PERBANDINGAN DENSITAS MINERAL TULANG PADA PEMAKAI
KONTRASEPSI KOMBINASI DENGAN
DEPOMEDROKSIPROGESTERON ASETAT UNTUK JANGKA
PANJANG DI PUSKESMAS MANDALA MEDAN
TESIS
OLEH : MIRANDA DIZA
PEMBIMBING
Prof.dr.BUDI R.HADIBROTO, SpOG, K
dr. ASWAR ABOET, SpOG
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN
TIM-5
Pembimbing : Prof. dr.BUDI R.HADIBROTO, SpOG. K
dr. ASWAR ABOET, SpOG
Penyanggah : dr.SARMA N. LUMBANRAJA, SpOG.K
dr. M. RUSDA, SpOG
Prof.dr. M.FAUZIE SAHIL SpOG, K.Onk
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi
ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan:Cara kerja Injeksi kontrasepsi
kombinasi bila diberikan dalam dosis yang direkomendasikan
kepada wanita setiap bulan akan menghambat sekresi
gonadotropin, yang bertujuan untuk mencegah maturasi follicular
dan ovulasi, pengentalan dan penurunan volume lendir cervix
sehingga mengurangi penetrasi sperma dan penipisan
endometrium dan memperkecil kemungkinan implantasi, tetapi
tidak menekan produksi estradiol sehingga diharapkan tidak
menyebabkan penurunan densitas mineral tulang. Cara kerja
utama DMPA sebagai kontrasepsi adalah menekan ovulasi.
DMPA menghambat sekresi hipofise, terutama pelepasan siklik
dari Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone
(FSH), dengan menekan sintesis estradiol (E2) dan progesteron
dari ovarium. Karena estrogen memegang peranan kunci dalam
mencapai massa tulang, efek DMPA mungkin dapat
menyebabkan osteopenia dan meningkatkan resiko jangka
panjang dari fraktur. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui
seberapa jauh perbedaan perubahan densitas mineral tulang
yang ditimbulkan injeksi kombinasi dan DMPA sebagai metode
kontrasepsi.
Rancangan penelitian : Suatu penelitian quasi eksperimental dan
dilakukan analisa perbandingan penurunan densitas mineral
tulang antara kelompok peserta injeksi kombinasi dan KB DMPA
yang memenuhi kriteria penerimaan mulai januari 2006 hingga
jumlah sampel tercapai di wilayah kerja Puskesmas Mandala
Analisa Statistik: Data dianalisa dengan uji statistik Chi square,
Hasil: Sampel dibagi atas 2 kelompok penelitian yaitu 20 orang
peserta injeksi kombinasi dan 20 orang KB DMPA. Didapatkan
rerata DMT pada kelompok pemakai injeksi kombinasi dengan
T-score 0,498
±
0,990 dan Z score 0,511
±
0,989. Sementara pada
kelompok injeksi DMPA dijumpai rerata DMT dengan Tscore
-0,438
±
1,13 dan Z score -0,295
±
1,059. Secara statistik dengan
mengunakan uji t-test independen didapati perbedaan densitas
mineral tulang yang bermakna antara kelompok pemakai KB
injeksi kombinasi dengan kelompok pemakai KB DMPA (p < 0,05
), baik nilai DMT berdasarkan nilai T-score maupun Z-score. Hasil
penelitian ini tidak ditemukan kasus osteoporosis dan 2 pasien
osteopeni (T-score –1,74 dan –1,02) pada kelompok pemakai KB
injeksi kombinasi. Pada pemakai KB DMPA ditemukan 1 kasus
osteoporosis dengan T-score ( -2,94 ), dan 2 pasien dengan
osteopeni (T-score –2,36 dan -1,61 ). Tidak dijumpai perbedaan
densitas mineral tulang yang bermakna berdasarkan pada lama
pemakaian kontrasepsi, perbedaan umur peserta KB , BMI,
kebiasaan hidup, dan pola reproduksi pada kedua kelompok
penelitian.
Kesimpulan: Didapatkan densitas mineral tulang menurun secara
bermakna pada kelompok pemakai KB DMPA lebih dari 2 tahun
dibandingkan dengan kelompok pemakai KB injeksi kombinasi.
Densitas mineral tulang tidak berbeda bermakna berdasarkan
pada lama pemakaian, perbedaan umur peserta KB , BMI,
kebiasaan, dan pola reproduksi pada kedua kelompok
Kata kunci : KB injeksi kombinasi , injeksi KB DMPA, densitas
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kerena bimbingan dan karuniaNya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi.
Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khusunya tentang “PERBANDINGAN DENSITAS MINERAL TULANG PADA PEMAKAI KONTRASEPSI KOMBINASI DENGAN DEPOMEDROKSIPROGESTERON ASETAT UNTUK JANGKA PANJANG DI PUSKESMAS MANDALA MEDAN“
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. Dr. Fauzi Sahil, SpOG (K)Onk, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Deri Edianto , SpOG ( K ), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr Djafar Siddik, SpOG (K), selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima untuk mengikuti pendidikan spesialis di bagian Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan. Prof. Dr. M.Jusuf Hanafiah, SpOG (K), Dr.Erdjan Albar, SpOG(K), Prof.Dr. Herbert Hutabarat SpOG, (Alm) Prof. Dr. Pandapotan Simanjuntak, MPH, SpOG, Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K), Prof. DR. Dr. H. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof T.M Hanafiah SpOG ( K ), Prof. Dr. Daulat SpOG (K), dan Prof.dr. R.Haryono Roeshadi SpOG (K) yang secara bersama - sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Bagian Obstetri dan Ginekologi.
beliaulah penulisan tesis ini dapat selesai sebagaimana yang diharapkan.
4. Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K) selaku pembimbing referat mini Fetomaternal saya yang berjudul ”HIV DALAM KEHAMILAN”, kepada Dr. Aswar Aboet, SpOG(K) selaku pembimbing referat mini Fertilisasi Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul “ ENDOKRINOLOGI PADA KEHAMILAN“; dan kepada Prof. Dr. Fauzie Sahil, SpOG (K) selaku pembimbing referat mini Onkologi saya yang berjudul “NEOADJUVANT KEMOTERAPI PADA KANKER OVARIUM STADIUM LANJUT “
5. Dr. Makmur Sitepu, SpOG; selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa - masa sulit selama pendidikan. 6. Dr. Arlinda Sri Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
8. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumater Utara, atas ijin yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK – USU Medan.
9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi.
10. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala UPF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi.
11. Direktur RS. PTPN III Sri Pamela Tebing Tinggi, beserta Staf, atas kesempatan kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.
12. Kepala Bagian Patologi Anatomi FK – USU Medan beserta Staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Bagian tersebut.
14. Kepada Dr Ronny Ajartha,SpOG, dan teman sejawat Dr Rahma Bahtiar,Dr David L.ginting, menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan
15. Kepada Dr. Sukhbir Singh, Dr.Hj. Desi susilawaty , Dr. Benny J. Marpaung,Dr. Zillyadein Rangkuti,Dr Alfian Zunaidi Dr. Sri Jauharah Laily, Dr. Tigor P.Hasugian, dan Dr. Arjuna s, saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan dan kenangan indah selama kita jaga bersama . .
16. Teman Sejawat Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan dan Paramedis yang telah ikut membantu dan bekerjasama dalam menjalani pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK- USU / RSUP H.Adam Malik-RSUD Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat yang diberikan kepada saya.
17. Seluruh karyawan dan karyawati serta para pasien di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK - USU / RSUP H. Adam Malik - RSUD Dr. Pirngadi Medan, atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Sembah sujud dan terima kasih yang tak terhingga saya
Ibunda Dr Zaherza (Alm) yang telah membesarkan, membimbing dan
mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak
hingga kini, serta memberikan motivasi kepada saya selama mengikuti
pendidikan ini.
Kepada yang terhormat Ayahanda Mertua Amirudin Hamzah, dan Ibunda Mertua Juliana Betty, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya.
Buat suamiku yang tercinta dan kukasihi Ir. Dinno Saftana tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Buat anakku yang tercinta dan kukasihi M. Aqil Andira, tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain terima kasih yang sebesar-besarnya atas cinta kasih pengertian, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Semoga apa yang telah saya lakukan dapat menjadi teladan dan semangat bagi ananda untuk mencapai cita-cita yang lebih baik lagi.
keponakan yang tercinta, saya ucapkan terima kasih atas dorongan yang telah diberikan selama saya menjalani pendidikan.
Kepada seluruh keluarga serta handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahNya serta dibukakan pintu ilmu kepada kita semua. Amin.
Medan, Maret 2008
DAFTAR ISI KATAPENGANTAR………... DAFTAR ISI………..…... DAFTAR GAMBAR……….…….….….... DAFTAR TABEL……….... DAFTAR SINGKATAN……….………... ABSTRAK ………..………....
BAB I PENDAHULUAN...
1.1.Latar belakang ……….…...
1.2.Identifikasi masalah ………...
1.3.Rumusan masalah ……….……...
1.4.Hipotesa penelitian...
1.5.Tujuanpenelitian………...
1.5.1Tujuan umum ………..………...
1.5.2Tujuan khusus ……….……..
1.6.Manfaat penelitian .………
i viii ix x xi xiii 1 1 2 3 3 3 3 3 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...
INJEKSI KOMBINASI (MPA/EC2)...
A.1. Sejarah...
A.2.Farmakologi ...
A.3. Indikasi dan kegunaan...
A.4. Kontraindikasi...
A.5. Perubahan kepadatan densitas mineral tulang...
A.6. Pengaruh estrogen terhadap tulang...
A.7. Kembalinya ovulasi dan fertilitas...
A.8. Reaksi merugikan...
B.Depo Medroxyprogesterone Acetate ………....
B.1 Sejarah………...
B.2 Farmakologi...………...
C. Osteoporosis ………...…………
C.1 Definisi osteoporosis ………...
C.2 Jenis tulang...………...
C.3 Remodelling tulang...
C.4 Faktor osteoporosis...
D. DENSITAS MINERAL TULANG...
Pemeriksaan DMT untuk menegakkan diagnosa osteoporosis...
14 14 15 19 19 20 22 22 23 23
BAB III .METODOLOGI PENELITIAN………....
A. RANCANGAN PENELITIAN.. ………... B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ………... C. POPULASI PENELITIAN ...………... D. CARA KERJA ...………... E. KERANGKA OPERASIONAL……….…... F. BATASAN OPERASIONAL……… G. PENGOLAHAN DATA………..……….... H. ETIKA PENELITIAN……….……… BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….……….
A.KARAKTERISTIK PESERTA PENELITIAN ….………...
B.HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ………...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...
A. KESIMPULAN………...
B. SARAN……….…………
BAB VI.DAFTAR PUSTAKA……….…..
BAB VII.LAMPIRAN...
Surat pernyataan
Formulir penelitian
Tabel penelitian
57
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel10 Tabel11 Tabel12 Tabel13 Tabel14
Sebaran peserta penelitian berdasarkan
umur...………...
Sebaran peserta penelitian berdasarkan lama pemakaian
DMPA...………...
Sebaran karakteristik pola reproduksi peserta penelitian ...
Sebaran karakteristik habitus peserta penelitian kelompok
penelitian...
Sebaran karakteristik kebiasaan peserta penelitian kelompok
penelitian...
Sebaran karakteristik DMT kebiasaan peserta
penelitian...
Sebaran hasil nilai pengukuran DMT peserta
penelitian...
Sebaran DMT berdasarkan lama pemakaian DMPA dan KB
KOMBINASI...
Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan umur...
Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan BMI...
...
Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan kebiasaan olah
raga...
Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan kebiasaan minum
kopi...
Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan usia menars...
Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan jumlah paritas...
Tabel15 laktasi...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Struktur bangun dari estradiol cypionate ………
Struktur bangun dari progesteron dan DMPA ………
Struktur bangun dari DMPA...…...
Proses osteoporosis...
Struktur tulang ekstremitas inferior...
Alat DEXA dengan perlengkapan meja yang lengkap. dapat
mengukur berbagai tempat skeletal………..
Alat DEXA dengan perlengkapan perifer untuk mengukur
lengan bawah dan tumit ………...
Gambar QCT...
7
15
15
20
21
26
27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Metode kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat
permanen pada wanita disebut tubektomi dan pada pria disebut vasektomi. Alat
kontrasepsi ada yang hormonal dan non hormonal.kontrasepsi hormonal ada yang
berbentuk pil, implant, injeksi dan AKDR. Kontrasepsi hormonal ada yang berisi
estrogen, progesteron,dan ada yang berisi kombinasi Estrogen + Progesteron. Pada
saat ini injeksi kombinasi yang telah tersedia mengandung Estrogen dan progesteron,
yakni : DMPA + E2C.1
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus
memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :1
1. Dapat dipercaya,
2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan,
3. Daya kerja dapat diatur menurut kebutuhan,
4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus,
5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus,
6. Mudah pelaksanaannya,
7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat,
8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.
DMPA dan metode kontrasepsi hormonal injeksi lainnya akhir-akhir ini lebih dikenal
Hall dkk., 1994 melaporkan ada enam kegagalan metode ini pada 70.000 wanita per tahun pemakaian. Efektivitas metode kontrasepsi ini setara dengan prosedur sterilisasi
wanita. Pulihnya kesuburan setelah injeksi dihentikan berlangsung cepat, 83 persen
wanita menjadi hamil dalam 12 bulan setelah penghentian (Kaunitz, 1999). Angka kembalinya kesuburan dengan menggunakan kontrasepsi injeksi kombinasi jauh lebih
cepat dari pada injeksi depomedroksiprogesteron asetat (DMPA) saja.3
Alat kontrasepsi kombinasi yang dapat diinjeksikan sekarang ini antara lain
Depo-Medroksiprogesteron acetat (DMPA) 25 mg plus estradiol cypionate (E2C) 5 mg
(Injeksi kombinasi) dan kombinasi norethisterone enanthate (NET-EN) 50 mg plus
estradiol valerate (E2V) 5 mg (Mesigyna). Yang tersedia secara lokal di pasar-pasar
Amerika Latin dan umum digunakan adalah obat kombinasi dihydroxyprogesteron
ecetophenide plus E2 enanthate (Deladroxate, Perlutal) sedangkan di China formulasi
yang mengandung Hydroxyprogesteron caproate plus E2C4,5
Pada 17 November 2004 FDA (Food and Drug Administration) mengumumkan peringatan bahwa tanda ”kotak hitam” harus ditambahkan pada lebel Depo
Medroksiprogesteron asetat (DMPA) berhubungan dengan efek pemakaian jangka
panjang terhadap densitas mineral tulang. Berdasarkan peringatan ini wanita
sebaiknya memakai kontrasepsi DMPA sebagai kontrasepsi tidak lebih dari dua tahun
jika metode keluarga berencana (KB) yang lainnya tidak adekuat.6
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi densitas mineral tulang pada pemakai
DMPA jangka panjang dan dibandingkan dengan pemakai injeksi kombinasi jangka
panjang sebagai kontrasepsi, pada umur yang sama, diseleksi dari populasi yang sama
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Dengan latar belakang tersebut di atas, dapat diindentifikasi masalah sebagai berikut :
Depo Medroksiprogesteron Asetat (DMPA) adalah metode kontrasepsi yang
menghambat sekresi siklik dari gonadotropin hipofise yang berakibat pengurangan
produksi estrogen ovarium. Estrogen sendiri diyakini memberikan efek positif
terhadap massa tulang dengan mencegah resorbsi tulang.
Karena itu DMPA dan injeksi kombinasi mungkin berkaitan dengan perubahan
densitas mineral tulang yang diukur dengan Quantitative CT Scan.
1.3. RUMUSAN MASALAH
Apakah densitas massa tulang pada pemakaian kontrasepsi Injeksi kombinasi
lebih tinggi dibandingkan dengan injeksi DMPA.
1.4. HIPOTESA PENELITIAN
Densitas massa tulang pada akseptor kontrasepsi injeksi kombinasi lebih
tinggi dibanding dengan akseptor DMPA
1.5. TUJUAN PENELITIAN
1.5.1. TUJUAN UMUM
Untuk mengevaluasi densitas massa tulang pada pemakai injeksi kombinasi
dibanding dengan pemakai injeksi DMPA.
1.5.2. TUJUAN KHUSUS
1. Untuk melihat perbedaan densitas mineral tulang pada pemakai kontrasepsi Injeksi kombinasi dibandingkan dengan pemakaian
2. Untuk melihat apakah estrogen yang terkandung dalam kontrasepsi injeksi kombinasi memberikan perlindungan densitas massa tulang.
1.6. MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini diharapkan :
1. Dapat memilih kontrasepsi yang mana lebih baik dan memiliki efek
samping minimal di dalam tubuh.
