari jenis
mangium jauh lebih rendah hasilnya jika dibandingkan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya seperti dilakukan oleh Kliwon (1999) dengan target
kerapatan 0,50 g/cm3– 0,70 g/cm3 berkisar antara 8,24 – 10,08%; sedangkan nilai rata-rata kadar air papan partikel mangium yang dilakukan Prayitno dan G Sutapa
(1989), Gunawan (2003) dan Alam (2009) berturut-turut sebesar 10,51%, 10,5%,
dan 7,5%. Nilai kadar air yang terbaik pada papan partikel dari jenis mangium
berada pada target kerapatan 0,60 g/cm3– 0,80 g/cm3.
Papan partikel pada target kerapatan 0,80 g/cm3 memiliki nilai rata-rata
kadar air yang lebih kecil dibandingkan dengan target kerapatan 0,60 g/cm3,
kecuali papan partikel dari jenis campuran, dimana nilai rata-rata kadar air yang
dihasilkan memilki nilai yang sama. Selanjutnya seluruh papan partikel yang
dihasilkan berada pada kisaran standar JIS A 5908 (2003) yaitu berada diantara
4.1.3 Daya Serap Air
Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa penyerapan air dapat terjadi karena
adanya gaya absorbsi yang merupakan gaya tarik molekul air pada ikatan
hidrogen yang terdapat dalam selulosa, hemiselulosa dan lignin. Semakin tinggi
kerapatan papan komposit, maka ikatan antar partikel akan semakin kompak
sehingga rongga udara dalam lembaran papan semakin kecil, dan keadaan tersebut
akan menyebabkan air atau uap air menjadi sulit untuk mengisi rongga tersebut
sehingga semakin kecil daya serap air papan komposit maka stabilitas papan
tersebut semakin baik, demikian pula sebaliknya.
JIS A 5908 (2003) tidak menetapkan standar untuk daya serap air. Namun
pengujian daya serap air papan partikel tetap dilakukan untuk mengetahui
ketahanan papan terhadap air.
a. 2 jam b. 24 jam
Gambar 8 Grafik nilai rata-rata Daya Serap Air
Hasil pengujian nilai rata-rata daya serap air papan partikel perendaman air
dingin selama 2 jam dan 24 jam disajikan pada Gambar 8. Besarnya daya serap air
pada perendaman air selama 2 jam pada target kerapatan 0,60 g/cm3 berkisar
antara 4,45% - 54,22% yaitu yang terkecil pada papan partikel jenis campuran dan
yang terbesar pada papan partikel jenis jabon. Nilai rata-rata daya serap air papan
partikel dengan target kerapatan 0,80 g/cm3 berkisar antara 8,11% - 33,11% yaitu
yang terkecil pada papan papan partikel jenis campuran dan yang terbesar pada
Hasil pengujian nilai rata-rata daya serap air papan partikel pada
perendaman air dingin selama 24 jam berkisar antara 24,27% - 86,14%. Nilai
rata-rata daya serap air papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3 pada
perendaman air dingin selama 24 jam berkisar antara 28,15% - 86,14% yaitu yang
terkecil pada papan partikel jenis campuran dan yang terbesar pada papan partikel
jenis jabon. Nilai rata-rata daya serap air papan partikel dengan target kerapatan
0,80 g/cm3 pada perendaman air dingin selama 24 jam berkisar antara 24,27% -
56,01% yaitu yang terkecil pada papan partikel jenis campuran dan yang terbesar
pada papan partikel jenis jabon.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata
daya serap air di masing-masing jenis dan kerapatannya. Djalal (1984) dalam
Jatmiko (2006) menyatakan bahwa selain ketahanan perekat terhadap air dan
absorbsi bahan baku, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnnya
penyerapan air papan partikel yaitu adanya saluran kapiler yang menghubungkan
antar ruang kosong, volume ruang kosong diantara papan partikel, dalamnya
penetrasi perekat terhadap papan partikel dan luas permukaan partikel yang tidak
ditutupi perekat.
