• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik (Studi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik (Studi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara)"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

TANGGUNG GUGAT PT. PLN (PERSERO)

TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN YANG

DITIMBULKAN

AKIBAT PEMADAMAN ALIRAN LISTRIK

(STUDI PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA

UTARA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

HYACINTHA A.T SITUMEANG

NIM : 040200075

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

TANGGUNG GUGAT PT. PLN (PERSERO)

TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN YANG

DITIMBULKAN

AKIBAT PEMADAMAN ALIRAN LISTRIK

(STUDI PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA

UTARA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

HYACINTHA A.T SITUMEANG 040200075

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Hukum Perdata BW

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS NIP. 131764556

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS Rabiatul Syahriah, SH, M.Hum NIP. 131764556 NIP. 131571772

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala petunjuk rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik”, yang ditulis sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program studi S1, program studi Hukum Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Skripsi ini Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga proses penulisan dapat berjalan lancar dan dapat diselesaikan. Untuk itu Penulis dengan segala ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I Penulis.

2. Ibu Rabiatul, SH, MHum selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

6. Bapak Dr. Husni, SH, MHum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik.

8. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu Penulis selama menjalani perkuliahan.

9. Instansi terkait, dalam hal ini PT. PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Utara, yaitu Ibu Nur Lely Siregar sebagai Staf Hukum dan Bapak Adhe Budi Fitriana sebagai Staf Humas, serta pejabat dan karyawan lainnya dimana penulis melakukan wawancara, serta mendapat data-data mengenai PT. PLN (PERSERO) tersebut, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan kepada Penulis selama ini sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

10. Kedua orang tua tercinta, drs. Diapari M.T Situmeang dan dra. Bunga Melur Nababan, MSc yang senantiasa memberikan kasih sayang, cinta, pengertian, semangat, bimbingan dan memberikan segala kebutuhan Penulis, serta memberikan bantuan moril dan materil yang tak putus-putus, semuanya itu tak akan pernah bisa terbalas. Terima kasih atas doa dan segala nasehat, semoga Tuhan Yesus Kristrus selalu memberkati kalian berdua.

(5)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

12. Kepada Keluarga Besar Alm. Tom Gultom-Caroline Situmeang, Keluarga Edwin Nababan, Keluarga John Panggabean, Keluarga Luhut Sihombing, Keluarga Manambos Sitorus, Keluarga dr. Abiran Nababan, SpPD, Keluarga M. Situmeang, terima kasih atas bantuan moril dan materil yang senantiasa diberikan kepada Penulis, dan terima kasih untuk menjadi keluarga besar terbaik yang pernah Penulis miliki.

13. Kepada abangku, Frederick B.I Situmeang, ST, MBA, dan adikku, Aditya Situmeang yang selalu mengarahkan, dan selalu menjadi penasehat terbaik Penulis. Kepada sepupu-sepupuku, Berry Situmeang, SE, Charles Gultom, SE-Alya Siahaan, SE, Dedy Pakpahan-Debora Gultom, Delano Gultom, SH, MH, dan Ahmad Situmeang yang selalu mendukung Penulis. Kepada Alm. Shiro, terima kasih buat segalanya.

(6)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Penulis: Mellisa Harahap, Reni Ma’it dan Putri Dhihin, terima kasih atas dukungan dan dorongannya kepada Penulis.

15. Teman-teman di bagian Hukum Perdata BW: Yessy, Simon, Zaky, Nuri, Dedy, Endang, Firman, Martini, Ulfa, Inggit, Nola dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Serta teman-teman di Grup B Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: Mala, Rini Rafika, Ulfa, Isabella, Fandhy, Reza, dan semua teman-teman Stambuk 2004 yang kenal dan dekat dengan Penulis.

16. Teman-teman klinis Penulis: Fandhy, Mellisa, Hamdani, Enriko, Februzi, Dedy H, Dedy, M. Dhana, Samsiruddin, Ronald dan bang Andhika. Terima kasih telah membuat tim yang kompak dan sangat berkesan.

17. Kepada ILMCC, and the Jessupers, the best team ever, what can i do without this team, thank you for all great things we have done together. You’re all the best.

18. Kepada senioran dan junior yang kenal dan dekat dengan Penulis: Kak Ana dan Kak Sry, terima kasih atas semua bantuan yang kalian berikan kepada Penulis; Merry, terima kasih untuk menjadi tempat bercerita terbaik, Debora, Isabella, Lisa, Finita, Nina, Rina, dan Asido, terima kasih untuk canda tawa yang dicurahkan kepada Penulis.

19. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(7)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

kelak dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

Terima Kasih.

Medan, 2008 Penulis

(8)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan... 8

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

(9)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II URAIAN TENTANG ASPEK PERIKATAN

A. Pengertian Dan Jenis-Jenis Perikatan ... 20

B. Wanprestasi Dalam Perikatan ... 32

C. Perbuatan Melawan Hukum Dan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

... 36 D. Ganti Kerugian Yang Disebabkan Wanprestasi Dan Perbuatan

Melawan Hukum ... 42

BAB III PERTANGGUNGAN GUGAT PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN

A. Pengertian Tanggung Gugat dan Tanggung Gugat Oleh Pelaku Usaha.. 51

B. Pengertian Perlindungan Konsumen ... 55

(10)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

... ... 60

D. Hak Dan Kewajiban Konsumen ... 67

E. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Pelaku Usaha ... 74

F. Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 80

BAB IV TANGGUNG GUGAT PT. PLN (PERSERO) TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN YANG DITIMBULKAN AKIBAT PEMADAMAN ALIRAN LISTRIK

A. Pengaturan Perlindungan Konsumen Di PT. PLN (Persero) ... 89

B. Penyebab Pemadaman Aliran Listrik Di Wilayah PT. PLN (Persero) Sumatera Utara

... 95

C. Bentuk Kerugian Konsumen dan Ganti Kerugian PT. PLN (Persero) Kepada Konsumen Akibat Pemadaman Aliran Listrik

... 98 D. Analisis Kasus

(11)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

2. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 395/Pdt.G/2006/PN.Mdn

...114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 125

(12)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

TANGGUNG GUGAT PT. PLN (PERSERO)

TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN YANG DITIMBULKAN AKIBAT PEMADAMAN ALIRAN LISTRIK

(STUDI PT. PL (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA) HYACINTHA A.T SITUMEANG

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS Rabiatul Syariah, SH, Mhum

