• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROSES PERENDAMAN NaOH DAN HCl DENGAN KOMBINASI PENGUKUSAN TERHADAP NILAI RENDEMEN, KADAR PROTEIN DAN DAYA CERNA IN-VITRO TEPUNG BULU AYAM RAS PEDAGING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PROSES PERENDAMAN NaOH DAN HCl DENGAN KOMBINASI PENGUKUSAN TERHADAP NILAI RENDEMEN, KADAR PROTEIN DAN DAYA CERNA IN-VITRO TEPUNG BULU AYAM RAS PEDAGING"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROSES PERENDAMAN NaOH DAN HCl

DENGAN KOMBINASI PENGUKUSAN TERHADAP

NILAI RENDEMEN, KADAR PROTEIN DAN

DAYA CERNA

IN-VITRO

TEPUNG BULU

AYAM RAS PEDAGING

SKRIPSI

Oleh

ASYHADI UMAR

I 111 13 040

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

ii

PENGARUH PROSES PERENDAMAN NaOH DAN HCl

DENGAN KOMBINASI PENGUKUSAN TERHADAP

NILAI RENDEMEN, KADAR PROTEIN DAN

DAYA CERNA

IN-VITRO

TEPUNG BULU

AYAM RAS PEDAGING

Oleh

ASYHADI UMAR

I 111 13 040

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)
(4)
(5)

v KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi yang berjudul “Pengaruh Proses Perendaman NaOH dan HCl dengan Kombinasi Pengukusan Terhadap Nilai Rendemen, Kadar Protein dan Daya Cerna In-Vitro Tepung Bulu Ayam Ras Pedaging” dapat terselesaikan meskipun dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan penulis. Tak lupa pula penulis kirimkan shalawat dan salam atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW, Nabi pembawa risalah, Nabi penutup zaman dan semoga dapat tercurahkan kepada kita sekalian. Amin Yaa Rabbal Alamin.

Melalui kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya kepada,

1. Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., M.P sebagai pembimbing utama dan Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si. selaku pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian samapai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Hikma M. Ali, S.Pt., M.Si, Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc, dan Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt., M.Si. yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

(6)

vi 3. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I dan

Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III.

4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Ketua Program Studi Peternakan, terima kasih atas segala bantuan terhadap penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan.

5. Bapak Dr .Ir. Syamsuddin Nompo, M.P. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis berstatus mahasiswa.

6. Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati. M.Si dan Kakanda Kakanda Syamsuddin, S.Pt. selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah membimbing penulis selama pelaksanaan PKL

7. Bapak dan Ibu Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

8. Staff Pegawai Fakultas Peternakan terima kasih atas dukungan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.

9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan segenap cinta dan hormat kepada orang tua saya, Ayahanda Drs. Umar dan Ibunda Sitti Aminah atas segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan, dukungan, kasih sayang yang tiada bandinganya didunia sehingga penulis selalu berusaha dengan semangat dan percaya diri. Kepada kedua adik penulis Hamdiyar Umar dan Arumdina Umar yang selalu memberikan doa, bantuan dan dukungan serta memberikan semangat bagi penulis.

(7)

vii 10. Teman satu tim Praktek Kerja Lapang (PKL) Alim Rays Ahyar dan Try Wahyuni M terima kasih atas kerja sama dan bantuannya mulai dari rencana sampai selesainya Praktek Kerja Lapang (PKL).

11. Teman satu tim penelitian Midiawati Sukma terima kasih atas kerja sama dan bantuannya mulai dari rencana sampai selesainya penelitian.

12. Rekan-rekan Larfa 2013 terima kasih telah banyak menjadi inspirasi penulis untuk selalu belajar ditengah tingginya perbedaan diantara kita, terima kasih telah menjadi saudara dan sahabat yang menerima kekurangan penulis. 13. Kepada Kakanda Syamsuddin, S.Pt. Syachroni, S.Pt. Andri Teguh Prabowo,

S.Pt. Asmi Mangalisu, S.Pt, M.Si. Syahriana sabil, S.Pt, M.Si. Kiki Reski Muchlis, S.Pt. Nurul Ilmi Harun S.Pt, M.Si. Nur Ichwan Husain, S.Pt. Haikal S.Pt. Andi Dharmawan Wicaksono, S.Pt. Kartina S.Pt. Andi Tuang S.Pt, Dartina S.Pt. Andi Muslimah, S.Pt. Suprianto dan Sofyan Basri terima kasih atas bantuan dan motivasinya kepada penulis.

14. HIMATEHATE_UH terima kasih atas segala pengorbanan, bantuan, pengertian, ilmu dan persahabatan selama ini, terima kasih atas kepercayaan dan kerja samanya selama ini.

15. SEMA FAPET_UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan kepada penulis. Terima kasih pula kepada HIMAPROTEK_UH, HUMANIKA_UH dan HIMSENA_UH.

16. Terima kasih kepada rekan-rekan UKM Sepak Bola UH dan IPMIL RAYA UNHAS dan I LAGALIGO UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.

(8)

viii 17. Kepada Solandeven 011, Flock Mentality 012, Larfa 013, Ant 014, Rantai

015, dan Tanduk 016 penulis ucapkan banyak terima kasih.

18. Teman-teman Grup “Sayang Kalian Semua” Laode Rahman, Arham, Eka Wahyuni, Ainun Raudhya Tuz Zahira, Tri Wahyuni M, Alim Rays Ahyar, Rafikah Zahra Umar, Rifadha Hafid, dan Muh. Syafiiy Yusuf

19. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 93 khususnya Kecamatan Bungin, Kabupaten Enrekang. Kepada teman posko Desa Banua, terima kasih atas kebersamaan yang telah kalian ciptakan serta dukungan dan motivasi kepada penulis.

20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih telah membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan limpahan berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Amin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran unuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin. Wassalam.

Makassar, November 2017

(9)

ix ABSTRAK

ASYHADI UMAR (I 111 13 040). Pengaruh Proses Perendaman NaOH dan HCl dengan Kombinasi Pengukusan Terhadap Nilai Rendemen, Kadar Protein dan Daya Cerna In-Vitro Tepung Bulu Ayam Ras Pedaging. Dibawah bimbingan IRFAN SAID sebagai pembimbing utama dan FARIDA NUR YULIATI sebagai pembimbing anggota.

Tepung bulu adalah produk pakan ternak yang terbuat dari limbah bulu ayam yang telah melalui proses pengolahan yang kemudian dihaluskan dengan cara digiling menggunakan mesin hingga berbentuk halus seperti tepung pada umumnya. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai rendemen, kadar protein dan daya cerna in-vitro. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu P1 (kontrol) tanpa perendaman,

P2 = perendaman NaOH 20% + Pengukusan, P3 = peredaman HCl 20% +

pengukusan, P4 = perendaman NaOH 10% + HCl 10% + pengukusan. Data yang

diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam, dilanjutkan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai rendemen dan nilai daya cerna in-vitro (P<0,01), sedangkan pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar protein (P>0,05). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa produk tepung bulu yang diproduksi memiliki nilai rendemen yaitu P1 (90,81%), P2 (83,72%), P3

(84,47%), dan P4 (80,24%). Hasil penelitian terhadap nilai kadar protein yaitu P1

(88,53%), P2 (89,60%), P3 (89,07%) dan P4 (91,77%) dan hasil penelitian

terhadap nilai daya cerna in-vitro yaitu P1 (21,38%), P2 (59,53%), P3 (42,25%)

dan P4 (45,92%). Perendaman NaOH 20% dan pengukusan dengan tekanan 21 Psi

selama 10 jam dapat meningkatkan nilai daya cerna in-vitro produk tepung bulu ayam.

(10)

x ABSTRACT

ASYHADI UMAR (I 111 13 040). Effect of Immersion NaOH and HCl With of Combination Steaming Process on the Value of Rendemen, Protein Levels, and in-vitro Digestibility of Broiler's Feather Meal. Under the guidance of IRFAN SAID as main Supervisor and FARIDA NUR YULIATI as Co-Supervisor.

Feather meal is a product of animal feed made from the process of chicken feather waste then finely ground with a machine until smooth like general flour. This research used unidirectional pattern of complete randomized design with 4 treatment and 5 repeated. Parameters observed in this research is the value of rendemen, protein levels, and in-vitro digestibility. The treatment in this research is P1 (control) without immersion, P2 = immersion with NaOH 20% + steaming,

P3 = immersion with HCl 20% + steaming, P4 = immersion with NaOH 10% +

HCl 10% + steaming. Data obtained were analyzed using variance continued with Duncan further testing. The result of this study showed that the differences between treatments effected very significant to the value of rendemen and in-vitro digestibility (P< 0,01), while treatment has no significant effect on the value of protein levels (P > 0,05). Research results showed that feather meal product was produced have the value of rendemen is P1 (90.81%), P2 (83.72%), P3 (84.47%),

and P4 (80.24%). Research result to value of protein levels is P1 (88.53%), P2

(89.60%), P3 (89.07%), and P4 (91.77%) and research result to in-vitro

digestibility is P1 (21.38%), P2 (59.53%), P3 (42.25%) and P4 (45.92%).

Immersion with NaOH 20% and steaming with pressure 21 Psi during 10 h can improve an in-vitro digestibility chicken feather meal product.

Keywords: Chicken Feather. Feather. Immersion and Steaming

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Bulu Ayam ... 3

Keratin (Fibrous Protein) ... 5

Tepung Bulu Ayam ... 6

Proses Kimia dan Fisik Pengolahan Tepung Bulu Ayam ... 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 13

Materi Penelitian ... 13

Rancangan Percobaan ... 13

Prosedur Penelitian ... 14

Parameter Yang Diamati ... 16

Analisa Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendeman... 20

Kadar Protein ... 22

Daya Cerna In-Vitro ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 31

(12)

xii DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kandungan Zat Makanan Tepung Bulu Ayam (% BK) ... 7

2. Nilai Rata-rata Rendemen Tepung Bulu Ayam ... 19

3. Nilai Rata-rata Kadar Protein Tepung Bulu Ayam ... 22

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Struktur Kimia Keratin ... 6 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Bulu Ayam ... 15

(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Analisis Sidik Ragam Tepung Bulu Ayam Terhadap Nilai Rendemen ... 32 2. Analisis Sidik Ragam Tepung Bulu Ayam Terhadap Nilai Kadar Protein..

33

3. Analisis Sidik Ragam Tepung Bulu Ayam Terhadap Nilai Daya Cerna

In-Vitro ... 34 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 35

(15)

1 PENDAHULUAN

Limbah merupakan bahan sisa hasil buangan dari suatu industri yang tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat berpengaruh terhadap pencemaran lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Industri usaha peternakan ayam menghasilkan peningkatan limbah antara lain bulu ayam yang dihasilkan dari rumah potong ayam dan tempat pemotongan yang lainnya, melimpahnya limbah bulu ayam yang terdapat pada industri rumah potong ayam membawa masalah terhadap lingkungan. Kebanyakan bulu ayam tersebut dibuang ditempat pembuangan akhir (TPA). Apabila limbah bulu ayam tersebut dibakar akan menyebabkan pencemaran udara dan penguburan akan menimbulkan pencemaran tanah, karena didalam bulu ayam mengandung keratin yang sukar terdekomposisi oleh proses alamiah.

Limbah bulu ayam memiliki kandungan keratin yang merupakan protein fibrous yang kaya akan sulfur dan banyak terdapat pada rambut, kuku dan bulu yang sulit dicerna oleh unggas. Keratin memiliki suatu ikatan di-sulfida kimia yang kompleks yang sulit untuk dipecah oleh pencernaan ternak. Bulu ayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pakan apabila ikatan tersebut dapat dipecah dengan berbagai perlakuan pengolahan pada bulu ayam, sehingga ternak dapat mencernanya apabila dicampurkan ke dalam pakan. Oleh karena itu limbah bulu ayam memerlukan teknologi pengolahan khusus untuk dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk meminimalisasi dampak limbah bulu ayam dilingkungan yaitu memanfaatkan limbah bulu ayam

(16)

2 menjadi olahan tepung bulu ayam sebagai pakan ternak. Tepung bulu ayam adalah produk yang dihasilkan dari bulu yang telah dihaluskan dengan cara digiling menggunakan mesin hingga berbentuk butiran atau halus seperti tepung pada umumnya.

Teknologi pengolahan tepung bulu ayam dengan proses perendaman (NaOH dan HCl) yang dikombinasikan dengan proses pengukusan diharapkan dapat melemahkan/memutuskan ikatan keratin yang terdapat pada produk tepung bulu ayam sehingga dapat dicerna dengan baik oleh ternak unggas, adapun parameter yang diamati dalam pengolahan produk tepung bulu ayam yaitu nilai rendemen, kadar protein dan daya cerna in-vitro tepung bulu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan proses perendaman NaOH dan HCl dengan kombinasi pengukusan terhadap nilai rendemen, kadar protein, dan daya cerna in-vitro produk tepung bulu ayam. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah bagi mahasiswa dan masyarakat dalam upaya penanganan limbah bulu ayam terhadap pencemaran lingkungan dan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai pakan alternatif untuk ternak unggas.

(17)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Bulu Ayam

Bulu pada dasarnya merupakan suatu struktur epidermis yang membentuk penutup luar dari tubuh dengan rasio kira-kira 60% dari bobot hidup ternak. Pada hewan vertebrata, bulu merupakan struktur yang tergolong paling rumit. Seperti halnya dengan tanduk, kuku dan sisik. Bulu adalah sebuah tambahan integumenter. Bulu merupakan bagian dari kulit yang terbentuk dari proses pembiakan secara terkendali dari aktivitas sel-sel biologi dari jaringan epidermis atau lapisan terluar dari tubuh. Bulu didominasi oleh struktur protein keratin, (Said, 2014).

Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging ayam di pasar. Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok, kerajinan tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati et al., 2004).

Jumlah ayam yang di potong setiap tahun semakin meningkat, dan hal ini akan menghasilkan jumlah bulu yang melimpah (Purwanti et al., 2010). Pada tahun 1999 populasi ayam pedaging di indonesia mencapai 418.941.541 ekor dan diperkirakan jumlah bulu ayam yang di hasilkan sejumlah 26.280 ton (Jendral Peternakan, 1999). Produksi bulu ayam dari jenis ayam broiler sebanyak 25.690

(18)

4 ton (1999), 42.050 ton (2000), 49.250 ton (2001), 68.510 ton (2002), 72.680 ton (2003) dan 72.775 ton (2005) (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006).

Pemotongan ternak unggas menghasilkan rata-rata bobot bulu 4-9% dari bobot hidup. Bulu ayam mengandung protein yang tinggi yaitu sekitar 80-90%, namun mempunyai daya cerna yang rendah khususnya kecernaan lemak dan kecernaan energi (Kim dan Patterson, 2000). Hal tersebut disebabkan struktur protein keratin yang sangat kuat dan dilapisi lilin yang membuat bulu ayam sulit larut. Padahal profil asam amino tepung bulu ayam memiliki kemiripan dengan tepung ikan (Sarmwatanakul dan Bamrongtum, 2000; Arunlertaree dan Moolthongnoi, 2008).

Bulu ayam memiliki kelemahan untuk dicerna dengan baik karena mengandung keratin. Dalam pemanfaatn bulu ayam perlu dilakukan hidrolisis atau pemasakan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu titik didih 130 oC selama 30 menit (Murtidjo, 1987), karena dengan pengolahan tersebut ikatan keratin berupa ikatan disulfida dapat diputuskan atau pecah menjadi komponen-komponen asam amino yang mudah dicerna oleh unggas. Metode pengukusan pada suhu 118 oC selama 30 menit dan 60 menit menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan komsumsi nitrogen dan energi pada ternak ayam. (Arifin, 2008).

Menurut Indah (1993) asam amino bersulfur (sistin, sistein, methionine) merupakan asam amino pembatas yang perlu ditambahkan sebagai prekursor untuk pertumbuhan bahan optimum mikroba rumen. Salah satu sumber asam amino bersulfur yang alami adalah tepung bulu ayam.

(19)

5 Bulu memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai pakan, dapat dilihat dari kandungan yang terdapat pada bulu tersebut. Kecernaan dari bulu juga meningkat setelah diberi berbagai macam perlakuan yang terbukti dapat meningkatkan kecernaan dari bulu tersebut. Bulu yang telah diolah menjadi tepung bulu mengandung protein yang sebelumnya tidak tercerna akhirnya dapat dicerna oleh ternak. Sesuai dengan pendapat Sari (2015) yang menyatakan bahwa penggunaan hidrolisat bulu ayam (HBA) atau tepung bulu hasil pemrosesan dengan berbagai cara memberikan respon yang positif terhadap kecernaan bahan kering dan protein.

Keratin (Fibrous Protein)

Keratin adalah protein yang hampir terdapat dalam semua hewan dalam golongan vertebrata tingkat tinggi. Keratin diklasifikasikan sebagai a-keratin dan b-keratin. a-keratin adalah golongan keratin yang menyusun rambut termasuk wol, tanduk, kuku, cakar yang didominasi oleh hewan mamalia dan b-keratin yang mendominasi kuku dan cakar pada reptil serta paruh burung, cangkang pada kura-kura dan punya, serta duri pada landak (Said, 2014).

Berdasarkan tingkat kemudahan hidrolisis, keratin digolongkan menjadi soft keratin dan hard keratin. Kuku, sisik, bulu, atau wool lebih mudah dihidrolisis dibanding rambut manusia, kemudahan tersebut berkaitan dengan kandungan sisteinnya (Kunert, 2000).

Karatin atau serat terdiri dari ikatan sistin disulfida, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik melekul protein (Line et al., 1992). Ikatan sistin disulfida atau

(20)

6 ikatan silang terbentuk antara asam amino sistin yang mengandung gugus –SH. Jika dua unit sistim berikatan, maka terbentuklah sebuah jembatan disulfida –S-S melalui oksidasi-oksidasi gugus -SH. Protein serat terbentuk sebuah jembatan dari molekul yang rapat dan teratur berupa ikatan silang antara rantai-rantai asam amino yang berdekatan sehingga molekul air sukar menerobos struktur ini, oleh karena itu protein serat tidak larut (hidrofobik).

Logam berat dapat merusak ikatan disulfida karena aktivitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein. Pembentukan ikatan silang sistin disulfida atau ikatan komplek peptida terjadi karena proses hidrolisis yang tidak sempurna, hal ini dapat diatasi dengan melakukan hidrolisis ulang melalui fermentasi (Kataren, 2008).

Selain itu ikatan karatin dapat diputuskan dengan bantuan-bantuan enzim proteolitik. Secara jelas kompenen-kompenen keratin dapat dilihat pada struktur kimia keratin pada Gambar 1 sebagai berikut :

NH – CHR – CO – NH – CH – CO – NH – CHR – CO CH2 S S CH2 OC – CHR – NH – OC – CH – NH - CO – CHR – CO

Gambar 1. Struktur kimia keratin

Sumber : Haurowitz (1984) dalam Ketaren (2008).

Tepung Bulu Ayam

Tepung bulu adalah produk yang dihasilkan dari bulu yang telah dihaluskan dengan cara digiling menggunakan mesin hingga berbentuk butiran

(21)

7 atau halus seperti tepung pada umumnya. Bahan pembuatan tepung bulu secara umum diperoleh dari limbah bulu ayam dan sapi yang dapat diperoleh pada industri peternakan. Pembuatan tepung bulu ini erat-kaitannya dengan perlakuan yang diberikan pada bulu sebelum diubah menjadi tepung bulu karena dapat dilihat apakah keratin sebagai komponen utama bulu dapat dipecah dengan perlakuan yang diberikan. Menurut Papadopoulos et al. (1985) kualitas tepung bulu tergantung dari proses pengolahan dan lama pengolahan, sehingga harus teliti melihat teknologi apa yang dinilai bagus kemudian dipilih sebagai perlakuan untuk bulu tersebut.

Tepung bulu merupakan salah satu bahan pakan dengan kandungan protein relatif tinggi (Desi, 2002). Hal ini didukung dengan pendapat Howie et al. (1996), bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pada ransum ternak karena kandungan protein kasarnya sangat tinggi, yaitu antara 85-95%. Kandungan zat-zat makanan yang terdapat dalam tepung bulu ayam dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Tepung Bulu Ayam (% BK)

Zat Makanan Jumlah (%)

Bahan kering 93.00 Protein kasar 81.00 Lemak kasar 7.00 Serat kasar 1.00 Kalsium 0.33 Posphor 0.55

Energi metabolisme (kcal/kg) 2360

Sumber : Desi, 2002.

Bulu pada umumnya memiliki kandungan yang sama yaitu dengan adanya kadar protein yang tinggi berupa keratin, apabila dilihat dari sumbernya baik dari

(22)

8 bulu unggas hingga ruminansia, kandungan utamanya tetap sama yaitu keratin. Keratin tersebut memiliki tingkat kecernaan yang rendah karena adanya ikatan kimia berupa disulfida yang terdapat pada bulu. Hal ini didukung oleh Tarmizi, (2001) yang mengatakan bahwa penggunaan bulu secara alami tanpa pengolahan sebagai bahan pakan mempunyai nilai nutrisi sangat rendah, karena adanya keratin yang membuat bulu murni tidak dapat dicerna, sehingga perlu dilakukan perlakuan untuk memecah ikatan ini, salah satunya dengan mengubah bulu menjadi tepung bulu.

Limbah bulu ayam pada prinsipnya harus dilemahkan atau diputuskan terlebih dahulu ikatan dalam keratinnya menggunakan prinsip hidrolisis. metode yang dapat dilakukan untuk pemrosesan bulu ayam, yaitu secara fisik, kimiawi dengan asam, kimiawi dengan basa, serta mikrobiologis. Tahap awal yang dilakukan dalam mengolah limbah bulu ayam adalah membersihkan kotoran-kotoran yang menempel dengan air bersih, kemudian dikeringkan (Puastuti, 2007). Pemrosesan limbah bulu ayam pada prinsipnya digunakan untuk memutuskan ikatan sulfur dari sistin di dalam bulu ayam tersebut (Adiati et al., 2004).

Kebutuhan akan tepung bulu sangat penting dari segi pemenuhan pemberian pakan pada ternak. Penekanan biaya pakan serendah mungkin tanpa mengurangi produksi yang optimum perlu dilakukan yaitu dengan pencarian sumber-sumber pakan yang penggunaanya tidak bersaing dengan manusia, dapat memberikan nilai gizi ransum yang cukup, tersedia dalam jumlah banyak dan kontinyu serta harganya relatif murah. Tepung bulu memiliki nilai seperti yang

(23)

9 diuraikan tersebut apabila diolah dengan baik, salah satu cara yang dapat diaplikasikan pada bulu yaitu pengolahan secara kimiawi dengan penambahan NaOH (Williams et al., 1991).

Kendala umum penggunaan tepung bulu ayam sebagai pakan adalah adanya ikatan karatin dengan kandungan 85-90% dari kandungan proteinnya dengan sifat sukar larut dalam air dan sukar dicerna. Untuk memecahkan ikatan karatin tersebut guna meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam dilakukan dengan beberapa teknik pengolahanya (Arifin, 2008).

Adapun pengolahan tepung bulu dapat dilihat sebagai berikut. a. Pengolahan secara fisik

Limbah bulu ayam yang diproses menggunakan teknik fisik yaitu dengan tekanan dan suhu tinggi pada suhu 105 °C dengan tekanan 3 atm dan kadar air 40% selama 8 jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling (Adiati et al., 2004).

b. Pengolahan secara kimiawi

Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1 pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah direndam oleh HCl 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi tepung.

c. Pengolahan secara enzimatis

Bulu ayam yang diproses dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan disimpan selama dua jam pada suhu 52 oC. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 87 oC hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung.

(24)

10 d. Pengolahan secara kimia dengan basa

Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahka NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti, 2007). e. Pengolahan secara mikrobiologi.

Proses hidrolisis bulu ayam menggunakan agen mikrobiologis, dilakukan dengan menambahkan Bacillus licheniformis dan diinkubasi selama 72 jam (Puastuti, 2007).

Teknik lain yang dapat dilakukan adalah dengan teknik fermentasi menggunakan jamur hasil isolasi dari tanah kandang ayam. Jamur didapat dengan cara melarutkan 200 gram tanah didalam 200 ml akuades, lalu dilakukan pengenceran hingga 10-7 dan ditumbuhkan pada media PDA. Jamur yang sudah berkembang kemudian diisolasi hingga dihasilkan kultur murni. Kadar air yang terkandung didalam media fermentasi berupa bulu ayam, minimal sebanyak 30%. Kadar air yang terkandung didalam tepung bulu ayam kering adalah 10%, karena itu dilakukan penambahan air sebanyak 20% dari berat kering tepung bulu ayam. Proses fermentasi dilakukan mencampurkan inokulum jamur yang telah diencerkan ke dalam 20 gram tepung bulu ayam, dan ditempatkan pada wadah kedap udara (Ketaren, 2008).

Kandungan protein kasar bulu ayam (85-90%) lebih tinggi dari kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan yang mencapai 66,2%, yang umumnya dipergunakan sebagai komponen utama sumber protein dalam konsentrat/ransum. Namun demikian, kandungan protein kasar yang tinggi

(25)

11 tersebut belum disertai dengan nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya sebesar 5,8% dan 0,7%. Rendahnya nilai kecernaan tersebut disebabkan bulu ayam tergolong dalam protein fibrous/serat. Oleh karena itu, diperlukan sentuhan teknologi, agar kualitas protein tercerna bulu ayam dapat ditingkatkan (Adiati et al., 2002).

Proses Kimia dan Fisik Pengolahan Tepung Bulu Ayam

Penggunaan bahan kimia untuk mengolah bulu dilakukan dengan cara mencampur bulu ayam yang telah kering dengan larutan 0,4% NaOH, kemudian dikukus dengan autoclave, selanjutnya bulu ayam dimasukkan ke dalam oven dengan tujuan untuk dikeringkan dan akhirnya digiling menjadi tepung bulu ayam (Steiner et al., 1983).

Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH 6% disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoclave. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling. Pemrosesan kimiawi dan basa menggunakan NaOH 6% dengan pemanasan dan tekanan meningkatkan kecernaan bahan kering 64,4% (Puastuti, 2007).

Perlakuan kimia dapat berhasil berkat adanya bahan kimia yang bersifat basa yaitu NaOH sehingga perlu diketahui bagaimana karakteristik dari NaOH itu sendiri. NaOH mudah larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan KOH, NaOH tidak larut

(26)

12 dalam dietil-eter dan pelarut non-polar lainnya. NaOH berbentuk padat bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap CO2 yang ada diudara, NaOH juga

dikenal sebagai soda kuastik atau Sodium hidroksida adalah sejenis basa logam kuastik. NaOH murni berbentuk putih pada dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50 %. (Alamsyah, 2013).

Perlakuan fisik berupa pemanasan menggunakan autoklaf yang di lanjutkan hidrolisis menggunakan NaOH mampu meningkatkan daya cerna bulu ayam (Kim dan Petterson, 2000). Teknik hidrolisis bulu ayam yang telah banyak dilakukan yaitu dengan asam alkali. Selain itu penggunaan tekanan dan suhu tinggi juga telah digunakan.

Tepung bulu ayam dalam bentuk alami tanpa pengolahan mempunyai nilai nutrisi yang rendah. Oleh sebab itu, bulu ayam sebelum digunakan sebagai pakan ternak terlebih dahulu dilakukan pengolahan. Hidrolisat bulu ayam dengan HCl 12% merupakan salah satu cara pengolahan bulu ayam (Adiati et al., 2002).

Proses fisikokimia (pemanasan dalam larutan kimia) mampu melunturkan lapisan lilin bulu sehingga bulu lebih larut. Bulu ayam direbus dalam larutan yang mengandung 0,5% NaOH selama 45 menit. Bulu selanjutnya direndam dalam larutan 0,5% NaOH dan Na2S pada suhu 60 oC residu bahan kimia dihilangkan

dengan cara bulu dicuci menggunakan air mengalir. Setelah ditiriskan, bulu disterilisasi menggunakan autoklaf pada tekanan 121 atm selama 20 menit. Setelah dikeringkan didalam oven 60 °C selama 2 hari selanjutnya bulu digiling menjadi tepung bulu (Rahayu, dkk., 2014).

(27)

13 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2017 yang bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Sisa Hasil Ternak dan Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bulu ayam, NaOH, HCl, akuades, air, tissue dan kertas label.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, kantong plastik, talenan, ember/baskom, gelas ukur, gelas erlenmeyer, penutup, autoklaf, oven, penggiling (blender) dan timbangan

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan.

Perlakuan = Perendaman (P)

P1 : Tanpa perendaman (kontrol) + Pengukusan (21 Psi, 10 Jam)

P2 : Perendaman NaOH 20% + Pengukusan (21 Psi, 10 Jam)

P3 : Perendaman HCl 20% + Pengukusan (21 Psi, 10 Jam)

(28)

14 Prosedur Penelitian

Tahapan proses penelitian dilakukan yaitu sebagai berikut: Persiapan Bahan Penelitian

Limbah bulu ayam diperoleh dari industri pemotongan ayam Daya, Kota Makassar. Sampel bulu kemudian dimasukkan pada wadah plastik untuk selanjutnya dipreparasi di Laboratorium Teknologi Pengolahan Sisa Hasil Ternak. Penyiapan Larutan Perendaman

Larutan yang digunakan pada penelitian ini yaitu larutan yang bersifat basa dan asam, yaitu NaOH 1 Molar dan HCl 1 Molar sebagai larutan induk, untuk menghasilkan larutan NaOH dan HCl dengan level 10% dan 20%, cara pembuatan larutan perendaman level 10 % yaitu 100 ml dan level 20 % yaitu 200 ml larutan NaOH dan HCl kemudian dituangkan pada gelas ukur yang kemudian ditambahkan akuades sampai mencapai 1000 ml pada gelas ukur.

Pembuatan Tepung Bulu Ayam

Limbah Bulu ayam dicuci bersih kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 15 jam, kemudian bulu ayam ditimbang sebanyak 50 g pada setiap sampel, lalu dilakukan perlakuan (P1) Tanpa Perendaman, (P2) perendaman

NaOH 20% selama 4 jam. (P3) perendaman HCl 20% selama 4 jam dan perlakuan

(P4) perendaman NaOH 10% selama 4 jam kemudian sampel bulu ayam dicuci

dan dilakukan perendaman HCl 10% selama 4 jam. Kemudian sampel bulu ayam pada setiap perendaman dilakukan pencucian untuk menetralkan bahan kimianya.

(29)

15 Bulu ayam kemudian dilakukan pengukusan ke dalam mesin autoklaf pada tekanan 21 Psi (1,24 atm) selama 10 jam, kemudian bulu ayam dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Bulu ayam digiling sehingga menjadi tepung bulu ayam.

Diagram alir dalam pembuatan tepung bulu ayam yang disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut :

Gambar.2. Diagram alir proses pembuatan tepung bulu ayam Limbah Bulu Ayam

Pencucian

Tepung Bulu Pengeringan

(Oven 60 oC selama 24 jam) Pengeringan

(Oven 60 oC selama 15 jam) Penimbangan

Penggilingan

Analisis

(Nilai Rendemen. Kadar Protein. Daya Cerna In-Vitro)

Perendaman (P)

P1 = Tanpa Perendaman P2 = Perendaman NaOH 20% P3 = Perendaman HCl 20%

P4 = Perendaman NaOH 10% dan HCl 10%

Pengukusan (21 Psi, 10 jam) Pencucian

(30)

16 Parameter Yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu nilai rendemen, kadar protein dengan metode Association of Official Agriculture Chemist (AOAC, 1970) (Sudarmadji, dkk., 1997), dan analisis daya cerna in-vitro dengan metode pepsin, dilakukan pengujian di Laboratorium Kimia Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Nilai Rendemen

Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang didapatkan dengan cara (menghitung) menimbang berat akhir bahan yang dibandingkan dengan berat awal bahan kemudian dikalikan 100%. (Sudarmadji dkk., 1997).

Rumus uji rendemen yaitu :

Analisis Kadar Protein

Analisis kadar protein metode Association of Official Agriculture Chemist (AOAC, 1970). Menimbang dengan teliti ± 0,5 gram sampel, memasukkan ke dalam labu Khjedal, ditambahkan ± 1 gram campuran selenium dan 25 ml H2SO4

pekat, labu khjedal bersama isinya digoyangkan sampai semua sampel terbasahi dengan H2SO4.

Sampel kemudian didekstruksi didalam lemari asam sampai jernih, biarkan dingin kemudian tuang kedalam labu ukur 100 ml dan bilas dengan air

% Rendemen = Berat produk tepung bulu

(31)

17 suling, biarkan dingin kemudian diimpitkan hingga tanda garis dengan air suling lalu dikocok hingga homogen, siapkan penampungan yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% + 4 tetes larutan indikator campuran dalam enlenmeyer, pipet 5 ml

larutan sampel ke dalam labu destilasi, tambahkan 10 ml NaOH 30% dan 100 ml air suling, kemudian suling hingga volume penampung menjadi ± 50 ml, bilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan H2SO4 0,0103 N.

Persentase kadar protein kasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

V = Volume Titrasi contoh N = Normalitas Larutan H2SO4

P = Faktor Pengenceran Analisis Daya Cerna In-Vitro

Analisis daya cerna in-vitro dengan metode pepsin. Timbang sampel sedemikian rupa sehingga beratnya ± 0.5 kg bahan kering dan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge plastik yang volumenya 120 ml. Dalam setiap percobaan diikutkan setiap 3 sampel yang mudah diketahui daya cerna in-vitronya atau sudah ditentukan daya cerna in-vitronya beberapa kali dengan menggunakan metode pepsin. Sampel yang akan diteliti ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam cawan porselin untuk ditentukan bahan kering dan bahan organik dilakukan dengan duplikat.

Kemudian tambahkan 25 ml larutan asam-pepsin kedalam setiap tabung tutup tabung dengan sumbat karet. Lalu inkubasikan sampel selama 72 jam pada

% Protein Kasar = V x N x 14 x 6,25 x P

(32)

18 suhu 50 oC, selama inkubasi dilakukan pengocokan halus sebanyak 2 x sehari. Kemudian isi sampel disaring pada tabung melalui crucible yang sudah dikeringkan dan ditimbang sebelumnya, crucible yang digunakan adalah crucible dengan prorocity 2. Keringkan crucible yang sudah mengandung sampel selama semalam pada temperature 103 oC, kemudian timbang crucible pada sisa sampel yang sudah dikeringkan.

Persentase daya cerna dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

A = Berat sampel bahan kering

B = Berat sintreglass sisa setelah di oven C = Berat sintreglass kosong

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) (Gazperz, 1991), dengan rumus sebagai berikut :

i = 1, 2, 3, 4 (Perlakuan perendaman) j = 1, 2, 3, 4, 5 (Ulangan)

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan untuk perendaman ke-i ulangan ke-j µ = Nilai tengah sampel

τi = Pengaruh perlakuan perendaman ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan dari perendaman ke-i dan ulangan ke-j

Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan uji Duncan (Gazperz, 1991) untuk melihat perbedaan antara perlakuan.

Yij = µ + τi+ εij

% Bahan Kering Tercerna = B − C

A X 100% = BK %

(33)

19 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengaruh pemberian perlakuan proses perendaman NaOH dan HCl dengan kombinasi pengukusan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai rendemen dan daya cerna in-vitro tepung bulu ayam namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar protein.

2. Perendaman NaOH 20% dan pengukusan dengan tekanan 21 Psi selama 10 jam dapat meningkatkan nilai daya cerna in-vitro produk tepung bulu ayam yaitu sebesar 59,53% dibandingkan dengan kontrol yaitu 21,38%.

Saran

Sebaiknya dalam pengolahan produk tepung bulu ayam dilakukan dengan menggunakan bahan perendaman NaOH 20% dan dilanjutkan dengan pengukusan pada tekanan 21 Psi selama 10 jam.

(34)

20 DAFTAR PUSTAKA

Adiati, U., W. Puastuti, dan I.W. Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa 14 (1) : 39-44.

Adiati, U., W. Puastuti dan I.W. Mathius. 2002 . Explorasi potensi produk samping rumah potong (bulu dan darah) sebagai bahan pakan imbuhan pascarumen. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Alamsyah, A.A.D., J. Christyawan, A.P. Tiarasukma, dan V. Paramita. 2013.

Pembuatan pangan ternak lele organik berbahan baku protein dari bulu ayam dengan metode fermentasi bio. Prosiding SNST ke-4. Semarang. AOAC. 1970. Official Methods of Analysis of the Association of Official

Analytical Chemist. Association of Official Analytical Chemist, Washington, DC.

Arunlertaree dan C. Moolthongnoi. 2008. The use of fermented fheather meal for replacement fish meal in the diet of orechoromis niloticus. Enveronment and Natural Resources J. 6 (1) : 13-24.

Arifin, T. 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan Untuk Bahan Ransum Ayam Potong. Tesis. Pengolahan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. Sumatra Utara.

Cai, C., and X. Zheng. 2009. Medium optimization for keratinase production in hair substrate be a new Bacillus subtilis KD-N2 using response surface methodology. J. Ind. Microbiol. Biotechnol. 36:875 – 883.

Desi, M. 2002. Aktivitas Keratinase Bacillus licheniformis. Tesis. Istitut Pertanian Bogor. Bogor.

Direktorat jendral Peternakan. 1999. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Depertemen Pertanian RI, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian RI, Jakarta.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung.

Hasmah. 2000. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi NaOH terhadap Kualitas Gelatin Kulit Kaki Ayam Ras Pedaging. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Haurowitz, F. 1984. Biochemistry An Introduction Textbook. John Willey and Sons Inc., New York.

(35)

21 Harrow, B dan A. Mazur. 1954. Biochemistri. Six Edition. W.B. Saunders

Company. Hilappelphia and London.

Hamri. 2016. Karakteristik Kimiawi Tepung Bulu Limbah Pengolahan Kerupuk Kulit Sapi Menggunakan pengukusan dan lama pemanasan dalam tekanan. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Howie, S.A., Calsamiglin and M.D. Stern. 1996. Variation in ruminant degradation and Intestinal digestion of animal by product protein. Animal. Feed Science. Tech. 63(1-4) : 1-7.

Indah, Z. 1993. Pengaruh Lama Pengolahan dan Tingkat Pemberian Tepung Bulu Tehadap Performans Ayam Jantan Broiler. skripsi, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Junianto, K. Haetami, dan I Maulina. 2006. Produksi Kulit Ikan dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kerupuk. Laporan Penelitian Hibah Bersaing I V Tahun I. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas hasanuddin. Makassar.

Ketaren, N. 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kim, W. K and P. H. Patterson. 2000. Nutritional Value of Enzyme or Sodium Hydroxide-Treated Feathers from Dead Hens. Poultry Science 79:528-534. Kunert, J. 2000. Physiology of Keratinopholic fungi. Revisi Iberoamericanan de

Micologia. Bilbao: 66-85.

Line, X., Lee C.G., E.S. casale and J.C.H. Shih. 1992. Purfication and Characterization of a Karatinase from a Fheather-Degrading Bacillus licheniformis Strain [chemistry journal vol. 58] Shenyang Agricltural University. China.

Lin, X., Soo-Won Lee, H.D. Bea. J.A. Shelford and K.J. Cheng. 2001. Comparisiom of two fheather meal on the performance of broiler chickens. AJAS. 6 (4) : 597-600.

Murtidjo, B.M. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta. Ophart, C.E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurts Collage. Fessenden. 1991. Kimia

Organik Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Papadopaulus, M.C., A.R. El-Boushy and E.M. Katalars. 1985. Effect of different processing condition on amino acid digestibility of feather meal determined by chicken assay. Poultry Science. 64: 1729 – 1741.

(36)

22 Purwanti, E, M.S. Rakhman. A.N. Khaula. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Hidrolisat Bulu Ayam Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Biodiesel. [PKM GT] Universitas Negeri Malang. Malang.

Puastuti, W. 2007. Teknologi pemrosesan bulu ayam dan pemanfaatannya sebagai sumber protein pakan ruminansia. Wartazoa 17 (2) : 53-60.

Rahayu, S., M. Bata and W. Hadi. 2014. Subtitusi Konsentrat Protein Menggunakan Tepung Bulu Ayam yang Diolah Secara Fisiko-Kimia dan Fermentasi Menggunakan Bacillus sp. Mts. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.

Said, M.I. 2014. By Product Ternak Teknologi dan Aplikasinya. IPB Press. Bogor.

Sari, E.P., I.S.F. Putri, R.A. Putri, S. Imanda, D. Elfidasari, dan R.L. Puspitasari. 2015. Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai pakan ternak ruminansia. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1 (1) : 136-138.

Saleh, A.R., D. Setiawan., E. Rosihin., R. Wahyuni., S. Rahayu dan Abidin. 2002. Gelatin. Tekno pangan dan agroindustri. 1 (9) : 133-135.

Sarmwatanakul, A. and B. Bamrongtum. 2000. Aquarium Fish Nutrition. Extension paper No. 1/2000. Ornament Fish Research and Public Aquarium. Bangkok.

Sidik. 2016.Karakteristik Kimiawi Tepung Bulu Limbah Pengolahan Kerupuk Kulit Sapi Menggunakan NaOH dan Lama Perendaman. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sudarmadji, S., B. Haryono and Suhardi. 1997. Prosedur Anlisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suryaningrum, L.H. 2011. Pemanfaatan bulu ayam sebagai alternative bahan baku pakan ikan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akiakultur: 1031-1036. Steiner, R.J., R.O. Kellems and D.C. 1983. Feather and hair meals for ruminant.

IV. Effects o chemical treatments of feathers and processing timeon digestibility. Journal Animal Science 57: 495 – 502.

Tarmizi, A. 2001. Evaluasi Nilai Nutrisi Tepung Bulu yang Difermentasi dengan Menggunakan Bacillus licheniformis pada Ayam Broiler. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawito Kusuma dan S. Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Williams. C. M., C.G. Lee. J.D. Garlich and J.C.H. Shih. 1991. Evaluation of a bacterial feather fermentation product, feather-lysate as a feed protein. Journal Poultry Science 70 : 85-95.

(37)

23

LAMPIRAN

(38)

24 Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian.

 Proses Pembuatan Tepung Bulu Ayam

(39)

25 Analisis Kadar Protein Sampel Tepung Bulu Ayam

(40)

26  Proses Analisis Daya Cerna Protein In-Vitro Tepung Bulu Ayam

(41)

27 RIWAYAT HIDUP

Asyhadi Umar. Lahir pada tanggal 13 April 1996 di Burau, Kabupaten Luwu Utara. Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak Pertama dari empat bersaudara pasangan Umar dan St. Aminah. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis adalah SD 144 Matoto di Kecamatan Masamba Kab. Luwu Utara yang lulus pada tahun 2007 dan melanjutkan Sekolah di SMP Negeri 1 Masamba lulus pada tahun tahun 2010, kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Masamba, lulus pada tahun 2013. Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Penulis adalah salah satu bagian dari Team asisten Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) dan Asisten Pengasawasan Mutu Industri Peternakan (PMIP) dan Kegiatan organisasi yang diikuti penulis yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE_UH). Unit Kegiatan Mahasiswa Sepak Bola Universitas Hasanudddin (UKM_Sepak Bola_UH) dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Luwu Raya Indonesia Universitas Hasanuddin (IPMIL_RAYA_UH).

(42)

Gambar

Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Tepung Bulu Ayam (% BK)  Zat Makanan                          Jumlah (%)
Diagram  alir  dalam  pembuatan  tepung  bulu  ayam  yang  disajikan  pada  Gambar 3 sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil matrik SWOT, diperoleh kesimpulan strategi yang sebaiknya dilakukan dalam pengelolaan kawasan wisata Pasar Terapung Kota Banjarmasin sehingga mampu

[r]

ﺔﻣﺎﻌﻟا ﺔﻴﻋﺎﻤﺘﺟﻹا ﺎ ﻮﺌﺷو (.. ﺎﻣ ﻲﻫ ؟ﻒﻬﻜﻟا ةرﻮﺳ ﰲ ﺔﻟﻮﺻﻮﳌا ءﺎﲰﻷا ﺎﻬﻴﻓ نﻮﻜﺗ ﱵﻟا تﺎﻳﻵا 2.. 10 10 ﻦﻣو تﺎﻧﺎﻴﺒﻟا ﺚﺤﺒﻴﺳ ناﻮﻨﻌﻟا اﺬﻫ نأ ﺎﻨﻟ ﲔﺒﺘﻳ ﺎﻘﺑﺎﺳ ﺎﻫﺎﻨﻣﺪﻗ ﱵﻟا

hasil penelitian dengan pemberian hormon pada tanaman cabai menunjukkan bahwa produksi buah cabai pada 45 HTS tanpa perlakuan hormon memperlihatkan belum

Olen rajannut tutkimuskohteikseni Varsinais- Suomeen 1400-luvun lopulla rakennetut kirkot, joiden maalauskoristelusta vastasi niin sanottu Taivassalon koulukunta, sekä

Permasalahan yang akan diteliti yaitu mengenai biaya perjalanan, pendapatan, kepemilikan moda dan jenis kelamin terhadap pemilihan moda sepeda motor dan KRL Commuterline

Prevalensi stres kerja tinggi pada operator mesin jahit adalah sebesar 25,4%, prevalensi dismenorea pada operator mesin jahit sebesar 37%, stresor kerja yang dominan

digester dapat menghambat produksi biogás. Penggunaan digester dua tahap memisahkan beberapa tahap reaksi. Tahap hidrolisis, asidogenesis , dan asetogenesis terjadi