• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik pelet daun legum Indigofera sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik pelet daun legum Indigofera sp."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN

TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM

Indigofera sp.

SKRIPSI

UMMUL ‘IZZAH SHOLIHAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

i

RINGKASAN

UMMUL ‟IZZAH SHOLIHAH. D24061376. 2011. Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp.

Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau. Upaya penyediaan hijauan makanan ternak yang berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan cara domestikasi hijauan makanan ternak baru yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi. Salah satu hijauan makanan ternak yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi adalah Indigofera sp. Tanaman ini memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 24,17%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18 (Hassen et al. 2007). Tanaman Indigofera sp. sebagai pakan hijauan memiliki sifat bulky dan mudah rusak sehingga dibutuhkan teknik pengolahan pakan agar pemanfaatannya lebih efisien dan tahan lama. Salah satu teknik pengolahan pakan hijauan adalah proses pelet. Data mengenai sifat dan kualitas fisik pelet berbahan baku hijauan masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh ukuran diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik hijauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kualitas fisik pelet hijauan leguminosa Indigofera sp. setelah dilakukan proses pembuatan pelet dan penyimpanan.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu ukuran die 3, 5 dan 8 mm yang diulang sebanyak 3 kali. Sedangkan tahap kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x5) dengan 3 ulangan, faktor pertama adalah ukuran die 3, 5 dan 8 mm dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan 0, 7, 15, 30 dan 60 hari. Peubah yang diamati adalah kadar air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, pellet durability index, aktivitas air dan uji organoleptik.

Hasil menunjukkan bahwa sifat berat jenis, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk tepung, pelet daun Indigofera sp. memerlukan ruang yang setengah kali lebih kecil per satuan berat tertentu sehingga lebih efisien dalam hal pengangkutan dan penyimpanan. Nilai Rataan Pellet Durability Index dalam penelitian ini adalah 94,95%, nilai ini menunjukkan pelet daun Indigofera memiliki kualitas yang baik sehingga tidak mudah hancur. Pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pelet dapat disimpan dalam waktu dua bulan.

(3)

viii

ABSTRACT

The Effect of Pellet Diameter and Storage Time on Physical Pellet Quality of Indigofera sp. Leaves

Ummul ‟Izzah Sholihah, Heri A. Sukria and Luki Abdullah

The experiment investigated the effect of different pellet diameter and time of storage on physical properties of pelleted Indigofera-leaves. This study consisted of two experiment; the first experiment was investigation of the die size (die 3, 5 and 8 mm) effects on physical properties using a Completely Randomized Design (CRD) with 3. The second experiment was the effect of storage quality on physical quality of pellets of the Indigofera-leaves. A factorial Completely Randomized Design (CRD) was applied with 3 replications, the first factor was die diameter consisting of 3, 5 and 8 mm and the second factor was the storage time (0, 7, 15, 30 and 60 days). The Observed physical properties of the tested pellets were water content, specific gravity, bulk density, compacted bulk density, respone of angle and pellet durability index (PDI), water activity and organoleptic test. The result of this experiment indicates that specific gravity, bulk density, and compacted bulk density of pellet higher than Indigofera leaves powder so that is more efficient for conveying and storing. The diameter difference of pellet did not have much influence on physical pellet quality which can‟t be broken easily. Leaves pellet of Indigofera sp. stored up to sixty days showed the result constantly so pellet can be stored in a long time.

(4)

viii

PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN

TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM

Indigofera sp.

UMMUL ‘IZZAH SHOLIHAH D240601376

Skripsi ini merupakan salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

viii Judul : Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik

Pelet Daun Legum Indigofera sp. Nama : Ummul „Izzah Sholihah

NIM : D24061376

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Ir. Heri A. Sukria, M.Sc.Agr) (Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr) NIP 19660705 199103 1 003 NIP 19670107 199103 1 003

Mengetahui Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 April 1988 di Surakarta, Jawa Tengah. Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara pasangan Bapak Abdul Aziz Maryanto dan Ibu Isti‟anah.

Penulis mengawali pendidikan akademik pada tahun 1992 di Yayasan Darussalam (TK dan SD Islam Darussalam Surakarta) dan diselesaikan pada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah atas di Yayasan Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta dan diselesaikan pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007.

(7)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan.

Skripsi ini berjudul Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogordari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui sifat fisik dan kualitas fisik pelet leguminosa Indigofera sp. setelah dilakukan proses pembuatan pelet dan penyimpanan.

Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Mei 2011

(8)

viii

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 9

Sudut Tumpukan ... 9

Pellet Durability Index ... 10

Penyimpanan ... 11

Pengemasan ... 11

Suhu dan Kelembaban ... 12

Kerusakan Mikrobiologis dan Biologi dalam Penyimpanan ... 13

MATERI DAN METODE ... 14

Perlakuan Penyimpanan ... 15

Rancangan Percobaan ... 16

(9)

viii

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 18

Pellet Durability Index ... 18

Aktivitas Air ... 19

Pengamatan Penampakan Fisik ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. ... 20

Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Sebelum dan Sesudah Dibentuk Pelet ... 20

Sifat Fisik dan Kualitas Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran .... 22

Berat Jenis ... 22

Kerapatan Tumpukan dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan... 23

Sudut Tumpukan ... 23

Pellet Durability Index... 24

Sifat Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Selama Masa Simpan 24 Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet ... 26

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet ... 27

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet ... 29

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet ... 30

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index... 31

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.Indigofera sp. ... 3 2. Skema Proses Pengolahan Indigofera sp. Dalam Bentuk Pelet

Hingga Proses Penyimpanan ... 15 3. Pelet daun Indigofera sp. Ukuran die 3, 5 dan 8 mm ... 20 4. Gambar Kemasan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Masa Simpan ... 26 5. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap

Berat Jenis Pelet ... 27 6. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap

Kerapatan Tumpukan Pelet ... 28 7. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap

Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet ... 29 8. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap

Sudut Tumpukan Pelet ... 30 9. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan ... 41

2. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 41

3. Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan... 41

4. Hasil Sidik Ragam Pellet Durability Index ... 42

5. Rataan Berat Jenis Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan ... 42

6. Rataan Kerapatan Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan ... 42

7. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan ... 43

8. Rataan Sudut Tumpukan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan ... 43

9. Rataan Pellet Durability Index Pelet Daun Indigofera sp. Selama Penyimpanan ... 43

10.Kandungan Nutrisi Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet ... 44

11.Hasil Sidik Ragam Berat Jenis Pelet Selama Penyimpanan ... 45

12.Uji Lanjut Duncan Berat Jenis Pelet Selama Penyimpanan ... 45

13.Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan ... 46

14.Uji Lanjut Duncan Kerapatan Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan ... 46

15.Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan ... 47

16.Uji Lanjut Duncan Sudut Tumpukan Pelet Selama Penyimpanan ... 47

17.Hasil Sidik Ragam Pellet Durability Index Selama Penyimpanan ... 48

18.Uji Lanjut Duncan Pellet Durability Index Pelet Selama Penyimpanan ... 48

19.Hasil Sidik Ragam Kadar Air Pelet Selama Penyimpanan... 49

20.Uji Lanjut Duncan Kadar Air Pelet Selama Penyimpanan ... 50

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri peternakan di Indonesia semakin berkembang. Perkembangan industri peternakan ini menuntut adanya pakan yang berkualitas baik, tersedia setiap saat dengan harga yang layak serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau (Van DDT et al., 2005). Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, dan produksi biomassa tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada saat musim kemarau. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah melalui pengolahan dengan tujuan agar hijauan makanan ternak memiliki kualitas yang baik, dapat diproduksi dalam jumlah besar, lebih efisien dalam transportasi, dan tersedia sepanjang tahun.

Upaya penyediaan hijauan makanan ternak yang berkualitas tinggi dapat dilakukan dengan cara domestikasi hijauan makanan ternak baru yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi. Salah satu hijauan makanan ternak yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi adalah Indigofera sp.. Indigofera sp. adalah jenis leguminosa dan merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan sehingga dapat menjadi sumber pakan pada musim kemarau. Selain itu, tanaman ini mempunyai keunggulan yaitu kandungan protein kasar yang cukup tinggi. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 24,17%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18. Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al. 2007). Penyediaan hijauan pakan terkendala dengan sifat yang menyulitkan dalam hal distributor dan penyimpanan karena tanaman Indigofera sp. sebagai pakan hijauan memiliki sifat bulky dan mudah rusak sehingga dibutuhkan teknologi pengolahan pakan agar lebih efisien dan tahan lama. Salah satu teknik pengolahan pakan hijauan adalah dibentuk pelet.

(14)

2 melalui proses mekanik. Ransum bentuk pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan ternak, mengurangi jumlah pakan yang terbuang, membuat pakan lebih homogen, dapat memusnahkan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, memperpanjang penyimpanan, mempermudah pengangkutan dan menjamin keseimbangan zat nutrisi pakan yang terkandung dalam komposisi pakan.

Proses penyimpanan terjadi saat bahan makanan dipanen hingga dalam bentuk ransum yang siap dipasarkan dan akan diberikan pada ternak. Proses penyimpanan diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan ransum yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari ransum yang disimpan. Kualitas ransum yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu. Penyimpanan pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang keliru akan menyebabkan tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat menurunkan kualitas ransum. Kerusakan selama penyimpanan meliputi kerusakan fisik, biologi, dan kimia.

Data mengenai sifat dan kualitas fisik pelet berbahan baku hijauan masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh ukuran diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik hijauan.

Tujuan

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Indigofera sp.

Tanaman Indigofera adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga fabaceae (Schrire, 2005). Di Indonesia Indigofera banyak dikenal mirip dengan tarum, nila, atau indigo (Indigofera, suku polong-polongan atau Fabaceae) yang merupakan tumbuhan penghasil warna biru alami yang digunakan sebagai zat pewarna pakaian terutama dilakukan dalam pembuatan batik atau tenun ikat tradisional dari Nusantara. Bangsa Indigofera yang besar tersebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika di Asia, Afrika dan Amerika, sebagian besar jenisnya tumbuh di Afrika dan Himalaya bagian selatan. Kira-kira 40 jenis asli Asia Tengara, dan banyak jenis lainnya telah diintroduksikan ke wilayah ini. Banyak jenisnya yang telah dibudidayakan di seluruh wilayah tropika. Klasifikasi botani Indigofera sp. adalah :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae Bangsa : Indigofereae Genus : Indigofera

(16)

4

Indigofera memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap tanaman pakan. Beberapa spesies di Afrika dan Asia telah dilaporkan dapat digunakan sebagai hijauan (I. hirsuta, I. pilosa, I. schimperi Syn, I. oblongifolia, I. spicata, I. subulata Syn, dan I. trita). Spesies lain seperti I. arrecta Hochst.ex A.Rich., I. articulata Gouan, I. suffruticosa Mill. Dan I. tinctoria L., juga digunakan sebagai bahan pewarna, pakan ternak, pelindung tanah, tanaman penutup humus, kontrol erosi dan tanaman hias (Schrire, 2005). Beberapa spesies digunakan untuk pengobatan (antipiretik, pencahar, diuretik, tonik, dan berguna pada serangan ular, lebah dan serangga menggigit lainnya), walaupun kemungkinan menyebabkan toksik pada hewan peliharaan dan sapi (Tokarnia et al., 2000).

Ciri-ciri Indigofera adalah daunnya berseling, biasanya bersirip ganjil, kadang-kadang beranak daun tiga atau tunggal. Bunganya tersusun dalam suatu tandan di ketiak daun, daun kelopaknya berbentuk genta bergerigi lima, daun mahkotanya berbentuk kupu-kupu. Secara umum tipe buahnya polong, berbentuk pita (pada beberapa jenis hampir bulat), lurus atau bengkok, berisi 1-20 biji yang kebanyakan bulat sampai jorong. Semainya dengan perkecambahan epigeal, keping bijinya tebal, cepat rontok, dan memiliki akar tunggang.

Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Skerman, 1982). Sekitar 50% jenis Indigofera sp. yang ada beracun dan hanya 30% yang palatable

untuk ternak (Strickland et al., 1987), namun jenis yang palatable memiliki potensi yang besar sebagai hijauan pakan. Menurut Hassen et al., (2008) produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun 5 ton/ha/tahun.

Proses Pembuatan Pelet

(17)

5 memungkinkan penambahan imbuhan pakan secara lebih merata. Pelet juga dapat meningkatkan level asupan pakan dan mengurangi jumlah pakan yang terbuang sia-sia.

Proses pembuatan pelet merupakan proses mekanis yang menggunakan kombinasi moisture/uap air, panas dan tekanan. McElhiney (1994) menyatakan bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta kualitas fisik pelet adalah karakteristik dan ukuran partikel bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet antara lain pati, serat dan lemak (Balagopalan et al., 1988). Pati bila dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang berfungsi sebagai perekat sehingga mempengaruhi kekuatan pelet. Serat berfungsi sebagai kerangka pelet dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pelet dalam mesin pelet sehingga mempermudah pembentukan pelet.

