• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan Dilembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan Dilembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Medan"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK

PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN

KLAS II A ANAK MEDAN

TESIS

Oleh

SERI BULAN S 077005025/HK

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(2)

PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK

PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN

KLAS II A ANAK MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SERI BULAN S 077005025/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(3)

Judul Tesis : PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK

PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A ANAK MEDAN

Nama Mahasiswa : Seri Bulan S Nomor Pokok : 077005025 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Ketua

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D i r e k t u r

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 14 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH 2. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum

3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

(5)

ABSTRAK

Pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan bertujuan untuk mengetahui pemenuhan pendidikan dan pembinaan kepribadian maupun pendidikan dan pembinaan kemandirian, kendala-kendala yang dihadapi dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemastarakatan serta upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-analitis yaitu bertujuan untuk menjelaskan proses pemenuhan hak pendidikan bagi Anak Didik Pemasyaratan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan. Sedangkan metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan adalah; kegiatan pendidikan kepribadian, yang meliputi; kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, kesadaran hukum, kegiatan pendidikan dan pembinaan kemandirian yang meliputi; pendidikan dan pelatihan kaligrafi dan bingkai, meubel (pertukangan), pangkas rambut, menjahit, pengelasan, pertamanan, pertanian, perbengekalan sepeda motor. Kendala-kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan, yaitu dari aspek normatif/yurisis adalah belum adanya peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan pendidikan formal di lembaga pemasyarakatan anak, dan belum terwujudnya kerjasama antara Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Keuangan dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Secara internal yang meliputi; terbatasnya sarana pendidikan dan pembinaan, over kapasitas, tingkat pendidikan, ekonomi, motivasi, Pembina/pendidik. Secara eksternal, meliputi; belum terwujudnya kerjasama dengan instansi terkait, organisasi sosial kemasyarakatan maupun masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan.

Disarankan hendaknya pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI melakukan upaya-upaya untuk tercapainya tujuan dari pelaksanaan pendidikan dan pembinaan dalam rangka pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lapas Anak Medan dengan menyediakan program pembinaan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak pidana serta sarana dan prasarana yang memadai.

(6)

ABSTRACT

Need of the education of rights for children in the Child’s Medan Society Institute have aims to know how to personality and skills education and treatment, problems and problem solving.

The methode of the research which used in this researching is descriptive-analytic is aims to descrip about process of needing education’s rights for children. Besides that, this research is a normative juridical study.

The results of study for needing the education of rights in the Medan of Child’s Society Institute, are personality’s education, such; religion education, nationalism, intellectuality and law’s education. Skills education, such; training for; caligrafi, meubel, barber shop, taylor, workshop, plantation, and farming.

The problems which finded on needing education’s rights in the Child’s Medan Society Institute were had aspects are; normative/juridical aspect, such as nothing law to order about education formal on the Child’s Society Institute in Indonesia, like that Government’s Order and Memorandum of Understanding (MOU) between Departement of National Education, Departement of Financial and Departement of The Law and Human Rights. Internal aspect, such; insfrastructur of education, over capacity, education’s grade, economi, motivation, and teacher. External aspects, such; coorperation between Child’s Medan Society Institute with local of government institute, Non Government Organizations, and community is not realityn for aims to needing education rights for children in the Child’s Medan Society Institute.

Suggested to government, expecially to Departement of The Law and Human Rights for prepare or to made orders about performance formal education for needing the education of rights for children in the Child’s Medan Society Institute. Beside that, suggested to Departement of The Law and Human Rights for providing the programe of the treatment and education, and education of insfrastructur in the Child’s Medan Society Institute.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga proposal tesis yang berjudul “Pemenuhan Hak Pendidikan

Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak

Medan” dapat diselesaikan.

Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan tugas akhir pada Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan para Pembantu Rektor, para Kepala Biro dan Lembaga atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana (S2);

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, yang telah memberikan arahan selama masa studi hingga penulisan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, beserta seluruh staf.

(8)

anggota Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum selaku anggota Komisi Pembimbing.

5. Bapak Drs. Mashudi, Bc.IP, MAP selaku Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Studi Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara atas biaya Kanwil serta Bapak Drs. Rosman Siregar, SH, MH selaku Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM.

6. Bapak Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Medan beserta seluruh staf pegawai yang telah banyak membantu dan memberikan data untuk melengkapi penulisan tesis ini.

7. Kedua orang tuaku, suamiku beserta anak-anaku yang tercinta, yang selalu memberikan motivasi dan spirit hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian kuliah dan tesis ini peneliti mengucapkan terima kasih dengan harapan tesis ini bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat.

Medan, Maret 2009 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : SERI BULAN SIAGIAN Tempat/Tgl Lahir : Tapsel, 27 Desember 1967 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pendidikan :

a. Sekolah Dasar Negeri No. 03, Sipirok, lulus tahun 1980

b. Sekolah Menengah Pertama Negeri No. 2 Sipirok, lulus Tahun 84

c. Sekolah Menengah Atas Negeri No. 1 Sipirok, lulus Tahun 1987

d. Fakultas Hukum Panca Budi, lulus Tahun 2000

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….… i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ……….…….viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ...…..…………...……... 8

C. Tujuan Penelitan ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Kerangka Teori dan Konsep ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Kerangka Konsep ... 33

F. Keaslian Penelitian ……... 34

G. Metode Penelitian ... 34

1. Spesifikasi Penelitian... 34

(11)

3. Teknik Pengumpulan Data ... 36

4. Sumber Data ……….……...………..….... 36

5. Analisis Data ... 36

H. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II-A ANAK MEDAN ...……..………….……….. 39

A. Landasan Hukum Tentang Hak Pendidikan... 39

.B. Tinjauan tentang Pendidikan dan Pembinaan... 41

C. Karakteristik Anak Didik Pemasyarakatan/Anak Pidana…….. 50

D. Bentuk (Ruang Lingkup) Pendidikan dan Pembinaan... 55

1. Pendidikan dan Pembinaan Kepribadian .…....…... 57

a. Pendidikan dan Pembinaan Kesadaran Beragama.…….. 57

b. Pendidikan dan Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara... 62

c. Pendidikan dan Pembinaan Mengintegrasikan diri dengan Masyarakat ... 66

d. Pendidikan dan Pembinaan Intelektual ...…… 67

e. Pendidikan dan Pembinaan Kesadaran Hukum ...…. 69

f. Jenis Pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan ... 71

2. Pendidikan Dan Pembinaan Kemandirian. ... 74

(12)

BAB III KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II-A ANAK MEDAN DALAM PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN BAGI ANAK

DIDIK PEMASYARAKATAN ... 86

A. Kendala dari Aspek Normatif/Yuridis... 86

B. Kendala Secara Internal .... …………...…………...……. 87

1. Terbatasnya Sarana Pendidikan dan Pembinaan Bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan ... 89

2. Faktor Over Kapasitas ... 92

3. Faktor Tingkat Pendidikan Anak Pidana ... 93

4. Faktor Ekonomi ... 96

5. Faktor Motivasi ... 97

6. Faktor Pembina ... 99

C. Kendala Secara Eksternal ...101

BAB IV UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II-A ANAK MEDAN DALAM MENGATASI KENDALA PEMENUHAN H AK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN ...105

A. Upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan untuk mengatasi kendala dari aspek normatif/ Yuridis dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan...107

B. Upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan untuk mengatasi kendala internal dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan...109

1. Program Wali Pemasyarakatan ...111

2. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi terbatasnya Sarana Pendidikan Dan Pembinaan Bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan ...115

3. Upaya Mengatasi Over Kapasitas ... 117

(13)

5. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor Pembina Dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik

Pemasyarakatan ... 119

C. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala secara Eksternal ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……...……….……...……... 126

A. Kesimpulan …...………...……….... 126

B. Saran…...……….... 128

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Keadaan Anak Didik Pemasyarakatan Berdasarkan Usia Di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan Tahun 2009 ………... 51 2. Karakteristik Anak Pidana Berdasarkan Faktor Penyebab Bermasalah

Dengan Hukum ...…………...……… 52 3. Karakteristik Anak Pidana Berdasarkan Pendidikan di Lembaga

Pemasyarakatan ... ..…...………….…. 54 4. Jadwal Kegiatan Agama Islam Lapas Klas II-A Anak Medan ..…………. 58 5. Jadwal Pelayanan Gereja Oikumene Lapas Anak Medan ...…...……. 59 6. Kegiatan Pramuka Gugus Depan 14099 Lembaga Pemasyarakatan

Klas II- Anak Medan ...………....……….. 63 7. Nama-Nama Anggota Pramuka Gugus Depan 14099

Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A anak Medan ...………. 64 8. Data Tentang Pemberian Izin Meninggalkan Lembaga

Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan Tahun 2008 ……....…...……. 66 9. Kelompok Belajar Komputer Modul Seru Lapas Anak Medan ...………… 68 10. Data yang berkaitan dengan program pembinaan

di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan ... 70 11. Jenis Kegiatan Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan... 71 12. Daftar Anak Didik Paket B …..………...……… 72 13. Peralatan dan Bahan-Bahan Pembinaan Keterampilan Kerja ...….. 76 14. Daftar Nama WBP yang Mengikuti Pelatihan Menjahit

Pendidikan Layanan Khusus Beringin Lapas Anak Medan... 81 15. Anak Didik Pemasyarakatan yang Mengikuti Pendidikan dan

Pelatihan Perbengkelan...84 16. Kendala-Kendala yang Dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A

Anak Medan Dalam Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Didik

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan.1

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Warga negaranya dilindungi dan dipersamakan haknya dihadapan hukum serta negara menjamin akan pendidikan bagi anak-anak. 2 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

1

Penjelasan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

2

(17)

pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Menurut Syaiful Sagala, dengan pendidikan dapat membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan tersebut.3 Menurut H.A.R. Tilaar, untuk mencapai tujuan tersebut diperluaskan kualitas pendidikan dan pembangunan atau manajemen di bidang sektor pendidikan sebagai bagian dari manajemen pembangunan nasional.4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 60, menyatakan: bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.5

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

3

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan

Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung, Alfabeta, Cetakan I, 2003), hlm 11. 4

H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, (Bandung, Remaja Rosdakarya, Cetakan.VII, 2004), hlm 3-4

5

(18)

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaam, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.6

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 menegaskan bahwa: setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat, bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial dan warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan atau pendidikan layanan khusus, termasuk warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 19957 tentang Pemasyarakatan, dalam konteks pemenuhan hak pendidikan dinyatakan di dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa anak pidana memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud Pasal 14 tentang hak-hak narapidana kecuali huruf g, dan salah satu hak Anak Pidana adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah usaha sadar untuk

6

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional

7

(19)

menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. 8

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat (8), menyatakan Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a.Anak pidana ialah anak yang berdasarkan putusan pengadilan yang menjalani sampai umur 18 (delapan belas) tahun.

b.Anak Negara ialah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk di didik dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

c.Anak sipil yaitu anak atas permintaan orang tuanya atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dibina di lembaga pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 5 menyatakan bahwa Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 9

1. Asas Pengayoman

Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan. Juga memberi bekal kehidupan kepada warga binaan pemasyarakatan menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

2. Asas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan

8

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan

Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 9

(20)

Warga binaan pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, tanpa membedakan orangnya.

3. Asas Pendidikan

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan warga binaan pemasyarakatan mendapat pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila. Antara lain dengan menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian dan kesempatan menunaikan ibadah sesuai agamanya masing-masing.

4. Asas Pembimbingan

Warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan juga mendapat pembinaan yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dengan menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah agama.

5. Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia.

Warga binaan pemasyarakatan tetap diperlakukan sebagai manusia dengan menghormati harkat dan martabatnya.

6. Asas Kehilangan Kemerdekaan Satu-satunya Penderitaan.

(21)

pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga atau rekreasi. Warga binaan pemasyarakatan tidak boleh diperlakukan di luar ketentuan undang-undang, seperti dianiaya, disiksa dan sebagainya. Akan tetapi penderitaan satu-satunya dikenakan kepadanya hanyalah kehilangan kemerdekaan.

7. Asas berhubungan dengan Keluarga atau Orang-orang tertentu.

Warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Untuk itu, ia harus tetap dapat berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sedangkan di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 200210 tentang Perlindungan Anak, menyatakan LAPAS Anak merupakan sebagai tempat pendidikan anak bukan penghukuman anak. Pendidikannya pun sekarang sudah kurang terfokus dan sekarang sudah mulai timbul kesadaran bahwa mereka (anak) harus diberi pendidikan bukan untuk menjalani hukuman.

Lembaga Pemasyarakatan Anak mempunyai tugas dan tanggung jawab di dalam pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan dimana pada Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 11Tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa Anak Didik Pemasyarakatan yang

10

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

11

(22)

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya serta hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia memiliki kapasitas 250 orang Warga Binaan Pemasyarakatan, namun pada kenyataannya Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan dihuni sebanyak 856 orang Warga Binaan Pemasyarakatan, yang terdiri dari 332 Narapidana dan 524 Tahanan. Dari 332 Narapidana, jumlah Anak Pidana adalah 162 orang. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dirasa menarik untuk melakukan penelitian yang selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk tesis, dengan judul:

PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II-A ANAK MEDAN. B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan?

(23)

3. Bagaimana upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan dalam mengatasi kendala-kendala dalam pemenuhan hak pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.

2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A II-Anak Medan dalam pemenuhan hak pendidikan bagi II-Anak Didik Pemasyarakatan.

(24)

D. Manfaat Penelitian

Berangkat dari permasalahan-permasalahan diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Teoritis: menambah khasanah ilmu pengetahuan Hukum Pidana, khususnya mengenai pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.

2. Praktis :

a. Sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum, praktisi hukum, dan Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan mengenai pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan.

b. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang terkait khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.

E. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

a. Teori Tentang Pendidikan

(25)

Menurut Imam Barnadib, pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek.12 Teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogianya pendidikan itu dilaksanakan. Sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkret (nyata).

Dalam kamus pendidikan seperti yang dikutip oleh Nanang Fattah, pengertian pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan kemampuan dan sikap-sikap serta bentuk-bentuk tingkah laku yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup.

b. Proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khusus di lingkungan sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimum.

Pengertian pendidikan adalah hal, cara,hasil atau proses kerja mendidik,dapat membentuk manusia menjadi orang yang berguna.13

Tholib Kasan menjabarkan beberapa pendapat ahli tentang pendidikan, diantaranya :

1) Lodge dalam buku Philosophy of Education,menyatakan bahwa perkataan pendidikan dipakai kadang dalam pengertian yang lebih luas, kadang-kadang dalam arti yang lebih sempit. emua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan. Seorang anak di didik orangtuanya, seperti pula halnya seorang murid di didik gurunya, bahkan seekor anjing di didik tuannya. Segala sesuatu yang kita katakan, pikirkan atau kerjakan mendidik kita, tidak berbeda

12

Imam Barnadib, Dasar-Dasar Kependidikan : Memahami makna dan Perspektif Beberapa Teori Pendidikan, (Jakarta, Cetakan I, Ghalia Indonesia, 1998), hlm 8.

13

(26)

dengan apa yang dikatakan atau dilakukan sesuatu kepada kita, baik dari benda-benda hidup ataupun benda mati.

2) Menurut Langeveld, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada pendewasaan anak atau membantu agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari dan sebagainya dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.

3) Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

4) Godfrey Thompson, 14 menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap (permanen) di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiran dan sikapnya.

Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.15

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

14

Tholib Kasan, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Cetakan I, Studi Press, 2005), hlm 3-4.

15

(27)

keagamaam, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.16

Dari beberapa pengertian mengenai pendidikan yang diperlukan para ahli tersebut berbeda secara redaksional, tetapi secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dari pendidikan dan alat-alat (sarana) yang digunakan.

Mendidik disini berarti memimpin anak. Namun pengertian tersebut mengandung banyak masalah yang dalam dan luas serta pelik. Mendidik adalah “pengertian yang sangat umum yang meliputi semua tindakan mengenai gejala-gejala pendidikan”.17 Jadi dari pengertian memimpin anak tersebut, pendidikan disebut sebagai pimpinan, karena dengan perkataan ini dapat disimpulkan arti bahwa si anak aktif sendiri, memperkembangkan diri, tumbuh sendiri, tetapi keaktifannya itu ia harus dibantu, dipimpin dalam pengertian mendidik ialah memimpin anak, ada 2 (dua) pendirian yang bertentangan.

16

Undang-Undang tentang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

17

(28)

b. Teori Tentang Pembinaan

Proses pembinaan anak di lembaga pemasyarakatan lebih mengutamakan unsur pendidikan dan pembinaan, karena anak dianggap belum memiliki apa yang disebut ‘Will” (kehendak) dan belum mengetahui dampak dari perbuatan yang dilakukannya.

H. Warren Dunham mengungkapkan:

The purpose of juvenile court is not to determine whether

the child has committed any act for which he should be

held, rather it is to get at a cause of this behavior in orde

that he can be given treatment appropriate to his need.

18

Tujuan dari peradilan anak bukan pada hukuman atas tindakan yang dilakukan oleh anak, tetapi mencari sebab perbuatannya, oleh karena itu pembinaan atau treatment menjadi penting artinya. Adapun pengertian treatment adalah:

“Treatment adalah perlakuan yang baik atau perlakuan yang ditujukan kearah perbaikan dan dalam istilah teknis teknologis Indonesia dikenal sebagai pembinaan.” 19

Pembinaan, melatih dan mengajar seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan khusus pada anak yang melakukan pelanggaran hukum, pembinaan bertujuan agar mereka tidak mengulangi perbuatannya. Di dalam pembinaan, mereka diberikan kegiatan yang bermanfaat dikemudian hari.

18

H. Warren Dunham, Juvenile Delinquency, (The Juvenile Court: Contradictory Orientation in Processing Offenders, 1972) hlm 132.

19

(29)

Menurut Clegg, ada 2 pendekatan untuk melaksanakan pembinaan, yaitu: “Treatment can be devided in two general approaches, the direct method. Indirect method, the officer work with the individual offender and in indirect method, the focus is in environment. 20

Menurut Clegg, pembinaan dibagi menjadi 2, yaitu pembinaan langsung, dimana petugas melakukan pembinaan terhadap anak secara perseorangan dan pembinaan tidak langsung dipusatkan pada lingkungan.

Bentuk pembinaan pun secara umum terbagi 2, yaitu pembinaan dalam lembaga dan pembinaan di luar lembaga. Pembinaan di dalam lembaga merupakan suatu sistem dimana seseorang dipisahkan dari lingkungan maupun keluarganya, yaitu dimasukkan dalam lembaga pemasyarakatan. Sedangkan pembinaan diluar lembaga merupakan pembinaan yang dilakukan oleh suatu lembaga yang ditunjuk, di mana seorang tetap berada dalam lingkungan keluarganya.

Bentuk dari pembinaan di dalam lembaga merupakan suatu putusan yang dijatuhkan kepada anak yang sudah terbukti bersalah dan tidak dapat dikenakan tindakan yang lebih ringan. Pembinaan di dalam lembaga dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan anak yang merupakan unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina anak dengan tujuan agar setelah selesai masa pidananya, diharapkan ia menjadi warga masyarakat yang baik.11 Seorang anak yang sudah mendapatkan vonis, maka penempatan anak tidak boleh dicampur dengan orang dewasa, meskipun sebagai titipan atau

20

(30)

dengan ruangan terpisah. Hal ini untuk menghindari gejala yang dapat merusak perkembangan pribadinya dikemudian hari.21

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian, yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Kesadaran berbangsa dan bernegara. 3) Intelektual

4) Sikap dan perilaku

5) Kesehatan Jasmani dan rohani 6) Kesadaran hukum

7) Reintegrasi sehat dengan masyarakat. 8) Keterampilan kerja dan

9) Latihan kerja dan produksi.

Waliman Hendrosusilo berpendapat pembinaan atau perlakuan terhadap anak deliquen lebih diarahkan kepada program yang bersifat terapi dari pada penghukuman, dengan maksud memperbaiki kelakuannya, agar tidak mengulangi kembali perbuatannya. Untuk mendapatkan hasil yang baik, pembinaan dilaksanakan tanpa adanya sikap menyalahkan dan membenci si anak dengan melimpahkan pembalasan (punishment). Untuk menentukan macam dan sifat atau bentuk pembinaan, harus diperhatikan beberapa unsur antara lain : 22

21

H.S Sutarman, Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Penetapan Keluarga Asuh dan Penyerahan pada Panti Asuhan, (dalam Lokakarya Evaluasi Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Bina Cipta, Bandung, 1977), halaman 17.

22

(31)

a. Usia anak

b. Berat ringannya tindak pidana yang dilakukan c. Kualitas atau keadaan jasmani dan rohani anak d. Lingkungan hidup anak

Program latihan dan treatment disarankan dalam suatu institusi seharusnya sudah diperhitungkan berdasarkan studi mengenai latar belakang dan penilaian tentang potensi anak menjadi nakal. Staf lembaga dilatih untuk bekerjasama dengan orang tua atau keluarga para pelanggar dalam upaya penanganan kasus-kasus kenakalan dan mengembangkan suatu rencana pembebasan mereka. 23

Brim and Wheeler, dua orang ahli penjara dari Amerika Serikat menjabarkan lembaga pemasyarakatan atau penjara sebagai suatu organisasi yang memproses manusia/orang. Secara implisif, atau explisif, penggolongan lembaga pemasyarakatan atau penjara sebagai people processing organizations, mempunyai arti bahwa kepada mereka yang bertanggung jawab atas organisasi itu harus melakukan sesuatu, terhadap atau bahan baku yang mereka terima agar memproses dan mengubah siapapun yang menjadi bahan baku tersebut dengan cara yang kurang lebih telah direncanakan dan baku, dimana antara bahan baku dan hasil akhir haruslah merupakan dua benda yang sama sekali berbeda. 24

Sebagai organisasi, lembaga pemasyarakatan memiliki ciri umum yang sama yang dimiliki oleh organisasi-organisasi lain yang juga masuk kedalam kategori people processing organizations, seperti: Rumah Sakit Jiwa, Sekolah Umum, Perguruan Tinggi atau Universitas, Kamp Latihan Militer, Biara dan

23

Martin R, Haskell and Jablonsky, Crime and Deliquency, (Chicago: Rand Mc. Nally and Company, 1971), hlm 97.

24

Romany Sihite, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembinaan Terhadap

Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang, (Jakarta, Jurusan Kriminologi FISIP-UI,

(32)

sejenisnya. Ciri-ciri umum tersebut menunjuk pada suatu tempat tinggal dan bekerja yang tertutup/terbatas dari besarnya jumlah orang-orang yang memiliki ciri yang kurang lebih sama dan dipisahkan dari masyarakat umum untuk suatu periode tertentu secara bersama dan yang hidupnya diatur secara formal dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh para penghuninya. 25

c. Teori Tentang Pemasyarakatan

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekadar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan. Walaupun telah diadakan perbaikan mengenai tatanan (stelsel) pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat (Pasal 14a KUHP), pelepasan bersyarat (Pasal 15 KUHP), dan pranata khusus penuntutan serta penghukuman terhadap anak (Pasal 45, 46, 47 KUHP), namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah. 26

Sistem kepenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara

25

Ibid, hlm 45

26

(33)

angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga dan lingkungannya.

Berdasarkan pemikiran tersebut, sejak tahun 1964, sistem pembinaan bagi Narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula yang semula rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Surat Instruksi Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G. 8/506 tanggal 17 Juni 1964.

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Menurut Sahardjo, bahwa untuk memperlakukan narapidana diperlukan landasan sistem pemasyarakatan.

(34)

memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara …, tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan pidana hilang kemerdekaan…., negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya mengembalikan orang itu ke masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat”. 27

Klasifikasi pendekatan keamanan dalam sistem kepenjaraan telah melahirkan pandangan bahwa narapidana yang mendapatkan pidana panjang perlu mendapatkan pengawasan keamanan secara maksimal. Pandangan ini, kemudian diterapkan dalam perlakuan terhadap narapidana, dengan mengklasifikasikan mereka ke dalam beberapa klasifikasi menurut lama pidananya.

Klasifikasi lamanya pidana kemudian diterapkan dalam penempatan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Misalnya golongan B-I akan ditempatkan dalam satu blok, yang terdiri dari beberapa sel, dengan pengawasan keamanan yang maksimal. Demikian pula untuk golongan yang lainnya. Semakin ringan pidananya, semakin kurang tingkat pengawasannya. Pendekatan keamanan disamping melahirkan klasifikasi lamanya pidana, penempatan dalam blok-blok berdasarkan lamanya pidana, pengawasan, juga perlakuan khusus bagi mereka yang tergolong menjalani pidana lama atau yang secara khusus diperlukan perlakuan tersebut.

Klasifikasi dalam sistem pemasyarakatan masih dipergunakan seperti yang diberlakukan dalam sistem kepenjaraan. Namun demikian, di dalam pengawasan pemasyarakatan membagi pengawasan narapidana dalam tiga klasifikasi, yaitu

27

Sahardjo, Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila , Pidato Pengukuhan pada

tanggal 3 Juli 1963 di Istana Negara, (Universitas Indonesia, 1995), hal. 8 & 15, di dalam

(35)

maximal security, medium security dan minimum security. Maximal security diberikan kepada narapidana dalam klasifikasi B-I, residivis, narapidana karena kasus subversi, pembunuhan berencana, perampokan, pencurian dengan kekerasan, beberapa narapidana yang dianggap berbahaya atau membahayakan Lembaga Pemasyarakatan.

(36)

INTERGRASI

P B

CMB

C B

BAPAS

BEBA

S

S

E

S

U

N

GGU

H

N

Y

A

DAPAT BERPARTISIPASI AKTIF DAN POSITIF DALAM PEMBANGUNAN (MANUSIA MANDIRI TIDAK MELANGGAR HUKUM LAGI

HIDUP BERBAHAGIA DUNIA / AKHIRAT

(37)

d. Tinjauan tentang Anak

1. Pengertian Anak

Pengertian anak dalam aspek hukum, dapat dilihat melalui beberapa perundang-undangan:

a) Menurut hukum adat

Hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam peraturan-peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana- sini mengandung unsur agama. Pengertian tentang anak yang diberikan oleh hukum adat, bahwa anak dikatakan minderjarigheid (bawah umur), yaitu apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain yaitu jika tidak dikuasai oleh orang tuanya maka dikuasai oleh walinya (voogd)nya. 28

b) Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menentukan:

Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian. c) Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menentukan bahwa

yang dikatakan belum dewasa yaitu belum mencapai enam belas tahun. d) Anak menurut Undang-undang Perkawinan:

Pasal 7 ayat 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 seorang pria diizinkan kawin (dianggap sudah dewasa dan layak untuk kawin), sesudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita yang sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan terhadap hal ini hanya dapat dimintakan dispensasi.

28

Abdurrahman, dalam M.G. Endang Sumiarni dan Chandera Halim, Perlindungan

(38)

e) Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa: Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

f) Konvensi Hak Anak (Convention On The Rights of Child)

Menurut Konvensi Hak Anak (Convention On The Rights of Child) yang disetujui oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November 1984 dan disahkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990, mendefinisikan anak secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 (delapan belas) tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional. Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) tidak dikenal istilah belum dewasa atau remaja, yang ada hanya istilah “anak” yang berarti “semua manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun”. Selain itu juga dalam KHA ada 2 (dua) pendapat tentang bayi di dalam kandungan. Pendapat pertma menyatakan bahwa bayi yang berada di dalam kandungan juga termasuk ke dalam kategori anak yang seperti yang dimaksud oleh KHA. Pendapat Kedua, anak terhitung sejak lahir hingga sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.

g) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 2 butir 1, menentukan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

(39)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) dan belum pernah menikah. Dalam rumusan pasal ini ada dua hal yang menyebabkan seseorang dikategorikan sebagai seorang anak, yang pertama adalah umurnya sudah mencapai 8 (delapan) tahun dan belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan yang kedua adalah belum belum pernah menikah karena jika seseorang tersebut sudah pernah menikah sekalipun ia belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau sekalipun ia kemudian bercerai, menurut undang-undang ini ia akan dikategorikan sebagai orang dewasa dan bukan sebagai anak.

h) Anak dalam Hukum Perburuhan

Undang-undang No. 12 tahun 1948 tentang pokok perburuhan mendefinisikan anak adalah laki-laki atau perempuan yang berumur 14 (empat) tahun ke bawah.

i) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1, Butir 1, menyatakan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Beberapa perundang-undangan yang memberi pengertian tentang anak belum ada keseragaman. Dalam memberi kriteria atau batasan umur yang dapat dikatakan anak, tetapi sebagai pengertian umum yang diberikan oleh beberapa undang-undang tersebut, maka anak adalah:

1. Orang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun 2. Termasuk juga anak yang masih di dalam kandungan.

(40)

dan kebudayaan yang lain juga berbeda,tapi intinya adalah bahwa anak merupakan suatu yang berharga yang yang dikaruniakan Tuhan bagi sebuah keluarga, sebuah suku atau kelompok masyarakat tertentu,kehadiran seorang anak merupakan suatu yang baik dalam sebuah keluarga. Dalam sistem hukum nasional ada berbagai macam kriteria mengenai anak tiap-tiap peraturan definisi tersendiri. Dalam sistem hukum Indonesia tidak ada keseragaman di dalam menentukan batas kedewasaaan.

Hukum pidana dan hukum perdata menentukan seseorang masih digolongkan anak atau tidak dengan menggunakan standar umur dan pernikahan, sedangkan dalam hukum adat dan hukum islam tidak menggunakan standar umur tetapi didasarkan pada keadaan biologis dari si anak. Apalagi ditambah dengan berbagai sering terjadinya penipuan-penipuan umur seorang anak Di Indonesia tidak semua orang mempunyai akte kelahiran akibatnya untuk menentukan usia seseorang dipergunakan Rapor, Surat Babtis atau Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah saja. Sehingga umur seseorang dengan muda disamarkan di Indonesia baik itu untuk bisa mendapatkan keringanan hukuman (orang yang sudah dewasa atau sudah kawin) berpura-pura sebagai anak. Atau di dalam kasus-kasus perburuhan umur seorang anak disamarkan agar bisa dipekerjakan.

2. Hak-hak Anak

(41)

Tahun 1990 pada 25 Agustus 1990.29 CRC yang dilahirkan pada tahun 1989 melalui kesepakatan sidang Majelis Umum PBB ke-44 (resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989) tersebut secara otomatis mengikat Indonesia untuk mematuhi dan menjalankan ketentuan yang terdapat didalamnya sebagai konsekuensi peratifikasian yang telah dilakukan. Konvensi atau kovenan adalah kata lain dari treaty (traktak atau pakta), merupakan perjanjian diantara beberapa negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara yuridis dan politis oleh karena itu konvensi merupakan suatu hukum internasional/instrumen internasional.

Konvensi hak anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis politis diantara berbagai negara yang mengatur hal yang berhubungan dengan hak anak. Hak anak berarti hak asasi manusia untuk anak dengan kata lain hak anak merupakan bagian integral dari HAM dan Konvensi Hak Anak merupakan bagian integral dari instrument internasional dibidang HAM. Hak asasi anak tetap diperlukan walaupun sudah ada HAM karena anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus yang berhubungan dengan situasinya/sifat sebagai anak yang rentan, tergantung, dan berkembang.

29

Keppres No. 36 Tahun 1990 pada 25 Agustus 1990, Ratifikasi CRC (Convetion on the

(42)

Hubungan antara HAM dengan Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut:30

a) KHA menegaskan berlakunya HAM bagi semua tingkatan usia, contohnya hak untuk bebas dari perlakuan aniaya, hak atas identitas dan kewarganegaraan dan hak atas jaminan sosial;

b) KHA meningkatkan standar HAM agar lebih sesuai dengan anak-anak contohnya dalam kondisi kerja, penyelenggaraan peradilan anak, serta kondisi perengutan kemerdekaan;

c) KHA mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan anak secara khusus, seperti pendidikan dasar, adopsi dan berhubungan dengan orang tua. Di dalam KHA terkandung 4 (empat) prinsip utama yang berhubungan dengan penegakan hak dari seorang anak, yaitu:

1) Non Diskriminasi (Non discrimination), artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM.

2) Yang terbaik bagi anak (best interest of the Child), artinya bahwa dalam setiap

tindakan yang menyangkut anak, maka yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang utama (prioritas ).

3) Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Survival and development), artinya bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan

30

(43)

bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus dijamin. Prinsip ini adalah pencerminan prinsip inivisibility HAM.

4) Penghargaan terhadap pendapat/pandangan anak (respect for the views of the

child), artinya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang

mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.

Konvensi Hak Anak mendefenisikan “anak” secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 (delapanbelas) tahun (namun diberikan juga pengakuan terhadap batas umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundang-undangan nasional). Mengenai sejak kapan seseorang dikategorikan anak ada dua pendapat, yang pertama sejak dalam kandungan dan yang kedua sejak orang tersebut dilahirkan.

CRC terdiri dari 54 Pasal yang dapat dikategorikan kedalam 4 jenis hak anak yaitu hak anak untuk mendapat perlindungan (Protection Rights), hak anak untuk mempertahankan eksistensi (Survival Rights), hak untuk berkembang fisik, psikis, dan biologis (Development Rights) dan hak partisipasi (Participation

Rights).

1. Hak untuk mendapat perlindungan (Protection Rights).

(44)

2. Hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Survival Rights).

Dalam CRC setidaknya ada dua pasal yang mengatur mengenai hak untuk mempertahankan hidup dari seorang anak yaitu Pasal 6 dan Pasal 24 dari CRC. Pasal 6 mengandung dua macam hak yaitu hak anak untuk hidup (Rights to Life) dan hak untuk kelangsungan hidup dan pengembangan diri seorang anak (The

Survival and Development of the Child). Pasal 6 berbunyi:

a. States Parties recognize that every Child has the inherent right to life, artinya,

negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang merupakan kodrat hidup.

b. States Parties shall ensure to the maximum extent possible survival and

development of the child, artinya negara-negara peserta semaksimal mungkin

akan menjamin kelang-sungan hidup dan pengembangan anak.

Pasal 24 mengatur tentang kewajiban dari Negara-negara peserta untuk memberikan jaminan hak seorang anak untuk mendapatkan standart kesehatan tertinggi yang bisa didapatkan, demikian juga pada fasilitas perawatan dan rehabilitasi kesehatan, dan mereka harus mampu memastikan bahwa anak tidak akan dirampas haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tertentu. Sedangkan dalam ayat-ayatnya yang kedua diatur suatu ukuran dasar yang harus dilakukan pemerintah dalam mengimplementasikan konvensi ini yaitu dengan menurunkan angka kematian bayi, menyediakan pelayanan kesehatan primer, termasuk di dalamnya mengembangkan kerjasama internasional yang berkaitan dengan masalah ini. Pasal 24 menentukan:

“States recognize the right of the child to the enjoyment of the highest

(45)

rehabilitation of health. States Parties shall strive to ensure that no child is deprived of his her right of access to such health service.”

Artinya: Negara-negara Peserta mengakui hak anak untuk memperoleh standart kesehatan tertinggi yang bisa dicapai serta atas fasilitas perawatan dan rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Peserta akan berupaya menjamin agar tak seorangpun dirampas haknya dalam memperoleh pelayanan kesehatan seperti yang dimaksud.

Secara khusus mengenai Pasal 19 Convention on the rights of the Child dimana di dalam pasal tersebut diatur mengenai kewajiban negara untuk melindungi seorang anak dari perlakuan yang salah (abuse) yang dilakukan oleh orang tuanya atau orang lain yang diberi tanggungjawab untuk mengasuh anak tersebut serta untuk melaksanakan program-program pencegahan dan perawatan sehubungan dengan hal ini. Secara keseluruhan Pasal 19 menentukan:

1. States Parties shall take all appropriate legislative, administrative, social and

educational measures to protect child from all forms of physical or mental violence, injury or abuse, negligent treatment, maltreatment or exploitation, including sexual abuse, while in the care of parent(s), legalguardian(s) or any other person who has the care of the child.

Artinya: Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah legeslatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, atau penyalahgunaan, penalaran atau perlakuan salah, luka (injury) atau eksploitasi, termasuk penyalah-gunaan seksual, sementara mereka dalam pemeliharaan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain yang memelihara anak.

2. Such Protective measures should, as apropriate, include effective procedures

(46)

of prevention and for indentification, reporting, referral, investigation, treatment and follow-up of instances oh child maltreatment describe heretofore, and as apropriate, for judicial involvement.

Arinya: langkah-langkah yang perlindungan seperti itu, hendaknya, jika dianggap layak, mencakup prosedur-prosedur yang efektif dalam menetapkan program-program sosial guna memberi dukungan yang diperlukan bagi anak, dan mereka yang berhak memelihara anak dan juga dalam menetapkan bentuk-bentuk pencegahan dan bagi kepentingan indentifikasi, pelaporan, rujukan, pemerikasaan, perlakuan dan tindak lanjut dari contoh-contoh pemeliharaan yang salah seperti yang diuraikan diatas dan jika perlu bagi kepentingan proses pribadi untuk keterlibatan peradilan.

3. Hak untuk bertumbuh dan berkembang (Development Rights).

Rumusan Pasal-pasal yang mengatur tentang hak untuk bertumbuh dan berkembang berusaha menjamin setiap anak untuk mendapatkan kehidupan yang memadai agar dapat berkembang dengan baik secara fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (Rights to Standart Living). Yang tentu saja hal ini dengan kuat sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang didapat oleh anak tersebut (the

education rights). Ada pasal-pasal yang mengatur mengenai hak ini dalam CRC

adalah:

a) Pasal 6 dan 7 mengatur tentang hak atas identitas nama dan kebangsaan.

b) Pasal 5, 6, 13, 14 dan 15 mengatur tentang hak untuk pengembangan kepribadian sosial dan pisikologi.

c) Pasal 9, 10, 11 mengatur tentang hak untuk hidup tentang keluarga. d) Pasal 12 dan 13 mengatur tentang hak untuk didengar.

e) Pasal 14 mengatur hak untuk berfikir, berhatinurani dan beragama. f) Pasal 17 mengatur hak anak untuk memperoleh informasi.

g) Pasal 24 mengatur mengenai hak anak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pengembangan fisik.

(47)

i) Pasal 31 hak untuk bermain dan berekreasi.

Dalam CRC faktor pendidikan baik bagi seorang anak menjadi perhatian khusus CRC tidak hanya sekedar mengatur tentang pendidikan tetapi juga memberi langkah kongkrit beserta arahan yang hendak dicapai. Pasal 28 menunjukkan langkah-langkah standart yang harus diambil dan Pasal 29 menunjukkan arah yang diinginkan untuk dicapai oleh Negara-negara peserta. 3. Hak untuk Berpartisipasi (Participation Rights).

Hak ini berusaha menjadikan anak bukan hanya sebagai penerima dan bersifat pasif terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangannya tetapi juga dapat mengekspresikan pandangannya, isi hatinya secara bebas.

Ada beberapa Pasal yang mengatur hak untuk berpartisipasi dari seorang anak yaitu:

a) Pasal 12: Hak untuk menyampaikan pendapat secara bebas dalam segala hal yang berpengaruh terhadap anak yang bersangkutan serta hak didengar.

b) Pasal 13: Hak untuk memperoleh informasi. c) Pasal 15: Hak untuk berserikat.

d) Pasal 17: Hak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindungi dari informasi yang tidak sehat.

e) Pasal 42: Hak untuk memperoleh informasi tentang konvensi hak anak.

Pasal 12 CRC mengatur bahwa Negara-negara peserta menjamin hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal terutama hal-hal yang menyangkut erat dengan anak itu. Selain itu seorang anak juga dijamin haknya untuk mengekspresikan pendapatnya tersebut, tentu saja tanpa melanggar hak dari orang lain (Pasal 13 CRC).

(48)

Berdasarkan uraian teori di atas, dapat dijelaskan beberapa konsep dasar yang digunakan antara lain:

a) Pemenuhan Hak Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan Anak Didik Pemasyarakatan aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.31

b) Pendidikan adalah kegiatan pembinaan kepribadian dan kemandirian yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.

c) Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.32

d) Pembinaan kepribadian, mencakup; pembinaan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa, kesadaran bernegara, pembinaan kemampuan intelektual, kesadaran hukum, dan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. e) Pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan

agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan kembali di tengah-tengah masyarakat.

f) Anak Didik Pemasyarakatan adalah Anak pidana yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. 33

31

Pasal 1 Butir 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. 32

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan

(49)

g) Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan bagi Anak Didik Pemasyarakatan. 34

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap judul dan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), serta kepustakaan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, maka Tesis yang berjudul

PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN ini dapat dikatakan

sudah pernah diteliti sebelumnya, namun masalah dan teorinya tidak sama.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-analitis yaitu bertujuan untuk menjelaskan proses pemenuhan hak pendidikan bagi Anak Didik Pemasyaratan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan. Sedangkan metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Tipe penelitian dalam tesis ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran tentang fenomena sosial tertentu dan digambarkan secara terperinci, untuk memberikan informasi secara lengkap. Penelitian ini berusaha untuk menggambarkan secara terperinci bagaimana pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan yang kemudian menyajikan secara lengkap.36

33

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

34

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

36

(50)

2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan. Alasan dari pemilihan lembaga pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan karena:

1) Satu-satunya lembaga pemasyarakatan atau Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Wilayah Sumatera Utara yang melaksanakan pendidikan dan pembinaan terhadap anak.

2) Lembaga tersebut memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi penelitian mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa.

b. Populasi. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan yang berjumlah 182 orang.

c. Sampel

Teknik penarikan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sampel random sederhana (simple random sampling) yaitu pemilihan sampel yang diambil secara acak atau sembarang dari unsur populasi artinya setiap unsur populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk dapat terpilih sebagai sampel. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan cara undian, yaitu masukkan seluruh unsur populasi itu dengan menggunakan nomor, kemudian mengocoknya dan mengeluarkan nomor-nomor sehingga diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 60 orang.

3. Teknik Pengumpulan Data

(51)

b.Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada responden yang berpedoman pada dasar pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara dilakukan melalui tanya jawab dengan pejabat struktual dan staf di LAPAS Anak Medan.

c.Studi dokumentasi adalah cara untk memperoleh data dengan mengumpulkan semua informasi yang sudah ada, berkaitan dengan permasalahan penelitian dari sumber-sumber terkait.

4. Sumber Data

a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari responden, yang dalam hal ini anak pidana dan pejabat/staf Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A II-Anak Medan.

b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak-pihak yang terkait, seperti; pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), para Ustad, Pendeta, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan.

c. Sumber data sekunder lainnya bisa berasal dari dokumen, arsip dan catatan tertulis lain yang berkaitan dngan hal yang akan diteliti.

5. Analisis Data

(52)

penelitian yang dilakukan akan memperoleh hasil yang benar dan akurat dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Pemaparan secara deskriptif, maka penelitian ini dapat menjelaskan pelaksanaan pembinaan anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan.

Soedjono dan Abdurrahman dalam hal ini menyatakan bahwa: deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek / obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya. 37

37

(53)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam Tesis ini adalah sebagai berikut:

Bab Pertama berisikan pendahuluan, mencakup latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian, kerangka teori dan konsep, keaslian penelitian, metote penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, sistematika penulisan.

Bab Kedua, berisikan tentang pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan, yang meliputi pendidikan kepribadian serta pendidikan pembinaan kemandirian. Bab Ketiga, berisikan tentang kendala-kendala yang dihadapi Lembaga

Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan dalam pemenuhan hak pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan, yang meliputi kendala internal dan kendala eksternal.

Bab Keempat berisikan tentang upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Medan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pemenuhan hak pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan, yang meliputi: upaya internal dan upaya eksternal.

(54)

BAB II

PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II-A ANAK MEDAN

A. Landasan Hukum Tentang Hak Pendidikan

Landasan hukum yang mengatur tentang Hak Pendidikan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dan Instruksi Presiden R.I. Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

(55)

3,49 persen APBN dan secara bertahap akan ditingkatkan tahun 2009 akan mencapai 20 persen APBN.38

Kesepakatan DPR dan Pemerintah itu pada hakekatnya mengabaikan amanat konstitusi, padahal kewajiban penyelenggara negara menyediakan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN adalah keharusan bagi kelangsungan pembangunan negara yang modern dan demokratis berdasarkan Pancasila. Minimnya alokasi anggaran bagi pendidikan di dalam APBN hanya merupakan satu dari sekian banyak permasalah di dunia pendidikan.

Kelompok masyarakat yang paling merasakan dampak dari permasalahan pendidikan adalah rakyat miskin, terutama anak-anak kelompok marjinal yang seharusnya mengenyam pendidikan, yang pada dasarnya adalah “hak” setiap warga negara, termasuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum yang antara lain adalah anak didik pemasyarakatan/anak pidana. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 ( delapan belas) tahun.

Secara internasional, dirumuskan dalam Deklarasi Hak Anak di Jenewa tahun 1924, ditegaskan bahwa negara wajib melindungi hak-hak setiap anak sejak masih berada dalam kandungan hingga dianggap secara hukum mampu menentukan nasibnya sendiri (dewasa).39 Juga prinsip-prinsip tentang hak-hak anak yang terdapat dalam deklarasi hak-hak anak yang diproklamirkan melalui resolusi PBB No. 1386 Tahun 1959 dan aturan standard minimum PBB untuk

38

H. Soedijarto, “Soal 20 Persen Dana Pendidikan”, (Kompas 20 Februari 2004).

39

Resolusi Majelis Umum No. 40/33 tentang Peraturan Standar Minimum PBB untuk

(56)

administrasi peradilan remaja (The Beijing Rules) dalam resolusi M.U. PBB No. 40/32 tahun 1985.

B. Tinjauan tentang Pendidikan dan Pembinaan

Manusia membutuhkan pendidikan dimana pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lainnya yang diakui oleh masyarakat. Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, sedangkan pada ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara Indonesia. 40

Setiap manusia mengalami perkembangan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan ini dimungkinkan karena adanya kemampuan untuk belajar, yaitu mengalami perubahan-perubahan mulai dari saat lahir sampai mencapai umur tua. Rangkaian perubahan paling nampak jelas pada anak sampai mencapai umur dewasa. Perubahan-perubahan yang diharapkan akan terjadi pada setiap manusia dalah perubahan yang bercorak positif dan perubahan yang bercoak negatif. .41 Perubahan yang bercorak positif yang dimaksud adalah perubahan yang semakin mengarah ke taraf kedewasaan. Perubahan yang bercorak negatif adalah perubahan yang semakin mengarahsikap dan tingkah laku yang negatif karena suatu proses belajar juga dapat menghasilkan suatu perubahan dalam sikap atau tingkah laku yang dapat dipandang bercorak negatif.

40

UUD 1945, (Hasil Amandemen ke-4)

41

(57)

Di Indonesia, pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan, berpedoman pada pola pembinaan untuk Narapidana/Tahanan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02-PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narpidana/Tahanan yang meliputi:42

b. Pembinaan interaksi langsung yang bersifat kekeluargaan

c. Pembinaan persuasif edukatif, yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan

d. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis e. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan f. Pendekatan individual dan kelompok

g. Etos kerja para petugas Pembina pemasyarakatan

Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang (anak didik pemasyarakatan) tentu sesuai tingkat pendidikan yang diikutinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka diasumsikan semakin tinggi pula pengetahuan, keterampilan dan kemampuannya. 43 Pendidikan dapat membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan tersebut.

Pendidikan dan pembinaan pada dasarnya merupakan suatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai

42

Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02-PK.04.10 tahun 1990, tentang Pola Pembinaan

Narapidana/Tahanan 43

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan

(58)

Gambar

Tabel 1:  Keadaan Pemasyarakatan   Klas II-A Anak Medan
Tabel 2: Karakteristik Anak Pidana Berdasarkan Faktor Penyebab Bermasalah dengan Hukum
Tabel 3 tersebut diatas menunjukkan bahwa sebagian besar Anak Pidana
Tabel 5 : Jadwal Pelayanan Gereja Oikumene Lapas Klas II-A Anak Medan Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jarak terdekat yang diperoleh adalah jarak antara cluster yang beranggotakan pos hujan Atayo (4) dan pos hujan Salam (7), pos hujan Das-Belangian (18) dan pos hujan Lawa (20)

1) Perusahaan AJB Bumiputera adalah salah satu perusahaan jasa yang bergerak pada asuransi jiwa, pengalaman yang diberikan sudah dari tahun 1912 membuktikan bahwa

skripsi yang berjudul “ Aspirasi Warga Binaan Terhadap Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera di Kelurahan Tanah Merah Binjai

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.30/POJK.04/2015 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran

Ketentuan mengenai Dana Pensiun khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun Pemberi

Supporting Material A variety of types of supporting materials (explanations, examples, illustrations, statistics, analogies, quotations from relevant authorities)

- Menjelaskan pengertian sifat wajib bagi Allah - Menyebutkan lima sifat wajib bagi Allah SWT.. - Menunjukkan perbedaan sifat Allah SWT dengan makhluknya 2.2 Mengartikan lima

Olahraga punya tempat penting dalam perjalanan peradaban kemanusiaan, baik dalam memahami keuletan mental manusia sampai mengkaji kedigdayaan Negara dan bangsa.Mata kuliah