Pada penelitian sebelumnya mengenai papan partikel mangium, daya serap
air yang didapatkan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan yang
dibuat oleh Gunawan (2000) dan Alam (2009). Nilai rata-rata daya serap air
perendaman selama 2 jam dan 24 jam pada kontrol dan rendaman dingin yang
dilakukan Alam sebesar berturut-turut 8,90%, 5,94% dan 30,00%, 20,36%. Hasil
yang didapat menunjukkan faktor perendaman dingin dapat mengurangi daya
serap air pada papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3. Nilai rata-rata
daya serap air yang dilakukan Gunawan dengan target kerapatan 0,80 g/cm3
sebesar 26,5%. Dapat disimpulkan bahwa nilai daya serap air cenderung akan
berkurang pernyerapan airnya seiring dengan meningkatnya kerapatan papan
4.1.4 Pengambangan Tebal
a. 2 jam b. 24 jam
Gambar 9 Grafik nilai rata-rata Pengembangan Tebal papan partikel
Gambar 9.a menunjukkan nilai rata-rata pengembangan tebal setelah
perendaman selama 2 jam berkisar antara 4,16% - 26,97%. Papan partikel dengan
target kerapatan 0,60 g/cm3 nilai rata-rata pengembangan tebal yang terkecil pada
papan partikel jenis campuran yaitu sebesar 6,25% dan yang terbesar pada papan
partikel jenis jabon yaitu sebesar 25,12%. Papan partikel dengan target kerapatan
0,80 g/cm3, nilai rata-rata pengembangan tebal yang terkecil ditunjukkan pada
papan partikel jenis campuran yaitu sebesar 4,16% dan yang terbesar pada papan
patikel jenis mangium yaitu sebesar 26,97%.
Nilai rata-rata pengembangan tebal setelah perendaman selama 24 jam
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.b berkisar antara 13,46% - 45,78%.
Papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3 nilai rata-rata pengembangan
tebal yang terkecil pada papan partikel jenis campuran yaitu sebesar 14,48% dan
yang terbesar pada papan partikel jenis mangium yaitu sebesar 45,78%. Papan
partikel dengan target kerapatan 0,80 g/cm3, nilai rata-rata pengembangan tebal
yang terkecil ditunjukkan pada papan partikel jenis jabon yaitu sebesar 13,46%
dan yang terbesar pada papan patikel jenis mangium yaitu sebesar 39,74%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nilai rata-rata
pengembangan tebal selama 2 jam pada papan partikel mangium dan campuran,
sedangkan pada pengembangan tebal 24 jam pada papan partikel campuran di
masing-masing perbedaan target kerapatan.
Hasil penelitian Alam (2009) menghasilkan papan partikel jenis mangium
penelitian ini dan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh JIS A 5908 (2003) yaitu
maksimum pengembangan tebal 12%.
4.2 Sifat Mekanis Papan Partikel 4.2.1 Modulus of Elasticity (MOE)
Modulus lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) juga dikatakan sebagai
suatu besaran yang menunjukkan sifat kekakuan bahan atau material tersebut.
Sifat kekakuan tersebut merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan, dan
hanya berlaku sampai batas proporsi (Bowyer et al. 2003).
Gambar 10 Grafik nilai rata-rata Modulus of Elasticity (MOE) papan partikel.
Gambar 10 menunjukkan nilai rata-rata MOE terbesar terdapat pada papan
partikel jenis mangium dengan target kerapatan 0,80 g/cm3 sebesar 28780.58
kg/cm2. Nilai terendah pada papan partikel jenis jabon dengan target kerapatan
0,60 g/cm3 yaitu sebesar 13190,13 kg/cm2.
Apabila dilihat per target kerapatan papan partikel, target kerapatan 0,60
g/cm3 berkisar antara 13190,13 kg/cm2 - 19221.04 kg/cm2. Nilai tertinggi pada
papan partikel jenis campuran dan yang terendah pada papan partikel jenis jabon.
Papan partikel dengan target kerapatan 0,80 g/cm3, memiliki nilai rata-rata MOE
berkisar antara 15567.65 kg/cm2 – 28780.58 kg/cm2. Nilai tertinggi pada papan partikel jenis mangium dan yang terendah pada papan partikel jenis jabon. Papan
dibandingkan papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan Bowyer et al. (2003) dan Maloney (1993) bahwa
semakin bertambahnya kerapatan suatu papan partikel akan meningkatkan
keteguhan lentur (MOE) papan partikel tersebut.