Kestabilan pelet juga dipengaruhi oleh kandungan kadar air bahan baku, ukuran partikel dan suhu sebelum pengolahan, selain itu untuk menghasilkan pelet yang berkualitas baik dengan biaya operasional yang rendah perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya ukuran ketebalan die (cetakan), diameter die, kecepatan putaran die dan ukuran pemberian ransum (Balagopalan et al., 1988). Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Menurut Pfost (1976), proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling).

(18)

6 alami pada proses pembuatan pelet. Pencetakan merupakan tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder. Suhu bahan sebelum masuk ke dalam mesin pencetak sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%.

Proses pembuatan pelet merupakan proses penekanan dan pemampatan bahan-bahan melalui die dalam sebuah proses mekanik yang melibatkan panas, tekanan dan kadar air (McElhiney, 1994). Pembuatan pelet dapat berjalan dengan baik apabila terjadi pergerakan yang seimbang antara roller dan die. Die adalah alat pencetak pelet, terpasang pada ruang pelleter yang berbentuk saringan melingkar dan berdiri vertikal. Die dilengkapi dengan dua buah roller yang terpasang sejajar horizontal di bagian tengah. Perputaran die dengan roller dengan bahan pakan yang berada di tengahnya akan menekan keluar bahan pakan melewati lubang-lubang di sekeliling die sehingga pakan tercetak dalam bentuk pelet. Untuk menyeragamkan ukuran partikel pelet hasil pencetakan oleh die maka di bagian luar die terdapat pisau pemotong yang kedalamannya dapat diatur untuk menentukan panjang pendeknya ukuran partikel pelet yang diinginkan.

Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan. Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan suhu pelet dengan menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan

Sifat Fisik Bahan Baku Pakan

(19)

7

Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa yang sangat menentukan mutu bahan sehingga kandungan air dalam bahan turut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno et al.,1980). Kelebihan maupun kekurangan kadar air dalam bahan dapat mempengaruhi kualitas. Kelebihan air dalam bahan dapat menimbulkan pertumbuhan jamur dan mikroba lain sehingga bahan tidak tahan lama sedangkan kekurangan kadar air dapat mempengaruhi kualitas fisik bahan, kandungan nutrisi serta daya cerna.

Menurut Khalil (1999b), kandungan air suatu bahan pakan tidak konstan karena dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu lingkungan dan kelembaban udara sekitarnya (Rh). Syarief dan Halid (1994) menyebutkan bahwa kadar air adalah banyaknya kandungan air dalam bahan berdasarkan berat kering yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu dan kelembaban lingkungan. Kadar air yang tinggi dalam bahan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan cendawan jenis aspergillus,

rizhopus atau penicilium sehingga bahan tidak tahan lama dan mudah rusak (Makfoeld, 1982).

Aktivitas Air

Aktivitas air (Aw) bahan pakan merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1994). Berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik misalnya bakteri tumbuh pada aktivitas air 0,9, khamir pada aktivitas air 0,8-0,9 dan kapang pada aktivitas air 0,6-0,7 (Winarno, 1997). Menurut Rahayu et al. (1994) kapang cenderung aktif pada keadaan relatif kurang air sedangkan bakteri pada keadaan kandungan air yang tinggi.

(20)

8 dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air tinggi (Syarief dan Halid, 1994).

Berat Jenis

Berat jenis juga disebut berat spesifik, merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu suatu benda di dalam fluida, baik sebagian ataupun seluruhnya akan memperoleh gaya Archimedes sebesar fluida yang dipindahkan dan arahnya ke atas (Khalil, 1999a). Berat jenis memegang peranan penting dalam proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran bahan (Khalil, 1999a).

Berat jenis merupakan faktor penentu kerapatan tumpukan dan berpengaruh besar terhadap daya ambang (Khalil, 1999a). Penelitian yang dilakukan oleh Gauthama (1998) menunjukkan bahwa berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan sudah terisi oleh aquades dalam pengukuran berat jenis.

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati bahan. Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur, elevator dan silo (Khalil, 1999a). Satuan kerapatan tumpukan adalah kg/m3. Sifat fisik pakan penting diketahui dalam desain peralatan produksi misalnya dalam menentukan kapasitas bin. Beberapa faktor lain yang penting yaitu sudut tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (McElhiney, 1994).

(21)

9 laju alir pakan semakin meningkat. Nilai kerapatan tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam bahan (Fasina dan Sonkhansanj, 1993), sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan bahan tersebut. Pembuatan pelet akan meningkatkan nilai kerapatan tumpukannya sehingga membutuhkan wadah bervolume yang lebih sedikit.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan, misalnya penggoyangan (Khalil, 1999a).

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Gauthama (1998) menyatakan kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel bahan pakan, pakan bentuk normal akan memiliki kerapatan pemadatan paling tinggi daripada pakan yang berbentuk tepung. Kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel, pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan. Pemadatan pakan berukuran partikel kecil akan mengurangi ruang antar partikel dan menyebabkan bobot bahan tiap satuan volume meningkat.

Kerapatan pemadatan tumpukan hampir sama dengan kerapatan tumpukan, menurut Khalil (1999a) kerapatan tumpukan dilakukan dengan menuang bahan ke dalam wadah bervolume tertentu secara perlahan, sedangkan kerapatan pemadatan tumpukan dilakukan penggoyangan dahulu agar bahan menjadi mampat dan volume yang ditempatinya menjadi konstan.

Sudut Tumpukan

(22)

10 Biji-bijian hasil pertanian umumnya mempunyai sudut tumpukan 30º. Besar sudut tumpukan bervariasi tergantung pada ukuran, bentuk, dan kadar air biji-bijian hasil pertanian. Bahan dengan sudut tumpukan kurang dari 30º merupakan bahan yang sangat bebas bergerak (McEllhiney, 1994). Pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol sedangkan ransum dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20º - 50º (Khalil, 1999b).

Wirakartakusumah (1992) menyatakan kaitan antara nilai sudut tumpukan suatu bahan dengan kohesivitas bahan itu sendiri. Bahan dengan kohesivitas atau daya tarik-menarik yang tinggi adalah bahan yang kurang bebas bergerak dan memiliki sudut tumpukan yang besar. Bahan dengan sifat mengalir yang baik akan mempersingkat waktu penanganan bahan dalam pabrik pakan. Kegunaan pengukuran sudut tumpukan adalah untuk mempermudah desain alat processing, tempat penyimpanan dan sistem pengangkutan.

