• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fermentasi Gliserol Hasil Samping Pabrik Biodiesel Menjadi 1,3-Propanadiol dengan Menggunakan Bakteri Enterobacter Aerogenes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fermentasi Gliserol Hasil Samping Pabrik Biodiesel Menjadi 1,3-Propanadiol dengan Menggunakan Bakteri Enterobacter Aerogenes"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

HASIL ANALISA

L1.1 CRUDE GLISEROL

Gambar L1.1 Hasil Kromatografi GC Crude Gliserol L1.2 GLISEROL MURNI

(2)

L1.3 HASIL FERMENTASI

Gambar L1.3 Hasil Fermentasi Gliserol 1 hari, 37 0C, 10 %

(3)

Gambar L1.5 Hasil Fermentasi Gliserol 2 hari, 37 0C, 10 %

(4)

Gambar L1.7 Hasil Fermentasi Gliserol 3 hari, 37 0C, 10 %

(5)
(6)

LAMPIRAN 2

PERHITUNGAN

L2.1 CRUDE GLISEROL L2.1.1 Densitas

Berat piknometer = 15,72 gram Berat piknometer + air = 25,39 gram Massa air = 9,67 gram

Suhu air dan sampel = 30 0C

𝜌𝜌air (30 0C) = 0,99568 gr/cm3

Volume Piknometer= m Air

ρ Air Densitas = m Sampel

Volume Piknometer Dimana:

m air = Berat air (gr)

ρ air = Densitas air (gr/cm3

)

Volume Piknometer= 9,67 gr 0,99568 gr/cm3

Volume Piknometer=9,712 cm3

Berat piknometer + gliserol = 27,76 gram Berat gliserol = 12,04 gram

Densitas = 12,04 gr

Berat cawan kosong = 34,70 gram

(7)

Kadar Air= 44,70 gr-43,52 gr

44,70 gr x 100 % Kadar Air= 2,64 %

L2.1.3 Kadar Abu

Berat sampel = 10 gram Berat cawan = 44,51 gram Berat cawan + abu = 45,61 gram

Kadar Abu= 45,61-44,51

10 x 100 % Kadar Abu=11 %

L2.1.4 Kadar Free Fatty Acid (FFA) Normalitas NaOH = 0,1 N Volume NaOH titrasi = 5,6 ml Massa sampel = 20 gr

FFA= Normalitas NaOH x Volume NaOH yang terpakai x BM Gliserol

Massa Sampel x 10 x 100 %

FFA= 0,1 x 5, 6 ml x 92,11

20 x 10 x 100 % FFA= 25,79 %

L2.2 GLISEROL HASIL PEMURNIAN DENGAN H3PO4

L2.2.1 Densitas

(8)

Ρair (30 0

C) = 0,99568 gr/cm3

Volume Piknometer= m Air

ρ Air Densitas = m Sampel

Volume Piknometer Dimana:

m air = Berat air (gr)

ρ air = Densitas air (gr/cm3

)

Volume Piknometer= 9,9 gr 0,99568 gr/cm3

Volume Piknometer=9,94 cm3

Berat piknometer + gliserol = 27,8 gram Berat gliserol = 12,7 gram

Densitas = 12,7 gr 9,94 cm3

Densitas = 1,277 gr cm3 �

L2.2.2 Kadar Air

Berat cawan kosong = 28,50 gram

Berat cawan kosong + sampel (berat sebelum dipanaskan )= 38,50 gram Berat sesudah dipanaskan = 38,0 gram

Kadar Air= 38,5 gr-38 gr

38,5 gr x 100 %

Kadar Air= 1,298 %

(9)

Berat sampel = 10 gram

L2.2.4 Kadar Free Fatty Acid (FFA) Normalitas NaOH = 0,1 N Volume NaOH titrasi = 1,7 ml Massa sampel = 20 gram

FFA= Normalitas NaOH x Volume NaOH yang terpakai x BM Gliserol

Massa Sampel x 10 x 100 %

FFA= 0,1 x 1,7 ml x 92,11

20 x 10 x 100 % FFA= 7,83 %

L2.3 KADAR GLISEROL SETELAH FERMENTASI

Kadar Gliserol (%)=

�T1-T2�x N x 9,209

W

[34]

dengan;

T1 = volume NaOH untuk titrasi contoh (ml) T2 = volume NaOH untuk titrasi blangko (ml) N = normalitas NaOH (N)

(10)

Tabel L2.1 Hasil Titrasi Sampel Hasil Fermentasi

(11)

Konsentrasi (mol/ml) =

ρcamp x 10 x % BM dimana :

ρcamp

= densitas campuran (gr/ml) % = kemurnian 1,3-Propanadiol

BM = berat molekul 1,3-Propanadiol (gr/mol)

Perhitungan densitas campuran dapat dihitung dengan rumus : Σ𝜌𝜌 x % Contoh perhitungan konsentrasi 1,3-Propanadiol pada fermentasi 1 hari dengan suhu 37℃ dan Rasio Inokulum : Substrat 0,1 :

1,3-propanadiol x %1,3-propanadiol)

= (1,209 x 0,08596) + (1,016 x 0,02037) + (0,964 x 0,23499) + (1,002 x 0,18960) + (1,053 x 0,46068)

= 1,023 gr/ml

Sehingga konsentrasi 1,3-Propanadiol : Konsentrasi 1,3-Propanadiol (mol/ml) =

ρcamp x 10 x % BM

Konsentrasi 1,3-Propanadiol = 1,023 gr/ml x 10 x 46,0685

76,11 gr/mol = 6,196 mol/ml

(12)

Waktu

Tabel L2.3 Hasil Perhitungan Konsentrasi 1,3-Propanadiol dari Fermentasi Gliserol Pada Suhu 37℃ dan Waktu Fermentasi 3 Hari

Rasio

Tabel L2.4 Hasil Perhitungan Konsentrasi 1,3-Propanadiol dari Fermentasi Gliserol Pada Waktu Fermentasi 3 Hari dan Rasio Inokulum : Substrat 0,1

(13)

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 FOTO CRUDE GLISEROL

Gambar L3.1 Crude Gliserol

L3.2 FOTO CRUDE GLISEROL DENGAN PENAMBAHAN H3PO4

Gambar L3.2 Hasil Penambahan Asam Phospat

(14)

Gambar L3.3 Garam yang Terbentuk Pada Proses Pemurnian Crude Gliserol

L3.4 FOTO GLISEROL MURNI

Gambar L3.4 Gliserol Murni

L3.5 FOTO AUTOCLAVE

Gambar L3.5 Autoclave

(15)

Gambar L3.6 Proses Sterilisasi Media Pertumbuhan

L3.7 FOTO INOKULASI BAKTERI

Gambar L3.7 Proses Inokulasi Bakteri

L3.8 FOTO PEMBIAKAN BAKTERI DALAM WATER BATCH

(16)

Gambar L3.9 Pengenceran 108

L3.10 FOTO PERHITUNGAN KOLONI DENGAN COLONI COUNTER

Gambar L3.10 Perhitungan Jumlah Koloni dengan Coloni Counter

L3.11 FOTO HASIL TITRASI PENENTUAN KADAR GLISEROL

(17)

Gambar L3.12 Proses Distilasi

L3.13 FOTO 1,3-PROPANADIOL

(a) (b) Gambar L3.13 a) 1,3-Propanadiol sebelum proses Distilasi

(18)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Manurung Renita. “Optimasi dan Kinetika Transesterifikasi Minyak Sawit Menjadi Etil Ester.” Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik USU, Medan, 2005.

[2] Purwadi, R., M.T.A.P. Kresnowati, L.Badriyah, Andini A.D.Puri, R.Aisyah, “Pengolahan Gliserol, Limbah Biodiesel, Menjadi Produk Bermanfaat Melalui Proses Biologis 1 : Pemilihan Mikroba Potensial,” Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 11(4) 2013.

[3] Haryanto, Bode. “Bahan Bakar Alternatif Biodiesel.” Tesis, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik USU, Medan, 2002.

[4] Ringel, Anne Katrin, Erik Wikens, Diana Hortig, Thomas Wilke, Klaus-Dieter Vorlop (2011). “An Improved Screening Method For Microorganism Able To Convert Crude Glycerol to 1,3-propanediol and To Tolerate High Product Concentration.” Biotechnological Products adnd Proceess Engineering, 93, 1049-1056. Springer.

[5] Yanuarta, Galuh dan Fajar Eko Febri. “Pabrik Gliserol Dari Minyak Kelapa Sawit (CPO) Dengan Proses Continous Fat Splitting.” Skripsi, Fakultas Teknologi Industri ITS, Surabaya, 2011

[6] Hakiki, Rizlinda. “Penentuan Zat Pereduksi Pada Gliserin Dengan Menggunakan Spektrofotometri UV-Visible”. Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU, Medan, 2010.

[7] Setyaningsih, Dwi, “Pembuatan Pupuk Potassium Dari Proses Pemurnian Gliserol Hasil Samping Industri Biodiesel,” Konferensi Nasional - Pemanfaatan Hasil Samping Industri Biodiesel dan lndustri Etanol serta Peluang

(19)

[8] Marchand, Kimberly A. “Utilization of Biodiesel-Derived Crude Glycerol by Fungi for Biomass and Lipid Production.” Thesis, University of Guelph, Canada, 2012.

[9] Bunyamin, Anas. “Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar Sebagai Komponen Coal Dust Suppressant.” Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor, 2011.

[10] Pasaribu, Farida Arriany. “Peranan Gliserol Sebagai Plastisiser Dalam Film Pati Jagung Dengan Pengisi Serbuk Halus Tongkol Jagung.” Skripsi, Program Studi Ilmu Kimia, USU, Medan, 2009.

[11] Aziz, Isalmi, Siti Nurbayati, Juwita Suwandari. “Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas.” Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

[12] Silaban, Marisi. “Pengaruh Jenis Teh dan Lama Fermentasi Pada Proses Pembuatan Teh Kombucha.” Skripsi, Fakultas Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, USU, Medan, 2005.

[13] Afriani, Mutia. “Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Ragi Roti Terhadap Kadar Bioetanol dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit.” Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, USU, Medan, 2011.

[14] Chojnacka, K, Fermentation Products, (United States: Enyclopedia of Life Support Systems, Volume V, 2009).

(20)

[16] Afrianto, Pengawasan Mutu Baha/ Produk Pangan (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah KejuruaN, Jilid 2, 2008), Hal 275-302

[17] Suharjono, et al., Isolasi Mikrobia Lipolitik, Proteolitik, Lignolitik, dan Selulolitik dari Limbah Pabrik kelapa Sawit, (Malang: Laboratorium

Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Brawijaya, 2011)

[18] Rangkuti, Penuntun Praktikum Mikrobiologi (Padang: Sekolah Menengah Analisa Kimia Padang, 1994)

[19] Nur, H.S, “Pembentukan Asam Organik oleh Isolat Bakteri Asam laktat pada Media Buah Durian (Durio zibethinus Murr.),” Bioscientiae, 2(1) 2005 : hal. 15-24

[20] He Wennan, Weidong Tian, Guang Zhang, Guo-Xiang Chen, Zengming Zhan, “Production Of Novel Polyhydroxyalkanoates By Pseudomonas Stutzeri 1317 From Glucose And Soybean Oil,” FEMS Microbiology Letter, 169 (December, 1998), hal 45-49.

[21] Siregar. “Biosintesis 1,3-Propanadiol Dari Gliserol (Hasil Samping Biodiesel) Oleh Bakteri Enterobacter Aerogenesis.” Tesis, IPB, Bogor, 2008.

[22] Jalaluddin, Sheikh, Jeanne-Marie Devaster, Robert Scheen, Michele Gerard, Jean-Paul Butzler, “Molecular Epidemiological Study of Nosocomical Enterobacter Aerogenes Isolates in A Belgian Hospital,” Journal of Clinical Microbiology, 36 (7) 1998 : hal. 1846-1852.

(21)

[24] Drozdzynska, Agnieszka, Katarzyna Leja, Katarzyna Czaczyk, “Biotechnological Production of 1,3-Propanediol from Crude Glycerol,” Journal of Biotechnology : Computational Biology and Bionanotechnology, 92 (1) 2011.

[25] Vanajakshi, Jalasutram dan Jetty Annapurna, “Isolation and Identification of 1,3-Propanediol Producing Strain of K. pneumoniae 141B from Soil and Optimization of Process Parameters,.” Research Journal of Biotechnology, 6 (2) 2011.

[26] Saxena, R.K., Pinki Anand, Saurabh Saran, Jasmine Isar, “Microbial Production of 1,3 –propanediol: Recent Developments and Emerging Opportunities,” Biotechnology Advances, 27 (6) 2011 : hal. 895-913.

[27] Wilkens, Erik, Anne Katrian Ringel, Diana Hortig, Thomas Wilke, Klaus Dieter-Vorlop, “High-Level Production of 1,3-Propanediol from Crude Glycerol by Clostridium butyricum AKR102a,” Appl Microbial Technology, 93 (3) 2012 : hal. 1057-1063.

[28] Boonoun, P., C. Muangnapoh, P. Prasitchoke, V. Tantayakom, A. Shotipruk, “Reactive Extraction of 1,3-Propanediol from Model Mixture of Fermentation Broth Using Novel Carbon Based Catalyst,” Journal of Sustainable Energy & Environment, 1 (2010) : hal 1-4.

[29] Irawan, Bambang T.A. “Peningkatan Mutu Minyak Nilam Dengan Ekstraksi dan Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut.” Tesis, Magister Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.

(22)

[31] Walangare, K.B.A, A.S.M Lumenta, J.O.Wuwung, B.A. Sugiarso, “Rancang Bangun Alat Konversi Air Laut Menjadi Air Minum Dengan Proses Distilasi Sedehana Dengan Menggunakan Pemanas Elektrik,” Jurnal Teknik Elektro dan Komputer (2013) : hal. 1-10.

[32] Nugroho, Bonita, Eka Puji Fitirana, Fitriyah Ningsih, Pika Nurropiah, Kromatografi Gas (Semarang: Program Studi D4 Analis Kesehatan. Universitas

Muhammadiyah, 2012).

[33] Pardi. “Optimasi Proses Produksi Gliserol Monooleat Dari Gliserol Hasil Samping Pembuatan Biodiesel.” Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik USU, Medan, 2005.

[34] Farobie, Obie. “Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Sebagai Bahan Penolong Penghancur Semen.” Skripsi, IPB, Bogor, 2009.

[35] Mu’azu K, Mohammed-Dabbo, S.M Waziri, A.S.Ahmed, I.M.Bugaje, A.S.Ahmad (2013). “Development of A Mathematical Model For The Esterification of Jatropha curcas Seed Oil.” Journal of Petroleum Technology and Alternative Fuels, 4(3), 44-52.

[36] AOAC (Association of Official Analitycal Chemist), Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist (USA: The

Association of Official Analitycal Chemist, Inc.,1995).

[37] Acros, Organics (2009). “Material Safety Data Sheet: Glycerol.” Diakses 5 April 2014. http://www.acros.com/glycerol-reagent.

(23)

[39] Rahmi, Ulfa. “Pengaruh Jenis Asam dan ph Pada Pemurnian Residu Gliserol Dari Hasil Samping Produksi Biodiesel.” Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, USU, Medan, 2006.

[40] Ito, Takeshi, Yutaka Nakashimada, Koichiro Senba, “Hydrogen and Ethanol Production from Glycerol-Containing Wastes Discharged after Biodiesel Manufacturing Process,” Journal of Bioscience and Bioengineering, 100 (3) 2005.

[41] Silalahi, Fitri Yulyanti. “Fermentasi Fruitghurt Dengan Variasi Kulit Buah.” Skripsi, Departemen Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.

[42] Ferdaus, Fani, Meilani Okta Wijayanti, Ery Susiani Retnoningtyas, Wenny Irawati, “Pengaruh pH, Konsentrasi Substrat, Penambahan Kalsium Karbonat dan Waktu Fermentasi Terhadap Perolehan Asam Laktat dari Kulit Pisang,” Jurnal Teknik, 7 (1) 2008 : hal. 1-14

[43] Xu Yun-Zhen, Ru-Chun Wu, Zeng-Mig Zheng, De-Hua Liu (2010). “Influence of dhaT Mutation of K.Pneumoniae on 1,3-Propanadiol Fermentation.” World Journal Microbial Bioethanol, 27, 1491-1497.

[44] Nwachukwu, Raymond E S, Abolghasem Shahbazi, Ujun Wang, Mulumebet Worku, Salam Ibrahim, Keith Schimmel (2013). “Optimization of Cultural Conditions for Conversion of Glycerol to Ethanol by Enterobacter aerogenes S012.” Original Article, 3 (1) 2013.

[45] Song, Qin., Yun Huang, Hui Yang, “Optimization of Fermentation Conditions for Antibiotic Production by Actinomycetes YJI Strain against Sclerotinia sclerotiorum,” Journal of Agricultural Science, 4 (7) 2012, hal

.95-102, 2012.

(24)

[47] Knob, A & Carmona, E.C. (2008). “Xylanase production by Penicillium sclerotiorum and its characterization”. World Applied Sciences Journal, 4(2),

277-283.

[48] Suriani Sanita, Spemarno, Suharjono, “Pengaruh Suhu dan pH terhadap Laju Pertumbuhan Lima Isolat Bakteri Anggota Genus Pseudomonas yang diisolasi dari Ekosistem Sungai Tercemar Deterjen di sekitar Kampus Universitas Brawijaya,” J-PAL, 3(2) 2013 : hal. 58-62

[49] Xiao, Heather (2011). “Enterobacter aerogenes.” Diakses 29 Juni 2014 dari Modern Medicine Bacteria Index. http://www.modmedmicrobes.wiki spaces.com/Enterobacter+aerogenes.

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Jalan Bridjen Katamso, Medan.

3.2 BAHAN 3.2.1 Bahan Baku

Bahan baku dalam percobaan ini adalah gliserol dari hasil samping proses pembuatan biodiesel. Crude Gliserol diambil dari salah satu industri pengolahan minyak kelapa sawit menjadi biodiesel yang ada di Dumai dan dibawa ke laboratorium. Dan bakteri Enterobacter aerogenes yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi Badan Pegawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan.

3.2.2 Bahan Purifikasi Gliserol

Bahan purifikasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah H3PO4 5 %

yang diencerkan sebanyak 50 ml untuk setiap 150 ml gliserol, NaOH, dan aquadest dan karbon aktif 2 % dari berat total gliserol.

3.2.3 Bahan Pembuatan Media Kultur Stok

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan kultur stok adalah Enterobacter aerogenes, ekstrak sapi, pepton, margarin, glukosa, unsur makro

yaitu : FeCl3.6 H2O, CaCl2.H2O, CuSO4.5H2O, MnSO4.4 H2O, ZnSO4.7H2O, dan

unsur mikro adalah : (NH4)2SO4, MgSO4.7 H2O, Na2SO3, KH2PO4 dan aquadest.

3.2.4 Bahan Media Perhitungan Jumlah Bakteri Yang Tumbuh

(26)

3.2.5 Bahan Analisa

3.2.5.1 Bahan Analisa Kadar Air Gliserol 1. Gliserol

Fungsi : Sebagai bahan baku yang akan di analisa kadar airnya. 3.2.5.2 Bahan Analisa Densitas Gliserol

1. Gliserol

Fungsi : Sebagai bahan baku yang akan di analisa densitasnya. 2. Aquadest

Fungsi : Sebagai bahan kalibrasi piknometer. 3.2.5.3 Bahan Analisa Kadar Abu

1. Gliserol

Fungsi : Sebagai bahan baku yang akan diketahui kadar abunya. 3.2.5.4 Bahan Analisa Free Fatty Acid (FFA) Gliserol

1. Gliserol

Fungsi : Sebagai bahan baku yang akan diketahui kadar FFAnya. 2. Etanol 96 %

Fungsi : Sebagai bahan baku yang akan diketahui kadar FFAnya. 3. NaOH 0,1 N

Fungsi : Sebagai bahan pentiter. 4. Phenopthalein

Fungsi : Sebagai indicator 5. Aquadest

Fungsi : Sebagai pelarut universal 3.2.5.5 Analisa GC

Analisis GC dilakukan pada gliserol dan 1,3-Propanadiol. Analisis GC juga dilakukan pada hasil fermentasi sebelum separasi dan setelah separasi dengan menggunakan distilasi dan rotari evaporator. Analisis GC dilakukan dengan menggunakan GC QP2010 Shimadzu dengan automatic sampling system yang mampu menganalisis 50 scans perdetik. Kolom yang digunakan DB 5 HT dengan bahan pengisi 100% dimethyl polysiloxane, yang mampu menganalisis senyawa essential oils, hydrocarbons, semivolatiles dan pesticides. Analisis GC dilakukan

(27)

kondisi pengaturan temperatur pada alat GC (Colom, Injection, Ion Source dan Interface).

Tabel 3.1 Program Pengatur GC [21]

Parameter Nilai Satuan

Temp Oven Kolom 60 0C

Temp Injeksi 370 0C

Tekanan 100 kPa

Kec Aliran 125,1 ml/min

Kecepatan Kolom 2,42 ml/min

Temp Sumber Ion 370 0

Fungsi : Sebagai tempat fermentasi berlangsung 2. Kromatografi Gas (GC)

Fungsi : Sebagai alat letaknya kertas saring untuk memisahkan padatan dari gliserol

6. Oven

Fungsi : Sebagai alat untuk memisahkan gliserol dan air 7. Autoclave

Fungsi : Sebagai alat untuk mensterilkan peralatan yang digunakan dalam fermentasi

8. Counter Colony

(28)

9. Distilasi

Fungsi : Sebagai alat untuk memisahkan hasil fermentasi

3.4 PROSEDUR PENILITIAN 3.4.1 Prosedur Purifikasi Gliserol

Gliserol disiapkan dalam suatu beaker glass, lalu dipanaskan pada suhu 60

0

C selama ` jam untuk menguapkan kandungan metanol yang masih terdapat pada gliserol, setelah itu ditambahkan H3PO4 5 % sehingga terbentuk 2 lapisan, dimana

lapisan bawah adalah gliserol murni dan lapisan atas adalah senyawa yang terdapat pada crude gliserol dan menghasilkan pH 2. Larutan gliserol yang sudah diperoleh dari pemisahan ditambahkan larutan NaOH hingga pH gliserol netral (pH 7). Kemudian dipanaskan supaya terbentuk garam Na3PO4 dan disaring untuk

memisahkan garam dengan gliserol. Larutan gliserol kemudian ditambahkan dengan karbon aktif 2 % dari berat total gliserol untuk mengurangi warna pada gliserol tersebut, dipanaskan pada suhu 80 ℃ dan dibiarkan selama 12 jam dan disaring untuk memisahkan karbon aktif dengan gliserol.

1. Crude Gliserol di masukkan ke wadah dan dipanaskan pada suhu 60 0C untuk menguapkan alkohol yang masih terkandung..

2. Ditambahkan dengan H3PO4 5 % sebanyak 50 ml untuk setiap 150 ml

Crude Gliserol sehingga menghasilkan pH 2 dan dibiarkan selama 30

menit.

3. Setelah terbentuk 2 lapisan, dipisahkan, dimana lapisan bawah gliserol dan lapisan atas senyawa yang lain selain gliserol.

4. Gliserol yang didapat ditambahkan NaOH hingga pH netral (pH 7), lalu dipanaskan dan disaring.

5. Gliserol yang didapat ditambahkan karbon aktif 2 % dan dibiarkan selama 12 jam dan dipanaskan, lalu disaring.

[33], [7], [21]

3.4.2 Prosedur Analisa Gliserol (Metode SNI)

(29)

H2SO4 0,2 N sampai terbentuk warna kuning kehijauan. Larutan dinetralkan

dengan NaOH 0,05 N secara hati-hati sampai terbentuk warna biru. Setelah itu, larutan tersebut ditambah NaIO4 sebanyak 50 ml lalu diaduk secara perlahan.

Larutan selanjutnya ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan kemudian ditambah etilena glikol sebanyak 10 ml lalu ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 20 menit. Larutan diencerkan dengan 300 ml air akuades kemudian ditambah 3 tetes indikator biru bromtimol. Larutan hasil campuran tersebut ditirasi perlahan-lahan dengan NaOH 0,5 N sampai terbentuk warna biru. Proses tersebut juga dilakukan untuk perlakuan blangko. Kadar gliserol dihitung dengan rumus :

Kadar Gliserol (%) = �T1- T2� × N × 9,209W

(3.1) dimana :

T1 = volume NaOH untuk titrasi contoh (ml) T2 = volume NaOH untuk titrasi blangko (ml) N = normalitas NaOH

W = bobot contoh (g) Faktor gliserol = 9,209 [34]

3.4.3 Penentuan Kadar Free Fatty Acid (FFA) Gliserol

Penentuan kadar asama lemak bebas (FFA) berdasarkan langkah-langkah berikut [35] :

1. Sampel sebanyak 20 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer dan di larutkan dengan 100 ml etanol 95 %.

2. Dikocok hingga rata, dan diambil 10 ml untuk dianalisa.

3. Campuran larutan ditambahkan 3 tetes indikator phenolphalein.

4. Campuran dititrasi dengan 0,1 N natrium hidroksida sambil diaduk hingga berubah warna menjadi merah muda selama 30 s.

5. Persentase FFA dihitung dengan persamaan :

% FFA= Normalitas NaOH x Volume NaOH terpakai x BM Gliserol

(30)

3.4.4 Penentuan Densitas Gliserol

Piknometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan air pada suhu 30℃, dimana piknometer diisi air hingga penuh, lalu dicatat berat air untuk menghitung volume piknometer yang digunakan. Dimasukkan sampel ke dalam piknometer hingga penuh kemudian dilakukan penimbangan piknometer yang telah berisi sampel sampai menunjukkan angka yang konstan. Penentuan densitas dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Volume Piknometer= Berat Air

Densitas Air (3.3) Volume Piknometer= Berat Sampel

Volume Piknometer (3.4)

3.4.5 Penentuan Kadar Air Gliserol

Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan kedalam cawan penguap. Sampel dalam cawan tersebut dipanaskan di dalam oven pada suhu 105℃ selama ± 3 jam lalu didinginkan di dalam desikator yang berisi silica gel selama 30 menit dan ditimbang beratnya sampai menunjukkan angka timbangan yang konstan. Kadar air dari sampel dihitung dengan persamaan berikut:

%Kadar Air= Berat sampel-Berat setelah di panaskan

Berat sampel x 100 % (3.5)

3.4.6 Penentuan Kadar Abu Gliserol (A.O.C.S. Official Method Ca 11-55) Cawan penguap yang telah di panaskan di dalam oven pada suhu 105 ℃ selama 60 menit dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat kosongnya. Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam cawan penguap lalu di panaskan ke dalam furnace pada suhu 550-650 ℃ selama 3 jam, lalu didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Ditimbang beratnya sampai menunjukkan angka timbangan yang kostan. Kadar abu dari sampel dapat dihitung dengan persamaan berikut [36]:

(31)

3.4.7 Pembuatan Media Pertumbuhan

Pembuatan media pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara sebagai berikut. Unsur Mikro : 20 gr FeCl3.6 H2O, 10 gr CaCl2 H2O, 0,03 gr CuSO4.5

H2O, 0,05 gr MnSO4.4 H2O, 0,1 ZnSO4.7H2O dilarutkan di dalam 1 liter aquadest.

Kedalam larutan, unsur mikro ditambahkan seperti (NH4)2SO4 0,5 gr,

MgSO4.7H2O 0,4 gr, Na2SO4 9,65 gr, KH2PO4 2,65 gr. Ditambahkan nutrisi

tambahan seperti ekstrak sapi 3 gr, pepton 3 gr, margarin 10 gr, 10 gr glukosa. Larutan pertumbuhan media kemudian diukur pHnya. pH larutan harus antara 6,4-7,4, jika larutan dalam keadaan asam maka diberikan larutan NaOH tetes demi tetes hingga mencapai pH yg telah ditentukan. Jika larutan dalam keadaan basa maka ditambahkan HCl tetes demi tetes hingga mencapai pH yang sesuai. Larutan kemudian dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan dingin, kemudian larutan yang terdapat di dalam erlenmeyer ditutup menggunakan kapas dan dibungkus dengan kertas serta diikat menggunakan karet, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 selama 20 menit [20].

3.4.8 Pembuatan Kultur Stok

Tempat pembuatan kultur stok terlebih dahulu disterilisasi dengan sinar UV selama 30 menit. Kultur stok dibuat dengan mengambil kultur Enterobacter aerogenes kemudian dimasukkan dalam media pertumbuhan, kemudian

diinkubasi dalam inkubator statis selama 3 hari pada temperatur 37 0C. Kultur kemudian dapat digunakan dalam fermentasi [21].

3.4.9 Perhitungan Jumlah Bakteri

Untuk mengetahui jumlah bakteri yang tumbuh dapat dilakukan dengan cara yaitu sebanyak 10 gr nutrien agar dilarutkan ke dalam 500 ml aquadest. Kemudian dipanaskan hingga mendidih. Larutan nutrien agar yang terdapat didalam erlenmeyer ditutup dengan kapas dan dibungkus dengan kertas serta diikat dengan karet. Larutan yang sudah ditutup disterilkan di dalam autoklav pada suhu 121 0C selama 20 menit. Kemudian larutan didinginkan hingga suhu 35 0C.

(32)

sebanyak 9 ml aquadest steril lalu ditutup dengan kapas dan tabung reaksi sudah ditandai dengan angka 1-8. Sebanyak 1 ml kultur stok yang sudah dibiakkan selama 2 hari dimasukkan kedalam tabung reaksi no 1, dan dilakukan pengadukkan vorteks, lalu 1 ml diambil dari tabung reaksi no 1 dan dimasukkan kedalam tabung reaksi no 2 dan seterusnya hingga tabung no 8 berisi 1 ml dari tabung no 7.

Perhitunggan jumlah bakteri dikakukan pada pengenceran ke 6,7, dan 8 dengan cara yaitu sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri secara dupplo lalu setiap cawan diisi dengan nutrien agar yang sudah dingin sebanyak ½ dari tinggi cawan petri. Cawan petri yang sudah berisi dibiarkan selama 2 hari. Setelah 2 hari, setiap cawan petri dilihat jumlah bakteri yang ada dengan coloni counter sehingga diperoleh jumlah bakteri yang tumbuh pada media pertumbuhan [17].

3.4.10 Prosedur Fermentasi

1. Diambil gliserol sesuai variabel yang sudah ada dan dimasukkan ke fermentor

2. Kemudian ditambahkan bakteri Enterobacter aerogenes yang telah diremajakan.

3. Gliserol yang sudah bercampur bakteri Enterobacter aerogenes difermentasi selama selang waktu pada suhu 37 ℃ [21].

3.4.11 Analisa 1,3-Propanadiol dengan Kromatografi GC

(33)

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 3.5.1 Purifikasi Gliserol

Apakah terbentuk garam?

Ya Tidak Crude Gliserol dimasukkan kedalam wadah dan

dipanaskan pada suhu 60 0C selama 1 jam

Didiamkan selama 30 menit

Terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah gliserol dan lapisan atas senyawa selain gliserol

Dipisahkan dengan corong pisah

Dipanaskan Ditambahkan H3PO4

Larutan yang didapat ditambahkan dengan karbon aktif 2 % dari massa total gliserol

Dipanaskan pada suhu 60 0C dan dibiarkan selama 12 jam Disaring

Disaring

Gliserol ditambahkan larutan NaOH hingga mencapai pH netral

Garam

Diukur volume gliserol

A

(34)

Gambar 3.1 Flowchart Purifikasi Gliserol

3.5.2 Penentuan Kadar Gliserol

Mulai Selesai

A

Air pada gliserol diuapkan

Gliserol dianalisa

Air

Sampel 0,5 gram di tambahkan 50 ml aquadest

Ditutup dan didiamkan di tempat gelap pada suhu kamar 30 menit Ditambahkan 5 tetes indikator biru bromtimol

Ditambahkan H2SO4 0,2 N hingga berwarna kuning kehijauan

Dinetralkan dengan NaOH 0,05 N hingga berwarna biru

Ditambahkan NaIO4 sebanyak 50 ml dan diaduk

Ditambahkan etilena glikol sebanyak 10 ml dan

Ditutup dan didiamkan di tempat gelap pada suhu kamar 20 menit

Ditambahkan 300 ml aquadest

Ditambahkan 3 tetes indikator biru bromtimol

(35)

Gambar 3.2 Flowchart Penentuan Kadar Gliserol

3.5.3 Penentuan Kadar Free Fatty Acid (FFA)

Mulai Ya

Tidak

Hitung kadar gliserol

Selesai Apakah warna

larutan biru?

Ya Dititrassi dengan NaOH 0,5 N

A

Gliserol sebanyak 20 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 100 mL etanol 95 %

Ditambahkan 3 tetes phenolpthalein Dikocok hingga rata

Diambil 10 ml

(36)

Gambar 3.3 Flowchart Penentuan Kadar FFA

3.5.4 Penentuan Densitas Gliserol

Mulai

Dititrasi dengan 0,1 N NaOH

Apakah warna larutan merah muda

?

Ya A

Presentase FFA dihitung

Selesai

Piknometer kosong terlebih dahulu ditimbang

Piknometer dikalibrasi dengan air

Piknometer diisi dengan air hingga penuh, lalu ditimbang

Piknometer diisi dengan sampel hingga penuh

Dihitung Volume piknometer

(37)

Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Densitas Gliserol

3.5.5 Penentuan Kadar Air Gliserol

Gambar 3.5 Flowchart Penentuan Kadar Air Gliserol Mulai

Ditimbang dan dicatat berat sampelnya

Densitas gliserol dihitung

Selesai A

Dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit

Cawan penguap ditimbang

Dipanaskan pada suhu 105 0C selama 2 jam

Dimasukkan ke dalam desikator dan ditunggu selama 30 menit

Ditimbang

Selesai

Diisi dengan 10 gram gliserol

Dihitung kadar air

Cawan penguap dipanaskan selama 30 menit

(38)

3.5.6 Penentuan Kadar Abu Gliserol

Gambar 3.6 Flowchart Penentuan Kadar Abu Gliserol Mulai

Selesai Dihitung kadar abu

Cawan porselin dipanaskan selama 30 menitdi dalam oven Didinginkan selama 30 menit di dalam desikator

Cawan porselin ditimbang

Dipanaskan di dalam furnace pada suhu 550-600 0C selama 3 jam

Didinginkan selama 30 menit dalam desikator

Ditimbang berat cawan + abu

(39)

3.5.7 Pembuatan Media Pertumbuhan

Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Media Pertumbuhan Mulai

Sebanyak 1 liter aquadest dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Dipanaskan hingga mendidih dan didinginkan sampai suhu kamar

Selesai

Disimpan dalam kulkas

Dimasukkan unsur makro (20 gr FeCl3.6

H2O, 10 gr CaCl2 H2O, 0,03 gr CuSO4.5

H2O, 0,05 gr MnSO4.4 H2O, 0,1

ZnSO4.7H2O)

Ditambahkan ekstrak sapi 3 gr, pepton 3 gr, margarine 10 gr, 10 gr glukosa, (NH4)2SO4

0,5 gr, MgSO4.7H2O 0,4, Na2SO3 9,65 gr,

KH2PO4 2,65 gr

(40)

3.5.8 Prosedur Pembuatan Kultur Stok

Gambar 3.8 Flowchart Pembuatan Kultur Stok

3.5.9 Perhitungan Jumlah Bakteri

Mulai

Campuran dipanaskan hingga mendidih dan didinginkan

hingga suhu 35 0C Nutrien agar sebanyak 10 gr larutkan dengan aquadest 500 ml

Sediakan 8 buah tabung reaksi yang berisi dengan 9 ml aquadest steril

Dimasukkan 1 ml kultur stok yang sudah dibiakkan selama 2 hari kedalam tabung reaksi no 1

Diambil 1 ml campuran dari tabung reaksi no 1 dan dimasukkan ke tabung reaksi no 2, dilakukan seterusnya hingga tabung reaksi no 8 yang berisi 1 ml campuran dari tabung reaski no 7.

Kedalam media pertumbuhan dimasukkan kultur bakteri Enterobacter aerogenes

Diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37

Selesai

Disimpan dalam cool chamber Tempat pembuatan kultur stok disterilisasi

dengan sinar UV selama 30 menit Mulai

(41)

Gambar 3.9 Flowchart Perhitungan Jumlah Bakteri

3.5.10 Fermentasi Gliserol

Gambar 3.10 Flowchart Fermentasi Gliserol Mulai

Diambil gliserol sesuai variabel yang sudah ada dan dimasukkan ke fermentor

Bakteri dengan jumlah tertentu dimasukkan ke dalam fermentor dan ditutup rapat

Selesai Apakah masih ada variasi lain?

Ya

Tidak

Gliserol yang sudah bercampur bakteri difermentasi selama selang waktu tertentu pada suhu 37 0C.

Selesai

Diambil 0,1 ml campuran dari tabung reaksi no 6,7,8 dan dimasukkan ke masing-masing

cawan petri secara dupplo

Dibiarkan selama 2 hari Dilihat dibawah coloni counter

Dihitung jumlah koloninya

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PEMURNIAN GLISEROL

Pada pembuatan 1,3-Propanadiol digunakan crude gliserol yang merupakan limbah pabrik biodiesel yang berasal dari Dumai, yang terlebih dahulu dianalisa kandungan yang terdapat didalamnya, yaitu densitas 1,24 gr/ml ; kadar FFA 26,22 % ; kadar air 2,64 % ; kadar abu 11% ; dan kadar gliserol sebesar 29,306%. Pembuatan 1,3-Propanadiol dalam penelitian ini dimulai dengan tahap pemurnian crude gliserol menggunakan asam phospat (H3PO4). Untuk mendapatkan kadar

gliserol yang tinggi, pemurnian ini dilakukan dengan 4 tahap yaitu asidifikasi (pengasaman), penetralan, bleaching, dan penguapan air.

Pada tahap pengasaman, dilakukan penambahan asam phospat ke dalam crude gliserol sehingga menghasilkan pH 2. Dimana pada tahap pengasaman ini

terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan atas yang merupakan lapisan asam lemak dan lapisan bawah berupa gliserol, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Proses Pengasaman Crude Gliserol dengan Asam Phospat

Lapisan asam lemak yang terbentuk pada bagian atas merupakan hasil reaksi penguraian sabun yang terkandung dalam crude gliserol dengan adanya penambahan asam phospat. Rekasi penguraian sabun dengan bantuan asam phospat menjadi asam lemak dapat dilihat sebagai berikut :

Asam Lemak Bebas

(43)

3RCOOK + H3PO4 3RCOOH + K3PO4 + H3PO4 sisa

(sabun) (asam phospat) (asam lemak)

Selain terjadinya reaksi penguraian sabun menjadi asam lemak, terjadi pemisahan katalis bersifat basa yang terkandung dalam crude gliserol. Katalis basa KOH akan bereaksi dengan asam phospat membentuk garam-garam berupa kalium phospat yang sifatnya terlarut, dimana rekasinya dapat dilihat sebagai berikut :

3KOH + H3PO4 K3PO4 + 3H2O +

H3PO4

(katalis basa) (asam phospat) (kalium phospat)

Kelebihan asam phospat pada proses asidifikasi kemudian dinetralisasi dengan menggunakan basa, karena pada proses asidifikasi digunakan asam kuat maka pada proses netralisasi digunakan juga basa kuat, dimana reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :

K3PO4 + H3PO4 sisa + 3NaOH K3PO4 + Na3PO4 + 3H2O

Dari reaksi diatas diperoleh endapan garam yaitu berupa natrium phospat dan kalium phospat yang sifatnya larut dalam gliserol yang telah netral. Oleh karena itu dilakukan pemanasan untuk mempercepat pembentukan garam sehingga dpat dipisahkan dari gliserol. Garam yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2 Garam Yang Terbentuk setelah Pemanasan

Gliserol yang murni memiliki warna bening seperti air [37]. Gliserol yang diperoleh dari tahap penetralan masih memiliki warna merah kecoklatan yang belum sesuai dengan standar gliserol yang ada. Oleh karena itu dilakukan proses

(44)

bleaching menggunakan karbon aktif. Hasil penambahan karbon aktif pada

gliserol dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Gliserol Hasil Pemurnian

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pemurnian yang dilakukan peneliti telah sesuai dengan standar gliserol murni. Tetapi gliserol tersebut masih mengandung air, sehingga untuk meningkatkan kemurniannya dilakukan pemisahan uap air dengan cara memanaskan gliserol pada oven dengan suhu 110℃ selama 5 jam.

Gliserol akhir yang diperoleh dianalisa warnanya, densitas, kadar Free Fatty Acid, kadar air, kadar abu, serta kadar gliserol.

4.2 ANALISA GLISEROL

Crude gliserol yang diperoleh dari hasil samping pembuatan biodiesel

dianalisa terlebih dahulu sifat fisikanya. Selain itu, gliserol hasil pretreatment juga dilakukan analisa. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Sifat Fisika Crude Gliserol dan Gliserol Hasil Pemurnian No Sifat Fisika Crude gliserol Gliserol Hasil

Pemurnian Satuan

1 Warna Coklat Kemerahan Bening

2 Densitas 1,24 1,2777 gr/ml

3 FFA 26,22 7,83 %

4 Kadar Air 2,64 1,298 %

5 Kadar Abu 11 6 %

(45)

Dari sifat fisika diatas diperoleh densitas gliserol murni sebesar 1,2777 gr/ml, dimana pada teori bahwa densitas gliserol umumnya sebesar 1,2613 gr/ml [38]. Oleh karena itu, bahwa densitas gliserol hasil pemurnian yang didapatkan oleh peneliti tidak jauh berbeda dengan densitas gliserol sebenarnya.

Dalam crude gliserol terdapat kadar gliserol sebesar 29,306 % dan setelah dilakukan proses pemurnian didapat kadar gliserol sebesar 83,2572. Farobie (2009) juga melakukan pemurnian crude gliserol hasil samping biodiesel dengan menggunakan asam phospat (H3PO4), dimana kadar crude gliserol yang akan

dimurnikan sebesar 40,19 % dan menghasilkan kadar gliserol murni sebesar 82,15 % [33]. Rahmi (2006) melakukan pemurnian crude gliserol dengan penambahan asam phospat (H3PO4) pada crude gliserol dan mendapatkan kadar gliserol murni

dengan kadar 89,2246 % [39].

4.3 FERMENTASI GLISEROL

Dalam menghasilkan 1,3-Propanadiol maka dilakukan fermentasi gliserol dengan bantuan bakteri Enterobacter aerogenes. Pada tahap fermentasi gliserol ini terlebih dahulu dibiakkan bakteri yang merupakan alat sebagai pemecah ikatan karbon yang ada pada gliserol menjadi 1,3-Propanadiol. Bakteri Enterobacter aerogenes dibiakan dengan menggunakan unsur makro dan mikro sebagai sumber

energi sehingga mengalami pembiakan. Terjadinya pembiakan bakteri dapat diindikasi secara visual dengan perubahan warna pada media yaitu dari hitam kecoklatan menjadi merah kecoklatan seperti Gambar 4.4 berikut.

(a) (b)

Gambar 4.4 (a) Kultur Stok Sebelum Pembiakan (b) Setelah Pembiakan

Enterobacter aerogenes siap diaplikasikan ke dalam fermentor, yang mana

(46)

coloni dengan teknik pengenceran 108 untuk mengetahui koloni yang tumbuh dalam media, seperti pada Gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Perhitungan Jumlah Enterobacter aerogenes dengan counter coloni

Jumlah koloni bakteri Enterobacter aerogenes yang diperoleh adalah sekitar 123 x 108 / ml.

Fermentasi gliserol menjadi 1,3-Propandiol dilakukan dengan melakukan variasi suhu (25 dan 37 0C), waktu fermentasi (1,2, dan 3 hari) dan volume bakteri (5,7,dan 10 %). Hal ini bertujuan untuk mengetahui pada kondisi mana yang paling baik untuk menghasilkan 1,3-Propanadiol dengan kadar yang tinggi.

4.3.1 Konversi Gliserol

(47)

Gambar 4.6 Kadar Gliserol Terhadap Variasi Waktu dan Volume Bakteri Pada Fermentasi Suhu 25 Maupun 37 0C

Dari gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa gliserol telah terkonversi atau proses fermentasi berlangsung sempurna. Pada penelitian fermentasi gliserol yang dilakukan oleh Ito,dkk (2005) dengan menggunakan bakteri Enterobacter aeogenes didapatkan gliserol habis terkonversi saat waktu fermentasi 12 jam [40].

Fermentasi gliserol tidak hanya terkonversi menjadi 1,3-Propanadiol saja, tetapi terbentuk juga senyawa lain seperti etanol, asam asetat, dan sebagainya. Perhitungan kadar 1,3-Propanadiol yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan Analisa GC (Gas Chromatography).

Pada penelitian ini dilakukan Analisa Kromatografi Gas untuk hasil fermentasi gliserol dan larutan standar 1,3-propanadiol dengan kemurnian 98%, menggunakan alat dan kondisi yang sama. Dari Analisa Kromatografi Gas terhadap larutan standar 1,3-propanadiol kemurnian 98% ini akan didapatkan retention time untuk mengetahui dimana senyawa tersebut berada, sehingga dapat

(48)

Gambar 4.7 Hasil Analisa GC untuk 1,3-Propanadiol Standar

Pada gambar 4.7 diatas menunjukkan bahwa 1,3-Propanadiol berada pada rentang waktu 2,885; 4,846; 32,028; dan 32,308 menit. Dengan rentang waktu tersebut, maka dapat dijadikan tolak ukur untuk menetapkan keberadaan 1,3-Propanadiol dari hasil fermentasi gliserol yang didapatkan.

4.3.2 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Konsentrasi 1,3-Propanadiol Terbentuk

(49)

Gambar 4.8 Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Konsentrasi

1,3-Propanadiol

Dari grafik diatas dapat dilihat pada waktu fermentasi 1 hari didapatkan konsentrasi 1,3-Propanadiol sebesar 6,196 mol/ml. Kemudian menurun pada waktu fermentasi 2 hari dengan konsentrasi 1,3-Propanadiol yang terbentuk sebesar 4,357 mol/ml. Lalu pada waktu fermentasi 3 hari konsentrasi 1,3-Propanadiol semakin menurun menjadi 3,813 mol/ml. Gliserol tidak ditemukan lagi pada waktu fermentasi 1 hari, 2 hari, dan 3 hari karena telah terkonversi sempurna.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah waktu fermentasi, dimana waktu fermentasi tergantung pada beberapa hal yaitu jumlah mikroorganisme yang digunakan, kondisi dan komposisi media, dan sebagainya [41]. Semakin bertambahnya waktu fermentasi, maka bakteri terus bertumbuh dan berkembang biak sehingga produksi enzim dari bakteri serta produk yang dihasilkan terus meningkat [42].

Pada analisa Kromatografi Gas, keberadaan senyawa 1,3-Propanadiol dari hasil fermentasi gliserol didapatkan pada saat retention time 4,906. Fermentasi gliserol tidak hanya menghasilkan senyawa 1,3-Propanadiol saja, tetapi juga menghasilkan senyawa-senyawa lain yaitu asam laktat, 3-hidroksipropionaldehid, asam butirat, dan 2,3-butanadiol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kosentrasi 1,3-Propanadiol yang tinggi terbentuk pada fermentasi gliserol dengan

(50)

waktu fermentasi 1 hari. Hal ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 1,3-Propanadiol yang didapatkan berbanding terbalik dengan semakin bertambahnya waktu fermentasi. Senyawa 1,3-Propanadiol yang telah terbentuk dapat terkonversi kembali menjadi senyawa lain, seperti etanol, 1,2-Propanadiol, asam suksinat, dan sebagainya [43]. Penurunan konsentrasi 1,3-Propanadiol dari waktu fermentasi 1 hari ke 2 hari hingga 3 hari dapat disebabkan senyawa 1,3-Propanadiol yang terbentuk dikonversi kembali oleh Enterobacter Aerogenes menjadi senyawa asam laktat, 3-hidroksipropionaldehid, asam butirat, dan 2,3-butanadiol.

Nwachukwu, dkk (2013) dalam penelitiannya memperoleh 1,3-Propanadiol deng konsentrasi tinggi pada saat waktu fermentasi 96 jam atau 4 hari dengan menggunakan jenis bakteri yang berbeda, yaitu bakteri mutagenik Enterobacter aerogenes SO12 [44]. Siregar (2008) dalam penelitiannya menggunakan bakteri

Enterobacter aerogenes memperoleh 1,3-Propanadiol dengan konsentrasi tinggi

dengan waktu fermentasi 20 jam [20].

4.3.3 Pengaruh Rasio Inokulum : Substrat Terhadap Konsentrasi 1,3-Propanadiol Terbentuk

Hubungan rasio inokulum : substrat terhadap konsentrasi 1,3-Propanadiol yang terbentuk disajikan pada gambar 4.9 berikut ini. Fermentasi dilakukan pada kondisi suhu fermentasi 37 °C dan waktu fermentasi 3 hari.

(51)

Dari grafik diatas dapat dilihat pada saat rasio inokulum : substrat sebesar 0,05, konsentrasi 1,3-Propanadiol yang terbentuk adalah 4,003 mol/ml. Pada saat rasio inokulum : substrat sebesar 0,07, konsentrasi 1,3-Propanadiol meningkat menjadi 4,251 mol/ml. Kemudian pada rasio inokulum : substrat sebesar 0,1, konsentrasi 1,3-Propanadiol mengalami penurunan menjadi 3,813 mol/ml.

Jumlah inokulum yang sedikit dapat mengurangi pembentukan produk yang diinginkan, sedangkan jumlah inokulum yang terlalu tinggi juga dapat mengarah ke pembentukan produk yang rendah [45]. Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi 1,3-Propanadiol yang terbentuk mengalami fluktuasi seiring meningkatnya rasio inokulum : substrat. Konsentrasi 1,3-Propanadiol yang cukup tinggi terbentuk pada rasio inokulum : substrat sebesar 0,07. Senyawa 1,3-Propanadiol yang telah terbentuk dapat terkonversi kembali menjadi senyawa lain, seperti etanol, 1,2-Propanadiol, asam suksinat, dan sebagainya [43]. Penurunan konsentrasi 1,3-Propanadiol dari rasio inokulum : substrat sebesar 0,07 hingga 0,1 dapat disebabkan senyawa 1,3-Propanadiol yang terbentuk dikonversi kembali oleh Enterobacter Aerogenes menjadi senyawa asam laktat, 3-hidroksipropionaldehid, asam butirat, dan 2,3-butanadiol.

4.3.4 Pengaruh Suhu Fermentasi Terhadap Konsentrasi 1,3-Propanadiol Terbentuk

(52)

Gambar 4.10 Hubungan Suhu Fermentasi terhadap Konsentrasi

1,3-Propanadiol

Dari grafik diatas dapat dilihat saat fermentasi berlangsung pada suhu 25 ºC, konsentrasi 1,3-Propanadiol yang terbentuk sebesar 6,433 mol/ml. Ketika fermentasi berlangsung pada suhu 37 ºC konsentrasi 1,3-Propanadiol menurun menjadi 2,893 mol/ml.

Kebanyakan bakteri hanya bisa tumbuh pada interval suhu yang terbatas [46]. Suhu sangat memengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia, kecepatan sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim [47]. Setiap bakteri mempunyai suhu optimum, maksimum dan minimum untuk pertumbuhannya. Jika suhu lingkungan lebih kecil dari suhu minimum atau lebih besar dari suhu maksimum pertumbuhannya maka aktivitas enzim akan terhenti bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim [48]. Enterobacter aerogenes dapat ditemukan di tanah, air, tumbuhan dan hewan. Suhu untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 25-37 ºC [49].

Dalam penelitian ini konsentrasi 1,3-Propanadiol yang tinggi diperoleh pada saat suhu fermentasi 25 ºC. Hal ini menunjukkan kerja bakteri Enterobacter aerogenes untuk menghasilkan 1,3-Propanadiol dari fermentasi gliserol lebih

optimal pada kondisi suhu 25 ℃. Barbirato, dkk (1996) dalam penelitiannya untuk menghasilkan 1,3-Propanadiol dari fermentasi gliserol, melakukan variasi suhu fermentasi yaitu 30 dan 37 ºC pada kondisi pH dan waktu fermentasi yang sama

(53)

dengan menggunakan bakteri mutagen dari kelompok Enterobacteriaceae, dan memperoleh konsentrasi 1,3-Propanadiol tertinggi pada saat fermentasi berlangsung pada suhu 30 ºC [50]. Perbedaan suhu yang didapatkan ini dikarenakan kondisi perlakuan fermentasi dan bahan baku serta jenis bakteri yang digunakan oleh peneliti telah berbeda.

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pembuatan 1,3-Propanadiol dari fermentasi gliserol dengan bantuan bakteri Enterobacter aerogenes, dapat diambil kesimpulan antara lain :

1. Pada penelitian ini digunakan crude gliserol hasil samping pabrik biodiesel yang telah dimurnikan dan menghasilkan kadar gliserol sebesar 83,2572 %.

2. Fermentasi gliserol dengan waktu fermentasi 1 hari memberikan hasil 1,3-Propanadiol yang tinggi dengan konsentrasi sebesar 6,196 mol/ml, pada kondisi suhu fermentasi 37 ℃ dan rasio inokulum : substrat sebesar 0,1. 3. Suhu fermentasi 25 °C memberikan hasil 1,3-Propanadiol yang tinggi

dengan konsentrasi sebesar 6,433 mol/ml, pada kondisi waktu fermentasi 3 hari dan rasio inokulum : substrat sebesar 0,1.

4. Rasio inokulum : substrat sebesar 0,07 memberikan hasil 1,3-Propanadiol yang tinggi dengan konsentrasi sebesar 4,251 mol/ml, pada kondisi suhu fermentasi 37 ℃ dan waktu fermentasi 3 hari.

5. Bakteri Enterobacter aerogenes layak untuk digunakan dalam proses fermentasi gliserol hasil samping pabrik biodiesel menjadi 1,3-Propanadiol.

5.2 SARAN

Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan :

1. Perlunya dilakukan variasi waktu fermentasi dibawah 24 jam (1 hari), misalnya 6 jam, 12 jam, dan 18 jam, agar dapat dibandingkan hasil 1,3-Propanadiol yang didapatkan.

(55)
(56)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GLISEROL

Gliserol pertama kali ditemukan oleh Scheele pada tahun 1779, dengan memanaskan campuran minyak zaitun (olive oil) dan litharge, kemudian membilasnya dengan air [5]. Bilasan dengan air tersebut, menghasilkan suatu larutan berasa manis, yang disebutnya sebagai “the sweet principle of fats”. Sejak 1784, Scheele membuktikan bahwa gliserol dapat diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewan seperti lard dan butter. Hasil temuan Scheele ini diberi nama oleh Chevreul pada tahun 1811 dengan sebutan gliserin, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu glyceros, yang berarti manis [5]. Kemudian Chevreul mendapatkan paten untuk pertama kalinya pada tahun 1823 atas manufaktur gliserin, yang kemudian berkembang menjadi industri lemak dan sabun. Formulasi gliserol berhasil ditemukan oleh Pelouze tahun 1836, dan Berthelot dan Luce pada tahun 1883 mempublikasikan rumus struktur dari gliserol [5].

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida. Molekul gliserol mengandung gugus alkohol primer dan alkohol sekunder yang dapat mengalami reaksi oksidasi. Pada umumnya gugus alkohol sekunder lebih suka dioksidasi daripada gugus alkohol primer, sehingga apabila gliserol dioksidasi maka mula-mula akan terbentuk aldehida dan pada oksidasi selanjutnya akan membentuk asam karboksilat seperti asam gliserat atau asam tartronat [6].

(57)

Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Gliserol [7]

Sifat Fisika Sifat Kimia

Memiliki Bobot molekul 92,09382

g/mol

Memiliki rumus kimia C3H8O3

Memiliki Densitas 1,261 g/cm3 Larut dalam air dan tidak larut dalam

eter

Memiliki Titik leleh 18 °C Merupakan senyawa higroskopis

Memiliki Titik didih 290 °C Tidak stabil pada suhu kamar

Memiliki Viskositas 1499 cP

Memiliki Panas spesifik 0,5795 kal/ g

Gliserol bisa didapatkan dari hasil olahan industri lain, seperti industri sabun dan minyak kelapa sawit (CPO). Gliserol yang berasal dari industri sabun merupakan produk samping yang disebut spent lye soap. Industri pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) atau disebut juga industri oleochemical tidak hanya menghasilkan crudgliserol, tapi juga menghasilkan asam oleat dalam prosesnya. Di negara tertentu, gliserol dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan menggunakan metode berikut :

a. Penyabunan minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk sabun dan larutan alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung 4 – 20 % gliserol dan juga diketahui sebagai sweetwater atau gliserin.

b. Splitting atau hidrolisis dari minyak inti sawit pada tekanan dan temperatur yang tinggi untuk menghasilkan asam lemak dan sweetwater. Sweetwater ini mengandung 10 – 20 % gliserol.

c. Transesterifikasi dari minyak dengan metanol dan katalis untuk menghasilkan metil ester atau biodiesel. Konsentrasi gliserol lebih tinggi ketika tidak terdapat air didalam proses berlangsung [5].

Crude Gliserol yang terbentuk dari reaksi transesterifikasi pada produksi

biodiesel mengandung lebih banyak pengotor dibandingkan dengan proses splitting dan penyabunan, dikarenakan adanya kehadiran reaktan yang tidak

(58)

% w/w). Terdapat juga pengotor-pengotor lain seperti abu, logam-logam berat dan lignin, walupun dalam jumlah yang sedikit. Adanya penggunaan katalis jenis alkali didalam proses transesterifikasi, menyebabakan crude gliserol yang dihasilkan memiliki kandungan pH diatas 8 [8].

Pada keanekaragaman industri kimia khususnya, gliserol adalah salah satu bahan yang penting di dalam industri. Gliserol adalah bahan yang dibutuhkan pada berbagai industri, misalnya: obat-obatan, bahan makanan, kosmetik, pasta gigi, industri kimia, larutan anti beku, dan tinta printer. Di samping itu gliserol berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan [5].

2.2 PURIFIKASI GLISEROL

Gliserol merupakan salah satu hasil samping produksi biodiesel yang mempunyai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hasil samping lainnya. Jumlah gliserol yang dihasilkan dari setiap produksi biodiesel kurang lebih 10 % dari total produksi biodiesel. Selama ini gliserol hasil samping produksi biodiesel masih bernilai ekonomis rendah, karena kemurniannya masih belum memenuhi standar. Gliserol hasil samping produksi biodiesel belum dapat dimanfaatkan, baik dalam bidang farmasi maupun makanan sebagaimana lazimnya gliserol paling banyak digunakan. Pachauri dan He pada tahun 2006 melaporkan berbagai penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi beberapa produk turunan seperti 1-3 propanadiol, 1-2 propanadiol, dihidroksiaseton, asam suksinat, hidrogen, poligliserol, poliester dan polihidroksialkonat. Oleh karena itu proses pemurnian gliserol harus dilakukan untuk meningkatkan derajat kemurnian gliserol sebelum digunakan [9]

Tabel 2.2 Karakteristik dari Gliserol Kasar dan Gliserol yang Dimurnikan dari Residu Gliserol Hasil Samping Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawir serta Gliserol Komersial oleh Mokhtar pada tahun 2001[10]

Parameter Crude Gliserol Gliserol Yang Dimurnikan

(59)

Kadar Air (%) 1,5-6,5 0,11-0,80 0,14-0,29

Kadar Abu (%) 1,5-2,5 0,054 <0,02

Kadar Sabun (%) 3-5 0,56 -

Keasaman 0,7-1,3 0,10-0,16 0,04-0,07

Klorida - 1 ppm 0,6-9,5 ppm

Warna Gelap 34-35 1,8-`0,3

Pemurnian gliserol dilakukan oleh Yong et al pada tahun 2001 yang diperoleh dari industri metil ester minyak inti sawit melalui proses destilasi sederhana pada suhu 120℃ – 126℃, tekanan 4.0 x 10-1 - 4.0 x 10-2mbar dan kemudian didinginkan pada suhu 8℃. Proses pemurnian ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4% menjadi 96,6%. Adanya penggunaan panas pada proses destilasi metode tersebut menyebabkan meningkatnya biaya pemurnian gliserol yang tidak sebanding dengan nilai ekonomi yang diperoleh. Proses peningkatan kemurnian gliserol yang lebih sederhana dan relatif lebih murah dilakukan oleh Farobie pada tahun 2009 dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan sejumlah asam fosfat sampai terbentuk endapan garam kalium fosfat. Tujuan utama proses ini adalah untuk menetralkan sisa katalis basa dengan asam fosfat. Proses ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50% menjadi 80%. Proses ini juga menghasilkan produk samping berupa garam kalium fosfat yang dapat digunakan sebagai pupuk. Selain garam kalium fosfat, produk lain yang dihasilkan pada saat pemurnian gliserol dengan menggunakan metode ini adalah asam lemak [9].

(60)

pengotor lain yang masih terdapat dalam gliserol maka digunakan karbon aktif sebagai adsorben. Pemilihan karbon sebagai adsorben disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorbsi yang cukup tinggi. Selain itu dari segi ekonomi harganya juga lebih murah dibandingkan dengan adsorben lain dan mudah di dapat. Akan tetapi, pemakaian karbon aktif yang terlalu banyak dan waktu adsorbsi yang terlalu lama menyebabkan kadar gliserol turun. Aziz dalam penelitiannya pada tahun 2008 mengenai pemurnian gliserol hasil samping biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas mendapatkan kondisi optimum pemurnian terjadi pada saat konsentrasi karbon aktif 5% dan waktu adsorbsi 24 jam, dimana kadar gliserol ditingkatkan dari 32,23% menjadi 76,43% [11].

Penambahan karbon aktif secara langsung kedalam gliserol kotor menyebabkan sebagian besar gliserol menempel pada karbon aktif karena viskositas gliserol cukup tinggi. Untuk itu sebelum karbon aktif ditambahkan, gliserol kotor diencerkan dulu dengan penambahan air sehingga memudahkan proses adsorbsi. Penambahan air ini membawa dampak terhadap kadar gliserol yang dihasilkan. Kadarnya menjadi turun. Untuk menarik air dari gliserol maka dilakukan proses penguapan [11].

2.3 FERMENTASI GLISEROL

Fermentasi adalah sebuah proses yang menyebabkan perubahan kimiawi pada suatu senyawa organik kompleks melalui pengaruh bebeapa enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Proses fermentasi jauh lebih efektif, lebih mudah, dan lebih murah dibandingkan dengan proses-proses konvensional lainnya yang berbahan kimia [12]

(61)

jenis substrat, macam mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Menurut Judoamidjojo, menyatakan bahwa beberapa langkah utama yang diperlukan dalam melakukan suatu proses fermentasi diantaranya:

a. Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan. b. Seleksi media sesuai dengan tujuan.

c. Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba yang tidak dikehendaki [13].

Fermentasi mikroba dapat dilakukan baik secaa homofermentatif menghasilkan produk tunggal utama dan heterofermentativ menghasilkan berbagai macam produk. Secara paradoks, industri fermentasi biasanya menggunakan prinsip aerobik atau anaerobik dalam prosesnya. Tetapi industri fermentasi, dengan menggunakan konsep teknik kimia di dalamnya, menjelaskan proses operasi yang memanfaatkan perubahan kimia yang diinduksi oleh organisme atau enzim yang memproduksi produk tertentu. Produk-produk fermentasi dapat meliputi :

a. Produk makanan : dari susu (yogurt, kefir, keju), buah-buahan (anggur), sayur-sayuran (soy sauce), daging.

b. Industri kimia (pelarut : aseton, butanol, etanol ; enzim ; asam amino) c. Bahan kimia khusus (vitmamin, pharmaceuticals) [14].

Kehadiran crude gliserol sebagai hasil samping dari pembuatan biodiesel dapat menjadi suatu masalah bagi lingkungan sekitar. Salah satu aplikasi yang paling menjanjikan dan memungkinkan dalam pemanfaatan crude gliserol menjadi lebih berguna adalah biokonversi gliserol menjadi suatu produk atau senyawa yang lebih bernilai melalui fermentasi mikroba. Kegunaannya sebagai sumber energi dan karbon sangat berguna bagi pertumbuhan mikroba dalam suatu industri mikrobiologi. Beberapa jumlah mikroorganisme yang dapat tumbuh secara anaerobik dengan kehadiran gliserol sebagai sumber energi dan karbon adalah Citrobacter freundii, Kllebsiella pneumoniae, Clostridium pasteurianum, Clostridium butyricum, Enterobacter agglomerans, Enterobacter aerogenes, dan

(62)

kimia yang bernilai, seperti 1,3-Propanadiol, dihidroksiaseton, etanol, suksinat, dan lain sebagainya [15].

2.4 INOKULASI BAKTERI

Inokulasi adalah teknik pemindahan mikroba dari satu media ke media lainnya secara subkultur. Bentuk subkultur ada yang menggunakan kaldu sebagai media dan agar miring, tegak, atau lapisan. Inokulasi merupakan teknik yang penting dan banyak digunakan dalam penyiapan dan pemeliharaan kultur stok dan prosedur pengujian mikroba. Pemindahan mikroba dilakukan dengan menggunakan kawat ose dan jarum. Pemindahan mikroba secara steril juga dilakukan dengan menggunakan pipet. Pipet berperan sebagai sedotan yang mengangkat cairan. Alat ini terbuat dari plastik. Pipet disterilisasi dengan cara memasukkan semuanya ke canister atau masing-masing dibungkus kertas coklat dan disterilisasi dalam otoklaf (autoclave) atau oven pengering panas. Untuk tumbuh dan berkembang, mikroba membutuhkan suplai nutrisi yang memadai dan lingkungan pertumbuhan yang sesuai. Suplai nutrisi diberikan dalam bentuk media kultur yang mengandung senyawa sederhana. Media kultur dapat berbentuk cair, semi padat, dan padat. Media kultur berwujud cair tidak mengandung agar sebagai pengental dan biasa disebut medium kaldu (broth medium). Penambahan agar menjadikan medium berbentuk semi padat dan padat [16].

Media merupakan kumpulan zat organik maupun anorganik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba dengan syarat-syarat tertentu. Bahan-bahan dalam medium harus mencakupi kebutuhan elemen yang akan dipergunakan biomassa sel dan produksi metabolik, juga harus cukup memberi energi untuk biosintesa dan memeliharaan selama proses. Berbagai analisis dilaboratorium mikrobiologi memerlukan media untuk tujuan pembiakan, isolasi, identifikasi, diferensiasi, dan transport mikroba [17].

(63)

Dalam proses perkembangbiakan bakteri, media cair tidak hanya dibuat dengan menambahkan Nutrien Broth kedalam air, akan tetapi juga ditambahkan sumber makanan bagi bakteri. Nutrien Broth berupa ekstrak sapi, pepton, margarin, glukosa yang mana akan dilarutkan dengan 1 liter air [19]. Makanan tambahan dalam pembiakan bakteri berupa FeCl3.6H2O, CaCl2.H2O,

CuSO4.5H2O, MnSO4.4 H2O, ZnSO4.7H2O, (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, Na2SO4,

dan KH2PO4 [20]. Persiapan media cair disterilkan terlebih dahulu sebelum kultur

bakteri dimasukkan ke dalam media. Kultur bakteri yang berupa agar, diambil dengan kawat ose yang telah disterilkan di atas api. Kultur dimasukkan ke dalam media cair yang kemudian diinkubasi di dalam inkubator pada suhu 37 0C selama 2 hari [20].

2.5 ENTEROBACTER AEROGENES

Enterobacter aerogenes (E. aerogenes) termasuk dalam kelas

Enterobacteriaceae yang merupakan bakteri anaerob fakultatif yang mampu

menghasilkan H2. Bakteri ini memiliki ciri-ciri berbentuk batang dengan lebar

0,6-1,0 μm dan panjang 1,2-3,0 μm, gram negatif, menghasilkan koloni dengan bentuk smooth, berflagela, motilitas (dapat bergerak), dan suhu pertumbuhan optimum 37 0C. Bakteri tersebut menghasilkan H2 melalui proses metabolisme

secara fermentatif yang diawali glikolisis [21]

(64)

2.6 SINTESIS 1,3-PROPANADIOL

1,3-Propanadiol (CH2(CH2OH)2) adalah suatu tipe produk yang dihasilkan

dari fermentasi glukosa, yang merupakan salah satu bahan baku menarik dalam industri kimiawi karena penggunaannya yang luas pada berbagai bidang yang berbeda [23]. 1,3-Propanadiol mempunyai bobot massa 76,09 g × mol -1, titik didih 210-212℃ dan titik lelehnya -28℃ [24]. 1,3-Propanadiol adalah senyawa glikol linear alifatik dengan dua gugus fungsional, yang mana dapat disintesis oleh metode kimiawi dan bioteknologi. Secara bioteknologi gliserol dapat dikonversi menjadi 1,3-Propanadiol oleh beberapa mikroorganisme. Sintesis secara bioteknologi lebih menarik dibandingkan dengan sintesis kimiawi seperti proses secara biologi relatif lebih mudah dan tidak menghasilakan produk samping yang beracun. Sedangkan sintesis secara kimiawi memerlukan temperatur yang tinggi, tekanan yang tinggi, dan katalis yang mahal. Terlebih lagi, proses secara mikroba menggunakan gliserol sebagai substrat yang mana relatif lebih murah, ramah lingkungan dan banyak tersedia [25].

Penggunaan mikroorganisme alam untuk menghasilkan 1,3-Propanadiol banyak diaplikasikan dengan menggunakan bakteri. Para penghasil alami dari 1,3-propanadiol berasal dari genus Klebsiella (Hijauan dan Foster, 1982; Menzel et al, 1997; Barbirato et al, 1998; Biebl et al, 1998; Huang et al, 2002; Nemeth dkk, 2003; Yang et al, 2007), Clostridia (Forsberg, 1987; Biebl et al, 1992; Dabrock et al, 1992; Abbad-Andaloussi et al, 1996; Luers et al, 1997 ; Barbirato et al, 1998; Himmi et al, 1999; Colin et al, 2001; Malaoui dan Marczak, 2001; Raynaud et al, 2003), Citrobacter (Homann et al, 1990; Boenigk et al, 1993; Pflugmacher dan Gottschalk, 1994, Daniel et al, 1995; Barbirato et al, 1998; Seifert et al, 2001), Enterobacter (Barbirato et al, 1995; Barbirato et al, 1996; Barbirato dan Bories,

1997; Barbirato et al, 1998; Zhu et al, 2002) dan Lactobacilli (Schutz dan Radler, 1984) [4].

(65)

hidroksipropionaldehid direduksi menjadi 1,3-propanadiol oleh propanadiol dehidrogenase.

Gambar 2.2 Biokonversi Gliserol menjadi 1,3 Propanadiol [26]

Gambar 2.3 Perombakan Gliserol menjadi 1,3-Propanadiol [26]

Produksi 1,3-Propanadiol dari gliserol secara umum berlangsung dalam kondisi anaerobik dimana gliserol berperan sebagai sumber karbon dan energi dalam ketidakhadirannya aseptor eksogen lain yang setara. Tetapi beberapa diantaranya juga dapat memproduksi 1,3-Propanadiol dalam kondisi fakultatif-anaerobik [24].

(66)

yaitu sebagai blok pembangun dalam reaksi kimia, selain itu 1,3-Propanadiol dapat digunakan sebagai pendingin atau anti beku untuk motor dan sel bahan bakar atau untuk meningkatkan sifat dari pelarut, pelumas, laminasi dan perekat. Karena potensi nya yang rendah dalam iritasi kulit membuat 1,3-Propanadiol menarik digunakan untuk aplikasi dalam kosmetik, yang dapat berguna sebagai humektan atau emolien [27].

2.7 SEPARASI HASIL FERMENTASI

Produksi 1,3-Propanadiol dari gliserol dilakukan dengan proses biologi dari konversi gliserol menjadi 1,3-Propanadiol dengan menggunakan berbagai jenis mikroorganisme. Disamping 1,3-Propanadiol yang dihasilkan, beberapa alkohol, asam-asam, dan senyawa-senyawa lainnya juga dihasilkan, dan pemisahan 1,3-Propanadiol dari senyawa-senyawa tersebut dari proses fermentasi menjadi suatu tantangan besar. Beberapa metode pemisahan atau separasi yang telah digunakan dalam pemisahan 1,3-Propanadiol dari senyawa-senyawa lainnya dari proses fermentasi adalah distilasi, ektraksi cair, dan ekstraksi reaktif, dan preevaporasi [28].

Perbedaan titik didih yang cukup tinggi dari senyawa-senyawa hasil fermentasi, mengakibatkan pemisahan dapat dilakukan dengan metode distilasi.

(67)

Asam Suksinat HO2CCH2CH2CO2H 118,09 235

Gliserol HOCH2CH(OH)CH2OH 92,11 290

Secara garis besar, distilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya. Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen komponennya cukup dapat menguap [29].

Berdasarkan tekanan operasi yang digunakan, distilasi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu distilasi atmosferik, distilasi vakum, dan distilasi tekanan tinggi (lebih dari 1 atm). Distilasi atmosfer adalah proses pemisahan dua komponen berdasarkan perbedaan titik didihnya pada tekanan atmosfer [30]. Teknik pemisahan kimia yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan destilasi atmosfer ini untuk memperoleh senyawa murni. Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik didih masing-masing [31].

Distilasi pada tekanan vakum dan atmosfer ini selain dapat menurunkan titik didih bahan dapat juga bertujuan untuk menghindari kerusakan komponen pada proses pemisahan [30].

2.8 KROMATOGRAFI GAS (GAS CHROMATOGRAPHY)

(68)

kromatografi gas, yang merupakan metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada zaman instrumen dan elektronika. Kromatografi gas metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran yang sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Metode ini sangat baik untuk analisis senyawa organik yang mudah menguap seperti hidrokarbon dan eter [32].

Kromatografi Gas adalah proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak yang melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang diam. Fase gerak dan fase diam dari Kromatografi Gas yaitu :

a. Fase gerak adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak.

b. Fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya [32].

2.8.1 Bagian-Bagian Alat Kromatografi Gas 2.8.1.1 Fase Mobil (Gas Pembawa)

Fasa mobil (gas pembawa) dipasok dari tanki melalui pengaturan pengurangan tekanan. Kemudian membawa cuplikan langsung ke dalam kolom. Jika hal ini terjadi, cuplikan tidak menyebar sebelum proses pemisahan. Cara ini cocok untuk cuplikan yang mudah menyerap. Gas pembawa ini harus bersifat inert dan harus sangat murni. Seringkali gas pembawa ini harus disaring untuk menahan debu, uap air, dan oksigen. Gas sering digunakan adalah N2, H2 He dan

Ar [32].

2.8.1.2 Sistem Injeksi Sampel

Gambar

Gambar L1.2 Hasil Kromatografi GC Gliserol Murni
Tabel L2.1 Hasil Titrasi Sampel Hasil Fermentasi
Tabel L2.2 Hasil Perhitungan Konsentrasi 1,3-Propanadiol dari Fermentasi
Gambar L3.11 Hasil Titrasi Penentuan Kadar Gliserol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.. Siswa berikutnya juga ikut

Rahayu, Fia Nur. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Saparan di Dukuh Warak Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti Salatiga Tahun 2017. Jurusan Pendidikan

Penelitian dilaksanakan di Perairan Sengigi yang merupakan tempat kegiatan wisata bahari, terutama olah raga Voli pantai dan tempat menikmati keindahan

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bank Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D

Aplikasi Teknologi Pendidikan Bersama Pendidik Profesional: Suatu Strategi Inovatif Peningkatan 3..

merupakan ciri modus concrete experiencing , dan kutub comprehension atau “pemahaman” terhadap pengalaman dalam arti bahwa kesan yang diperoleh telah dianalisis dan/atau

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2014 Nomor 17);.. KESATU : Membentuk Tim Koordinasi Kegiatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan di Tinjau dari Aspek Keuangan PT Pos Indonesia (Persero)