• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan Untuk Bahan Ransum Ayam Potong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan Untuk Bahan Ransum Ayam Potong"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

RINGKASAN

TAZUL ARIFIN, "Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode

Pengukusan Untuk Bahan Ransum Ayam Potong". (Dibawah bimbingan

Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro sebagai Ketua,

Ir,

Sayed Umar, MS dan Ir.

Guslim, MS sebagai Anggota).

Salah satu masalah Iimbah usaha pemotongan ayam adalah bulu ayam

yang merupakan sebahagian sisa dari pengolahan daging ayam. Hasil pemotongan

temak unggas ini dihasilkan rata-rata bobot bulu 4 - 9

%

dari bobot hidup.

Kandungan protein bulu ayam cukup tinggi,yaitu antara 80 - 90

%,

sehingga

berpotensi sebagai pakan altematif bagi industri ayam potong. Kendala utama

penggunaan tepung bulu ayam sebagai pakan adalah adanya ikatan keratin dengan

kandungan

85-90%

dari kandungan proteinnya dengan sifat sukar Iarut dalam air

dan sukar dicema.

Untuk memecahkan ikatan keratin tersebut guna meningkatkan kecemaan

tepung bulu ayam dilakukan dengan beberapa teknik pengolahannya. Berkaitan

dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah bulu

ayam dengan cara pengolahan, yaitu dengan pengukusan dan penggilingan

sebagai bahan pakan ayam potong, sehingga dengan termanfaatkannya limbah

bulu ayam tersebut dapat diatasi limbah bulu ayam dan kekurangan bahan pakan

ayam potong.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 70 ekor ayam jantan boiler

PO 707 berusia satu minggu Produksi Charoen Pokphand. Perlakuan tepung bulu

ayam yang diuji terdiri atas enam macam, yaitu:

(I)

ransum tanpa tepung bulu

ayam (TBO) sebagai kontrol, (2) tepung bulu ayam tanpa direbus (TBK), (3)

tepung bulu ayam direbus selama 30 menit (TBC

30),

(4) tepung bulu ayam

direbus selama 60 menit (TBC

60),

(5) tepung bulu ayam direbus selama 30 menit

ditarnbah NaOH 0,4% (TBD

30),

dan (6) tepung bulu ayam direbus selama 60

ditambah NaOH

0,4%

(TBD 60).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) dengan enam perlakukan dan lima ulangan dimana setiap ulangan terdiri

atas dua ekor ayam. Untuk mengetahui pengaruh perIakuan terhadap peubah yang

diamati dilakukan analisa ragam (ANOVA), selanjutnya jika berbeda nyata

dilakukan Uji Duncans untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan.

Peubah yang diamati adalah berat badan anak, ayam, keinginan makan,

konsumsi nitrogen, ekskresi nitrogen, retensi nitrogen, konsumsi energi, ekskresi

energi, energi metabolis semu, energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, energi

metabolis mumi dan energi metabolis mumi terkoreksi nitrogen.

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tepung bulu ayam

memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai retensi nitrogen, serta

sangat nyata (P<O,OI) mempengaruhi kandungan energi metabolis semu (EMS),

energi metabolis mumi (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen

(EMSn) dan energi metabolis

ュ セ ュュ

terkoreksi nitrogen (EMMn).

Nilai retensi nitrogen TBD 30 dan TBD 60 sangat nyata (P<O,O 1) lebih

tinggi dibandingkan TBO, TBK, TBe 30 dan TBe 60. Rataan retensi nitrogen

TBO, TBK, TBC 30, TBC 60, TBD 30 dan TBD 60

berturut-turut

adalah 33,24 %

(0,8661 gram), 39,59 % (1,0283 gram), 36,26 % (0,9450 gram), 37,64 % (0,9816

gram), 48,85 % (1,2512 gram) dan 48,91 % (1,2522 gram).

Kandungan EMS dan EMM dari TED 30 dan 60 sangat nyata (P<O,OI)

Iebih tinggi dibandingkan TBO, TBK, TBC 30 dan TBC 60. Rataan kandungan

EMS dari perlakuan TBO, TBK, TBC 30, TBC 60, TBD 30 dan TBD 60

berturut-turut adalah 1.133,04; 1.155,70; 1.305,Il; 1.335,74; 1.489,71; dan 1.421,73

kkaI/kg, sedangkan rataan

kandungan

EMM adalah 1.154,33; 1.177,42; 1.342,41;

1.360,84; 1.517,70; dan 1.448,44

kkal/kg,

Kandungan EMSn dan EMMn dari TBD 30 dan 60 sangat nyata (P<O.OI)

lebih

tinggi dibandingkan TBO, TBK, TBC 30 dan TBC 60. Rataan kandungan

EMSn dari perlakuan TBO, TBK, TBC 30, TBC 60, TBD 30 dan TBD 60

berturut-turut adalah 1.133,44;

1.156,20;

1.305,61;

1.336,24;

1.490,31; dan

1.422,33 kkal/kg, sedangkan rataan kandungan EMMn adalah 1.154,73; 1.177,92;

1.342,91; 1.361,34; 1.518,30; dan 1.449,04 kkallkg.

Penggunaan ransum TBD 30, yaitu

tepung,

bulu ayam dengan pengukusan

selama 30 menit ditambah larutan NaOH 0,4% lebih baik dalam meningkatkan

pertumbuhan berat badan anak ayarn, kualitas protein dan energi metabolis tepung

bulu ayam dibandingkan dengan pemberian ransum dengan perlakuan TBO, TBK,

TBC 30, TBC 60 dan TBD 60.

ii

(5)

SUMMARY

,

TAZUL ARIFIN,

G セ u エ ゥャゥ エエ

of Broiler Feather Residue for Broiler

Rations (under guidance of Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro as Coordinator,

Ir,

Sayed Umar, MS anq Ir. Guslim, MS, as Cineplex Odeon-Coordinator).

One of the problem found in chicken slicing is feather as a part of the

residues of chicken-meat processing. The average produced feather in such a

processing ranged within 4 to 9 percents of fresh weight. The protein contents of

feather is sufficiently high, ranging from 80 to 90 percents that it is potential for

alternative rations in broiler processing industry. The main challenge in using

starch of feather as rations is the existence of keratin-bind with the content range

from 85 to 90 percents of the total protein content which is solvable in water and

hardly to

di

gest,

In order to break the keratin-bind down for increasing in divestability of

the feather starch, some processing methods are used. And therefore, this research

intend to use the feather residue by processing including; steaming and grinding

as a rations for broiler by which the residue of the feather may be avoided and the

lack of the broiler rations.

This research was carried out by using 70 male/masculine broiler (P 707)

aged at a week (produced by Charoen Pokphand). Treatment with the tested

feather starch consisted of six types: (I) rations without feather-starch (TBO) as a

control, (2)

non-boiled feather starch (TBK), (3) feather-starch boiled for 30

minutes (TBC 30), (4) feather-starch boiled for 60 minutes (TBC 60), (5) feather

starch boiled for 30 minutes plus NaOH 0.4% (TBD 30), and feather starch boiled

for 60 minutes plus NaOH 0.4% (TBD 60).

The experiment design used was Split-Randomized Design with six

treatment and five repetitions in which repetitions consist of two broilers. In order

to find the influences of treatment on the observed variables, Variance Analysis

(ANOVA) was used and then, when it has a significantly difference, it is followed

by Duncan-test to find the influences of inner treatment.

The observed variables included body weight of chicken, appetite,

nitrogen

consumptions,

nitrogen

excretion,

nitrogen

retention,

energy

consumption, energy excretion, pseudometabolic energy, nitrogen-corrected

pseudometabolic energy, pure metabolic energy, and nitrogen-corrected pure

pseudometabolic energy.

The finding showed that the feather-starch processing has a significant

effect (P

<

0.05) on the nitrogen retentions rate, and it has a substantially

III

(6)

significant effect (P

<

0.01) on the content of pseudometabolic energy (EMS),

pure pseudometabolic energy (EMM), nitrogen-corrected pseudometabolic energy

(EMSn), and nitrogen-corrected pure pseudometabolic energy (EMMn).

The nitrogen retention rates of both TBD 30 and TBD 60 were very

significant higher than TBO, TBK, TBC 30 and TBC 60. The average nitrogen

retention rates of TBO, TBK, TBC 30,

TBC

60, TBD 30 and TBD 60 were

33.24% (0.8661 grams), 39.59% (1,0283 gram), 36.26 % (0.9450 gram), 37.64 %

(0.9816 gram), 48.85 % (1.2512 gram) and 48.91 % (1.2522 gram), respectively.

The contents of EMS and' EMM .in both TBD 30 and TBD 60 were

considerably significant higher than

TBO,

TBK, TBC 30 and

TBC 60.

The

average EMS contents rates of TBO, TBK, TBC

30,

TBC

60,

TBD 30 and TBD

60 were 1,133.04; 1,155.70; 1,305.11; 1,335.74; 1,489.71; and 1,421.73 kcals/kg,

respectively, whereas the average contents of EMM were 1,154.33; 1,177.42;

1,342.41; 1,360.84;

1,517.70; and 1,448.44 kcals/kg, respectively.

The contents of EMSn and EMMn in both TBD 30 and TBD 60 were

considerably significant (P

<

0.01)

higher than TBO, TBK, TBC 30 and TBC

60.

The average contents ofEMSn in the treatment ofTBO, TBK, TBe

30,

TBC

60,

TBD 30 and TBD 60 were 1,133.44; 1,156.20; 1,305.61; 1,336.24; 1,490.31; and

1,422.33 kcals/kg, respectively, whereas the average contents of EMMn were

1,154.73; 1,177.92; 1,342.91; 1,361.34;

1,518.30;

and

1,449.04 kcalslkg,

respectively.

The use of TBD 30 rations, in the form of feather-starch steamed for 30

minutes plus

0.4%

NaOH solution was better in increase the growth of weight,

protein quality and feathers starch metabolic energy compare to the provision of

rations with the treatment of TBO, TBK, TBC 30, TBC 60 and TBD 60.

IV

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)

Referensi

Dokumen terkait

a. Pemberian ASI saja kepada bayi 0-6 bulan tanpa makanan padat b. Pemberian ASI kepada bayi 6-12 bulan dengan makanan padat. c. Pemberian ASI ditambah makanan padat dan susu

are collected by having observation, document and interview. The data are analyzed by using descriptive qualitative approach. The results of the research show that: 1) the

Ketam kenari merupakan jenis krustase yang paling sukses beradaptasi dengan lingkungan daratan.. Ketam kenari tersebar luas dari Pasifik Barat sampai dengan

2003 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten.. Sukoharjo Nomor 4 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin. Gangguan. q) Keputusan Bupati Sukoharjo Nomor 27 Tahun

Jimly Assiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta; Seketariatan Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006.. Jimly

[r]

pelaksanaan kerjasama tehnik dan ilmu pengetahuan yang dimaksud dalam.. Perjanjian ini akan disetujui sesuai dengan keperluan

Kerajaan Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia bersetuju akan mengambil langkah-langkah yang sesuai, sejajar dengan perkembangan ekonomi dan penggunaan bahan -bahan hutan