Tabel 1. Klasifikasi Aliran Bahan Baku Berdasarkan Sudut Tumpukan

Sudut Tumpukan Sifat Aliran Sumber : Fasina dan Sokhansanj (1993)

Pellet Durability Index

(23)

11

Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan berbagai hal, antara lain serangan hama seperti mikroorganisme, serangga, tikus, dan kerusakan fisiologis (Damayanthi dan Mudjajanto, 1995). Tujuan penyimpanan adalah untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan ransum adalah tipe atau jenis ransum, periode atau lama penyimpanan, metode penyimpanan, suhu ransum pada saat diterima, kandungan air ransum saat disimpan, kelembaban udara, dan kandungan benda-benda asing (Williams, 1991). Menurut Syarief dan Halid (1994) selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu yang dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan-perubahan biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban) serta perubahan-perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan, ketengikan), sedangkan penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga, dan tikus).

Pengemasan

(24)

12 Pelet yang disimpan perlu dikemas atau dibungkus agar tidak mudah rusak atau tidak mudah dicemari mikroorganisme, serangga maupun tikus. Menurut Hasjmy (1991), kerusakan bahan makanan terjadi pada bahan yang disimpan dalam keadaan terbuka sehingga hubungan antara bahan makanan dengan udara sekelilingnya sangat terbatas. Menurut Buckle et al. (1985), kemasan mempunyai beberapa fungsi antara lain mempertahankan komoditi agar tetap bersih, memberikan perlindungan komoditi terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, efisien dan ekonomis, mudah dan sebagai daya tarik.

Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988).

Karung plastik telah banyak digunakan untuk menggantikan karung goni, meskipun masih terdapat banyak kekurangan misalnya karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur ke bawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene. Polyethylene (PE) terbuat dari ethylene polimer dan terdiri dari tiga macam yaitu Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-50 0C), transparan sampai buram, dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988). Karung plastik mulai pesat dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air, lembam, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin.

Suhu dan Kelembaban

(25)

13 paling baik pada 25 0C sampai 40 0C dan suhu minimum adalah 10 0C, Psikrofil, merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu 0 0C atau lebih rendah tetapi suhu optimalnya 20-30 0C, Thermofil, merupakan mikroorganisme yang tumbuh dengan baik pada suhu antara 45-60 0C. Suhu kira-kira di bawah 5 0C dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme pathogen (Frazier dan Westhoff, 1979).

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif seharusnya makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Sebaliknya jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, sehingga nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier dan Westhoff, 1979).

Kerusakan Mikrobiologis dan Biologi dalam Penyimpanan

Penurunan mutu bahan pangan dan hasil pertanian lainnya meliputi penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan rasa dan bau, adanya pembusukan, modifikasi komposisi kimia dan penurunan daya tahan benih. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada saat pengeringan dan adanya reaksi-reaksi kimia serta aktivitas enzim dapat juga menyebabkan perubahan warna (Syarief dan Halid, 1994 dan Winarno, 2006).

(26)

14

MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Materi

Alat dan Bahan

Bahan penelitian yang digunakan berasal dari daun dan tangkai daun tanaman leguminosa Indigofera sp. yang ditanam di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemanenan tanaman Indigofera sp. dilakukan pada umur 60 hari dengan cara dipotong 1 meter dari atas permukaan tanah. Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain mesin giling Semi Fixed Hammer Mill yang berkekuatan 5,5 HP, mesin pelet (tipe Wood pelleting dengan kekuatan 15 HP, 380 Volt, dengan kapasitas 500-700 kg/jam), die dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm, timbangan digital (Merk Great Scale), terpal, karung, dan bak penampung. Dalam pengukuran kualitas fisik pelet digunakan timbangan analitik (Merk Scout Pro OHAUS), gelas piala, gelas ukur, pengaduk, corong, jangka sorong, penggaris, alat pengukur sudut tumpukan, sieve shaker dan pellet durability tester. Sementara itu, dalam proses penyimpanan menggunakan kantong plastik dan karung plastik ukuran 2 kg, mesin jahit, palet dan thermohygrometer.

Metode

Proses Pembuatan Pelet

(27)

15 legum Indigofera sp. meliputi berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) dan sudut tumpukan (ST). Selanjutnya setelah proses

pelleting, pelet yang dihasilkan didinginkan di ruang terbuka untuk menurunkan suhu pelet sampai dengan suhu kamar selama ± 30 menit. Pelet yang sudah dingin kemudian diambil sampelnya untuk pengujian sifat fisik meliputi Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST dan Pellet Durability Index (PDI). Alur proses pembuatan pelet secara lengkap digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Proses Pengolahan Indigofera sp. Dalam Bentuk Pelet Hingga Proses Penyimpanan

Perlakuan Penyimpanan

Daun Indigofera sp. yang telah dibentuk menjadi pelet ditimbang sebanyak 2 kg untuk dikemas dalam karung plastik dua lapis, lapisan dalam menggunakan

Daun Leguminosa (Indigofera sp.)

Pengeringan (Drying)

Penggilingan (Grinding)

Proses Pembuatan Pelet (Pelleting)

Pengepakan (Packaging)

Penyimpanan

Uji : Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST, PDI, Aw,

Organoleptik Uji : Kadar Air, BJ, KT,

(28)

16 plastik bening dan lapisan luar menggunakan karung plastik. Pelet yang sudah dikemas kemudian disimpan dalam ruang penyimpanan dan diukur suhu dan kelembaban ruang selama masa penyimpanan. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan sebanyak empat kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00; 12.00; 17.00; dan 21.00 WIB. Selama penyimpanan dilakukan pengamatan sifat fisik pelet pada hari ke-0, 7, 15, 30 dan 60. Sifat fisik yang diamati adalah Kadar Air, BJ, KT, KPT, ST, PDI, organoleptik serta aktivitas air (Aw).

Rancangan Percobaan

Percobaan I

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran die pada mesin pelet terhadap sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. Desain percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu ukuran die 3, 5 dan 8 mm yang diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati adalah Kadar Air, Berat Jenis, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Sudut Tumpukan dan Pellet Durability Index.

Model matematik dari rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ + τi + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i µ = Nilai rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal (Steel dan Torrie, 1993).