ABSTRAK

Pengusaha atau Pelaku Usaha, dalam hal ini termasuk penyedia layanan umum (public service) mempunyai jangkauan pelayanan umum yang luas. PT. PLN juga termasuk penyedia layanan umum adalah satu-satunya penyedia layanan kelistrikan bagi masyarakat umum di Indonesia, yang dalam prinsipnya pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, PT. PLN wajib menyediakan tenaga listrik secara terus menerus bagi pelanggannya yaitu konsumen listrik. Yang terjadi saat ini khususnya di wilayah Sumatera Utara adalah pemadaman listrik yang dilakukan oleh PLN secara berkesinambungan dimulai dari tahun 2002 sampai sekarang. Akibat dari pemadaman aliran listrik ini telah menimbulkan kerugian bagi konsumen, baik itu konsumen langsung dan konsumen tidak langsung. Selaku pelaku usaha, PLN mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi di masyarakat yaitu konsumen listrik.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan perlindungan konsumen dalam wilayah PLN, dan bagaimana pelaksanaan tuntutan ganti kerugian terhadap pemadaman aliran listrik yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) khususnya di wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan judul dan ketertarikan penulis pada permasalahan, maka dilakukan penelitian baik itu secara normatif yang bersifat deskriptif dengan melihat ketentuan perundang-undangan, maupun melakukan penelitian di PT.PLN wilayah Sumatera Utara untuk mendapat data-data yang diperlukan sebagai pendukung dan pelengkap.

(13)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa “Konsumen dimanapun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya”. Yang dimaksud hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur; hak untuk mendapatkan ganti rugi; hak untuk medapatkan kebutuhan dasarnya; hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serata kewajiban untuk menjaga lingkungan; dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau kepada semua negara anggotanya untuk memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di negaranya masing-masing1

Permasalahan yang kini dihadapi konsumen, terutama konsumen di Indonesia, tidak hanya sekedar bagaimana pemilihan barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yaitu menyangkut kesadaran semua pihak, baik itu pengusaha, pemerintah maupun konsumen sendiri tentang betapa pentingnya dilaksanakan perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman bagi konsumen, mengikuti standar yang berlaku, dan harga yang sesuai pula (reasonable). Pemerintah menyadari bahwa diperlukan suatu produk perundang-undangan, baik itu berupa Undang-Undang maupun peraturan pelaksananya yang

.

1

(14)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

berkaitan dengan berpindahnya barang atau jasa dari tangan pengusaha ke tangan konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan tersebut dengan baik. Konsumen juga harus sadar akan hak-hak yang mereka punya sebagai seorang konsumen sehingga dapat melakukan kontrol sosial (social

control) terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha serta pemerintah.

Pengusaha atau Pelaku Usaha, yang dalam hal ini termasuk pula Penyedia Pelayanan Umum (public servicer). Pelayanan umum (public service) memang sarat dengan berbagai permasalahan, wilayah jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun non-profit. Sedemikian luas jangkauannya sehingga tidak mudah mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap pelayanan umum. Adanya perbedaan persepsi itu memang lumrah sebagai konsekuensi sudut pandang yang berbeda-beda, namun bukannya tidak dapat dipengertian seseorang terhadap sesuatu hal2

Luasnya jangkauan pelayanan umum menunjukkan betapa tidak mudahnya memberikan gambaran persepsi yang utuh dan jelas terhadap pelayanan umum tersebut. Persepsi yang disampaikan masyarakat bisa baik, cukup ataupun buruk. Namun dengan menentukan persepsi yang demikian, diperlukan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan karakteristik jasa/pelayanan yang bersangkutan serta produk hukum yang mengaturnya. Oleh karena itu, bagian ini melihat permasalahan pelayanan umum dari sudut pandang masyarakat sebagai pemakai atau pengguna pelayanan umum yang tersedia dengan nilai tukar yang diberikannya dalam bentuk tarif dan biaya. Uraiannya tidak mungkin menjangkau berbagai sektor pelayanan umum yang tersedia. Pekerjaan berat ini

.

2

(15)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

menjadi tangung jawab bersama, sebab menyangkut citra negara dan bangsa pada skala nasional maupun internasional3

Untuk memperoleh gambaran yang detail tentang masalah pelayanan umum, khususnya tentang penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan masyarakat luas, ada satu kasus yang mempunyai dimensi perlindungan konsumen sangat lemah yaitu peristiwa pemadaman aliran listrik

.

4

Ketenagalistrikan merupakan cabang produksi yang sangat penting bagi negara sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka berdasarkan Undang-Undang tentang Ketenangalisrikan Nomor 5 Tahun 1985, penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melalui pemberian kuasa usaha ketenagalistikan

.

5

Sejarah Ketenagalisrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan milik Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk penggunaan mereka sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut terus berkembang menjadi untuk kepentingan umum. Diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV Nederlandsche Indische Gas Electicities Maatschappij (NIGM) yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik.

.

6

Selama Perang Dunia II berlangsung, yaitu ketika pendudukan Belanda di Indonesia digantikan dengan pendudukan Jepang, secara langsung

3

Ibid. hlm.181.

4

Sabaruddin Juni. Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Segi Kerugian Akibat Barang

Cacat dan Berbahaya, (Universitas Sumatera Utara Digital Library, 2002), hlm.7. 5

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). 50 Tahun Pengabdian PLN, (Jakarta: PLN, 1995), hlm.99.

6

(16)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh pemerintah Jepang. Dan setelah Indonesia merdeka di tahun 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintahan Republik Indonesia yang baru terbentuk. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno pada waktu itu membentuk jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW saja. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas.

Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1990, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketegalistrikan di seluruh wilayah Indonesia.

(17)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Dalam kapasitasnya sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, PLN mempunyai tugas untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan dapat diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik7

Dalam prinsip-prinsip yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalisrikan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Ketenagalistrikan, PT. PLN selaku pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan wajib menyediakan tenaga listrik secara terus menerus (berkesinambungan) dengan mutu dan keandalan yang baik, juga wajib memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggannya yaitu konsumen listrik. Ternyata keadaan yang sekarang terjadi di Indonesia jauh dengan apa yang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Khususnya di Sumatera Utara, keberadaan listrik di Sumatera Utara (Sumut) tampaknya telah menjadi ratapan panjang bagi konsumennya. Meski telah satu dekade lamanya sejak pembangkit listrik di Sumatera Utara dibangun di tahun 1995, namun hingga saat ini belum ada satupun tanda-tanda kehadiran pembangkit baru yang dapat menghibur hati masyarakat Sumut. Padahal, potensi Sumut memungkinkan untuk hal itu. Penyebabnya adalah faktor ketidakmampuan PT.PLN untuk berinvestasi, karena selama ini harga jualnya kepada konsumen lebih rendah dari biaya produksi yang dikeluarkan. Untuk itu, langkah yang paling memungkinkan agar pasokan listrik tetap dapat menerangi konsumennya adalah melakukan Gerakan Hemat Listrik

.