Papan partikel sungkai dan mangium memiliki nilai rata-rata MOE yang
berbeda pada target kerapatan yang berbeda. Semakin tinggi kerapatan papan
partikel akan semakin tinggi keteguhan papan partikel yang dihasilkan.
Hasil penelitian papan partikel dari kayu mangium telah diuji oleh Korai dan
Lim (1988) dalam Kliwon (2002) yang target kerapatannya 0,6 g/cm3 dengan nilai
rata-rata MOE sebesar 6260 kg/cm2. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
yang sama seperti yang dilakukan pada penelitian ini, maka hasil yang diperoleh
tiga kali lebih besar. Hal ini diduga dari penggunaan partikel yang lebih seragam.
Papan partikel campuran dari kayu mangium juga telah dilakukan oleh Gunawan
(2003) dan Alam (2009) berturut-turut yaitu dengan mencampurkan partikel kayu
kelapa sawit (KS) dan mangium (M) (perbandingan KS:M yaitu 100:0, 75:25,
50:50, 25:75, 0:100); dan dengan mencampurkan kayu sengon (S), afrika (A), dan
mangium (M) yang perbandingannya S:A (75:25, 50:50, 25:75), S:M (75:25,
50:50, 25:75), A:M (75:25, 50:50, 25:75), dan S:A:M (50:25:25; 25:50:25;
25:25:50; 33,3:33,3:33,3). Penelitian Gunawan (2003) papan partikel mangium
dengan target kerapatan 0,8 g/cm3 rata-rata besar MOE sebesar 14221 kg/cm2,
sedangkan untuk papan partikel campuran nilai rata-rata MOE pada perbandingan
KS:M (25:75) yaitu berturut-turut sebesar 12713 kg/cm2. Kemudian pada
penelitian Alam (2009) papan partikel mangium dengan target kerapatan 0,7
g/cm3 besar rata-rata MOE yaitu 14800 kg/cm2, sedangkan pada papan partikel
campurannya nilai rata-rata MOE terbesar pada kombinasi S:M (50:50) yaitu
15100 kg/cm2. Baik dari penelitian Gunawan (2003) maupun Alam (2009) yang
menghasilkan papan partikel dari kayu mangium dan campuran sama-sama
memiliki nilai yang kurang lebih sama dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan
Tsoumis (1991), sifat mekanis papan partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kerapatan, jumlah perekat, kadar air serta dimensi dan orientasi partikel.
Papan partikel dari jenis sungkai dan mangium dengan target kerapatan 0,8
memiliki nilai rata-rata MOE yang lebih tinggi dari standar JIS A 5908 (2003)
yang mensyaratkan nilai MOE minimal 20.400 kg/cm2. Papan partikel dengan
target kerapatan 0,6 g/cm3 tidak sesuai digunakan sebagai bahan baku konstruksi,
karena nilai rata-rata MOE-nya di bawah nilai yang ditentukan oleh JIS A 5908
(2003), akan tetapi dapat digunakan sebagai bahan baku meubel yang tidak
menerima beban secara langsung.
4.2.2 Modulus of Rupture (MOR)
Modulus of Rupture (MOR) atau keteguhan patah ditentukan dari beban
maksimum yang dapat diangkat atau disangga oleh suatu bahan per satuan luas
sampai material tersebut patah (Bowyer et. al 2003). Nilai rata-rata MOR papan
partikel yang tertinggi terdapat pada papan pertikel jenis mangium dengan target
kerapatan 0,80 g/cm3 yaitu sebesar 227,67 kg/cm2. Nilai terkecil terdapat pada
papan partikel jenis sungkai dengan target kerapatan 0,60 g/cm3 yaitu sebesar
86,02 kg/cm2 lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Grafik nilai rata-rata Modulus of Rupture (MOR) papan partikel.
Dilihat pada Gambar 11, papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3
berkisar antara 86,02 kg/cm2 – 141,04 kg/cm2. Nilai MOR tertinggi pada papan partikel jenis campuran dan yang terendah pada papan partikel jenis sungkai.
140,65 kg/cm2 - 227,67 kg/cm2. Nilai MOR tertinggi pada papan partikel jenis
mangium dan yang terendah pada papan partikel jenis jabon.
Nilai rata-rata MOR pada penelitian menunjukkan bahwa papan partikel
sungkai dan papan partikel mangium memiliki nilai rata-rata yang berbeda pada
target kerapatan yang berbeda, dimana target kerapatan 0,80 g/cm3 lebih baik
dibandingkan dengan papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3. Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan Bowyer et al. (2003) bahwa semakin tinggi tingkat
kerapatan papan partikel, maka akan semakin tinggi pula nilai keteguhan
patahnya. Faktor yang mempengaruhi MOR papan partikel adalah berat jenis
kayu, geometri partikel, kadar perekat, kadar air lapik, prosedur kempa (Koch
1972). Selanjutnya Maloney (1993) mengatakan bahwa nilai MOR dipengaruhi
oleh kandungan dan jenis perekat yang digunakan, daya ikat perekat, dan ukuran
partikel.
Kliwon dan Iskandar (1999) sebelumnya juga telah melakukan uji coba
pembuatan papan partikel dari kayu mangium dengan target kerapatan 0,50 – 0,70 g/cm3 dengan perekat UF dan nilai MOR-nya kurang lebih sama dengan papan
yang dihasilkan pada penelitian ini, yaitu berkisar antara 117,78 – 137,00 kg/cm2, selain itu Korai dan Lim (1988) dalam Kliwon (2002) juga melakukan hal yang
sama dengan kerapatan 0,60 g/cm3 menggunakan perekat UF, tebal 1,5 cm,
modulus patahnya 105,50 kg/cm2, nilai ini lebih kecil dari nilai yang dihasilkan
penelitian ini. Papan partikel campuran dari kayu mangium juga telah dilakukan
oleh Gunawan (2003) dan Alam (2009) dimana besar nilai rata-rata MOR papan
partikel dari kayu mangium berturut-turut yaitu sebesar 161,5 kg/cm2 dan 150
kg/cm2, sedangkan untuk papan papan partikel campurannya nilai rata-rata MOR
terbesar berturut-turut yaitu pada perbandingan KS:M (25:75) besarnya 144,6
kg/cm2 dan pada kombinasi S:M (50:50) besarnya 185 kg/cm2.
Seluruh hasil penelitian ini maupun penelitian sebelumnya memiliki nilai
keteguhan patah lebih besar dari standar JIS A 5908 (2003) yang membutuhkan
4.2.3 Internal Bond (IB)
Keteguhan rekat internal (IB) adalah suatu ukuran ikatan antar partikel
dalam lembaran papan partikel. Keteguhan rekat internal merupakan suatu
petunjuk daya tahan papan partikel terhadap kemungkinan pecah atau belah
(Haygreen dan Bowyer 1989).
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai rata-rata IB berkisar antara
3,70 – 7,44 kg/cm2. Papan partikel dengan target kerapatan 0,60 g/cm3 terkecil terdapat pada papan partikel dari jenis kayu mangium sebesar 3,86 kg/cm2, dan
yang terbesar pada papan partikel dari jenis kayu sungkai sebesar 7,44 kg/cm2.
Pada papan partikel dengan target kerapatan 0,80 g/cm3 yang mendapatkan nilai
terkecil pada papan partikel dari jenis kayu jabon sebesar 3,70 kg/cm2, dan nilai
terbesar terdapat pada papan partikel dari jenis kayu mangium sebesar 6,60
kg/cm2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Grafik nilai rata-rata Internal Bond (IB) papan partikel.
Nilai rata-rata IB pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan di
masing-masing jenis dan target kerapatan. Maloney (1993) mengatakan bahwa
dengan semakin meningkatnya kerapatan lembaran, partikel akan mengalami
kehancuran pada waktu pengempaan sehingga akan meningkatkan penyebaran
perekat persatuan luas, yang akhirnya akan menghasilkan keteguhan rekat internal
Nilai rata-rata IB hasil penelitian ini jauh melebihi dari nilai yang
disyaratkan oleh JIS A 5908 (2003) yaitu lebih besar dari 1,5 kg/cm2.
4.2.4 Kuat Pegang Sekrup
Kuat pegang sekrup menunjukkan kemampuan papan partikel untuk
menahan sekrup yang ditanamkan pada papan partikel. Hasil dari pengujian
didapatkan nilai rata-rata kuat pegang sekrup tertinggi pada target kerapatan 0,60
g/cm3 yaitu papan partikel jenis mangium yaitu sebesar 73,04 kg dan yang
terkecil pada papan partikel jenis sungkai yaitu sebesar 38,77 kg. Pada target
keraptan 0,80 g/cm3 nilai rata-rata kuat pegang sekrup tertinggi pada papan
partikel jenis mangium yaitu sebesar 93,98 kg dan nilai rata-rata terkecil pada
papan partikel jabon yaitu sebesar 69,44 kg, lebih lengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13 Grafik nilai rata-rata Kuat Pegang Sekrup papan partikel.
Alam (2009) mengatakan tingginya nilai kuat pegang sekrup yang
dihasilkan diduga disebabkan oleh partikel kayu yang mempunyai luas bidang
rekat yang besar sehingga kontak antara partikel dengan perekat menjadi lebih
besar. Hal tersebut menyebabkan papan yang dihasilkan menjadi lebih kompak
dan padat sehingga nilai kuat pegang sekrupnya menjadi lebih tinggi.
Pada hasil penelitian ini nilai rata-rata kuat pegang sekrup pada target
jenis papan partikel. Papan partikel jenis sungkai dan campuran memiliki nilai
rata-rata kuat pegang sekrup berbeda pada target kerapatan yang berbeda.
Standar JIS A 5908 (2003) mensyaratkan nilai kuat pegang sekrup minimal
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
a) Pencampuran bahan baku ketiga jenis partikel memberikan hasil yang jauh
lebih baik pada sifat fisis papan partikel terutama pada sifat daya serap
airnya.
b) Faktor perbedaan jenis bahan baku mempengaruhi nilai kerapatan, kadar
air dan kuat pegang sekrup, sedangkan faktor perbedaan target kerapatan
mempengaruhi nilai kerapatan, kadar air, pengembangan tebal 2 jam dan
24 jam, MOE, MOR dan kuat pegang sekrup.
c) Papan partikel dari kayu berdiameter kecil khususnya jenis mangium
menghasilkan kekuatan yang tertinggi pada target kerapatan sedang dan
dapat digunakan sebagai bahan baku konstruksi.
5.2Saran
Pemanfaatan kayu berdiameter kecil dalam pembuatan papan partikel dengan
mencampurkan tiga jenis kayu berbeda akan lebih baik jika proporsi jenis
DAFTAR PUSTAKA
Alam S.P.N. 2009. Pengaruh Rendaman Dingin Kombinasi Campuran Kayu
Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Dari Tiga Jenis Kayu
Cepat Tumbuh. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Amalia, S. 2009. Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin Sabut Kelapa Terhadap
Kualitas Papan Partikel yang Dihasilkannya. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Anonim, 2005. Statistik Kehutanan Indonesia, Kementrian Kehutanan Indonesia,
Jakarta, Indonesia.
Departemen Kehutanan. 2009. Statistik 2008. Jakarta. Direktorat, Jendral Bina
Produksi Kehutanan. Hhtp://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/5584
Djalal, M. 1984. Peranan Kerapatan Kayu dan Kerapatan Lembaran dalam Usaha
Perbaikan Sifat – Sifat Mekanik dan Stabilitas Dimensi Papan Partikel dari Beberapa Jenis Kayu dan Campurannya [disertasi]. Bogor : Fakultas Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Gunawan I. 1999. Keawetan dan Sifat Fisis-Mekanis Papan Partikel Campuran
Kayu Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) dan Akasia (Acacia mangium
Wild.) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Haygreen J.G and J.L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu suatu
Pengantar. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo. Gajah
Mada University Press : Yogyakarta.
Haygreen , J.G and J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Sujipto, A.H,
penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari :
Forest Product and Wood Science.
Haygreen JG, Shmulsky R dan Bowyer JL. 2003. Forest Product and Wood