Percobaan II

(29)

17 Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Sudut Tumpukan, Pellet Durability Index, Aktivitas Air dan pengamatan penampakan fisik.

Model matematika dari rancangan ini adalah : Yijn =  + i+ βj + (αβ)ij + ijn

 : Nilai rataan umum hasil pengamatan i : Pengaruh ukuran die ke-i

βj : Pengaruh lama penyimpanan ke-j

(αβ)ij : Interaksi dari ukuran die dan lama penyimpanan

ijn : Galat

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel

Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi 300 ml air kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat penghilangan ruang udara antar partikel ransum. Berat jenis dihitung dengan rumus :

Berat jenis (kg/m3) = Berat bahan (kg)

(30)

18

Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan sampel sebanyak 100 gram ke dalam gelas ukur kemudian sampel dalam gelas ukur tersebut dilihat ketinggiannya berdasarkan ketinggian yang tertera pada gelas ukur. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus :

Kerapatan tumpukan (kg/m3) = Berat bahan (kg) Volume ruang(m3)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti kerapatan tumpukan tetapi volume sampel dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus :

Kerapatan pemadatan tumpukan (kg/m3) = Berat bahan (kg)

Volume setelah pemadatan (m3)

Sudut Tumpukan (Khalil, 1999b)

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan sampel pada ketinggian tertentu melalui corong yang dipasang pada kaki tiga sampai sampel jatuh pada bidang datar yang beralaskan papan. Satuan sudut tumpukan adalah derajat (0). Besar sudut tumpukan dihitung dengan rumus :

Sudut tumpukan = Cotg (2t/d) Pellet Durability Index (Fairfield, 2003)

Pengukuran durability dilakukan dengan cara memasukkan sampel sebanyak 500 gram ke dalam alat penguji daya gesekan (pellet durability tester) selama 10 menit. Sampel dikeluarkan dan disaring dengan menggunakan sieve nomor 8 untuk dihitung berat pelet yang masih utuh dengan menggunakan timbangan. Pellet Durability Index dihitung dengan menggunakan rumus :

(31)

19

Aktivitas Air

Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air (Aw) adalah Aw meter. Cara kerja alat yaitu Aw meter dikalibrasi dengan memasukkan cairan BaCl2.2H2O,

kemudian ditutup dibiarkan selama 3 jam sampai angka skala pembacaan Aw menjadi 0,9 karena garam BaCl2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%.

kemudian dibuka dan dibersihkan. Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan dan alat ditutup, kemudian tunggu hingga 3 jam. Setelah 3 jam skala Aw dibaca dan dicatat. Perhatikan skala suhu untuk faktor koreksi. Nilai aktivitas air (Aw) dihitung dengan menggunakan rumus:

Aw = pembacaan skala Aw ± (pembacaan skala suhu 20) x 0,002 Ket : - Jika suhu > 20 0C

+ Jika suhu < 20 0C

Pengamatan Penampakan Fisik

(32)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp.

Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan penampakan fisik, pelet daun Indigofera sp. memiliki warna dan bau hampir sama yaitu warna hijau tua dan bau menyerupai daun teh, namun memiliki tekstur yang berbeda pada semua ukuran. Pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur halus dan mengkilap sedangkan pelet ukuran 8 mm memiliki tekstur kasar dan terlihat kurang kompak. Hal ini disebabkan karena saat proses pembuatan pelet bahan lebih mudah masuk ke dalam lubang die dengan ukuran lebih besar dan proses penekanan yang lebih rendah yang menghasilkan pelet yang kurang kompak dibandingkan pada die ukuran lebih kecil. Daun Indigofera sp. pada penelitian ini digiling dengan menggunakan screen yang sama (5 mm), agar dihasilkan ukuran partikel yang relatif sama. Pelet daun

Indigofera sp. hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pelet Daun Indigofera sp. Ukuran Die 3, 5 dan 8 mm

Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Sebelum dan Sesudah Dibentuk Pelet

(33)

21 Tabel 2. Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet

Peubah Tepung Ukuran Pelet (mm) Rataan

Pelet

Keterangan : BJ = Berat Jenis, KT = Kerapatan Tumpukan, KPT = Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ST = Sudut Tumpukan, PDI = Pellet Durability Index.

*

Hasil pengamatan dari Laboratorium Nutrisi Ternak Perah

Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan nilai berbeda berdasarkan uji Kontras Ortogonal pada taraf 1%

Daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki nilai rataan kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan berturut-turut 290,33 kg/m3 dan 324,46 kg/m3. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa tepung hijauan mempunyai kerapatan tumpukan 120-380 kg/m3. Daun Indigofera sp. yang telah dibentuk menjadi pelet mengalami peningkatan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Nilai kerapatan tumpukan pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm berturut-turut adalah 620,71 kg/m3, 625,41 kg/m3, dan 567,97 kg/m3, sedangkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm berturut-turut adalah 659,50 kg/m3, 645,61 kg/m3, dan 577,03 kg/m3. Perbedaan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pada daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet disebabkan karena daun Indigofera sp. bentuk tepung sudah mengalami pemadatan saat proses pembuatan pelet sehingga memiliki nilai kerapatan yang tinggi. Bahan yang mempunyai kerapatan rendah (<450 kg/m3) membutuhkan waktu mengalir dengan arah vertikal lebih lama dan sebaliknya dengan bahan yang mempunyai kerapatan yang lebih besar (>500 kg/m3) termasuk kategori bahan yang mengalir cepat (Khalil, 1999a). Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet daun Indigofera sp. yang lebih besar menunjukkan bahwa daun Indigofera sp. bentuk pelet memerlukan ruang atau volume yang lebih kecil per satuan berat tertentu dibandingkan dengan daun

(34)

22 Nilai sudut tumpukan yang dihasilkan daun Indigofera sp. bentuk tepung lebih besar (35,660) dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk pelet (Tabel 2). Sudut tumpukan pelet daun Indigofera sp. ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing adalah 18,140, 21,280, 24,130. Hal tersebut disebabkan daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki ukuran partikel yang halus sehingga saat dicurahkan pada bidang miring atau ketinggian tertentu membutuhkan sudut yang lebih besar yang mengindikasikan bahwa bahan tersebut memiliki daya alir yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk pelet. Daun Indigofera sp. bentuk pelet akan lebih efisien dalam hal penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan karena telah mengalami pemadatan sehingga dapat menghemat ruang untuk menampung pelet per satuan berat tertentu. Tepung hijauan mempunyai sudut tumpukan berkisar 33-520, sedangkan pembuatan pakan dalam bentuk pelet dapat menurunkan sudut tumpukan hingga 240 (Gauthama, 1998).

