• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI

Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP

KUALITAS FISIK PELLET

SKRIPSI

WIDYA ARY HANDOKO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)

i

RINGKASAN

WIDYA ARY HANDOKO. D24080218. 2013. Pengaruh Lama Penyimpanan dan

Kombinasi Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala terhadap Kualitas Fisik Pellet. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Suryahadi, DEA

Pengembangan hijauan berkualitas saat ini sangat diperlukan dikarenakan semakin mahalnya harga konsentrat sebagai sumber protein dan mineral. Dalam upaya meningkatkan efisiensi pemberian pakan dan untuk mengurangi ternak memilih-milih pakan dan membantu dalam penyimpanan pakan, maka kedua legum, yaitu Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala dimodifikasi dengan diolah menjadi pellet. Pakan dalam bentuk pellet merupakan salah satu bentuk pengawetan bahan pakan dalam bentuk yang lebih terjamin tingkat pengadaan dan kontinuitas penyediaannya untuk mempertahankan kualitas pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas fisik pellet dan daya simpan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama yaitu R1 (30% Leucaena leucocephala dan 0% Indigofera zollingeriana), R2 (20% Leucaena leucocephala dan 10% Indigofera zollingeriana), R3 (10% Leucaena leucocephala dan 20% Indigofera zollingeriana), dan R4 (0% Leucaena leucocephala dan 30% Indigofera zollingeriana) yang diulang sebanyak 3 kali dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 minggu. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis of varian (ANOVA), hasil yang signifikan diuji lanjut dengan menggunakan uji kontras orthogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi hijauan yang digunakan sangat nyata (P<0,01) terhadap sudut tumpukan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan PDI. Lama penyimpanan sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, sudut tumpukan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan PDI. Interaksi antara kombinasi hijauan Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala dan lama penyimpanan sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel dan kerapatan tumpukan. Pellet yang mengandung 20% dan 30% Indigofera zollingeriana mempunyai nilai PDI dan ukuran partikel yang paling tinggi, serta pellet yang mengandung 10% Indigofera zollingeriana mempunyai nilai kerapatan dan pemadatan tumpukan yang tertinggi.

Kata kunci : pellet, Indigofera zollingeriana, Leucaena leucocephala, lama penyimpanan

(3)

ii

ABSTRACT

The Effect of Long Storage and Usage of Indigofera zollingeriana and Leucaena leucocephala on Physical Properties of Pellet

W. A. Handoko, L. Herawati, Suryahadi

Pellet was formed by mixtures, compacting and forcing through die openings by any mechanical process. This research was to strudy the effect of using Indigofera zollingeriana and Leucaena leucocephala on pellets related the quality of the physical properties and long storage. The experiment model was a Randomized Completely Design with factorial pattern (4x4) with two factors and three replications. Factor 1 was a combination level i.e. R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucocephala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana, and factor 2 was storage periods i.e. M0 = 0 week, M2 = 2 weeks, M4 = 4 weeks, M6 = 6 weeks. The parameter observerd were: moisture content, water activity, specific gravity, particle size, angle of response, compacted density and pellet durability index (PDI). The data were analyzed by analysis of variance and the significant result then examined by orthogonal contrast test. The result showed that combination Indigofera zollingeriana and Leucaena leucocephala and storage periods were significantly different (P<0.01) affect the angle of response, particle size, compacted density and pellet durability index. Pellet containing 20% and 30% Indigofera zollingeriana have the highest score of PDI and particle size, and pellet containing 10% Indigofera zollingeriana have the highest score of compacted density.

(4)

iii

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI

Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucochepala TERHADAP

KUALITAS FISIK PELLET

WIDYA ARY HANDOKO D24080218

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(5)

iv Judul : Pengaruh Lama Penyimpanan dan Kombinasi Indigofera zollingeriana dan

Leucaena leucocephala terhadap Kualitas Fisik Pellet Nama : Widya Ary Handoko

NRP : D24080218

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Lidy Herawati, MS.) (Dr. Ir. Suryahadi, DEA) NIP. 19620914 1987032 009 NIP. 19561124 1981031 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1989 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Marwoto dan Ibu Tariyah. Penulis mengawali pendidikan di pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Islam Al Hidayah dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjut tingkat pertama di SMP Negeri 85 Jakarta pada tahun 2002 dan selesai di tahun 2005. Penulis

melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 49 Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan mengikuti berbagai kepanitian yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan dalam acara D’Farm Festival di tahun 2009. Penulis juga aktif di UKM Merpati Putih di tahun 2008, dan aktif di kegiatan Onigiri Japan Club sebagai ketua klub di tahun 2010.

Bogor, November 2012

Widya Ary Handoko D24080218

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Lama Penyimpanan dan

Kombinasi Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala terhadap Kualitas Fisik Pellet. Penulis melakukan penelitian di Laboratorium Industri Pakan,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari sampai Maret 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas sifat fisik pellet Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala ditinjau dari kualitas fisik pada penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 minggu serta interaksinya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna untuk kalangan akademis maupun umum.

Bogor, November 2012

(8)

vii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN i ABSTRACT ii RIWAYAT HIDUP v KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Indigofera zollingeriana 3 Leucaena leucocephala 4 Penyimpanan 5 Pellet 5 Sifat Fisik 5 Kadar Air 6 Aktivitas Air 6 Berat Jenis 7 Sudut Tumpukan 7 Ukuran Partikel 8 Kerapatan Tumpukan 8

Kerapatan Pemadatan Tumpukan 9

Pellet Durability Index 9

MATERI DAN METODE 11

Waktu dan Lokasi 11

Materi 11 Metode 12 Rancangan Percobaan 13 Prosedur Pengukuran 14 Kadar Air 14 Aktivitas Air 14 Berat Jenis 14 Sudut Tumpukan 14 Ukuran Partikel 15

(9)

viii

Kerapatan Tumpukan 16

Kerapatan Pemadatan Tumpukan 16

Pellet Durability Index 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan 17 Karakteristik Fisik Pellet Indigofera zollingeriana dan

Leucaena Leucocephala 19 Sifat Fisik 19 Kadar Air 20 Aktivitas Air 21 Berat Jenis 22 Sudut Tumpukan 23 Ukuran Partikel 24 Kerapatan Tumpukan 26

Kerapatan Pemadatan Tumpukan 28

Pellet Durability Index 29

KESIMPULAN DAN SARAN 32

Kesimpulan 32

Saran 32

UCAPAN TERIMA KASIH 33

DAFTAR PUSTAKA 34

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria Mikroorganisme Berdasarkan Nilai Aktivitas Air 7

2. Formulasi Ransum 11

3. Kandungan Nutrien Ransum dalam As Fed 12 4. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan 15 5. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Penyimpanan 17 6. Rataan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang, Sore dan

Malam Selama Penyimpanan 18

7. Rataan Kadar Air Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Peyimpanan yang Berbeda 20 8. Rataan Aktivitas Air Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf

Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda 21 9. Rataan Berat Jenis Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda 22 10. Rataan Nilai Sudut Tumpukan Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda 24 11. Rataan Nilai Ukuran Partikel Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda 24 12. Rataan Kerapatan Tumpukan Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda 26 13. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pellet pada Berbagai

Kombinasi Taraf Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda 29 14. Rataan Nilai Pellet Durability Index pada Berbagai Taraf Kombinasi

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Indigofera zollingeriana 3

2. Leucaena leucocephala 4

3. Pellet Daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala

dengan Berbagai Kombinasi Taraf, R1, R2, R3, dan R4 19 4. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi

Hijauan terhadap Aktivitas Air Pellet 22 5. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi

Hijauan terhadap Ukuran Partikel Pellet 25 6. Grafik Hubungan Linear antara Kadar Air dengan Ukuran Partikel 26 7. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi

Hijauan terhadap Kerapatan Tumpukan Pellet 27 8. Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan 28

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Kadar Air 38

2. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Aktivitas Air 38 3. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Berat Jenis 38 4. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Sudut Tumpukan 39 5. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Ukuran Partikel 39 6. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Kerapatan Tumpukan 39 7. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

Penyimpanan terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan 40 8. Sidik Ragam (ANOVA) Pengaruh Hijauan dan Lama

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri peternakan dalam negeri saat ini menuntut adanya pakan yang berkualitas baik, tersedia setiap saat dengan harga yang layak serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau (Van DDT et al., 2005). Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi dan produksi biomassa tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada saat musim kemarau. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah melalui pengolahan bentuk dan penyimpanan dengan tujuan agar hijauan makanan ternak memiliki kualitas yang baik, dapat diproduksi dalam jumlah besar, lebih efisien dalam transportasi, dan tersedia sepanjang tahun.

Proses penyimpanan dalam industri pakan juga sangat diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Proses penyimpanan terjadi dari saat bahan makanan dipanen hingga dalam bentuk olahan yang siap dipasarkan dan akan diberikan pada ternak.

Lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari pakan yang disimpan. Kualitas pakan yang disimpan akan menurun jika melebihi batas waktu tertentu. Sifat fisik merupakan sifat dasar, sehingga dengan mengetahui sifat fisik dari pakan maka dapat mengetahui batas maksimal penyimpanan pada peternakan, sehingga pakan yang berada ditangan peternak masih memiliki kualitas nutrisi yang baik.

Karakter sifat fisik ini diperlukan terutama dalam pengembangan pakan komplit komersial yang membutuhkan karakter fisik tertentu untuk menghasilkan tekstur pellet yang baik. Untuk bahan pakan lokal, informasi karakter fisik masih sangat terbatas sementara kecenderungan menggunakan pakan komplit diperkirakan akan semakin kuat diwaktu yang akan datang.

Pengembangan hijauan berkualitas saat ini sangat diperlukan dikarenakan semakin mahalnya harga konsentrat sebagai sumber protein dan mineral. Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala sebagai salah satu jenis legum yang tinggi

(14)

2 kandungan protein kasar lebih dari 20% dan mineralnya yg dibutuhkan oleh ternak diharapkan dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak.

Dalam upaya meningkatkan efisiensi pemberian pakan pada ternak dan supaya ternak mengurangi memilih-milih pakan serta membantu dalam penyimpanan pakan, maka kedua legum tersebut dimodifikasi dengan diolah menjadi pellet. Pakan dalam bentuk pellet merupakan salah satu bentuk pengawetan bahan pakan dalam bentuk yang lebih terjamin tingkat pengadaan dan kontinuitas penyediaannya untuk mempertahankan kualitas pakan (Mathius et al., 2006).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas fisik pellet Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala ditinjau dari kualitas fisik pada penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 minggu serta interaksinya.

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Indigofera zollingeriana

Tanaman Indigofera zollingeriana adalah jenis leguminosa yang selama ini belum dieksploitasi potensinya sebagai hijauan pakan ternak. Menurut Hassen et al. (2008) produksi Indigofera zollingeriana adalah sebesar 2.728 kg/ha. Indigofera zollingeriana memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Masih dalam Hassen et al. (2008) kandungan protein kasar Indigofera zollingeriana adalah sebesar 24,3%.

Taksonomi tanaman Indigofera zollingeriana, sebagai berikut: divisi : Spermatophyta

sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae bangsa : Rosales suku : Leguminosae marga : Indigofera

jenis : Indigofera zollingeriana

Indigofera zollingeriana mempunyai potensi untuk digunakan sebagai tanaman pakan sekaligus sebagai tanaman pelindung karena mampu memperbaiki kondisi tanah penggembalaan (Gambar 1).

Gambar 1. Indigofera zollingeriana

Sumber : flickr.com

Tanaman ini dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera zollingeriana sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%. Tanaman ini sangat baik sebagai sumber hijauan

(16)

ba en be nu gu un tin 2) te di (S tin cu ke pe m co m aik sebagai nergi. Keun erkisar anta utrisi). Lamto una. Lamto ntuk tanam nggi hingga ). Tanaman epung, silas ikarenakan Soeseno, 19 nggi (21%) ukup tinggi Menu elinci diban ertumbuhan mengandung okelat) pada mimosin dau i pakan da nggulan lai ara 0,6-1,4 p oro ( Leuca oro umumny man komersi a 20 m, berd n lamtoro d se dan pel daum lam 992). Menur , kandungan dan juga m urut Onwud nding daun n bobot bad mimosin y a kelinci. W un lamtoro a asar maupun in tanaman ppm (jauh d Leuc aena leucoc ya ditanam ial. Ciri-cir daun majem dapat diber llet. Hijaua mtoro kaya rut Mtenga n NDF sebe memiliki anti Gambar 2. Sumb dike (1995) gamal. Na dan, konsu yang menye Wood et al. ( akibat pema n sebagai n ini adalah di bawah ta caena leuco cephala) m m sebagai ta ri dari tanam muk menyir rikan pada an lamtoro a akan pro (1994) lam esar 4,28% inutrisi sepe Leucaena l er : devianart. ), pellet ber amun pemb umsi pakan ebabkan ke (2003) meny anasan pada pakan supl h kandunga araf yang da ocephala erupakan ta anaman pag man Lamto rip rangkap, ternak ber sangat ba otein, karot mtoro memil sedangkan erti mimosin leucocephal .com rbasis daun erian daun , dan efisi erontokan d yatakan bah a suhu 60 º lemen sum an taninnya apat menim anaman leg gar dan tan oro antara , sirip 3-10 rupa hijauan aik sebaga ten, vitami liki kandung kandungan n dan tanin. la n lamtoro le lamtoro da ensi pakan dan reddish hwa terjadi p ºC dan 145 mber protein a sangat re mbulkan sifa gum pohon naman pelin lain mempu pasang (Ga n segar, ke i pakan te in, dan mi gan protein n asam amin . ebih disukai apat mengu n. Daun lam ( urin berw penurunan k ºC yaitu se 4 n dan endah at anti serba ndung unyai ambar ering, ernak, ineral yang nonya i oleh urangi mtoro warna kadar ebesar

(17)

5 43%. Selain itu, terjadi inaktivasi mimosin akibat proses pelleting. Tidore (2010) melaporkan bahwa konsumsi kelinci betina yang diberi 10% lamtoro dalam ransum komplit nyata lebih rendah dibandingkan konsumsi kelinci yang diberi ransum mengandung 10% daun ubi jalar.

Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penyimpanan yang selalu berkaitan dengan waktu (Thahir et al., 1988). Menurut Winarno dan Laksmi (1974) proses penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menahan atau menunda suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubah bentuk barang tersebut.

Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25 – 30 ºC. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974) dalam Yuliastanti (2001), syarat umum untuk ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara 18 – 24 ºC,bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangan serangga dan tikus yang dapat merusak.

Pellet

Ransum bentuk pellet merupakan ransum yang terdiri dari bahan-bahan baku yang diolah melalui proses mekanik, yaitu dipadatkan dan ditekan oleh roller dan die, sehingga membentuk silinder atau batangan kecil. Dozier (2001) menyatakan bahwa ransum dalam bentuk pellet dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam pakan, mempermudah penanganan sehingga menurunkan biaya produksi dan mengurangi penyusutan. Pengolahan hijauan menjadi pellet dapat meningkatkan konsumsi pakan karena pellet merupakan pakan yang telah mengalami proses pemotongan dan penggilingan sehingga ukuran partikel berkurang. Pakan dalam bentuk pellet menyediakan komposisi nutrien yang lebih lengkap bagi ternak karena diformulasi dari campuran beberapa bahan pakan. Proses pemanasan memicu timbulnya gelatinisasi pati yang membantu pengikatan partikel dalam pembentukan pellet, hal ini dapat meningkatkan kecernaan pati (Cheeke, 2005).

(18)

6

Sifat Fisik

Pemahaman tentang sifat bahan serta perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu pakan, selain itu pengetahuan tentang sifat fisik dapat digunakan untuk menentukan nilai efisiensi suatu proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan (Wirakartakusumah et al, 1992). Beberapa sifat fisik yang diukur terdiri dari kadar air, aktivitas air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, dan Pellet Durability Index.

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total bahan, sedangkan kadar air berdasarkan bahan kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan bahan kering tersebut (Syarif dan Halid, 1993). Kadar air dalam bahan makanan dapat menentukan acceptability dan daya tahan bahan. Air dalam bahan pangan maupun pakan terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: 1) air bebas yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan, 2) air tidak terikat secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistem kapiler air absorpsi karena tenaga penyerapan, 3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam sistem disperse (Winarno et al., 1980) .

Kandungan air bahan senantiasa berubah yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan kelembaban (Suadnyana, 1998). Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi (Winarno et al., 1980).

Aktivitas Air

Aktivitas air bahan pakan merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid, 1993). Winarno (1997) menyatakan bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik yang disajikan dalam tabel 1.

(19)

7 Bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah 70% atau pada kelembaban relatif dibawah 70% (Winarno, 1997). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas lebih tinggi (Syarif dan Halid, 1993).

Tabel 1. Kriteria Mikroorganisme berdasarkan Nilai Aktivitas Air

Nilai Aktivitas Air Kriteria

0,9 Bakteri

0,9 - 0,8 Khamir

0,7 - 0,6 Kapang

Sumber : Winarno (1997)

Berat Jenis

Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah g/ml. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel, faktor penentu dari kerapatan tumpukan, dan faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis sangat mempengaruhi tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Kling dan Woehlbier, 1993 dalam Khalil, 1999a).

Menurut Suadnyana (1998) bahwa adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel. Khalil (1999a) mengungkapkan bahwa pengecilan ukuran partikel kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan sumber mineral.

Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu

(20)

8 partikel dari suatu tumpukan bahan (Pratomo, 1976). Bentuk kerucut akan menandakan mudah tidaknya bahan mengalir pada bidang masing-masing karena pengaruh gaya gravitasi.

Kegunaan praktis dari sifat sudut tumpukan adalah dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat material handling lainnya. Sifat tersebut juga penting untuk menentukan derajat kemiringan dari suatu gudang penyimpanan bahan untuk keperluan pengosongannya oleh gaya gravitasi.

Khalil (1999b) menyatakan bahwa pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair dengan sudut tumpukan sama dengan nol, sedangkan ransum dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50º. Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-30º, bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 30-38º memiliki laju alir yang mudah mengalir, bahan yang memiliki sudut tumpukan 38-45º laju alirnya medium atau sedang dan bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 45-55º laju alirnya sulit mengalir dengan bebas.

Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukan (Kling dan Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999b).

Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar kehalusan dari pakan atau ransum yang dihasilkan dengan menggunakan Ro Tap Sieve Shaker (Henderson dan Perry, 1981).

Ukuran partikel bahan dalam pakan yang dibutuhkan oleh ternak tergantung pada umur, jenis dan ukuran tubuh ternak. Menurut Ensminger et al. (1990), pengecilan ukuran partikel dilakukan untuk mempermudah konsumsi dan meningkatkan kecernaan pakan, sedangkan pembesaran ukuran partikel dilakukan untuk pakan sapi atau domba di lapang, untuk memperkecil penyusutan bahan, menghindari pemilihan pakan yang lebih disukai oleh ternak dan meningkatkan efisiensi penanganan.

(21)

9

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m3 (Khalil, 1999a). Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, begitu juga dengan berat jenis (Kling and Woehlbier, 1983 dalam Khalil 1999a). Kerapatan tumpukan digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu (Syarief dan Irawati, 1988). Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a).

Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel-partikel bahan (Wirakartakusumah et al., 1992). Nilai kerapatan tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam bahan (Fasina dan Sonkhansanj, 1993) sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan bahan tersebut.

Menurut Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999a) pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (lebih dari 500 kg/m3) akan sulit dicampur dan campurannya akan mudah terpisah kembali. Pakan yang mempunyai kerapatan tumpukan yang rendah (kurang dari 450 kg/m3) waktu jatuh atau mengalir lebih lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetrik maupun gravimetrik.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Densitas berwadah merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan seperti digoncangkan dengan satuan kg/m (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan sangat penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. menyebabkan bobot bahan setiap satuan volume meningkat. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan mempunyai hubungan sangat erat dan sangat berperan terhadap penentuan kapasitas silo dan pencampuran bahan. Kerapatan

(22)

10 pemadatan tumpukan menurun dengan semakin tingginya kandungan air (Suadnyana, 1998).

Pellet Durability Index (PDI)

Pellet yang baik adalah pellet yang memiliki index ketahanan (pellet durability index) yang baik sehingga dalam proses penanganan dan transportasi pellet tidak mengalami kerusakan secara fisik, tetap kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Dozier (2001) menyatakan bahwa standar spesifikasi pellet durability index (PDI) minimum adalah 80%. Daya tahan pellet dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan yaitu lemak, pati, protein, serta serat (Ginting, 2009).

Pellet Durability Index juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel pellet. Makin kecil ukuran pellet maka semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet yang dihasilkan, karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat maka dapat membantu proses perekatan partikel-partikel dalam bahan baku.

