• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Status Hara N, P, K Dan C-Organik Yang Terangkut Erosi Akibat Penerapan Berbagai Teknik Mulsa Vertikal Di Lahan Miring Pada Pertanaman Jeruk (Citrus Sinensis) Di Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Status Hara N, P, K Dan C-Organik Yang Terangkut Erosi Akibat Penerapan Berbagai Teknik Mulsa Vertikal Di Lahan Miring Pada Pertanaman Jeruk (Citrus Sinensis) Di Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Sugiono : Evaluasi Status Hara N, P, K Dan C-Organik Yang Terangkut Erosi Akibat Penerapan Berbagai Teknik Mulsa Vertikal Di Lahan Miring Pada Pertanaman Jeruk (Citrus Sinensis) Di Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.

USU Repository © 2009

EVALUASI STATUS HARA N, P, K DAN C-ORGANIK YANG TERANGKUT EROSI AKIBAT PENERAPAN BERBAGAI TEKNIK

MULSA VERTIKAL DI LAHAN MIRING PADA PERTANAMAN JERUK (Citrus sinensis) DI DESA RUMAH GALUH

KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh : SUGIONO

020303037 / ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EVALUASI STATUS HARA N, P, K DAN C-ORGANIK YANG TERANGKUT EROSI AKIBAT PENERAPAN BERBAGAI TEKNIK

MULSA VERTIKAL DI LAHAN MIRING PADA PERTANAMAN JERUK (Citrus sinensis) DI DESA RUMAH GALUH

KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH

SUGIONO

020303037 / ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi pembimbing

(Dr. Ir. Abdul Rauf, MP) (Ir. Hardy Guchi, MP) Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat

dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelasaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Evaluasi Status hara N, P, K dan

C-Organik Yang Terangkut Erosi Akibat Penerapan Berbagai Teknik Mulsa

Vertikal Di Lahan Miring Pada Pertanaman Jeruk (Citrus sinensis) Di Desa

Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat” sebagai salah satu

syarat untuk dapat mendapat gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak

Dr. Ir. Abdul rauf, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan bapak

Ir. Hardy Guchi, MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak

membimbing penulis dalam menyelasaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2007

(4)

DAFTAR TABEL

hal

1. Perlakuan Teknik Konservasi 12

2. Pengaruh Beberap Teknik Mulsa Vertikal Terhadap P-tersedia Sedimen 19

3. Pengaruh Beberapa Teknik Mulsa Vertikal Terhadap K-Tukar Sedimen 20

(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanpa Perlakuan... 13

2. Penampang Melintang Teknik Mulsa Vertikal Guludan Searah Kontur ... 14

3. Penampang Melintang Teknik Konservasi Rorak Searah Kontur ... 14

4. Penampang Melintang teknik Konservasi Rorak Piringan... 15

5. Penempang Melintang Teknik Mulsa Vertikal Gulud Piringan ... 16

6. Penampang Melintang Teknik tebar Merata/Konvensinal ... 16

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kriteria Penilaian Kandungan Hara Dalam Tanah Menururt PPT Bogor .... 27

2. Hasil Analisis N-Total Sedimen (%) ... 28

3. Daftar Sidik Ragam Analisis N-Total Sedimen (%) ... 28

4. Hasil Analisis P-Tersedia Sedimen (ppm) ... 28

5. Daftar Sidik Ragam Analisis P-Tersedia Sedimen (ppm) ... 28

6. Hasil Analisis K-Tukar Sedimen (me/100g) ... 29

7. Daftar Sidik Ragam Analisis K-Tukar Sedimen (me/100g) ... 29

8. Hasil Analisis C-Organik Sedimen (%) ... 29

9. Daftar Sidik Ragam Aanalisis C-Organik (%) ... 29

10.Gulud Searah Kontur ... 30

11.Rorak Searah Kontur ... 30

12.Piringan Rorak ... 30

13.Konvensional ... 31

14.Piringan Benteng... 31

15.Piringan Gulud ... 31

16.Tanpa Perlakuan ... 32

(7)
(8)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 24 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan lahan miring secara intensif untuk usahatani dapat

menimbulkan masalah utama yaitu erosi pada musim hujan dan kekeringan pada

musim kemarau, akibat erosi terjadi pengangkutan bahan organik dan unsur hara,

kerusakan struktur tanah, ketebalan solum efektif. Maka untuk menanggulangi

masalah ini perlu dilakukan tindakan konservasi tanah dan air.

Tanaman penutup tanah yang tumbuh di lahan miring sering kali

diabaikan. Padahal tanaman penutup tanah tersebut dapat dijadikan serasah untuk

dijadikan sebagai mulsa organik. Disamping serasah tersebut mengandung bahan

organik, serasah juga dapat dimanfaatkan sebagai penutup tanah untuk

mengurangi terjadinya erosi.

Banyak teknik konservasi yang diterapkan dalam pengelolaan lahan

miring, diantaranya dengan pembuatan teras, guludan, rorak, penanaman menurut

garis kontur dan bedengan. Beberapa teknik di atas adalah teknik umum yang

digunakan untuk mencegah dan memperkecil erosi yang sering terjadi di lahan

berlereng.

Penerapan teknik konservasi yang diberi campuran mulsa dan pupuk

kandang sangat penting karena teknik ini merupakan gabungan antara teknik

mekanik dan biologi dengan pembuatan rorak yang diberi bahan organik, sisa-sisa

tanaman dan gulma. Ini bertujuan untuk mengurangi aliran permukaan dan

(10)

Diharapkan penggunaan teknik konservasi dengan penggunaan campuran

mulsa dan pupuk kandang dapat mengurangi efek erosi. Sehingga kemungkinan

unsur hara seperti N, P, K dan C-Organik tanah dapat dipertahankan dalam tanah.

Berdasarkan hal di atas perlu dilakukan penelitian terhadap unsur hara N,

P, K dan C-Organik yang terangkut erosi dengan perlakuan berbagai teknik

konservasi pada pertanaman jeruk di lahan miring.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar hara N, P, K dan C-Organik yang terangkut erosi

dengan perlakuan pada berbagai teknik konservasi yang diberi campuran mulsa

dan pupuk kandang di lahan miring pada pertanaman jeruk (Citrus sinensis).

Hipotesa Penelitian

Perlakuan berbagai teknik konservasi yang diberi campuran mulsa dan

pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap kadar hara N, P, K dan C-Organik

yang terangkut erosi pada lahan miring.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Depertemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan.

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Lahan di Kawasan Dataran Tinggi

Inceptisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon-horizon

terubah, tetapi masih mempertahankan sejumlah bahan dapat lapuk. Inceptisol

dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, metamorf. Karena inceotisol

merupakan tanah yang baru berkembang biasanya mempunyai tekstur yang

beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini dapat tergantung pada tingkat

pelapukan bahan induknya (Munir, 1996).

Lahan kering dalam keadaan alami memiliki kondisi antara lain peka

terhadap erosi, terutama bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutup vegetasi,

kebutuhan air untuk tanaman tergantung dari curah hujan. Kasus di daerah Irian

Jaya penduduknya masih menggunakan sistem ladang berpindah pada lahan yang

berlereng curam, yaitu kegiatan-kegiatan usahatani pangan semusim. Akibatnya

terjadi kerusakan tanah karena tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi

tanah dan air dalam mengelola usahataninya. Sebagai dampaknya terjadi bencana

misalnya banjir, kekeringan, erosi dan lain-lain. Oleh karena itu dalam

pengelolaan sumber daya alam (tanah dan air) penting dilakukan tindakan

konservasi (LIPTAN,1992)

Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk

dari bahan-bahan yang relatif mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk

kondisi tanah tersebut dan menurunkan produktivitasnya. Oleh karena itu

penerapan teknik konservasi memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah yang

(12)

Kemiringan lahan merupakan tanah yang tidak hanya ditujukan untuk

mengendalikan erosi, melainkan juga untuk faktor penting di dalam memilih

teknik konservasi air, karena semakin besar kemiringan lahan maka laju aliran

permukaan makin cepat, dan daya kikis dan daya angkut aliran permukaan makin

kuat dan cepat. Oleh karena itu, strategi konservasi air pada lahan berlereng

adalah memperlambat laju aliran permukaan dan memperpendek panjang lereng

untuk memberikan kesempatan lebih lama pada air untuk meresap ke dalam tanah

(Kurnia dkk, 2004).

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik

berjarak horizontal 100 meter mempunyai selisih tertinggi 10 meter membentuk

lereng 10 persen. Kecuraman lereng 100 persen sama dengan kecuraman 45

derajat (Arsyad, 1989).

Kadar Unsur Hara Pada Tanah di Lahan Miring

Pada umumnya lapisan tanah pertanian mengandung 0,02-0,4 N,

banyaknya kandungan N tersebut tergantung dari kandugan bahan organik.

Terdapat variasi dalam hal kandungan N tanah antar daerah-daerah yang

berbeda topografinya. Daerah-daerah dengan kemiringan relatif lebih rendah

kandungan unsur hara. Hal ini diakibatkan oleh erosi yang mengikis lapisan

permukaan tanah. Aliran permukaan akan menimbulkan erosi pada permukaan

tanah yang biasanya mempunyai kandungan N tertinggi (Nyakpa dkk, 1988)

Tanah kritis dapat berupa kerusakan fisik, kimia, atau biologi yang

(13)

pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah dari lingkungan

pengaruhnya. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian antara penggunaan tanah

dengan kemampuannya (Setiawan, 2003).

Pada umumnya unsur P (fosfor) dan K (kalium) berasal dari pelarutan

mineral-mineral tanah yang terkandung dalam bahan induk tanah. Dan sedikit

penambahan dari bahan organik bila tererosi. Ketersediaan P tanah untuk tanaman

sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. P menjadi tidak tersedia

dan tidak larut disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe, Mg

ataupun Ca yag banyak larut. Bahan organik yang diberikan pada tanah akan

memperbesar ketersediaan fosfat tanah, melalui hasil dekomposisinya yang

menghasilkan asam-asam organik (Nyakpa dkk, 1988).

Bahan organik juga dapat mempengaruhi ketersediaan kalium dimana

bahan organik (humus) mempunyai kapasitas besar dalam mengikat ion, tetapi

tidak mempunyai kapasitas untuk memfiksasi kalium. Ini telah dibuktikan dengan

penambahan asam humik ke suspensi liat, yang ternyata akan meningkatkan

aktivitas dari ion kalium dan kalsium tanah (Nyakpa dkk, 1988).

Kalium sebenarnya sangat diperlukan pada tanah kering, karena pada

tanah ini banyak kation K+ yang hilang dan terangkut oleh tanah melalui

pencucian air hujan maupun erosi. Kalium di dalam tanah terdapat dalam bentuk

anorganik dimana sumber-sumbernya adalah mineral feldspar, mika, dan silikat.

Kalium di dalam tanah merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial

bagi tanaman. Kandungan K di dalam tanah berbeda-beda tergantung dari bahan

induk tanah dan derajat pelapukan. Jika dibandingkan dengan N dan P kandungan

(14)

Mulsa dan Pupuk Kandang

Mulsa adalah penutup tanah yang berasal dari pangkasan rumput, sisa

panen atau bahan-bahan lain yang penggunaanya disebarkan di permukaan tanah

sepanjang barisan tanaman atau melingkari batang pohon. Mulsa berguna untuk

(1) mengurangi erosi dan aliran permukaan mulsa tersebut dapat melindugi tanah

dari daya rusak butir-butir hujan; (2) menekan pertumbuhan gulma dan

mengurangi biaya penyiangan; (3) mengatur suhu tanah dengan mengurangi

evaporasi dari permukaan tanah; (4) meningkatkan kelembaban tanah

(Kurnia dkk, 2004).

Humus mempunyai peranan penting di dalam pembentukan tanah remah,

karena humus mempunyai sufat koloid hidrofil yang dapat digumpalkan dan

dijadikan gel kembali. Tanah remah-sedang cenderung tampak agak bergumpalan

(agregasi) dan ada yang dalam keadaan bentuk porous berlubang-lubang

bergeronggong yang memudahkan aliran air menerobos menyerap kedalam

lapisan-lapisan tanah sebelah bawah. Humus mempunyai sifat dapat mengikat air

sampai empat atau enam kali beratnya sendiri dapat mempertinggi daya untuk

menahan air (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2000).

Fraksi humus dan non humus dari bahan organik tanah penting untuk

lingkungan tanah tersebut. Bahan-bahan non humus berfungsi sebagai sumber

makanan dan energi untuk mikroorganisme serta kesuburan tanah jangka pendek.

Sedangkan humus berpengaruh pada jangka panjang, seperti pemeliharaan

struktur tanah, menambah pertukaran kation rendah, pH buffer dan kemampuan

(15)

Pupuk kandang di dalam tanah mempunyai pengaruh yang baik terhadap

sifat-sifat fisis tanah. Penguraian-penguraian yang terjadi mempertinggi kadar

bunga tanah (humus). Humus sangat berpengaruh baik terhadap sifat fisis tanah,

mempertahankan struktur tanah, menjadikan tanah mudah diolah (ringan

pengelolaannya) dan terisi oksigen yang cukup (Sutedjo, 2002).

Nilai pupuk kandang tidak hanya ditentukan berdasarkan pasokan bahan

organik tetapi besarnya pasokan nitrogen. Nitrogen yang dilepaskan oleh aktivitas

mikroorganisme kemudian dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk kandang

mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik tanah dan kimia tanah.

Penggunaan pupuk kandang untuk mempertahankan kesuburan tanah merupakan

bentuk praktek pertanian organik. Pupuk kandang pada umumnya lebih

bermanfaat sebagai bahan pembenah tanah. Pada umumnya bahan-bahan ini

mengandung N, P, N dalam jumlah yang rendah, tetapi dapat memasok unsur hara

mikro esensial. Sebagai bahan pembenah tanah bahan organik dan pupuk kandang

mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pergerakan tanah dan retakan

tanah. Di samping itu, mampu meningkatkan kemampuan tanah mengikat air

tanah, memperbaiki struktur dan drainase tanah. Bahan organik juga memacu

pertumbuhan dan perkembangan bakteri dan biota tanah. Nitrogen dan unsur hara

lainnya yang dikandung bahan organik dilepaskan secara perlahan-lahan. Dengan

demikian pemberian yang berkesinambungan membantu dakam membangun

tanah, terutama dalam jangka panjang (Sutanto, 2002).

Walaupun kadar zat hara yang dikandung pupuk kandang tidak sebesar

pupuk buatan, tetapi pupuk kandang mempunyai kegunaan lain, yaitu untuk

(16)

menjadi lebih subur, gembur, dan lebih mudah diolah, kegunaan seperti ini tidak

dapat digantikan oleh pupuk buatan. Beberapa jenis pupuk kandang yang dapat

diberikan antara lain pupuk yang berasal dari kotoran kambing, sapi, kerbau atau

ayam (Sutedjo, 2002).

Pemberian pupuk kandang sebagai pupuk organik dipastikan

meningkatkan bahan organik tanah. Menurut Tan (1995), bahan organik yang

dikenal mengandung sejumlah gugus fungsional, seperti gugus karboksilat, gugus

hidroksil, fenilat dan alkoholik, gugus asam amiono, amido, keton dan aldehida.

Diantara sekian banyak gugus tersebut, kemungkinan situs yang paling penting

untuk jerapan air adalah yang terdapat pada gugus karboksilat. Gugus karboksilat

yang terionisasi mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air, meskipun

gugus-gugus fungsional yang lainya dapat juga menampakkaan suatu tingkat

kemampuan tertentu.

Teknik Konservasi Mulsa Vertikal (Slot Mulch)

Mulsa vertikal atau disebut juga jebakan mulsa adalah bangunan

menyerupai rorak yang dibuat memotong lereng dengan ukuran yang lebih

panjang bila dibandingkan dengan rorak. Ukuran jebakan mulsa harus disesuaikan

dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40 –0,60 meter dan dalam 0,30-0,50 meter,

jarak antar barisan jebakan mulsa ditentukan oleh kemiringan lahan atau berkisar

antara 3-5 meter. Jebakan mulsa ini merupakan tempat dan sekaligus berfungsi

(17)

Rorak (silt pit) dibuat untuk menangkap air dan tanah yang tererosi,

sehingga memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi. Rorak

merupakan lubang yang digali dengan ukuran : dalam 60 cm, lebar 50 cm dan

panjang 4-5 meter. Rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak

kesamping antara satu rorak dengan rorak yang lain berkisar antara 10 sampai 15

meter, sedangkan jarak horizontal berkidar antara 20 meter pada lereng yang

landai dan agak miring sampai 10 meter yang lebih curam (Arsyad, 1989).

Pembenaman bahan organik sisa tanaman dan gulma pada parit-parit

dengan jarak tertentu diantara tanaman (sejajar garis kontur pada lahan berlereng)

dapat dilakukan guna memperbesar volume air yang masuk dalam tanah (kedalam

parit-parit berisis bahan organik tersebut) sehingga dapat memperkecil laju aliran

permukaan dan memperbesar kapasitas infiltrasi tanah yang pada gilirannya dapat

memperkecil erosi tanah. Bahan organik diketahui dapat menjerap air lebih

banyak melebihi bobot bahan organik itu sendiri. Konsep ini kemudian dikenal

dengan penyadapan air atau pemanenan air (water harvesting) menggunakan

teknik mulsa vertikal (Abdul-Rauf, 1999).

Menurut Brata (1995), pemberian atau pembenaman bahan organik ini

dikenal juga dengan sebutan mulsa vertikal yaitu penggunaan sisa tanaman dan

memasukkannya kedalam akar dengan metode “sub soile”. Mulsa vertikal tersebut

dapat meningkatkan infiltrasi tanah sampai beberapa musim tanam.

Menurut Abdul-Rauf (1999), manfaat lain yang diperoleh dari penerapan

teknik mulsa vertikal ini adalah : (1) melakukan teknik konservasi gabungan

antara mekanik dan biologi dengan pembuatan rorak yang diberi bahan organik

(18)

relatif mahal dan sulit serta mengandung resiko kerusakan tanah yang berat, bila

pembuatan teras tersebut tanpa dilandasi perencanaan yang baik.

Mulsa sebagai bahah organik, setelah mengalami pelapukan juga sangat

membantu pembentukan dan pemantapan struktur tanah. Keadaan ini sangat

menguntungkan, karena disamping dapat meningkatkan ketahanan tanah terhadap

daya erosi juga sangat membantu pertumbuhan akar tanaman serta aktivitas

fisiologis akar tanaman (Utomo, 1989).

Kelebihan air yang belum terinfiltrasi sering kali masih dibiarkan terbuang

melalui saluran bedengan pada teras gulud atau teras bangku. Kelebihan air

tersebut terkonsentasi pada satu aliran, berpotensi menggerus tanah. Untk

memaksimalkan peresapan air kedalam tanah, dapat dilakukan dengan

menambahkan sisa tanaman, serasah gulma, pangkasan tanaman penguat kedalam

saluran teras, rorak, atau kedalam lubang-lubang peresapan air

(Kurnia dkk, 2004).

Menurut Brata (1995) pada perlakuan mulsa konvensional kehilangan

unsur hara nyata lebih sedikit dibandingkan perlakuan tanpa mula. Pada perlakuan

mulsa konvensional kehilangan unsu hara melalui sedimen lebi sedikit

dibandinkan dengan melalui aliran permukaan, sedangkan pada perlakuan tanpa

mulsa adalah sebaliknya.

(19)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei

Kabupaten Langkat dengan kemiringan lereng 22,2% dan ketinggian tempat 560

meter dari permukaan laut pada titik kordinat N 3020’52,8” dan E 98024’25,5”.

Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Kimia Tanah. Penelitian ini

dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai November 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk kandang lembu

dan ayam, mulsa yang ada pada lahan penelitian, bahan-bahan kimia untuk

kebutuhan analisa di laboratorium dan bahan-bahan lain yang mendukung

penelitian.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peta lokasi penelitian, GPS

(Global Position System), cangku l, goni, meteran, clinometer, tali lastik, pisau dan

alat lain yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Non-Faktorial, dengan 7 perlakuan sebagaimana tertera pada table 1.

Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 21 plot

(20)

Table 1. Perlakuan Teknik Konservasi

No Perlakuan Keterangan

1

Rumus metematik Rancangan yang digunakan adalah :

Yij = µ + αI + βj + ij

Dimana :

Yij = hasil pengamatan pada percobaan kelompok ke-j dan perlakuan ke-i

µ = nilai tengah (rataan)

Survey lapangan untuk menentukan lokasi penelitian yang sesuai yaitu lahan

miring.

2. Pembuatan Plot

Dibuat polot perlakuan sebanayak 7 plot perlakuan yanag mana dalam setiap

plot perlakuan ada 3 ulangan perlakuan.

3. Pencampuran Pupuk Kandang

Pencampuran pupuk kandang ayam dan pupuk kandang lembu dicampur

(21)

4. Pemasangan Karpet Pembatas Perlakuan

Pemasangan karpet pembatas perlakuan ini bertujuan agar tiap perlakuan tidak

terganggu oleh pengaruh limpasan dan aliran permukaan yang berasal dari luar

perlakuan.

5. Pembersihan Plot Perlakuan

Pembersihan plot perlakuan dilakukan dengan mencangkul gulma, gulma yang

berasal dari tiap-tiap plot perlakuan dimasukkan kedalam goni dan

dikumpulkan sebelum dilakukan pemasangan teknik konservasi dan sebagian

gulma diambil dari luar plot perlakuan.

6. Pembuatan Teknik Konservasi

Tanpa Perlakuan (C)

Permukaan tanah

Kemiringan lereng 22,2%

Gambar 1. Tanpa Perlakuan / keadaan alami lahan di lapangan

Gulud Searah Kontur (G)

Bahan mulsa tanaman ditebar menyerupai gundukan serasah dengan

panjang guludan 15 meter, searah kontur dengan ketebalan serasah ± 30 cm

kemudian dilapisi dengan pupuk kandang sebanyak 100 kg/tanaman yang ditebar

secara merata, kemudian ditutup dengan sub soil ± 4 cm.

(22)

Permukaan tanah

2 1

kemiringan lahan 22,2% keterangan :

1. mulsa tanaman yang dibentuk guludan

2. pupuk kandang yag ditebar merata diatas serasah

Gambar 2. Penampang Melintang Teknik Mulsa Vertikal Gulud Searah Kontur

Rorak Searah Kontur (R)

Adapun tahapan dalam pembuatan teknik konservasi yang diberi

campuran mulsa dan pupuk kandang (Rorak Searah Kontur) ini yaitu dengan cara

membuat rorak sepanjang 15 meter, kedalaman 0,5 meter, lebar 0,5 meter dengan

searah kontur, kemudian dimasukkan mulsa kedalam rorak dengan ketebalan ± 30

cm kemudian ditabur langsung dengan pupuk kandang sebanyak 100 kg/tanaman

dan kemudian ditutup dengan sub soil ± 4 cm.

Permukaan tanah

2 0,5 m 1

0,5 m

kemiringan lereng 22,2% keterangan :

1. mulsa tanaman yang dimasukkan dalam rorak

2. pupuk kandang dalam rorak

Gambar 3. Penampang Melintang Teknik Konservasi Rorak Searah Kontur

Piringan Rorak (PR)

Pemasangan teknik konservasi yang diberi campuran mulsa dan pupuk

(23)

yang sejajar dengan tajuk tanaman yang dicobakan, dengan kedalaman 0,5 meter

dan lebar 0,5 meter, kemudian dimasukkan mulsa kedalam rorak dengan

ketebalan ± 30 cm kemudian ditabur langsung dengan pupuk kandang sebanyak

100 kg/tanaman dan kemudian ditutup dengan sub soil ± 4 cm.

0,5 m 2 2 permukaan tanah

1 1

0,5 m

kemiringan lahan 22,2% keterangan :

1. mulsa tanaman yang dimasukkan kedalam rorak

2. pupuk kandang

Gambar 4. Penampang Melintang Teknik Konservasi Rorak Piringan

Piringan Gulud (PG)

Pemasangan teknik konservasi yang diberi campuran mulsa dan pupuk

kandang (piringan gulud) dilakukan dengan cara membuat guludan dari bahan

mulsa tanaman berupa lingkaran yang sejajar dengan tajuk tanaman yang

dicobakan. Ketebalan mulsa ± 30 cm kemudian dilapisi dengan pupuk kandang

sebanyak 100 kg/tanaman yang ditebar secara merata dan kemudian ditutup

dengan sub soil ± 4 cm.

2 2

1

1

(24)

Keterangan :

1. serasah tanaman yang dibentuk menyerupai gulud piringan

2. pupuk kandang

Gambar 5. Penampang Melintang Teknik Mulsa vertikal Gulud Piringan

Konvensional / Tebar Merata (K)

Pada perlakuan ini pupuk kandang ditebar merata dibawah tajuk tanaman

sebanyak 100 kg/tanaman tanpa ditutup dengan sub soil.

Pupuk kandang (konvensional)

permukaan tanah

kemiringan tanah 22,2%

Gambar 6. Penampang Melintang Perlakuan Tebar Merata / Konvensional

Piringan Benteng (PB)

Pada perlakuan ini pupuk kandang dimasukkan kedalam goni yang bagian

bawahnya telah diberi lubang, kemudian goni yang berisi pupuk kandang

dibenamkan setengahnya melingkari tanaman sesuai dengan tajuk tanaman

Pupuk kandang dakam goni

Permukaan tanah

Mulsa tanaman

Kemiringan lahan 22,2%

Ganbar 7. Penampang Melintang Teknik Konservasi Pupuk Kandang dalam Goni

7. Pembuatan wadah Penampung sedimen

- dibuat parit penampungan dengan kedalaman 30 cm dan lebar 30 cm yang

(25)

daerah yang paling rendah (tepatnya dibagian bawah) dari setiap

perlakuan.

- Pada setiap parit penampungan diberi plastik yang berguna menampung

sedimen yang terbawa bersama air hujan

8. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sedimen dilakukan sebanyak 3 kali dan diambil setelah

kejadian hari hujan.

Parameter yang diukur

Hara Terangkut Erosi

1. N-total dengan metode Kjeldhal

2. P-Tersedia dengan metode Bray II

3. K-Tukar dengan metode Amonium Asetat (NH4OAC) pH 7

4. C-Organik dengan metode Walkly and Black

Dalam hal ini sample diambil dari sedimen yang terdapat pada masing-masing

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

N-Total Sedimen (%)

Hasil analisis sidik ragam terhadap data N-total sedimen oleh pengaruh

beberapa teknik mulsa vertikal disajikan pada lampiran 2. Dari lampiran 2 dapat

diketahui bahwa beberapa teknik mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap

N-Total sedimen.

Ket : C= tanpa perlakuan; G= Gulud searah kontur; R= Rorak searah kontur; PR= Piringan Rorak; PG= Piringan Guludan; K= Konvensional; PB= Piringan Benteng

Dari gambar dapat diketahui bahwa teknik mulsa vertikal pada perlakuan

piringan benteng (PB) menghasilkan N-Total tertinggi sebesar 0,44% dan yang

terendah terdapat pada tanpa perlakuan (C) yaitu sebesar 0,21%.

P-Tersedia (ppm)

Hasil analisis sidik ragam terhadap data P-tersedia sedimen oleh pengaruh

(27)

diketahui bahwa beberapa teknik mulsa vertikal berpengaruh sangat nyata

terhadap P-tersedia sedimen (lampiran 5). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh beberapa teknik mulsa vertikal terhadap P-tersedia sedimen

Perlakuan P-tersedia (ppm)

Tanpa perlakuan (C) Gulud searah kontur (G) Rorak searah kontur (R) Piringan Rorak (PR)

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata taraf 5% menurut Uji Duncan

Dari tabel dapat diketahui bahwa pengaruh beberapa teknik mulsa vertikal

pada perlakuan Guludan searah kontur (G) menghasilkan nilai P-tersedia sedimen

tertinggi sebesar 8,6 ppm dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan piringan

rorak (PR) dan tanpa perlakuan (C). Namun berpengaruh nyata dengan perlakuan

rorak searah kontur (R), piringan guludan (PG), dan piringan benteng (PB).

K-tukar Sedimen

Berdasarkan hasik sidik ragam menunjukkan bahwa penerapan beberapa

teknik mulsa vertikal memberikan pengaruh yang nyata bagi nilai K-tukar

sedimen (lampiran 6). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh berbagai teknik mulsa vertikal terhadap K-tukar sedimen (me/100g)

Perlakuan K-tukar (me/100 g)

Tanpa perlakuan (C) Gulud searah kontur (G) Rorak searah kontur (R) Piringan Rorak (PR)

(28)

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa perlakuan piringan benteng (PB)

menghasilkan nilai tertinggi sebesar 4,328 me/100g yang tidak berbeda nyata

dengan perlakuan rorak searah kontur (R), kemudian diikuti oleh piringan rorak

(PR) dan piringan benteng (PB). Dan nilai terendah terdapat pada tanpa perlakuan

(C) yang mana tidak berbeda nyata dengan perlakuan konvensional (K).

C-Organik Sedimen (%)

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penerapan beberapa

teknik mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap C-organik sedimen

(lampiran 9).

Ket : C= tanpa perlakuan; G= Gulud searah kontur; R= Rorak searah kontur; PR= Piringan Rorak; PG= Piringan Guludan; K= Konvensional; PB= Piringan Benteng

Dari gambar dapat diketahui bahwa teknik mulsa vertikal pada perlakuan

rorak searah kontur (R) menghasilkan nilai C-Organik tertinggi sebesar 2,14%

sedangkan hasil terendah terdapat pada tanpa perlakuan gulud searah kontur (G)

yaitu sebesar 0,54%.

(29)

Pembahasan

Pada analisis N-Total sedimen (%) dimana perlakuan beberapa teknik

mulsa vertikal berpengaruh tidak nyata dalam meningkatkan N-Total sedimen.

Namun bila dilihat dari data (lampiran 2) N-Total sedimen yang tertinggi

diperoleh pada perlakuan piringan benteng (PB) sebesar 0,44%. Hal ini

dikarenakan pada perlakuan piringan benteng yang diberi campuran mulsa dan

pupuk kandang dapat mengurangi laju aliran permukaan sehingga unsur hara N

tidak mudah tercuci dan unsur hara yang terserap oleh tanah menjadi lebih besar.

Menurut Sutanto (2002) bahan organik dan pupuk kandang mempunyai kontribusi

dalam mencegah erosi, pergerakan tanah, dan retakan tanah. Disamping itu

mampu meningkatkan kemampuan tanah tanah mengikat air tanah sehingga

mengurangi laju aliran permukaan. Sedangkan pada perlakuan guludan searah

kontur, rorak searah kontur, piringan rorak, piringan guludan dan konvensional

juga dapat meningkatkan ketersediaan N-Total sedimen. Ketersediaan unsur hara

N cukup tersedia pada tanpa perlakuan, termasuk kriteria sedang menurut kriteria

PPT Bogor, namun perbandingannya sangat rendah dengan N-Total pada

perlakuan piringan benteng, hal ini dikarenakan adanya pengolahan tanah yang

sering dilakukan oleh petani sehingga N dapat cepat hilang melalui pencucian dan

penguapan.

Pada analisa P-Tersedia sedimen (ppm) dimana perlakuan teknik

konservasi yang diberi campuran mulsa pupuk kandang berpengaruh sangat nyata

(Tabel 1). Hasil P-Tersedia sedimen tertinggi diperoleh pada perlakuan gulud

searah kontur (lampiran 4) sebesar 8,6 ppm termasuk kriteria rendah menurut PPT

(30)

benteng sebesar 6,56 ppm termasuk sangat rendah menurut kriteria PPT Bogor.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Brata (1995) bahwa pada perlakuan mulsa

konvensional kehilangan unsur hara nyata lebih sedikit dibandingkan perlakuan

tanpa mulsa. Pada perlakuan mulsa konvensional kehilangan unsur hara melalui

sedimen lebih sedikit dibandingkan dengan melalui aliran permukaan, sedangkan

pada perlakuan tanpa mulsa adalah sebaliknya. Hal ini berarti bahwa mulsa

konvensional dapat menahan sebagian besar partikel-partikel tanah yang terbawa

oleh aliran permukaan, sedangkan unsur hara terlarut dalam aliaran permukaan

sebagian besar dapat lolos dari mulsa bersamaan aliaran permukaan.

Pada analisa K-Tukar sedimen (me/100g) dimana perlakuan teknik

konservasi yang diberi campuran mulsa vertikal dan pupuk kandang dapat

meningkatkan ketersediaan K-Tukar sedimen (Tabel 2). Hasil K-Tukar tertinggi

diperoleh pada perlakuan piringan benteng (lampiran 6) sebesar 4,328 me/100g

dan terendah pada tanpa perlakuan sebesar 1,003 me/100g. Pada perlakuan gulud

searah kontur, rorak searah kontur, piringan rorak, piringan gulud juga dapat

meningkatkan ketersediaan K-Tukar sedimen, namun hasil yang diperoleh lebih

kecil dari perlakuan piringan benteng. Tetapi lebih meningkat dibandingkan pada

perlakuan konvensional dan tanpa perlakuan. K-Tukar dapat meningkatkan

disebabkan oleh pemberian bahan organik sisa tanaman (serasah) dan pupuk

kandang, dimana ion K+ yang ada didalam tanah dapat diikat dan mudah hilang

oleh erosi walaupun di lahan miring. Perlakuan teknik konservasi dapat menahan

laju aliran permukaan di lahan miring karena pemberian bahan organik dan pupuk

kandang pada tanah. Menurut Nyakpa dkk (1988) bahan organik dapat

(31)

besar dalam mengikat ion K+, ion K+ yang ada pada bahan organik akan dilapaskan secara perlahan-lahan.

Pada analisa C-Organik sedimen (%) dimana perlakuan teknik konservasi

yang diberi campuran mulsa vertikal dan pupuk kandang tidak berpengauh nyata

terhadap C-Organik sedimen. Namun bila dilihat dari data (Tabel 3), C-Organik

tertinggi diperoleh pada perlakuan rorak searah kontur sebesar 2,19 % dan

termasuk kategori sedang menurut kriteria PPT Bogor, dan yang terendah pada

perlakuan gulud searah kontur sebesar 0,541 % termasuk rendah menurut PPT

Bogor. Hal ini karena pada perlakuan gulud searah kontur dapat mengurangi laju

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Teknik konsevasi yang diberi campuran mulsa dan pupuk kandang pada

perlakuan piringan benteng meningkatkan N-Total sedimen sebesar

0,23 % dan K-Tukar sedimen sebesar 3,325 me/100g.

2. Teknik konservasi yang diberi mulsa dan pupuk kandang pada perlakuan

gulud searah kontur meningkatkan K-Tukar sedimen sebesar 0,98 ppm.

3. Teknik konservasi yang diberi mulsa dan pupuk kandang pada perlakuan

rorak searah kontur meningkatkan C-Organik sedimen sebesar 0,85 %.

Saran

Teknik konservasi mulsa dan pupuk kandang dengan cara piringan

benteng dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif teknologi dalam usaha

petanian dilahan kering berlereng dalam peningkatan ketersediaan unsur hara

untuk waktu yang lama. Namun masih perlu pengkajian lebih jauh tentang teknik

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Rauf., 1999.Pengaruh Mulsa Vertikal Terhadap Sifat Fisik Tanah, Produksi Jagung, Erosi dan Pemanenan Air di Lahan Kering Berlereng Curam. Makalah pada Kongres VII dan Seminar Nasional HITI, Bandung, 27-28 November 1999.

Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

Brata, K.R., 1995. Efektivitas Mulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan kering di Latosol Dermaga. Journal Pertanian Indonesia, vol 5. no. 1., Bogor.

Darusman, L.K., 1989. Kimia Fisik Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas. Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Foth, H.D., 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan, E.D Purbayanti., R.R Lukiwati., R.Trimulatsih, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hakim, N., A.M Lubis., M.A Pulung., A.G Amrah., A. Munawar., G.B Hong., M.Y Nyakpa., 1989. Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung.

Kartasapoetra, A.G dan M.M Sutedjo., 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta.

Kurnia, U., A. Rahman., A. Daraih., 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat BPPP Departemen Pertanian, Jakarta.

Moody, J.E., J.H Lillard., T.W Edwinster, 1952. Mulch Tillage : Some Effects on Plant and Soil properties. Proceedings Soil Science Society Amerika. Vol 16 Page 190-194.

Nyakpa, M.Y., A.M Lubis., M.A Diha., A.G Amrah., A. Munawar., G.B Hong., N. Hakim., 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas lampung.

Setiawan, A.I., 2003. Penghijauan Lahan Kritis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sutedjo, M.M., 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta.

(34)

barat Irian Jaya.

(35)
(36)

Lampiran 2. Hasl analisis N- Total Sedimen (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 3. Daftar Sidik Ragam N- Total Sedimen (%)

SK db JK KT Fh F0,05 F0,01

Lampiran 4. Hasil Analisis P-Tersedia Sedimen (ppm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 5. Daftar Sidik Ragam P-Tersedia Sedimen (ppm)

(37)

Lampiran 6. K-Tukar Sedimen (me/100g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 7. Daftar Sidik Ragam K-Tukar Sedimen (me/100g)

SK db JK KT Fh F0,05 F0,01

Lampiran 8. Hasil Analisis C-Organik Sedimen (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 9. Daftar Sidik Ragam C-Organik Sedimen (%)

(38)

Lampiran 10. Gulud searah kontur

Lampiran 11. Rorak searah kontur

(39)

lampiran 13. Konvensional

Lampiran 14. Piringan Benteng

(40)

lampiran 16. Tanpa Perlakuan

BAGAN PENELITIAN

PUNCAK LERENG

1

1

1

1

I

1

1

2

2

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

3

3

Bak penampung

(41)
(42)

Gambar

Table 1. Perlakuan Teknik Konservasi  No Perlakuan
Gambar 1. Tanpa Perlakuan / keadaan alami lahan di lapangan
Gambar 3. Penampang Melintang Teknik Konservasi Rorak Searah Kontur
Gambar 6. Penampang Melintang Perlakuan Tebar Merata / Konvensional

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan yokan yang berbentuk jelly transparan memiliki kombinasi warna dengan makna khusus seperti warna merah dan kuning yang berkonotasi sebagai dedaunan pada

Kelimpahan mikroplastik dari setiap zona di tiga stasiun, tiga transek, dan dua kedalaman yang diamati menunjukkan bahwa zona 1 memiliki kelimpahan mikroplastik tertinggi

Pemanfaatan limbah kopi sebagai dasar pembuatan fluorescent carbon nanoparticles (F-CNPs) melalui oksidasi soot dengan HNO 3 encer telah dilakukan.. Soot diperoleh

Berdasarkan hasil analisis data diatas diketahui bahwa pemberian varian konsentrasi biofertilizer tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah

Berdasarkan hasil analisis statistik untuk komponen produksi menunjukkan bahwa galur mutan padi DT15/11/ KU mempunyai prospek untuk sebagai varietas baru padi gogo

stabilitas hasil tanaman ratun genotipe padi pada tiga lingkungan yang berbeda di lahan pasang surut.. Percobaan dirancang menurut acak kelompok yang diulang

karyawan yang baik adalah satu factor yang sangat penting dalam menjalankan.. upaya instansi suapaya kinerja yang nantinya dihasilkan oleh seorang

Adapun langkah-langkah strategis yang menjadi perhatian dalam kerangka mendukung operasionalisasi dan mekanisme kegiatan penanganan ancaman yang