7

(18)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

(GHL)8

Saat ini kondisi pasokan PLTGU Pulau Sicanang, Belawan hanya rata-rata 950 MW, itupun setelah mendapat bantuan pasokan listrik dari PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar 45 MW. Artinya meskipun mendapatkan bantuan, PLN masih defisit sebsar 120 MW, padahal standar sistem kelistrikan yang ideal cadangan daya mampu suatu pembangkit minimal 400 MW. Ini ditunjukkan agar apabila terjadi kerusakan dan atau pemeliharaan pada salah satu unit pembangkit dapat diatasi dengan cepat. Ditambah lagi faktor kenaikan konsumsi energi sekitar 1,6 %, angka kehilangan (losses) sekitar 12,64 % atau 71, 20 % lebih tinggi dari ketentuan nasional yang menetapkan angka besarannya 9 % setiap tahunnya. Sehingga dapat dipastikan, langkah yang terpaksa dilakukan adalah pemadaman bergilir seperti yang terjadi saat ini

; yaitu pada pukul 17.00-22.00, dimana pada rentang waktu tersebut, penggunaan listrik mengalamai beban puncaknya sebesar 1070 MW.

9

Nilai nominal terhadap kerugian konsumen tersebut juga beragam, apakah konsumen sebagai pelanggan rumah tangga atau pelanggan bisnis. Untuk

.

Akibat krisis pasokan listrik yang berdampak pada pemadaman listrik bergilir yang dilakukan PLN kepada pelanggan/konsumen listrik menimbulkan dampak negatif berupa kerugian pada pihak konsumennya. Tidak hanya konsumen langsung (pelanggan PT. PLN) yang dirugikan, masyarakat yang secara tidak langsung mempunyai hubungan hukum dengan PT. PLN juga ikut dirugikan akibat tidak berfungsinya berbagai fasilitas umum yang tenaganya mengandalkan lisrtik yang berasal dari PT. PLN, seperti lampu pengatur lalu lintas, Stasiun Pompa Bensin Umum (SPBU).

8

Hemat, Solusi Awal Krisis Sumut, POTENSI (bulletin dwi bulanan) PT. PLN (Persero) Kitlur Sumbagut, edisi (Mei-Juli, No.1/I tahun 2004), hlm.8.

9

(19)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

pelanggan rumah tangga, bentuk kerugian mulai dari tidak bisa mandi karena pompa air tidak berfungsi, harus membeli lilin sebagai pengganti lampu yang padam, dan masalah kerusakan alat-alat elektronik adalah yang utama dikeluhkan. Untuk pelanggan bisnis, bentuk kerugian mulai dari produksi barang yang berkurang karena pemadaman aliran listrik yang berdampak mesin produksi tidak dapat bekerja, dan lain sebagainya10

Adanya ganti kerugian yang dijanjikan oleh Undang-Undang Ketenagalisrikan ternyata masih jauh dari yang diharapkan konsumen listrik.

.

Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) timbul karena terjadinya gangguan dalam pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero). Gangguan ini mengakibatkan kerugian pada pelanggan. Atas kerugian ini pelanggan listrik dapat mengajukan gugatan terhadap PT. PLN (Persero) atas dasar wanprestasi atau dapat juga atas dasar perbuatan melawan hukum. Untuk pembuktian ada atau tidaknya unsur kesalahan maka PT. PLN (Persero) yang akan membuktikannya berdasarkan Tingkat Mutu Pelayanan dan Rekap Dasar Laporan Pemadaman, sedangkan pelanggan listrik yang merasa dirugikan, didasarkan pada prinsip tanggung gugat yaitu dengan beban pembuktian terbalik. Pembuktian tanggung gugat produsen karena adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan secara umum dalam hukum pembuktian, yaitu membebankan kepada penggugat untuk membuktikan adanya kesalahan tergugat yang menyebabkan kerugiannya, namun setelah lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun1999, pembuktian tentang ada tidaknya kesalahan pelaku usaha tersebut dibebankan kepada produsen.

10

(20)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Apalagi dengan posisi konsumen yang lemah dan PT. PLN sebagai satu-satunya perusahaan pemasok listrik di seluruh wilayah Indonesia. Inilah yang menjadi alasan bagi penulis dalam memilih topik ini, untuk melihat lebih jauh tanggung jawab PT. PLN sebagai perusahaan pemasok listrik terhadap konsumennya yang menderita kerugian akibat kebijakan untuk mengadakan pemadaman listrik bergilir, khususnya di wilayah Sumatera Utara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pengamatan dan penelaahan penulis dari berbagai literatur, informasi serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat dalah hal perlindungan konsumen, maka perlu kiranya penulis mengemukakan permasalahan-permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pelaksanaan perlindungan konsumen dalam wilayah PT. PLN (Persero)?

b. Bagaimana bentuk pelaksanaan tuntutan ganti kerugian terhadap pemadaman aliran listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero) khususnya di wilayah Sumatera Utara?

C. Tujuan dan Pemanfaatan Penulisan 1. Tujuan Penulisan

(21)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

1. Untuk mengetahui sistem pelaksanaan perlindungan konsumen pada perusahaan milik negara yang ditinjau dari salah satu BUMN yaitu PT.PLN (persero) khususnya dalam wilayah Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh pelanggan/konsumen listrik terhadap PT.PLN akibat pemadaman listrik secara bergilir.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoretis

Secara teoretis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan masukan pemikiran serta pemahaman yang lebih mendalam dan pandangan yang baru terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen terutama hak-hak konsumen dan penerapannya. Selama ini diketahui bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksud menjadi landasan hukum yang kuat bagi konsumen, pemerintah maupun lembaga konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen.

(22)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas11

Penulisan ini diselesaikan berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri dari berbagai sumber, selain dari bacaan, juga berdasarkan hasil wawancara, dan sepanjang pengetahuan penulis, penulisan tentang “Tanggung Gugat PT.PLN (PERSERO) Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik dengan studi kasus dalam wilayah PT. PLN (PERSERO) Sumatera Utara” yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah diteliti sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. . Perlindungan konsumen juga mendorong para pelaku usaha untuk mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih terhadap konsumennya baik itu konsumen langsung atau konsumen yang tidak langsung.

2. Secara Praktis

Pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi pelaku usaha dalam menerapkan perlindungan konsumen dengan baik. Hal ini sejalan dengan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen untuk melindungi konsumen dan juga pelaku usaha yang lebih bertanggung jawab, dimana hal tersebut dilakukan melalui pembinaan dan pendidikan konsumen serta pembinaan dan penerapan sanksi yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan para pelaku usaha yang telah terbukti merugikan konsumennya.

D. Keaslian Penulisan

11

(23)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Kalaupun ada terdapat judul skripsi yang hampir sama dengan ini, akan tetapi substansi dan pembahasannya berbeda.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun judul yang dikemukakan penulis adalah “Tanggung Gugat PT. PLN (PERSERO) Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik”, maka sebelum diuraikan terlebih dahulu penulis akan memberikan penjelasan tentang pengertian judul dengan maksud untuk menghindarkan kesalahpahaman dan memberikan pembatasan yang jelas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “tanggung” memiliki arti : Menyangga; Memikul; Memanggul; Memikul Biaya12

Kata “gugat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti : Mendakwa; Mengadukan (perkara); Menuntut (janji dan sebagainya)

.

13

Pengertian pertanggungjawaban penuh/absolut mengandung 2 pengertian: pengertian prosedural, yaitu kewajiban untuk melakukan pembuktian adanya unsur kesalahan untuk dapat dipertanggungjawabkannya kerugian; dan pengertian materiil, yaitu penuh dalam besarnya ganti rugi, yang mengandung

.

Kata tanggung gugat apabila digabungkan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan accountable, menurut Encarta Dictionary Tools memberikan arti bahwa :

Accountable means responsible to somebody else or to others, or responsible for something; able to be explained, capable of being explained (formal).

Mengenai pengertian tanggung gugat ini, Komar menjelaskan sebagai berikut:

12

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm.1006.

13

(24)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

pengertian bahwa pemberian ganti rugi harus sepenuhnya/tanpa batas tertinggi yang ditentukan terlebih dahulu.14

a. Menyediakan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional.

Tanggung gugat merupakan kewajiban kepada si pelaku usaha untuk mempertanggungjawabkan kerugian konsumen tanpa mempersoalkan kesalahan si pelaku usaha. Tanggung gugat memberikan hak kepada konsumen sebagai pihak yang dirugikan untuk meminta pertanggungjawaban si pelaku usaha atas kerugian yang ditimbulakn kepada dirinya. Dan dalam hal ini si konsumen, sebagai pihak yang dirugikan atau penggugat, dalam memberikan gugatannya harus melakukan pembuktian terbalik atau membuktikan bahwa dirinya merasa dirugikan akibat tindakan pelaku usaha, namun setelah lahirnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, pembuktian tersebut ada pada si pelaku usaha .

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No, 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan, maksud dan tujuan perusahaan perseroan adalah :

b. Memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Bagi Persero yang mendapat tugas dari Pemerintah untuk melaksanakan pelayanan umum maka selain melakukan pengelolaan perusahaan perseroan tersebut berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan guna memupuk keuntungan juga tidak terlepas dari kewajiban melaksanakan pelayanan umum15

14

Trisadini P. Usanti, Abdul Shomad dan Didik Endro. Jurnal Penelitian Dinamika

Sosial Vol. 5 No. 2 Agustus 2004.

.

15

(25)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dalam pasal 1 angkan 1 dinyatakan bahwa :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagai dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya”.

Perseroan Terbatas juga merupakan perusahaan yang modalnya dibagi-bagi atas saham-saham dengan harga nominal yang sama besarnya dan yang para pemiliknya bertanggung jawab secara terbatas sampai sejumlah modal yang disetor atau sejumlah saham yang dimiliki16

Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebutkan, bahwa dalam melaksanakan pelayanan umum, BUMN juga harus tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN bila pemerintah memberikan penugasan tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dengan jelas disebutkan bahwa Persero dengan sifat usaha tertentu dapat melaksanakan penugasan khusus

.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan erseroan (Persero), maksud dan tujuan dibentuknya PT. PLN (PERSERO) adalah antara lain untuk menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan, serta mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat.

16

(26)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan Persero tersebut17

Kata “kerugian” berasal dari kata ”rugi” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: Menanggung atau menderita rugi; Tidak mendapatkan keuntungan atau laba; Tidak mendapatkan sesuatu faedah (manfaat)

.

18

Sedangkan kata “konsumen” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti: Pemakai barang-barang hasil produksi (bahan makanan, pakaian, dan sebagainya); Penerima pesanan iklan; Pemakai jasa

.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang terdapat dalam Bab VI tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha yaitu pada pasal 19 ayat (2), dinyatakan bahwa :

Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

19

Dalam hal ini yang dimaksud dengan listrik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan

.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang terdapat dalam Bab I tentang Ketentuan Umum yaitu pada pasal 1 angka (2), dinyatakan bahwa :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

17

A.Supriana. Op.Cit, hlm.2.

18

Ibid.hlm.849

19

(27)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

atau melalui proses kimia, yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan panas, cahaya, atau untuk menjalankan mesin20

Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah data sekunder. Data-data sekunder

.

Undang-Undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan memberikan batasan yang lebih khusus tentang ketenagalistrikan yaitu dalam Bab I tentang Ketentuan Umum pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa:

Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi dan isyarat.

F. Metode Penelitian

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, data merupakan dasar utama, dan agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain :

1. Jenis Penelitian

Dalam hal penyusunan skripsi ini, digunakan Metode Penelitian Hukum Normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder, namun dalam metode penelitian hukum deskriptif dimaksudkan penelitan tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan suatu survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada.

2. Sumber Data

Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003), hlm.31-32.

(28)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari :

a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Peraturan Perundang-undangan :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil-hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.

3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :

(29)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

termasuk perturan perundang-undangan yang berhubungan dengan judul pembahasan.

2. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu suatu pengumpulan data lapangan guna memperoleh data-data yang diperlukan, dan data yang diperoleh itu disebut dengan data primer. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara (interview). Penelitian lapangan pada penelitian normatif ini dilakukan untuk mendukung data-data sekunder yang belum lengkap.

4. Analisis Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara prespektif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan membandingkan, serta menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitan yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

BAB I . Pada Bab ini, yang nerupakan pendahuluan yang berisikan pengantar yang di dalamnya membahas mengenai Latar belakang penulisan skripsi, Perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan Tujuan dan manfaat penulisan, Keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, Metode penelitian dan diakhiri dengan Sistematika penulisan.