(23)

11

MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Materi Alat dan Bahan

Indigofera zollingeriana yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari laboratorium lapang UP3 Jonggol IPB, sedangkan untuk Leucaena leucocephala diperoleh dari Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan baku penyusun pellet lainnya yaitu dedak padi, jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, CGM, CaCO3, DCP, NaCl dan premix. Formulasi ransum disusun menggunakan software Winfeed 2.8. Formulasi ransum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi Ransum

Bahan Pakan Taraf Penggunaan (%)

P1 P2 P3 P4

Daun Indigofera zollingeriana 0 10 20 30

Daun Leucaena leucocephala 30 20 10 0

Dedak padi 20 20 20 20

Jagung 30 30 30 30

Bungkil kedelai 11 11 11 11

Bungkil Kelapa sawit 5 5 5 5

Tepung ikan 1 1 1 1 CGM 1 1 1 1 CaCO3 0,5 0,5 0,5 0,5 DCP 0,5 0,5 0,5 0,5 NaCl 0,5 0,5 0,5 0,5 Premix 0,5 0,5 0,5 0,5 Jumlah (%) 100 100 100 100

(24)

12 Tabel 3. Kandungan Nutrien Ransum dalam As Fed

Zat Makanan R1 R2 R3 R4 Ransum Perlakuan

--- % --- Bahan Kering 89,44 89,79 87,19 89,80 Abu 7,09 6,10 8,41 8,72 Lemak Kasar 4,55 4,66 4,64 5,55 Protein Kasar 14,06 13,08 16,58 15,89 Serat Kasar 6,91 6,58 8,52 8,06

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2012); R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20%

Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

Dalam pengukuran uji kualitas sifat fisik pellet, alat yang digunakan antara lain timbangan digital, gelas ukur 100 ml, pengaduk aquades, bak plastik, corong, mistar, Vibrator Ball Mill, jangka sorong, dan satu set alat pengukur sudut tumpukan. Dalam proses penyimpanan menggunakan media karung plastik, seal, palet dan thermohygrometer.

Metode

Proses Pembuatan Pellet

Daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala yang merupakan hijauan yang masih segar dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama ± 3 hari hingga kadar air bahan mencapai ± 12%. Hijauan tersebut kemudian digiling halus dengan ukuran gilingan 2 mm hingga berbentuk tepung yang kemudian dicampur dengan bahan-bahan konsentrat dan diolah menjadi pakan komplit bentuk pellet.

Perlakuan Penyimpanan

Hijauan yang sudah dibentuk menjadi pellet ditimbang sebanyak 700 g kemudian dikemas dalam karung plastik dan ditumpuk dengan pola bata mati di atas palet dalam ruang penyimpanan dan diukur suhu dan kelembaban ruang selama masa penyimpanan. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan sebanyak empat kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00; 12.00; 17.00; dan 21.00 WIB. Selama penyimpanan dilakukan pengamatan sifat fisik pellet pada minggu ke-0, 2, 4, dan 6. Sifat fisik yang diamati adalah kadar air, aktivitas air (Aw) berat jenis (BJ), sudut

(25)

13 tumpukan (ST), ukuran partikel (UP), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), serta pellet durability index (PDI).

Rancangan Percobaan

Desain percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (4 x 4) dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu R1 (30% Leucaena leucocephala dan 0% Indigofera zollingeriana), R2 (20% Leucaena leucocephala dan 10% Indigofera zollingeriana), R3 (10% Leucaena leucocephala dan 20% Indigofera zollingeriana), dan R4 (0% Leucaena leucocephala dan 30% Indigofera zollingeriana) yang diulang sebanyak 3 kali dan faktor kedua yaitu lama penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 minggu. Peubah yang diamati adalah kadar air, aktivitas air, berat jenis, sudut tumpukan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan Pellet Durability Index.

Model matematika dari rancangan ini adalah :

Y

ijn =

µ

+

α

i +

β

j + (

αβ

)ij +

ε

ijn

i : Level Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala j : Lama penyimpanan

n : Ulangan

Y

ijn : Nilai pengamatan uji fisik pada faktor A taraf ke-i, faktor B pada taraf ke-j dan ulangan ke-n

α

i : Pengaruh kombinasi Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala ke-i

β

j : Pengaruh lama penyimpanan ke-j

(

αβ

)ij : Interaksi dari kombinasi perlakuan dan lama penyimpanan

ε

ijn : Galat

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1991).

(26)

14 × 100%

Prosedur Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1994)

Sampel yang akan diuji kadar air ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan kemudian dimasukkan dalam oven 105 ºC selama 24 jam. Perhitungan kadar air dengan menggunakan rumus :

Kadar air (%) = Berat awal – Berat akhirBerat awal

Aktivitas Air (Aw)

Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air (Aw) adalah Aw meter. Cara kerja alat yaitu Aw meter dikalibrasi dengan memasukkan cairan BaCl2.2H2O, kemudian ditutup dibiarkan selama 3 jam sampai angka skala pembacaan Aw menjadi 0,9 karena garam BaCl2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%, kemudian dibuka dan dibersihkan. Sampel sebanyak 10 g dimasukkan dan alat ditutup, kemudian tunggu hingga 3 jam. Setelah 3 jam skala Aw dibaca dan dicatat. Perhatikan skala suhu untuk faktor koreksi. Nilai aktivitas air (Aw) dihitung dengan menggunakan rumus :

Aw = pembacaan skala Aw ± {(pembacaan skala suhu 20) × 0,002} Keterangan : - jika suhu > 20 ºC

+ jika suhu < 20 ºC

Berat Jenis (Khalil, 1999a)

Sampel sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi 300 ml air kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat penghilangan ruang udara antar partikel ransum. Berat jenis dihitung dengan rumus :

Berat jenis (kg/m3) = Perubahan volume aquades (mBerat bahan (kg) 3)

Sudut Tumpukan (Khalil, 1999b)

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan sampel pada ketinggian tertentu melalui corong yang dipasang pada kaki tiga sampai sampel jatuh pada bidang datar yang beralaskan papan. Satuan sudut tumpukan adalah derajat (º). Besar sudut tumpukan dihitung dengan rumus :

Sudut tumpukan = Cotg (2t/d)

(27)

15

Ukuran Partikel (Henderson dan Perry, 1981)

Teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan menggunakan vibrator ball mill nomor mash 4, 8, 16, 30, 50, 100, dan 400. Bahan ditimbang sebanyak 500 g lalu diletakkan pada bagian paling atas ayakan (sieve), lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Nomor perjanjian adalah nomor yang diberikan pada mash yang diurut dari bawah ke atas dengan urutan 1 sampai 7, sedangkan No. mash (German sieve number) terkecil sampai terbesar diurutkan dari atas ke bawah. Kadar kehalusan dapat diukur seperti pada Tabel 4. :

Tabel 4. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan

No Mash Perjanjian No. Bobot pellet yang tertinggal (g) % pellet tiap saringan

4 7 ….. ….. 8 6 ….. ….. 16 5 ….. ….. 30 4 ….. ….. 50 3 ….. ….. 100 2 ….. ….. 400 1 ….. ….. Penampungan 0 ….. ….. Total 500 g 100%

Besarnya bahan yang tertampung dalam tiap mash dirumuskan sebagai berikut:

Kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase bahan pada

setiap mash dengan nomor perjanjian. Perhitungan kadar kehalusan atau derajat kehalusan dirumuskan sebagai berikut :

Ukuran partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut : % bahan = Berat bahan pada mash (g)Total bahan (g)

Kadar Kehalusan (KK) = (% Bahantiap mash100 ×No. Perjanjian

(28)

16 ×100%

Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai berikut:

UP > 1,79 – 13,33 mm : kategori bahan kasar UP > 0,78 – 1,79 mm : kategori bahan sedang UP > 0,10 – 0,78 mm : kategori bahan halus

Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan sampel sebanyak 100 g ke dalam gelas ukur kemudian sampel dalam gelas ukur tersebut dilihat ketinggiannya berdasarkan ketinggian yang tertera pada gelas ukur. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus :

Kerapatan tumpukan (kg/m3) = Berat bahan (kg) Volume ruang (m3)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti kerapatan tumpukan tetapi volume sampel dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus :

Kerapatan pemadatan tumpukan (kg/m3) = Berat bahan (kg)

Volume setelah pemadatan (m3)

Pellet Durability Index (Fairfield, 2003)

Pengukuran durability dilakukan dengan cara memasukkan sampel sebanyak 500 g ke dalam alat penguji daya gesekan (pellet durability tester) selama 10 menit. Sampel dikeluarkan dan disaring dengan menggunakan sieve nomor 8 untuk dihitung berat pellet yang masih utuh dengan menggunakan timbangan. Pellet Durability Index dihitung dengan menggunakan rumus :

PDI (%) = Berat pellet sebelum dimasukkan (g) Berat pellet setelah dikeluarkan (g)

(29)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri peternakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan produksi yang menunjang ketersediaan pakan dengan kualitas baik saat diberikan kepada ternak. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah karung plastik yang sudah umum digunakan dalam industri besar. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar.

Pengamatan dilakukan dari bulan Januari sampai Februari di dalam ruang penyimpanan berukuran 5x4x3 m3 yang bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Bahan disimpan di atas pallet dengan metode tumpukan bata mati. Tumpukan bata mati adalah penyusunan karung-karung dengan posisi lapisan pertama sejajar dengan lapisan kedua, ketiga dan seterusnya sampai lapisan teratas. Pallet digunakan untuk menghindari kontak langsung dengan lantai agar tidak mempercepat proses kerusakan bahan. Rataan suhu dan kelembaban lokasi penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penyimpanan

   M0-M2 M2-M4 M4-M6

Suhu (ºC) 26,38 ± 1,10 26,37 ± 1,50 27,08 ± 1,52 RH (%) 81,94 ± 5,64 79,00 ± 6,61 75,18 ± 5,67

Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang sangat penting dalam penyimpanan pakan terutama akan mempengaruhi sifat fisik bahan dan pertumbuhan serangga. Selain itu, suhu dan kelembaban juga akan mempengaruhi kandungan air suatu bahan sehingga akan memungkinkan pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme perusak. Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25-30ºC dengan kelembaban 70%. Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan suhu ruang penyimpanan masih ideal, namun ruang penyimpanan memiliki kelembaban sangat tinggi. Kelembaban yang

(30)

18 tinggi dapat mempercepat pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme perusak. Kelembaban yang tinggi juga akan menyebabkan terjadinya penyerapan uap air dari udara yang akan mengakibatkan bahan lembab yang berpengaruh terhadap kenaikan kadar air. Rataan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang, Sore, dan Malam dapat dilihat pada Tabel 6.

Perbandingan suhu dan kelembaban (RH) pada pagi, siang, sore, dan malam hari selama penyimpanan mempunyai korelasi yang negatif, bila suhu udara tinggi maka kelembabannya rendah dan bila suhu rendah maka kelembaban tinggi. Rataan suhu pada pagi hari selama penyimpanan yaitu 24,85-25,37ºC. Pada siang hari rataan suhu meningkat menjadi 27,31-28,93ºC, kemudian menurun kembali di sore hari menjadi 26,91-27,53ºC, dan malam hari rataan menjadi 25,91-26,51ºC. Rataan kelembaban pada pagi hari berkisar 80,87%-86,21%, menurun pada siang hari menjadi 69,07%-80,36%, naik kembali di sore hari menjadi 73,73%-79,79% dan malam hari rataan menjadi 77,07%-81,43%.

Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang, Sore dan Malam selama Penyimpanan       M0-M2 M2-M4 M4-M6 Suhu (ºC) Pagi (07.00) 25,29 ± 0,46 24,85 ± 0,48 25,37 ± 0,64 Siang (12.00 27,31 ± 1,05 27,74 ± 1,37 28,93 ± 0,77 Sore (17.00) 26,91 ± 0,78 26,99 ± 1,07 27,53 ± 0,73 Malam (21.00) 26,06 ± 0,74 25,91 ± 1,06 26,51 ± 0,89 RH (%) Pagi (07.00) 86,21 ± 3,26 84,71 ± 4,42 80,87 ± 2,80 Siang (12.00 80,36 ± 6,33 74,93 ± 7,65 69,07 ± 4,43 Sore (17.00) 79,79 ± 4,67 77,00 ± 5,40 73,73 ± 4,11 Malam (21.00) 81,43 ± 5,88 79,36 ± 4,44 77,07 ± 3,21 Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), kisaran suhu dan kelembaban nisbi ruang penyimpanan yang baik untuk kadar air bahan yang aman adalah 25-27ºC dan 70%-75%, ini menunjukkan bahwa ruang penyimpanan selama penelitian tidak aman digunakan untuk penyimpanan, karena memiliki kelembaban yang tinggi yaitu sebesar 75,18%-81,94%. Fluktuasi suhu dan kelembaban lingkungan penyimpanan secara alamiah akan menyebabkan terjadinya perpindahan uap air dari bahan sehingga akan mendorong terjadinya kerusakan fisik pada pakan yang disimpan.

(31)

K di ± m de w pe da di G da te pe Karakteris Pellet ihasilkan pa 2 cm. Be memiliki bau engan kand warna hijau ellet perlaku aun Indigof ilihat pada G Gambar 3. P d Pema apat diguna entang sifat enanganan, stik Fisik P t daun Ind ada penelitia erdasarkan p u yang ham dungan kan yang lebih uan berdasa fera zolling Gambar 3. Pellet Daun dengan berb ahaman tent akan untuk m fisik dapa pengolaha Pellet Indigo digofera zo an ini mem pengamatan mpir menyer ndungan 30 h terlihat ge arkan peng geriana dan n Indigofera agai kombin tang sifat b menilai dan at digunakan an dan pe ofera zolling ollingeriana iliki ukuran n fisik, em rupai bau te 0% Leucae elap diband gamatan fisi n Leucaena a zollingeria nasi taraf, R Sifat Fisi bahan serta n menetapka n untuk me enyimpanan geriana dan a dan Leu n diameter 3 mpat pellet eh, sedangk ena leucoce dingkan per ik memiliki a leucoceph ana dan Le R1, R2, R3, ik a perubahan an mutu pa enentukan n (Wirakar n Leucaena ucaena leuc 3 mm dan m perlakuan kan untuk w ephala (lam rlakuan pel i tekstur ya hala hasil eucaena leu dan R4. n yang terj akan, selain nilai efisien rtakusumah a leucoceph cocephala memiliki pan yang dihas warna pellet mtoro) mem llet lain. Te ang halus. P penelitian ucocephala jadi pada p itu pengeta nsi suatu p et al, 1 19 hala yang njang silkan t (R1) miliki ekstur Pellet dapat pakan ahuan proses 1992).

(32)

20 Beberapa sifat fisik yang diukur terdiri dari kadar air, aktivitas air, berat jenis, sudut tumpukan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan Pellet Durability Index.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) dalam meningkatkan kadar air pellet (Tabel 7). Kombinasi hijauan serta interaksi antara lama penyimpanan dan kombinasi hijauan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air pellet.

Tabel 7. Rataan Kadar Air Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (%)

Perlakuan

Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 12,099 ± 3,200 13,258 ± 0,483 13,505 ± 0,242 13,330 ± 0,522 13,048 ± 0,641 R2 10,928 ± 0,828 12,540 ± 0,593 13,595 ± 0,197 13,717 ± 0,434 12,695 ± 1,291 R3 12,733 ± 2,545 13,093 ± 0,133 13,621 ± 0,084 13,750 ± 0,266 13,299 ± 0,473 R4 11,122 ± 0,069 13,192 ± 0,423 13,825 ± 0,141 13,892 ± 0,245 13,008 ± 1,296 Rataan 11,720 ± 0,847B 13,021 ± 0,327A 13,636 ± 0,135A 13,672 ± 0,240A

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena

leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala +

20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera

zollingeriana

Kadar air akan menentukan daya simpan suatu bahan pakan. Semakin lama penyimpanan akan mengakibatkan kadar air yang semakin meningkat (Yuliastanti, 2001). Perubahan kadar air juga dapat disebabkan pengaruh suhu dan kelembaban selama penyimpanan. Bila kelembaban udara ruang penyimpanan tinggi maka akan terjadi absorpsi uap air dari udara ke pellet yang menyebabkan kadar air pellet meningkat. Pernyataan tersebut didukung oleh Winarno et al., (1980) bahwa kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi.

(33)

21

Aktivitas Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air dan interaksi antara taraf kombinasi hijauan dengan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air. Rataan nilai Aw pellet dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Aktivitas Air Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda

Perlakuan

Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 0,83pP 0,84pP 0,84pP 0,80qQ 0,83 R2 0,83pP 0,83pP 0,84pP 0,79qQ 0,82 R3 0,83pP 0,83pP 0,84pP 0,80qQ 0,83 R4 0,84pP 0,83pP 0,83pP 0,82qP 0,83 Rataan 083A 0,83A 0,84A 0,80B

Keterangan: Superskrip A dan B pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Superskrip P dan Q menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada kolom yang sama Superskrip p dan q menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada baris yang sama

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena

leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

Interaksi antara taraf kombinasi hijauan dengan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air pellet penelitian. Nilai aktivitas air pellet penelitian berbeda setiap minggunya (Gambar 4). Pada pellet R1, nilai aktivitas air tertinggi ada pada minggu ke-2 dan ke-3. Pada pellet R2 dan R3 nilai aktivitas air tertinggi ada pada minggu ke-4. Pada pellet R4 nilai aktivitas tertinggi ada pada minggu ke-0. Nilai aktivitas air pellet mengalami titik terendah pada minggu ke-6. Penurunan maupun peningkatan aktivitas air dimungkinkan karena selama pengukuran terjadi kenaikan dan penurunan kelembaban dan suhu lingkungan serta disebabkan oleh adanya pertumbuhan jamur mulai minggu ke-4 di hampir semua pellet perlakuan.

Hasil analisa menunjukkan kisaran nilai Aw pellet adalah 0,79 – 0,84 (Tabel 8). Nilai aktivitas air ini berarti jumlah air bebas yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme sebanyak 79 – 84 %. Kisaran nilai Aw ini dinilai terlalu tinggi karena melebihi batas minimum aktivitas air yaitu sebesar 0,7 (Winarno, 1997). Tingginya nilai Aw dapat menyebabkan berkembangnya mikroorganisme perusak.

(34)

22 Gambar 4. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf

Kombinasi Hijauan terhadap Aktivitas Air Pellet

Berat Jenis

Lama penyimpanan, kombinasi Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala serta interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis pellet. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Agustina (2005) yang menyatakan bahwa berat jenis antar perlakuan baik pada mash maupun pellet menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena ruang antar partikel dalam mash maupun pellet sudah terisi air selama proses pengurangan (pengecilan) ukuran partikel dan selama proses produksi berlangsung. Rataan berat jenis selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Berat Jenis Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 1277,67±47,92 1305,33±47,92 1250,00±00,00 1305,33±47,92 1284,58±26,48 R2 1277,67±47,92 1333,00±00,00 1291,00±41,51 1277,67±47,92 1294,83±26,20 R3 1305,33±47,92 1333,00±00,00 1299,67±43,84 1333,00±00,00 1317,75±17,76 R4 1277,67±47,92 1305,33±47,92 1277,67±47,92 1305,33±47,92 1291,50±15,97 Rataan 1284,59±13,83 1319,17±15,98 1279,59±21,70 1305,33±22,59

Keterangan: R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena

leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

(35)

23 Berat jenis pellet dengan kombinasi taraf hijauan dan penyimpanan selama 6 minggu berkisar antara 1284,58 – 1317,75 kg/m3. Semakin tinggi berat jenis, semakin meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan (Syarifudin, 2001). Komposisi kimia pakan turut mempengaruhi sifat fisik terutama terhadap nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan berat jenis pakan (Suadnyana, 1998).

Sudut Tumpukan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai sudut tumpukan pellet. Taraf kombinasi hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai sudut tumpukan, sedangkan interaksi terhadap kedua faktor tidak berpengaruh nyata. Rataan sudut tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 10.

Sudut tumpukan yang terbentuk pada perlakuan taraf kombinasi hijauan berkisar antara 21,23º-22,32º. Pellet yang mengandung 10% lamtoro dan 20% Indigofera zollingeriana (R3) adalah pellet yang memiliki sudut tumpukan tertinggi sebesar 22.32 ± 2.90º.

Sudut tumpukan berpengaruh terhadap kemudahan dalam pengangkutan pakan dan kecepatan aliran pellet. Semakin lama bahan disimpan sangat nyata meningkatkan nilai sudut tumpukan. Peningkatan nilai sudut tumpukan mengandung arti bahwa dengan semakin lama waktu penyimpanan maka pellet tersebut semakin sulit bergerak, hal itu mungkin karena perlengketan antar partikel pellet karena meningkatnya nilai kadar air. Peningkatan kadar air yang meningkat akan menambahkan gaya berat pakan dan menurunkan puncak tumpukannya, sehingga sudut tumpukan semakin meningkat (Suadnyana, 1998). Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian Baryeh (2002) yang menyatakan bahwa nilai sudut tumpukan dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air maka akan meningkatkan nilai sudut tumpukan. Berdasarkan Tabel 10, bahan yang digunakan pada penelitian ini termasuk dalam kategori bahan yang sangat mudah mengalir karena sudut tumpukan yang terbentuk berkisar antara 20º - 30º, sehingga dapat mempercepat proses pengangkutan maupun pembongkaran dalam industri pakan yang menggunakan alat mekanik dalam proses pengerjaannya.

(36)

24 Tabel 10. Rataan Nilai Sudut Tumpukan Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (º)

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 17,85±1,59 21,60±0,72 22,40±0,98 23,20±1,00 21,26 ± 2,37b R2 18,87±0,58 21,63±0,29 21,53±1,61 23,70±1,00 21,43 ± 1,98b R3 18,53±0,29 21,60±1,21 24,17±1,27 24,97±1,21 22,32 ± 2,90a R4 17,67±1,55 21,47±0,29 22,40±0,98 23,37±0,29 21,23 ± 2,50b Rataan 18,23±0,56D 21,58±0,07C 22,63±1,11B 23,81±0,80A

Keterangan : Superskrip a dan b menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) pada kolom yang sama Superskrip A, B, C, D menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada baris

yang sama

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20%

Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

Ukuran Partikel

Taraf kombinasi hijauan, lama penyimpanan dan interaksi antara taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel. Rataan ukuran partikel selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Nilai Ukuran Partikel Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (mm)

Perlakuan Lama Penyimpanan

0 2 4 6 Rataan R1 7,79rQ 7,58rQ 7,47rQ 7,97rQ 7,70B R2 7,43rQ 7,63rQ 7,54rQ 7,79rQ 7,60B R3 7,42rQ 8,02qP 8,58qP 8,70qP 8,18A R4 7,60rQ 8,19qP 8,29qP 9,40pP 8,37A Rataan 7,56D 7,85C 7,97B 8,47A

Keterangan : Superskrip A, B, C, D yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

Superskrip P, Q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama

Superskrip p, q, r menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

(37)

25 Interaksi antara kombinasitaraf hijauan dan lama penyimpanan menunjukkan peningkatan nilai ukuran partikel semakin lama waktu penyimpanan (Tabel 11). Ukuran partikel tertinggi adalah perlakuan R4 minggu ke-6 yaitu sebesar 9,40 mm. Nilai ukuran partikel terendah adalah pada perlakuan R3 minggu ke-0 sebesar 7,42 mm. Hasil ukuran partikel pellet perlakuan termasuk dalam kategori bahan kasar (UP > 1,79-13,33 mm) (Henderson dan Perry, 1981).

Gambar 5. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi Hijauan terhadap Ukuran Partikel Pellet

Semakin lama pellet disimpan maka akan menaikkan nilai ukuran partikel (Tabel 11). Ukuran partikel paling tinggi yaitu pada pellet R4 dan R3 yang mengandung 30% dan 20% Indigofera zollingeriana sedangkan ukuran partikel partikel paling rendah pada perlakuan R2 dan R1 yang mengandung 30% dan 20% Leucaena leucocephala. Nilai ukuran partikel menaik bersamaan dengan meningkatnya kadar air selama penyimpanan, hal ini sesuai dengan penelitian Al-Mahasneh dan Rababah (2007) yang menyatakan bahwa ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air.

Uji regresi antara kadar air dengan ukuran partikel selama penyimpanan menunjukkan hubungan yang linier (r = 39,8%) dengan persamaan y = 0,144x + 6,052 dengan y adalah ukuran partikel dan x adalah kadar air. Grafik garis hubungan antara ukuran dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 5. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kadar air dengan ukuran partikel memiliki hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi kadar air maka mempengaruhi meningkatnya nilai ukuran partikel.

(38)

26 Gambar 6. Grafik Hubungan Linear antara Kadar Air dengan Ukuran Partikel

Kerapatan Tumpukan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa taraf kombinasi hijauan, lama penyimpanan daninteraksi antara kombinasitaraf hijauan dengan lama penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan pellet. Rataan nilai kerapatan tumpukan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Kerapatan Tumpukan Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang berbeda (kg/m3)

Perlakuan

Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 616,45pP 562,57qQ 549,07qQ 556,44qQ 571,13B R2 612,28pP 600,28pP 566,14qQ 594,23pP 593,24A R3 594,33pQ 579,22pQ 569,19pQ 532,55qQ 568,82B R4 582,99pQ 584,43pP 528,58qQ 547,24qQ 560,81B Rataan 601,52A 581,63B 553,24C 557,62C

Keterangan : Superskrip A, B , C menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada kolom dan baris yang sama

Superskrip P, Q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama

Superskrip p, q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20%

Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

Berdasarkan data pada Tabel 12, nilai kerapatan tumpukan pellet R4 sebesar 560,81 kg/m3, yang berarti dalam 1 m3 ruang penyimpanan dapat menampung pellet

(39)

27 sebesar 560,81 kg. Pada pellet R2, nilai kerapatan tumpukannya sebesar 593,24 kg/m3 yang berarti dalam 1 m3 mampu menampung seberat 593,235 kg. Jadi, untuk menampung berat ransum yang sama, pellet R2 memerlukan tempat yang lebih besar daripada pellet R4.

Gambar 7. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi Hijauan terhadap Kerapatan Tumpukan Pellet

Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf kombinasi hijauan pellet menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan pellet penelitian. Nilai kerapatan tumpukkan pellet pada semua perlakuan mengalami penurunan hingga minggu ke-4, namun pada minggu ke-6 cenderung menaik nilai kerapatan tumpukannya di semua perlakuan. Pada minggu ke-0 pellet R1 memiliki nilai KT (kerapatan tumpukan) paling tinggi. Pada minggu ke-2 pellet R2 memiliki nilai KT paling tinggi dan R1 yang yang paling rendah. Di minggu ke-4 terjadi penurunan nilai KT di semua pellet perlakuan, namun R3 memiliki nilai KT yang tertinggi. Pada minggu ke-6 terjadi peningkatan nilai KT untuk pellet R2 memiliki nilai tertinggi sedangkan pellet R3 tetap mengalami penurunan dan nilai KT-nya yang terendah.

Semakin lama bahan disimpan, akan nyata menurunkan kerapatan tumpukan (Tabel 12). Kerapatan tumpukan tertinggi pada minggu ke-0 yaitu sebesar 601,52 kg/m3 dan terus menurun sampai minggu ke-4 sebesar 553,24 kg/m3 dan sedikit menaik di minggu ke-6 sebesar 557,62 kg/m3. Penurunan dan peningkatan nilai kerapatan tumpukan mungkin disebabkan karena pengaruh suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Kandungan air yang semakin meningkat menyebabkan bahan

(40)

28 semakin mengembang sehingga volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar sebagaimana dinyatakan oleh Suadnyana (1998) bahwa nilai kerapatan tumpukan bahan semakin menurun dengan semakin tingginya level penyemprotan air atau meningkatnya kandungan air. Taraf kombinasiHijauan juga memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan.

Gambar 8. Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan

Hubungan korelasi antara kerapatan tumpukan dan kadar air menunjukkan persamaan y = -16,51x + 784,5 dengan nilai r sebesar 72,11%. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa hubungan kerapatan tumpukan dan kadar air memiliki korelasi yang negatif, yaitu semakin kecil nilai kerapatan tumpukan makan semakin tinggi nilai kadar airnya.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh kombinasi taraf hijauan, lama penyimpanan dan interaksi antara taraf hijauan dengan lama penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan pellet. Rataan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa nilai KPT R2 berbeda nyata dengan R1, R3, dan R4. Rataan nilai KPT R2 memiliki nilai tertinggi dibanding pellet perlakuan lainnya sebesar 637,66 kg/m3 (Tabel 13). Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan maka volume ruang yang ditempati pellet menjadi lebih kecil.

Semakin lama penyimpanan maka menurunkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan hingga minggu ke-4, namun pada minggu ke-6 cenderung menaik nilai

(41)

29 kerapatan pemadatan tumpukannya. Kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi adalah pemadatan perlakuan R2 minggu ke-0 sebesar 657,26 kg/m3. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan terendah ada pada perlakuan R3 minggu ke-4 sebesar 568.96 kg/m3 (Tabel 13).

Tabel 13. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pellet pada Berbagai Kombinasi Taraf Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (kg/m3)

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 629,48qQ 608,29qQ 573,68rQ 625,05qQ 609,12B R2 657,26pP 627,19qQ 640,88pP 625,31qQ 637,66A R3 643,64pP 616,45qQ 568,96rQ 608,29qQ 609,34B R4 634,23qP 610,69qQ 602,85qQ 602,23qQ 612,51B Rataan 641,15A 615,65B 596,59C 615,22B

Keterangan : Superskrip A, B, C menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada kolom dan baris yang sama

Superskrip P, Q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama

Superskrip p, q, r menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20%

Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

Kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air. Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan terjadi seiring meningkatnya kadar air selama penyimpanan. Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan pada saat kandungan air tinggi disebabkan oleh terbukanya pori-pori permukaan partikel pellet tersebut, sehingga pada saat penambahan kandungan air, pellet tersebut mengembang yang menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin besar (Suadnyana, 1998).

Pellet Durability Index

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai Pellet Durability Index (PDI). Interaksi antara taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap nilai Pellet Durability Index. Rataan nilai Pellet Durability Index selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 14.

(42)

30 Tabel 14. Rataan Nilai Pellet Durability Index pada Berbagai Taraf Kombinasi

Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (%)

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)

0 2 4 6 Rataan R1 99,05±0,25 98,65±0,10 98,90±0,20 98,73±0,09 98,83±0,18C R2 99,32±0,17 99,11±0,22 99,14±0,11 99,10±0,18 99,17±0,10B R3 99,43±0,15 99,25±0,14 99,17±0,27 99,23±0,33 99,27±0,11A R4 99,47±0,09 99,43±0,08 99,35±0,06 99,18±0,22 99,36±0,13A Rataan 99,32±0,19A 99,11±0,33B 99,14±0,18B 99,06±0,23B

Keterangan : Superskrip A, B, dan C pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana

Hasil analisa menunjukkan nilai Pellet Durability Index berada pada kisaran 98,83 – 99,36% (Tabel 10) yang menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di atas nilai minimum yang disarankan oleh Dozier (2001) yaitu 80%, sehingga dalam penelitian ini memberikan kecenderungan bahwa pellet dapat disimpan lebih lama. Uji lanjut pada Pellet Durability Index menunjukkan bahwa perlakuan taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan nilai Pellet Durability Index. Nilai PDI yang paling tinggi ada pada perlakuan pellet R4 yaitu sebesar 99,36% dan nilai PDI terendah yaitu pada pellet R1 sebesar 98,83% (Tabel 14).

Pellet perlakuan kombinasi hijauan memiliki nilai PDI yang baik. Pellet yang mengandung 20% dan 30% Indigofera zollingeriana yaitu R3 dan R4 memiliki nilai PDI yang lebih baik dibandingkan pellet yang mengandung 20% dan 30% Leucaena leucocephala yaitu R1 dan R2. Menurut McEllhiney (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi Pellet Durability Index adalah: 1) Karakteristik bahan baku, dalam hal ini faktor yang dimaksud adalah protein, lemak, serat, pati, density (kepadatan), tekstur dan air, serta kestabilan karakteristik bahan akan menghasilkan kualitas pellet yang baik, dan 2) ukuran partikel.

Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa semakin lama pellet disimpan, maka nilai PDI akan semakin menurun. PDI mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan sehingga pellet tetap memenuhi standar PDI yang baik yaitu 80%. Pellet

(43)

31 mengalami penurunan PDI selama penyimpanan, karena pellet mengalami penggumpalan dan kerapuhan sehingga kekuatan pellet berkurang.

(44)

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penyimpanan mempengaruhi kualitas fisik pellet yang mengandung hijauan Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala. Kombinasi hijauan tidak berpengaruh pada kadar air, aktivitas air dan berat jenis pellet, namun berpengaruh pada sudut tumpukan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan pellet durability index. Waktu penyimpanan mempengaruhi hampir semua fisik pellet kecuali berat jenis. Penyimpanan selama enam minggu nilai PDI masih sesuai standar yaitu 98,83 – 99,36%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh taraf berbeda dari kombinasi hijauan Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala terhadap kualitas fisik pellet.

(45)

33

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Lama Penyimpanan dan Kombinasi Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala terhadap Kualitas Fisik Pellet”.

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Lidy Herawati, MS. selaku dosen pembimbing utama skripsi dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi atas bimbingan, saran, nasihat, waktu, tenaga, serta kesabaran yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Widya Hermana, M.Si. selaku dosen pembahas seminar. Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Suharti, S.Pt, M.Si, dan Ir. Hj. Komariah, M.Si sebagai dosen penguji sidang dan Ir. Lilis Khotijah, M.Si sebagai dosen panitia atas saran dan masukannya untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada staf laboratorium yang turut andil membantu selama proses penelitian berlangsung, kepada Bu Eneh, Bu Anis, Pak Hadi dan Pak Wardi atas tenaga yang dicurahkan. Terima kasih kepada teman-teman satu penelitian, Dona, Diani, Rohima, dan O’ol atas kerjasamanya. Terima kasih kepada teman seperjuangan Andrew, Dani, Lukman, Yudi, Nikita, Handi dan semua yang tidak dapat penulis cantumkan.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Orang Tua penulis atas support selama ini, baik materil maupun moril yang selalu melecut penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada para bandit Onigiri Japan Club, teman-teman wisma sawit, dan JKT48. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, November 2012

Gambar

Tabel 2. Formulasi Ransum
Tabel 4. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan   No Mash  No.
Tabel 9. Rataan Berat Jenis Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi  Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (kg/m 3 )
Tabel 11. Rataan Nilai Ukuran Partikel Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi  Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (mm)
+3

Referensi

Dokumen terkait

diketahuilah bahwa sebagian besar titik reklame yang ada tidak sesuai dengan yang berlokasi di trotoar / bahu jalan jumlah titik reklame lainnya, serta jalan yang

Sebagai hamba-Nya, kita mestila menyayangi, menjaga serta mendidik anak-anak dengan betul serta mengikut cara yang digalakkan dalam Islam supaya anak kita akan datang menjadi

Susunan ruang kantor yang tidak berdesak-desakkan dan terkesan rapi serta faktor warna dan cahaya yang sesui dengan ruang kerja dapat memunculkan kegairahan dalam

Pada periode Januari – Desember tahun 2015 puncak panen jagung terjadi pada bulan April dan cenderung menurun pada bulan-bulan berikutnya, sementara pada tahun 2014 puncak

Beberapa keuntungan dari pemupukan melalui daun diantaranya dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara pupuk yang diberikan berjalan lebih

artinya ruang lingkup yang lebih utama dari bimbingan dan konseling belajar adalah bagaimana guru mampu menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa