• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

MAYO DEP

OR TEKNO PARTEME

FAKUL

K

SIS

OLOGI DA N PEMAN LTAS PERI INSTITU

KOTA SER

RANG

SKA MAGNNAWATI

AN MANAJ NFAATAN

JEMEN PE

IKANAN D UT PERTA

BOGO 2010

SUMBERD

ERIKANAN

DAN ILMU ANIAN BOG

OR 0

DAYA PER

N TANGKA

U KELAUT

RIKANAN AP N TAN

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 19 Juli 2010

(3)

dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan DINIAH

Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah. Potensi yang ada di Kota Serang belum dimanfaatkan secara optimal dalam meningkatkan kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah, sehingga diperlukan suatu strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah untuk meningkatkan peranan subsektor perikanan tangkap sehingga dapat meningkatkan pendapatan wilayah. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa berdasarkan indikator pendapatan daerah merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih besar dari 1, yaitu pada Tahun 2004 dan Tahun 2008 sebesar 2,17, pada Tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 1,51; 1,59 dan 1,45. Berdasarkan indikator tenaga kerja, hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap bersifat basis hanya pada Tahun 2001 sebesar 1,11, sedangkan pada Tahun 2002-2008 bukan basis, dengan nilai LQ lebih kecil dari 1 masing-masing sebesar 0,53; 0,34; 0,28; 0,29; 0,38; 0,41; 0,39. Berdasarkan hasil analisis Multiflier Effect, selama periode 2001-2008 dengan indikator pendapatan wilayah dan tenaga kerja, subsektor perikanan tangkap memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah Kota Serang. Dalam perhitungan komoditas unggulan, diperoleh beberapa komoditas unggulan hasil tangkapan, yaitu ikan layur, ikan kurisi, ikan tenggiri, ikan teri, ikan peperek, ikan tembang, ikan belanak, cumi-cumi dan rajungan. Hasil analisis SWOT menghasilkan 3 alternatif strategi pembangunan antara lain, 1). Memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dengan memfokuskan pada komoditas hasil tangkapan unggulan, kesempatan kerja dan daya beli masyarakat yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, serta dukungan pemerintah daerah dalam rangka melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan; 2). Memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat membuka usaha di bidang perikanan untuk memenuhi permintaan pasar perikanan dari luar daerah maupun luar negeri; 3). Pengembangan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan tangkap yang bersifat komoditas unggulan sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar di luar daerah.

(4)

KOTA SERANG

SISKA MAGNAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Nama Mahasiswa : Siska Magnawati Nomor Induk : C44061427

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. Ir. Diniah, M.Si. NIP. 19610316 198601 1001 NIP. 19610924 198602 2001

Diketahui,

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan. M.Sc. NIP. 19621223 198703 1001

(6)

Skripsi dengan judul “Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang” ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Maret sampai dengan Bulan April Tahun 2010. Skripsi ini bertujuan untuk menentukan kontribusi dan peranan subsektor perikanan tangkap Kota Serang terhadap pembangunan wilayah serta menentukan komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan, sehingga dapat dijadikan komoditas kunci pada subsektor perikanan tangkap Kota Serang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si., selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik pembaca untuk menyempurnakan hasil yang diperoleh. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, 19 Juli 2010

(7)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas saran serta arahannya.

3) Akhmad Solihin, S.Pi., M.H., selaku dosen penguji tamu atas arahan, perbaikan dan saran untuk skripsi ini.

4) Kepala dan staf PPP Karangantu yang banyak membantu dalam kelancaran penelitian.

5) Kepala dan staf Dinas Pertanian Kota Serang yang telah bersedia membantu dalam kelancaran penelitian.

6) Seluruh responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian saya.

7) Orang tua, kakak serta adik atas doa, pengorbanan, dukungan dan yang memberikan semangat dalam keberhasilan penulisan skripsi ini.

8) Angga Surya Lenggawa yang telah memberikan semangat dan selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

9) Riyanti, Septi yang telah menemani saya selama melaksanakan penelitian. 10)Kakak kelas ku Ema Kralila Irawan, S.Pi yang membantu saya dalam

penyelesaian skripsi dan memberikan semangat.

11)Sahabat-sahabatku Intan, Mertha, Ghea yang telah membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi dan selalu memberikan semangat.

12) Alin, Mia, Rima, Seli, Septa, Anggi, Dedy serta teman-teman ku 43 lainnya yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi.

(8)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Januari 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Mahna dan Kartini Prachmawaty. Penulis lulus dari SMA Rimba Madya Bogor pada tahun 2006, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan mengikuti perkuliahan Supporting Course.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Remaja Mesjid Bukit Asri sebagai pengurus pada periode 2006/2007 dan Tahun 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai staf Penelitian dan Pengembangan Profesi (LITBANGPROF) pada periode 2007/2008, dan sebagai staf Kewirausahaan (KEWIRUS) pada periode 2008/2009.

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL……… i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

1. PENDAHULUAN... .... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 2

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3

1.3.1 Tujuan penelitian... 3

1.3.2 Manfaat penelitian... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1Perikanan Tangkap... 4

2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap... 5

2.1.2 Alat penangkapan ikan... 7

2.1.3 Kapal... 13

2.1.4 Nelayan... 14

2.1.5 Daerah penangkapan ikan... 14

2.2Ekonomi Sektoral/Regional... 15

2.2.1 PDRB... 15

2.2.2 Ekonomi basis... 16

2.2.3 Multiflier effect... 17

2.2.4 Efisiensi kegiatan perikanan tangkap... 19

2.2.5 Komoditas unggulan hasil tangkapan... 19

2.2.6 Kesempatan kerja... 20

2.3Strategi Pengembangan... 21

3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI... 22

4 METODOLOGI... 25

4.1Waktu dan Tempat Penelitian... 25

4.2Metode Penelitian………...…….... 25

4.3Metode Pengambilan Sampel………. 25

4.4Sumber Data………... 26

4.5Metode Analisis Data………... 26

4.5.1 Keragaan perikanan tangkap……….……….. 26

4.5.2 Peranan subsektor perikanan tangkap……….….... 27

4.5.3 Dampak perikanan tangkap dalam perekonomian... 28

4.5.4 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap…... 29

4.5.5 Komoditas hasil tangkapan unggulan...…... 29

4.5.6 Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap (SWOT)... 30

(10)

5.1 Keadaan Umum Kota Serang... 37

5.1.1 Letak geografis... 37

5.1.2 Luas wilayah dan topografi... 37

5.1.3 Penduduk... 38

5.1.4 Tenaga kerja... 38

5.2 Kondisi Umum Perikanan Tangkap Kota Serang... 40

5.2.1 Lokasi pelabuhan perikanan pantai karangantu…………... 41

5.2.2 Potensi sumberdaya perikanan tangkap PPP Karangantu... 41

5.2.3 Volume dan nilai produksi ……….………. 42

5.2.4 Daerah penangkapan ikan……… 43

5.2.5 Musim penangkapan ikan……… 43

5.2.6 Tenaga kerja perikanan tangkap……….. 44

5.2.7 Pemasaran hasil perikanan tangkap………. 45

5.2.8 Sarana dan prasarana perikanan tangkap………. 46

6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 52

6.1Keragaan Perikanan Tangkap Kota Serang……….. 52

6.1.1Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Serang………. 52

6.1.2Keadaan unit penangkapan ikan Kota Serang………... 56

6.2Keadaan Ekonomi Provinsi Banten dan Kota Serang………..… 68

6.3Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Serang………... 73

6.3.1Shift share berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja ……….. 76

6.3.2Location Quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja……… 80

6.4 Dampak Perikanan Tangkap Kota Serang……...………. 83

6.4.1 Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah..………. 83

6.4.2 Multiflier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja……….. 85

6.5Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap………….... 86

6.6Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Serang……….. 88

6.6.1 Kelompok ikan demersal………. 89

6.6.2 Kelompok ikan pelagis besar……….. 91

6.6.3 Kelompok ikan pelagis kecil……… 92

6.6.4 Cumi-cumi……… 94

6.6.5 Rajungan……….. 95

6.7Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Kota Serang….….. 97

6.7.1Identifikasi faktor-faktor SWOT……….………. 97

6.7.2Analisis matriks IFE dan matriks EFE……… 106

6.7.3Matriks SWOT………. 109

(11)

7.1 Kesimpulan... 113

7.2 Saran... 114

DAFTAR PUSTAKA... 115

(12)

Halaman

1. Penilaian bobot faktor strategis internal... 33

2. Penilaian bobot faktor strategis eksternal... 33

3. Matriks Internal factor Evaluation... 34

4. Matriks Eksternal factor Evaluation... 34

5. Matriks SWOT... 35

6. Jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Serang Tahun 2009……. 38

7. Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Serang Tahun 2004-2008……… 39

8. Jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008………. 39

9. Volume dan nilai produksi PPP Karangantu……….. 42

10.Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008 (orang)…… 44

11.Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu tahun 2003-2007………..………... 47

12.Perkembangan alat tangkap Kota Serang Tahun 2004-2008……….. 49

13.Fasilitas pokok PPP Karangantu.……… 50

14.Fasilitas fungsional PPP Karangantu……….. 51

15.Fasilitas penunjang PPP Karangantu……….. 51

16.Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per trip)……… 53

17.Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per unit)……… 54

18.Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008 (ton per orang)………... 55

19.PDRB Provinsi Banten menurut lapangan usaha ADHK tahun 2004-2008 (dalam jutaan rupiah)………... 70

20.PDRB Kota Serang menurut lapangan usaha ADHK tahun 2003-2008 (dalam jutaan rupiah)………. 72

21.Nilai PDRB perikanan dan perikanan tangkap berdasarkan harga konstan serta persentase kontribusi terhadap sektor pertanian dan total PDRB Tahun 2004-2008 (juta rupiah)………...….. 74

22.Shift share subsektor perikanan tangkap Tahun 2004-2008 (%).…. 77

(13)

daerah Di Kota Serang Tahun 2004-2008 (juta rupiah)………... 80 25.LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator

tenaga kerja Tahun 2001-2008 (juta rupiah)……… 82 26.Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan

indikator pendapatan wilayah Tahun 2001-2008 (juta rupiah)……… 84 27.Multiflier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan

indikator tenaga kerja Tahun 2001-2008………. 85 28.Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2001-2008.. 86 29.Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Serang

Tahun 2008-2011 (juta rupiah)……….. 88 30.Matrisk IFE Strategi internal Kota Serang Tahun 2010... 107 31.Matrisk EFE Strategi eksternal Kota Serang Tahun 2010... 108 32.Matriks SWOT pengembangan sektor perikanan tangkap Kota Serang.. 110 33.Perankingan Alternatif Strategi Pengembangan subsektor perikanan

(14)

Halaman

1. Desain bentuk baku konstruksi pukat kantong dogol... 8

2. Konstruksi jaring angkat... 9

3. Konstruksi jaring insang... 10

4. Desain baku pukat kantong payang... 12

5. Konstruksi pancing gandar... 13

6. Kerangka Pendekatan Studi... 24

7. Diagram analisis SWOT... 31

8. Diagram persentase jenis mata pencaharian penduduk Kota Serang Tahun 2008………... 40

9. Perkembangan produksi perikanan tangkap PPP Karangantu Tahun 2000-2008………... 43

10.Produksi ikan per bulan di PPPKarangantu Tahun 2009……….. 44

11.Perkembangan nelayan Kota Serang Tahun 2000-2008……… 45

12.Saluran pemasaran hasil tangkapan di Kota Serang……….. 46

13.Persentase jumlah armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu Tahun 2003-2007………... 48

14.Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2008………. 49

15.Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2008…… 53

16.Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Serang Tahun 2004-2008……… 54

17.Perkembangan produktivitas nelayan Kota Serang Tahun 2004-2008… 55

18.Konstruksi jaring payang………. 57

19.Konstruksi bagan perahu……….. 59

20.Konstruksi pancing kotrek………... 61

21.Konstruksi jaring rajungan………... 63

22.Konstruksi Jaring rampus……… 66

23.Konstruksi jaring dogol……… 68

24.Nilai PDRB sektor perikanan Provinsi Banten atas dasar harga konstan Tahun 2004-2008……….………. 71

(15)

Tahun 2004-2008……….. 75 27.Kontribusi PDRB masing-masing subsektor dalam kelompok sektor

Pertanian Tahun 2008………. 76 28.Perkembangan shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang

terhadap PDRB Tahun 2004-2008……….. 77 29.Perkembangan shift share subsektor perikanan tangkap Kota Serang

terhadap sektor pertanian Tahun 2004-2008……….. 78 30.Perkembangan kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap

Kota Serang Tahun 2004-2008……… 79 31.Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap total pendapatan daerah

Di Kota Serang Tahun 2004-2008……… 81 32.Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja

Di Kota Serang Tahun 2001-2008……… 83 33.Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap

Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,31)………. 87 34.Perkembangan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap

Kota Serang Tahun 2001-2008 (ICOR = 3,42)………. 87 35.Nilai LQ ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008………. 89 36.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang………… 90 37.Nilai LQ ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008………….. 91 38.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang………… 92 39.Nilai LQ ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008……… 93 40.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang………… 94 41.Nilai LQ cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008………. 95 42.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan cumi-cumi Kota Serang.. 95 43.Nilai LQ rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008……… 96 44.Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan rajungan Kota Serang.. 97 45.Diagram analisis SWOT pengembangan subsektor perikanan

(16)

Halaman

1. Peta Kota Serang... 120

2. Hasil wawancara responden 1 strategi internal... 121

3. Hasil wawancara responden 2 strategi internal... 122

4. Hasil wawancara responden 3 strategi internal... 123

5. Hasil wawancara responden 1 strategi eksternal... 124

6. Hasil wawancara responden 2 strategi eksternal... 125

7. Hasil wawancara responden 3 strategi eksternal... 126

8. Produksi perikanan tangkap Kota Serang dan Provinsi... 127

9. Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan demersal Kota Serang Tahun 2000-2008... 128

10.Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan kelompok ikan pelagis besar Kota Serang Tahun 2000-2008... 129

11.Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008... 130

12.Penentuan komoditas unggulan hasil tangkapan kelompok ikan Pelagis kecil Kota Serang Tahun 2000-2008... 131

13.Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Cumi-cumi Kota Serang Tahun 2000-2008... 132

14.Nilai LQ dan penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan Rajungan Kota Serang Tahun 2000-2008... 133

15.Trend komoditas hasil tangkapan unggulan Kota Serang Tahun 2008... 134

16.Unit penangkapan pancing kotrek... 138

17.Unit penangkapan dogol... 139

18.Unit penangkapan bagan perahu... 140

19.Unit penangkapan payang... 141

20.Unit penangkapan jaring rampus... 142

(17)

1.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Provinsi Banten merupakan wilayah yang sangat strategis mengingat letak daerahnya berbatasan dengan Ibu Kota Negara dan juga sebagai pintu gerbang antara Jawa dan Sumatera. Provinsi Banten memiliki luas wilayah 9.018,64 km2. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Provinsi Banten cukup besar. Potensi sumberdaya perikanan tangkap yang dimanfaatkan sampai dengan Tahun 2008 sebesar 56.725,3 ton.

Wilayah Banten memiliki empat kabupaten dan tiga kota yaitu Kabupaten Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang dan Kota Serang, Kota Tangerang, serta Kota Cilegon. Masing-masing wilayah tersebut tentunya memiliki komoditas unggulan yang dapat dikembangkan ke depan.

Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam besaran nilai PDRB-nya. Nilai PDRB sektor perikanan Kota Serang berdasarkan harga konstan pada periode tahun 2004-2008 berfluktuasi. Nilai PDRB Kota Serang pada Tahun 2008 sebesar 96.342.200.000,-. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB dan sektor pertanian pada Tahun 2004-2008 setiap tahunnya mengalami penurunan, terlihat dari garis tren yang menurun.

Teluk Banten terletak 90 km di sebelah barat Jakarta. Wilayah Teluk Banten dibagi menjadi dua fungsi wilayah, yaitu di wilayah barat digunakan untuk industri dan wilayah timur untuk perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu merupakan salah satu pusat pendaratan ikan di Kota Serang. Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan (PPP Karangantu 2007).

(18)

produksi sebesar 28,68%. Secara umum dalam kurun waktu lima tahun terakhir kenaikan rata-rata produksi sebesar 28,50% dan kenaikan rata-rata nilai produksi sebesar 21,18%. Jenis ikan yang didaratkan di Kota Serang terdiri atas ikan peperek, tembang, kembung, rajungan serta jenis ikan lainnya. Berdasarkan hasil tangkapan Tahun 2008 peperek merupakan hasil tangkapan terbesar yaitu 463 ton (20%) kemudian diikuti oleh ikan tembang, cumi-cumi dan teri yang masing-masing sebesar 337 ton (14%), 211 ton (9%) dan 209 ton (9%) dari total produksi Tahun 2008 sebesar 2.354 ton.

Keberadaan potensi sumberdaya ikan di wilayah Kota Serang dapat menjadi salah satu faktor dalam usaha pengembangan sektor perikanan, khususnya subsektor perikanan tangkap, karena PPP Karangantu merupakan satu-satunya pusat pendaratan ikan di Kota Serang. Unit penangkapan ikan yang terdapat di Kota Serang umumnya masih bersifat tradisional atau mayoritas nelayan di Kota Serang masih merupakan usaha penangkapan dengan skala kecil dimana operasi penangkapannya sebagian besar bersifat one day fishing, sehingga daerah penangkapannya terbatas di sekitar Teluk Banten. Unit penangkapan tersebut antara lain unit penangkapan jaring angkat atau bagan, jaring payang, jaring rampus, jaring dogol, pancing dan jaring rajungan. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, sehingga penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang.”

1.2Perumusan Masalah

(19)

Untuk mengetahui peranan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang perlu diketahui beberapa hal antara lain :

1) Bagaimana keragaan perikanan tangkap di Kota Serang ?

2) Bagaimanakah potensi subsektor perikanan tangkap di Kota Serang dan kontribusinya terhadap perekonomian daerah ?

3) Apakah subsektor perikanan tangkap Kota Serang bersifat basis atau non basis?

4) Apa saja jenis komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kota Serang? 5) Bagaimana strategi pengembangan sektor perikanan tangkap di Kota Serang ?

1.3Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengetahui keragaan perikanan tangkap di Kota Serang

2) Mengetahui kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB dan kesempatan kerja di Kota Serang

3) Mengkaji peran, dampak dan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kota Serang

4) Menentukan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di Kota Serang 5) Menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1) Bagi penulis, merupakan salah satu persyaratan akademis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 2) Sebagai masukan dan pertimbangan bagi perencanaan pembangunan,

khususnya strategi dan pengembangan wilayah terkait dengan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kota Serang

(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Tangkap

Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto (Undang-Undang-(Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Perikanan tangkap di Indonesia dikategorikan ke dalam dua kelompok besar antara lain perikanan tradisional dan perikanan industri (industrial fishery). Adapun ciri-ciri dari perikanan tangkap tradisional antara lain adanya kegiatan penangkapan ikan dengan nilai investasi kecil hingga sedang, menggunakan perahu penangkapan yang bervariasi dan umumnya berukuran kecil seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor berukuran 5-50 GT. Alat tangkap yang digunakan juga bervariasi seperti payang, dogol, pukat pantai, bagan, serok, pancing ulur, sero dan bubu yang pada umumnya dioperasikan secara manual atau belum ditunjang dengan alat bantu penangkapan seperti line hauler, power block, fish finder dan lain-lain. Nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan yaitu nelayan tradisional berdasarkan instuisinya atau pengalaman yang diperoleh secara turun temurun dan berpendidikan rendah. Operasi penangkapan ikannya terkonsentrasi di perairan pantai pada jalur penangkapan 0-3 mil laut, 3-6 mil laut, 6-12 mil laut (Purbayanto 2003).

(21)

penangkapan ikan dilakukan pada jalur III yaitu dari 12 mil laut hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil laut (Purbayanto 2003).

Kesteven (1973) mengklasifikasikan usaha perikanan tangkap menjadi tiga kelompok, yaitu perikanan subsisten, artisanal dan industri. Perikanan tangkap jenis artisanal dan industri termasuk jenis perikanan yang bersifat komersial. Pengklasifikasian ini didasarkan pada teknologi yang digunakan serta kuantitas dan pemasaran hasil tangkapan.

2.1.1 Potensi dan peluang pengembangan perikanan tangkap

Pengembangan perikanan harus dirancang agar mampu menghadapi tantangan masa depan. Hal ini menuntut kemampuan pendugaan kemungkinan perkembangan baik di sistem produksi maupun sistem konsumen pasar, bahkan perubahan potensi sumberdaya. Mempertimbangkan hal-hal itu, maka tantangan pengembangan perikanan terletak pada transformasi sistem produksi yang bersifat subsistem dan sederhana menjadi sistem produksi komersial yang lebih kompleks (Muchsin et al 1987).

Pengembangan merupakan suatu perubahan dari suatu yang dinilai kurang baik menjadi sesuatu yang lebih baik ataupun dari suatu yang sudah baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Menurut Bahari (1989), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Sudarja 2007).

(22)

sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 ton atau 73,4% dari MSY (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004). Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menetapkan beberapa misi pembangunan perikanan tangkap, yaitu : (1) mengendalikan pemanfaatan sumberdaya ikan; (2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (3) meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; (4) menyediakan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri serta ekspor; (5) menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap; (6) mebciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; (7) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; (8) mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan; (9) meningkatkan penerimaan PNBP dan PAD; (10) meningkatkan tertib administrasi pembangunan (Sudarja 2007).

Dalam kegiatan perikanan tangkap yang akan dikembangkan di suatu kawasan konservasi, ada beberapa aspek yang mempengaruhi antara lain :

1) Aspek biologi berhubungan dengan sediaan sumberdaya ikan, penyebarannya, komposisi ukuran hasil tangkapan dan jenis

2) Aspek teknik berhubungan dengan unit penangkapan ikan, jenis kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat

3) Aspek sosial berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja, serta dampak usaha terhadap nelayan

4) Aspek ekonomi berkaitan dengan produksi dan pemasaran, serta efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada pendapatan bagi stakeholders

(Sultan 2004).

(23)

2.1.2 Alat penangkapan ikan

Alat penangkapan ikan merupakan alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah 2008). Alat penangkapan ikan yang dominan yang dioperasikan di Kota Serang yaitu Jaring Dogol (Danish seine), Jaring angkat/ Bagan (Lift net), Jaring Insang (Gill net), Jaring Payang (Included lampara), Pancing (Hook and lines) (PPP Karangantu 2007)

1) Dogol (danish seine)

Dogol merupakan suatu alat tangkap yang menyerupai payang namun ukurannya lebih kecil. Dogol digunakan untuk menangkap jenis ikan demersal terutama ikan dan udang. Konstruksi alat tangkap dogol berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp) (Subani dan Barus 1989). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2005), alat tangkap dogol terdiri atas tali ris atas, tali ris bawah, mulut jaring, sayap atas, sayap bawah, badan jaring, dan kantong. Konstruksi alat tangkap dogol dapat dilihat pada Gambar 1.

Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan di dasar perairan. Dogol dioperasikan di dasar perairan dengan tujuan untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish). Dalam pengoperasiannya, alat penangkap ini ditarik ke arah perahu sehingga pada akhir penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu (Subani dan Barus 1989).

2) Jaring angkat

(24)

langsung dengan menggunakan tangan manusia. Berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya, diketahui beberapa jenis alat tangkap yang tergolong jaring angkat, yaitu bagan perahu/rakit, bagan tancap (termasuk kelong), serok dan jaring angkat lainnya (von Brandt 2005).

Keterangan gambar:

1) Panjang Bagian – Bagian Jaring 2) Lebar Bagian – Bagian Jaring Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a

Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Keliling mulut jaring : a Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2

Panjang total jaring :b Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 Panjang bagian sayap atas : c Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 Panjang bagian medan jaring atas (square) : Sqr Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” Panjang bagian badan : e Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” Panjang bagian kantong : f Lebar ujung depan bagian square : g’

Lebar ujung belakang bagian square : g1’ Lebar ujung depan bagian badan : i Lebar ujung belakang bagian badan : i1 Lebar ujung depan bagian kantong : j Lebar ujung belakang bagian kantong : j1

(Standar Nasional Indonesia, 2005)

(25)

(Subani dan Barus 1989)

Gambar 2. Konstruksi Jaring Angkat 3) Jaring insang (gill net)

Jaring insang atau gillnet merupakan suatu alat penangkap ikan dari jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah. Gillnet memiliki jumlah

mesh depth lebih sedikit dari jumlah mesh pada arah panjang jaring, sehingga lebar atau tinggi jaring lebih pendek dari panjangnya. Ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan yang ditangkap, sehingga gill net sering dianggap sebagai alat tangkap yang selektif (Ayodhyoa 1981). Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 3.

(26)

karena terjerat (gilled) di bagian belakang penutup insang ataupun terpuntal (entangled) pada mata jaring, baik untuk jaring insang yang hanya terdiri dari satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis jaring (Subani dan Barus 1989).

Pada umumnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah jenis ikan yang baik horizontal migration-nya maupun vertical migration-nya tidak seberapa aktif, dengan kata lain migrasi dari ikan tersebut terbatas pada suatu range layer/depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini, maka lebar jaring ditentukan (Subani dan Barus 1989).

Jaring Insang (gill net) dapat menggunakan semua jenis kapal dalam operasi penangkapannya. Jenis perahu kecil (canoe) atau perahu sampan digunakan untuk menangkap ikan di daerah danau atau sungai. Sebuah canoe

yang berukuran besar atau kapal dengan ukuran 5-7 m dapat digunakan untuk menangkap ikan di daerah lepas pantai. Sebuah kapal yang lebih besar dengan ukuran 12-15 dapat digunakan untuk menangkap ikan jauh ke tengah laut dan dapat berhari-hari berada di tengah lautan. (http://winugroho.web.id/index.php, 2007).

(Subani dan Barus 1989)

(27)

4) Pukat kantong

Pukat kantong merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp). Menurut Standar Nasional Indondesia (SNI), alat tangkap pukat kantong terdiri atas tali ris atas, tali ris bawah, mulut jaring, sayap atas, sayap bawah, badan jaring dan kantong. Konstruksi alat tangkap pukat kantong dapat dilihat pada Gambar 4. Alat penangkap ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan, baik di permukaan ataupun di dasar perairan. Pukat kantong yang dioperasikan di permukaan perairan bertujuan untuk menangkap ikan pelagik (pelagic fish) dan yang dioperasikan di dasar perairan tujuannya untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish). Dalam cara pengoperasiannya setelah dilakukan penurunan jaring (setting), anak buah kapal turun ke laut untuk memukul-mukul air dengan tujuan agar ikan masuk ke dalam kantong, kemudian dilakukan

hauling. Pengoperasian payang dapat dilakukan menggunakan kapal dengan mesin motor tempel. Dalam pengoperasiannya alat penangkap ikan ini ada yang ditarik ke arah perahu, atau pada akhir proses penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu, dan ada juga yang ditarik dari pantai dimana pada akhirnya hasil penangkapan didaratkan ke pantai. Berdasarkan kriteria-kriteria ini, maka pukat kantong dibedakan menjadi payang (termasuk lampara), dogol dan pukat pantai (von Brandt 2005).

5) Pancing (Hook and lines)

(28)

Keterangan gambar :

1) Panjang Bagian – Bagian Jaring 2) Lebar Bagian – Bagian Jaring Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Keliling mulut jaring : a Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2 Panjang total jaring :b Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 Panjang bagian sayap atas : c Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 Panjang bagian medan jaring bawah (bosoom) : Bsm Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” Panjang bagian badan : e Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” Panjang bagian kantong : f Lebar ujung depan bagian bosoom : h’

Lebar ujung belakang bagian bosoom : h1’ Lebar ujung depan bagain badan : I Lebar ujung belakang bagian badan : I1 Lebar ujung depan bagian kantong : J Lebar ujung belakang bagian kantong : J1

(Standar Nasional Indonesia 2005)

Gambar 4. Desain baku pukat kantong payang

(29)

tali pancing dengan tali pancing berikutnya agar tidak mudah berbelit-belit bila pancing dimakan ikan (Subani dan Barus 1989).

Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing dapat berupa umpan hidup maupun umpan mati. Adapun jenis umpan buatan seperti benda-benda yang sifatnya menarik perhatian ikan. Ikan yang tertangkap alat tangkap pancing disebabkan terkait di bagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik oleh umpan, kemudian memangsa umpan tersebut yang akhirnya terkait (Subani dan Barus 1989).

(Subani dan Barus 1989)

Gambar 5. Konstruksi Pancing Gandar 2.1.3 Kapal

(30)

merupakan faktor penting diantara komponen unit penangkapan ikan lainnya dan kapal merupakan modal terbesar pada usaha penangkapan ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai wahana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground (daerah penangkapan ikan), serta membawa pulang kembali ke fishing base (pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh)

2.1.4 Nelayan

Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam unit penangkapan ikan, karena nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Berdasarkan asal daerahnya, nelayan dikelompokkan menjadi nelayan asli dan nelayan pendatang. Nelayan asli merupakan penduduk setempat yang telah turun temurun memiliki profesi sebagai nelayan, sedangkan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah tersebut. Berdasarkan waktu kerja, nelayan dibedakan menjadi nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai nelayan, sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang hanya pada waktu-waktu tertentu saja melakukan pekerjaan penangkapan ikan.

2.1.5 Daerah penangkapan ikan

(31)

musim pada daerah penangkapan, sehingga berpeluang untuk menangkap spesies pada ukuran yang diharapkan (http:/www.coraltrianglecenter. pdf).

Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu adalah Laut Jawa, Selat Sunda dan perairan di sekitar Teluk Jakarta. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1-7 hari di laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang banyak (PPP Karangantu 2007).

2.2 Ekonomi Sektoral/Regional 2.2.1 Produk domestik regional bruto

Pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Ada tiga cara yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu cara pengeluaran, cara produksi dan cara pendapatan. Pendapatan nasional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun (Sukirno 1985).

Cara pengeluaran merupakan cara menentukan pendapatan nasional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Menurut cara produksi, pendapatan nasional dihitung dengan menentukan dan selanjutnya menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produktif yang ada dalam perekonomian. Cara pendapatan yaitu menghitung pendapatan nasional dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa (Sukirno 1985).

(32)

pertambahan PDB pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam PDB, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk (Sukirno 1985).

2.2.2 Ekonomi basis

Teori ekonomi basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa, ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah (Badan Pusat Statistik 2006).

Kegiatan non basis adalah kegiatan masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa, diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini (Hendayana 2003).

Location Quotient (LQ) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis. Dasar teknik analisis ini menunjukkan perbandingan relatif kemampuan suatu sektor dalam wilayah yang diteliti kemudian dibandingkan dengan kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang satu tingkat lebih luas (Issard 1961 diacu dalam Salim 1995).

Menurut Kadariah (1985), besaran yang dipakai sebagai dasar ukuran penggolongan sektor basis dapat disesuaikan dengan keperluan. Jika tujuannya mencari industri atau kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan kerja yang sebanyak-banyaknya, maka dipakai sebagai dasar ukuran yaitu jumlah tenaga kerja. Jika yang dianggap perlu yaitu menaikkan pendapatan regional, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat.

(33)

total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat Kabupaten terhadap pendapatan (tenaga kerja) kabupaten. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

t i

t i i

V V

U U LQ =

Keterangan :

Ui : Tenaga kerja atau pendapatan sektor perikanan pada kabupaten/kota

Ut : Tenaga kerja atau pendapatan total kabupaten/kota

Vi : Tenaga kerja atau pendapatan sektor perikanan pada tingkat provinsi

Vt : Tenaga kerja atau pendapatan total provinsi

2.2.3 Multiflier effect

Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiflier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Peningkatan pada kegiatan basis akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis (Glasson 1977). Arus pendapatan yang timbul, akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985).

Menurut Glasson (1977), Multiflier Effect dengan menggunakan indikator pendapatan ini dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah tertentu uang ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula. Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakannya sebagian, dan demikian seterusnya.

Secara keseluruhan pendapatan wilayah (y) adalah penjumlahan pendapatan sektor basis (yb) dan sektor non basis (yn). Pendapatan sektor basis

(34)

pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali didalam wilayah sebesar ”r”, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali yaitu sebesar (r) yb.

Pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r2) yb, kemudian menjadi (r2) yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat

dituliskan secara matematis (Glasson 1977) :

y =yb + ryb + r2yb = r3yb + .... + rn yb

= (1 + r + r2 + r3 + .... + rn) yb...... (1)

Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi :

Y = yb (1/2-r)...... (2)

Faktor 1-1-r di atas merupakan economic multiplier yang dapat menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Secara empiris nilai ”r” sulit ditentukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan untuk mencari nilai ”r” sebagai berikut :

y/yb = (1/1-r) atau 1-r = yb/y sehingga,

MSY : koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan

y : jumlah pendapatan wilayah

yb : jumlah pendapatan sektor basis

Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis yaitu :

)

MSY : koefisien pengganda jangka pendek : perubahan pendapatan wilayah y

Δ

: perubahan pendapatan sektor basis b

(35)

2.2.4 Efisiensi kegiatan perikanan tangkap

Efisiensi kegiatan perikanan tangkap dilakukan dengan menggunakan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output, karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal) (Badan Pusat Statistik 2008).

Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Secara teoritis hubungan ICOR dengan pertumbuhan ekonomi dikembangkan pertama kali oleh R. F. Harrod dan Evsey D (1939 dan 1947). Namun karena kedua teori tersebut banyak kesamaannya, maka kemudian teori tersebut lebih dikenal sebagai teori Harrod-Domar (Badan Pusat Statistik 2008).

Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi diasumsikan konstan (ceteris paribus)

(Badan Pusat Statistik 2008).

2.2.5 Komoditas unggulan hasil tangkapan

(36)

yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena 2000)

Penentuan komoditas unggulan dimaksudkan dengan tujuan efisiensi dan peningkatan pendapatan daerah. Efisiensi bisa didapatkan dengan menggunakan komoditas yang memiliki keunggulan yang dapat bersaing ditinjau dari segi penawaran dan permintaan. Dilihat dari sisi penawaran, komoditas ikan unggulan dicirikan oleh kualitas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dilihat dari sisi permintaan, ciri-ciri komoditas unggulan antara lain kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Kohar dan Suherman diacu dalam Hendayana 2003).

2.2.6 Kesempatan kerja

Kesempatan kerja didefinisikan sebagai banyaknya penduduk yang bekerja pada seluruh lapangan usaha, namun dalam analisis ini tidak termasuk sektor pertanian. Kesempatan kerja dapat dibagi atas kesempatan kerja pada usaha-usaha berskala menengah dan besar (UMB) dan usaha-usaha berskala mikro dan kecil (UMK) (Badan Pusat Statistik 2006).

Kesempatan kerja memiliki dua segi pokok, yaitu :

1) Penggunaan angkatan kerja secara produktif di bidang-bidang kegiatan yang semakin meluas, dan

2) Peningkatan produktivitas kerja disertai pemberian pembayaran yang sepadan bagi golongan angkatan kerja, baik dibidang kegiatan tradisional maupun lapangan usaha yang baru (Yanto 1997).

(37)

lebih realistis apabila dikaitkan dengan kesempatan kerja yang dilihat dari jumlah jam kerja dengan jumlah orang (Yanto 1997).

2.3 Strategi Pengembangan

Strategi pengembangan perikanan tangkap dapat dianalisis menggunakan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threat ). Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Kekuatan (Strengths) adalah unsur dari potensi sumberdaya yang dapat melindungi dari persaingan. Peluang (Opportunities) adalah unsur lingkungan yang dapat memungkinkan suatu usaha atau kegiatan mendapatkan keberhasilan yang tinggi. Kelemahan (Weaknesses) adalah unsur dari potensi sumberdaya yang tidak dapat bersaing sehingga tidak dapat melakukan suatu kemajuan dalam suatu kegiatan usaha. Ancaman (Threats) adalah unsur lingkungan yang menghalangi atau mengganggu kegiatan usaha jika tidak ada tindakan pengelolaan yang tegas diambil (Rangkuti 1999).

Analisis ini dilakukan dengan menentukan faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian menentukan bobot setiap variabel pada masing-masing faktor internal dan eksternal. Langkah selanjutnya yaitu penentuan peringkat atau ranking pada masing-masing faktor internal dan eksternal dan langkah terakhir yaitu membuat matriks SWOT untuk menentukan strategi yang akan dilakukan.

(38)

3. KERANGKA PENDEKATAN STUDI

Dalam pembangunan suatu wilayah terdapat beberapa perbedaan karakteristik yang perlu diperhatikan yaitu karakteristik fisik dan non fisik. Karakteristik fisik yang ada antara lain sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM), modal, teknologi dan kelembagaan yang perlu digerakkan untuk peningkatan produksi dan produktivitas, sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan wilayah (PDRB) dan perluasan kesempatan kerja dalam rangka pembangunan wilayah. Pengembangan potensi sumberdaya alam lebih diutamakan pada sektor atau komoditas yang dianggap memiliki peluang bersaing dalam era pasar global. Salah satu sektor yang signifikan dengan pengembangan potensi sumberdaya yaitu sektor perikanan dalam hal ini subsektor perikanan tangkap.

Penelitian ini menggunakan beberapa analisis antara lain metode Location Quotient (LQ), yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui kontribusi sektoral yang menentukan apakah subsektor perikanan tangkap di suatu daerah tersebut merupakan sektor basis atau non basis. Analisis Location Quotient (LQ) dapat digunakan untuk mengetahui apakah komoditas hasil tangkapan yang berada di suatu perairan tersebut apakah bersifat unggulan atau non unggulan.

Analisis lain yang digunakan yaitu metode Multiflier Effect, digunakan untuk menunjukkan pengaruh indikator pendapatan terhadap perekonomian wilayah. Metode SWOT juga digunakan untuk menganalisis faktor-faktor strategis sektor perikanan tangkap antara lain kekuatan (Strengths), peluang (Opportunities), kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan nilai produksi perikanan selama lima tahun terakhir.

(39)
(40)

SDM Modal Teknologi Kelembagaan

SDI

Perikanan Tangkap

Keragaan Perikanan Tangkap Peranan Ekonomi

• endapatan wilayah (PDRB)

P

T

• enaga kerja atau produksi

• Jenis hasil tangkapan unggulan atau produktivitas

• Konstruksi alat tangkap • Daerah penangkapan ikan • Metode penangkapan ikan

Peranan (LQ)

Dampak (ME)

Efisiensi ICOR

Implikasi Strategi (SWOT)

Keterangan :

: ruang lingkup penelitian LQ : Location Quotient

ME : Multiflier Effect

ICOR : Incremental Capital Output Ratio

(41)

4. METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian di lapang dilakukan pada Bulan Maret-April 2010. Tempat

penelitian berlokasi di Kota Serang Provinsi Banten, yang dipusatkan di PPP

Karangantu.

4.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Menurut Nasution

(2003), suatu penelitian survei bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang

orang yang jumlahnya besar, dengan cara melakukan wawancara sejumlah kecil dari

suatu populasi. Metode survei terdiri atas wawancara dan kuesioner. Menurut Gulo

(2002) ciri-ciri metode survei yaitu :

1) Dipakai pada sampel yang mewakili populasi, khususnya probabilistic sampling

2) Tanggapan (respon) didapatkan langsung dari responden

3) Penggunaan survei melibatkan banyak responden dan mencakup area yang lebih

luas dibandingkan dengan metode lainnya

4) Survei dilaksanakan dalam situasi yang alamiah

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan bahwa

responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner.

Responden berjumlah 15 orang, terdiri atas 12 orang nelayan yang melakukan operasi

penangkapan ikan di Perairan Teluk Banten dan mendaratkan hasil tangkapan di

Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, satu orang staf Pelabuhan Perikanan Pantai

Karangantu, satu orang staf Badan Perencanaan Pembangunan dan satu orang staf

(42)

4.4 Sumber Data

Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari

data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara berdasarkan

daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data primer yang dikumpulkan antara lain

1) kuesioner hasil wawancara dengan nelayan

2) kuesioner hasil wawancara dengan staf pelabuhan serta staf dari dinas perikanan

di Kota Serang dan Provinsi Banten.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka berupa laporan, arsip dan

dokumen di lingkungan kampus IPB, Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Serang,

Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Serang dan

Badan Pusat Statistik Kota Serang. Data sekunder berupa :

1) potensi sumberdaya perikanan

2) sumberdaya alam dan sumberdaya manusia Kota Serang

3) perkembangan produksi perikanan Kota Serang

4) perkembangan PDRB menurut sektor pembangunan Kota Serang

5) perkembangan PDRB menurut sektor Pembangunan Provinsi Banten

6) perkembangan jumlah penduduk

7) perkembangan angkatan kerja Kota Serang

8) perkembangan angkatan kerja Provinsi Banten.

4.5 Metode Analisis Data

4.5.1 Keragaan perikanan tangkap

Analisis yang dilakukan terhadap subsektor perikanan tangkap yaitu

mendeskripsikan masing-masing unit penangkapan ikan yang meliputi konstruksi alat

tangkap, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan dan menghitung

produktivitasnya. Nilai produktivitas diperoleh dengan mencari nilai relatif hasil

tangkapan terhadap jumlah trip, jumlah nelayan dan jumlah unit penangkapan ikan

(43)

Volume produksi per unit per tahun (kg) Produktivitas per trip penangkapan ikan =

Jumlah trip suatu unit penangkapan per tahun (trip)

Volume produksi per unit per tahun (kg)

Produktivitas unit penangkapan ikan =

Jumlah unit penangkapan ikan per tahun (unit)

Volume produksi per unit per tahun (kg)

Produktivitas nelayan =

Jumlah total nelayan dalam suatu jenis unit penangkapan ikan (orang)

4.5.2 Peranan subsektor perikanan tangkap a) Shift share

Analisis shift–share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui

pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk

mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan

pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada

tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi

oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat

pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya (Badan Pusat Statistik 2006).

Sumbangan subsektor perikanan terhadap PDRB dapat dihitung dengan

menggunakan analisis perubahan sumbangan (shift share) terhadap PDRB setiap

tahun :

Pi = Si / Ti x 100%

Keterangan :

Si = PDRB subsektor perikanan tangkap pada tahun i

Ti = Total PDRB atau PDRB pertanian pada tahun i

Pi= Besarnya kontribusi pada tahun i

b) Location quotient (LQ)

Untuk mengetahui apakah subsektor perikanan tangkap merupakan sektor

basis atau bukan dalam suatu pembangunan wilayah, maka dapat menggunakan

(44)

t

Ut : total pendapatan atau tenaga kerja seluruh sektor di Kota Serang

Vi : total pendapatan atau tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di

Provinsi Banten

Vt : total pendapatan atau tenaga kerja seluruh sektor di Provinsi Banten

Kriteria penentuan sektor basis :

LQ > 1 : subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis

LQ < 1 : subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis

4.5.3 Dampak subsektor perikanan tangkap

Dalam penentuan dampak perikanan tangkap pada perekonomian dapat

menggunakan analisis Multiflier Effect. Setiap peningkatan yang terjadi pada

kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiflier Effect) pada

perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson 1977). Multiflier effect jangka

pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan indikator pendapatan, dan dapat

dinyatakan dalam rumus :

b

MSY : Koefisien Multiflier Effect

Δ y : Perubahan pendapatan seluruh sektor Kota Serang

Δ yb : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Serang

Perhitungan Multiflier effect berdasarkan indikator tenaga kerja digunakan

(45)

Keterangan :

MSE : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja

ΔE : Perubahan seluruh angkatan kerja Kota Serang

ΔEb : Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Serang

4.5.4 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap

Analisis efisiensi kegiatan perikanan tangkap dapat menggunakan pendekatan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Incremental Capital Output Ratio (ICOR)

adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru

yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output.

Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR

bukan lagi hanya penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital

melainkan Investasi (I) yang ditanam balik oleh swasta maupun pemerintah sehingga

rumusan ICOR dimodifikasi menjadi :

I = ICOR . ΔY

keterangan :

I = Investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-i

ΔY = perubahan output

ICOR = Tingkat Efisiensi Penyerapan Tenaga Kerja

4.5.5 Komoditas hasil tangkapan unggulan

Dalam menentukan jenis hasil tangkapan unggulan yang akan menjadi

prioritas dalam pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang maka akan dibuat

matrik dengan pendekatan Location Quotient (LQ). Location Quotient (LQ)

merupakan rasio persentase total aktivitas perikanan tangkap sub wilayah ke-i

terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Secara matematis

dapat dinyatakan sebagai berikut (Budiharsono 2001) :

t i

t i

i

V

V

U

U

(46)

Keterangan :

Ui : produksi ikan jenis ke-i di Kota Serang

Ut : produksi total perikanan tangkap Kota Serang

Vi : produksi ikan jenis ke-i di tingkat Provinsi Banten

Vt : produksi total perikanan tangkap Provinsi Banten

Pendekatan nilai LQ dilakukan dengan cara melihat seluruh produksi yang

didaratkan di Kota Serang selama lima tahun terakhir, kemudian membedakan antara

jenis ikan pelagis, jenis ikan demersal, dan jenis ikan lainnya. Pendekatan adanya

pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok.

Kelompok-kelompok tersebut masing-masing terdiri atas tiga kriteria dan dua

kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu

terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat

(LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 3,2, dan 1.

Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang mengalami

pertumbuhan diberi bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi

bobot 2, dan untuk nilai LQ yang mengalami pertumbuhan negatif diberi bobot 1.

Berdasarkan kedua hasil pembobotan LQ tersebut, dalam penentuan

komoditas unggulan langkah selanjutnya yaitu penentuan range dengan cara

menjumlahkan nilai bobot LQ dan nilai pertumbuhan LQ. Langkah selanjutnya yaitu

hasil penjumlahan tertinggi dikurangi hasil penjumlahan terendah kemudian dibagi

tiga untuk mengelompokkan hasil tangkapan kedalam tiga kelas. Hasil pembagian

tersebut merupakan selang kelas yang akan digunakan untuk penentuan kelas

komoditas hasil tangkapan unggulan yaitu kelas unggulan, netral dan non-unggulan.

4.5.6 Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap

Analisis SWOT yaitu identifikasi secara sistematis antara kekuatan dan

kelemahan dari faktor internal serta kesempatan dan faktor eksternal yang dihadapi

oleh suatu sektor. Perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap

secara terpadu di Kabupaten Serang dapat dirumuskan melalui analisis SWOT.

(47)

Faktor-faktor internal dan eksternal yang ditabulasikan dalam Matriks IFE dan Matriks EFE

ditabulasikan juga dalam bentuk Matriks SWOT. Matriks SWOT ini menggambarkan

dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki sistem

pengembangan perikanan tangkap di Kota Serang.

BERBAGAI PELUANG

3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi

turn around agresif

4. Mendukung 2. Mendukung

strategi defensif strategi diversifikasi

Gambar 7. Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 1999)

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan

tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang

agresif (Rowth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk atau pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi

di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-

masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar

yang lebih baik.

KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN

INTERNAL

(48)

Kuadran 4 : Situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

a) Analisis faktor internal dan eksternal

Dalam melakukan analisis faktor internal dapat menggunakan matriks IFE,

sedangkan dalam melakukan analisis faktor eksternal dapat menggunakan matriks

EFE (Rangkuti 2001). Faktor-faktor internal yang digunakan dalam penentuan IFAS

terdiri dari kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weaknesses) yang diperoleh di dalam

sektor perikanan tangkap itu sendiri seperti laporan keuangan, kegiatan sumberdaya

manusia (jumlah, pendidikan, keahlian), kegiatan operasional dan kegiatan

pemasaran. Faktor-faktor eksternal yang digunakan dalam penentuan EFAS terdiri

dari peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang diperoleh dari lingkungan

di luar sektor perikanan tangkap itu sendiri seperti analisis pasar, analisis kompetitor,

analisis komunitas, analisis pemasok, analisis pemerintah dan analisis kelompok

kepentingan tertentu.

b) Menentukan bobot setiap variabel

Penentuan bobot pada setiap faktor internal dan faktor eksternal bertujuan

untuk mengkuantifikasi faktor internal dan eksternal yang telah dianalisis. Skala yang

digunakan dalam penentuan bobot setiap variabel yaitu 1, 2, 3 dengan aturan sebagai

berikut :

1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal

2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal

3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel

terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

ai =

=

n i i

i X X

1

Dimana :

ai = bobot variabel ke-i

(49)

i = 1,2,3,...n

n = jumlah variabel

Penilaian bobot faktor strategis internal dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan

penilaian bobot faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategis internal

Faktor Strategis Internal A B C ... TOTAL

A

B

C

...

TOTAL

Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)

Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategis eksternal

Faktor Strategis Eksternal A B C ... TOTAL

A

B

C

...

TOTAL

Sumber : Kinnear dan Taylor (1991)

c) Menentukan peringkat atau rating

Dalam penentuan peringkat atau rating terhadap variabel-variabel hasil

analisis situasi yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan skala sebagai

berikut :

Skala untuk matriks IFE, antara lain :

1 = sangat lemah 3 = sangat kuat

2 = lemah 4 = kuat

Skala untuk matriks EFE, antara lain :

1 = rendah 3 = tinggi

(50)

Cara penentuan peringkat yaitu mengalikan nilai dari pembobotan dengan peringkat

pada setiap faktor, kemudian seluruh hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara

vertikal dan akan diperoleh total skor pembobotan tersebut. Hasil pembobotan dan

Rating ditampilkan dalam bentuk matriks pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Matriks Internal factor Evaluation Faktor-faktor strategi

internal

Bobot Rating Skor

Kekuatan :

Kelemahan :

Total

Tabel 4 Matriks Eksternal factor Evaluation Faktor-faktor strategi

eksternal

Bobot Rating Skor

Kekuatan :

Kelemahan :

Total

Hasil dari faktor internal dan eksternal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk

matriks SWOT yang dapat menjelaskan bagaimana peluang dan ancaman eksternal

yang akan dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang

dimilikinya dalam merumuskan beberapa alternatif strategi. Matriks SWOT dapat

Gambar

Gambar 6. Kerangka Pendekatan Studi
Tabel 5 Matriks SWOT
Gambar 10 Produksi ikan per bulan di PPP Karangantu Tahun 2009
Gambar 113 Persenta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Southern New England Offshore Wind Energy Science Forum December 11-12 2017, URI Narragansett Bay Campus.. Southern New England Offshore Wind Energy Science Forum December 11-12

Alasan digunakannya konsep sistem pakar adalah sebagai salah satu penerapan dari ilmu kecerdasan buatan yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mendiagnosa

Pimpinan media massa cetak dihadapkan pada suatu persoalan, bagaimana dapat menciptakan situasi agar wartawan dapat mencapai kepuasan kerja secara individu dengan

Hasil penelitian menyatakan (1) kesulitan aspek bahasa yaitu beberapa siswa membaca soal kurang tepat sehingga terjadi kesalahan penafsiran, sulit memahami bahasa

padi tidak nyata berbeda akibat pemberian konsentrasi pupuk hayati cair bakteri endofitik penambat N2, tetapi karena perbedaan bobot kering tanaman yang diperoleh akibat

Hasil penelitian dan pembahasan ten­ tang optimalisasi dalam menyusun rencana pelaksanaan melalui supervisi klinis pada kepala SD Daerah Binaan II UPTD Pendidi­ kan

Salah satu pesan dari pedoman umum gizi seimbang merupakan makanlah makanan bersumber zat besi, adapun hasil penelitian yang meneliti hubungan antara asupan zat besi dengan kadar

Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan permukaan bumi, akibat peningkatan gas rumah kaca di atmosfer yang banyak disebabkan oleh