(30)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

perikatan. Kemudian dijelaskan dengan wanprestasi dalam perikatan dan perbuatan melawan hukum serta unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang bentuk ganti rugi yang disebabkan oleh wanprestasi dan perbuatan melawan hukum

BAB III. Dalam bab ini diuraikan mengenai pertanggungan gugat pelaku usaha terhadap konsumen, yang dimulai dengan pengertian tanggung gugat dan tanggung gugat oleh pelaku usaha. Kemudian dijelaskan tentang pengertian perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen serta bentuk hubungan antara konsumen dan pelaku usaha. Dijelaskan pula tentang asas, tujuan, manfaat dan prinsip perlindungan konsumen, dan tentang penyelesaian sengketa konsumen.

(31)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

dijelaskan mengenai kasus-kasus pemadaman aliran listrik dan analisisnya.

(32)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

BAB II

URAIAN TENTANG ASPEK PERIKATAN

A. Pengertian Dan Jenis-Jenis Perikatan

Pada umumnya sebelum seseorang membicarakan sesuatu, ia memberikan lebih dahulu pembatasan mengenai objek pembicaraannya, namun dalam hal ini, para pembuat Undang-Undang tidak memberikan suatu rumusan mengenai apa yang dinamakan dengan perikatan, tidak satu pasalpun yang menguraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perikatan itu.

Definisi perikatan hukum dapat dijumpai dari pendapat para ahli hukum. Yustianus mengatakan bahwa “suatu perikatan hukum atau obligatio adalah suatu kewajiban dari seseorang untuk mengadakan prestasi terhadap pihak lain”. Menurut definisi ini perikatan hanya ditinjau dari satu segi saja, yakni dari segi kewajiban atau segi pasifnya saja22

Sedang menurut Von Savigny mengatakan bahwa “ Perikatan hukum adalah hak dari seseorang (kreditur) terhadap seseorang lain (debitur)”. Menurut definisi ini perikatan juga hanya ditinjau dari satu segi saja, yakni segi hak atau segi aktifnya. Jadi baik Yustianus maupun Von Savigny hanya menitikberatkan perikatan hukum pada satu segi saja

.

23

Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa “suatu perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hak dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk

.

22

Komariah, Hukum Perdata, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), hlm.139

23

(33)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

memenuhi tuntutan itu”24

Maka, atas dasar cara penyusunan undang-undang dan hal-hal yang dalam Buku III secara khusus diatur sebagai bentuk khusus perikatan. Maka pada umumnya para sarjana memberikan perumusan Perikatan, seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata, yaitu hubungan hukum dalam lapangan hukum

kekayaan, dimana satu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban.

. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedang pihak yang berkeajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang.

25

Dari definisi perikatan tersebut mengandung dua segi yakni segi aktif (hak) dan segi pasif (kewajiban). Hak yang lahir dari hubungan seperti itu disebut hak hukum atau lazim disebut Hak saja, sedang kewajibannya disebut Kewajiban Hukum. Sebenarnya undang-undang sendiri tidak mengatakannya demikian, tetapi dari susunan Undang-Undang dan dari peristiwa pengaturannya secara khusus mengenai perikatan dalam Buku III KUHPerdata, orang menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perikatan di sana adalah perikatan dalam arti sebagaimana dimaksud di atas

26

Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya itu diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu

.

Maka, yang dimaksud dengan Perikatan pada Buku III KUHPerdata ialah :

27

24

(34)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Bentuk perikatan yang paling sederhana adalah perikatan yang masing-masing pihak hanya satu orang dan satu prestasi yang seketika itu dapat ditagih pelunasannya. Disamping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai jenis perikatan lain, yaitu :

1. Menurut sifat prestasinya :28

a. Perikatan untuk memberikan sesuatu b. Perikatan untuk berbuat sesuatu

c. Perikatan untuk tidak melakukan sesuatu d. Perikatan Positif dan Perikatan negatif

e. Perikatan sepintas lalu (sementara) dan Perikatan berkelanjutan (terus menerus)

f. Perikatan mana suka (alternatif), Perikatan Fakultatif, Perikatan Sederhana atau Bersahaja, dan Perikatan kumulatif

g. Perikatan generik dan Perikatan spesifik

h. Perikatan yang dapat dibagi dan Perikatan yang tidak dapat dibagi 2. Menurut Subjek-subjeknya

Ditinjau dari subjek-subjeknya, terdapat perikatan yang disebut Perikatan solider atau perikatan tanggung renteng, ialah suatu perikatan dimana terdapat lebih daripada seorang kreditur masing-masing bagi keseluruhan berhak atas suatu prestasi, atau terdapat lebih dari pada seorang debitur masing-masing dari keseluruhan kewajiban untuk menunaikan prestasi, pemenuhan prestasi mana mengakibatkan gugurnya hak dan kewajiban bagi semuanya.

Perikatan tanggung renteng ada dua macam, yaitu :29

28

(35)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

a. Perikatan tanggung renteng pasif b. Perikatan tanggung renteng aktif

3. Menurut mulai dan berakhirnya perikatan30 a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)

b. Perikatan dengan ketetapan waktu (tijdsbepaling)

c. Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair) 4. Menurut sanksi apabila terjadi wanprestasi31

Ditinjau dari sanksi apabila terjadi wanprestasi terdapat perikatan dengan ancaman hukuman. Untuk mencegah jangan sampai siberpiutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan hukuman jika ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak dalam perjanjian itu dan hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman jika sebahagian telah dipenuhi.

5. Menurut isi dari prestasinya32

a. Perikatan hukum sipil (Civile Verbintenis) dan Perikatan hukum wajar (Natuurlijke Verbintenis)

b. Perikatan hukum utama (Principle Verbintenis) dan Perikatan hukum sampiran (Accesoire Verbintenis)

c. Perikatan hukum primair (asli) dan Perikatan hukum sekundair

29

J. Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya (Bandung : Alumni, 1999), hlm.328

30

R.Subekti, Op.Cit,hlm. 128-130

31

H.Mariam Darus Badrulzaman I.Hukum Perdata Tentang Perikatan.(Medan: Fakultas Hukum USU,1974),hlm.

32

(36)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Undang-Undang menerangkan bahwa suatu perikatan dapat bersumber atau lahir karena persetujuan (perjanjian) atau dari Undang-Undang (Pasal 1313 KUHPerdata). Sumber perikatan ini dapat menjadikan pembagian jenis perikatan yaitu dari segi sumbernya.

Adapun jenis perikatan tersebut adalah : 1. Perikatan Yang Bersumber Dari Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUHPerdata, di bawah judul “Tentang Perikatan-Perikatan Yang Dilahirkan Dari Kontrak Atau Perjanjian”, dengan menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Rumusan yang diberikan oleh KUHPerdata tersebut hendak memperlihatkan bahwa suatu perjanjian adalah :33

1. Suatu perbuatan

2. Antara sekurangnya dua orang (dapat lebih dari dua orang)

3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di anatara pihak-pihak yang berjanji tersebut.

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian :34

Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip

a. unsur esensialia

33

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja I, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.7

34

(37)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian35

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat . Misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar, karena jual beli menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata adalah :

“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

Sedangkan tukar menukar menurut Pasal 1541 KUHPerdata adalah :

“Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang”.

Dengan rumusan Pasal 1457 dan 1541 KUHPerdata tadi dapat diketahui bahwa jual beli dibedakan dari tukar menukar dalam wujud pembayaran harga. Jadi jelas bahwa unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahw-a tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksud untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi berbeda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Oleh karena itu maka unsur esensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembeda antara suatu perjanjian dengan perjanian lainnya.

b. unsur naturalia

35

(38)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

tersembunyi36

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan yang dijual atau dibeli

. Ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki hal yang demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk jual beli dimana si penjual tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya. Dalam keadaan ini maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

“ Perjanian-perjanian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tergas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang”.

c. unsur aksidentalia

37

Dalam pasal 1320 KUHPerdata mengatakan untuk memenuhi suatu perjanjian yang sah harus memenuhi empat syarat, yaitu :

.

38

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Dengan sepakat dimaksud bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Dengan diberlakukannya kata sepakat

(39)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak harusnya mempunyai kebebasan kehendak. Kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan dirinya dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum (Pasal 1329 KUHPerdata). Beberapa golongan orang oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum. Adapun mereka yang termasuk tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :39

a. Orang-orang yang belum dewasa (Dalam Pasal 330 KUHPerdata, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin).

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

c. Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Suatu hal tertentu

Yang diperjanjikan haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Dalam pasal 1332 KUHPerdata, dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok perjanjian. Dalam pasal 1333 KUHPerdata, suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidak menjadi halangan

39

(40)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja barang itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

4. Suatu sebab yang halal

Undang-Undang tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan sebab (causa) yang halal, namun dalam pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Kedua syarat pertama disebut dengan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif karena mengenai objek perjanjian40

1. Barang-barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUHPerdata).

. Jika tidak terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian itu cacat maka dapat dibatalkan oleh hakim oleh pihak yang telah memberikan perizinan tidak secara bebas atau tidak cakap membuat perjanjian itu, dan apabila tidak dipenuhinya syarat objektif, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Oleh karena itu tidak ada dasar untuk saling menuntut di muka hakim.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian adalah :

2. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333 KUHPerdata).

3. Barang-barang yang akan ada di kemudian hari (Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata).

40

(41)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Apabila suatu perjanjian itu telah dibuat sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka menimbulkan akibat-akibat hukum, yaitu :

a. Mengikat kedua belah pihak

Pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) menentukan bahwa semua perjanian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.41

b. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu (Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata)

c. Perjanjian iut harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata).

d. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (Pasal 1339 KUHPerdata).

2. Perikatan Yang Bersumber Dari Undang-Undang

Dalam pasal 1352 KUHPerdata dinyatakan bahwa :

“Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang, timbul dari Undang-Undang saja, atau dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang”.

Yang dimaksud dengan perikatan-perikatan yang dilahirkan dari Undang-Undang saja ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan.

41

(42)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Jadi yang terdapat pada buku I KUHPerdata, misalnya Alimentasi (pasal 321 KUHPerdata, pasal 46 dan pasal 47 Undang-Undang No. 1 tahun 1974), yakni kewajiban memberi nafkah oleh orang tua kepada anaknya, dan sebaliknya seorang anak berkewajiban memberi nafkah keapada orang tuanya dan keluarganya dalam garis lurus ke atas yang berada dalam keadaan kemiskinan.

Pasal 1353 KUHPerdata membedakan perikatan yang dilahirkan dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang yaitu perbuatan orang yang diperbolehkan dan perbuatan orang yang melawan hukum.

Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia yang melawan hukum misalnya Onrechtmatigedaad (Pasal 1365 KUHPerdata). Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan yang diperbolehkan misalnya :

a. Zaakwarneming (Wakil tanpa kuasa)42

Menurut Pasal 1353 KUHPerdata “zaakwarneming” ialah suatu perbuatan dimana seseorang dengan sukarela mewakili urusan orang lain untuk sementara waktu dengan/tanpa pengetahuan orang lain itu tanpa kuasa, mengikat orang itu (zaakwarnemer atau gestor) untuk meneruskan dan menyelesaikan urusan tersebut sampai orang yang diwakilinya (dominus) itu dapat mengerjakan sendiri urusannya.

Dalam hal perwakilan sukarela perbuatan-perbuatan hukum dapat dilaksanakan atas nama gestor atau atas nama dominus. Jika dilakukan atas nama gestor, maka terjadi hubungan hukum antara gestor dengan pihak

42

(43)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

ketiga. Jika dilakukan atas nama dominus maka terjadi hubungan hukum antara dominus.

Zaakwarneming harus memenuhi unsur-unsur :

1. Gestor mengurus kepentingan dominus secara sukarela

2. Gestor mengetahui dan menghendaki dalam mengurus kepentingan

orang lain

3. Gestor harus menyelesaikan urusan/kepentingan atas biaya dan risiko dominus

4. Keperluan mendesak (urgent) untuk berbuat. b. Pembayaran Tidak Terutang (Pasal 1359 KUHPerdata)43

Menurut Pasal 1362 KUHPerdata bahwa barang siapa dengan iktikad buruk menerima suatu pembayaran tanpa hak, harus mengembalikan hasil dan bunganya. Selain itu harus pula membayar ganti rugi jika nilai

Pembayaran yang tidak terutang (overschuldigde betaling) adalah suatu perbuatan dimana seseorang melakukan pembayaran tanpa adanya utang. Misalnya seseorang yang telah melunasi utangnya, ditagih untuk kedua kalinya, dan untuk menghindarkan pertikaian, ia membayar lagi utang itu.

Pembayaran disini harus diartikan setiap pemenuhan prestasi. Jadi tidak hanya pembayaran uang saja, akan tetapi juga penyerahan barang, memberikan kenikmatan dan mengerjakan sesuatu pekerjaan.

Seseorang yang membayar tanpa adanya utang berhak menuntut kembali apa yang telah dibayarkan. Pembayaran ini mungkin dilakukan dengan sengaja atau mungkin juga dilakukan karena khilaf.

43

(44)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

barangnya menjadi berkurang. Jika barangnya musnah di luar kesalahannya ia harus mengganti harga barangnya beserta biaaya, kerugian dan bunga, kecuali ia dapat membuktikan bahwa barangnya tetap musnah sekalipun berada pada orang yang berhak.

c. Perikatan Wajar (Natuurlijke Verbintenis)

Perikatan alam/perikatan wajar/natuurlijke verbintenis ialah perikatan yang tidak dapat dimintakan sanksi, artinya perikatan hukum yang pelaksanaanya tidak apat dituntut di muka pengadilan.

Perikatan wajar yang secara sukarela dipenuhi, tidak dapat dituntut pengembaliannya (Pasal 1791 KUHPerdata). Yang dianggap sebagai perikatan alam adalah :

1. Perikatan yang berdasarkan kekuatan Undang-Undang atau kehendak para pihak sejak semula tidak mengandung hak penuntutan

2. Yang semula perikatan sipil, akan tetapi karena keadaan yang terjadi kemudian kehilangan hak tuntutannya

3. Kewajiban yang timbul dari moral dan kepatutan yang bersifat mendesak.

(45)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

B. Wanprestasi Dalam Perikatan

Salah satu unsur dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan perikatan, yakni suatu prestasi yang terdiri dari tiga macam, yaitu :44

1. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.

2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan untuk pemesanan.

3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merk dagang tertentu.

Prestasi dalam suatu perikatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat :45 1. Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya

dapat ditentukan jenisnya.

2. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan.

3. Prestasi harus diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

4. Prestasi harus mungkin dilaksanakan.

Apabila debitur tidak dapat memenuhi prestasinya, maka dikatakan bahwa debitur tersebut melakukan wanprestasi. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu wanprestatie. Wanprestasi memiliki pengertian yang jauh lebih luas dari sekadar cidera janji, oleh karena cidera janji hanya berbicara atau berhubungan dengan kelalaian atau ketidaklaksanaan suatu prestasi yang merupakan perikatan yang lahir dari perjanjian. Sedangkan wanprestasi itu sendiri mencakup juga pelaksaan kelalaian atau pelaksanaan prestasi yang buruk yang tidak hanya lahir dari Undang-Undang. Dalam membicarakan “wanprestasi” maka tidak akan

44

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja II, Perikatan Pada Umumnya (Jakarta, Penerbit Rajawali Pers, 2002), hlm. 97

45

(46)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

terlepas dari masalah “pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan “kelalaian” (verzuim)46

Namun dalam hal ini seseorang itu tidak dengan sendirinya dalam keadaan wanprestasi, apabila ia tidak segera memenuhi prestasinya. Debitur harus ditegur . Adapun yang dimaksud dengan wanprestasi adalah keadaan dimana seseorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh undang-undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat daripada tidak dipenuhinya perikatan hukum. Jika tidak ditentukan lain daripada isi kontrak tersebut, maka seseorang/debitur harus segera memenuhi prestasi.

Rumusan wanprestasi serupa dengan istilah “default” dalam bahasa Inggris. Menurut Black’s Law Dictionary. Yang dimaksud dengan “default” adalah :

By it’s derivation, a failure. An omission of that which ought to be done. Specifically, the omission or failure to perform a legal or contractual duty; to observe a promise or discharge an obligation; or to perform an agreement. The terms also embraces the ideas of dishonesty, and of wrongful act.

Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat dilihat bahwa “default” memang tidak spesifik menunjuk hanya pada cidera janji, melainkan pada wanprestasi, atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban hukum, yang juga memberikan arti kepada suatu indakan melawan hukum. Jadi ini berarti wanprestasi adalah suatu pengertian yang sangat luas yang tidak hanya meliputi cidera janji atau tidak melaksanakan perikatan yang lahir dari perjanjian, tetapi juga meliputi segala macam kewajiban (dalam hal ini kewajiban dalam lapangan harta kekayaan) yang dibebankan oleh hukum.

46

(47)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

atau diberitahu lebih dahulu oleh kreditur. Teguran itu disebut “sommatie” atau “aanmaning”, yakni teguran atau pemberitahuan yang dilakukan oleh kreditur kepada debitur, bahwa perikatan itu harus ditepati sesuai dengan apa yang tercantum dalam pemberitahuan tersebut. Jadi debitur dalam keadaan wanprestasi apabila ia tidak segera melakukan prestasinya dan telah ditegur atau disommatie.

Sommatie dapat dilakukan dengan bebas, misalnya dengan lisan, tulisan

ataupun melalui media telekomunikasi lainnya. Sommatie itu sendiri harus berisi : 1. Jangka waktu pemenuhan prestasi

2. Apa yang harus dilakukan

3. Tuntutan prestasi itu didasarkan atas hal apa. Ada empat macam bentuk wanprestasi, yaitu :47 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

2. Terlambat memenuhi prestasi

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sempurna

4. Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban atau isi perikatan Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka debitur dapat dikenakan sanksi-sanksi atau hukuman-hukuman :

1. Dipaksa untuk memenuhi perikatan

2. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur 3. Pembatalan/pemecahan perikatan

4. Peralihan risiko

5. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di Pengadilan

47

(48)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Terhadap debitur yang melakukan wanprestasi, kreditur dapat memiliki tuntutan-tuntutan sebagai berikut :48

1. Pemenuhan perjanjian

2. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi 3. Ganti rugi saja

4. Pembatalan perjanjian

5. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

C. Perbuatan Melawan Hukum Dan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Dalam KUHPerdata tidak memberikan perumusan apa yang dimaksud dengan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad). Perumusan

onrechtmatigedaad diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Oleh karena

Undang-Undang tidak memberikan perumusan terhadap onrechtmatig daad, maka timbul pengertian sempit dan pengetian luas dari onrechtmatigedaad.

Hoge Raad sebelum tahun 1919 merumuskan orechtmatge daad dalam Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek Belanda sebagai berikut : Onrechtmatigedaad adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain atau perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang.49

Dengan demikian, maka perbuatannya haruslah merupakan perkosaan dari hak orang lain yang berdasarkan Undang-Undang mendapatkan hak tersebut atau

48

H. Mariam Darus Badrulzaman,SH. Op.Cit,hlm.37

49

(49)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

bertentangan dengan kewajiban hukum yang ditentukan oleh Undang-Undang begi si pelaku sendiri. Oleh karena itu, maka onrechtmatigedaad/perbuatan melawan hukum adalah sama dengan onwetmatig/bertentangan dengan Undang-Undang. Pengertian ini dianggap sebagai pengertian perbuatan melawan hukum secara sempit. Pengertian ini merupakan pengaruh aliran Legisme yang berpandangan tidak ada hukum di luar Undang-Undang. Salah satu contoh dari peristiwa perbuatan melawan hukum yang ditafsirkan secara sangat sempit adalah sebagai berikut :

a. Keputusan Hoge Raad tanggal 6 Januari 1905

Maatschappij Singer telah mengalami saingan dari sebuah maatschappij

lainnya yang menjual mesin-mesin jahit dari lain-lain pabrik, akan tetapi telah berdagang dengan menggunakan nama Singer Maatschappij.

Oleh karenanya Maatschappij Singer yang asli menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1401 BW Belanda. Akan tetapi Hoge Raad menolaknya karena pada waktu itu tidak terdapat ketentuan undang-undang yang memberikan perlindungan atas hak nama perdagangan.

b. Zutfense Weterleiding Arrest (putusan kasasi air ledeng kota Zutfen), tanggal 10 Juni 1910, mengenai perkara sebagai berikut :

(50)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

induk tersebut, sekalipun kepadanya telah dijelaskan bahwa dengan tidak ditutupnya keran induk tersebut akan timbul kerusakan besar pada barang yang tersimpan dalam rumah bagian bawah. Atas kejadian tersebut, penghuni rumah bagian atas telah digugat di hadapan pengadilan oleh penghuni rumah bagian bawah berdasarkan Pasal 1401 BW Belanda.

Gugatan itu ditolak oleh Hoge Raad dengan alasan bahwa tidak terdapat suatu ketentuan undang-undang yang mewajibkan penghuni dari rumah tingkat atas tersebut untuk menutup keran induk tersebut. Selanjutnya mulai tahun 1919, yang dipelopori oleh Hoge Raad Belanda melalui putusannya tanggal 31 Januari 1919, terdapat pengetian perbuatan melawan hukum secara luas. Pada waktu itu terdapat perkara yang sangat menarik, yaitu perkara Cohen melawan Lidenbaum tanggal 31 Januari 1919 dimana putusan ini dapat dikatakan sebagai putusan yang revolusioner dalam hukum perdata. Perkara ini dinamakan Standaar Arrest atau

Drukkere Arrest yang peristiwanya adalah sebagai berikut :

Cohen dan Lidenbaum adalah kantor percetakan buku yang sedang

bersaing. Perkara ini dimulai ketika Cohen menarik karyawan-karyawan

Lidenbaum untuk masuk ke Cohen melalui iming-iming yang disertai dengan

hadiah. Kepindahan karyawan tersebut bukannya tanpa maksud. Cohen berniat untuk mengorek segala informasi maupun data yang dimiliki oleh karyawan tersebut, khususnya yang berhubungan dengan kegiatan operasional Lidenbaum. Dari informasi yang diperoleh tersebut, Cohen merebut pangsa pasar Lidenbaum yang menyebakan Lidednbaum menjadi rugi sebab langganannya menjadi lari ke

(51)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

Negeri (Rechbank) di Amsterdam atas tuduhan perbuatan melawan hukum Pasal 1401 BW Belanda.

Dalam pengadilan tingkat pertama, Cohen dikalahkan, sebaliknya dalam tingkat banding Lidenbaum dikalahkan berdasrkan pertimbangan bahwa perbuatan karyawan tersebut telah melanggar suatu kewajiban hukum, tetapi tidak dapat dikatakan demikian tentang Cohen, karena undang-undang tidak melarangnya. Atas putusan tersebut Lidenbaum meminta kasasi ke Hoge Raad. Dalam pemeriksaan kasasi, Lidenbaum dimenangkan. Hoge Raad menyatakan bahwa perbuatan Cohen tersebut dapat dimasukkan sebagai perbuatan melawan hukum karena telah memperkosa suatu hak hukum milik orang lain secara bertentangan dengan kepatutan atau kesusilaan (goede zeden) atau dengan suatu kepantasan dalam masyarakat tanpa memperhatikan kepentigan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamt

ten aanzien van eens anders persoon of goed).

Dalam hubungannya dengan makna memperkosa hak hukum orang lain, dapat dikemukakan bahwa dalam Nieuwe Burgerlijk Wetboek Belanda, Buku VI Pasal 162 ayat (2) telah dijelaskan bahwa “Yang termasuk perbuatan melawan hukum tersebut meliputi pelanggaran terhadap hak orang lain dan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban hukum atau dengan apa yang patut dalam lalu lintas pergaulan masyarakat menurut hukum yang tidak tertulis”.

(52)

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN (Persero) Terhadap Kerugian Konsumen Yang

perbuatan melawan hukum akan didasarkan pada keputusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 tersebut.

Di Indonesia, perbuatan melawan hukum ini tedapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang menentukan bahwa “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi unsur-unsur :50

1. Perbuatan yang melawan hukum

Dengan meninjau kembali perumusan luas dari onrechtmatigedaad, maka “daad” (perbuatan) barulah merupakan perbuatan melawan hukum, apabila :51

1. bertentangan dengan hak orang lain

2. bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri 3. bertentangan dengan kesusilaan baik

bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.

2. Harus ada kesalahan

Pengertian kesalahan di sini adalah pengertian dalam hukum perdata, bukan dalam hukum pidana. Kesalahan dalam pasal 1365 KUHPerdata mengandung semua gradasi, dari kesalahan dalam arti “sengaja” sampai pada kesalahan dalam arti seringan-ringannya.

50

H.Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hlm.219

51

Referensi

Dokumen terkait

pelanggaran yang dapat merugikan masyarakat. Pelaksanaan Pengawasan Oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris Dan Perlindungan

a. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya wacana intelektual bagi para peminat dan pengkaji hukum Islam khususnya dalam bidang perkawinan. Mampu berperan serta

The 3D models extracted are characterized by high resolution data (0.5 cm and 5 cm for TLS and terrestrial photogrammetry respectively) but different precisions

β 1 = + 0,395, menunjukkan promosi jabatan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di Balai Konservasi dan Kebun Binatang Bali Zoo, yang artinya apabila

“ Penerapan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) Dalam meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Siswa Kelas VII SMP N 5 Sukoharjo Tahun Ajaran 2010/2011

Simpulannya adalah guru di MI Al-Anwar dan MTs Mathali’ul Huda telah mendapatkan keahlian untuk mengenal ancaman bencana yang ada di daerahnya dan bisa memiliki kemampuan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dosis yang berbeda menggunakan minyak cengkeh dan lama waktu perendaman terhadap kelangsungan hidup ikan Kepaet1. Hasil

Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistim Tabela (tanam benih langsung) dan Tapin (tanam pindah) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas