• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOSINTESIS 1,3-PROPANADIOL DARI GLISEROL (HASIL SAMPING BIODIESEL) OLEH BAKTERI Enterobacter aerogenes YUSRAINI DIAN INAYATI SIREGAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BIOSINTESIS 1,3-PROPANADIOL DARI GLISEROL (HASIL SAMPING BIODIESEL) OLEH BAKTERI Enterobacter aerogenes YUSRAINI DIAN INAYATI SIREGAR"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

BIOSINTESIS 1,3-PROPANADIOL DARI GLISEROL (HASIL SAMPING BIODIESEL) OLEH

BAKTERI Enterobacter aerogenes

YUSRAINI DIAN INAYATI SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “Biosintesis 1,3- Propanadiol dari Gliserol (Hasil samping Biodiesel) oleh Bakteri Enterobacter aerogenes” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2008

Yusraini Dian Inayati Siregar

(3)

ABSTRACT

YUSRAINI DIAN INAYATI SIREGAR. 1,3-Propanediol Biosynthesis from Glycerol (By Product of Biodiesel) by Enterobacter aerogenes Bacteria Under the supervision of TUN TEDJA IRAWADI and MAHYUDIN ABDUL RACHMAN.

The research is aimed to produce 1,3-propanediol chemistry through glycerol fermentation which is a by-product of biodiesel formed by mutan bacteria of AD-H43 Enterobacter aerogenes then compared the 1,3-propanediol concentration methods employing simple with vacum distillation. The researches have been performed at Bioindustry Technology Laboratory BPPT, Puspiptek Serpong, Tangerang and Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta for 6 months (July to December 2007).

The research was initiated by determining the used bacteria and it was proven that the mutant of AD-H43 Enterobacter aerogenes produced 1,3- propanediol (31,13%) which were higher than AY-2 Enterobacter aerogenes (26,06%). Biodiesel waste as a substrate glycerol was purified to reach 17,5 g/1 concentration. The fermentation was started from vial bottle of 50 ml, 35 ml preculture, 350 ml preculture through 3500 ml main culture. The fermentation was carried out in 6 litre of fermentor (T=37 oC and pH 6,8) for 20 hours. The bacteria growth (OD=680 nm and pH) were regularly observed every 4 hours. The fermentation product was then centrifugated and its filtrate was separated by two methods namely distillation (T=105 oC, 190 oC) and vacuum distiltion (T= 40 oC) using rotary evaporator. Afterward, the separation process when applying the two methods was analyzed by implementing Gas Chromatograph and Mass Spectrometer (GC-MS)

The analysis result of GC-MS showed that the content of 1,3-propanediol produced before separation was 0,067 g/1 with 0,093 mol/mol glycerol production rendement. After having separation process with distillation, 1,3-propanediol had increased up to 0,79 g/1 with 11 fold intensification of concentration efficiency.

The 1,3-propanediol concentration applying vacuum distillation by using rotary evaporator had increased up to 1,1 g/1 with concentration intensification efficiency at 16 fold.

Keyword: 1,3-propanediol, Enterobacter aerogenes, glycerol, biodiesel, distillation

(4)

RINGKASAN

YUSRAINI DIAN INAYATI SIREGAR. Biosintesis 1,3-Propanadiol dari Gliserol (Hasil samping Biodiesel) oleh Bakteri Enterobacter aerogenes.

Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI dan MAHYUDIN ABDUL RACHMAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan senyawa 1,3-propanadiol melalui fermentasi gliserol sebagai hasil samping produksi biodiesel oleh bakteri mutan Enterobacter aerogenes AD-H43 dan membandingkan dua metode separasi (distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum) 1,3-propanadiol dari broth fermentasi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri BPPT, Puspiptek Serpong, Tangerang dan Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 6 bulan (Juli-Desember 2007).

Penelitian diawali dengan penentuan bakteri yang digunakan dan terbukti bahwa mutan Enterobacter aerogenes AD-H43 memproduksi 1,3-propanadiol yang lebih tinggi (31,13%) dibandingkan dengan Enterobacter aerogenes AY-2 (26,06%). Limbah biodiesel sebagai substrat gliserol dipurifikasi dahulu sehingga konsentrasinya sebesar 17,5 g/l. Fermentasi dilakukan mulai dari pembuatan kultur kerja 50 ml, pra-pra kultur 35 ml, pra kultur 350 ml sampai kultur utama (main culture) 3500 ml. Fermentasi dilakukan pada fermentor 6 liter (T=37 oC dan pH 6,8) selama 20 jam. Pengukuran terhadap pertumbuhan bakteri (OD=680 nm dan pH) diamati setiap 4 jam. Hasil fermentasi kemudian disentrifugasi, filtratnya diseparasi dengan dua metode, yaitu distilasi pada tekanan udara normal (T=105 oC, 190 oC) dan distilasi vakum menggunakan alat rotari evaporator (T= 40 oC). Proses separasi dengan dua metode kemudian dianalisis menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS).

Analisis GC-MS menunjukkan kandungan 1,3-propanadiol hasil fermentasi sebelum separasi adalah 0,067 g/l dengan rendemen produksi sebesar 0,093 mol/mol gliserol. Setelah proses separasi dengan distilasi sederhana konsentrasi 1,3-propanadiol meningkat menjadi 0,79 g/l dengan efisiensi peningkatan konsentrasi sebesar 11 kali. Konsentrasi 1,3-propanadiol dengan distilasi vakum menggunakan alat rotari evaporator meningkat lebih tinggi yaitu menjadi 1,1 g/l dengan efisiensi peningkatan konsentrasi sebesar 16 kali.

Kata kunci : 1,3-propanadiol, Enterobacter aerogenes, gliserol, biodiesel, distilasi

(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

BIOSINTESIS 1,3-PROPANADIOL DARI GLISEROL (HASIL SAMPING BIODIESEL) OLEH

BAKTERI Enterobacter aerogenes

YUSRAINI DIAN INAYATI SIREGAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

(7)

Penguji luar komisi : Dr. Purwantiningsih Sugita

(8)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Biosintesis 1,3-Propanadiol dari Gliserol (Hasil Samping Biodiesel) oleh Bakteri Enterobacter aerogenes

Nama : Yusraini Dian Inayati Siregar

NIM : G452050021

Program Studi : Kimia

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir.Tun Tedja Irawadi, M.S. Dr. Ir. Mahyudin Abdul Rachman, M.Eng.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kimia

Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian: 19 Mei 2008 Tanggal Lulus :

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi MS sebagai Pembimbing I dan Dr. Ir. Mahyudin Abdul Rachman, M. Eng sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengetahuan dan saran selama penelitian ini berlangsung hingga tesis ini selesai. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Purwantiningsih Sugita sebagai Penguji serta kepada Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS sebagai Ketua Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana IPB.

Terima kasih penulis pada Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB) BPPT Puspiptek Serpong yang telah memberikan fasilitas alat dan bahan. Terima kasih penulis juga disampaikan kepada Ir. Trismilah, M.Si. sebagai Kepala Laboratorium Teknologi Bioindustri dan seluruh Keluarga besar Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB) yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian di LTB BPPT Puspiptek Serpong.

Ucapan terima kasih, khususnya penulis sampaikan kepada suami Adi Riyadhi dan ananda tercinta Ahmad Rayhaan Yusri serta serta ayahanda Syamsul Bahri Siregar dan Ibunda tercinta Efridawati batubara atas limpahan kasih sayangnya.

Ucapan terima kasih terakhir penulis ditujukan kepada teman-teman satu angkatan penulis dalam menempuh Sekolah Pascasarjana IPB, Upi, Lany, Nova, Dini. Dina, Khotib, Asep dan Tedi atas bantuan dan kerjasamanya.

Semoga hasil dari karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2008

Yusraini Dian Inayati Siregar

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sipirok Tapanuli Selatan Sumatera Utara pada tanggal 12 Mei 1977 dari pasangan H. Syamsul Bahri Siregar dan Efridawati Batubara.

Penulis merupakan putri keempat dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN Mekarjaya 18 Depok Timur pada tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Depok Timur, lulus pada tahun 1993 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 109 Jakarta Selatan, lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta melalui jalur PMDK dan lulus pada Agustus 2001.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi sejak tahun 2002 sampai sekarang di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menikah pada tahun 2002 dengan Adi Riyadhi dan telah dikaruniai seorang putra pada tahun 2003 yang bernama Ahmad Rayhaan Yusri.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN... 1

Latar belakang...1

Tujuan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA...4

Limbah Biodiesel... 4

Purifikasi Limbah Biodiesel...4

Gliserol...5

Sintesis 1,3-Propanadiol…………...………. 6

Enterobacter aerogenes... 8

Separasi dan Analisis Hasil Fermentasi...9

METODOLOGI PENELITIAN... 11

Waktu dan Tempat Penelitian...11

Alat dan Bahan...11

Metode Penelitian... 11

1. Purifikasi Limbah Biodiesel...11

2. Pembuatan Medium Pertumbuhan...12

3. Pembuatan Kurva Pertumbuhan... 14

4. Pembuatan Kultur ... 14

5. Uji Kadar Senyawa yang Menguap di bawah temperatur 105 oC dan 190 oC...15

6. Separasi 1,3-propanadiol hasil fermentasi dengan cara distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum...15

7. Analisis GC-MS...16

8. Analisis HPLC ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 18

Purifikasi Limbah Biodiesel……….18

Penentuan Awal Bakteri yang digunakan... 20

Kurva Pertumbuhan Bakteri Enterobacter aerogenes AD-H43... 20

Produksi 1,3-Propanadiol oleh E. aerogenes AD-H43 dalam Fermentor 3500 ml...22

Uji Kadar Senyawa yang Menguap di bawah Temperatur 105oC dan 190oC………. 25 Separasi 1,3-Propanadiol dengan Cara Distilasi pada Tekanan

(12)

Udara Normal dan Distilasi Vakum...25

KESIMPULAN... 30

SARAN...30

DAFTAR PUSTAKA...31

LAMPIRAN...34

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Reaksi transesterifikasi produksi biodiesel ………....5

2. Sintesis 1,3-propanadiol secara kimiawi...6

3. Biokonversi gliserol menjadi 1,3-propanadiol...7

4. Profil limbah biodiesel (A) Setelah purifikasi; (B) Sebelum purifikasi...18

5. Kromatogram GC-MS limbah biodiesel sebelum purifikasi…………...18

6. Kurva pertumbuhan bakteri E. aerogenes AD-H43………...22

7. Kromatogram GC-MS hasil fermentasi menggunakan bakteri E. aerogenes AD-H43 ………...23

8. Kromatogram GC-MS hasil fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi pada tekanan udara normal………... 27

9. Kromatogram GC-MS hasil fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi vakum dengan alat rotari evaporator……….. 28

10. Diagram alir penelitian………...35

11. Alat GC-MS QP2010 Shimadzu………..36

12. Alat Autoclave Iwaki ACV-2450……….…36

13. Alat High Speed Refrigerated Centrifuge Himac CR-216………...37

14. Alat Moisture analysis Ohaus MB45………...37

15. Kultur Stok 50 ml……….38

16. Pra Kultur 350 ml………...38

17. Pra Kultur 350 ml sebelum inkubasi………....38

18. Pra Kultur 350 ml setelah inkubasi………...39

19. Kultur Utama (Main culture) 3500 ml………...39

20. Hasil Separasi……….…..40

21. Kromatogram GC-MS senyawa gliserol standar sebelum purifikasi…...42

22. Kromatogram GC-MS gliserol setelah purifikasi (kualitatif)………….. 43

23. Kromatogram HPLC gliserol setelah purifikasi (kuantitatif)…………...44

24. Kromatogram GC-MS hasil fermentasi menggunakan bakteri E. aerogenes AY-2………...45

(14)

25. Kromatogram GC-MS senyawa 1,3-propanadiol standar A..………….. 46 26. Kromatogram GC-MS senyawa 1,3-propanadiol standar B …………... 47 27. Kurva pertumbuhan bakteri E. aerogenes AD-H43 ………....48 28. Jalur metabolisme E. aerogenes (Modifikasi Xi Chen et.al 2003

di dalam Nishio dan Nakashimada 2004)………... 50 29. Nomograph………...51

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Sifat fisik gliserol………..6 2. Karakteristik bakteri Enterobacter aerogenes………...8 3. Daftar sifat fisik komponen yang mungkin ada dalam broth fermentasi...9 4. Hasil analisis GC-MS limbah biodiesel sebelum purifikasi……….19 5. Senyawa yang teridentifikasi dari hasil fermentasi ………...23 6. Rendemen produksi beberapa macam bakteri dengan substrat gliserol... 24 7. Hasil uji kadar senyawa yang menguap di bawah 105 oC dan uji kadar senyawa yang menguap di bawah 190 oC ……… 25 8. Hasil analisis GC-MS hasil fermentasi setelah diseparasi dengan

distilasi pada tekanan udara normal ………...27 9. Hasil analisis GC-MS fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi vakum menggunakan alat rotari evaporator………. 28 10. Pengaruh teknik separasi terhadap konsentrasi hasil fermentasi ……… 29 11. Program pengaturan alat GC-MS………..41 12. Hasil identifikasi GC-MS Gliserol Standar………...42 13. Hasil analisis GC-MS limbah biodiesel setelah purifikasi (kualitatif)…..43 14. Hasil fermentasi menggunakan bakteri E. aerogenes AY-2 dan

senyawa-senyawa yang dihasilkan………....45 15. Hasil identifikasi GC-MS 1,3-propanadiol standar A………..46 16. Hasil identifikasi GC-MS 1,3-propanadiol standar B………..47 17. Konsentrasi 1,3-propanadiol hasil pemekatan dengan

(15)

distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum………47

18. Nilai OD dan pH dalam fermentor 3,5 liter selama 20 jam……….48

19. Nilai OD an pH jam ke-0 dan jam ke-20 dengan subtrat gliserol dan bakteri E. aerogenes AD-H43……….49

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Diagram alir penelitian... 35

2. Alat-alat yang digunakan………... 36

3. Kultur kerja... 38

4. Hasil separasi………. 40

5. Program pengaturan alat GC-MS………...41

6. Kromatogram GC-MS senyawa gliserol standar... 42

7. Kromatogram GC-MS senyawa gliserol setelah purifikasi (kualitatif).... 43

8. Kromatogram HPLC senyawa gliserol setelah purifikasi (kuantitatif)…..44

9. Kromatogram GC-MS hasil fermentasi menggunakan bakteri E. aerogenes AY-2 ………45

10 Kromatogram GC-MS senyawa 1,3-propanadiol standar A…...46

11. Kromatogram GC-MS senyawa 1,3-propanadiol standar B..…... 47

12 Penentuan kecepatan tumbuh………..48

13. Nilai OD an pH jam ke-0 dan jam ke-20 dengan subtrat gliserol dan bakteri E. aerogenes AD-H43……….49

14. Jalur metabolisme E. aerogenes... 50

15 Nomograph……… 51

16. Data base National Institute Standar and Tecnology (NIST) 27 dan 147 serta data base WILEY………..52

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri biodiesel di Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang berkembang dengan pesat, karena sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil semakin menipis, sehingga kebutuhan energi kemudian dikonversikan ke biodiesel. Keadaan ini didukung oleh pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BIOFUEL) sebagai bahan bakar lain. Produksi biodiesel meningkat secara cepat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia telah memproduksi biodiesel sebesar 110.000 kiloliter pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 200.000 kiloliter pada tahun 2007. Diperkirakan produksi biodiesel pada tahun 2010 sebesar 1,24 juta kiloliter (LPND Ristek 2007). Cameron et al. (1994) melaporkan bahwa konversi biodiesel terhadap gliserol yang dihasilkan berkisar 7% (b/b) dari produk yang dihasilkan. Selama ini gliserol hanya digunakan untuk industri kosmetik, obat-abatan dan makanan, sehingga diperlukan suatu penelitian untuk meningkatkan nilai tambah gliserol, salah satunya dengan melakukan biokonversi gliserol menjadi 1,3-propanadiol oleh mikroba. Senyawa 1,3-propanadiol yang dihasilkan antara lain dapat digunakan sebagai pengganti poliol untuk pelapis resin dan juga untuk sintesis termoplastik.

Senyawa 1,3-propanadiol disintesis komersial secara kimiawi melalui dua jalur, yaitu jalur melalui oksida etilena yang dihidroformilasi dilanjutkan dengan hidrogenasi, dan jalur hidrasi akrolein yang dilanjutkan dengan hidrogenasi (Zeng et al. 2002). Biokonversi gliserol menjadi 1,3-propanadiol oleh bakteri fermentatif seperti Klebsiella pneumonia, Clostridium butyricum, Clostridium diolis dan Clostridium acetobutyricum melibatkan dua reaksi enzimatik. Reaksi enzimatik pertama dikatalisis oleh gliserol dehidratase untuk mengkonversi gliserol menjadi 3-hidroksipropionaldehid dan air. Reaksi enzimatik kedua yaitu 3-hidroksipropionaldehid direduksi menjadi 1,3-propanadiol oleh katalis enzim 1,3-propanadiol dehidrogenase (Zeng et al. 2002).

(17)

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai fermentasi gliserol menjadi 1,3- propanadiol telah dilakukan menggunakan berbagai macam bakteri fermentatif (Citrobacter, Klebsiella dan strain Clostridia), dalam kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Deckwer et al.(1995) melaporkan bahwa gliserol dapat diubah secara mikrobial menjadi 1,3-propanadiol menggunakan C. butyricum DSM 5431 dan K. pneumonia DSM 2026 dengan hasil masing-masing 51 dan 45% (b/b).

Barbirato et al.(1996) juga melaporkan bahwa Enterobacter agglomerans dapat mengubah gliserol menjadi 1,3-propanadiol dengan hasil yang relatif sama yaitu sebesar 50% (b/b).

Proses fermentasi gliserol menjadi 1,3-propanadiol menghasilkan produk yang masih bercampur antara lain etanol, 2,3-butanadiol, asam asetat, asam suksinat dan asam formiat serta produk samping lainnya berupa sel atau biomasa, sehingga diperlukan metode untuk mengisolasi 1,3-propanadiol dari produk samping.

Penelitian mengenai pemisahan 1,3-propanadiol dari broth fermentasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain oleh Hilaly et al. (2002) mengisolasi 1,3-propanadiol dari broth fermentasi dengan resin kation (polistirena sulfonat) menggunakan metode kromatografi eksklusi dan kemurnian yang dihasilkan lebih dari 80%(v/v). Proses isolasi 1,3-propanadiol dari hasil samping fermentasi juga dilakukan oleh Baniel et al. (2006) dengan metode ekstraksi pelarut masing- masing dengan tributil fosfat, anhidrous tributil fosfat, air dan heksana dan kemurnian yang dihasilkan lebih dari 50%(b/b), sedangkan untuk menghilangkan warna dan padatan organik digunakan NaOH. Ames (2002) mengisolasi 1,3- propanadiol dari broth fermentasi dengan metode tanpa dan penambahan basa pada broth fermentasi, kemudian dievaporasi dan selajutnya didistilasi secara batch dan continous. Kemurnian yang dihasilkan sebesar 75% (b/b) untuk tanpa penambahan basa pada broth fermentasi dan sebesar 95% (b/b) dengan penambahan basa pada broth fermentasi. Berdasarkan hal- hal di atas maka dilakukan penelitian untuk membandingkan metode distilasi, masing-masing dengan distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum

Tujuan Penelitian

(18)

1. Menghasilkan senyawa 1,3-propanadiol melalui proses fermentasi gliserol (hasil samping produksi biodiesel) oleh E. aerogenes hasil mutasi.

2. Mengetahui metode separasi 1,3-propanadiol yang lebih tinggi konsentrasinya di antara cara distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Biodiesel

Hasil samping produksi biodiesel minyak nabati biasanya terdiri dari gliserol, metanol, sisa minyak, katalis basa dan asam, pelarut dan air. Gliserol diperoleh sebagai produk samping ketika minyak nabati disaponifikasi dalam proses pembuatan sabun, dan proses pembuatan metil ester atau biodiesel.

Konversi biodiesel terhadap gliserol yang dihasilkan berkisar 7-10% (b/b), di antaranya Cameron et al. (1994) sekitar 7% (b/b), Bondioli yang diacu dalam Setyaningsih et al. (2007) sekitar 10% (b/b) dan Dasari et al. (2005) yang diacu dalam Pachauri et.al (2006) sekitar 10% (b/b).

Metanol adalah salah satu reaktan dari dua reaktan utama dalam produksi biodiesel, seperti reaksi kimia biasanya, efiesiensinya tidak 100%, sehingga pada akhirnya masih ada sisa metanol yang tidak bereaksi. Sisa metanol ini dapat dipakai kembali dengan cara memanaskan limbah biodiesel sehingga metanol akan teruapkan dan dapat dipakai kembali sebagai reaktan untuk produksi biodiesel.

Katalis yang digunakan selama proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel adalah katalis basa (NaOH atau KOH), katalis asam (H2SO4, H3PO4).

Katalis ini dapat digunakan kembali setelah dilakukan proses pemisahan.

Purifikasi Gliserol (Limbah Biodiesel)

Gliserol adalah salah satu hasil samping dalam produksi biodiesel, tetapi gliserol ini masih berupa campuran dengan hasil samping biodiesel lainnya sehingga masih harus melalui beberapa tahap pemisahan. Metode yang digunakan antara lain oleh Setyaningsih et al. (2007) dengan menambahkan asam sulfat pekat dengan konsentrasi sebesar 2,5% (v/v) sehingga terbentuk garam dan air. Tahap selanjutnya yaitu dekantasi dan distilasi vakum untuk memisahkan air dan gliserol.

Prakoso et al. (2007) melaporkankan bahwa purifikasi limbah biodiesel untuk menghasilkan gliserol dilakukan dengan cara menambahkan asam fosfat untuk mengubah sabun kembali menjadi asam lemak bebas. Hal ini menyebabkan

(20)

terjadinya tiga lapisan, lapisan atas yaitu asam lemak bebas, lapisan tengah terdiri dari campuran metanol dan gliserol serta lapisan bawah terdiri dari campuran katalis dan fosfat yang berupa garam. Tahap selanjutnya yaitu mengambil lapisan tengah yaitu campuran metanol dan gliserol. Pengambilan lapisan ini menggunakan corong pemisah. Kemudian lapisan gliserol ditambahkan karbon aktif untuk penghilangan warna dan akhirnya dilakukan distilasi vakum untuk menghilangkan metanol dan air.

Suryani et al. (2007) melakukan salah satu metode purifikasi gliserol dengan cara menambahkan asam sulfat dilanjutkan dengan penambahan arang aktif, kemudian dilakukan penetralan menggunakan NaHCO3.

Purifikasi limbah biodiesel juga dilakukan Tapasvi et al. (2004) dengan menambahkan sejumlah larutan asam klorida untuk menghasilkan garam NaCl, dan dilanjutkan dengan dekantasi dan distilasi vakum.

Gliserol

Gliserol (trivial) disebut juga 1,2,3-propanatriol (IUPAC) dan nama lainnya adalah gliserin. Gliserol adalah cairan yang jernih, water-white, kental (viscous), manis dan titik lelehnya di atas temperatur ruang (Knothe et al. 2005).

Sifat fisik gliserol dapat dilihat pada Tabel 1.

Reaksi transesterifikasi produksi biodiesel dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Reaksi transesterifikasi pada produksi biodiesel

(21)

Tabel 1 Sifat fisik gliserol

Sifat fisik Satuan Nilai Titik leleh oC 18,17 Titik didih oC

0,53 kPa 1,33 kPa 13,33 kPa 101,3 kPa

14,90 166,1 222,4 290,0 Berat jenis (25 oC) Kg/l 1,2620 Tekanan penguapan Pa

50 oC 100 oC 150 oC 200 oC

0,33 526 573 6100 Tegangan permukaan 20 oC, mN/m 63,4 Viskositas 20 oC, mPa.s 1499 Panas penguapan J/mol

pada suhu:

55 oC 95 oC

88,12 76,02 Panas pelarutan KJ/mol 5,778 Panas pembentukan KJ/mol 667,8 Titik nyala oC 204

Sumber: Knothe et al. 2005

Sintesis 1,3-propanadiol

Senyawa 1,3-propanadiol disintesis komersial secara kimiawi dengan dua jalur (Gambar 2), yaitu jalur melalui oksida etilena yang dihidroformulasi dilajutkan dengan hidrogenasi yang dilakukan oleh Shell, dan jalur hidrasi akrolein yang dilanjutkan dengan hidrogenasi yang dilakukan oleh DuPont sejak 1998 (Zeng et al. 2002).

(22)

Gambar 2 Sintesis 1,3 propanadiol secara kimiawi (Zeng et al. 2002)

Sintesis pada jalur pertama menghasilkan rendemen 80%. Sintesis pada jalur kedua menghasilkan rendemen kurang dari 65% dan produk yang dihasilkan bercampur dengan 1,2-propanadiol. Kedua jalur ini sangat bergantung pada ketersediaan petroleum dan biasanya produksi dan pemurnian 1,3-propanadiol berbasis petroleum dibutuhkan usaha dan biaya yang sangat besar. Selain itu akrolein ini merupakan senyawa yang beracun terhadap manusia melalui pernafasan. Oleh karena itu perlu dikembangkan sintesis 1,3-propanadiol melalui proses biologi (Zeng et al. 2002).

Fermentasi gliserol dengan mikroba menjadi alternatif dalam sintesis 1,3- propanadiol yang selanjutnya dapat disebut sebagai biosintesis. Proses biosintesis ini perlu dikembangkan karena mudah ditangani dan biaya produksinya rendah.

Fermentasi ini melibatkan dua reaksi enzimatik (Gambar 3). Reaksi enzimatik pertama dikatalisis oleh gliserol dehidratase untuk mengkonversi gliserol menjadi 3-hidroksipropionaldehid dan air. Reaksi enzimatik kedua yaitu 3- hidroksipropionaldehid direduksi menjadi 1,3-propanadiol oleh propanadiol dehidrogenase.

Gambar 3 Biokonversi gliserol menjadi 1,3-propanadiol (Zeng et al. 2002)

Pachauri et al. (2006) merangkum beberapa penelitian terakhir mengenai penggunaan crude glycerol (hasil samping produksi biodiesel). Rangkuman ini melaporkan bahwa belum ada penelitian tentang sintesis 1,3-propanadiol secara kimiawi dengan bahan baku gliserol, penelitian-penelitian sebelumnya hanya melalui proses fermentasi dengan bahan baku gliserol atau glukosa.

Analisis biaya produksi dari sintesis 1,3-propanadiol dari gliserol oleh mikroba Citrobacter, Klebsiella dan Clostridia strains pada reaktor berukuran lebih dari 2 m3, menyimpulkan bahwa proses mikrobial lebih menguntungkan dari segi biaya daripada melalui proses kimiawi (Deckwer et al. 1995). Barbirato et al.

(23)

(1995) melaporkan bahwa gliserol dapat diubah melalui fermentasi oleh Enterobater agglomerans menjadi 1,3-propanadiol dengan hasil 0,51 mol/mol gliserol.

Inhibisi produksi gliserol dengan fermentasi juga telah dipelajari oleh beberapa peneliti, antara lain oleh Barbirato et al. (1996) melaporkan bahwa 3- hidroksipropionaldehid adalah metabolit inhibitor dalam fermentasi gliserol menjadi 1,3-propanadiol oleh spesies Enterobakterial (Klebsiella pnemoniae dan Citrobacter freundii)

Enterobacter aerogenes

E. aerogenes menghasilkan 1,3-propanadiol melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim gliserol dehidratase dan direduksi menjadi 1,3-propanadiol dengan bantuan enzim 1,3-propanadiol dehidrogenase. Karakteristik bakteri Enterobacter aerogenes dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik bakteri Enterobacter aerogenes Karakteristik

Dunia Bacteria

Filum Proteobacteria

Kelas Gamma Proteobacteria

Ordo Enterobacteriales

Famili Enterobacteriaceae

Genus Enterobacter

Spesies aerogenes

Ddinding sel bakteri gram negatif Jalur metabolisme anaerob fakultatif

Bentuk batang

Diameter 0,6-1 µm

Panjang 1,2-3,0 µm

Koloni bentuk smooth, berflagela, motilitas (dapat bergerak) Suhu pertumbuhan optimum 37 oC

Sumber: Holt et al. 1994

Ito et al. (2005) melaporkan fermentasi dengan substrat limbah biodiesel menggunakan bakteri E. aerogenes HU-101 menghasilkan 1,3-propanadiol dengan rendemen produksi bervariasi dari 0,12, 0,17, 0,2 dan 0,22 mol/mol gliserol dengan konsentrasi gliserol berurutan dari 1,70, 3,30, 10 dan 25 g/l.

(24)

Separasi dan Analisis Hasil Fermentasi

Proses fermentasi gliserol menjadi 1,3-propanadiol menghasilkan produk- produk yang masih bercampur, sehingga diperlukan metode untuk mengisolasi 1,3-propanadiol dengan produk samping lainnya, antara lain air, asam asetat, metanol dan produk samping lainnya berupa padatan organik. Metode separasi yang dipakai yaitu penambahan basa kemudian dievaporasi, distilasi dan ekstraksi pelarut, sedangkan padatan dan pengotor lainnya diambil dengan metode sentrifugasi

Perbedaan titik didih yang cukup tinggi dari senyawa-senyawa hasil fermentasi (Tabel 3), mengakibatkan pemisahan dapat dilakukan dengan metode distilasi.

Tabel 3 Daftar sifat fisik komponen yang ada dalam broth fermentasi Nama

Senyawa Rumus Kimia Berat Molekul

(g/mol) Titik Didih (oC)

Etanol CH3CH2OH 46.07 78,50

Asam formiat HCO2H 46,03 100,70

Asam asetat CH3COOH 60,05 117,90

Asam laktat CH3CH(OH)COOH 90,08 122,00

3-hidroksi

propionaldehid CHOCH2CH2OH 74,08 129,09

Asam butirat CH3CH2CHOOH 88,12 165,5

2,3-butanadiol CH3CHOHCHOHCH3 90,12 178,00- 182,50 1,3-propanadiol HOCH2CH2CH2OH 76,11 213,50 Asam suksinat HO2CCH2CH2CO2H 118,09 235,00

Gliserol HOCH2CH(OH)CH2OH 92,11 290,00

Sumber: Weast et al. 1985

Hilaly et al. (2002) mengisolasi 1,3-propanadiol dari broth fermentasi dengan resin polistirena sulfonat dan kationnya adalalah Ca2+ dengan ukuran partikel 200-350 mikron. Metode yang digunakan yaitu metode kromatografi eksklusi dan penambahan air sebagai fase gerak dengan laju alir 2,6 ml/menit.

Kemurnian yang dihasilkan lebih dari 80% (b/b).

Proses isolasi 1,3-propanadiol dari hasil samping fermentasi juga dilakukan oleh Baniel et al. (2006) dengan metode ekstraksi. Pelarut yang diggunakan adalah tributil fosfat, anhidrous tributil fosfat, air dan heksana. Metode ekstraksi pelarut

(25)

yang digunakan yaitu ekstraksi pelarut tunggal dan ganda, ekstraksi counter current serta metode pengaturan temperatur selama ekstraksi. Kemurnian yang dihasilkan oleh masing-masing metode lebih dari 50% (b/b), sedangkan untuk menghilangkan warna dan padatan organik digunakan NaOH.

(26)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama 6 bulan, mulai bulan Juli sampai Desember 2007 bertempat di Laboratorium Teknologi Bioindustri BPPT, Puspiptek Serpong, Tangerang dan Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi gas- spektrometri massa (GC-MS) Shimadzu QP2010, seperangkat alat fermentasi, rotarievaporator Heidolph Laborota 400, alat distilasi, termometer, neraca analitik Ohaus EP-214, pH-meter Mettler Toledo Delta-320, autoclave Iwaki ACV-2450 dan Webeco, waterbath Thermo Haake DC-10, inkubator statis Memmert, spektrofotometer Hitachi U-2001, alat sentrifugasi CR-216 Himac, laminar air flow Babcock-BSH, Moisture analysis MB45 Ohaus dan peralatan gelas.

Bahan yang digunakan antara lain, mikroba spesies E. aerogenes AD-H43 (Said 2007), limbah biodiesel yang berasal dari Crude Palm Oil (CPO) (Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Serpong), ekstrak khamir (Scharlau 07-079), tripton (Oxoid), KH2PO4 (Univar), K2HPO4 (Univar), Gliserol (Univar), unsur makro: (NH4)2SO4 (Merck), MgSO4.7.H2O (Merck), NH4OH (Merck), CaCl2.2H2O (Merck), Co(NO3)2.6H2O (Merck), Fe(NH4)2SO4.6H2O (Merck), unsur mikro:

Na2SeO3 (Merck), NiCl2, MnCl2.4H2O (Merck), H3BO3 (Merck), AlK(SO4)

2.12H2O (Merck), CuCl2.2H2O (Merck), Na2EDTA.2H2O (Merck), asam nikotinat (Merck), NaOH (Merck), H2SO4 (Merck), alkohol 70%, gas nitrogen dan akuades.

Metode Penelitian

1. Purifikasi Limbah Biodiesel (Setyaningsih et al. 2007)

Purifikasi dilakukan dengan memanaskan 200 ml limbah biodiesel (sambil dihomogenkan dengan pengaduk magnet) sampai mencapai temperatur 40 oC, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 5 ml dengan menggunakan pipet.

Campuran kemudian didinginkan selama 30 menit, lalu disaring menggunakan kertas saring sehingga dihasilkan gliserol hasil purifikasi yang berupa cairan

(27)

bening. Sampel sebelum dan setelah purifikasi kemudian dianalisis dengan GC- MS (kromatografi gas-spektrometri massa).

2. Pembuatan Medium Pertumbuhan (Rachman et al. 1997) a. Pembuatan Media Pertumbuhan Kultur Stok 50 ml

Pembuatan media pertumbuhan kultur stok 50 ml dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 0,25 g ekstrak khamir, 0,25 g tripton, 0,5 ml unsur makro, 0,5 ml unsur mikro dan akuades hingga volume total menjadi 37,5 ml dimasukkkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan dihomogenkan dengan pengaduk magnet, ditambahkan NaOH 1 M tetes per tetes hingga pH tepat menjadi 6,8.

Medium tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath (100 oC) selama 20 menit. Medium didinginkan menggunakan es dan dipindahkan ke botol serum, kemudian dialiri gas N2 selama 30 detik. Botol serum ditutup dan disegel kemudian disterilisasi (121 oC selama 15 menit) dengan autoclave. Gliserol 10%

sebanyak 2,5 ml dan bufer fosfat sebanyak 5 ml disterilisasi dengan autoklaf secara terpisah dan ditambahkan ke dalam botol serum setelah proses sterilisasi selesai dengan menggunakan jarum suntik dalam laminar air flow.

b. Pembuatan Media Pertumbuhan Pra Pra Kultur 35 ml

Pembuatan media pertumbuhan pra pra kultur 35 ml dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 0,175 g ekstrak khamir, 0,175 g tripton, 0,35 ml unsur makro, 0,35 ml unsur mikro dan akuades akuades sebanyak 25,55 ml ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan dihomogenkan dengan pengaduk magnet. Selanjutnya ditambahkan NaOH 1 M tetes per tetes hingga pH tepat menjadi 6,8. Medium tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath (100 oC) selama 20 menit. Medium didinginkan menggunakan es dan dipindahkan ke botol serum, kemudian dialiri gas N2 selama 30 detik. Botol serum ditutup dan disegel kemudian disterilisasi (121 oC selama 15 menit) dengan autoclave. Gliserol 10%

sebanyak 1,75 ml dan bufer fosfat sebanyak 3,5 ml disterilisasi dengan autoclave secara terpisah dan setelah proses sterilisasi selesai gliserol dan bufer fosfat ditambahkan ke dalam botol serum dengan menggunakan jarum suntik dalam laminar air flow, sehingga total volume medium pertumbuhan adalah 31,5 ml.

(28)

c. Pembuatan Media Pertumbuhan Pra Kultur 350 ml

Pembuatan media pertumbuhan pra kultur 350 ml dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 1,75 g ekstrak khamir, 1,75 g tripton, 3,5 ml unsur makro, 3,5 ml unsur mikro dan akuades akuades sebanyak 255,5 ml ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan dihomogenkan dengan pengaduk magnet. Selanjutnya ditambahkan NaOH 6 M tetes per tetes hingga pH tepat menjadi 6,8. Medium tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath (100 oC) selama 20 menit. Medium didinginkan menggunakan es, kemudian dialiri gas N2

selama 1 menit. Erlenmeyer 500 ml kemudian ditutup dengan kain kasa kemudian disterilisasi (121 oC selama 15 menit) dengan autoclave. Gliserol 10% sebanyak 17,5 ml dan bufer fosfat sebanyak 35 ml disterilisasi dengan autoclave secara terpisah dan setelah proses sterilisasi selesai gliserol dan bufer fosfat ditambahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dalam laminar air flow, sehingga total volume medium pertumbuhan adalah 315 ml.

d. Pembuatan Media Pertumbuhan Kultur Utama 3500 ml

Pembuatan media pertumbuhan kultur utama 3500 ml dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 175 g ekstrak khamir, 175 g tripton, 35 ml unsur makro, 35 ml unsur mikro dan akuades akuades sebanyak 2555 ml ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 5000 ml dan dihomogenkan dengan pengaduk magnet.

Selanjutnya ditambahkan NaOH 6 M tetes per tetes hingga pH tepat menjadi 6,8.

Medium tersebut selanjutnya dipanaskan dalam waterbath (100 oC) selama 20 menit kemudian didinginkan menggunakan es. Erlenmeyer 5000 ml ditutup dengan kain kasa kemudian disterilisasi (121 oC selama 15 menit) dengan autoclave. Gliserol hasil purifikasi sebanyak 175 ml dan bufer fosfat sebanyak 350 ml disterilisasi dengan autoclave secara terpisah dan kemudian ditambahkan ke dalam erlenmeyer 5000 ml. Selanjutnya erlenmeyer 5000 ml yang berisi 3150 ml medium dialiri gas N2 selama 3 menit.

3. Pembuatan Kurva Pertumbuhan

Kurva pertumbuhan dibuat dengan mengambil 1 ml kultur mutan E. aerogenes AD-H43 yang disimpan pada -80 oC kemudian dimasukkan dalam

(29)

botol serum 125 ml yang telah berisi 50 ml media pertumbuhan. Kultur tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator statis pada suhu 37 oC. Penghitungan optical density (OD) dilakukan pada jam ke 0, 4, 8, 12, 16 dan ke 20 menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) = 680 nm (Rachman et al. 1997).

4. Pembuatan Kultur (Rachman et al. 1997) a. Pembuatan Kultur Stok 50 ml

Kultur stok 50 ml dibuat dengan mengambil 1 ml kultur mutan E. aerogenes AD-H43 yang disimpan pada -80 oC kemudian dimasukkan dalam botol serum 125 ml yang berisi 50 ml media pertumbuhan dengan menggunakan jarum suntik, kemudian diinkubasi dalam inkubator statis selama 8 jam pada temperatur 37 oC. Kultur kemudian disimpan dalam cool chamber dan diremajakan setiap 2 minggu sekali.

b. Pembuatan Pra Pra Kultur 35 ml

Pembuatan pra pra kultur 35 ml dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Kultur stok 50 ml yang disimpan dalam cool chamber diambil sebanyak 3,5 ml kemudian dimasukkan dalam botol serum 125 ml yang berisi 31,5 ml media pertumbuhan dengan menggunakan jarum suntik, kemudian diinkubasi dalam inkubator statis selama 8 jam pada temperatur 37 oC. Pengukuran pH dan optical density (OD) dilakukan sebelum dan setelah inkubasi.

c. Pembuatan Pra Kultur 350 ml

Pembuatan pra pra kultur 350 ml dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Pra kultur 35 ml yang disimpan dalam cool chamber dimasukkan dalam erlenmeyer 500 ml yang berisi 315 ml media pertumbuhan dalam laminar air flow, kemudian diinkubasi dalam inkubator statis selama 8 jam pada temperatur 37 oC. Pengukuran pH dan optical density (OD) dilakukan sebelum dan setelah inkubasi.

d.Pembuatan Kultur Utama (Main Culture) 3500 ml

(30)

Pra kultur 350 ml yang telah disimpan dalam inkubator selama 8 jam dalam inkubator statis kemudian dimasukkan dalam fermentor 6 liter (T=37 oC, 40 rpm) yang telah berisi 3150 ml media pertumbuhan. Pengukuran pH dan optical density (OD) dilakukan pada jam ke 0, 4, 8, 12, 16 dan ke 20.

5. Uji Kadar Senyawa yang Menguap di bawah Temperatur 105 oC dan 190 oC

Alat moisture analysis diatur untuk menguapkan sampel di bawah 105 oC, kemudian sampel sebanyak 3 g dimasukkan dalam tempat sampel. Alat kemudian dioperasikan selama 20 menit, dilakukan triplo. Hal yang sama dilakukan untuk uji senyawa yang menguap di bawah 190 oC, dengan mengatur alat moisture analysis untuk menguapkan sampel di bawah 190 oC, kemudian sampel sebanyak 3 g dimasukkan dalam tempat sampel. Alat kemudian dioperasikan selama 20 menit, dilakukan triplo

6. Separasi 1,3-propanadiol hasil fermentasi

a. Separasi 1,3-propanadiol hasil fermentasi dengan cara distilas pada tekanan udara normal

Larutan hasil fermentasi terlebih dahulu disentrifugasi (12.000 rpm) untuk menghilangkan sel-sel mikroba dan pengotor padatan. Selanjutnya filtrat hasil sentrifus dimasukkan dalam labu distilasi untuk mengambil fraksi di bawah 100

oC (etanol dan air) dipisah dengan cara distilasi (T=105 oC) sampai tidak ada sampel yang menetes. Kemudian distilasi dilanjutkan pada temperatur maksimum 190 oC. Distilasi dihentikan sampai tidak ada lagi sampel yang menetes. Distilasi diteruskan sampai temperatur dalam labu distilasi sebesar 215 oC dan dihentikan sampai tidak ada lagi sampel yang menetes. Setiap sampel yang diambil kemudian dianalisis dengan GC-MS.

b. Separasi 1,3-propanadiol hasil fermentasi dengan cara distilasi vakum menggunakan alat rotari evaporator.

Larutan hasil fermentasi terlebih dahulu disentrifugasi untuk menghilangkan sel-sel mikroba dan pengotor padatan. Kemudian filtrat dievaporasi (T=40 oC dan P=3,9 mmHg) dalam Rotovap Buchi sampai volume

(31)

tersisa hanya 5% dari volume awal. Kemudian larutan disaring untuk memisahkannya dari padatan. Larutan sebelum dan setelah evaporasi dianalisis dengan GC-MS.

7. Analisis GC-MS

Analisis GC-MS dilakukan pada limbah biodiesel tanpa purifikasi dan setelah purifikasi. Analisis GC-MS juga dilakukan pada hasil fermentasi sebelum separasi dan setelah separasi dengan menggunakan distilasi dan rotari evaporator.

Analisis GC-MS dilakukan dengan menggunakan GC-MS QP2010 Shimadzu dengan automatic sampling system yang mampu menganalisis 50 scans perdetik. Kolom yang digunakan Rtx®-1MS (Fused Silica) dengan bahan pengisi 100% dimethyl polysiloxane, yang mampu menganalisis senyawa essential oils, hydrocarbons, semivolatiles dan pesticides. Metode pengaturan alat pada GC-MS dapat dilihat pada Lampiran 5.

Analisis GC-MS dilakukan dengan menggunakan pelarut akuades dengan gas pembawa helium dengan kondisi pengaturan temperatur pada alat GC-MS (Colom, Injection, Ion Source dan Interface).

Spektrum massanya dibandingkan dengan data base National Institute Standar and Tecnology (NIST) yaitu NIST 27 dan NIST 147 serta data base WILEY 7 yang memiliki 338.000 spektra (Lampiran 16).

8. Analisis HPLC

Analisis kuantitatif limbah biodiesel hasil purifikasi menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) Shimadzu LC-20 Prominence dengan menggunakan kolom Phenomenex Rezex ROA-Organik Acid, pelarut yang digunakan adalah 5 mN H2SO4 dengan laju alir 0,6 ml/menit, temperatur kolom 60 0C, volume injeksi 25 µl. Detektor yang digunakan adalah RI-Detektor (35

0C). Waktu analisis selama 30 menit dengan menggunakan standar internal dengan konsentrasi sebesar 5% Pentanadiol (v/v).

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Purifikasi Limbah Biodiesel

Purifikasi limbah biodiesel dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan bahan kimia lain yang tidak dibutuhkan atau yang berfungsi sebagai inhibitor dalam proses fermentasi. Selain itu, dengan menggunakan bahan baku gliserol yang lebih murni akan memudahkan proses pemurnian produk akhir fermentasi, karena bahan pengotor dalam hasil fermentasi lebih sedikit, bila dibandingkan proses fermentasi yang menggunakan limbah biodiesel tanpa pemurnian.

Pembuatan biodiesel umumnya menggunakan katalis basa (NaOH). Basa yang berlebihan diperkirakan akan mengganggu proses fermentasi, sehingga diperlukan metode purifikasi limbah biodiesel yang pada umumnya menggunakan asam. Penelitian ini menggunakan asam sulfat yang merupakan asam kuat yang akan bereaksi dengan basa (NaOH), reaksi ini menghasilkan garam natrium sulfat.

Keberadaan basa ini dapat dilihat dari nilai pH limbah yaitu sebesar 8. Reaksi antara asam sulfat dengan limbah biodiesel menghasilkan garam natrium sulfat dan gliserol.

Limbah biodiesel (a.l. NaOH, trigliserida + H2SO4 Na2SO4 + Gliserol +

+ Asam lemak bebas) RCOONa

Garam tersebut kemudian dapat dipisahkan dengan penyaringan. Pada penelitian ini terlihat bahwa proses pemurnian pada limbah biodiesel, menghasilkan cairan yang lebih jernih. Larutan hasil pemurnian ini dapat dilihat pada Gambar 4A, sedangkan limbah biodiesel yang belum dimurnikan dapat dilihat pada Gambar 4B.

A B

(33)

Gambar 4 Limbah biodiesel (A) Setelah purifikasi; (B) Sebelum purifikasi Keberadaan senyawa-senyawa yang terkandung dalam limbah biodiesel sebelum purifikasi tergantung kepada bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif untuk mengetahui kandunagn senyawa dalam limbah biodiesel. Bahan baku untuk produksi biodiesel dalam penelitian menggunakan Crude Palm Oil (CPO) sehingga senyawa-senyawa yang terkandung melalui analisis kualitatif GC-MS menunjukkan selain mengandung gliserol antara lain juga mengandung metil ester dari asam palmitat, asam oktadekanoat dan asam oleat, (Gambar 5 dan Tabel 4).

Gambar 5 Kromatogram GC-MS limbah biodiesel sebelum purifikasi

Tabel 4 Hasil analisis GC-MS limbah biodiesel sebelum purifikasi (kualitatif) No Senyawa sebelum purifikasi Waktu retensi

(menit)

% Luas puncak

1 Gliserol 2,896 43,92

2 Metil ester tetradekanoat , 12,345 0,37

3 Metil ester palmitat 14,936 12,24

4 Asam n-heksadekanoat 15,342 1,68

5 Metil ester 9-oktadekenoat (Z) 17,376 15,81

6 Metil ester oktadekanoat 17,699 1,96

7 Asam oleat 17,767 4,46

8 Dodekenilsuksinat anhidrid 19,438 4,94

(34)

9 Etil ester heksadekanoat, 2-

hidroksi-1-(hidroksimetil) 20,541 6,56

10 Tidak teridentifikasi 22,001 8,06

Analisis kualitatif yang dilakukan menunjukkan bahwa pemurnian menghasilkan senyawa yang lebih murni yang dapat dilihat dari berkurangnya jenis senyawa-senyawa pengotor yang awalnya berjumlah sembilan selain gliserol dalam limbah biodiesel sebelum purifikasi menjadi hanya berjumlah empat setelah purifikasi (Lampiran 7). Reaksi kimia yang terjadi dalam proses purifikasi, selain penggaraman, juga menghasilkan senyawa kimia lainnya yaitu Fessenden et al. (1995) menyatakan bahwa suatu alkohol dicampur dengan asam sulfat akan menghasilkan sederetan reaksi reversible. Produk mana yang lebih berlimpah bergantung pada struktur alkohol, konsentrasi relatif pereaksi-pereaksi dan temperatur campuran reaksi. Pada umumnya alkohol primer menghasilkan ester sulfat pada temperatur rendah, eter pada temperatur sedang dan alkena pada temperatur tinggi. Alkohol tersier dan sebagian besar alkohol sekunder menghasilkan produk alkena. Pada penelitian ini reaksi dilakukan pada temperatur 40-50 oC, sehingga kemungkinan reaksi kimia yang terjadi adalah reaksi yang menghasilkan ester sulfat. Senyawa ester sulfat (asam sulfur dimetil ester) terbukti ada dalam limbah biodiesel setelah purifikasi (Lampiran 7).

Analisis kuantitaif terhadap limbah biodiesel setelah purifikasi menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) menunjukkan kandungan gliserol sebesar 17,5 g/l (Lampiran 8)

Penentuan Awal Bakteri yang digunakan

Biosintesis 1,3-propanadiol oleh bakteri E. aerogenes AY-2 dan E.

aerogenes AD-H43 menunjukkan bahwa bakteri E. aerogenes AD-H43 memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu 31,13% (luas puncak) pada Gambar 7 dibandingkan dengan bakteri E. aerogenes AY-2 sebesar 26,06%(luas puncak) pada Lampiran 9. Sehingga untuk penelitian selanjutnya digunakan E. aerogenes AD-H43.

Kurva Pertumbuhan Bakteri E. aerogenes AD-H43

(35)

Kurva pertumbuhan dibuat dengan mengukur jumlah sel bakteri yang hidup atau mati. Pengukuran dilakukan dengan dua cara, pertama dengan menghitung jumlah sel/ml yang hidup menggunakan mikroskop, dan yang kedua dengan menggunakan spektrofotometer untuk melihat tingkat kekeruhan (Optical Density, OD) yang terbaca melalui nilai absorbansi yang dihasilkan. Metode yang kedua ini tidak dapat mengamati jumlah sel yang hidup atau mati, melainkan hanya dapat memperkirakan yang tumbuh saja. Pengukuran OD E. aerogenes AD-H43 dilakukan pada λ = 680 nm. Hal ini mengacu kepada Rachman et al. (1997) yang telah melakukan pengukuran OD pada E. aerogenes AY -2.

Penentuan kecepatan tumbuh dan waktu bakteri melakukan proses metabolisme dapat diketahui dengan melihat nilai maksimum atau rods (µ).

Rumus dari µ = tan α = nilai OD akhir fase log dibagi dengan waktu pada saat akhir fase log. Pada penelitian ini diperoleh nilai µ dari E. aerogenes AD-H43 = 0,09 j-1 (Lampiran 12).

Kurva pertumbuhan terdiri dari empat tahapan pertumbuhan. Pertama fase lag, fase log (fase logaritmik), fase stasioner dan fase kematian (death phase).

Titik awal fase logaritmik tidak dapat diamati pada kurva, karena fase lag pada kultur E. aerogenes AD-H43 terjadi sangat cepat dan diperkirakan fase tersebut terjadi sebelum jam ke-4 (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa E. aerogenes AD-H43 memiliki pertumbuhan yang sangat baik pada medium kompleks gliserol, karena pada medium terdapat gliserol sebagai sumber karbon, ekstrak khamir dan tripton sebagai sumber asam amino, unsur makro serta mikro (Co, Mg, Se dan Fe) yang penting dalam membantu pertumbuhan bakteri.

Fase log diduga terjadi sebelum jam ke-4 sampai jam ke-8. Fase stasioner dimulai setelah jam ke-8 dan pada jam ke-16 fase kematian telah mulai terjadi karena nilai OD mulai berkurang. E. aerogenes AD-H43 membutuhkan waktu 8 dan 12 jam untuk mencapai akhir fase log. Akhir fase log adalah kondisi pada kurva pertumbuhan saat bakteri mencapai jumlah maksimal dan aktif melakukan metabolisme. Hal ini menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan inokulasi, yaitu pada waktu pertumbuhan bakteri pada jam ke-8.

(36)

Kurva Pertumbuhan Bakteri Enterobacter aerogenes AD-H43

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 4 8 12 16 20

Waktu (Jam) Optical Density (OD)

Gambar 6 Kurva pertumbuhan bakteri E. aerogenes AD-H43

Produksi 1,3-Propanadiol oleh E. aerogenes AD-H43 dalam Fermentor 3500 ml

Produksi 1,3-propanadiol dilakukan menggunakan fermentor (kapasitas 6 l, volume maksimum media 3,5 l), secara fakultatif anaerob menggunakan metode Hungate Miller et al. (1974) yang diacu dalam Rachman et al. (1997). Metode ini digunakan karena bakteri E. aerogenes AD-H43 bersifat fakultatif anaerob (Holt et. al 1994) yaitu kondisi dengan adanya oksigen tidak akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri.

Analisis GC-MS hasil fermentasi (20 jam) oleh bakteri E. aerogenes AD- H43 (Gambar 7 dan Tabel 5 menunjukkan senyawa-senyawa yang dihasilkan bakteri E. aerogenes AD-H43 terutama asam asetat (P2), 1,3-propanadiol (P5) dan etanol (P1), asam propanoat (P3), serta 2,3-butanadiol (P4).

(37)

Gambar 7 Kromatogram GC-MS hasil fermentasi menggunakan bakteri E. aerogenes AD-H43

Tabel 5 Senyawa yang teridentifikasi dari hasil fermentasi No

Pea k

Senyawa yang teridentifikasi Waktu retensi

(menit) % Luas puncak

1 Etanol 1,585 7.97

2 Asam asetat 2,451 51.58

3 Asam propanoat 2,717 7.23

4 2,3-butanadiol 3,258 2.09

5 1,3-propanadiol 3,569 31.13

Nishio dan Nakashimada (2004) melaporkan bahwa pembentukan asam organik dan alkohol oleh E. aerogenes tidak dapat dihindari karena fermentasi yang dilakukan bakteri tersebut bertipe mixed acid fermentation senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah 1,3-propanadiol, gliserin-3 fosfat, asam suksinat, asam laktat, asam asetat dan etanol (Lampiran 13).

Pada penelitian ini tingginya produksi asam asetat sesuai dengan adanya penurunan pH yaitu dari pH 6,47 menjadi 5,72 (Lampiran 13) dengan substrat gliserol yang semakin besar konsentrasinya (0,5%-5%). Walaupun dalam fermentasi ini menghasilkan asam asetat yang cukup tinggi, tetapi juga dihasilkan 1,3-propanadiol yang cukup signifikan dengan konsentrasi sebesar 0,067 g/l, rendemen produksi sebesar 0,093 (mol/mol gliserol). Berbagai hasil penelitian

(38)

produksi 1,3-propanadiol menggunakan bakteri E. aerogenes dan bakteri-bakteri lain telah dilakukan oleh para peneliti lain (Tabel 6).

Tabel 6 Rendemen produksi beberapa macam bakteri dengan substrat gliserol

Bakteri Gliserol(a/b)

yang digunakan (g/l)

Produk 1,3- Propanadiol (mol/mol gliserol)

Pustaka

K. pneumonia ATCC 25955 5a 0,65 Cameron et al. (1994)

K. oxitoca B-199 5a 0,165 Cameron et al. (1994)

C.freundii B-2644 5a 0,4 Cameron et al. (1994)

C.freundii ATCC 8454 5a 0,25 Cameron et al. (1994)

C. butylicum B-593 5a 0,22 Cameron et al. (1994)

E. aerogenes HU-101 (1,7) b (3,3) b

(10) b (25)b (0,2) (0,22)

(0,12) (0,17) Ito et al. (2005)

a : gliserol Pure Analysis (PA) b : gliserol (limbah biodiesel)

Ito et al. (2005) melaporkan bahwa fermentasi dengan substrat limbah biodiesel menggunakan bakteri E. aerogenes HU-101, rendemen cenderung meningkat dengan penurunan konsentrasi gliserol yang digunakan. Konsentrasi gliserol sebesar 1,70 g/l, merupakan konsentrasi optimum karena menghasilkan rendemen tertinggi yaitu sebesar 0,2 mol/mol gliserol. Hasil penelitian ini cukup efisien dan relatif sama dengan Ito et al. (2005), karena dengan konsentrasi gliserol yang dipakai sebesar 0,875 g/l dapat menghasilkan rendemen produksi 1,3-propanadiol sebesar 0,093 (mol/mol gliserol). Walaupun produksi 1,3- propanadiol oleh bakteri K. Pneumonia terbesar di antara bakteri yang lain, tetapi diperlukan penanganan yang sangat hati-hati karena dapat menyebabkan penyakit berbahaya seperti pneumonia. Sedangkan bakteri C. butylicum selain termasuk dalam tingkat penanganan tinggi juga termasuk bakteri yang bersifat anaerob yaitu bakteri yang hanya tumbuh tanpa adanya oksigen.

Senyawa-senyawa 1,3-propanadiol hasil fermentasi ini kemudian diseparasi dengan dua metode yaitu distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum menggunakan alat rotari evaporator.

(39)

Uji Kadar Senyawa yang Menguap di bawah Temperatur 105 oC dan 190 oC Sebelum separasi dilakukan, kadar senyawa yang menguap pada fraksi tertentu dari sampel hasil fermentasi ditentukan dengan menggunakan alat moisture analysis. Hasil uji kadar senyawa yang menguap di bawah 105 oC dan uji kadar senyawa yang menguap di bawah 190 oC (Tabel 7).

Tabel 7 Hasil uji kadar senyawa yang menguap di bawah 105 oC dan uji kadar senyawa yang menguap di bawah 190 oC

Sampel (triplo) Kadar yang menguap pada

105 oC (%) Kadar yang menguap pada 190 oC (%)

I 97,50 98,24

II 97,52 98,17

III 97,51 98,29

Rata-rata 97,51 98,23

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa-senyawa yang menguap di bawah 105 oC dan di bawah 190 oC sehingga dapat dijadikan acuan dalam memprediksi berapa persen sampel yang harus didistilasi. Hasil uji kadar senyawa yang menguap di bawah 105oC rata-rata sebesar 97,51% yang artinya sisanya sebesar 2,49% adalah fraksi senyawa di atas 105 oC. Hasil uji kadar senyawa yang menguap di bawah 190 oC rata-rata sebesar 98,23% yang artinya sisanya sebesar 1,67% adalah fraksi senyawa di atas 190 oC termasuk di dalamnya adalah senyawa 1,3-propanadiol. Berdasarkan data ini dapat diprediksi bahwa distilasi dapat dilakukan sampai distilat tersisa ± 2% dari volume awal.

Separasi 1,3-Propanadiol Hasil Fermentasi dengan Cara Distilasi pada Tekanan Udara Normal dan Distilasi Vakum

Penggunaan metode distilasi dalam penelitian ini karena dua alasan.

Pertama, distilasi mempunyai potensi yang besar dalam transfer massa yang besar karena dalam proses distilasi tidak memerlukan bahan tambahan lain. Kedua, adalah efisiensi termodinamik untuk distilasi lebih besar daripada efisiensi untuk proses pemisahan kimia yang lainnya (Wilson et.al 2000).

Temperatur yang digunakan dalam distilasi pada tekanan udara normal sebesar 105 oC. Sedangkan dengan distilasi vakum lebih rendah yaitu 40 oC dengan tekanan 3,9 mmHg. Meloan (1999) (Lampiran 15) menunjukkan bahwa

(40)

dengan mengetahui data temperatur dan tekanan distilasi vakum yang digunakan maka dapat diketahui perkiraan titik didih normal komponen yang menguap dalam alat rotari evaporator dengan diagram nomograph. Pada penelitian ini, dengan distilasi vakum menggunakan temperatur pada 40 oC dan tekanan 3,9 mmHg, diperkirakan titik didih normal komponen dalam alat rotari evaporator adalah 176,1 oC. Berarti bahwa senyawa-senyawa yang titik didihnya di atas 176,1 oC tetap berada dalam labu distilat. Senyawa yang tetap berada dalam labu distilat adalah 2,3-butanadiol, 1,3-propanadiol dan senyawa-senyawa yang dapat menguap adalah etanol, air dan asam asetat. Hal ini terbukti dalam penelitian ini melalui hasil analisis GC-MS (Gambar 8 dan Gambar 9).

Metode distilasi pada tekanan udara normal (Tabel 8) memberikan hasil bahwa senyawa yang menguap adalah etanol, air dan asam asetat dan senyawa yang tetap berada dalam labu distilat adalah senyawa-senyawa yang titik didihnya di atas 176,1 oC, antara lain adalah asam propanoat (puncak 1/P1), 2,3-butanadiol (P2 dan P4) , asam butanoat (P3) dan senyawa target 1,3-propanadiol (P5).

(41)

Gambar 8 Kromatogram GC-MS hasil fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi pada tekanan udara normal

Tabel 8 Hasil analisis GC-MS hasil fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi pada tekanan udara normal

No

Peak Senyawa yang teridentifikasi Waktu retensi (menit)

% Luas puncak

1 Asam propanoat 2,239 28.53

2 (2S,3S)-2,3-Butanadiol 2,750 3.09

3 Asam butanoat 2,782 3.23

4 (2R,3R)-2,3-Butanadiol 2,286 10.95

5 1,3-Propanadiol 3,181 54.20

Hasil yang relatif sama didapatkan dengan metode distilasi vakum (Gambar 9 dan Tabel 9). Senyawa-senyawa yang titik didihnya di atas 176,1 oC masih berada dalam labu distilat, antara lain adalah asam propanoat (P1 dan P2), 2,3- butanadiol (P2 dan P3), senyawa target 1,3-propanadiol (P5) dan asam butanoat (P6).

(42)

Gambar 9 Kromatogram GC-MS hasil fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi vakum dengan alat rotari evaporator

Tabel 9 Hasil analisis GC-MS fermentasi setelah diseparasi dengan distilasi vakum menggunakan alat rotari evaporator

No Peak

Senyawa yang teridentifikasi Waktu retensi (menit)

% Luas puncak

1 Asam propanoat 2,247 28,80

2 Asam propanoat, 2-metil 2,573 0,75

3 (2S,3S)-2,3-Butanadiol 2,743 4,39

4 (2R,3R)-2,3-Butanadiol 2,823 14,40

5 1,3-Propanadiol 3,182 51,34

6 Asam butanoat, 3-metil 3,422 0,32

Kedua metode distilasi yang digunakan terbukti dapat memisahkan senyawa- senyawa berdasarkan perbedaan titik didih. Walaupun demikian terdapat kelebihan menggunakan distilasi vakum antara lain konsentrasi yang dihasilkan lebih tinggi, sebesar 16 kali dan dengan distilasi pada tekanan udara normal sebesar 11 kali (Tabel 10).

(43)

Tabel 10 Pengaruh teknik separasi terhadap konsentrasi hasil fermentasi Sampel Konsentrasi

(g/l)

Konsentrasi (% Kg/l)

Kenaikan konsentrasi sebelum distilasi

Hasil fermentasi 0,067 0,0067 -

Distilat 1 0,790 0,0790 11X

Distilat 2 1,110 0,1100 16X

1: Distilat pada tekanan udara normal, T=105oC 2: Distilat pada tekanan vakum, , T=40oC

Jika dilihat dari konsentrasi baik itu dalam satuan g/l ataupun % memang telah terjadi peningkatan konsentrasi dari kedua metode distilasi, tetapi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, hasil penelitian ini belum menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi. Penelitian ini hanya menghasilkan kemurnian sebesar 0,11% sedangkan Hilaly et al. (2002) dengan metode kromatografi eksklusi menghasilkan kemurnian sebesar 80% (v/v), Baniel et al.

(2006) dengan metode ekstraksi pelarut menghasilkan kemurnian sebesar 50%

(b/b) dan Ames (2002) dengan metode tanpa dan penambahan basa pada broth fermentasi, kemudian dievaporasi dan selajutnya didistilasi secara batch dan continous. Kemurnian yang dihasilkan sebesar 75% (b/b) untuk tanpa penambahan basa pada broth fermentasi dan sebesar 95% (b/b) dengan penambahan basa pada broth fermentasi.

Distilasi vakum dibandingkan dengan distilasi pada tekanan udara normal dinilai lebih baik, karena dengan pengurangan tekanan ikatan antar molekul menjadi lebih jauh dan kekuatan ikatan menjadi lemah, menyebabkan proses pemisahan akan lebih mudah. Meloan (1999) menyebutkan bahwa distilasi pada tekanan udara normal dengan temperatur tinggi akan menyebabkan senyawa target kemungkinan akan berpolimerisasi menjadi senyawa poliol, bereaksi antar senyawa dalam campuran, meledak dan kemungkinan lain akan terdekomposisi menjadi senyawa yang tidak dapat diidentifikasi.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1 Bakteri Enterobacter aerogenes AD-H43 dapat memproduksi senyawa 1,3-propanadiol yang lebih tinggi (31,13% luas puncak) dibandingkan dengan bakteri Enterobacter aerogenes AY-2 (26,06% luas puncak). Rendemen produksi untuk bakteri E. aerogenes AD-H43 sebesar 0,093 (mol/mol gliserol).

2 Metode distilasi vakum lebih baik karena menghasilkan konsentrasi 1,3-propanadiol yang lebih tinggi (dari 0,067 g/l menjadi 1,11 g/l)

dibandingkan distilasi pada tekanan udara normal (dari 0,067 g/l menjadi 0,79 g/l)

Saran

1. Perlu adanya kajian purifikasi limbah biodiesel dengan metode yang lain, misalnya dengan menggunakan asam sulfur tanpa pemanasan atau dengan asam fosfat sehingga gliserol yang diperoleh lebih murni dan tidak berkurang konsentrasinya.

2. Perlu adanya kajian metode separasi yang lebih baik dari metode distilasi pada tekanan udara normal dan distilasi vakum, sehingga menghasilkan konsentrasi 1,3-propanadiol yang lebih tinggi.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ames TT. 2002. Procoss for the Isolation of 1,3-Propanediol Fermentation Broth.

http://www.freepatensonline.com/6361983.html. [5 Juni 2007].

Baniel AM, Jansen RP, Vitner A, Baiada A. 2006. Process for Producing 1,3- Propanediol. http://www.freepatensonline.com/7056439.html. [5 Juni 2007].

Barbirato F. Camarasa-Cliret C. Grivet JP. 1995. Glycerol Fermentation by a New 1,3-Propanediol producing microorganism: Enterobacter agglomerans.

Applied Microbiol Biotechnol 43:786-793.

Barbirato F. Grivet JP, Soucaille P, Bories A. 1996. 3-Hidroxypropionaldehyde, an Inhibitory Metabolit of Glycerol Fermentation to 1,3-Propanediol by Enterobacterial Species. Applied Enviromental Microbiology 62:1448-1451.

Cameron DC, Koutsky JA. 1994. Conversion of Glycerol from Soy Diesel Production to1,3-Propanediol. Di dalam: Final Report National Biodiesel Development Board: Madison, 1994. Madison: Department of Chemical Engineering. hlm 1-18. WI 53706-1691.

Deckwer WD. 1995. Microbial Conversion of Glycerol to 1,3-Propanediol.

Federation of European Microbiological Societes (FEMS) reviews 16:143- 149.

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1995. Kimia Organik I. Edisi ke-4. AH Pudjaatmaka, Penerjemah; Jakarta Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry.

Hilaly AK, Binder TP. 2002. Method of Recovering 1,3-Propanediol from Fermentation Broth. http://www.freepatensonline.com/6479716.html. [5 Juni 2007].

Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bargey’s Manual of Determinative Bacteriology. Edisi ke-9. Maryland USA: Williams &

Wilkinson.

Ito T, Nakashimada Y, Senba. K, Matsui T, Nishio NY. 2005. Hydrogen and Ethanol Production from Glicerol-Containing Wastes Discharged after Biodiesel Manufacturing Process. Journal of Bioscience and Bioengineering 100:260-265.

Knothe G, Gerpen JV, Krahl J. editor. 2005. The Biodiesel Handbook.

Champaign, Illinois: AOCS Press.

LPND Ristek. 2007. BPPT dan Fraunhover Jerman Kembangkan Biomaterial dari Limbah Pengolahan Biodiesel. http://dwienergi.blogspot.com. [5 Mei 2008].

Gambar

Tabel 3 Daftar sifat fisik komponen yang ada dalam broth fermentasi               Nama
Gambar 4 Limbah biodiesel (A) Setelah purifikasi; (B) Sebelum purifikasi Keberadaan   senyawa-senyawa   yang   terkandung   dalam   limbah   biodiesel sebelum purifikasi tergantung kepada bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel
Gambar 6 Kurva pertumbuhan bakteri E. aerogenes AD-H43
Gambar 7 Kromatogram GC-MS hasil fermentasi menggunakan bakteri                   E. aerogenes AD-H43
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi biodiesel adalah sisa metanol yang tidak bereaksi, sabun dari hasil reaksi antara asam lemak

Residu gliserol dari hasil samping pembuatan biodiesel pertama sekali dimurnikan pada tahap pretreatment, dengan cara kimia dan fisika untuk memisahkan gliserol kasar dan impuritis

Tujuan penelitian ini adalah melakukan pembuatan pupuk kalium dari limba h pemurnian gliserol kasar sebagai hasil samping pembatan biodiesel.. Pada penelitian ini pupuh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa polimerisasi dari gliserol hasil samping produksi biodiesel dapat dilakukan dengan pemurnian gliserol sampai kepada pemanasan. Pada suhu ini

Hasil fermentasi terbaik didapatkan pada waktu fermentasi 1 hari dengan konsentrasi 1,3-Propanadiol yang tinggi sebesar 6,196 mol/ml, rasio inokulum : substrat 0,07 dengan

Gambar L3.10 Perhitungan Jumlah Koloni dengan Coloni Counter. L3.11 FOTO HASIL TITRASI PENENTUAN

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa 2,3-dibromo propanol menggunakan bahan awal gliserol hasil isolasi produk samping biodiesel untuk

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa 2,3-dibromo propanol menggunakan bahan awal gliserol hasil isolasi produk samping biodiesel untuk