2. Dapat mengetahui apakah kontasepsi Injeksi kombinasi dapat mengurangi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. INJEKSI KOMBINASI (MPA/E2C)
Merupakan kontrasepsi yang dapat diinjeksikan tiap bulan. Injeksi kombinasi
mewakili salah satu kontrasepsi hormon reguler yang paling modern, termasuk kelas
baru pada CIC (Combined Injectable Contraceptives). Istilah ”Combined”/gabungan
menyatakan bahwa yang disuntikkan mengandung progestin dan estrogen. Injeksi
kombinasi digunakan biasanya dengan masa kerja satu bulan atau 28 ± tiga hari. 7
Perbedaan yang mendasar antara CIC dan produk lain yang hanya mengandung
progestin adalah keberadaan estrogen, dimana estrogen ketika dirancang untuk
membuktikan kontrol siklus menstrual sehingga perdarahan menstrual reguler dapat
diamati, yang merupakan sebuah aspek penting bagi banyak wanita dalam hal
pemilihan kontrasepsi.7
A.1. SEJARAH
Sebuah penelitian 1997 di Brazil mengkaji kemampuan wanita dalam melakukan
Injeksi kombinasi sendiri dengan menggunakan Uni Ject (Becton Dickinson) yaitu
merupakan alat sekali pakai dengan jarum yang dikemas dalam sebuah kantong
proporsi pasien yang dapat diukur, Uni Ject merupakan metode yang memungkinkan
untuk pemakaian sendiri.9
Kontrasepsi hormon steroid (termasuk kontrasepsi oral, injeksi, dan implant) sangat
efektif dan digunakan secara luas. Metode kontrasepsi ini mempunyai keuntungan
secara medis tetapi juga memilki resiko. Pada umumnya, keuntungan medis lebih
banyak dibandingkan resiko yang mungkin dialami. Banyak pihak yang
mempertanyakan hubungan antara kontrasepsi hormonal, khususnya DMPA (depo
medroxyprogesteron acetate), dengan resiko pengeroposan tulang. Untuk itu, WHO
menyelenggarakan pertemuan di Geneva pada 20-21 Juni 2005 untuk mengevaluasi
bukti-bukti mengenai hubungan antara penggunaan hormon steroid dan kesehatan
tulang.10
Salah satu pengaruh penggunaan kontrasepsi terhadap kesehatan tulang adalah
terjadinya osteoporosis ( pengeroposan tulang ). Pengukuran kepadatan mineral
tulang (Bone Mineral Density, BMD) sering digunakan untuk mengevaluasi resiko
fraktur tulang, tetapi ketepatan pengukuran ini dapat dipengaruhi oleh komposisi
tubuh. Resiko osteoporosis juga berhubungan dengan banyak faktor, kepadatan
tulang hanyalah salah satunya. Hubungan antara penurunan BMD dengan
peningkatan resiko osteoporosis telah diteliti pada wanita yang telah menopause.
tiap penurunan per standar deviasi. Pengaruh BMD terhadap resiko patah tulang pada
usia muda belum banyak diteliti.10
Sebuah percobaan pendahuluan dengan kontrasepsi injeksi kombinasi yang
dilaksanakan di Brazil, Chili, Columbia, Peru dengan partisipan sebanyak 3.183
orang wanita. Penggunaannya diikuti hingga dua tahun pemakaian dan data tersebut
dievaluasi dengan tabel. Total 29.676 orang wanita diakumulasikan selama 2 tahun.
Tidak ada kehamilan yang terlihat dalam dua tahun. Tingkat penghentian disebabkan
amenorrhoe dalam setahun pertama berkisar 3,4% di Brazil hingga 8,1% di
Columbia, dan penghentian yang disebabkan karena gangguan menstruasi dari 5,1%
di Chili hingga 9,1% di Brazil. Tingkat penghentian karena alasa-alasan medis lain
berkisar dari 7,8% di Brazil hingga 2,63% di Columbia dan karena alasan-alasan
pribadi dari 17,2% di Chili hingga 23,5% di Brazil. Tingkat kelanjutan berkisar dari
42,3% di Columbia hingga 52% di Chili.11
Sebagai kesimpulan, injeksi kombinasi merupakan kontrasepsi yang baik dan
berlanjut hingga dua tahun di beberapa studi-studi penelitian pendahuluan.
Penelitian-penelitian baru diperlukan untuk memaparkan pemberian pelayanan yang berbeda.9
Medroxyprogesteron asetat, dimana rumus empirisnya adalah C24H34O4 dan berat
molekulnya 386,53. Medroxyprogesteron asetat adalah serbuk kristalin putih tidak
larut dengan bebas dalam chloroform, larut dalam aceton dan dioxan, kurang larut
dalam alkohol dan methanol, sedikit larut dalam ether, dan praktis tidak larut dalam
air.
Estradiol cypionat adalah serbuk kristalin putih yang lebur antara 149º F dan 153º F.
Bahan ini larut dalam alkohol, aceton, chloroform dan dioxan; kurang larut dalam
minyak nabati; dan praktis tidak dapat larut dalam air. Rumus empirisnya adalah
C26H36O3 dan berat molekulnya 396,57. Rumus struktural esrtradiol cypionat
digambarkan di bawah ini.
Injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tersedia dalam bentuk suspensi encer 0,5
ml yang mengandung 25 mg medroxy progesteron asetat dan 5 mg estradiol
cypionat.13
A.2. FARMAKOLOGI
Injeksi kontrasepsi kombinasi bila diberikan dalam dosis yang direkomendasikan
kepada wanita setiap bulan akan menghambat sekresi gonadotropin, yang pada
dasarnya mencegah maturasi follicular dan ovulasi, pengentalan dan penurunan
volume lendir cervix sehingga mengurangi penetrasi sperma dan penipisan
endometrium dan memperkecil kemungkinan implantasi.13
A.3. INDIKASI DAN KEGUNAAN
Injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan diindikasikan untuk pencegahan
kehamilan.Efektivitas injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tergantung pada
kepatuhan terhadap jadwal dosis yang ditentukan (misalnya injeksi intramuskular
setiap 28 sampai 30 hari). Untuk menjamin agar injeksi kontrasepsi kombinasi setiap
bulan tidak diberikan secara tidak sengaja kepada wanita hamil, injeksi pertama
haruslah diberikan selama lima hari pertama periode haid normal. Injeksi kontrsepsi
kombinasi setiap bulan sebaiknya diberikan tidak lebih awal dari 40 hari setelah
persalinan jika tidak menyusui, atau enam minggu setelah melahirkan jika
A.4. KONTRAINDIKASI13,15,16
Injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tidak boleh diberikan pada wanita dengan
salah satu keadaan berikut :
• Kehamilan yang sudah diketahui atau dicurigai.
• Disfungsi atau penyakit liver seperti riwayat adenoma, atau karsinoma hati,
penyakit kuning cholestatik kehamilan, atau penyakit kuning dengan
pemakaian kontrasepsi hormon sebelumnya termasuk pruritus kehamilan
berat.
• Karsinoma endometrium, payudara, atau neoplasia tergantung estrogen.
• Hipersensitifitas yang telah diketahui terhadap salah satu bahan yang
terkandung dalam injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan.
• Hipertensi berat
• Diabetes dengan komplikasi pembuluh darah.
• Sakit kepala dengan gejala-gejala neurologik fokal.
• Penyakit jantung dengan komplikasi.13,15,16
A.5 PERUBAHAN KEPADATAN DENSITAS MASSA TULANG
Pengukuran kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density, BMD) sering dipakai
untuk mengevaluasi resiko fraktur tulang, tetapi ketepatan pengukuran ini dapat
dipengaruhi oleh komposisi tubuh seperti perbandingan antara massa padat tubuh
pertemuan di Geneva pada 20-21 Juni 2005 mengenai hubungan antara penggunaan
kontrasepsi hormon steroid dan kesehatan tulang ketika penggunaan kontrasepsi
hormonal nonkombinasi menyebabkan status hipo-estrogenik pada wanita sedangkan
beberapa studi menunjukkan bahwa hal ini berkaitan dengan penurunan kepadatan
mineral tulang.17
Perubahan densitas mineral tulang pada injeksi progesteron dianggap termasuk faktor
risiko terhadap perkembangan osteoporosis. Kecepatan penurunan densitas mineral
tulang paling tinggi terjadi dalam tahun-tahun awal pemakaian dan selanjutnya
kecepatan penurunannya mendekati kecepatan penurunan densitas mineral tulang
yang terkait usia.13
Pada penelitian yang dilakukan oleh Luis Bahamondes dkk, di Brazil pada Maret
2006 terhadap 79 orang wanita dengan usia 20-45 tahun, menunjukkan hasil
penggunaan Injeksi kombinasi minimal selama satu tahun dan kurang dari tiga tahun
tidak menunjukkan penurunan densitas massa tulang.18
Penelitian yang dipublikasikan oleh Lopez LM dkk pada 2005 pada Cochrane
Collaboration terhadap 18 orang wanita dengan pemakaian Injeksi kombinasi
dibandingkan dengan Injeksi DMPA + plasebo selama 12 dan 24 bulan, menyatakan
mineral tulang (spine, femur neck) pada DMPA + plasebo lebih rendah dibanding
dengan Injeksi kombinasi.19
A.6. PENGARUH ESTROGEN TERHADAP TULANG
Pada dasarnya, estrogen dan progesteron dijumpai pada osteoblast-like cell dan
penelitian in vitro telah membuktikan efek progestin pada tulang. Tetapi bukti lebih
lanjut, peranan dari progestin datang dari penelitian klinis prospektif dengan
pengukuran DMT atau marker yang berhubungan dengan remodeling.32
Peranan estrogen terhadap tulang telah jelas. Terapi estrogen menghambat resorbsi
tulang dengan menghambat pembentukan dan fungsi osteoklast, serta memperpanjang
waktu hidup osteoblast dan osteosit. Kedua efek ini meningkatkan densitas tulang.35
Liu JH dkk, pada 2005, dalam penelitiannya terhadap 132 wanita menopouse
menyimpulkan estrogen mempunyai peranan yang lebih besar terhadap tulang
dibandingkan dengan progesteron.36
A.7. KEMBALINYA OVULASI DAN FERTILITAS
Dalam sebuah studi terhadap 21 wanita yang menerima injeksi kontrasepsi kombinasi
setiap bulan selama tiga bulan, 52% mengalami ovulasi selama bulan
tahun pengobatan) injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan, 60% mengalami
ovulasi pada pasca pengobatan ketiga.13
Sebuah studi terhadap 70 wanita yang menghentikan injeksi kontrasepsi kombinasi
setiap bulan agar menjadi hamil menunjukkan bahwa lebih dari 50 % mencapai
fertilitas dalam 6 bulan setelah penghentian dan 83 % mencapai fertilitas dalam satu
tahun.13
Wanita yang ingin hamil bisa menghentikan penggunaan injeksi kombinasi kapan
saja, sedangkan yang lainnya mungkin harus menunggu 60-90 hari agar mendapat
siklus haid normal.20
A.8. REAKSI MERUGIKAN
Peningkatan resiko merugikan serius terkait dengan penggunaan kontrasepsi hormon
kombinasi namun jarang ditemui diantaranya, yaitu perdarahan serebral, penyakit
kandung empedu, adenoma hati atau tumor liver jinak, hipertensi, dan infark otot
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian pemakaian injeksi kontrasepsi kombinasi
dengan DMPA22
Injeksi (DMPA) Injeksi Kombinasi
• Salah satu kontrasepsi paling efektif
• Injeksi sekali tiga bulan untuk DMPA atau setiap dua bulan untuk NET-EN bisa hingga
dua minggu lebih awal atau dua minggu
terakhir
• Sebagian besar wanita mula-mula mengalami perdarahan yang sering atau tidak teratur dan
kemudian sedikit atau tidak ada perdarahan
perbulan.
• Wanita butuh waktu empat bulan lebih lama secara rata-rata agar menjadi hamil setelah
menghentikan DMPA daripada setelah
menghentikan metode selain dari kontrasepsi
injeksi
• Kenaikan berat badan rata-rata satu sampai dua kilogram pertahun. Sebagian wanita,
terutama remaja yang kelebihan berat badan,
mengalami kenaikan yang jauh lebih besar • Efek samping lainnya sakit kepala, pusing,
gangguan kenyamanan abdominal, Perubahan
mood, daya dorong seks berkurang
• Salah satu metode kontrasepsi paling efektif
• Injeksi sekali sebulan bisa tujuh hari lebih
awal atau tujuh hari terlambat
• Adanya perubahan haid namun setelah tiga
bulan sebagian besar wanita mengalami pola
teratur (sekitar 28 hari) pada satu tahun
• Kenaikan berat badan rata-rata satu kilogram
/ tahun. Sebagian pemakai mengalami turun
berat badan atau tidak mengalami perubahan
berat badan
• Rata-rata satu bulan lebih lama dibandingkan
metode lain untuk menjadi hamil
Tabel 2. Formulasi dan Skedul Injeksi dari Alat Kontrasepsi Injeksi 22
Nama Dagang Umum Formulasi Jenis dan Skedul Injeksi Injeksi Hanya-Progestin
Depo-Provera, Megestron, Contrecep, Depo-Prodasone
Depot medroxyprogesteron asetat (DMPA) 150 mg
Satu Injeksi Intramuscular (IM) setiap tiga bulan depo-subQ provera 104
(DMPA-SC)
DMPA 104 mg Satu injeksi subcutan setiap 3 bulan
Noristeral, Norigest, Doryxas
Norethisterone enanthate (NET-EN) 200 mg
Satu injeksi IM setiap dua bulan
njeksi Kombinasi (progestin + estrogen) Injeksi kombinasi,
Ciclofeminina, Lunelle
Medroxyprogesteron asetat 25 mg + Estradiol cypionat lima mg (MPA/E2C)
Satu injeksi IM setiap bulan
Mesigyna, Norigynon NET-EN 50 mg + Estradiol valerate lima mg (NET-EN/E2V)
Satu injeksi IM setiap bulan
Deledroxate, Perlutal, Topasel, Patectro, Deproxone, Nomagest
Dihydroxuprogesteron (alges-tone) acetophenide 150 mg + Estradiol enanthate sepuluh mg
Satu injeksi IM setiap bulan
Anafertin, Yectames Dihydroxuprogesteron (alges-tone) acetophenide 150 mg + Estradiol enanthate sepuluh mg
Satu injeksi IM setiap bulan
Chinese Injectable No. 1 17α-hydrodyprogesterone caproate 250 mg + Estradiol valerate lima mg
B. DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE
B.1. SEJARAH
DMPA diterima pemakaiannya oleh FDA pada tahun 1960. Tetapi indikasi
pemakaian awalnya di Amerika lebih digunakan untuk mengobati endometriosis dan
abortus habitualis dibandingkan pemakaiannya untuk kontrasepsi. DMPA akhirnya
diterima sebagai alat kontrasepsi di Amerika Serikat pada 29 Oktober 1992.23
Depo Medroxy Progesteron Acetate (DMPA) merupakan kontrasepsi yang dipakai
luas. Adapun kerja utama DMPA sebagai kontrasepsi adalah menekan ovulasi.
DMPA menghambat sekresi hifofise, terutama pelepasan siklik dari Luteinizing
Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH), dengan menekan sintesis
estradiol (E2) dan progesteron dari ovarium. Sehingga dapat menyebabkan
osteopenia dan meningkatkan resiko jangka panjang seperti osteoporosis, dan fraktur
terutama pada usia post menopause. Kekurangan hormon esterogen dapat
menyebabkan hilangnya masa tulang akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang
akhirnya dapat membuat tulang mudah patah.24,25
B.2. FARMAKOLOGI
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) merupakan karbon 21
menekan ovulasi pada kebanyakan wanita selama 14 minggu atau lebih.15,26 DMPA
akan bertahan dalam tubuh selama beberapa bulan pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi jangka panjang dan kembali fertile setelah dihentikan. Tetapi pada
penelitian yang besar, 70% bekas pemakai yang menginginkan kehamilan akan hamil
[image:34.612.134.560.246.539.2]dalam 12 bulan dan 90% hamil setelah 24 bulan.28,29
Gambar 2. Struktur bangun dari progesteron dan DMPA.dikutip dari 26
Gambar 3. Struktur bangun dari DMPAdikutip dari 26
Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA) mengandung 150 mg DMPA, yang
diberikan setiap tiga bulan dengan cara disuntik instramuskular (di daerah bokong).
• Mencegah ovulasi
• Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma
• Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi
• Menghambat transportasi gamet oleh tuba
Kontrasepsi suntik tersebut memiliki efektivitas yang tinggi dengan 0,3 kehamilan
per 100 perempuan per tahun, asalkan penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai
jadwal yang telah ditentukan.27
Keuntungannya yaitu :27
• Sangat efektif,
• Pencegahan kehamilan jangka panjang,
• Sedikit efek samping,
• Mencegah penyakit radang panggul
• Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell)
Keterbatasannya yaitu :
• Sering ditemukan gangguan haid,
• Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering,
Di Amerika, perusahaan (Pfizer) dalam konsultasinya dengan FDA telah
menambahkan peringatan berhubungan dengan efek densitas tulang ini dan
menyatakan bahwa pemakai dengan metode ini lebih dari dua tahun tidak
direkomendasikan kecuali kontrasepsi lain tidak adekuat. Di Inggris Raya,
Committee on the Safety of Medicine menasihatkan pembatasan pengunaan DMPA
sebagai kontrasepsi pilihan pertama pada wanita remaja, kecuali metode lain kurang
cocok atau diterima. Semua wanita harus dievaluasi setelah pemakaian metode ini
lebih dari 2 tahun.30,31,32
Dosis kontrasepsi dari DMPA dapat menekan produksi dari estradiol sehingga
menarik perhatian bahwa ini mungkin dapat menyebabkan osteopenia dan
meningkatkan resiko jangka panjang dari fraktur, terutama pada post menopause.
Tetapi tidak terbukti peningkatan insidens fraktur pada lebih 30 tahun pemakaian di
seluruh dunia.32
Setengah dari massa tulang akan tumbuh selama remaja, dan beberapa bagian dari
kerangka, terutama panggul, massa puncak tulang dicapai selama periode ini. Massa
puncak tulang merupakan prediktor kritikal terhadap resiko osteoporosis pada
kehidupan selanjutnya. Penelitian terakhir telah menunjukan kadar estradiol dapat
menurun hingga mendekati 20 pg/ml pada wanita yang memakai kontrasepsi
Dengan semakin berkembangnya kontrasepsi hormonal, keuntungan dan resiko dari
metode yang berbeda terus diuji yang dibandingkan dengan resiko kehamilan yang
tidak diinginkan dan masalah kesehatan berkaitan dengan kehamilan.32 Kebanyakan
pengetahuan mengenai keamanan, keuntungan, dan penerimaan sebagai kontrasepsi
hormonal jangka panjang di Amerika diperoleh dari Indonesia, Srilangka, Thailand,
dan Meksiko, ketika Depot Provera telah digunakan dan dipelajari selama beberapa
dekade.2 DMPA telah dipakai lebih dari 68 juta wanita di 114 negara dunia.
Diperkirakan sekitar 10% remaja wanita menggunakan kontrasepsi DMPA untuk
mencegah kehamilan.32
Dosis kontrasepsi dari DMPA dapat menekan produksi dari estradiol, mungkin dapat
menyebabkan osteopenia dan meningkatkan resiko jangka panjang dari fraktur,
terutama pada masa post menopause.32 Tetapi penekanan FSH oleh DMPA tidak
sekuat oral kontrasepsi kombinasi sehingga pertumbuhan folikel tetap cukup untuk
memproduksi kadar estrogen yang sebanding dengan fase awal folikuler siklus haid
normal.2
Rome dkk, pada 2004 meneliti kaitan biomarker metabolisme tulang dengan
kontrasepsi hormonal pada remaja. Mereka mendapatkan setelah 12 bulan
pelaksanaan, kadar serum bone alkaline phosphatase (BSAP) lebih tinggi secara
kecendrungan lebih tinggi kadar deoxypyridinoline (DPD) urin pada grup kontrol
(9,9 nmol/mmol Cr ± 1,03 SE) dibandingkan dengan grup DMPA (9,1 nmol/mmol Cr
± 1,05 SE) dan grup OC (8,9 nmol/mmol Cr ± 1,03 SE). Tidak ada kaitan antara
biomarker dengan DMT pada spina lumbar atau leher femur.34
Dengan menggunakan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry), Cundy dkk,29
peneliti Selandia Baru, melaporkan pada awal 1990 bahwa DMT yang sedang
memakai DMPA lebih rendah daripada tidak memakai. Sejak itu, banyak laporan
(terutama penelitian cross sectional, membandingkan yang sedang memakai dengan
yang bukan pemakai) yang menilai DMT pada pemakai DMPA. Hampir semuanya
mendapati DMT yang lebih rendah pada yang pemakai DMPA.29
Tetapi penelitian cross sectional pada remaja dan wanita muda Thailand (umur 15 –
30 tahun) oleh Tharnprisarn dkk, pada 2002, baik yang mengunakan DMPA (n = 30)
atau oral kontrasepsi (n = 30) setelah dua tahun tidak dijumpai perbedaan DMT yang
bermakna pada lengan bawah ultra distal dan distal.31 Hasil penelitian yang masih
berlangsung akan membantu kita lebih jelas mengetahui pengaruh DMPA yang
C. OSTEOPOROSIS
C.1. Defenisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), yang disebut juga
pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan keropos, serta mudah
patah. Tulang keropos jarang menimbulkan keluhan dan pada umumnya pasien baru
konsultasi ke dokter setelah terjadi patah tulang. Oleh karena itu, tulang keropos
dianggap sebagai si pembunuh diam-diam. Tulang yang keropos terlihat
berlubang-lubang seperti karet spons. Wanita yang telah keropos tulangnya mudah diamati dari
sikap berdiri yang tidak bisa tegap lagi.37
Osteoporosis dan massa tulang rendah menyerang sekitar 43,6 juta orang Amerika
(“America’s Bone Health” Lembaga Osteoporosis Nasional, 2002) yang sebagian
besar di antaranya adalah kaum wanita. Akibatnya, populasi ini mengalami
Gambar 4. Dikutip dari Best Practice and Research Vol.19 39
C.2. Jenis Tulang
Untuk memahami peranan scaning kepadatan mineral tulang, perlu kiranya sedikit
diketahui tentang bagaimana caranya osteoporosis terjadi. Tulang terus-menerus
remodelling kembali. Ini alami, karena keadaan sehat pengambilan tulang lama
secara kontinu (resorpsi) yang diikuti dengan pengendapan tulang baru. Perputaran
ini penting dalam menjaga tulang tetap sehat dan dalam memperbaiki kerusakan kecil
yang mungkin terjadi karena aus dan sobek. Sel-sel yang menyusun tulang baru
disebut osteoclast. Osteoporosis terjadi sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara
aktivitas osteoclast dan osteoblast. Pada osteoporosis, osteoclast jauh lebih giat
daripada osteoblast sehingga lebih banyak tulang yang dihabiskan daripada yang
disusun. Akibatnya adalah penipisan tulang dengan kehilangan kekuatan tulang dan
peningkatan resiko fraktur yang menjadi akibatnya. Tulang yang menipis
menyebabkan kepadatan tulang atau massa tulang lebih rendah38
[image:41.612.160.468.278.458.2].
Gambar 5. Dikutip dari Best Practice and Research Vol.19 39
Ada dua jenis tulang. Tulang cancellus (juga dikenal sebagai tulang trabecular)
ditemukan di bagian-bagian seperti tulang belakang dan pinggang. Jenis tulang ini
biasanya mengalami laju perputaran yang cepat. Akibatnya, jika aktivitas osteoclast
dan osteoblast menjadi tidak bersesuaian, tulang cancelluslah yang terpengaruh
dengan cepat. Tulang cortical berlokasi di lengan dan tungkai. Jenis tulang ini lebih
lambat dari segi metabolik daripada tulang cancellus dan karenanya kurang
tulang normal sesuai dengan usia pada pria maupun wanita. Untuk wanita, selain
usia, transisi menopouse sendiri menyebabkan tingkat kehilangan tulang ekstra.38
C.3. Remodelling Tulang
Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat dewasa (sekitar
umur 30) lalu menurun sesuai pertambahan umur. Kemudian terjadi keseimbangan
antara aktivitas osteoblastik dan osteoklastik (pembentukan dan resorpsi tulang).
Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh hormon estrogen, paratiroid, dan kalsitriol.40
C.4. Faktor Resiko Osteoporosis
Terdapat dua macam faktor resiko terjadinya osteoporosis yaitu faktor resiko yang
dapat dikendalikan (dalam hal ini adalah jumlah kalsium yang kita konsumsi untuk
membentuk tulang) dan faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (berkurangnya
massa tulang seiring dengan bertambahnya usia). Lokasi fraktur yang paling sering
terjadi adalah pada pinggul dan tulang belakang.41
Beberapa faktor resiko antara lain : 39,42
1. Faktor genetik : Apabila ada sejarah osteoporosis dalam keluarga, 60-80%
kemungkinan akan menderita osteoporosis.
2. Jenis kelamin wanita : 80% penderita osteoporosis adalah wanita.
3. Masalah medis kronis: Individu dengan asma, diabetes, hipertiroidisme,
penyakit liver, atau reumatoid artritis akan meningkat resiko terjadinya
4. Defisiensi hormon : Menopause pada wanita dan penanganan medis tertentu
pada pria dapat mengakibatkan defisiensi hormon estrogen dan androgen yang
merupakan penyebab utama osteoporosis pada pria dan wanita.
5. Alkohol : Konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya osteoporosis.
6. Merokok : Dari beberapa penelitian, merokok dapat meningkatkan resiko
terjadinya fraktur tulang belakang pada pria dua sampai tiga kali lipat
dibandingkan dengan pria yang tidak merokok.
7. Kurangnya olahraga : Tulang memerlukan stimulasi latihan untuk
mempertahankan kekuatannya.Tanpa latihan tulang akan kehilangan densitas
dan menjadi lemah.
8. Faktor lain : seperti kelainan makanan, berat badan yang rendah, jumlah
kalsium yang rendah dalam makanan, menopause dini, absennya periode
menstruasi (amenorea) dan penggunaan obat-obat seperti steroid dan
antikonvulsan yang juga merupakan faktor osteoporosis. Glukokortikoid juga
mempengaruhi kuantitas dan kualitas tulang.
D. DENSITAS MINERAL TULANG (DMT)
Jumlah absolut tulang sebagaimana diukur dengan pengujian kepadatan mineral
tulang (BMD) umumnya berkorelasi dengan kekuatan tulang dan kemampuan tulang
dengan mengukur tekanan darah yang bisa membantu memprediksi resiko stroke.
Perlu diingat bahwa BMD tidak bisa memprediksi kepastian perkembangan fraktur.
BMD hanya memprediksi resiko.38
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah sumber definisi yang diterima secara
umum untuk osteoporesis (WHO Tehnical Report Series, Geneva 1994)38,39,42 :
• Normal : Nilai BMD secara statistik berada dalam satu standar deviasi masa
tulang puncak dewasa muda. Laporan menunjukan skor T > -1 yang
menandakan BMD berada dalam rentang normal.
• Masa tulang rendah (secara medis disebut dengan istilah osteopenia) : Nilai
BMD secara statistik lebih kecil dari satu standar deviasi, tetapi tidak lebih
dari 2,5 standar deviasi di bawah nilai BMD rata-rata orang dewasa muda.
Laporan menunjukkan skor T antara -2,5 dan -1 yang menandakan
peningkatan resiko fraktur, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk osteoporosis
• Osteoporesis : Nilai BMD secara statistik lebih dari 2,5 standar deviasi di
bawah nilai BMD puncak rata-rata masa tulang orang dewasa muda. BMD
dalam rentang ini menandakan resiko fraktur yang bahkan lebih tinggi
Berdasarkan kriteria di atas, diperkirakan bahwa 40% dari semua wanita Kaukasia
postmenopausal mengalami osteopenia dan 7 % lainnya menderita osteoporesis
(Siriset al JAMA, 2001).38,39,42
Pemeriksaan DMT Untuk Menegakan Diagnosa Osteoporosis
Diagnosa penyusutan tulang (osteoporosis) dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
densitometri. Terdapat dua kriteria dasar untuk menegakkan diagnosis osteoporosis
yaitu dijumpai adanya patah tulang setelah mengalami trauma yang ringan atau
dengan pemeriksaan densitometri BMD ≤ -2,5 SD.
Dengan semakin berkebangnya teknologi, saat ini dapat digunakan peralatan yang
canggih untuk mendeteksi osteoporosis secara dini yaitu : 38,39,42,43
Single Photon Absorptiometry (SPA)
Tidak sensitif untuk melihat perubahan pada tulang trabekular yang destruksi tulang
lebih tinggi dibanding tulang kortikal. Keuntungan utama SPA adalah relatif mudah
dan adekuat untuk melihat penurunan massa korteks tulang. Waktu yang diperlukan
untuk pemeriksaan adalah 10-15 menit dengan tingkat presisi 1-2% dan paparan
radiasi 2-5 mrem39
Dual Photon Absorptiometry (DPA)
Pengukuran kandungan mineral tulang biasanya dilakukan pada korpus vetebra
lumbalis dan kolum femoris. Metode ini mempunyai presisi 1,1-3,7% dan akurasi
perkapuran dalam aorta, atau ligamen. Karena harganya yang mahal dan
membutuhkan waktu yang lama dalam pemeriksaan, alat ini tidak digunakan untuk
skrining rutin. Waktu peneraan alat ini 20 – 24 menit dengan paparan radiasi 5-10
mrem.43
Dual Energy X-Ray-Absorptiometry (Dexa)
Peralatan ini saat ini merupakan “gold standart” untuk pemeriksaan densitas mineral
Gambar 6. Dikutip dari BestPractise & Research Clinical43
Pada umumnya, alat ini mungkin layak untuk mengukur resiko fraktur secara
keseluruhan, tetapi tidak berguna dalam memonitor terapi. Kegunaannya mungkin
terbatas hanya pada screening dan hasilnya akan membutuhkan konfirmasi dengan
menggunaka DEXA. Selain itu, keahlian dalam menggunakan alat dan menafsirkan
data bisa bervariasi.43
Ultrasonografi
Dengan USG pengukuran DMT dilaksanakan dengan cara yang tidak berbahaya,
relatif murah, mudah, tidak memerlukan radiasi. Dengan Ultrasonografi ini dapat
diukur DMT pada tulang-tulang perifer seperti tumit, tempurung lutut, jari, dan
Gambar 7. Dikutip dari Best Practise & Research Clinical43
Quantitative Computed Tomography (QCT)
Kelebihan alat ini adalah dapat mengukur massa trabekular tulang secara selektif
tanpa superposisi dengan korteks tulang maupun jarigan lainnya dengan membuat
irisan aksial pada tiga atau empat vertebra dengan jarak 8-10 mm. QCT merupakan
satu-satunya teknik pemeriksaan densitas mineral tulang secara tiga dimensi yang ada
saat ini.
Keterbatasan pengunaan alat ini adalah dosis radiasi yang tinggi dan memerlukan
teknik yang canggih dan mahal. Waktu yang dibutuhkan untuk peneraan 10-20 menit,
Gambar 8. Dikutip dari BestPractise & Research Clinical43
QCT metode yang paling sensitif, tetapi mahal dan terpapar radiasi yang lebih besar
dibandingkan dengan DEXA. Sebagai tambahan, karena kebanyakan pasien mungkin
memerlukan pencitraan serial, penggunaan reguler dari QCT pada seorang pasien
menjadi lebih tidak praktis sebagai alat scrining. QCT mempunyai kemampuan yang
unik untuk membedakan tulang kortek dan trabekula. Kemampuan ini penting untuk
menilai efek pengobatan yang mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kedua
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat penelitian
Sampel diambil dari peserta KB injeksi kombinasi dan DMPA di Puskesmas
Mandala Medan. Sampel ini di ambil ditempat tersebut karena penelitian injeksi
DMPA yang sudah dilakukan ditempat yang sama, sehingga dilakukan
pengambilan injeksi kombinasi untuk dibandingkan dengan penelitian injeksi
DMPA sebelumnya.
Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada januari 2007 sampai juli 2007.
C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
1. Populasi penelitian
Semua peserta KB yang mengunakan injeksi KB kombinasi dan akseptor
DMPA di Puskesmas Mandala Medan yang memenuhi kriteria penerimaan
dan bersedia ikut dalam penelitian ini.
2. Besar Sampel
1. Kelompok akseptor KB Kombinasi 2. Kelompok aseptor DMPA
Besar sampel penelitian ini dihitung secara statistik
n1 = n2 = 2 {Z ) + Z ) S 2 x1-x2
n1 = n2 = Jumlah sampel kelompok yang mendapat suntikan KB
kombinasi dan kelompok akseptor DMPA
Z = Derajat tingkat kemaknaan untuk 95 % adalah Z = 1,96
Z = Kekuatan uji dari penelitian yakni 90 % adalah Z = 1,28
X1-x2 = Perbedaan kadar T-Score yang diinginkan yakni satu
S = Simpang baku dari kedua kelompok salah satunya diambil
dari penelitian sebelumnya (SD DMPA) yakni 0,96
n1 = n2 = 2 {Z ) + Z ) S 2 x1-x2
n1 = n2 = 2 {1,96+ 1,28) 0,96 2 1
= 9,34 ~ 20
3. Kriteria penerimaan
a. Peserta KB usia 20 – 30 tahun
b. Pesert KB suntik DMPA lebih dari dua tahun pemakaian untuk
kelompok I dan pemakai injeksi KB kombinasi untuk kelompok II
c. Bersedia mengikuti penelitian dan telah menandatangani formulir
kesediaan (informed concent)
4. Kriteria penolakan
a. Perokok atau peminum alkohol berat
b. Sedang laktasi
c. Memakai obat yang mempengaruhi densitas mineral tulang (misalnya :
suplemen tablet kalsium, vitamin D, vitamin B6, B12, asam folat, kortiko
steroid, antikonvulsan, thiazid, diuretik, dan obat tiroid)
d. Memakai KB hormonal lain
e. Pernah menjalani kemoterapi atau radiasi atau operasi pengangkatan
indung telur
f. Menderita penyakit tulang
g. Diketahui menderita penyakit kronis seperti hepatitis, diabetes mellitus
(DM), ginjal, tiroid, paratiroid, kanker, riketsia, dan penyakit hipofise
D. CARA KERJA
peserta KB di Puskesmas Mandala Medan, dan bersedia untuk mengikuti
penelitian ini.
b. Setelah data terkumpul dilakukan pengelompokan peserta penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi kepada kedua kelompok yaitu kelompok injeksi
kombinasi dan injeksi DMPA
c. Kemudian dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner mengenai
mengenai pola makanan dan minuman ( minum kopi, minum alkohol,
merokok); riwayat olahraga ( aerobik, berenang, jalan pagi, lari pagi, senam
pagi, bersepeda ), pola reproduksi ( usia menars, paritas/abortus, dan laktasi)
dan pola kontrasepsi yang digunakan terhadap peserta penelitian sesuai
dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.
d. Dilakukan pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah, tinggi badan, dan berat
badan terhadap peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.
e. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan Densitas Mineral Tulang kepada para
peserta penelitian dengan menggunakan QCT di RS Gleneagles Medan, untuk
mengukur massa trabekular tulang secara selektif tanpa terjadi superposisi
dengan korteks tulang. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan QCT
selama 10 – 20 menit dengan paparan radiasi 100 – 1000 mrem. Hasil
pemeriksaa QCT ini berupa irisan aksial pada tiga sampai empat tempat
vertebra dengan jarak 8 – 10 mm.
g.Hasil pemeriksaan DMT dari peserta KB DMPA dibandingkan dengan peserta
KB kombinasi
E. KERANGKA OPERASIONAL
Kontrasepsi
Peserta Injeksi Kombinasi Peserta Injeksi DMPA Pemakai Injeksi
Memenuhi Kriteria Inklusi Memenuhi Kriteria Inklusi
Wawancara dan Pencatatan Data Wawancara dan Pencatatan Data
Pemeriksaan Densitas Massa Tulang ( DMT ) dengan menggunakan QCT di RS Gleanegles Medan
Hasil Pemeriksaan DMT dibandingkan dan dianalisis
F. BATASAN OPERASIONAL
1. Peserta KB kombinasi (injeksi kombinasi) adalah wanita yang mengunakan
suntikan KB kombinasi (injeksi kombinasi) untuk tujuan kontrasepsi setiap
satu bulan berturut-turut selama minimal dua tahun.
2. Peserta KB kombinasi (injeksi kombinasi) adalah wanita yang belum pernah
mengunakan KB jenis injeksi kombinasi baik jenis pil, suntik, susuk, IUD
levonorgestrel, ataupun jenis lainnya untuk tujuan kontrasepsi.
3. Osteoporosis adalah keadaan ketika massa tulang atau kepadatan tulang per
unit volume berkurang (berkurangnya kuantitas tulang) dengan nilai
T-score < -2,5 SD sehingga mencapai ambang fraktur oleh trauma yang ringan
4. Osteopenia adalah keadaan ketika mulai terlihat adanya kekurangan massa
tulang dengan nilai T-score –1 sampai dengan –2,5 SD.
5. DMT
Kandungan mineral tulang per unit area (gr/ml). WHO memberikan batasan
penilaian hasil DMT berdasarkan simpang baku (standard deviasi / SD) dari
DMT subjek terhadap referensi (Z) sebagai berikut:
a. Normal : nilai DMT berada dalam satu SD dari rerata dewasa muda
rujukan.
b. Osteopeni : DMT lebih dari satu SD, tapi kurang dari 2,5 SD di bawah
rerata dewasa muda
d. Osteoporosis berat : DMT lebih atau sama dengan 2,5 SD di bawah
rerata dewasa muda ditambah dengan ≥ satu fraktur fragilitas
6. T-score
Perbedaan antara nilai/hasil yang diperoleh dari penderita dibandingkan
dengan hasil pada rerata dewasa muda yang ditunjukan dengan unit dari
simpang baku populasi dewasa muda.
7. Paritas adalah jumlah bayi viabel yang pernah dilahirkan .
8. Laktasi adalah wanita menyusui bayi yang baru dilahirkannya
9. Dikatakan gemuk bila BMI ≥ 25 kg/m2 dan kurus jika BMI < 20 kg/m2
10. Bermakna bila olah raga minimal jalan pagi tiga kali/minggu, selama
minimal 30 menit.
11. Bermakna bila minum kopi ≥ dua cangkir / hari.
G. PENGOLAHAN DATA
Hasil penelitian dicatat dalam fomulir yang disimpan sebagai berkas data komputer
dan selanjutnya dianalisa dengan komputer mengunakan program SPSS versi 12.0
untuk windows. Data diuji statistik dengan uji Chi square dan/atau t-test independent
H. ETIKA PENELITIAN
a. Setiap pasien yang memenuhi kriteria penerimaan akan mendapat penjelasan
tentang tujuan dan cara penelitian kemudian diminta tanpa paksaan
menandatangani formulir persetujuan penelitian.
b. Setiap pasien yang ikut dalam penelitian ini berhak mengetahui hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan
c. Setiap pasien juga berhak untuk menarik diri dari penelitian ini.
d. Kepada peserta tidak dikenakan biaya tambahan yang dikaitkan dengan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK PESERTA PENELITIAN
Besar sampel penelitian ini sebanyak 40 orang, terdiri dari 20 orang pemakai KB
injeksi kombinasi dan 20 orang pemakai KB DMPA, yang kontrol ke Puskesmas
[image:58.612.107.558.296.523.2]mandala dan memenuhi kriteria inklusi
Tabel I. Sebaran peserta penelitian berdasarkan umur
DMPA KB kombinasi
Umur (tahun)
n % n %
P
20 - 25 6 30 6 30 1,000
26 - 30 14 70 14 70
Jumlah 20 100 20 100
Mean 27,1 27,45
SD 2,62 2,54
Uji chi square (X2 ): p = 1,000
Sebaran peserta penelitian berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel I. Umur 20 – 25
tahun pada pemakai KB DMPA sebanyak 6 orang (30 %) dan umur 26 – 30 tahun
sebanyak 14 orang (70 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi umur 20 – 25
tahun sebanyak 6 orang (30 %) dan umur 26 – 30 tahun sebanyak 14orang (70 %).
0,05 ). Secara statistik tidak terdapat perbedaan umur peserta penelitian yang
[image:59.612.109.555.206.461.2]bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.
Tabel II. Sebaran peserta penelitian berdasarkan lama pemakaian DMPA
DMPA KB kombinasi
Lama
pemakaian
Umur (bulan)
n % n %
P
24 – 59 12 60 20 100 0,001
≥ 60 8 40 0 0
Jumlah 20 100 20 100
Mean 51,05 27,65
SD 18,37 2,41
Uji chi square ( X2 ) : p = 0,001
Dari tabel II dapat dilihat peserta penelitian yang memakai KB DMPA selama 24 –
59 bulan sebanyak 12 orang (60 %) dan yang memakai KB DMPA ≥ 60 bulan
sebanyak 8 orang (40 %). Peserta penelitian yang memakai KB kombinasi selama 24
– 59 bulan sebanyak 20orang (100 %) dan yang memakai KB kombinasi ≥ 60 bulan
sebanyak 0 orang (0 %) .Rata-rata keseluruhan lama pemakaian KB DMPA pada
penelitian ini adalah 51,05 ± 18,37 bulan. Rata-rata keseluruhan lama pemakaian KB
kombinasi pada penelitian ini adalah 27,65 ± 2,41 bulan. Setelah dilakukan uji
terdapat perbedaan lama pemakaian yang bermakna antara kelompok pemakai KB
[image:60.612.101.547.204.541.2]DMPA dengan pemakai KB kombinasi .
Tabel III: Sebaran karakteristik pola reproduksi peserta penelitian
DMPA KB kombinasi
Pola reproduksi
N % n % p
Usia menars (tahun)
< 12 4 20 2 10 0,661
≥ 12 16 80 18 90
Paritas
<3 11 55 8 40 0,527
≥3 9 45 12 60
Laktasi (bulan)
< 6 5 26,3 1 5,3 0,235*
≥ 6 14 73,7 18 94,7
Uji exact fisher
*: uji chi square
Dari tabel II dapat dilihat sebaran peserta penelitian berdasarkan usia menars, jumlah
paritas, dan lama masa laktasi. Sebaran usia menars < 12 tahun pada pemakai KB
DMPA sebanyak 4 orang (20 %) dan umur > 12 tahun sebanyak 16 orang (80 %).
Pada kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran usia menars < 12 tahun
dilakukan uji statistik dengan Uji exact fisher maka didapatkan p = 0,661 ( p > 0,05
), maka secara statistik tidak terdapat perbedaan usia menars yang bermakna antara
kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.
Sebaran jumlah paritas < 3 paritas pada pemakai KB DMPA sebanyak 11 orang (55
%) dan umur > 3 paritas sebanyak 9 orang (45 %). Pada kelompok pemakai KB
kombinasi terlihat sebaran jumlah paritas < 3 sebanyak 8 orang (40 %) dan paritas >
3 sebanyak 12 orang (60 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan uji exact fisher
maka didapatkan p = 0,527 ( p > 0,05 ), maka secara statistik tidak terdapat
perbedaan jumlah paritas yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA
dengan pemakai KB kombinasi.
Sebaran masa laktasi < 6 bulan pada pemakai KB DMPA sebanyak 5 orang (26,3
%) dan masa laktasi < 6 bulan sebanyak 14 orang (73,7 %). Pada kelompok pemakai
KB kombinasi masa laktasi < 6 bulan sebanyak 1 orang (5,3 %) dan masa laktasi < 6
bulan sebanyak 18 orang (94,7 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan Uji exact
fisher maka didapatkan p = 0,235 ( p > 0,05 ), maka secara statistik tidak terdapat
perbedaan masa laktasi < 6 bulan yang bermakna antara kelompok pemakai KB
Tabel IV: Sebaran karakteristik habitus peserta penelitian
DMPA KB kombinasi (Cyclofem) Habitus
n % n %
P
BMI (kg/m2)
< 25 16 80 12 60 0,056
≥ 25 4 20 8 40
Means 22,83 24,05
SD 1,75 2,14
Uji T- test independen; p = 0.056
Dari tabel IV dapat dilihat Sebaran nilai BMI < 25 pada pemakai KB DMPA
sebanyak 16 orang (80 %) dan nilai BMI > 25 sebanyak 4 orang (20 %). Pada
kelompok pemakai KB kombinasi nilai BMI < 25 sebanyak 12 orang (60 %) dan
nilai BMI < 25 sebanyak 8 orang (40 %). Rata-rata BMI pemakai KB DMPA adalah
22,83 ± 1,75 kg/m2 dibandingkan pemakai KB kombinasi 24,05 ± 2,14 kg/m2. Dari
uji statistik dengan mengunakan uji T independen didapatkan p = 0,056 ( p>0,05 ),
yang berarti tidak ada perbedaan BMI yang bermakna antara kedua kelompok peserta
Tabel V : Sebaran karakteristik kebiasaan peserta penelitian
DMPA KB kombinasi
Kebiasaan
N % n %
p
Olah raga
Ada
6 30 10 50 0,197
Tidak 14 70 10 50
Minum kopi
Ada 4 20 11 45 0,221
Tidak 16 80 9 55
Uji chi square ( X2 )
Dari tabel V, dapat dilihat sebaran peserta penelitian berdasarkan kebiasaan minum
kopi dan olah raga. Sebaran kebiasaan minum kopi pada pemakai KB DMPA
sebanyak 4 orang (20 %) dan peserta yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi
sebanyak 16 orang (80 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran
kebiasaan minum kopi sebanyak 11 orang (45 %) dan peserta yang tidak memiliki
kebiasaan minum kopi sebanyak 9 orang (55 %). Setelah dilakukan uji statistik
dengan Uji chi square maka didapatkan p = 0,221 ( p > 0,05 ) maka secara statistik
tidak terdapat perbedaan kebiasaan minum kopi yang bermakna antara kelompok
pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.
Sebaran kebiasaan olahraga pada pemakai KB DMPA sebanyak 6 orang (30 %) dan
kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran kebiasaan olahraga sebanyak 10
orang (50 %) dan peserta yang tidak memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 10 orang
(50 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan uji chi square maka didapatkan p =
0,197 ( p > 0,05 ) maka secara statistik tidak terdapat perbedaan kebiasaan olahraga
yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB
[image:64.612.92.546.298.514.2]kombinasi.
Tabel VI: Sebaran karakteristik DMT peserta penelitian
DMPA KBkombinasi Habitus
n % n %
P
Normal 11 85 18 90 0,598
Osteopeni 2 10 2 10
Osteoporosis 1 5 0 0
Dari tabel diatas dapat diperoleh sebaran karakteristik densitas mineral tulang pada
B.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel VII : Sebaran hasil nilai pengukuran DMT peserta penelitian
DMPA KB kombinasi p
Keterangan
N Mean SD n Mean SD P
DMT (gr/ml)
T score 20 -0,438 1,113 20 0,498 0,990 0,008
Z score 20 -0,295 1,059 20 0,511 0,989 0,017
Uji T-test independen
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata nilai T-score pada kelompok pemakai KB
DMPA sebesar -0,438 ± 1,113 dan Z score -0,295 ± 1,059. Sementara pada kelompok
pemakai KB kombinasi dijumpai rerata nilai T-score sebesar 0,498 ± 0,990 dan Z
score 0,511 ± 0,989. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen
didapati perbedaan densitas mineral tulang yang bermakna antara kelompok pemakai
KB DMPA dengan kelompok pemakai KB kombinasi pada nilai T-score p = 0,008
(p < 0,05 ) dan nilai Z-score p = 0,017 (p < 0,05 )
Penelitian Lopez L.M, dkk, 2006, merupakan penelitian double palcebo – controlled
trial, mendapatkan pemberian injeksi kontrasepsi kombinasi tidak menunjukkan efek
penurunan nilai densitas mineral tulang; dimana terlihat penurunan nilai densitas
mineral tulang pada pemakaian DMPA dan terlihat peningkatan nilai densitas mineral
Cromer B.A, dkk, 2005, merupakan penelitian randomized clinical trial, 2005
terhadap 123 konseptor KB dewasa, dimana terdapat penurunan DMT pada tulang
punggung sebesar -1,8 % pada kelompok yang mendapatkan injeksi DMPA selama
12 minggu sedangkan nilai DMT pada kelompok injeksi kombinasi sebesar 4,8 %.
Penurunan DMT pada tulang femur sebesar -5,1 % pada kelompok yang
mendapatkan injeksi DMPA selama 12 minggu sedangkan nilai DMT pada kelompok
injeksi kombinasi sebesar 4,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
suplementasi estrogen dapat mencegah terjadinya penurunanan DMT pada kelompok
yang mendapat injeksi DMPA.55
Penelitian metaanalisis oleh Curtis KM dkk, 2005, mendapatkan rata-rata densitas
tulang pada pemakai KB DMPA jangka panjang lebih rendah dari bukan pemakai
tetapi masih dalam T-score 1 SD.45
Albertazzi P dkk, 2006, merupakan penelitian terhadap pemakai KB DMPA yang
berusia > 20 tahun, mendapatkan densitas tulang lebih rendah dengan prevalensi
T-score ≤ -1 sebanyak 41% dan T-score dibawah –2,5 sebesar 5%.14
Kaunitz,dkk, 2005, mendapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi DMPA dapat
menurunkan densitas mineral tulang dan dapat dicegah dengan pemberian suplemen
Tabel VIII : Sebaran DMT berdasarkan lama pemakaian DMPA dan KB Kombinasi
Lama pemakaian (bulan)
24 – 59 ≥ 60
Keterangan
n Mean SD n Mean SD
p
DMT (gr/ml)
T score 32 0,129 1,115 8 -0,341 1,241 0,303
Z score 32 0,216 1,044 8 -0,325 1,238 0,214
Uji t-test independen
Pada penelitian ini ditemukan rerata densitas mineral tulang pada pemakai KB
DMPA dan kombinasi dengan lama pemakaian 24 – 59 bulan, dengan nilai T-score
0,129 ± 1,115 ; dan nilai Z-score 0,216 ± 1,044 . Bila dibandingkan dengan kelompok
lama pemakaian ≥ 60 bulan masing-masing 0,0341 ± 1,241 dan –0,325 ± 1,238.
Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen tidak dijumpai pengaruh
perbedaan lama pemakaian KB DMPA dan KB kombinasi yang bermakna dengan
penurunan nilai densitas mineral tulang, dengan nilai T score p = 0,303 (p>0,05) dan
nilai Z score sebesar p = 0,214 (p>0,05) diantara kedua kelompok penelitian.
Bahamondes L dkk, 2006, tidak menemukan pengaruh lama pemberian injeksi