Sifat Fisik dan Kualitas Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran

Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan yang mencakup aspek yang luas sehingga pengetahuan tentang sifat fisik bahan penting diketahui karena terkait dengan kemudahan dalam penanganan, pengolahan, dan penyimpanan. Sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. yang diukur dalam penelitian ini meliputi berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST), dan Pellet Durability Index (PDI). Hasil sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. diuraikan sebagai berikut :

Berat Jenis

(35)

23

Kerapatan Tumpukan dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Hasil uji statistik pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa perbedaan ukuran die berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan tumpukan (KT) dan kerapatan pemadatan tumpukan (KPT). Hasil uji Kontras Ortogonal menunjukkan bahwa pelet daun Indigofera sp. ukuran 3 mm memiliki nilai KT dan KPT yang sama dengan pelet daun Indigofera sp. ukuran 5 mm namun nilai keduanya lebih tinggi dibandingkan (P<0,01) dengan pelet daun Indigofera sp. ukuran 8 mm. Hal tersebut disebabkan pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur yang lebih kompak dibandingkan dengan ukuran 8 mm sehingga memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi. Pelet ukuran 8 mm memiliki tekstur yang kurang kompak karena saat pemadatan pelet pada proses pembuatan pelet tekanan yang diterima lebih rendah sehingga menghasilkan pelet dengan kerapatan yang rendah. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa kerapatan tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran pelet yang dihasilkan. Selain itu kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air pelet, terjadi penurunan kadar air setelah dibentuk pelet (Tabel 2). Pelet daun Indigofera sp. ukuran 3 dan 5 mm memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 8 mm. Semakin tinggi kadar air pelet maka semakin rendah nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet pada penelitian ini.

Sudut Tumpukan

(36)

24 Pellet Durability Index

Pellet Durability Index (PDI) merupakan salah satu karakteristik untuk menilai kualitas fisik pelet. Pelet yang baik adalah pelet yang kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Hasil statistik menunjukkan bahwa perbedaan ukuran die berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai durability. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara pelet ukuran 3 mm dengan pelet ukuran 5 dan 8 mm terhadap nilai PDI dan pelet ukuran 5 mm berbeda sangat nyata dengan pelet ukuran 8 mm terhadap nilai PDI. Nilai PDI yang dihasilkan pada pelet dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing adalah 97,91%, 96,09% dan 90,86% (Tabel 2). Nilai PDI pada semua ukuran berada pada kisaran di atas standar spesifikasi durability minimum 80% (Dozier, 2001) sehingga pelet yang dihasilkan dalam penelitian ini tergolong kokoh dan tidak mudah rapuh. Kadar air daun Indigofera sp. bentuk tepung mengalami penurunan setelah dibentuk menjadi pelet (Tabel 2). Kadar air pelet ukuran 3, 5, dan 8 mm masing-masing adalah 8,49%, 6,37% dan 12,23%. Kadar air daun Indigofera sp. bentuk tepung menurun karena pada saat proses pembuatan pelet daun Indigofera sp. menerima panas dari mesin pelet yang dapat menurunkan kadar air daun Indigofera sp. setelah dibentuk pelet.

Sifat Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Selama Masa Simpan

Suhu dan kelembaban berpengaruh sangat penting terhadap penyimpanan. Imdad dan Nawangsih (1999) menyebutkan lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25-300 C. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara 18-240 C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik, serta bebas dari serangan serangga dan tikus.

(37)

25 penyimpanan dapat mempengaruhi sifat fisik pelet Indigofera sp. karena dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan serta Nilai Aktivitas Air Pelet Selama Masa Simpan

Hari ke- Suhu (0C) Kelembaban (%) Nilai Aktivitas air (Aw) Pelet

3 mm 5 mm 8 mm

0 27,43 75,50 0,58 0,67 0,79

7 27,38 77,79 0,65 0,73 0,82

15 27,52 74,28 0,80 0,76 0,86

30 27,24 75,38 0,77 0,79 0,81

60 27,33 75,31 0,78 0,79 0,79

Rataan 27,38 75,65 0,72 0,75 0,81

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri peternakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan produksi hal ini untuk menunjang ketersediaan pakan dengan kualitas baik untuk diberikan kepada ternak. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah kemasan plastik dan karung plastik. Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan untuk memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar.

(38)

26 Gambar 4. Gambar Kemasan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Masa Simpan

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet

Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan seperti dalam proses pengeluaran bahan dari silo untuk dicampur atau digiling (pada ransum bentuk mash) dan proses pengemasan (pada ransum pentuk pelet). Gambar 5 menunjukkan interaksi waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap berat jenis pelet. Rataan nilai BJ pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm selama masa simpan berturut-turut adalah 1337,48 kg/m3, 1335,90 kg/m3, dan 1312,75 kg/m3. Rataan nilai BJ pelet untuk semua ukuran pada hari ke-0, 7, 15, 30, dan 60 berturut-turut adalah 1575,47 kg/m3, 1288,13 kg/m3, 1277,78 kg/m3, 1251,09 kg/m3, dan 1251,09 kg/m3 (Lampiran 5).

(39)

27 Gambar 5. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet

terhadap Berat Jenis Pelet

Penurunan nilai BJ setelah masa simpan menunjukkan terjadi perenggangan antar partikel tepung daun yang dipadatkan. Sifat adesif dari partikel tepung daun diduga mengalami penurunan sehingga massa pelet berkurang untuk setiap satuan pengisian ruangan (volume). Hal ini menunjukkan bahwa pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari memiliki nilai berat jenis yang relatif konstan.

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet

Kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan penting diketahui dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan dan volume alat pengolahan (Syarief dan Irawati, 1993). Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, misalnya pengisian silo, elevator, dan ketelitian penakaran secara otomatis (Khalil, 1999a). Gambar 6 menyajikan interaksi waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap kerapatan tumpukan pelet.

(40)

28 yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 8 mm, hal ini menunjukkan bahwa pelet ukuran 8 mm memerlukan ruang yang lebih banyak untuk menampung atau menyimpan. Rataan nilai kerapatan tumpukan pelet untuk ukuran 3, 5 dan 8 mm selama masa simpan berturut-turut adalah 633,88 kg/m3, 644,48 kg/m3, dan 597,43 kg/m3. Sedangkan rataan umur simpan 0, 7, 15, 30 dan 60 hari untuk semua ukuran pelet berturut-turut adalah 604,69 kg/m3, 615,94 kg/m3, 644,37 kg/m3, 638,28 kg/m3, dan 623,05 kg/m3 (Lampiran 6).

Gambar 6. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet

(41)

29

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet

Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Tingkat pemadatan bahan sangat menentukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo.

Gambar 7. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet

(42)

30 Dalam Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan pemadatan tumpukan meningkat hingga umur simpan 15 hari kemudian menurun pada umur simpan 30 hari dan cenderung konstan sampai umur simpan 60 hari. Peningkatan dan penurunan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh peningkatan kadar air pelet selama masa simpan.

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet

Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada suatu tumpukan bahan. Soesarsono (1988) berpendapat bahwa nilai sudut tumpukan sangat berperan dalam mendesain corong pemasukan (hopper) dan corong pengeluaran, misalnya pada silo atau pada mesin pengolah. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan. Grafik interaksi antara ukuran die dengan umur simpan terhadap sudut tumpukan pelet disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet

(43)

31 Peningkatan nilai ST mengandung arti bahwa dengan semakin lama penyimpanan maka karakteristik pelet tersebut semakin sulit untuk bergerak, mungkin terjadi pelengketan antar partikel pelet. Namun, nilai ST ini masih dibawah 30 derajat yang berarti bahwa pelet Indigofera sp. untuk setiap ukuran (3, 5, dan 8 mm) meskipun sudah disimpan hingga 60 hari masih tergolong baik karena bahan dianggap mudah mengalir karena sudut yang terbentuk berada pada kisaran di bawah 300 (Fasina dan Sokhansanj, 1993). Tingkat kemudahan alir bahan akan berpengaruh terhadap efisiensi sistem pergerakan (conveying system) yang memudahkan dalam perpindahan bahan. Nilai ST pada pelet yang berdiameter 8 mm lebih tinggi dibandingkan dengan pelet yang berukuran 3 dan 5 mm. Sudut tumpukan berbanding terbalik dengan kerapatan tumpukan. Semakin tinggi kerapatan tumpukan maka semakin rendah sudut tumpukan, seperti yang terlihat pada hasil penelitian ini.

Pelet ukuran 3 mm cenderung mengalami peningkatan sudut tumpukan hingga umur simpan 30 hari sedangkan pelet ukuran 5 mm mengalami peningkatan pada umur simpan 7 hari kemudian relatif konstan pada umur simpan 15 hari dan mengalami peningkatan kembali hingga umur simpan 60 hari (Gambar 8). Pelet ukuran 8 mm mengalami peningkatan sudut tumpukan yang sama dengan pelet ukuran 5 mm namun pada umur simpan 15 hari mengalami penurunan sudut tumpukan. Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar air selama masa simpan.

Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index

(44)

32 Gambar 9. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet

terhadap Pellet Durability Index

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P<0,05) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap Pellet Durability Index. Nilai Pellet Durability Index untuk setiap ukuran relatif konstan pada setiap waktu penyimpanan. Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai Pellet Durability Index yang lebih rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm (Lampiran 9). Hal ini disebabkan pelet ukuran 8 mm terlihat kurang kompak sehingga menyebabkan pelet tersebut mudah rapuh. Selain itu, pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya. Selama masa simpan rataan Pellet Durability Index mengalami penurunan namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rataan Pellet Durability Index berada pada kisaran 94,16-94,95% (Lampiran 9) selama masa simpan yang menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di atas nilai minimum yang disarankan oleh Dozier (2001) yaitu 80% sehingga dalam penelitian ini memberikan kecenderungan bahwa pelet dapat disimpan lebih lama. Hal ini berarti pelet Indigofera sp. yang dibuat untuk setiap ukuran dalam penelitian ini masih memiliki daya simpan yang baik meskipun sudah disimpan selama dua bulan.

(45)

33

Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kadar Air Pelet

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan bahan kering bahan tersebut (Syarief dan Halid, 1994). Tabel 4 menyajikan nilai kadar air pelet selama masa simpan.

Tabel 4. Kandungan Kadar Air Pelet Selama Masa Simpan Ukuran

Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) antara ukuran die dengan masa simpan terhadap kadar air. Kadar air pelet selama masa simpan cenderung mangalami peningkatan meskipun terjadi penurunan pada umur simpan 30 hari namun mengalami peningkatan kembali pada umur simpan 60 hari. Rataan kadar air pelet selama masa simpan berkisar antara 7-11%. Pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya, hal ini disebabkan karena ukuran pelet yang lebih besar dan terlihat tidak kompak yang menyebabkan air mudah masuk ke dalam pelet.

(46)

34

Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Aktivitas Air Pelet

Aktivitas air (Aw) bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1994). Aktivitas air merupakan peubah paling penting dalam menentukan ketahanan simpan. Aktivitas air erat kaitannya dengan kelembaban relatif ruang penyimpanan. Tabel 5 memperlihatkan nilai aktivitas air pelet selama masa simpan. Tabel 5. Nilai Aktivitas Air (Aw) Pelet Selama Masa Simpan

Ukuran

Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

(47)

35

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan sudut tumpukan daun Indigofera sp. bentuk tepung berturut-turut adalah 601,61 kg/m3, 290,33 kg/m3, 324,46 kg/m3, dan 35,660, sedangkan dalam bentuk pelet berturut-turut adalah 1587,86 kg/m3, 604,69 kg/m3, 627,38 kg/m3, dan 21,180. Sifat berat jenis, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk tepung, pelet daun Indigofera sp. memerlukan ruang yang setengah kali lebih kecil per satuan berat tertentu sehingga lebih efisien dalam hal pengangkutan dan penyimpanan. Nilai rataan Pellet Durability Index dalam penelitian ini adalah 94,95%, nilai ini menunjukkan pelet daun Indigofera memiliki kualitas yang baik sehingga tidak mudah hancur. Pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pelet Indigofera dapat disimpan dalam waktu dua bulan.

Saran

(48)

36

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Diameter Pelet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pelet Daun Legum Indigofera sp.”.

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir Heri A Sukria, M.Sc.Agr. selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing utama dan Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. selaku pembimbing anggota atas bimbingan, saran dan nasehat yang telah diberikan. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Ir. Indah Wijayanti, STp. selaku dosen pambahas seminar, Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS., Ir. Bernadeth Nenny Polii, SU. dan Ir. Widya Hermana, MSi. selaku dosen penguji ujian akhir sarjana atas saran dan nasehat yang telah diberikan.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Bapak Abdul Aziz Maryanto dan Ibu Isti‟anah yang senantiasa tulus memanjatkan do‟a dan kesabaran, serta kepada Giggs, Titik, Red-1, Zada, Muna, Mina dan kedua keponakan penulis Alvan dan Aflah atas segala perhatian, dukungan dan semangat yang diberikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Anis, Pak Wardi, Pak Atip, Pak Hadi, Ibu Dian, Suharlina, Pebri Handayani, Ana Mawar Iriani, Mustika Setyaningrum, Nurhalimah, Ainol Yakin, Fajar Arif Wisantoro, Musmulyadi, Yunanda Indra Permana, atas semua bantuan selama penelitian. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Nutrisi ‟43, teman-teman A1-103 (Diani Lingga, dan Septi), teman-teman Lambada (Dina, Erika, Norma, dan Saida), dan teman-teman Nabila Anggrek (Mba‟ Eni, Ida, Mba‟ Niku, dan Tante Tilla) atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Penulis berharap semoga pengalaman tersebut bermanfaat untuk kegiatan penulis selanjutnya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2011

(49)

37

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. 2009. Cemaran kapang pada pakan dan pengendaliannya. J. Litbang Pertanian. 28 (1) : 15-21.

AOAC, 1994. Official Method of Analysis of The Association of Official Chemist. Association of Official Analytical Chemist, Arlington.

Buckle, K. A. R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wotton. 1985. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia , Jakarta.

Balagopalan, C., G. Padmaja, S. K. Nanda, & S. N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press, Florida.

Damayanthi, E. & Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II, Jakarta.

Dozier, W. A. 2001. Pellet quality for most economical poultry meat. J. Feed

Hasjmy, A. D. 1991. Pengaruh waktu penyimpanan dan kemasan ransum komersial ayam petelur terhadap kandungan aflatoksin. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Intitut Pertanian Bogor, Bogor.

Hassen, A, Rethman NFG, Van Niekerk, & Tjelele TJ. 2007. Influence of season year and species on chemical composition and in vitro digestibility of five Indigofera accessions. J. Animal Feed Sci. Tech.136:312-322.

Hassen, A, N.F.G. Rethman, W.A. Z. Apostolides, & Van Niekerk. 2008. Forage production and potential nutritive value of 24 shrubby indigofera accsessions under field conditions in South Afrika. Tropical Grassland. 42:96-103.

Henderson, S. M. & R. L. Perry. 1981. Agricultural Process Engineering. Terjemahan: M. Pratomo. Direktorat Pendidikan Tinggi. Dinas P & K, Jakarta.

(50)

38 Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap kualitas fisik ransum lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan 22 (1): 1-11.

Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap kualitas fisik ransum lokal : sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan 22 (1): 33-42.

Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech, Yogyakarta. McElhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Technology IV. American Feed

Industry Association, Inc. Arlington, Virginia.

Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat makanan udang berbentuk pelet. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pfost, H. B. 1976. Feed Manufacturing Technology. American Feed Manufacturing

Association, Inc. Arlington, Virginia.

Schrire, B. D. 2005. Tribe Indigofereae. In : Marquiafa`vela, FS, Ferreirab MDS, Teixeiraa SP. Novel reports of glands in neotropical species of Indigofera L. (Leguminosae, Papilionoideae). J. Flora. 204:189-197.

Skerman PJ. 1982. Tropical Forage Legumes. Food and Agricultural Organization: Rome.

Soesarsono. 1988. Teknologi Penyimpanan Komoditas Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Sofyan, L. A. & L. Abunawan. 1974. Kimia Pangan Ternak. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M.Syah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Strickland RW, LJ. Lambourne, & D. Ratcliff. 1987. A rat bioassay for screening tropical legume forages and seeds for palatability and toxicity. Australian Journal of Experimental Agriculture 27:45-53.

Syarief & Halid. 1994. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarief, R & A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Media Sarana Perkasa, Jakarta.

Thomas, M., D. J. van Zuilichem & A. F. B. van der Poel. 1998. Physical quality of pelleted animal feed 3. contribution of feedstuff component. J. Animal Feed Sci. Tech. 70:59-78.

Tokarnia CH, J. Dobereiner, & PV. Peixoto. 2000. Plantas To` xicas do Brasil. In : Marquiafa`vela, FS, Ferreirab MDS, Teixeiraa SP. Novel reports of glands in neotropical species of Indigofera L. (Leguminosae, Papilionoideae). J. Flora. 204:189-197.

(51)

39 Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Williams, P. C. 1991. Storage of Grains and Seeds. In: Mycotoxin and Animal Foods. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Winarno, F. G. 2006. Hama Gudang dan Teknik Pemberantasannya. M-Brio Press, Bogor.

Winarno, F. G., S. Fardiaz & D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirakartakusumah, M. A. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

(52)

40

Gambar

Gambar 1. Indigofera sp.
Tabel 1. Klasifikasi Aliran Bahan Baku Berdasarkan Sudut Tumpukan
Gambar 2. Skema Proses Pengolahan Indigofera sp. Dalam Bentuk Pelet Hingga
Gambar 3. Pelet Daun Indigofera sp. Ukuran Die 3, 5 dan 8 mm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian untuk menghasilkan pelet tikus yang memiliki kualitas dan sifat fisik pelet dari perbedaan ukuran partikel bahan baku dan produk pelet serta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan beberapa sumber pati terhadap kulitas fisik pelet broiler finisher ditinjau dari kadar air, ukuran

Pada fase produksi kedua telur yang diproduksi memiliki ukuran telur yang lebih besar dan kerabang lebih tipis dibandingkan dengan fase produksi pertama sehingga diduga

Ampas tapioka hasil penggilingan pada ukuran partikel tertentu yang kemudian dilakukan pencucian dengan frekuensi yang berbeda diharapkan akan menghasilkan tepung

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan tepung cangkang telur ayam dengan ukuran partikel yang berbeda terhadap sifat fisik, kimia dan

Interaksi antara level tepung kunyit dan lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap rasa dan tekstur sosis ikan selama penyimpanan dengan menghambat pertumbuhan mikroba

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan beberapa sumber pati terhadap kulitas fisik pelet broiler finisher ditinjau dari kadar air, ukuran

KESIMPULAN Penambahan 30% dan 45% tepung daun cengkeh dalam 1500 gram jagung pecah memberikan hasil yang lebih baik pada kualitas fisik jagung pecah karena dapat menekan kutu dan dapat