BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Pengertian Filsafat
Kat a Filsafat berasal dari bahasa yunani. Kata ini berasal dari kat a
philosophia yang berart i cint a ilm u penget ahuan. Terdiri dari philos yang
berart i cint a, senang dan suka sert a kata Sophia berart i
penget ahuan,hikm ah dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Hasan Shadily
(1984 : 9 ), mengat akan bahw a filsafat m enurut asal kat anya adalah cint a
akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik pengert ian bahw a filsafat
adalah cint a pada ilmu penget ahuan at au kebenaran, suka pada hikmah
dan kebijaksanaan.
Horold Titus, m engem ukakan pengert ian filsafat sebagai berikut :
1. Filsafat adalah sekum pulan sikap dan kepercayaan t erhadap
kehidupan dan alam yang biasanya dit erim a secara krit is.
2. Filsafat yaitu suatu proses krit ik at au pemikiran t erhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat kit a junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha unt uk m endapat kan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasan dan penjelasan t ent ang art i
konsep.
5. Filsafat adalah sekum pulan problema-problem a yang langsung
m endapat perhatian manusia dan dicarikan jaw abannya oleh ahli
filsafat (jalaluddin dan Said, 1994:9 ).
Selanjutnya, Imam Barnadib m enjelaskan filsafat sebagai
pandangan yang m enyeluruh dan sist em at is. M enyeluruh karena filsafat
bukan hanya penget ahuan, m elainkan juga suat u pandangan yang dapat
menembus sam pai di balik penget ahuan itu sendiri. Dengan pandangan
yang lebih t erbuka ini, hubungan dan pert alian ant ara sem ua unsur yang
dimungkinkan untuk dapat dit em ukan. Sist emat is, karena filsafat
menggunakan berpikir secara sadar, t elit i, dan t erat ur sesuai dengan
hukum -hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994: 11-12 ). M enurut Harun
Nasut ion, filsafat ialah berpikir menurut t at a t ert ib (logika), bebas, (t idak
t erikat pada t radisi, dogma, sert a agama dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan (Nasut ion, 1973:24).
Berpikir yang sepert i ini, menurut Jujun S. Suriasumant ri, adalah
sebagai karakt erist ik dan berpikir Filosofis. Ia berpandangan bahw a
berpikir secara filsafat m erupakan cara berpikir radikal, sist emat is,
menyeluruh dan mendasar unt uk sesuat u permasalahan yang m endalam.
Begit upun berpikir secara spekulat if disini adalah berpikir dengan cara
merenung, m em ikirkan segala sesuat u sedalam -dalamnya, t anpa
keharusan adanya kont ak langsung dengan objek sesuat u t ersebut .
Tujuannya adalah unt uk m engert i hakikat sesu at u (M uhamm ad Noor
Syam . 1986:25).
Karena pem ikiran-pem ikiran yang bersifat filsafat didasarkan at as
pemikiran yang bersifat spekulat if, maka nilai-nilai kebenaran yang
dihasilkannya juga t ak t erhindarkan dari kebenaran spekulatif. Hasilnya
sangat t ergant ung dari pandangan filosof yang bersangkut an.
M engingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat ,
maka kebenaran yang dihasilkannya didasarkan at as penilaian
kemam puan maksimal m enurut nalar m anusia.
Dengan dem ikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang
relat ive. Art inya kebenaran itu sendiri selalu m engalam i perkembangan
sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban m anusia. Bagaim anapun
, penilaian t ent ang suatu kebenaran yang dianggap benar it u t ergant ung
bangsa lain, belum t entu akan dinilai sebagai suat u kebenaran oleh
masyarakat at au bangsa lain. Sebaliknya, suat u yang dianggap benar oleh
masyarakat at au bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman
berikut nya.
Dari uraian di at as Filsafat adalah ilmu penget ahuan
komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang
t imbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalam an m anusia.
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
M enurut Al-Syaibany (1979 : 36), filsafat pendidikan adalah
akt ivit as pikiran yang t erat ur yang m enjadikan filsafat menjadi sebagai
jalan untuk m engat ur, menyelaraskan dan m emadukan proses
pendidikan. Artinya Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklum at -m aklumat yang diupayakan untuk m encapainya.
Filsafat pendidikan juga bisa didefenisikan sebagai kaidah filosofis
dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan
falsafah umum dan menitikberat kan pada pelaksanaan prinsip -prinsip
dan kepercayaan yang m enjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya
mem ecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara prakt is.
M enurut John Dew ey, fisafat pendidikan m erupakan suatu
pembentukan kemampuan dasar yang fundament al, baik yang
menyangkut daya pikir (int elekt ual) maupun daya perasaan (em osional),
menuju t abiat manusia. Sement ara m enurut Thopm son, filsafat art inya
melihat suatu masalah secara t ot al dengan t anpa ada bat as at au
implikasinya; ia tidak hanya melihat t ujuan, m et ode at au alat -alat nya,
t api juga memiliki dengan seksam a hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan
masalah yang dipikirkan oleh filosof t ersebut m erupakan suatu upaya
unt uk menemukan hakekat m asalah, sedangkana suat u hakekat it u dapat
M enurut Im am Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan m erupakan
ilmu yang pada hakikat nya m erupakan jawaban dari pert
anyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi suat u analisis filosofis t erhadap bidang pendidikan.
Sedangkan menurut seorang ahli filsafat Am erika, Brubachen (Arifin,
1993: 3), filsafat pendidikan adalah sepert i menaruh sebuah keret a
didepan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan
sebagai akar t unggal pendidikan. Filsafat pendidikan it u berdiri secara
bebas dengan m em peroleh keunt ungan karena punya kait an dengan
filsafat um um. Kendat i kait an ini t idak pent ing, t api yang t erjadi ialah,
suat u ket erpaduan ant ara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan,
karena filsafat sering diart ikan sebagai t eori pendidikan dalam segala
t ahap.
Pendidikan adalah upaya mengem bangkan pot ensi-pot ensi
manusiaw i pesert a didik baik pot ensi fisik pot ensi cipt a, rasa, m aupun
karsanya, agar pot ensi itu m enjadi nyat a dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cit a-cit a kemanusiaan
universal. Pendidikan bert ujuan m enyiapkan pribadi dalam
keseim bangan, kesat uan. organis, harmonis, dinamis. guna m encapai
t ujuan hidup kem anusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi m engenai masalah-masalah pendidikan.
C. Ruang Lingkup Bahasan Filsafat dan Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat adalah sem ua lapangan pemikiran manusia
yang komprehensif. Segala sesuat u yang mungkin ada dan benar-benar
ada (nyat a), baik m at erial konkret m aupun nonm at erial (abst rak). Jadi,
objek filsafat it u tidak t erbat as (M uhamm ad Noor Syam , 1988:22).
Secara m akro, apa yang m enjadi objek pemikiran filsafat yaitu
juga merupakan objek pem ikiran filsafat pendidikan. Namun secara
mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1. M erum uskan secara t egas sifat hakikat pendidikan (the natureof
educat ion);
2. M erum uskan sifat hakikat m anusia, sebagai subjek dan objek
pendidikan (the nat ure of m an);
3. M erum uskan secara t egas hubungan ant ara filsafat , filsafat
pendidikan, agama dan kebudayaan;
4. M erum uskan hubungan ant ara filsafat , filsafat pendidikan, dan t eori
pendidikan;
5. M erum uskan hubungan ant ara filsafat Negara (ideology), filsafat
pendidikan dan polit ik pendidikan (syst em pendidikan);
6. M erum uskan syst em nilai norm a at au isi m oral pendidikan yang
m erupakan tujuan pendidikan
Kesimpulannya, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan
adalah sem ua aspek yang berhubungan dengan upaya m anusia untuk
mengert i dan m em ahami hakekat pendidikan itu sendiri, yang
berhubungan dengan bagaim ana pelaksanaan pendidikan yang baik dan
bagaim ana t ujuan pendidikan itu dapat dicapai sepert i yang dicit
a-cit akan.
M emperhat ikan tujuan at au ruang lingkup filsafat yang begit u
luas, m aka para ahli pun m embat asi ruang lingkupnya. M enurut Will
Durant (Ham dani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu ada lima:
Logika, est et ika, et ika, polit ik, dan met afisika.
Sebagaim ana filsafat umum , filsafat pendidikan juga mem iliki
Sumber-sum ber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan :
manusia, Sekolah, dan Lingkungan.
M enurut Will Durant (Hamdani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup st udi
filsafat itu ada lim a: logika, est et ika, et ika, politik dan m et afisika.
1. Logika. St udi m engenai met ode-m et oe ideal m engenai berpikir dan
m enelit i dalam melaksanakan observasi, int rospeksi, dedukasi dan
induksi, hipot ensis dan analisis eksperim ent al dan lain-lain, yang
m erupakan bentuk-bent uk akt ivit as m anusia melalui upaya logika
agar bisa dipahami.
2. Est et ika. St udi t ent ang bentuk dan keindahan atau kecant ikan yang
sesungguhnya dan merupakan filsafat m engenai kesenian.
3. Et ika. St udi mengenai tingkah laku yang t erpuji yang dianggap sebagai
ilmu penget ahuan yang nilainya t inggi. M enurut sacrot es, bahwa et ika
sebagai penget ahuan t ent ang baik, buruk, jahat dan m engenai
kebijaksanaan hidup.
4. Politik. Suat u studi t ent ang organisasi sosial yang ut ama dan bukan
sebagaim ana yang diperkirakan orang, t etapi juga sebagai seni
penget ahuan dalam m elaksanakan pekerjaan kantor. Politik
m erupakan penget ahuan m engenai organisasi sosial sepert i m onarki,
arist okrasi, dem okrasi, sosialism e, markism e, fem inism e, dan lain-lain,
sebagai ekspresi act ual filsafat polit ik.
5. M et afisika. Suat u studi mengenai realita t ert inggi dari hakikat semua
benda, nyat a dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia
(ilmu jiwa filsafat ) sert a suat u st udi m engenai hubungan kokoh ant ara
pikiran seseorang dan benda dalam proses pengam at an dan
M enurut Im am Barnadib (194:20), filsafat sebagai ilm u yang
mempelajari objek dari segi hakikat nya, m em iliki beberapa problem a
pokok, ant ara lain: realit a, penget ahuan dan nilai.
1. Realit a, yakni kenyat aan yang selanjut nya m engarah kepada
kebenaran, akan m uncul bila orang t elah m am pu mengambil konklusi
bahw a penget ahuan yang diperoleh t ersebut m em ang nyat a. Realit a
dibagi oleh m at afisika;
2. Penget ahuan, yakni yang m enjaw ab pert anyaan-pert anyaan, m issal
apakah penget ahuan, cara m anusia m em peroleh dan menangkap
penget ahuan t ersebut , dan jenis-jenis penget ahuan. Penget ahuan
dibagi oleh epist emologi;
3. Nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut aksiologi. Pert
anyaan-pert anyaan yang dicari jaw abannya, misalnya nilai yang bagaim ana
yang diingini m anusia sebagi dasar hidupnya.
Sebagi filsafat umum, filsafat pendidikan m emiliki beberapa
sumber; ada yang t anpa jelas dan ada yang t idak jelas.
1. M anusia(people). M anusia kebanyakan mengalam i kesulit an-kesulit an
dalam proses kedew asaan at au kem at angan. Hal ini t ent unya
m em iliki dam pak yang signifikan bagi keyakinan m anusia sebagai
individu. Orang t ua, guru, t eman, saudara kandung, anggot a keluarga,
t et angga dan orang lain dalam masyarakat akan m em pengaruhi
pem ikiran dan t ingkah laku individu. M acam -macam hubungan dan
pengalam an di at as membantu proses pencipt aan sikap dan sist em
keyakinannya.
2. Sekolah. Pengalam an seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru di
dalamnya m erupakan sumber-sum ber pokok filsafat pendidikan.
karena mereka m enyenangi sekolah, at au m ungkin karena
dipengaruhi seseorang selama belajar disekolah. Sekolah t elah
m em pengaruhi dan terus akan m em pengaruhi filsafat pendidikan
seseorang.
3. Lingkungan (environm ent). Lingkungan sosial budaya t empat
seseorang t inggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat
pendidikan. Jika seseorang dibesarkan dalam masyarakat yang
m enem pat kan suat u nilai pendidikan yang t inggi hal ini akan
m em pengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
Dengan dem ikian hubungan fisafat dan filsafat pendidikan m enjadi
begit u penting. Karena m asalah pendidikan m erupakan masalah hidup
dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkem bang
bersam a proses perkem bangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam
kont ek ini, filsafat pendidikan m empunyai ruang lingkup yang sangat luas
menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
D. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu m asyarakat
at au bangsa merupakan asas dan pedom an yang melandasi semua aspek
hidup dan kehidupan bangsa, t ermasuk aspek pendidikan. Filsafat
pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut
oleh suatu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara at au
mekanism e dalam m enanam kan dan m ew ariskan nilai-nilai filsafat itu
sendiri. Pendidikan sebagai suat u lembaga yang berfungsi m enanam kan
dan m ew ariskan sist em -sist em norma t ingkah laku yang didasarkan pada
dasar-dasar filsafat yang dijunjung lem baga pendidikan dan pendidik
dalam suatu m asyarakat . Untuk m enjamin upaya pendidikan dan proses
sebagai asas norm at ive dan pedoman pelaksanaan pem binaan
(M uham m ad Noor Syam , 1988:39).
Hubungan fungsional ant ara filsafat dan t eori pendidikan:
1. Filsafat , dalam arti filosofis, m erupakan sat u cara pendekat an yang
dipakai dalam m em ecahkan problemat ika pendidikan dan m enyusun
t eori-t eori pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat , berfungsi memberi arah bagi t eori pendidikan yang t elah ada
m enurut aliran filsafat t ert ent u yang m em ilki relevansi dengan
kehidupan yang nyat a.
3. Filsafat , dalam hal ini filsafat pendidikan, m em punyai fungsi unt uk
m em berikan pet unjuk dan arah dalam pengem bangan t eori-t eori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogic).
M enurut Ali Saifullah, ant ara filsafat , filsafat pendidikan, dan t eori
pendidikan t erdapat hubungan yang suplem ent er: filsafat pendidikan
sebagi suat u lapangan st udi m engarahkan pusat perhat ian dan
memusat kan kegiat annya pada dua fungsi tugas norm at ive ilmiah, yaitu:
1. Kegiat an merum uskan dasar-dasar, t ujuan-t ujuan pendidikan, konsep
t ent ang hakikat m anusia, sert a konsepsi hakikat dan segi pendidikan.
2. Kegiat an m erum uskan sist em at au t eori pendidikan yang m eliputi
polit ik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, met odologi pendidikan
dan pengajaran, t ermasuk pola-pola akulturasi dan peranan
pendidikan dalam pembangunan m asyarakat (Zuhairini, 1992:18).
Bahw a ant ara filsafat pendidikan dan pendidikan t erdapat suatu
hubungan yang erat sekali dan tidak t erpisahkan. Filsafat pendidikan
mempunyai peranan yang am at penting dalam syst em pendidikan karena
perbaikan, m eningkat kan kem ajuan dan landasan kokoh bagi t egaknya
syst em pendidikan.
E. Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Program Falkutas Tarbiyah
Kedudukan filsafat dalam pendidikan m erupakan fondasi yang
t idak dapat digant i oleh mat a kuliah dasar lainnya. Filsafat m erupakan
sumber nilai dan norma hidup yang m enent ukan w arna dan mart abat
hidup m anusia. Sem ent ara guru adalah pelaksana kegiat an penanaman
nilai dan norma nilai pendidikan t ersebut . Sum ber-sum ber dasar dan
pedom an yang menent ukan arah dan t ujuan nilai secara norm at ive it u
akan dit anam kan dengan jalan mendidiknya (Saifullah, 1982:14).
Filsafat pendidikan m erupakan salah sat u ilmu t erapan. Ia adalah
cabang ilmu penget ahuan yang m em usat kan perhat iannya pada bidang
pendidikan dalam rangka m eningkat kan kesejat eraan hidup dan
penghidupan m anusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat
pendidik dan guru khususnya.
Hubungan filsafat pendidikan dengan program fakult as t arbiyah
merupakan hubungan sangat erat dan m empunyai nilai relevansi yang
t inggi. Hal ini disebakan keberadaan filsafat pendidikan akan mem bantu
mem ecahkan persoalan-persoalan pendidikan Islam dan dapat
membent uk kepribadian pendidik, anak didik, calon pendidik, dan semua
yang t erlibat di dalam dunia pendidikan. Dengannya diharapkan t ercipta
manusia yang beriman, bert akw a, berbudi luhur, dan berket rampilan
sesuai dengan t ujuan pendidikan nasional yang tercant um dalam UUSPN
BAB II
LATAR BELAKANG M UNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno
Sejarah m enunjukkan bahw a kini filsafat t idak lagi m em baw a
pemikiran m engenai adanya subjek besar sebagaim ana m asa lalu.
Kemajuan ilmu penget ahuan, t erut am a ilmu penget ahuan alam , t elah
menggoyahkan dasar-dasar pemikiran filsafat .
Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk
ilmu penget ahuan m enjadi semacam pendekat an dan perekat kem bali
berbagai macam ilmu penget ahuan yang t elah berkembang pesat dan
t erpisah satu dengan lainnya. Jadi jelaslah bagi kit a bahw a filsafat
berkembang sesuai dengan perput aran dan perubahan zam an. Paling
t idak, sejarah filsafat lam a m em baw a m anusia unt uk m enget ahui salah
sat u cerit a dalam kat egori filsafat spiritual kuno. Kira-kira 1200-1000 SM
sudah t erdapat cerit a-cerit a lahirnya Zarat hust hra, dari keluarga
sapit am a, yang lahir di t epi sungai, yang ditolong Ahura M azda dalam
masa pem erint ahan raja-raja Akhmania (550-530 SM ).
1. Timur Jauh
Yang t erm asuk w ilaya t imur jauh ialah China, India, dan Jepang. Di
India berkembang filsafat spirit ualisme, Hinduisme dan Buddhism e.
Sedangkan di jepang berkem bang Shintoism e, begit u juga china
berkem bang Taoisme dan konfusianism e (Gazalba, 1986:60).
a. Hindu
Hindu adalah konsep karma yang b erart i set iap individu t elah
dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk m anusia at au
binat ang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian
dari jiw a universal (reinkarnasi). Karm a t ersebut pada akhirnya
b. Budha
Pencet us agama Buddha ialah Sidart a Gaut ama (kira-kira 563
-483 SM ) sebagai akibat dari ket idakpuasannya t erhadap
penjelasan para guru Hinduism e t ent ang kejahat an yang sering
menim pa m anusia. Set elah m elakukan hidup bert apa dan
medit asi selam a enam t ahun, secara t iba-t iba dia menemukan
gagasan dan jaw aban dari pert anyaannya. Gagasan-gagasan it ulah
yang kem udian menjadi dasar agama Hindu (Sanuel Smith,
1986:12).
c. Taoism e
Pendiri Taoism e ialah Lao Tse, lahir pada t ahun 604 SM .
Tulisannya yang m engandung m akna filsafat adalah jalan Tuhan
at au sabda Tuhan, Tao ada dimana-mana, t et api t idak berbent uk
dan t idak pula diraba, t idak dapat dilihat dan didengar. M anusia
harus hidup selaras dengan Tao dan harus bisa menahan nafsunya
sendiri.
d. Shinto
Shinto m erupakan salah sat u kepercayaan yang banyak
dipeluk m asyarakat jepang. Sejak abad ke 19 Shint o t elah
mendapat st at us agam a resm i Negara, yang m enit ik berat kan
pemujaan alam dan pem ujaan leluhur. Agam a Shinto mem iliki
banyak upacara keagamaan.
Yahudi berasal darinama seorang put ra Ya’ kub, Yahuda, put ra
ke em pat dari 12 orang bersaudara. Pem ikiran-pem ikiran filsafat
Tim ur Tengah m uncul sekit ar 1000-150 SM .
b. Krist en
Pengikut agam a Krist en pada w aktu it u tidak ubahnya sepert i
pengikut agam a lain, yaitu dari golongan rakyat jelat a. Set elah
berkembang, pengikutnya pun m eram bah ke kalangan at as, ahli
pikir (filosof) dan kem udian para pem ikir. At as kemajuannya,
zam an ini disebut zaman pat rist ic.
3. Romaw i dan Yunani : Ant romorpism e
Ant romorpism e m erupakan suatu paham yang menyamakan sifat
-sifat Tuhan (Pencipt a) dengan -sifat yang ada pada manusia (yang
dicipt akan).
B. Reaksi Terhadap Spiritualisme di Yunani
Spirit ualisme m erupakan suat u aliran filsafat yang mem ent ikan
kerohanian, lawan dan m at erialism e (Poerdarmint a, 1984:963). Karena
itu spiritualism e m endasari semua yang ada di alam t erdiri dari ruh,
sukma, jiw a yang t idak berbentuk dan tidak m enem pat i ruangan. Jiw a
mempunyai kekuat an dan dapat m elakukan t anggapan (voorst eling) at au
sesuat u yang bukan berasal dari t angkapan panca indera, yang dat ang
secara t iba-t iba berbentuk gambaran. Dengan kat a lain jiw a adalah alat
unt uk menerim a sesuat u yang bersifat non-m ateri yang t idak bercam pur
dengan tangkapan-t angkapan pancaindera lahiriyah. Jiw a ini menangkap
angan-angan yang murni dan alami pada lapangan m et afisis (Suryadipura,
Nam un dem ikian , t ernyat a ada beberapa filosof yang m erasa
kurang puas dengan aliran spiritualisme yang dianggap tidak sesuai
dengan penget ahuan ilm iah. M aka lahirlah aliran mat erialisme. Diant ara
t okohnya adalah Leukipos dan Demokrit us (460-370 SM ), yang
menyat akan semua kejadian alam adalah at om, dan semuanya adalah
mat eri. Kem udian lahir pila aliran Rasionalism e Rene Descart es, yang
menyat akan bahw a pusat segala sesuat u t erlet ak pada dunia rasio,
sem ent ara yang alin adalah objeknya. Dem ikianlah rangkaian reaksi
filosof t erhadap aliran spirit ualism e. Sebenarnya aliran ini tidak saja
bergulir di Yunani , t et api juga di dunia Barat dan Eropa.
C. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan
Suatu pandangan t eoritis itu mempunyai hubungan erat dengan
lingkungan dim ana pem ikiran it u dijalankan, begit u juga lahirnya filsafat
yunani pada abad ke-6 SM . Bagi orang yunani, filsafat merupakan ilm u
yang meliput i sem ua penget ahuan ilm iah. Di Yunanilah pem ikiran ilm iah
mulai tumbuh, t erut am a bidang filsafat pendidikan.
D. Pemikiran Filsafat Pendidikan M enurut Socrates (470-3 SM )
Dalam sejarah filsafat , Sacrat es adalah seorang pem ikir besar
kuno, yang gagasan filosofis dan m et ode pengajarannya sangat
mempengaruhi t eori dan prakt ik pendidikan di seluruh dunia Barat .
Prinsip dasar pendidikan m enurut Socrat es adalah met ode
dialekt is. M et ode ini digunakan Socrat es sebagai dasar t eknis pendidikan
yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar berpikir secara
cermat unt uk m enguji coba diri sendiri, dan untuk memperbaiki
E. Pemikiran Filsafat Pendidikan M enurut Plato (427-347 SM )
M enurut Plato, pendidikan it u sangat perlu, baik bagi dirinya
selaku individu maupun w arga Negara . Negara wajib m em berikan
pendidikan pada set iap warga Negara. Namun demikian, set iap pesert a
didik harus diberi kebebasan untuk m engikuti sesuai dengan bakat , minat
dan kem ampuan m asing sesuai dengan jenjang usianya.
F. Pemikiran Filsafat Pendidikan menurut Aristoteles (367-345 SM ) M enurut Aristot eles agar orang dapat hidup baik m aka ia harus
mendapat kan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal sem at a-m at a,
melainkan soal memberi bimbingan pada perasaan-perasaan yang lebih
t inggi, yaitu akal guna m engatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya
sehingga ia m em erlukan dukungan-dukungan perasaan yang lebih t inggi
agar diarahkan secara benar. Arist ot eles m engem ukakan bahw a
pendidikan yang baik itu m empunyai tujuan untuk kebahagiaan . Dan
kebahagiaan t ert inggi adalah hidup spekulatif (Barnadib, 1994:72).
Arist ot eles juga m enganggap penting pembentukan kebiasaan
pada pendidikan dasar. Pada tingkat pendidikan usia muda itu perlu
BAB III
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN M ODERN DITINJAU DARI ONTOLOGI,
EPISTEM OLOGI DAN AKSIOLOGI
A. Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Ontologi berart i ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyat a dan
bagaim ana keadaan yang sebenarnya: apakah hakikat dibalik alam nyat a
ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuat u dari alam nyat a yang
sangat t erbat as bagi pancaindra kit a.
Epist em ologi adalah penget ahuan yang berusaha m enjaw ab
pertanyaan-pert anyaan sepert i apakah penget ahuan, cara manusia
memperoleh dan m enangkap penget ahuan dan jenis-jenis penget ahuan.
M enurut epist emologi, set iap penget ahuan m anusia m erupakan hasil
pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diket ahui manusia
(salam , 1988:19). Epist emologi m embahas sumber, proses, syarat , bat as
fasilit as dan hakikat penget ahuan yang mem berikan kepercayaan dan
jam inan bagi guru bahw a ia m em berikan kebenaran kepada
murid-muridnya (M uham mad Noor Syam, 1986:32).
Sedangkan aksiologi m enyangkut nilai-nilai yang berupa
pertanyaan apakah yang baik at au bagus itu. Dalam definisi yang lain
aksiologi merupakan suatu pendidikan yang m enguji m anusia dan
mengint egrasikan sem ua nilai t ersebut dalam kehidupan manusia. Unt uk
selanjutnya nilai-nilai t ersebut dit anamkan dalam kepribadian anak (Ibid,
1986:95).
B. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan M odern 1. Aliran Progesivism e
Aliran progesivism e m engakui dan berusaha mengem bangkan
survive m enghadapi semua t ant angan hidup. Dinamakan
inst rum ent alisme, karena aliran ini beranggapan bahw a kemam puan
int elegensi manusia sebagai alat untuk hidup, unt uk kesejaht eraan
dan untuk m engembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperim ent alisme, karena aliran ini menyadari dan m em prakt ekkan
asas eksperim en unt uk menguji kebenaran suat u t eori. Dan
dinamakan environm ent alism e, karena aliran ini m enganggap
lingkungan hidup itu m em pengaruhi pembinaan kepribadian
(M uham mad Noor Syam, 1987:228-229).
2. Aliran Esensialisme
Aliran esensialism e merupakan aliran pendidikan yang didasarkan
pada nilai-nilai kebudayaan yang t elah ada sejak aw al peradaban
m anusia. Esensialisme m uncul pada zam an Renaisance dengan
ciri-cirinya beda dengan progesivism e. Dasar pijakan aliran pendidikan ini
lebih fleksibel dan t erbuka untuk perubahan dan toleran, dan tidak
ada ket erkait annya dengan dokt rin t ert ent u. Esensialisme
m em andang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
m em iliki kejelasan dan t ahan lama , yang m emberikan kest abilan dan
nilai-nilai t erpilih yang m empunyai t at a yang jelas (Zuhairini, 1991:21).
3. Aliran Perenialism e
Perenialisme m em andang pendidikan sebagai jalan kembali at au
proses m engem balikan keadaan sekarang. Perenialism e m emberikan
sum bangan yang berpengaruh baik t eori m aupun prakt is bagi
kebudayaan dan pendidikan pada zaman sekarang ( M uham mad Noor
4. Aliran Rekont ruksionisme
Aliran rekont ruksionisme m erupakan aliran yang berusaha
m erombak t at a susunan lama dengan m embangun t at a susunan
BAB IV
HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, M ANUSIA DAN PENDIDIKAN
A. Teori Kebenaran menurut Pandangan Filsafat dalam bidang Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Ada beberapa t eori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam
bidang ont ologi, epist emologi, dan aksiologi.
1. Ontologi
Ontologi sering diidenfikasi dengan met afisika, yang juga disebut
dengan proto filsafat at au filsafat yang pert am a, at au filsafat
ket uhanan yang bahasannya adalah hakikat sesuat u, keesaan,
persekut uan, sebab dan akibat , realit a, prima at au Tuhan dengan
segala sifat nya, m alaikat , relasi at au segala sesuat u yang ada dibum i
dengan t enaga-t enaga yang dilangit , w ahyu, akhirat, dosa, neraka,
pahala dan surga.
Di dalam pendidikan, pandangan ont ologi secara prakt is akan
m enjadi masalah yang ut ama. Sebab anak bergaul dengan
lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat unt uk mengert i
sesuat u. Anak-anak, baik di m asyarakat maupun sekolah, selalu
dihadapkan pada realit a, objek pengalam an, benda mat i, benda hidup
dan sebagainya. M embimbing anak untuk m em ahami realit a dunia
dan m em bina kesadaran t ent ang kebenaran yang berpangkal pada
realit a itu m erupakan t ahap pert am a sebagai st imulus untuk
m enyelami kebenaran itu. Dengan sendirinya, pot ensi berpikir krit is
anak-anak untuk m engert i kebenaran itu t elah dibina. Di sini
2. Epistemologi
Epist em ologi didefenisikan sebagai cabang filsafat yang
bersangkut an dengan filsafat dasar dari ruang lingkup penget ahuan
pra-pra anggapan dan dasar-dasarnya sert a realit as umum dari
t untunan penget ahuan sebenarnya. Epist em ologi ini adalah nam a lain
dari logika m at erial at au logika m ayor yang membahas isi pikiran
m anusia, yakni penget ahuan ( Dardini, 1986:18).
Epist em ologi adalah studi t ent ang penget ahuan, bagaim ana kit a
m enget ahui benda-benda. Untuk lebih jelasnya ada beberapa contoh
pert anyaan yang m enggunakan kat a “ t ahu” dan mengandung
pengert ian yang berbeda-beda baik sumbernya maupun validit asnya.
a. Tent u saja saya t ahu ia sakit , karena saya m elihatnya;
b. Percayalah, saya t ahu apa yang saya bicarakan;
c. Kami t ahu mobilnya baru, karena baru kem arin kami menaikinya
(Ali, 1993:50).
3. Aksiologi
Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value).
M enurut Bram eld, ada tiga bagian yang membedakan di dalam
aksiologi. Pert am a, moral conduct, tindakan m oral. Bidang ini
m elahirkan disiplin khusus yait u et ika. Kedua , est het ic expression,
ekspresi keindahan yang melahirkan est et ika. Ket iga, socio-polit ical
life, kehidupan polit ik. Bidang ini m elahirkan ilmu filsafat
sosio-polit ik (M uhamm ad Noor Syam , 1986: 34-36).
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan
m enguji dan m engint egrasikan semua nilai t ersebut dalam kehidupan
m anusia dan m em binanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk
m enilai secara m endalam dalam art i unt uk m em bina kepribadian
ideal. Berikut ini beberapa cont oh yang dapat kita pergunakan untuk
m enilai seseorang itu baik, yaitu:
a. Baik, bu. Saya akan selalu baik dan t aat kepada ibu!.
b. Nak, bukankah ini bacaan yang baik unt ukm u?.
c. Baiklah, Pak. Aku akan mengam alkan ilmuku.
B. Pandangan Filsafat tentang Hakikat M anusia
Ilmu yang m em pelajari hakikat m anusia disebut ant ropologi
filsafat . Dalam hal ini, ada em pat aliran yang akan dibahas. Pert am a,
aliran serba zat . Aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada it u
hanyalah zat at au m at eri. Alam ini adalah zat atau m at eri dan manusia
adalaha unsur dari alam maka dari it u manusia adalah zat at au m at eri
(Ibid, 1991).
Kedua aliran serba-ruh. Aliran ini berpendapat bahw a segala
hakikat sesuat u yang ada di dunia ini ialah ruh. Sement ara adalah
manifest asi dari ruh. M enurut fiche, segala sesuat u yang ada (selain ruh)
dan hidup ini hanyalah perumpam aan, perubahan, atau penjelmaan dari
ruh ( Gazalba, 1992:288). Dasar pikiran aliran ini ialah bahw a ruh lebih
berharga, lebih t inggi nilainya daripada m ateri. M issal: bet apapun kit a
mencint ai seseorang , jika ruhnya t erpisah dari badannya, m aka mat eri/
jasadnya t idak ada art inya lagi. Dengan dem ikian aliran ini m enganggap
ruh it u ialah hakikat , sedangkan badan ialah penjelm aan at au bayangan.
Ket iga, aliran dualisme. Aliran ini m enganggap bahw a manusia itu
pada hakikat nya t erdiri dari dua subt ansi, yaitu jasmani dan rohani.
Kedua subt ansi ini m asing-m asing m erupakan unsur asal, yang adanya
t idak t ergant ung sat u sam a lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh dan ruh
dan ruh. Ant ara badan dan ruh t erjadi sebab akibat keduanya saling
mempengaruhi.
Keem pat aliran eksit ensialisme. Aliran filsafat m odern
berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan eksitensi dari m anusia.
Hakikat manusia adalah apa yang m enguasai manusia secara m enyeluruh.
Disini, m anusia dipandang tidak dari sudut serba-zat at au serba-ruh at au
dualism e, t et api dari segi eksit ensi m anusia di dunia ini.
C. Sistem Nilai dalam Kehidupan M anusia
Sist em merupakan suat u himpunan gagasan at au prinsip-prinsip
yang saling bert aut an, yang bergabung menjadi suat u keseluruhan. Nilai
akan selalu muncul bila m anusia mengadakan hubungan social atau
bermasyarakat dengan m anusia lain.
a. Pengert ian nilai
Dalam Ensiklopedia Brit anica disebut kan, bahw a nilai itu
m erupakan suat u penet apan at au suat u kualit as suatu objek yang
m enyangkut suatu jenis apresiasi.
Nilai m erupakan hasil kreat ivit as manusia dalam rangka melakukan
kegiat an sosial, baik itu berupa cint a, simpat i, dan lain-lain.
b. Bentuk dan tingkat -t ingkat nilai
M enurut Burbecher, nilai it u dibedakan dalam dua bagian, yait u
nilai inst rinsik dan nilai inst rument al. Nilai inst rum ent al adalah nilai
yang dianggap baik karena bernilai untuk yang lain. Nilai inst rinsik
adalah yang dianggap baik, t idak untuk sesuat u yang lain , m elainkan
di dalam dirinya sendiri.
Sem ent ara menurut aliran realism e, kualit as nilai tidak dapat
dari apa at au bagaimana keadaan bila dihayati oleh subjek t ert ent u
dan bagaim ana sikap subjek t ersebut .
Adapun t ingkat perkembangan nilai m enurut August e Com t e, itu
t erbagi m enjadi t iga, yaitu t ingkat t eologis, tingkat m et afisik, dan
t ingkat positif. Tingkat t eologis adalah tingkat pert am a, selanjutnya
t ingkat m et afisik, dan sebagai t ingkat yang paling at as adalah apabila
m anusia t elah m enguasai penget ahuan eksakt a yang berart i manusia
t elah mencapai tingkat positif (M ohamm ad Noor Syam , 1986:132).
Pada umumnya masyarakat m enganut pendapat bahw a hierarki nilai
dalam kehidupan manusia itu ident ik dengan hierarki t ingkat -t ingkat
kebenaran , sebab kebenaran ialah nilai it u sendiri.
c. Nilai-nilai pendidikan dan tujuan pendidikan
M enurut M uham m ad Noor Syam, pendidikan secara prakt is t ak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, t erut ama yang m eliputi kualit as
kecerdasan, nilai ilmiah, nilai m oral, dan nilai agama yang
kesemuanya t ersimpul dalam t ujuan pendidikan, yakni m em bina
kepribadian ideal.
Tujuan pendidikan, baik itu pada isinya at aupun rumusannya,
t idak m ungkin kit a t et apkan t anpa pengert ian dan penget ahuan yang
t epat t ent ang nilai-nilai.
Untuk menet apkan t ujuan pendidikan dasar, harus m elalui
beberapa pendekat an sepert i:
1) Pendekat an m elalui analisis historis lem baga-lem baga sosial;
2) Pendekat an m elalui analisis ilm iah t ent ang realit a kehidupan
akt ual;
3) Pendekat an m elalui nilai-nilai filsafat yang norm atif.
Sedangkan m enurut aristot eles, t ujuan pendidikan hendaknya
1988:40). Dengan dem ikian dapat diam bil suatu pengert ian bahw a
nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada.
d. Et ika jabat an
Kewajiban m endidik m erupakan panggilan sebagai m oral tiap
m anusia. Yang jelas kaum professional ialah m ereka yang t elah
m enem puh pendidikan relat ive cukup lam a dan m engalam i lat
ihan-lat ihan khusus. Oleh karena itulah, dalam pendidikan seorang guru
harus m em punyai asas-asas um um yang universal yang dapat
dipandang sebagai prinsip umum, sepert i:
1) M elaksanakan kew ajiban dasar good will at au itikad baik, dengan
kesadaran pengabdian;
2) M emperlakukan siapa pun, anak didik sebagai pribadi yang sam a
dengan pribadinya sendiri;
3) M enghorm at i perasaan t iap orang;
4) Selalu berusaha m enyumbangkan ide-ide, konsepsi,-konsepsi dan
karya-karya (ilmiah) demi kem ajuan bidang kew ajibannya;
5) Akan menerim a haknya semat -sem at a sebagai kehorm at an.
D. Pandangan Filsafat tentang Pendidikan
Secara sederhana, filsafat pendidikan adalah nilai-nilai dan
keyakinan-keyakinan filsafat yang m enjiwai, mendasari, dan mem berikan
identitas suatu sist em pendidikan. Filsafat pendidikan adalah jiw a, ruh
dan kepribadian sist em kependidikan nasional, karenanya sist em
pendidikan nasional w ajarlah dijiw ai, didasari dan mencerminkan
identitas Pancasila, cit ra, dan karsa bangsa kit a, at au tujuan nasional dan
hasrat luhur rakyat Indonesia yang t ersimpul dalam pem bukaan
Ada beberapa unsur yang dapat dijadikan t onggak untuk
pengem bangan pendidikan lebih lanjut m eliput i:
1) Dasar dan t ujuan
2) Pendidikan dan persert a didik
3) Kurikulum
BAB V
FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA
A. Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa
Dalam ket et apan M PR Nomor 11/ M PR/ 178, Pancasila adalah jiwa
dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan
bangsa Indonesia dan dasar Negara.
Sangat lah wajar kalau pancasila dikat akan sebagai filsafat hidup bangsa
karena, m enurut M uham m ad Noor Syam (1983:346), nilai-nilai dasar
dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkem bang sejak aw al
peradabannya, yang m eliputi:
1. Kesadaran ket uhanan dan kesadaran keagam aan secara sederhana;
2. Kesadaran kekeluargaan, dim ana cint a dan keluarga sebagai dasar
dan kodrat t erbent uknya m asyarakat dan sinambungnya generasi;
3. Kesadaran musyaw arah mufakat dalam m enet apkan kehendak
bersam a;
4. Kesadaran got ong royong, tolong menolong
5. Kesadaran t enggang rasa, at au t epa slira, sebagai semangat
kekeluargaan dan kebersamaan; horm at m enghorm at i dan
m em elihara kesat uan, saling pengert ian demi keut uhan kerukunan
dan kekeluargaan dalam kebersam aan.
Nilai-nilai yang t ergant ung dalam Pancasila t ersebut sudah
berabad lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena it u
Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.
B. Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Sist em pendidikan yang dialami sekarang m erupakan hasil
bangsa di m asa lalu. Pendidikan t idak berdiri sendiri, t api selalu
dipengaruhi oleh kekuat an-kekuat an polit ik, sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, ingin
mencipt akan manusia Pancasila. Pada t ahun 1959, pemerint ah
mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan t idak
menuju pembentukan m anusia liberal yang dianggap sangat
bertent angan dengan jiw a dan sem angat bangsa Indonesia( Depdikbud,
1993:79). Kemudian at as inst ruksi ment eri Pengajaran dan Kebudayaan
(PM ), Prof.DR. Priyono m engeluarkan inst ruksi yang dikenal dengan nam a
” Sapt a Usaha Tam a dan Pancaw ardhana” yang isinya ant ara lain bahw a
Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional.
Pendidikan suatu bangsa akan secara ot omatis m engikut i ideologi
bangsa yang dianut. Karena sist em pendidikan nasional Indonesia dijiw ai,
didasari dan mencerminkan identit as Pancasila. Sem ent ara cit a dan karsa
bangsa kit a, t ujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, t ersimpul
dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perw ujudan jiw a dan nilai
Pancasila. Cit a dan karsa ini dilem bagakan dalam sistem pendidikan
nasional yang bert umpu dan dijiw ai oleh suatu keyakinan, dan pandangan
hidup Pancasila. Inilah alasan m engapa filsafat pendidikan pancasila
merupakan tunt utan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila
adalah subsist em dari sistem Negara pancasila. Dengan kat a lain, sist em
Negara pancasila w ajar t ercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai
subsist em kehidupan bangsa dan m asyarakat .
C. Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi
kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Pancasila merupakan dasar
negara yang m em bedakan dengan bangsa lain.
Filsafat adalah berpikir secara m endalam dan sungguh-sungguh
unt uk m encari kebenaran sesuat u. Sement ara filsafat pendidikan adalah
pemikiran yang mendalam t ent ang kependidikan berdasarkan filsafat .
Bila kit a hubungkan fungsi Pancasila dengan sist em pendidikan dit injau
dari filsafat pendidikan maka dapat kit a jabarkan bahw a Pancasila adalah
pandangan hidup bangsa yang menjiw ai sila-silanya dalam kehidupan
sehari-hari. Dan untuk m enerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaim ana nilai-nilai
Pancasila it u dapat dilaksanakan. Dalam hal ini t ent unya pendidikanlah
yang berperan ut am a.
D. Filsafat Pendidikan Pancasila dalam tinjauan ontologi, Epistemologi,dan Aksiologi
1. Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki t ent ang
hakikat yang ada. M enurut M uhamm ad Noor Syam (1984:24),
ont ologi kadang-kadang disam akan dengan m et afisika; sebelum
m anusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengert i hakikat
sesuat u.
Pancasila sebagai filsafat , ia m em punyai abst rak umum dan universal.
Yang dimaksud isi yang abst rak disini bukannya Pancasila sebagai
filsafat yang secara operasionalkan t elah diw ujudkan dalam
kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengert ian pokok yang
dipergunakan unt uk merum uskan m asim g-masing sila.
a. Sila pert am a, Ket uhanan Yang M aha Esa
Sila pert am a m enjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sist em
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pert am a ini kit a
diharapkan bert akwa kepada Tuhan Yang M aha Esa, juga
merupakan bagian dari sist em pendidikan nasional. Ini sesuai
dengan t ujuan pendidikan nasional yaitu unt uk menjadikan
manusia beriman dan bert akw a kepada Allah. Karena it u, di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dit anam kan
nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
b. Sila kedua, Kemanusian yang adil dan beradab
M anusia yang ada di muka bumi ini m empunyai harkat dan
mart abat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai
pancasila dan fit rahnya sebagai ham ba Allah (Darmodiharjo,
1988:40).
Pendidikan tidak membedakan usia, agama dan tingkat sosial
budaya dalam m enunt ut ilmu. Set iap m anusia mem ilki kebebasan
dalam menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali
t ingkat ket akw aan seseorang. Pendidikan harus dijiw ai Pancasila
sehingga akan m elahirkan m asyarakat yang susila, bert anggung
jaw ab, adil dan makm ur baik spirit ual m aupun mat erial, dan
berjiw a Pancasila. Dengan demikian sekolah harus mencerminkan
sila-sila dari Pancasila.
c. Sila ket iga, Persat uan Indonesia
Sila ket iga ini t idak m em bat asi golongan dalam belajar. Ini
berart i bahw a semua golongan dapat m enerim a pendidikan, baik
golongan rendah m aupun golongan t inggi, t ergant ung
kemam puannya untuk berpikir, sesuai dengan UUD 145 pasal 31
d. Sila keempat , Kerakyat an yang Dipimpin oleh Hikm at
Kebijaksanaan dalam Perm usyarat an/ Perw akilan.
Sila keem pat ini sering dikait kan dengan kehidupan
demokrasi. Dalam hal ini, demokrasi sering diart ikan sebagai
kekuasaan di t angan rakyat . Bila dilihat dari dunia pendidikan ,
maka hal ini sangat relevan , karena m enghargai orang lain dem i
kemajuan. Di sam ping itu, juga sesuai dengan UUD 1945 pasal 28
yang menyat akan kebebasan unt uk mengeluarkan pendapat baik
lisan m aupun tulisan. Jadi dalam m enyusun pendidikan,
diperlukan ide-ide dari orang lain dem i kemajuan pendidikan.
e. Sila kelim a, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam sist em pendidikan nasional, m aksud adil dalam arti
yang luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil di
sini adil dalam melaksanakan pendidikan: ant ara ilmu agama dan
umum itu seimbang; disam ping mengejar IM TEK, kit a juga
mengejar IM TAQ yang m erupakan tujuan dari ibadah. Adil juga
dalam art i sem pit di kelas, pendidik tidak boleh
membeda-bedakan sisw a.
2. Epistemologi
Epist em ologi adalah studi t ent ang penget ahuan benda-benda,
epist emologi dapat juga berart i bidang filsafat yang m enyelidiki
sum ber, syarat , proses t erjadinya ilmu penget ahuan, bat as validit as,
dan hakikat ilm u penget ahuan. Dengan filsafat kit a dapat
m enent ukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkat an
ket enangan dan kesejat eraan hidup, pergaulan dan berw arga Negara.
a. Sila pert am a, Ket uhanan Yang M aha Esa
Pancasila lahir tidak secara mendadak , t et api melalui proses
panjang. Pancasila digali dari bum i Indonesia yang m erupakan
dasar Negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa,
t ujuan dan arah untuk m encapai cit a-cit a dan perjanjian luhur
rakyat Indonesia (Widjaya, 1985:176-177).
Dengan dem ikian, Pancasila bersum ber dari bangsa Indonesia
yang prosesnya m elalui perjuangan rakyat . Bila kit a hubungkan
dengan Pancasila m aka dapat kit a ket ahui bahw a apakah ilm u itu
didapat melalui rasio at au dat ang dari Tuhan.
b. Sila kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab
M anusia it u m em punyai pot ensi yang dapat dikem bangkan.
Pancasila adalah ilmu yang diperoleh m elalui perjuangan yang
sesuai dengan logika. Dengan m em punyai ilmu moral, diharapkan
t idak lagi kekerasan dan kesew enang-w enangan manusia
t erhadap yang lain. Tingkat kedalam an penget ahuan m erupakan
perwujudan dari pot ensi rasio dan int elegensi yang t inggi.
c. Sila ket iga, Persat uan Indonesia
Proses t erbent uknya penget ahuan m anusia merupakan hasil
dari kerja sam a at au produk hubungan dengan lingkungannya.
Pot ensi dasar dengan fakt or kondisi lingkungan yang m em adai
akan mem bent uk penget ahuan. Dalam hal ini, sebagai cont ohnya
adalah ilmu sosiologi yang m empelajari hubungan manusia yang
sat u dengan lainnya IKIP M alang, 1983:59). Dalam hubungan ant ar
manusia it u diperlukan suat u landasan yait u Pancasila. Dengan
demikian, kit a t erlebih dahulu menget ahui ciri-ciri suat u
d. Sila keempat , Kerakyat an yang Dipimpin oleh Hikm at
Kebijaksanaan dalam Perm usyaw arat an/ Perw akilan.
M anusia dicipt akan Allah sebagai pem impin di muka bumi ini
unt uk m em akm urkan um at m anusia. Seorang pemimpin
mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam
sist em pendidikan nasional, pendidikan memang m em punyai
peranan sangat besar, t api t idak m enutup kemungkinan peran
keluarga dan m asyarakat dalam mem bent uk manusia Indonesia
seut uhnya. Jadi dalam hal ini diperlukan suat u ilm u keguruan
unt uk m encapai guru yang ideal, guru yang kompet en. Set iap
manusia bebas m engeluarkan pendapat dengan melalui lembaga
pendidikan. Set iap ada perm asalahan diselesaikan dengan jalan
musyaw arah agar m endapat kat a m ufakat .
e. Sila kelim a, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ilmu penget ahuan sebagai perbendaharaan dan prest asi
individu sert a sebagai karya budaya um at m anusia m erupakan
mart abat kepribadian manusia (Ibid :63). Dalam art i luas, adil di
at as dim aksudkan seim bang ant ara ilmu umum dan ilm u agam a.
Hal ini didapat kan melalui pendidikan, baik it u informal, formal,
dan non form al. Dalam sist em pendidikan nasional yang int inya
mempunyai tujuan yang mengejar IPTEK dan IM TAQ. Di bidang
sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam
hal mengent askan kem iskinan, dim ana hal-hal ini sesuasi dengan
but ir-butir Pancasila. Kita harus m enghorm at i dan m enghargai
hasil karya orang lain, hemat berart i pengeluaran sesuai dengan
3. Aksiologi
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai.
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar Negara m em ilki
nilai-nilai : Ketuhanan, kem anusian, persat uan, kerakyat an, dan keadilan.
Nilai ideal , m at erial, spiritual, dan nilai posit if dan nilai logis, est et ika,
et is, sosial dan religious. Jadi Pancasila m empunyai nilai-nilai
t ersendiri.
a. Sila pert am a, Ket uhanan Yang M aha Esa
Percaya pada Allah m erupakan hal yang paling ut ama dalam
ajaran Islam. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari kanak-kanak
sam pai perguruan t inggi, diberikan pelajaran agam a dalam hal ini
merupakan subsist em dari sist em pendidikan nasional.
b. Sila kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab
Dalam kehidupan umat Islam, set iap muslim yang dat ang
kemasjid untuk shalat berjam aah berhak berdiri di depan dengan
t idak membedakan ket urunan, ras, dan kedudukan : dimat a Allah
sam a, kecuali ket akw aan seseorang. Inilah sebagian kecil cont oh
nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Islam .
c. Sila ket iga, Persat uan Indonesia
Islam m engajarkan supaya bersat u dalam m encapai tujuan
yang dicit a-cit akan. M engajarkan unt uk t aat pada pem impin. Di
dalam pendidikan, jika kit a ingin berhasil, kit a harus berkorban
demi t ercapainya t ujuan yang didam bakan. Yang jelas w arga
Negara punya t anggung jaw ab untuk m em pert ahankan dan
mengisi kem erdekaan ini. Bercerai berai kit a runt uh, bersat u kit a
d. Sila keem pat , Kerakyat an yang Dipimpin oleh Hikm at
kebijaksanaan dalam Perm usyaw arat an/ Perw akilan.
Jauh sebelum islam dat ang, di Indonesia sudah ada sikap
got ong royong dan musyaw arah. Dengan dat angnya Islam, sikap
ini lebih diperkuat lagi dengan ket erangan Al Quran. Di dalam nya
juga dit erangkan bahw a dalam hasil musyaw arah dilaksanakan
dengan penuh t anggung jaw ab dan dipertanggungjaw abkan
secara m oral kepada Allah SW T.
e. Sila kelim a, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Adil berart i seimbang ant ara hak dan kew ajiban. Dalam segi
pendidikan, adil itu seimbang ant ara ilmu umum dan ilmu agam a
di mana ilmu agam a adalah subsist em dari sist em pendidikan
nasional.
M engem bangkan perbuatan yang luhur, m enghorm at i hak orang
lain, suka m em beri pert olongan, bersikap hem at , suka bekerja,
menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sam a
mew ujudkan kem ajuan yang merat a dan keadilan sosial. Dengan
berdasarkan butir-but ir dari sila kelim a ini, kit a dapat m enget ahui
bahw a nilai-nilai yang ada pada sila kelim a ini t elah ada sebelum
Islam dat ang. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan t elah
diamalkan di Indonesia.
Filsafat Pendidikan Pancasila adalah tuntut an form al yang
fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar Negara Pancasila
sebagai Sist em Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran
memiliki dan mew arisi sist em kenegaraan Pancasila adalah dasar
pengam alan dan pelest ariannya, sedangkan jaminan ut amanya
Indonesia seut uhnya ini t erbina melalui sistem pendidikan
BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN PENINGKATAN SUM BER DAYA M ANUSIA
A. Filsafat Pendidikan dan Kepribadian
Dalam pengert ian sederhana, filsafat diart ikan sebagai
kepribadian jat idiri dan pandangan hidup seseorang, m asyarakat at au
bangsa. Kondisi ini dibentuk oleh t radisi kehidupan masyarakat at aupun
oleh usaha yang t erprogram.
Nam un demikian, sesederhana apapun, pembent ukan itu t ak lepas dari
peran pendidikan. Pendidikan m enurut Hasan Langgulung, pada
prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut pandang: individu dan m asyarakat
(Hasan Langgulung, 1986:38).
Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan m erupakan usaha
unt uk m em bim bing dan m enghubungkan pot ensi individu. Sement ara
dari sudut pandang kemasyarakat , pendidikan m erupakan usaha
pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi t ua ke generasi m uda agar
nialai-nilai budaya t ersebut t et ap t erpelihara. Dalam kont ek ini dapat
dilihat hubungan ant ara pendidikan dengan t radisi budaya dan
kepribadian suatu m asyarakat bet apapun sederhananya m asyarakat it u.
Transfer nilai-nilai budaya yang paling efekt if adalah m elalui
proses pendidikan. Dalam masyarakat m odern, proses pendidikan
t ersebut didasarkan pada suatu sist em yang sengaja dirancang sebagai
program pendidikan secara formal. Oleh sebab itu, dalam
penyelenggaraannya dibentuk kelem bagaan pendidikan form al.
M enurut Hasan Langgulung, pendidikan m encakup dua
kepent ingan ut am a, yaitu pengem bangan pot ensi individu dan
pewarisan-pew arisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkait an erat
dengan pandangan hidup satu masyarakat at au bangsa it u m
mengandung karakt erist ik t ent ang jat i diri atau pandangan hidup
masyarakat at au bangsa yang mem buatnya.
Bangsa Indonesia yang m emiliki filsafat dan pandangan hidup
t ersendiri, yait u Pancasila. Pandangan hidup ini dengan sendirinya
menjadi dasar dan sekaligus t ujuan sist em pendidikan nasional. Dengan
kat a lain sist em pendidikan nasional disusun at as dasar filsafat
pendidikan Pancasila. Sebab filsafat pendidikan m erupakan ilmu
pendidikan yang bersendikan filsafat at au filsafat yang dit erapkan dalam
usaha pemikiran dan pemecahan m asalah-m asalah pendidikan (Imam
Barnadib, 1986:5).
Bila pendidikan dikembalikan pada fungsinya sebagai usaha untuk
mengem bangkan pot ensi individu dan sekaligus sebagai usaha untuk
mew ariskan nilai-nilai budaya, m aka pendidikan juga menyangkut
pembentukan kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan usaha untuk
mengubah sikap dan tingkah laku. Sedangkan kepribadian berhubungan
dengan pola tingkah laku.
Set idak-t idaknya, kepribadian dapat dilihat dari empat aspek
muat annya. Pert ama, aspek personalia, yait u kepribadian dilihat dari pola
t ingkah laku lahir dan bat in yang dimiliki seseorang. Kedua, aspek
individualisme, yakni karakt erist ik at au sifat -sifat khas yang dimiliki
seseorang, hingga dengan adanya sifat -sifat ini seseorang secara individu
berbeda dengan individu lainnya. Ket iga, aspek m ent alit as, sebagai
perbedaan yang berkait an dengan cara berpikir. M ent alit as sebagai
gambaran pola pikir seseorang. Keempat , aspek ident it as, yaitu
kecenderungan seseorang untuk mem pert ahankan sikap dirinya dari
pengaruh luar. Identit as m erupakan karakt erist ik yang m enggam barkan
Berdasarkan keem pat aspek t ersebut , t erlihat bagaim ana
hubungan antara pendidikan dan pem bentukan kepribadian, dan
hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersum ber dari nilai-nilai
budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.
B. Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya M anusia
Dari sudut pandang pot ensi yang dim iliki itu, m anusia dinamakan
dengan berbagai sebutan. Dilihat dari pot ensi int eleknya manusia disebut
homo int elect us. M anusia juga disebut homo faber, karena manusia
memiliki kem am puan untuk m em buat beragam barang at au peralat an.
Kemudian m anusia pun disebut sebagai hom o sacinss at au homo saciale
abima, karena manusia adalah m akluk berm asyarakat . Di lain pihak,
manusia juga memiliki kem am puan m erasai, mengert i,
membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan, dan penget ahuan. At as dasar adanya
kemam puan t ersebut , manusia disebut homo sapiens (K. Prent , CM , J.
Adisubrat a, W.M . Poerw adarm int a, 1969: 322-764).
Filsafat pendidikan, sepert i dikem ukakan Im am Barnadib, disusun
at as dua pendekat an. Pendekat an pert ama bahw a filsafat pendidikan
diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis
tokoh-t okoh tokoh-t ertokoh-t entokoh-t u. Sedangkan pandangan kedua adalah usaha untokoh-tuk
menemukan jaw aban dari pendidikan besert a problema-problem a yang
ada yang m em erlukan tinjauan filosofis (Im am Barnadib: 7).
Dari pendekat an pert ama, t erkait dengan kualit as pot ensi
manusia, t erdapat tiga aliran filsafat . Pert am a, aliran nat uralism e, yang
menyat akan bahw a manusia memiliki pot ensi bawaan (natur) yang dapat
berkembang secara alami, t anpa memerlukan bimbingan dari luar
(lingkungan). Secara alam i manusia akan bert am bah dan berkembang
sesuai dengan kodratnya m asing-masing. Tokoh aliran ini adalah Jean
Kedua, aliran em pirisme. M enurut aliran ini, manusia tumbuh dan
berkembang at as bantuan at au karena adanya int ervensi lingkungan.
Tanpa ada pengaruh luar, m anusia tidak akan berkembang. M anusia
dianggap sebagai m ahluk pasif t anpa pot ensi baw aan. M anusia
dit ent ukan bagaim ana lingkungan m empengaruhinya. Jika lingkungan
baik m aka akan m enjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk manusia
akan m enjadi buruk pula. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer.
Ket iga aliran Konvergensi, yang m emiliki pandangan gabungan
ant ara nat uralisme dan em pirism e. M enurut aliran ini manusia secara
kodrat i t elah dianugrahi pot ensi yang disebut bakat . Nam un agar pot ensi
itu dapat t umbuh dan berkem bang dengan baik perlu adanya pengaruh
dari luar berupa t unt unan dan bimbingan melalui pendidikan. Bakat
hanyalah kem am puan at au pot ensi dasar. Pert umbuhan dan
perkembangan t ergant ung dari pem eliharaan at au pengaruh lingkungan.
Tokoh aliran ini adalah John Locke.
Ket iga aliran t ersebut kem udian m enjadi dasar pem ikiran t ent ang
manusia dalam kait an dengan problem a pendidikan. Nam un, Kohnst am m
menambah fakt or kesadaran sebagai fakt or keem pat . Dengan dem ikian,
menurutnya, selain fakt or dasar (nat ur) dan fakt or ajar (empiri), yang
kemudian dikovergensikan, masih perlu adanya fakt or kesadaran
DAFTAR PUSTAKA
Idi Abdullah, Jalaluddin. 2012. Filsafat Pendidikan M anusia, Filsafat , dan
Pendidikan. Yogyakart a: Ar-Ruzz M edia.