commit to user
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Oleh:
MUCHAMMAD AGUNG LAKSONO NIM.F0306055
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
vi
MOTTO
“Man Jadda Wa Jada”
“La Tahzan Wa La Takhouf Innallaha Ma’ Ana”
“Sebaik-baiknya Manusia Adalah Yang Bermanfaat Bagi Orang Lain”
“You’ll Never Walk Alone”
“Sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan, karenanya jika kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan yang lain).
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan dengan segenap
hati kepada:
1. Bapak dan Ibuku tercinta
2. Bunda Harsha, Adik-adikku
Sandhy & Icha
3. Sahabat-sahabatku
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah swt atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN FREE
CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING.
Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi pada Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Ibu Christiyaningsih Budiwati, S.E., M.Si., Ak. selaku pembimbing akademik atas
saran-saran dan arahannya.
4. Bapak Dr. Bandi, M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penulisan skripsi
ini.
5. Bapak Drs. Subekti Djamaluddin, M.Si., Ak. dan Drs. Santosa Tri Hananta, M.Si.,
commit to user
ix
6. Pak Timin, Pak Taufik dan Bu Tetri atas bantuan dan kemudahannya selama ini.
7. Pak Man & Pak Pur. Matur suwun nggih pak jasa-jasa, doa dan dukungannya.
8. Keluarga Bule’ Tati di Solo. Makasih banyak buat doa dan nasihatnya.
9. Teman-teman kontrakan. Galih, Yoga, Yono & Mufid. Tetep kompak Bro.
10.Budak Edun (Kris, Wida, Tita). Makasih atas ke-gokil-annya selama ini.
11.Buat Denny dan Mora. Makasih hadiahnya, hehehe ...
12.Yach Kent dan Ujo. Sorry uda banyak curcol ya ...
13.Buat anak-anak Jakarta yang di UNS. Thanks!
14.Buat Adiet. Makasih Dit diskusinya, sangat membantu lho.
15.Accounting Society ’06 atas kebersamaan dan kisah-kisahnya selama ini. Kalian
memang “The Best”.
16.Sahabat-sahabatku di Jakarta. Asep, Aldi, Maul. Ayo nge-PIM lagi Sob ... hehe.
17.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Surakarta, 19 Oktober 2010
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERSETUJUAN ... iv
PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Teori Keagenan ... 10
B. Dividen ... 12
commit to user
xi
D. Kebijakan Hutang ... 17
E. Variabel Intervening ... 22
F. Penelitian Terdahulu ... 23
G. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 28
III.METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data ... 33
C. Data dan Metode Pengumpulan Data... 34
D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 35
E. Metode Analisis Data ... 37
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data ... 45
B. Statistik Deskriptif ... 46
C. Pengujian Hipotesis ... 48
D. Pembahasan ... 61
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 64
B. Keterbatasan Penelitian ... 65
C. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Hasil Pengambilan Sampel ... 46
Tabel IV.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 46
Tabel IV.3 Hasil Uji Normalitas Data 1 ... 48
Tabel IV.4 Hasil Uji Multikolinearitas 1... 49
Tabel IV.5 Hasil Uji Runs Test 1... 50
Tabel IV.6 Hasil Uji Heteroskedaktisitas 1... 51
Tabel IV.7 Hasil Uji Signifikansi-F 1... 52
Tabel IV.8 Hasil Uji Signifikansi-t 1... 52
Tabel IV.9 Hasil Uji Normalitas Data 2... 53
Tabel IV.10 Hasil Uji Multikolinearitas 2... 54
Tabel IV.11 Hasil Uji Runs Test 2... 55
Tabel IV.12 Hasil Uji Heteroskedaktisitas 2... 56
Tabel IV.13 Hasil Uji Signifikansi-F 2... 57
Tabel IV.14 Hasil Uji Signifikansi-t 2... 57
Tabel IV.15 Hasil Regresi Pengujian Hipotesis... 59
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran ... 29
Gambar III.1 Model Analisis Jalur (Path Analysis) ... 42
Gambar IV.1 Pengaruh Dividend Policy Terhadap Debt Policy dengan
commit to user
xiv
PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN
FREE CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Muchammad Agung Laksono F0306055
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan dengan arus kas bebas sebagai variabel
intervening. Populasi terdiri atas seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ada 91 perusahaan manufaktur yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini. Data diperoleh dari laporan tahunan dan laporan keuangan pada periode 2006 dan 2007, dengan purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dividen secara signifikan berpengaruh terhadap arus kas bebas dan kebijakan hutang. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa arus kas bebas tidak signifikan sebagai variabel
intervening terhadap kebijakan dividen dan kebijakan hutang.
Kata kunci: kebijakan dividen, arus kas bebas, kebijakan hutang.
commit to user
xv
PENGARUH DIVIDEND POLICY TERHADAP DEBT POLICY DENGAN
FREE CASH FLOW SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Muchammad Agung Laksono F0306055
ABSTRACT
This study aims to examine empirically the effect of dividend policy on debt policy with free cash flow as an intervening variable. The population consists of all the listed company of Indonesian Stock Exchange. There are 91 manufacturing firms are choosen as a sample in this study. Data are collected from annual and financial reports in period 2006 and 2007, with puposive sampling.
The results show that the dividend policy significantly affect to free cash flow and debt policy. However, the result shows that free cash flow is not significant as intervening variable on dividend policy and debt policy.
Keywords: dividend policy, free cash flow, debt policy.
commit to user
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama beberapa dekade para peneliti belum dapat mengerti sepenuhnya
tentang faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen. Bahkan dividen
termasuk satu dari sepuluh masalah penting yang tak terpecahkan dalam keuangan.
Penelitian Bhattacharyya et al. (2008) menyebutkan bahwa signalling theory
menggambarkan bagaimana para manajer menggunakan dividen sebagai tanda
informasi pribadi mereka kepada investor, sedangkan free cash flow hypothesis
menjelaskan bahwa peningkatan dalam dividen disukai para investor karena hal
tersebut menggambarkan para manajer akan memiliki kas relatif sedikit yang dapat
digunakan untuk investasi dalam proyek yang tak berguna.
Perusahaan perlu mempertimbangkan pengawasan kinerja perusahaan agar
dapat berjalan dengan baik sehingga perusahaan mampu berkompetisi dalam dunia
bisnis yang semakin pesat sekarang ini. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang
semakin pesat tersebut, telah menuntut berbagai perusahaan baik manufaktur,
dagang, maupun jasa untuk bersaing dan mengembangkan usahanya dalam berbagai
kondisi. Persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha menuntut kinerja
manajemen yang baik untuk tetap mempertahankan eksistensi perusahaan dan
tujuan internal perusahaan.
Tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan beberapa cara, yakni keputusan pendanaan
commit to user
xvii
tercermin dalam harga saham perusahaan di pasar modal. Untuk mencapai tujuan
tersebut, para profesional ditempatkan sebagai manajer dan komisaris yang pemilik
modalnya menyerahkan pengelolaannya kepada pihak manajer dan komisaris
tersebut. Akan tetapi dalam mencapai tujuannya seringkali muncul masalah di
antara manajer (sebagai agen) dengan pemilik modal (sebagai prinsipal) serta
kreditur (sebagai pemberi pinjaman), penyebabnya adalah pihak manajemen
terkadang mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama
perusahaan sehingga timbul konflik antara manajemen dan pemilik modal yang
kemudian dinamakan sebagai agency problem.
Wahidahwati (2002) menyatakan penyebab terjadinya konflik kepentingan
antara manajemen dengan pemegang saham di antaranya adalah pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan
pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh
tersebut diinvestasikan. Dalam menjalankan operasinya, setiap perusahaan
menghadapi masalah sumber pendanaan dan untuk apa dana tersebut digunakan.
Salah satu alternatif cara untuk memenuhi dana tersebut adalah dengan
menggunakan hutang.
Masalah keagenan menurut Jensen dan Meckling (1976) terbagi dalam tiga
kelompok, yaitu antara pemilik dengan manajer, manajer dengan debtholder, dan
antara manajer dan shareholder dengan debtholder. Manajer cenderung berusaha
mengutamakan kepentingan pribadi seperti melakukan ekspansi untuk
meningkatkan status, gaji, dan pembangunan gedung serta mobil dinas yang
commit to user
xviii
manajer karena hal tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan
mengurangi jumlah keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan.
Beberapa faktor yang memengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan
menurut Murni dan Andriana (2007) adalah insider ownership, institutional
investor, dividend payment, dan firm growth. Sementara itu, Susilaningtyas (2008)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan hutang meliputi
struktur kepemilikan, profitabilitas, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan.
Wibowo (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan
hutang adalah kepemilikan manajerial, free cash flow, dan ukuran perusahaan.
Meningkatkan kebijakan dividen merupakan salah satu cara untuk
mengurangi agency problem, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free
cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar (hutang) untuk
membiayai investasinya (Wahidahwati, 2002). Peningkatan hutang akan
menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Di
samping itu hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam
perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang akan dilakukan
oleh manajemen (Jensen, 1986).
Laporan arus kas semakin penting bagi investor dalam menilai suatu
perusahaan dan memiliki artikulasi dengan dua laporan keuangan utama lainnya,
yaitu neraca dan laba rugi. Tujuan laporan arus kas adalah untuk menyediakan
informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu
entitas untuk satu periode. Salah satu unsur yang penting dalam penilaian
perusahaan adalah free cash flow yang menggambarkan seberapa besar kas tersedia
commit to user
xix
sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang
saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi aktiva tetap. Free
cash flow menyebabkan perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak, yaitu
pemegang saham yang menginginkan sisa dana tersebut dibagikan untuk
meningkatkan kesejahteraannya sedangkan manajer menginginkan dana tersebut
digunakan untuk investasi pada proyek yang menguntungkan karena pada masa
mendatang akan menambah insentif bagi manajer. Apabila free cash flow dibagikan
kepada investor, maka manajemen harus mencari sumber pendanaan yang lain dari
hutang. Sumber pendanaan dari hutang mengandung risiko kegagalan karena
berhubungan dengan kemampuan membayar kepada pihak eksternal.
Kebijakan hutang dalam penelitian ini diproksikan dengan leverage.
Leverage menggambarkan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva atau dana
yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik
perusahaan. Tingkat leverage terlihat dari besarnya hutang yang digunakan. Hutang
adalah instrumen yang paling sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Jika
perusahaan memperoleh manfaat yang lebih besar dari penggunaan hutang
dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkannya, maka akan meningkatkan nilai
perusahaan tersebut namun jika manfaat yang diperoleh lebih kecil dibandingkan
dengan biaya yang ditimbulkannya, maka akan menurunkan nilai perusahaan
tersebut. Para pengusaha lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat
tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Jensen (1986) berpendapat bahwa
dengan hutang maka perusahaan melakukan pembayaran periodik atas bunga dan
prinsipal. Hal ini juga dapat mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan
commit to user
xx
perusahaan mempunyai kesempatan investasi rendah, perusahaan dengan free cash
flow besar cenderung akan mempunyai level hutang yang tinggi untuk menurunkan
agency cost dan meningkatkan investasinya. Sebaliknya, perusahaan dengan free
cash flow rendah akan mempunyai level hutang rendah, karena tidak mengandalkan
hutang sebagai mekanisme untuk menurunkan agency cost.
Penelitian ini menguji kembali variabel dividend policy dengan
menambahkan variabel intervening berupa free cash flow (arus kas bebas) sebagai
faktor yang dapat memengaruhi debt policy perusahaan. Penambahan free cash flow
sebagai variabel intervening dikarenakan jumlah free cash flow perusahaan
merupakan indikator jumlah dana yang tersedia untuk didistribusikan kepada
kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau
investasi aktiva tetap. Jika perusahaan memiliki dividend policy tinggi yang berarti
kas yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham cenderung besar, maka
akan menurunkan free cash flow perusahaan sehingga perusahaan membutuhkan
jumlah kas yang cukup dan mempunyai kecenderungan besar untuk menambah
hutang dalam rangka menjaga ketersediaan kas bagi perusahaan. Begitu pula
sebaliknya, jika perusahaan memiliki dividend policy kecil yang berarti kas yang
dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham cenderung lebih kecil, maka akan
menaikkan free cash flow perusahaan yang artinya perusahaan memiliki jumlah kas
yang cukup sehingga tidak perlu melakukan kebijakan hutang.
Debt policy dipengaruhi oleh free cash flow. Jika perusahaan mempunyai
free cash flow besar mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan
kas yang cukup sehingga menurunkan kemungkinan perusahaan untuk menambah
commit to user
xxi
mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai ketersediaan kas yang buruk
sehingga memperbesar kemungkinan perusahaan untuk menambah jumlah hutang.
Berdasar pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Dividend Policy Terhadap Debt Policy dengan Free Cash Flow Sebagai Variabel Intervening.”
B. Rumusan Masalah
Jensen (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi dividen maka akan
menyebabkan semakin berkurangnya free cash flow dalam perusahaan sehingga
menghindari adanya alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. Levi dan
Sarnat (1990) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki peluang investasi lebih
memilih untuk memiliki dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak
membayar dividen sama sekali agar mempunyai jumlah arus kas yang cukup untuk
mendanai investasi sehingga perusahaan tidak bergantung pada pendanaan eksternal
(hutang).
Chen dan Steiner (1999) serta Murni dan Andriana (2007) membuktikan
bahwa kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
perusahaan. Hasil berbeda ditunjukkan oleh Wahidahwati (2002) serta Putri dan
Nasir (2006) yang menemukan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh
terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Kesimpulan berbeda yang ditunjukkan oleh para peneliti di atas
memunculkan salah satu masalah dalam penelitian ini sehingga variabel free cash
flow diharapkan dapat memediasi hubungan kebijakan dividen terhadap kebijakan
commit to user
xxii
perusahaan melakukan kebijakan pembayaran dividen. Hal tersebut berdasarkan
pada penelitian Tarjo dan Jogiyanto (2003), Putri dan Nasir (2006) serta Wibowo
(2008) yang membuktikan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang perusahaan.
Pertimbangan menjadikan free cash flow (FCF) sebagai variabel intervening
karena perusahaan dengan free cash flow berlebih akan memiliki kinerja yang lebih
baik dibandingkan perusahaan lainnya sebab mereka dapat memperoleh keuntungan
atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain.
Perusahaan dengan free cash flow tinggi bisa diduga lebih survive dalam situasi
yang buruk, sedangkan free cash flow negatif berarti sumber dana internal tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan
tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru.
Free cash flow dikatakan mempunyai kandungan informasi bila free cash flow
memberi signal bagi pemegang saham. Dapat dikatakan pula bahwa free cash flow
yang mempunyai kandungan informasi menunjukkan bahwa free cash flow mampu
mempengaruhi hubungan antara dividend policy dengan debt policy perusahaan.
Dari masalah penelitian yang dirumuskan berdasarkan latar belakang
tersebut, maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap free cash flow perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
2. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan
commit to user
xxiii
3. Apakah free cash flow memediasi pengaruh kebijakan dividen terhadap
kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat diuraikan seperti berikut
ini.
1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap free
cash flow perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap
kebijakan hutang perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh mediasi free cash flow atas
pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil yang
kemudian dapat dimanfaatkan pihak-pihak seperti berikut ini.
1. Bagi investor dan kreditur
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk melakukan investasi dan kredit pada perusahaan emiten terutama yang
terkait dengan kebijakan hutang, arus kas bebas dan kebijakan dividen
commit to user
xxiv 2. Bagi emiten
Hasil penelitian dapat digunakan oleh emiten dalam mengambil
keputusan terkait kebijakan hutang dan kebijakan dividen guna meningkatkan
nilai perusahaan dalam kemakmuran bagi pemegang saham.
3. Bagi penelitian berikutnya
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan acuan awal untuk
melakukan penelitian-penelitian berikutnya terutama penelitian yang terkait
dengan kebijakan hutang, free cash flow, dan kebijakan dividen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Teori Keagenan
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham et al.,
1996), namun pihak manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan
commit to user
xxv
kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Teori keagenan menurut Jensen
dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi
pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan.
Semakin besar suatu perusahaan akan semakin berpotensi timbulnya agency
problem.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan
terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100%
sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan
sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan.
Mereka menyatakan bahwa kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari
pemisahaan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan.
Penyebab timbulnya konflik keagenan karena para pengambil keputusan
tidak perlu menanggung risiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan
keputusan bisnis. Risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik,
sedangkan manajer tidak menanggung risiko bila perusahaan mengalami
kebangkrutan. Hanya saja manajer terancam kehilangan posisinya sebagai manajer
bila sampai terjadi kebangkrutan pada perusahaan yang dikelolanya. Oleh karena itu
manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak
produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat beberapa mekanisme untuk
mengatur konflik keagenan, yakni sebagai berikut.
1. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Manajer akan
commit to user
xxvi
juga menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi
dari pengambilan keputusan yang salah. Penambahan kepemilikan manajerial
memiliki keuntungan untuk mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang
saham.
2. Meningkatkan dividend payout ratio. Peningkatan dividen yang dibagikan
kepada pemegang saham menyebabkan tidak tersedia cukup banyak free cash
flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai
investasinya. Pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring perusahaan, ini
berarti perusahaan cenderung untuk membayar dividen yang tinggi jika manajer
memiliki proporsi saham yang lebih rendah. Pembayaran dividen pada
pemegang saham akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan
manajer sehingga mengurangi kekuasaan manajer dan membuat pembayaran
dividen mirip dengan monitoring capital market yang terjadi jika perusahaan
memperoleh modal baru.
3. Meningkatkan pendanaan melalui hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan
besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Di samping itu
hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan
sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan dilakukan oleh manajemen.
4. Adanya kepemilikan institusional sebagai monitoring agent. Kepemilikan
pemegang saham dari luar yaitu kepemilikan institusional seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen. Monitoring agent memainkan peranan secara aktif dan konsisten di
commit to user
xxvii
perusahaan. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan
kesejahteraan pemegang saham sehingga diharapkan dapat meminimalisir
timbulnya konflik keagenan.
B. Dividen
1. Pengertian dividen
Dividen merupakan bentuk distribusi laba yang diberikan perusahaan
pada pemegang saham sesuai dengan proporsi lembar saham yang dimilikinya.
Bagi seorang investor, dividen merupakan komponen return selain capital gain.
Besar kecilnya dividen akan sangat bergantung pada besar kecilnya laba yang
diperoleh serta proporsi laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham atau
yang disebut dividend payout ratio (DPR).
2. Kebijakan dividen
a. Pengertian kebijakan dividen
Kebijakan dividen menurut Westri (2009) adalah keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembiayaan investasi di masa mendatang. Budiarsi (2007) menyatakan
bahwa kebijakan dividen sebagai masalah yang menyangkut penggunaan
laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut
bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali.
commit to user
xxviii
Kebijaksanaan perusahaan untuk membagi keuntungan kepada
pemegang saham membawa arti dalam dua hal (Westri, 2009) yakni:
1) dana yang dibagikan kepada para pemegang saham melalui pembayaran
dividen, dan
2) dana yang digunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan
usaha yang tercermin dalam rencana pada pos laba yang ditahan.
c. Kebijakan dividen yang optimal
Kebijakan dividen yang optimal didefinisikan oleh Brigham dan
Houston (2001) sebagai kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan
di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang yang
memaksimumkan harga saham. Perusahaan harus menentukan berapa
banyak jumlah uang kas yang akan dibagi kepada pemegang saham sebagai
dividen dan berapa banyak yang akan dialokasikan pada laba ditahan
perusahaan. Rasio pembayaran dividen harus didasarkan pada preferensi
pemegang saham atas dividen dengan keuntungan modal apakah pemegang
saham lebih menyukai jika perusahaan membagikan laba sebagai dividen
tunai atau lebih menyukai jika perusahaan menggunakan kembali laba yang
diperoleh untuk kebutuhan operasional dan investasi perusahaan.
3. Dividend Payout Ratio
Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap laba bersih
sesudah pajak atau Earnings After Tax (EAT) yang diperoleh dari operasi
usahanya. Dua alternatif tersebut yaitu dibagi kepada para pemegang saham
perusahaan dalam bentuk dividen atau diinvestasikan kembali ke perusahaan
commit to user
xxix
dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya
manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya EAT yang dibagi
sebagai dividen dan besarnya EAT yang ditahan. Persentase antara EAT yang
dibagi dibandingkan dengan EAT yang ditahan disebut dengan dividend payout
ratio (DPR).
Kebijakan dividen merupakan masalah tentang penggunaan laba yang
menjadi hak para pemegang saham. Permasalahannya yaitu dengan adanya
alternatif pendanaan dari luar, apakah perusahaan harus membagi dividen atau
tidak dan berapa proporsi dividen yang harus dibagikan dengan EAT yang
diperoleh. Permasalahan yang lain yaitu menyangkut dalam bentuk apa dividen
akan dibagikan, apakah dalam bentuk tunai atau kas ataukah dalam bentuk
saham.
Pada umumnya pembayaran dividen dilakukan dalam bentuk tunai
(Husnan, 1996). Bagi perusahaan di Amerika Serikat keputusan untuk membagi
dividen berada di tangan Board of Director (BOD), sedangkan di Indonesia
keputusan untuk membagi dividen pada dasarnya berada di tangan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
C. Free Cash Flow
Aliran kas bebas (free cash flow) adalah cash flow yang tersedia untuk
dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan investasi pada fixed asset
dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan
usahanya (Sartono, 2001), dengan kata lain aliran kas bebas adalah kas yang
commit to user
xxx
merupakan aliran kas yang tersedia untuk didistribusikan pada investor setelah
perusahaan memperhitungkan keseluruhan investasi dalam aktiva tetap dan modal
kerja yang dibutuhkan untuk menopang kelangsungan aktivitas perusahaan.
Free cash flow digunakan untuk membayar bunga dan hutang kepada
kreditur, membayar dividen pada pemegang saham dan membeli kembali saham
perusahaan dan saham di pasar saham, jika tidak ada kepastian yang besar dalam
peramalan free cash flow maka yang terbaik adalah bersikap konservatif dan
menetapkan dividen tunai masa berjalan yang rendah. Nilai operasi perusahaan
ditentukan oleh aliran kas yang akan dihasilkan sekarang dan masa mendatang, nilai
dari operasi perusahaan bergantung pada aliran kas bebas yang diharapkan terjadi,
nilai ini merupakan laba operasi sesudah pajak dikurangi nilai investasi fixed asset
dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan operasi perusahaan.
Jensen (1986) mendefinisikan free cash flow sebagai kelebihan aliran kas
yang diperlukan untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value
positif setelah membagi dividen. Ross et al. (2000) mendefinisikan aliran kas bebas
sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang
saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aktiva tetap.
Budiarsi (2007) menjelaskan bahwa jika arus kas negatif maka kekurangan tersebut
harus ditutupi dengan pembiayaan tambahan dari hutang atau sekuritas.
Adanya free cash flow ini biasanya sering menimbulkan konflik antara
manajer dan pemegang saham. Penyebabnya terjadi perbedaan kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham. Manajer lebih menginginkan dana tersebut
diinvestasikan pada proyek-proyek yang menghasilkan keuntungan. Penggunaan
commit to user
xxxi
tersebut mempunyai tujuan untuk mengurangi penggunaan dana dari eksternal.
Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan keuntungan dari investasi tersebut
sehingga akan meningkatkan insentif yang diterima oleh manajer, namun dipihak
lain para pemegang saham menentang hal itu. Mereka mengharapkan sisa dana
tersebut dibagikan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.
Akibat adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham
mengenai pengelolaan free cash flow maka timbul adanya agency problems.
Beberapa alternatif untuk mengurangi agency problems pada free cash flow, yaitu
(1) dengan penggunaan hutang (debt). Peningkatan hutang akan mengurangi cash
flow sehingga tidak ada cash flow dalam perusahaan yang dimanfaatkan oleh
manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang yang merugikan
shareholder yang dengan sendirinya mengurangi risiko munculnya konflik
keagenan (Jensen, 1986), (2) dengan meningkatkan saham oleh manajemen (Jensen
dan Meckling, 1976). Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer
dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan dan (3) menggunakan free cash flow
untuk membayar dividen kas, dimana semakin tinggi dividen akan menyebabkan
semakin berkurangnya free cash flow dalam perusahaan sehingga menghindari
adanya alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan (Jensen, 1986).
D. Kebijakan Hutang
1. Pengertian kebijakan hutang
Hutang perusahaan merupakan salah satu mekanisme untuk menyatukan
commit to user
xxxii
tentang status kondisi keuangan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.
Menurut Baridwan (1997) hutang didefinisikan sebagai pengorbanan manfaat
ekonomi di masa mendatang yang mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan
usaha pada masa kini untuk memindahkan aktiva atau menyediakan jasa pada
badan usaha lain di masa yang akan datang sebagai akibat adanya transaksi atau
kejadian di masa lalu.
Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat
diperoleh dari hutang maupun ekuitas. Dalam menjalankan operasinya, setiap
perusahaan menghadapi masalah dari mana dana diperoleh dan untuk apa dana
tersebut digunakan. Sumber dana perusahaan dapat dilihat dari sisi pasiva pada
neraca perusahaan, sedangkan penggunaan dana dapat dilihat dari sisi aktiva
dari neraca perusahaan. Seorang manajer memiliki tugas untuk memenuhi
kebutuhan dana tersebut.
Manajer dalam menjalankan tugasnya dihadapkan dengan adanya suatu
siklus dalam pembelanjaan, dalam arti kadang perusahaan lebih baik
menggunakan dana yang bersumber dari hutang dan suatu saat lebih baik
menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri. Kebijakan yang
berkaitan dengan pendanaan merupakan salah satu hal yang menyebabkan
timbulnya konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham.
Keputusan pendanaan ini berhubungan dengan keputusan manajer dalam
menentukan sumber-sumber pendanaan apakah didanai dari modal internal atau
modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan sedangkan modal
commit to user
xxxiii
adalah keseluruhan hutang yang dimiliki oleh perusahaan, baik hutang lancar
maupun hutang jangka panjang.
Perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit,
sedangkan perusahaan yang memiliki profitable rendah akan cenderung
mempunyai hutang yang lebih besar. Hal tersebut disebabkan oleh dua alasan,
yakni dana internal yang tidak cukup dan hutang yang merupakan sumber dana
eksternal yang lebih disukai. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi
mengurangi hutang dan akan lebih mengutamakan penggunaan modal internal
sebagai biaya investasi dan untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan dan
risiko finansial.
Kebijakan hutang dalam penelitian ini diproksikan dengan leverage.
Leverage menggambarkan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva atau
dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi
pemilik perusahaan. Tingkat leverage terlihat dari besarnya hutang yang
digunakan. Hutang merupakan instrumen yang sangat sensitif terhadap nilai
perusahaan. Menurut Sholiha dan Taswan (2002) nilai perusahaan sangat
ditentukan oleh struktur modal, semakin tinggi hutang maka semakin tinggi pula
harga saham, namun pada titik tertentu akan menurunkan nilai perusahaan
karena manfaat dari penggunaan hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya
yang ditimbulkannnya. Struktur pendanaan yang berasal dari penggunaan
hutang dengan beban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi
perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001) keuntungan penggunaan
hutang yang pertama adalah bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan
commit to user
xxxiv
(debtholder) mendapat pengembalian yang tetap sehingga pemegang saham
tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam keadaan
prima.
Selain keuntungan, penggunaan hutang juga mempunyai beberapa
kelemahan, yang pertama adalah semakin tinggi rasio hutang (debt ratio) maka
semakin tinggi pula risiko perusahaan sehingga suku bunganya mungkin akan
lebih tinggi. Kedua, apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan
dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang
sahamnya harus menutup kekurangan itu dan perusahaan akan mengalami
kebangkrutan apabila tidak sanggup menutup beban bunga tersebut (Brigham
dan Houston, 2001). Semakin tinggi hutang dapat menghambat perkembangan
perusahaan dan juga dapat menyebabkan investor enggan untuk menanamkan
modalnya. Penggunaan hutang tersebut diharapkan dapat mengurangi konflik
keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi
penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban
bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk
meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan
hutang.
Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, perusahaan menghadapi biaya
keagenan hutang dan risiko kebangkrutan (Amilia dan Silvy, 2006). Kebijakan
hutang sering ditunjukan dengan rasio hutang terhadap total aktiva atau disebut
dengan debt ratio. Rasio ini memberikan persentase total dana yang disediakan
commit to user
xxxv
hutang jangka panjang (Brigham dan Houston, 2001). Apabila perusahaan
memilih untuk menerbitkan saham, maka perusahaan mempunyai kewajiban
untuk memberikan return kepada investor.
Seorang investor yang menanamkan modalnya kepada suatu perusahaan
akan mengharapkan return yang akan diperolehnya dari investasi yang telah
dilakukannya. Seorang manajer harus cermat dalam menentukan kebijakan
hutang, yaitu dalam penentuan proporsi yang tepat antara hutang dan ekuitas.
Penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan memperbesar risiko kebangkrutan,
selain itu risiko ini juga menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi semua hutang-hutangnya saat jatuh tempo. Struktur modal dan
struktur keuangan merupakan keputusan manajemen dalam menentukan
kebijakan hutang. Menurut Bringham dan Houston (2001) beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap struktur modal adalah stabilitas penjualan, struktur aktiva
perusahaan, leverage keuangan, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak,
pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai
peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan.
2. Debt Ratio
Debt ratio adalah total hutang (baik hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang) dibagi dengan total aktiva (baik aktiva lancar maupun
aktiva tetap). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk
membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan
aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio akan menunjukkan semakin besar
tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan
commit to user
xxxvi
perusahaan. Hal ini berdampak terhadap profitabilitas (earnings after tax)
semakin berkurang karena sebagian digunakan untuk membayar bunga maka
hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang atau menurun.
Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan investor
akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga
menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva
(Sartono, 2001). Debt ratio atau umumnya disebut dengan rasio hutang,
mengukur persentase total dana yang berasal dari kreditur hutang termasuk
hutang lancar dan semua obligasi.
Menurut Brigham dan Houston (2001) pembiayaan dengan hutang
memiliki tiga implikasi penting, yaitu sebagai berikut.
a. Memperoleh dana melalui hutang membuat pemegang saham dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang
terbatas.
b. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan
marjin pengaman sehingga jika pemegang saham hanya memberikan
sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar
ada pada kreditur.
c. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi
yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka
pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar.
Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa menggunakan hutang
merupakan suatu mekanisme lain yang bisa digunakan untuk mengurangi
commit to user
xxxvii
pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini bisa mengurangi
keinginan manajer untuk menggunakan free cash flow guna membiayai
kegiatan-kegiatan yang tidak optimal.
E. Variabel Intervening (Mediasi)
Indriantoro dan Supomo (2002) menyebutkan bahwa variabel mediasi
adalah tipe-tipe variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel-variabel
independen dengan variabel-variabel dependen menjadi hubungan yang tidak
langsung. Variabel mediasi merupakan variabel yang terletak di antara variabel
independen dengan variabel dependen sehingga variabel independen tidak langsung
menjelaskan atau mempengaruhi variabel dependen. Adapun variabel intervening
yang digunakan dalam penelitian ini adalah free cash flow.
F. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, yaitu sebagai
berikut.
1) Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, dimana manajer
akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila
ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan
yang salah. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen
dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Oleh karena itu,
commit to user
xxxviii
untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang
secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan.
2) Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup
banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar
untuk membiayai investasinya.
3) Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Pendanaan dari luar akan menurunkan
besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen di samping itu
hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan
sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan manajemen
(Jensen, 1986).
Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham perusahaan yang
sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki. Ketika perusahaan menaikkan
risiko pembagian dividen, kenaikan ini akan mengakibatkan harga saham naik.
Namun jika dividen meningkat, maka akan berakibat dana yang tersedia untuk
reinvestasi semakin sedikit sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk
masa yang akan datang rendah. Jadi, setiap perubahan dalam kebijakan pembagian
akan mempunyai pengaruh yang saling bertentangan. Oleh karenanya kebijakan
dividen yang optimal adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara
dividen saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang.
Wahidahwati (2002) memperoleh bukti empiris bahwa dividen merupakan
bagian dalam proses monitoring perusahaan dan bahwa perusahaan cenderung
membayar dividen yang tinggi ketika proporsi managerial ownership rendah.
Pembayaran dividen akan mengurangi sumber dana yang dikendalikan oleh
commit to user
xxxix
modal internal rendah maka debt ratio rendah. Kemudian ia juga menyatakan
bahwa dividend payment mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan
negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Putri dan Nasir (2006) meneliti tentang analisis persamaan simultan
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan
kebijakan dividen dalam perspektif teori keagenan. Hasilnya menunjukkan bahwa
terdapat hubungan interdependensi antar semua variabel endogen, walaupun pada
beberapa variabel terdapat hubungan yang signifikan, namun adanya arah yang
bersesuaian antar masing-masing variabel. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
free cash flow secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan
hutang, dalam penelitian tersebut dijelaskan pula bahwa setelah krisis manajer
berusaha untuk meningkatkan kestabilan perusahaan dengan cara menggunakan free
cash flow untuk membayar hutang karena hutang yang terlalu tinggi meningkatkan
resiko kebangkrutan.
Sementara itu, Wibowo (2008) meneliti tentang pengaruh kepemilikan
manajerial, free cash flow dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ (sekarang BEI). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa secara simultan (bersama-sama) dan parsial variabel-variabel
yang diteliti dalam penelitian ini yaitu kepemilikan manajerial, free cash flow dan
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Murni dan Andriana
(2007) meneliti tentang pengaruh insider ownership, institutional investor, dividend
commit to user
xl
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ). Hasilnya menunjukkan bahwa secara
simultan semua variabel berpengaruh terhadap kebijakan hutang, sedangkan secara
parsial tidak semua variabel dominan sebagai instrumen pendukung kebijakan
hutang perusahaan.
Ismiyanti dan Hanafi (2003) menganalisis kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dalam
analisis persamaan simultan. Penelitian dilakukan terhadap 136 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ antara tahun 1998-2001. Hasil yang diperoleh
adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional sama-sama
mempunyai hubungan yang positif signifikan terhadap kebijakan hutang. Dalam
penelitiannya terhadap kebijakan dividen, kepemilikan manajerial berhubungan
negatif tidak signifikan demikian pula dengan kepemilikan institusional
berhubungan positif tetapi tidak signifikan.
Penelitian Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang
saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan
investasi di masa yang akan datang yang dibiayai dari sumber internal. Karena
adanya sumber internal perusahaan yang tinggi maka akan mengurangi penggunaan
hutang untuk pembiayaan.
Chen dan Steiner (1999) menguji bagaimana kepemilikan manajerial
berhubungan dengan risiko, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen perusahaan.
Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di New York
Stock Exchange pada tahun 1994. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
commit to user
xli
dan Return on Asset (ROA) berpengaruh negatif pada kebijakan hutang perusahaan
tetapi hanya kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen yang berpengaruh
signifikan, sedangkan total aktiva memiliki pengaruh positif pada kebijakan hutang
perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Murni dan Andriana (2007) bertujuan untuk
menguji pengaruh dari insider ownership, institutional ownership, dividend
payments dan firm growth terhadap kebijakan hutang perusahaan pada 42
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun
1999-2002. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa insider ownership tidak berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, sedangkan institutional
ownership, dividend payments dan firm growth berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang perusahaan.
Makmun (2003) dalam penelitiannya menganalisis faktor-faktor yang dapat
mampengaruhi kebijakan hutang. Faktor-faktor yang dianalisis adalah insider
ownership, kebijakan dividen, keuntungan (profit) dan pertumbuhan total aktiva.
Populasi penelitian adalah 139 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ
periode 1992-2001. Hasil penelitian ini adalah bahwa kebijakan dividen dan profit
berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang, pertumbuhan aktiva berpengaruh
positif terhadap kebijakan hutang, sedangkan insider ownership tidak berpengaruh
terhadap kebijakan hutang.
Dharmastuti et al. (2003) melakukan penelitian untuk menganalisis
hubungan dividen dan kebijakan hutang pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta
commit to user
xlii
terdapat hubungan interdependensi antara kebijakan dividen dan kebijakan hutang
perusahaan. Secara parsial ditunjukkan bahwa dividen dan pertumbuhan perusahaan
berpengaruh negatif dan signifikan pada kebijakan hutang, sedangkan profitabilitas
dan volatilitas pendapatan berpengaruh positif dan signifikan pada kebijakan hutang
perusahaan.
Wahidahwati (2002) menganalisis bagaimana kepemilikan manajerial
berhubungan dengan risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1993-1996. Hasil
penelitiannya membuktikan bahwa kepemilikan manajerial dan risiko berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, sedangkan kebijakan
dividen berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang
perusahaan.
Putri dan Nasir (2006) menganalisis hubungan antara kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, kebijakan pengambilan
risiko, free cash flow, profitabilitas dan kebijakan hutang. Penelitian ini
menggunakan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Jakarta Stock Exchange dari
tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 sebagai sampelnya. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan
kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan tetapi
hanya kepemilikan manajerial yang berpengaruh signifikan. Sementara itu,
kebijakan pengambilan risiko, free cash flow dan profitabilitas memiliki arah
koefisien negative, tetapi hanya variabel kebijakan pengambilan risiko dan free cash
commit to user
xliii
Suhartono (2004) meneliti simultanitas antara kebijakan dividen dan
kebijakan hutang pada 20 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode
1993-1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interdependensi antara
kebijakan hutang dan kebijakan dividen. Net organizational capital, beta, dan
growth secara negatif berhubungan dengan kebijakan dividen. Earning volatility
dan profitabilitas secara negatif berhubungan dengan kebijakan hutang, namun net
organizational capital dan growth tidak berhubungan dengan kebijakan hutang.
G. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1. Kerangka pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kebijakan dividen
terhadap kebijakan hutang perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga menguji
kemampuan arus kas bebas dalam memediasi pengaruh kebijakan dividen
terhadap kebijakan hutang perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Atas beberapa paparan sebelumnya tersebut yang mendasari penyusunan
kerangka pikir dalam penelitian ini yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran
(-) (-)
(+)
2. Hipotesis
a. Pengaruh kebijakan dividen terhadap free cash flow.
Free Cash Flow
commit to user
xliv
Aggarwal dan Zong (2005) membuktikan bahwa kebijakan dividen
yang tinggi berkecenderungan pada perusahaan untuk melakukan pendanaan
eksternal melalui hutang. Hal ini dilakukan karena berkurangnya jumlah free
cash flow dan kesempatan investasi perusahaan. Kebijakan dividen tunai
tersebut diambil oleh manajer dalam rangka memberikan kemakmuran yang
nyata pada para pemegang saham sehingga manajer akan memperoleh
penilaian yang lebih baik dari para pemegang saham atas kinerja
perusahaan. Levi dan Sarnat (1990) berpendapat bahwa perusahaan yang
memiliki peluang investasi lebih memilih untuk memiliki dividend payout
ratio yang rendah atau bahkan tidak membayar dividen sama sekali agar
mempunyai jumlah arus kas yang cukup untuk mendanai investasi sehingga
perusahaan tidak bergantung pada pendanaan eksternal (hutang). Lebih jauh
dijelaskan bahwa pendanaan internal lebih murah dibanding dengan
pendanaan eksternal dan oleh karenanya diharapkan dapat meningkatkan
nilai perusahaan.
Bhattacharyya et al. (2008) menyebutkan dalam free cash flow hypothesis
bahwa peningkatan dividen disukai para investor karena hal tersebut
menggambarkan para manajer akan memiliki kas relatif sedikit yang dapat
digunakan untuk investasi dalam proyek yang tak berguna. Oleh karena itu
kebijakan dividen yang tinggi dapat mengurangi jumlah free cash flow perusahaan.
Tingginya rasio kebijakan dividen perusahaan mengindikasikan
bahwa perusahaan yang membayarkan dividen dalam jumlah besar kepada
para pemegang sahamnya akan menghasilkan arus kas bebas yang
commit to user
xlv
diperoleh dari arus kas yang dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas
operasional perusahaan pada akhir periode dikurangi dengan arus kas yang
dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas investasi perusahaan pada akhir
periode yang sama. Jensen (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi
dividen maka akan menyebabkan semakin berkurangnya free cash flow
dalam perusahaan sehingga menghindari adanya alokasi pada tindakan yang
tidak menguntungkan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis
sebagai berikut.
H1: Terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap free cash flow
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
b. Pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang.
Chen dan Steiner (1999) menemukan bahwa kebijakan dividen
berpengaruh negatif dan signifikan pada perusahaan yang terdaftar di New
York Stock Exchange. Sementara itu, Wahidahwati (2002) menyatakan
bahwa dividend payment mempunyai pengaruh yang signifikan dan
berhubungan negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Murni dan
Andriana (2007) juga menunjukkan bukti bahwa dividend payment
berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan
manufaktur di Indonesia.
Berbeda dengan hasil penelitian Chen dan Steiner (1999), Murni dan
Andriana (2007) serta Wahidahwati (2002), penelitian yang dilakukan oleh
commit to user
xlvi
manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan
dividen dalam analisis persamaan simultan, hasil yang diperoleh adalah
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional sama-sama
mempunyai hubungan yang positif signifikan terhadap kebijakan hutang.
Dalam penelitian mereka terhadap kebijakan dividen, kepemilikan
manajerial berhubungan negatif tidak signifikan demikian pula dengan
kepemilikan institusional berhubungan positif tetapi tidak signifikan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis
sebagai berikut.
H2: Terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
c. Kemampuan free cash flow dalam memediasi pengaruh kebijakan dividen
terhadap kebijakan hutang.
Jensen (1986) menyatakan bahwa hutang dapat mengurangi
keleluasaan manajemen menggunakan free cash flow untuk kegiatan yang
bersifat non maximizing value. Semakin besar aliran kas bebas perusahaan,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya pemborosan yang
dilakukan oleh manajer sehingga diperlukan tingkat hutang yang tinggi pula
sebagai mekanisme yang digunakan untuk mengontrol tindakan manajer
commit to user
xlvii
menunjukkan hubungan yang positif antara free cash flow dengan kebijakan
hutang yang dilakukan oleh manajer.
Penelitian yang dilakukan oleh Tarjo dan Jogiyanto (2003)
menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara free cash flow
dengan kebijakan hutang. Sementara itu Wahidahwati (2002) menyatakan
bahwa meningkatkan kebijakan dividen merupakan salah satu cara untuk
mengurangi agency problem, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak
free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk
membiayai investasinya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis
sebagai berikut.
H3: Free cash flow dapat memediasi pengaruh kebijakan dividen
terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan pengujian hipotesis (hypothesis testing study)
yaitu menjelaskan sifat hubungan-hubungan tertentu atau menetapkan
perbedaan-perbedaan antara dua faktor (kelompok) independen atau lebih dalam sebuah situasi
(Sekaran, 2003). Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh kebijakan dividen
commit to user
xlviii
perusahaan yang diproksikan oleh debt ratio (DR) yang dimediasi oleh arus kas
bebas (FCF).
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian atau peristiwa yang menjadi
perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2003). Populasi yang digunakan
sebagai sampel penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah go
public di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan alasan bahwa industri perusahaan
manufaktur merupakan kelompok industri yang terbesar di BEI sehingga
diharapkan dengan menggunakan perusahaan manufaktur dapat diperoleh jumlah
sampel yang representatif. Selain itu pemilihan populasi perusahaan manufaktur
untuk mengurangi pengaruh industri (industry effect).
Sampel adalah bagian atau anggota dari populasi (Sekaran, 2003). Sampel
merupakan beberapa anggota yang diambil dari populasi. Sampel penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang diteliti selama tahun 2006 dan tahun 2007 yang
menyediakan data yang dibutuhkan dalam penghitungan, pengukuran dan penilaian
variabel. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling. Purposive sampling dalam memilih anggota populasi yaitu pemilihan
anggota sampel dengan mendasarkan pada beberapa kriteria tertentu. Adapun
kriteria yang digunakan untuk menjadi anggota sampel adalah sebagai berikut.
1. Perusahaan manufaktur yang telah go public setelah 31 Desember 2005 karena
commit to user
xlix
yang telah dipublikasikan tanggal 1 Januari 2006 sampai tanggal 31 Desember
2007.
2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan
memuat seluruh data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengukuran variabel
dan analisis data.
3. Perusahaan manufaktur yang melakukan kebijakan dividen tunai selama kurun
waktu 2006-2007.
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
informasi yang diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2003). Alasan menggunakan data
sekunder dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki
waktu yang lebih luas.
Adapun data yang dibutuhkan terdiri dari data berikut ini.
1. Daftar perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
2. Daftar perusahaan manufaktur yang membagi dividen tunai tahun 2006 dan
2007.
3. Laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur tahun 2006 dan 2007.
Data tersebut diperoleh dengan melalui cara dokumentasi dari publikasi
Bursa Efek Indonesia baik melalui website resmi yaitu www.idx.co.id maupun
publikasi melalui pojok BEI UNS dan Indonesian Capital Market Directory
commit to user
l
D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini terdapat tiga variabel yang akan diuji secara sistematis, yaitu
seperti berikut ini.
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Kebijakan dividen merupakan keputusan yang diambil oleh manajemen
perusahaan untuk membagi dividen tunai dengan mempertimbangkan jumlah
laba ditahan dan ketersediaan kas perusahaan (Nuringsih, 2005). Variabel ini
menggunakan proksi dividend payout ratio, yaitu perbandingan dividen per
lembar saham dengan laba per lembar saham. Untuk menentukan variabel ini
dirumuskan sebagai berikut ini.
DPR =
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Kebijakan hutang diproksikan dengan nilai debt ratio (DR) yang
merupakan pembagian antara total hutang (baik hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang) dengan total aktiva (baik aktiva lancar maupun aktiva
tetap). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk
membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan
aktivitas operasionalnya. Variabel debt ratio diberi simbol DR. Untuk
menentukan nilai DR dapat digunakan rumus seperti berikut ini.
DR =
3. Variabel Intervening
Total Hutang Total Aktiva
commit to user
li
Aliran kas bebas (free cash flow) adalah cash flow yang tersedia untuk
dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan investasi pada fixed
asset dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya (Sartono, 2001), dengan kata lain aliran kas bebas
adalah kas yang tersedia di atas kebutuhan investasi yang menguntungkan.
Besarnya arus kas bebas diperoleh dari selisih antara arus kas yang
dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas operasional perusahaan pada akhir periode
dengan arus kas yang dihasilkan (digunakan) oleh aktivitas investasi perusahaan
pada akhir periode yang sama. Variabel ini diberi simbol FCF, yang dihitung
dengan menggunakan rumus (Jensen, 1986) sebagai berikut.
FCFt = Arus kas operasionalt – Arus kas investasit
E. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier sederhana dan regresi
linear berganda serta analisis jalur (path analysis) yang digunakan untuk
menganalisis uji hipotesis penelitian. Analisis dan pengujian dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang dengan free
cash flow sebagai variabel intervening. Persamaan regresi yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.
Sesuai dengan kerangka pemikiran dan pengajuan hipotesis di atas maka
hipotesis akan diuji dengan persamaan regresi seperti berikut ini.
LN_FCF = β1 DPR + e1………... (1)
DR = β1 DPR + β2 LN_FCF + e2……….. (2)
Keterangan: