• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Mutu Dan Keamanan Produk Olahan Markisa Di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Mutu Dan Keamanan Produk Olahan Markisa Di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

 

DUMASARI SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii   

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

iii   

Passion-Fruit Processed Product at PT. Pintu Besar Selatan, North Sumatra. Led by ENDANG GUMBIRA SA’ID and FAQIH UDIN.

Several quality deviations of syrup made from passion fruit (Passiflora edulis Sims) lead to the addition of standard that applies by the producers of passion-fruit syrup, such as food safety, to be able to compete with other syrup products. Therefore, for the food industries, quality standard is applied to meet the market and consumers preferences through the implementation of Quality Management System or Sistem Manajemen Mutu (SMM) using the ISO 9000 approach and Food Safety Management System using the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) approach.

This research aims to create a quality improvement strategy based on the Quality Management System and Food Safety Management System. The research Method and data analysis was conducted in several stages as follows: (1) consumer survey using AHP weighting (pairwise comparison) and Quality Function Deployment (QFD), (2) evaluation of HACCP implementation using Self Assessment method, (3) determination and evaluation of company's internal and external factors using pairwise comparison, (4) determination of company position using the IE Matrix analysis, and (5) formulation of quality improvement strategy using the SWOT matrix analysis.

From the results of this research, it is concluded that the strategies that should to be performed by the PT. Pintu Besar Selatan are: the enhancement of commitment and culture of work related to the increasing in both quality and safety of produced products; the improvement of product quality by providing the quality assurance in the form of certification; the improvement of production technology by using more advanced machineries and equipments; the developing partnership with suppliers and training for human resource in processing.

(4)

iv   

DUMASARI SIREGAR. Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Produk Olahan Markisa di PT. Pintu Besar Selatan, Sumatera Utara. Dibimbing oleh E. Gumbira Sa’id dan Faqih Udin.

Sari buah merupakan cairan buah yang tidak mengalami fermentasi dan diperoleh dari hasil pengepresan buah (Makhfoeld 1962), sedangkan menurut Standar Industri Indonesia (1979) sari buah di definisikan sebagai cairan yang diperoleh dari pemerasan buah yang disaring maupun tidak, tidak mengalami fermentasi dan dimaksudkan untuk minuman segar. Sirup adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara dan lain-lain. Sirup tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air. Salah satu upaya untuk menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem HACCP pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota termasuk di Indonesia; dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional. Di indonesia, sistem HACCP ini telah diadopsi oleh Badan Standar Nasional (BSN) yang ditetapkan dalam SNI 01.4852-1998.

(5)

v   

dan strategi peningkatan mutu bagi produk markisa olahan.

Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan yang berlokasi di daerah Peceran, tepatnya di kecamatan Brastagi, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara selama enam bulan dari awal bulan September sampai dengan akhir bulan Desember 2008. Metode yang digunakan adalah dengan pengumpulan data primer (melakukan wawancara dengan responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri sirup markisa dan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan, dan pengumpulan data sekunder (penelusuran buku, hasil penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan observasi dan inspeksi di lapangan atas penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) ditemukan tujuh penyimpangan yaitu : aspek bangunan (dua penyimpangan berkategori minor), aspek fasilitas sanitasi (tiga penyimpangan berkategori minor), aspek peralatan (satu penyimpangan berkategori minor), aspek higiene karyawan (satu penyimpangan berkategori serius, satu penyimpangan berkategori mayor), aspek penyimpanan (satu penyimpangan mayor), aspek pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama (satu penyimpangan mayor) dan aspek manajemen dan pelatihan (satu penyimpangan berkategori mayor). Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus segera diatasi sebelum diterapkannya sistem HACCP di perusahaan PT. Pintu Besar Selatan.

Adapun spesifikasi harapan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk sirup markisa adalah warna, nilai gizi, kekentalan, keamanan pangan, dan kemasan. Atribut yang memiliki bobot konversi atau tingkat kepentingan tertinggi adalah atribut keamanan pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran terhadap pentingnya keamanan pangan dalam mengkonsumsi suatu produk sangat besar karena kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan.

(6)

vi   

sebagai titik kendali kritis atau CCP. Sedangkan lingkungan di pabrik, mesin dan peralatan, karyawan, pencucian, pemotongan buah, pengepresan, penyimpanan sirup dan distribusi produk perlu dikendalikan sebagai CP (Control Point).

(7)

vii   

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(8)

viii   

DUMASARI SIREGAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix   

Nama : Dumasari Siregar NIM : F351060041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev Ketua

Ir. Faqih Udin, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

x   

(11)

xi   

ilmiah ini berhasil diselesaikan. Pemahaman akan kaidah-kaidah ilmiah terasa bertambah dari waktu ke waktu selama studi dilakukan, berkat bimbingan yang tak kenal lelah dari komisi pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev sebagai Ketua dan Ir. Faqih Udin, MSc sebagai anggota. Kepada beliau-beliaulah penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya pertama-tama penulis sampaikan. Kedua, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatit K Bunasor, MSc sebagai tim penguji dari luar Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan berharga bagi penyempurnaan tesis ini.

Studi ini tidak akan mungkin dilakukan tanpa bantuan berbagai pihak. Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada perusahaan PT. Pintu Besar Selatan yang telah menyediakan diri dipakai untuk studi kasus beserta karyawannya; atas kerjasama dan dukungannya yang baik dan cukup konsisten selama pelaksanaan studi. Terima kasih pula kepada Industri Rumah Tangga “Markisa asli famili” serta kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian tulisan ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Terakhir, penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih yang tinggi kepada H. Drs. Amir Hud Siregar, Hj. Ramona Siregar, yang sebagai orang tua selalu mendorong penulis untuk mengembangkan ilmu dan berkarya. Juga kepada kakak dan adik penulis yaitu Mira Larasati Siregar, SH dan Rara Rezeki Anggreani Siregar terima kasih untuk dukungan dan semangatnya. Serta teman-teman TIP angkatan 2006 dan 2007, teman-teman-teman-teman kost Ayu Pratiwi, Putu Ayu Trisna Dewa, Mursye Regar dan Esti Sulistiawati terima kasih atas persahabatan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

xii   

(13)

xiii   

ABSTRAK/ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 6

Ruang Lingkup Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Buah Markisa ... 8

ISO 9000 ... 14

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ... 18

Sanitasi ... 28

Keamanan Pangan ... 42

Penelitian Terdahulu ... 53

METODE PENELITIAN ... 55

Kerangka Pemikiran Konseptual ... 55

Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

Tata Cara Pengumpulan Data ... 58

Analisis Data ... 59

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 70

Sejarah Perusahaan ... 70

Lokasi Pabrik ... 71

Struktur Organisasi Perusahaan ... 72

Produk dan Bahan Baku ... 76

Proses Produksi Sirup Markisa ... 76

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 93

Atribut Mutu Produk ... 93

Aktivitas Proses ... 96

House of Quality (HOQ) ... 105

Kebijakan Mutu ... 106

Organisasi ... 108

(14)

xiv   

Good Manufacturing Practices (GMP) ... 114

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) ... 123

Bagan Alir Proses ... 135

Prinsip HACCP ... 135

Penanganan Konsumen ... 137

Prosedur Produk Recall ... 137

Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen ... 137

STRATEGI PENINGKATAN MUTU SARI BUAH DAN KONSENTRAT MARKISA ... 138

Faktor-faktor Lingkungan Internal ... 138

Faktor-faktor Lingkungan Eksternal ... 139

Analisis Matriks IFE dan EFE ... 140

Perumusan Alternatif Strategi dan Struktur Hirarki Strategi Peningkatan Mutu Sirup Markisa ... 143

KESIMPULAN DAN SARAN ... 146

Kesimpulan ... 146

Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 148

(15)

xv   

1 Perkiraan permintaan buah-buahan di Indonesia tahun 1995-2015 ... 1

2 Prakiraan tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia tahun 1995-2010 ... 2

3 Komposisi Kimia Sari Buah Markisa ... 9

4 Produksi buah markisa di Indonesia ... 10

5 Komposisi nutrisi markisa ungu per 100 gram bagian yang dapat dimakan ... 13

6 Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi panen buah markisa tahun 2000-2007 di Provinsi Sumatera Utara ... 13

7 Bahaya mikrobiologis yang dibagi berdasarkan resiko keparahan bahayanya ... 23

8 Bahan kimia berbahaya pada pangan ... 24

9 Material utama yang menyebabkan bahaya fisik ... 25

10 Karakteristik bahaya pada produk pangan ... 26

11 Penetapan kategori resiko produk ... 27

12 Penetapan kategori resiko suatu bahan pangan ... 27

13 Persentase industri pangan yang sudah memahami dan menerapkan aspek keamanan pangan ... 45

14 Persentase industri kecil pangan yang mengimplementasikan dan tidak mengimplementasikan higiene ... 46

15 Daftar nama responden pakar ... 59

16 Skala penilaian kriteria dalam AHP ... 66

17 Bagan perbandingan berpasangan ... 67

18 Model matriks TOWS ... 68

19 Syarat mutu sirup menurut SNI 01-3544-1994 ... 77

20 Hasil penelitian bobot atribut mutu produk sirup markisa ... 95

(16)

xvi   

Pintu Besar Selatan ... 96

23 Penilaian aktivitas proses produksi pada masing-masing perusahaan Sirup markisa ... 98

24 Hubungan keterkaitan antara atribut mutu produk dengan aktivitas proses produksi sirup markisa ... 99

25 Hubungan keterkaitan antar aktivitas proses produksi sirup markisa . 100

26 Perhitungan tingkat kepentingan dan nilai relatif proses ... 104

27 Tingkat kepentingan atribut mutu produk dan nilai relatif aktivitas proses terkait ... 105

28 Deskripsi produk konsentrat produksi PT. Pintu Besar Selatan ... 110

29 Hasil identifikasi penyimpangan/ketidaksesuaian dalam penerapan unsur-unsur GMP di PT. Pintu Besar Selatan ... 122

30 Persyaratan kualitas air minum menurut Permenkes No. 907/Menkes/ SK/ VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 ... 124

31 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan SSOP di PT. Pintu Besar Selatan ... 129

32 Pemantauan pada program SSOP di PT. Pintu Besar Selatan ... 133

33 Faktor-faktor lingkungan internal ... 138

34 Faktor-faktor lingkungan eksternal ... 139

(17)

xvii   

1 Buah markisa kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa) ... 8

2 Buah markisa ungu (Passiflora edulis f.Edulis Sims) ... 10

3 Diagram alir ekstraksi sari markisa ... 11

4 Tahap pembuatan sari buah markisa ... 12

5 Ilustrasi kelengkapan seragam pekerja ... 36

6 Sistem mutu dan keamanan pangan nasional ... 42

7 Hubungan antara tanggung jawab pemerintah, industri dan konsumen dalam implementasi sistem dan keamanan pangan ... 43

8 Diagram alir penelitian ... 56

9 Contoh matriks rumah kualitas ... 61

10 Sortasi buah ... 78

11 Pencucian buah ... 78

12 Mesin pemotong buah ... 79

13 Mesin pengorek buah ... 79

14 Mesin pemisah biji dengan sari buah (Penyaringan I) ... 80

15 Mesin pemisah sari buah dengan serat (Penyaringan II) ... 81

16 Pemotongan buah markisa di industri “Noerlen”... 88

17 Pengorekan isi buah markisa di industri “Noerlen” ... 88

18 Pemisahan biji dengan sari buah di industri “Noerlen” ... 89

19 Pemisahan sari buah dengan serat di industri “Noerlen” ... 89

20 Penyaringan sari buah di industri “Noerlen” ... 90

21 Pasteurisasi dan penambahan BTM ... 90

22 Penyaringan sari buah di industri “Noerlen” ... 91

23 Pembotolan dan proses hermetis ... 92

24 Proses pengemasan sirup markisa di industri “Noerlen” ... 92

25 Matriks house of quality PT. Pintu Besar Selatan ... 106

26 Posisi perusahaan Pintu Besar Selatan ... 142

(18)

xviii   

1 Struktur organisasi perusahaan PT. Pintu Besar Selatan ... 155 2 Gabungan pendapat pakar untuk atribut kualitas produk ... 156 3 Perhitungan interval kelas untuk analisa QFD ... 157 4 Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap

produk perusahaan PT. Pintu Besar Selatan ... 158

5 Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan Maju Jaya Pohon Pinang ... 158

6 Hasil kuesioner tingkat kepuasaan konsumen sirup markisa terhadap produk perusahaan Tunggal Jaya Prima ... 159

7 Daftar rasio perbaikan, bobot dan persentase bobot untuk perusahaan Maju Jaya Pohon Pinang ... 159

8 Daftar rasio perbaikan, bobot dan persentase bobot untuk perusahaan Tunggal Jaya Prima ... 160

9 Identifikasi bahaya dan penetapan resiko di PT. Pintu Besar Selatan . 161 10 Tabel penetapan titik kendali kritis (CCP) di PT. Pintu Besar Selatan

... 167

(19)

Latar Belakang

Pengembangan agroindustri buah-buahan di Indonesia belum berjalan dengan baik. Walaupun telah berusaha dengan keras, tetapi pemerintah belum mampu membangun industri buah-buahan nasional yang terintegrasi, mulai dari tingkat budidaya, industri pengolahan, hingga perdagangan. Kalaupun ada yang telah berjalan, tetapi skalanya masih kecil. Padahal, industri buah-buahan dapat memberikan pendapatan yang besar bagi masyarakat dan dapat memperkuat pasar domestik apabila dapat dilaksanakan secara baik dan terpadu.

Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian (2008) memperkirakan, rata-rata peningkatan konsumsi buah-buahan per lima tahun pada periode 2005– 2015 adalah antara 31,5 – 44,5 persen. Dengan kata lain, total konsumsi akan meningkat dari 10,3 juta ton pada tahun 2005 menjadi 13,9 juta ton pada tahun 2010 dan 20 juta ton pada tahun 2015. Perkiraan permintaan buah-buahan di Indonesia pada periode 1995 – 2015 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 Perkiraan Permintaan Buah-buahan di Indonesia Tahun 1995-2015

Tahun Populasi (juta)*

Peningkatan Konsumsi per 5

tahun (%)**

Konsumsi/Kapita (kg)

Total Konsumsi

(ribu ton)

1995 200 28,5 30,00 6.000

2000 213 30,5 36,76 7.000

2005 227 32,5 45,70 10.375

2010 240 34,5 57,92 13.900

2015 254 44,5 78,74 20.000

Sumber : * BPS dan ** Deptan (1992).

(20)

Tabel 2 Prakiraan Tingkat Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Pada Tahun 1995 – 2010

Tahun

Konsumsi Buah-Buahan (Kalori/Kapita/Hari)

Konsumsi Total (Kalori/Kapita/Hari)

Konsumsi Buah-Buahan Per Konsumsi Total

(%)

1995 50 2.870 1,74 2000 62 2.999 2,06 2005 79 3.129 2,57 2010 103 3.256 3,16

Sumber : World Bank (1992) disadur oleh Badan Agribisnis Deptan (1999).

Akhir-akhir ini pasar buah nasional mendapatkan tekanan buah impor. Masuknya buah impor menjadi pesaing potensial karena adanya peluang pangsa pasar di Indonesia. Buah impor mempunyai karakteristik mutu yang seragam dan shelf-life lebih lama, yang menjadikan dayasaingnya di pasar lebih besar. Para importir buah mendapatkan pasokan buah dari luar negeri dengan memanfaatkan beberapa kelemahan atribut buah tropik misalnya warna kurang menarik, ukuran tidak seragam, dan citarasa yang tidak konsisten (Firdaus dan Wagiono 2008).

Perbaikan mutu buah nasional merupakan suatu tuntutan, baik untuk memenuhi konsumsi domestik yang semakin ditantang oleh saingan buah impor, maupun untuk tujuan ekspor. Pemahaman terhadap konsep dayasaing dirasakan masih belum menyeluruh. Secara normatif bagaimana posisi dayasaing buah nasional sudah banyak dibicarakan, namun bagaimana posisi tersebut secara kuantitatif belum dikemukakan. Dayasaing secara langsung terkait dengan penerapan manajemen jaminan mutu, namun secara konseptual dan praktek belum diberi nilai yang baik (Firdaus dan Wagiono 2008).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah produk buah-buahan Indonesia yang menjadi kendala adalah standarisasi mutu produk, keamanan pangan, budidaya tanaman yang baik, penanganan pasca panen, promosi dan pengembangan pasar. Sistem perdagangan bebas menuntut adanya sistem produksi yang efisien dan mutu produk yang baik. Dengan dukungan potensi alam dan potensi plasma nutfah buah-buahan yang sangat besar, Indonesia dapat mengembangkan buah-buahan tropisnya menjadi komoditas unggulan.

(21)

lainnya. Negara produsen markisa adalah negara-negara di Amerika Selatan seperti Kolombia, Ekuador, Brazil, Argentina dan Peru, kemudian beberapa negara dari benua Afrika seperti Kenya, Zimbabwe, Burundi dan Afrika Selatan. Dari benua Asia dan Australia, produsen markisa adalah Australia, New Zealand, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Pemasaran utama dari produk markisa adalah ke Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa (Belanda, Jerman dan Inggris), Amerika Selatan (Brasil, Chile dan Argentina), Australia dan beberapa negara Asia (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Bahrain dan Kuwait)

(www.bi.go.id diakses 23 Juni 2007).

Markisa merupakan buah yang dapat dikonsumsi dalam bentuk segar juga dapat dalam bentuk juice, sirup maupun dalam bentuk jelly. Bagi kebanyakan masyarakat Sumatera Utara, mengkonsumsi markisa dalam bentuk sirup umumnya dilakukan pada hari-hari besar tertentu, sementara untuk mengkonsumsi sehari-hari umumnya lebih memilih markisa dalam bentuk buah segar. Sementara bagi masyarakat di luar wilayah Sumatera Utara, markisa adalah merupakan souvenir khas berupa sirup yang berasal dari wilayah tersebut yang dapat dijadikan buah tangan, manakala berkunjung ke wilayah tersebut. Hal ini yang menjadikan markisa merupakan salah satu komoditas yang sebenarnya memiliki kekhususan bagi konsumen (Winarso 2004).

Markisa asam (Passiflora edulis) belum banyak dikembangkan oleh masyarakat, hanya di beberapa wilayah tertentu di Indonesia komoditas tersebut dapat dijumpai, seperti di wilayah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat. Khusus untuk wilayah Sumatera Utara markisa menjadi penting artinya, mengingat peranan komoditas tersebut sebagai “trade mark” wilayah tersebut, seperti Sulawesi Selatan. Namun demikian pengembangan produksi maupun pemasaran banyak mengalami kendala dan hambatan, sehingga walaupun sebenarnya komoditas diatas telah lama dirintis untuk diusahakan, namun pertumbuhannya masih memprihatinkan. Salah satu strategi yang ditempuh oleh para pengusaha adalah melalui diversifikasi produk dan mutu (Winarso 2004).

(22)

keracunan pangan yang berdampak pada perdagangan pangan internasional dan perhatian publik yang meningkat terhadap isu keamanan pangan tersebut. Di negara Asia termasuk di Indonesia pun terdapat kecenderungan (trend) yang sama (Ben Embarek 2004). Beberapa jenis penyebab keracunan pangan adalah listeriosis, salmonellosis, flu burung (Avian Influenza), sapi gila atau mad cow (Bovine Spongiform Encephalophaty), penyakit kuku dan mulut pada sapi, dioksin dan ancaman bioterisme. Menurut Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centre for Diseases Control and Prevention (CDC), terjadi 6-53 juta kasus keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak 50.000 kasus diantaranya disebabkan oleh Salmonella (CDC 2001).

Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit akibat keracunan pangan dan air bila dihitung dapat mencapai 0,8 juta orang meninggal setiap tahun, sedangkan di negara-negara industri yang sudah maju, penyakit karena keracunan pangan berakibat mencapai 30% dari jumlah populasi manusianya, dan 20 orang di antara dari satu juta orang yang ada meninggal setiap tahun karena kasus penyakit keracunan pangan. Bahkan di negara-negara Asia, kasus penyakit yang disebabkan karena keracunan pangan telah meningkat pada tahun 2003 dan 2004 yang disebabkan karena adanya penyediaan pangan dari jasa boga untuk keperluan di kantin sekolah, kantin perusahaan, dan untuk keperluan sosial dalam rangka pesta perayaan perkawinan (Ben Embarek 2004).

Salah satu usaha menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota sejak tanggal 28 Juni 1993 (WHO 1993), dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional (Hathaway 1999; Orris 1999).

(23)

pasar luar negeri tetap saja sulit untuk ditembus. Beberapa hal yang menyebabkan sulitnya menembus pasar luar negeri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pihak perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan persyaratan konsumen luar negeri seperti penampilan minuman sirup markisa dalam bentuk kemasan kotak seperti jenis minuman lainnya. Hal ini disebabkan belum adanya teknologi kemasan yang sesuai untuk sirup markisa yaitu proses pengemasan kotak dengan sistem “teknologi kemasan dingin”. Kalaupun teknologi tersebut tersedia, maka biayanya masih sangat mahal. b. Konsumen luar negeri lebih mengutamakan makanan/minuman yang

benar-benar bebas bahan pengawet, hal seperti ini tampaknya masih sulit untuk dilakukan oleh perusahaan (Winarso 2004).

Penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang akan diterapkan pada PT Pintu Besar Selatan dinilai cukup efektif untuk mencegah dan meminimisasi resiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk memberi jaminan keamanan pangan (Bauman 1990; Marriott 1997) karena :

a. Penerapan sistem HACCP dapat mengurangi tingkat resiko terhadap mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman (Antle 1999).

b. Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen mutu menyeluruh (Total Quality Management) bila diimplementasikan secara tepat dapat memberi keuntungan sebagai berikut : perbaikan dalam efisiensi operasional, mengurangi biaya transaksi dan menciptakan keuntungan yang lebih kompetitif (Cashwell et al. 1998; Bredahl et al. 2001; Farina dan Reardon 2000).

Selain itu, penerapan sistem HACCP tidak berdiri sendiri, tetapi dapat diterapkan dan diintegrasikan bersama dengan sistem lain misalnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan ISO 9000 (Sunarya 1999).

(24)

menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan meningkatkan penjualan produk perusahaan.

Suatu perusahaan harus mampu memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan resiko dari ancaman persaingan. Strategi yang dijalankan perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi (Jamaran et al. 2003). Oleh karena itu, industri markisa olahan juga memerlukan suatu strategi untuk meningkatkan dayasaingnya.

Persaingan yang terjadi dalam industri markisa olahan dapat dimenangkan jika industri yang bersangkutan memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tersebut dapat dicapai dengan adanya strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan suatu usaha, baik internal maupun lingkungan eksternal dan industri markisa olahan. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang sesuai dengan posisi industri saat ini. Strategi tersebut juga harus disesuaikan dengan kemampuan penerapan pada industri markisa olahan sehingga dapat lebih efektif untuk pengembangan industri tersebut di masa yang akan datang.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat suatu strategi peningkatan mutu produk olahan buah markisa berdasarkan sistem manajemen mutu (SMM) dan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP), yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk olahan buah markisa yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen, khususnya produk olahan buah markisa di Brastagi dan Medan.

Ruang Lingkup Penelitian

(25)

konsumen terhadap produk olahan buah markisa, yaitu sirup markisa, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kinerja perusahaan PT. Pintu Besar Selatan. Selain PT. Pintu Besar Selatan, pada penelitian ini juga dilibatkan Industri Rumah Tangga Markisa Asli Famili produsen produk olahan markisa dengan Cap “Noerlen”.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan mutu bagi industri olahan

buah markisa di Brastagi dan Medan.

2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan dan keamanan mutu produk olahan markisa, serta program strategi dalam pengembangan industri olahan markisa.

3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam peningkatan mutu, pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi peningkatan mutu bagi produk olahan markisa.

(26)

Markisa (Passion fruit) tergolong dalam filum Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas Monocotyledone dan famili Passifloraceae. Ada sekitar 400 jenis markisa yang telah diketahui, dan 50 – 60 jenis diantaranya dapat dimakan. Beberapa jenis markisa yang terkenal adalah Passiflora quandrangularis, Passiflora ligularis, Passiflora laurifolia dan Passiflora molissima. Gambar 1 dibawah ini adalah gambar dari markisa kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa) yang merupakan jenis markisa yang paling banyak diproduksi secara komersial, begitu juga dengan markisa ungu (Passiflora edulis Sims) (Nakasone dan Paull 1999).

Gambar 1 Buah Markisa Kuning (Passiflora edulis f.flavicarpa).

(27)

Dalam pemanfaatannya, buah markisa banyak diolah menjadi sari buah, konsentrat, cocktail, es krim, jam dan jelly. Flavor markisa yang kuat dan menyenangkan menjadikan buah tersebut sering ditambahkan pada beberapa produk makanan seperti pie, cake, saus, salad dan sherbets (Nakasone dan Paull 1999).

Sari buah markisa banyak mengandung Passiflorine, suatu zat menentramkan urat syaraf serta mengandung ± 21.9 – 69.9 mg vitamin C per 100 gr sari buah. Komposisi sari buah markisa dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Komposisi Kimia Sari Buah Markisa

Komponen Kisaran Rata-rata

Kadar air (%) Ekstrak eter (%)

Serat kasar (%) Padatan terlarut (%)

Asiditas (%) 0

Brix / asam pH

Gula pereduksi (%) Gula non pereduksi (%)

Total gula (%) Kalsium (mg %)

Fosfor (mg %) Besi (mg %) Asam askorbat (mg %) Karoten (IU Vitamin A/100gr)

76.9 – 82.5

Sumber : Pruthi dan Lal (1959).

Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims)

(28)

Gambar 2 Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims).

Produksi buah markisa di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 1999 dan 2004 dimana terjadi penurunan yang cukup merosot dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel 4). Mengingat produksi buah markisa yang terus meningkat, hal ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan bisnis markisa, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan.

Tabel 4 Produksi Buah Markisa di Indonesia Tahun Produksi Buah Markisa (Ton)

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

17.340 * 3.738 * 14.952 * 15.401 * 15.863 * 71.898 ** 59.435 ** 75.767 ** 120.128 **

Keterangan :

* = Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005.

** = Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2007.

(29)

Diagram alir pembuatan sari buah markisa dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan proses pembuatan sari buah markisa dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini :

Gambar 3 Diagram Alir Ekstraksi Sari Markisa (Hardiansyah 2004).

Blansir adalah perlakuan panas baik berupa air panas atau uap panas dengan suhu 100 0C selama 1 menit dan tekanan 1 atm. Buckle et al. (1985) menyatakan bahwa perlakuan blansir diperlukan untuk beberapa macam bahan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum dikeringkan atau dibekukan. Blansir bertujuan untuk menginaktifkan enzim peroksidase, katalase dan enzim pencoklatan lainnya. Blansir juga dapat mengurangi jumlah oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikroba dan mempertahankan warna. Tergantung dari panas yang diberikan blansir juga dapat menginaktifkan mikroorganisme. Suhu dan lamanya blansir berbeda-beda pada setiap bahan, tergantung dari sifat bahan yang akan diolah.

Buah Markisa

Diblansir 1000C selama 2 menit

Dipotong

Dikeruk

Pulp Markisa

Pulper

Sari Markisa

Kulit

Biji

(30)

Gambar 4 Tahap Pembuatan Sirup Markisa (Hardiansyah 2004).

Perlakuan pasca panen buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar atau sari buah berbeda. Buah markisa termasuk buah klimakterik, untuk itu jika buah tersebut akan dijual sebagai buah segar, sebaiknya buah dipanen pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70% dan tangkai buah disisakan ± 3 cm. Buah tersebut harus dijaga kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus, tidak keriput. Buah markisa dapat disimpan selama empat – lima minggu pada suhu 700C dan kelembaban nisbi 85-95% tanpa merusak kualitasnya (www.bi.go.id diakses 23 Juni 2007). Pada Tabel 5 dapat dilihat komposisi nutrisi dari buah markisa ungu.

Dikemas

Sirup markisa Pengisian

Na-benzoat Air panas 1000C Sari Markisa

Larutan gula dengan perbandingan 2 : 1

Tahap Pencampuran

Disaring 100 mesh

Sari markisa dihomogenisasi

(31)

Tabel 5 Komposisi Nutrisi Markisa Ungu Per 100 Gram Bagian yang Dapat Total Karbohidrat (gr)

Serat (gr) Asam Askorbat (mg)

72.2

Untuk menghasilkan sari buah markisa yang bermutu baik, buah harus dipanen masak. Buah sebaiknya dipanen minimal pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen masak. Tetapi buah yang dipanen masak yaitu yang telah jatuh dari tangkainya akan lebih cepat mengalami penurunan kadar air, sehingga kulitnya menjadi keriput. Namun demikian kondisi sari buahnya tetap tidak berubah. Dari 100 kg buah dapat dihasilkan sekitar 40 kg jus buah yang masih mengandung biji atau 30 kg jus buah (www.bi.go.id diakses 23 Juni 2007). Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi buah markisa di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2000-2007 mengalami peningkatan dan penurunan, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini :

Tabel 6 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Panen Buah Markisa Tahun 2000-2007 Propinsi Sumatera Utara

Tahun Luas Panen

(32)

ISO 9000

Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan mutu produk atau jasa serta kepuasan pelanggan semakin besar karena terbukanya perdagangan bebas dalam era globalisasi. Oleh karena itu perusahaan berusaha memenangkan persaingan dengan meningkatkan mutu produk atau jasa, sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan. Untuk meningkatkan mutu produk atau jasa perusahaan harus menerapkan sistem manajemen mutu. ISO 9000 merupakan salah satu standar sistem manajemen mutu yang diakui dunia internasional dan bersifat global untuk berbagai bidang usaha.

Landasan Teori

ISO 9000 merupakan suatu kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses tetapibukan standar produk. ISO 9000:2000 terdiri dari beberapa bagian yang memuat tentang sistem manajemen mutu, diantaranya ISO 9001:2000 dan ISO 9004: 2000. ISO 9001:2000 berisikan persyaratan standar yang digunakan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang sesuai. ISO 9004:2000 berisikan pedoman standar yang menyediakan acuan dalam peningkatan berkelanjutan sistem manajemen mutu untuk memberikan keuntungan pada semua pihak, termasuk kepuasan pelanggan.

Dalam ISO 9001:2000 terdapat delapan prinsip sistem manajemen mutu yang dijadikan sebagai acuan kerangka kerja yang membimbing organisasi menuju peningkatan kerja. Kedelapan prinsip sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000, adalah sebagai berikut (www.iso.ch) :

1. Fokus pada pelanggan

Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting bagi organisasi, oleh sebab itu manajemen organisasi harus benar-benar memahami, memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang bahkan melebihi harapan pelanggan.

2. Kepemimpinan

(33)

3. Keterlibatan personel

Keterlibatan personel secara penuh pada semua tingkatan organisasi sangat penting sehingga kemampuan personel dapat digunakan untuk kepentingan organisasi.

4. Pendekatan proses

Pendekatan proses sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan agar lebih efisien, dengan mengelola aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan sebagai suatu proses. Proses merupakan integrasi yang berurutan dari personel, material, metode, mesin, dan peralatan, dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan.

5. Pendekatan sistem terhadap manajemen

Pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan proses-proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem yang mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.

6. Peningkatan berkesinambungan

Peningkatan berkesinambungan akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dan harus menjadi komitmen perusahaan. Peningkatan berkesinambungan merupakan suatu proses berkesinambungan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam memenuhi kebijakan dan mencapai tujuan organisasi.

7. Pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan

Keputusan yang efektif harus berdasarkan analisis data dan informasi yang faktual, sehingga masalah-masalah mutu dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan yang diambil harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi sistem manajemen mutu. 8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan

(34)

Pengertian dan Konsep Mutu

Mutu dapat didefinisikan berdasarkan tinjauan dasar pendefinisiannya. Beberapa definisi mutu yang populer adalah sebagai berikut (Ma’arif dan Tanjung 2003) :

a. Menurut American Society for Quality Control (1998), mutu adalah karakteristik produk dan fitur yang memenuhi kepuasan pelanggan.

b. Menurut Webster dalam kamusnya, mutu dijelaskan sebagai tingkat atau derajat kemampuan suatu benda.

c. Berdasarkan pengguna, mutu adalah apa yang diharapkan konsumen.

d. Berdasarkan usaha manufaktur, mutu adalah derajat kecocokan produk dengan spesifikasi desain.

e. Dan berdasarkan produk, mutu adalah tingkat karakteristik produk yang dapat diukur.

Pengertian mutu adalah sebagai berikut: (1) mencapai atau melebihi harapan pelanggan; (2) berlaku untuk produk, jasa, proses, dan lingkungan, dan (3) suatu keadaan yang selalu berubah, artinya apa yang dianggap bermutu dewasa ini mungkin tidak cukup baik untuk dianggap bermutu di masa mendatang. Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa mutu mengisyaratkan adanya suatu karakteristik yang dapat diukur (Goetsch dan Davis 1997).

(35)

Manajemen Mutu

Agar mutu produk sesuai dengan harapan konsumen maka harus dilakukan suatu perlakuan manajemen mutu. Manajemen mutu dapat diartikan sebagai suatu perilaku sistematis dan berkesinambungan upaya memenuhi kepuasaan konsumen. Hal ini berimplikasi terhadap seluruh rantai pasokan mulai dari tahap awal produk diproduksi sampai dengan produk di tangan konsumen. Dengan demikian, semua pihak yang terlibat di dalam rantai pasokan ikut bertanggung jawab. Penekanannya adalah bahwa mutu tidak diinspeksi pada tahap akhir saja, tetapi pada semua tahapan produksi. Berdasarkan hal ini, dalam manajemen mutu dikenal dengan istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu.

Pengendalian mutu (quality control) adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Menurut Juran (1995), pengendalian mutu merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan, sedangkan untuk jaminan mutu (quality assurance) merupakan jaminan dari suatu produk sehingga produk tersebut dibeli oleh konsumen dengan penuh keyakinan dan kepercayaan dan digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan tingkat kepuasaan yang tinggi. Dari istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu, dapat disimpulkan bahwa pengendalian mutu lebih terfokus pada produk, sedangkan jaminan mutu terfokus pada rangkaian proses untuk menghasilkan produk yang bermutu.

(36)

Hazard Analysis Critical Control Point

Sejarah

Metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)dikembangkan di Amerika Serikat pada akhir 1960-an dengan tujuan untuk mengembangkan sebuah sistem yang dapat menjamin keamanan pangan bagi para astronot NASA (National Aeronautics and Space Administration). Metode diatas pertama kali dikembangkan oleh Pillsbury Corporation, NASA dan laboratorium-laboratorium angkatan darat Amerika Serikat. Metode HACCP sangat direkomendasikan oleh kerjasama gabungan FAO/WHO, Komisi Codex Alimentarius dan ICMSF (International Commission for Microbial Specifications for Foods). Lembaga-lembaga tersebut menganggap bahwa metode HACCP adalah metode yang sesuai untuk dikembangkan demi menjamin keamanan pangan.

Di seluruh dunia, ketertarikan industri makanan akan metode tersebut berkembang secara bertahap sejak tahun 1980-an. Ketertarikan diatas menjadi semakin kuat selama sepuluh tahun terakhir, terutama sejak metode HACCP dimasukkan dalam peraturan-peraturan untuk impor bahan pangan di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di dunia internasional, seiring dengan hasil persetujuan perundingan Uruguay tentang negosiasi perdagangan lintas batas pada bulan Maret 1994 dan kemudahan-kemudahan lain yang diterapkan dalam perdagangan internasional setelah perundingan tersebut, penggunaan sistem manajemen keamanan pangan yang umum seperti HACCP menjadi semakin penting (European Committee for Standardization 2004).

Status Peraturan-peraturan tentang HACCP di Dunia

(37)

penuntun HACCP sebagai bagian dari saran-saran yang mereka keluarkan (FAO 1998).

NACMCF juga telah menegaskan bahwa pemerintah harus berperan untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penerapan syarat-syarat HACCP, memastikan bahwa rencana penerapan HACCP dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip umum dan penuntun HACCP, mengeluarkan batas kritis yang diwajibkan jika perlu dan memastikan bahwa setiap rencana penerapan HACCP yang dibuat cukup memadai untuk menjamin keamanan pangan. Di Amerika Serikat, masing-masing lembaga telah mengembangkan dan menerapkan syarat-syarat HACCP yang sesuai dan telah mengembangkan sistem penilaiannya.

Di Kanada, pemerintah telah menerapkan dua program pengawasan yang saling melengkapi yaitu The Quality Management Programme (QMP) dan The Food Safety Enhancement Program (FSEP). QMP (program pengelolaan kualitas) adalah program yang diwajibkan untuk perusahaan pengolahan ikan, sedangkan FSEP (program peningkatan keamanan pangan) bersifat sukarela untuk industri daging, unggas, susu, industri pengolahan buah dan sayur, industri kulit telur dan pengolahan telur. Baik QMP maupun FSEP, keduanya sesuai dengan penuntun HACCP internasional yang disetujui oleh Codex. Dalam FSEP, operator harus mengembangkan dan memelihara sistem HACCP jika mereka ingin mengkualifikasi sistem audit peraturan. QMP adalah program pengawasan makanan pertama di dunia yang berlandaskan prinsip-prinsip HACCP dan memiliki status diharuskan (www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008).

Di Australia, peraturan-peraturan tentang higiene makanan saat ini dikembangkan dan diwajibkan secara terpisah-pisah oleh setiap negara bagian dan wilayah. Namun demikian, satu set standar higiene makanan telah dikembangkan untuk menyelaraskan persyaratan-persyaratan higiene di berbagai wilayah di Australia. Pada standar baru ini terdapat komponen utama yaitu persyaratan bagi seluruh industri makanan agar dapat mengidentifikasi satu atau lebih potensi bahaya dalam pengolahan makanan dan dapat mengembangkan serta menerapkan program-program keamanan pangan yang berlandaskan pada HACCP

(38)

Selandia Baru, salah satu negara pengekspor makanan terbesar, pada tahun 1990-an memutuskan untuk menerapkan secara sukarela sistem HACCP. Namun demikian, karena terjadi perubahan situasi dan peningkatan permintaan negara-negara pengimpor (klien industri makanan Selandia Baru), Dewan Standar Industri Selandia Baru memutuskan untuk menyusun suatu sistem yang mewajibkan penerapan HACCP untuk daging dan produk-produk laut

(www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008).

Di negara-negara lain, terdapat kecenderungan global dalam hal peraturan yang mewajibkan penerapan HACCP setidaknya untuk komoditas makanan tertentu (misalnya daging dan produk-produk laut dan mengeluarkan sebuah mekanisme penilaian nasional yang berfungsi untuk memastikan bahwa sistem HACCP yang dikembangkan pada masing-masing industri makanan sesuai dengan standar internasional (Codex) (www.filestube.com diakses 9 Agustus 2008).

Deskripsi HACCP

Codex Alimentarius Commission1 menjabarkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) sebagai berikut:

a. Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.

b. Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem yang semata-mata bergantung pada pengujian produk akhir.

c. Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti perkembangan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi.

d. Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia.

       1

(39)

Dalam penerapan HACCP, Codex Alimentarius Commission (2003) menyebutkan sebagai berikut :

a. Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan keterlibatan manajemen serta kerja keras.

b. Hal tersebut memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarkat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa.

c. Penerapan sistem HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem pengelolaan keamanan pangan (FAO/WHO 1997).

Tujuan HACCP

Definisi istilah yang digunakan dalam penerapan HACCP terdapat pada ANNEX 1. Dalam definisi diatas beberapa konsep kunci harus ditegaskan, antara lain potensi bahaya terhadap keamanan pangan (food safety hazard), analisis potensi bahaya (hazard analysis), pengendalian yang sangat diperlukan untuk mencegah atau mengurangi resiko potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga batas yang dapat diterima dan bagian-bagian dari rantai makanan. Arti dari istilah-istilah tersebut beserta dampaknya (dalam hal kerja tim HACCP) harus dibahas dengan hati-hati dan dipahami sebelum merencanakan suatu sistem HACCP dalam suatu usaha di bidang pangan. Hal-hal tersebut juga harus dijadikan pegangan utama pada seluruh tahapan pengembangan sistem HACCP hingga seluruh penerapan dan verifikasinya.

Pemahaman yang lebih baik terhadap konsep-konsep tersebut oleh para anggota tim HACCP akan membantu proses penerimaan dengan akurasi yang lebih baik tentang hal-hal yang harus menjadi peranan utama dalam sistem HACCP dalam usaha pengolahan pangan.

• Tujuan dasar sistem HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi

(40)

• HACCP harus menjadi dasar analisis potensi bahaya dan ditujukan untuk pencegahan, penghilangan atau pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat diterima.

Prinsip-Prinsip sistem HACCP

Sistem HACCP didasarkan pada tujuh prinsip sebagai berikut (FAO 1994): 1. Melakukan suatu analisis potensi bahaya.

2. Menentukan Titik-titik Pengendalian Kritis atau Critical Control Points (CCPs).

3. Menyusun batas-batas kritis.

4. Menyusun suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP.

5. Menyusun tindakan-tindakan perbaikan yang harus diambil ketika pengawasan menunjukkan bahwa suatu titik pengendalian kritis (CCP) berada diluar kendali.

6. Menyusun prosedur pengecekan ulang untuk memastikan bahwa sistem HACCP dapat bekerja dengan efektif.

7. Menyusun dokumentasi yang berhubungan dengan semua prosedur dan catatan-catatan yang sesuai untuk prinsip-prinsip ini beserta aplikasinya.

Analisis Potensi Bahaya

Menurut Panduan Codex (European Committee for Standardisation 2003), analisis potensi bahaya adalah :

“Proses mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang potensi bahaya dan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkannya untuk memutuskan yang mana yang paling berpengaruh nyata terhadap keamanan pangan dan dengan demikian harus dimasukkan dalam rencana HACCP.”

Menurut NACMCF (1999) ataupun CAC (1997), tujuan dilaksanakannya analisis bahaya ini adalah untuk mengembangkan suatu daftar bahaya yang beberapa di antaranya diketahui nyata (signifikan) dapat menyebabkan cidera atau sakit bila tidak dikendalikan secara efektif, sedang proses analisis bahaya itu sendiri terdiri atas dua tahap, yaitu : identifikasi bahaya dan evaluasi bahaya.

(41)

menyebabkan gangguan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. International Commission of Microbiological Specifications for Foods (ICMSF 1992) membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat resiko bahaya, yaitu Grup I yang mempunyai bahaya besar, Grup II mempunyai tingkat bahaya sedang tetapi bahaya penyakit yang ditimbulkannya berpotensi untuk menyebar, dan Grup III yang mempunyai tingkat bahaya sedang dengan penyebarannya yang terbatas. Jenis-jenis bahaya mikrobiologis tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :

Tabel 7 Bahaya Mikrobiologis (bakteri, virus dan parasit) yang dibagi Berdasarkan Resiko Keparahan Bahayanya

Bahaya Tinggi (Grup I) Bahaya Sedang, Potensi Menyebar (Grup II)

Bahaya Sedang, Terbatas Penyebaran (Grup III) Clostridium botulinum

tipe A, B, E dan F

Listeria monocytogenes Bacillus cereus

Shigella dysenteriae Salmonella sp Campylobacter jejuni Salmonella typhii,

paratyphy A, B

Shigella sp Clostridium perfringens

Virus Hepatitis A dan E Enterovirulent

Escheichia coli (EEC)

Staphyloccus aureus

Brucella abortis; B. suis Streptococcus pyrogenes Vibrio cholerae, non O1

Vibrio cholerae O1 Rotavirus Vibrioparahaemolyticus Vibrio vulnivicus Norwalk virus grup Yersinia enterocolotica

Taenia solium Entamoeba histolytica Giardia lamblia Trichinella spiralis Diphyllobothrium latum Taenia saginata

Ascaris lumbricoides

Cryptosporodium parvum

Sumber : ICMSF (1992).

(42)

Bahan-bahan kimia yang berbahaya pada pangan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini :

Tabel 8 Bahan Kimia Berbahaya Pada Pangan

Sumber Bahan Kimia Jenis Bahan Kimia Berbahaya Terbentuk secara tidak sengaja •Mikotoksin

•Skrombotoksin (histamin) •Ciguatoksin

•Toksin jamur

•Toksin kerang : toksin paralitik (PSP), toksin diare (DSP), neurotoksin (NSP), toksin amnestik (ASP)

•Alkaloid pirolizidin •Fitohemaglutinin

•PCB (polychlorinated biphenyl) Ditambahkan secara sengaja atau

tidak sengaja

•Bahan kimia pertanian : pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon pertumbuhan

•Logam berbahaya (Pb, Zn, As, Hg, sianida)

•Bahan tambahan (jumlah terbatas) : pengawet (nitrit dan sulfit), perangsang cita rasa (MSG), penambah gizi (niasin), bahan pewarna (amaranth, methanyl yellow, rhodamin B), bahan pemanis

•Bahan bangunan dan sanitasi : lubrikan, pembersih, sanitaiser, pelapis cat.

Sumber : Fardiaz (1996).

Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang secara normalnya tidak terdapat dalam pangan dan dapat menimbulkan penyakit (termasuk trauma psikologis) atau luka terhadap individu (Corlett 1992). Sumber bahaya fisik antara lain berasal dari bahan mentah air, gedung, peralatan, material gedung dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan bahaya fisik lainnya meliputi rambut, kotoran, kelupasan cat, karat, debu dan kertas (Pierson dan Corlett 1992).

(43)

Tabel 9 Material Utama yang Menyebabkan Bahaya Fisik

Material Bahaya Potensial Sumber

Gelas Terpotong, berdarah, luka dan

mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya

Botol, wadah, lampu, peralatan pengolahan

Kayu Terpotong, infeksi, tercekik dan

mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya

Pallet, boks, gedung, pohon/ranting

Batu/kerikil Tercekik, gigi patah Lapangan, gedung Logam Terpotong, infeksi, mungkin perlu

operasi untuk menghilangkannya

Mesin pengoahan lapangan, kawat, pekerja

Serangga dan kotorannya

Penyakit, trauma psikologis dan tercekik

Lapangan, peralatan yang sudah lama tidak digunakan, gudang Bahan insulasi Tercekik, penggunaan asbes dalam

waktu lama

Material bangunan

Potongan tulang Tercekik, trauma Lapangan, proses

pengolahan

(pemisahan tulang yang tidak benar)

Plastik Tercekik, terpotong, infeksi, mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya

Tercekik, terpotong, gigi patah dan mungkin perlu operasi untuk menghilangkannya

Pekerja/karyawan

Sisik, kulit Tercekik Pembersihan sisik

ikan dan pengulitan hewan secara tidak benar

Sumber : Corlett (1992).

(44)

menyebabkan sakit atau cidera dan peluang kemungkinan terjadinya bahaya tersebut (Bernand et al. 1999). Bahkan analisis bahaya ini diperlukan sebagai dasar penyediaan informasi penentuan titik kendali kritis atau CCP.

Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya pada produk pangan, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Kategori resiko bahaya pada produk pangan ada enam bahaya, yaitu bahaya A sampai F disajikan pada Tabel 10, sedangkan penetapan kategori resiko produk dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini :

Tabel 10 Karakteristik Bahaya Pada Produk Pangan

Kelompok Bahya Karakteristik Bahaya

Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok beresiko tinggi (lansia, bayi, immunocompromised)

Bahaya B Produk mengandung ingredient yang sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik

Bahaya C Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali, yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik

Bahaya D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan

Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di

tangan konsumen, atau tidak ada pemanasan akhir atau pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku), atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik

(45)

Tabel 11 Penetapan Kategori Resiko Produk

Produk Beresiko Tinggi Produk Beresiko Sedang Produk Beresiko Rendah Produk-produk yang

mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau ingredien susu yang perlu direfrigerasi

Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serelia dan atau

ingredien atau penggantinya dan produk

lain yang tidak termasuk dalam regulasi higiene makanan

Produk asam (nilai pH di bawah 4,6) seperti pikel, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam

Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu

Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar

Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas

Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau

diatasnya yang disterilisasi dalam wadah

yang tertutup secara hermetis

Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing

Selai (jam), marmelade dan conserves

Produk-produk konfeksioneri berbasis

gula

Minyak dan lemak

Sumber : NACMCF (1995).

Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, ingredien pangan dan produk pangan, maka National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (1995), mengelompokkan kategori resiko bahaya dalam enam kategori, yaitu kategori resiko I sampai dengan VI seperti yang tercantum pada Tabel 12 di bawah ini :

Tabel 12 Penetapan Kategori Resiko Suatu Bahan Pangan

Karakteristik Bahaya Kategori

Resiko Jenis Bahaya

0 0 Tidak mengandung bahaya A sampai F

A+ (Kategori khusus) dengan atau tanpa bahaya B-F

VI Kategori resiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)

(46)

Dewanti (2000) menambahkan HACCP adalah suatu sistem manajemen untuk menjamin mutu dan keamanan pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional, sistematis, dan komprehensif dalam mengidentifikasi dan memonitor bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan pangan. Inti dari sistem manajemen HACCP adalah sebagai berikut :

a. Pengukuran pencegahan (Preventive Measure), yaitu berbagai prosedur, monitor, tindakan pencegahan dan juga pencatatan data yang bertujuan untuk mencegah secara dini terjadinya masalah yang mungkin timbul guna memperoleh mutu yang prima, aman, konsisten, sehingga memberi jaminan yang lebih baik pada konsumen.

b. Pengawasan sewaktu proses (In Process Inspection), yaitu pengawasan yang dilakukan untuk mencegah semua bahaya selama proses produksi mulai dari tahap awal sampai produk siap dikonsumsi. Secara teknis, pengawasan dilakukan terhadap titik kendali kritis selama proses produksi. Cara ini lebih cermat daripada sekedar uji laboratorium.

c. Pengawasan dan pengendalian produk akhir, yaitu merupakan bagian dari keseluruhan sistem yang dilakukan pengawasan pada tempat dan waktu yang tepat sesuai keperluan.

d. Peranan perusahaan atau industri pengolah pangan, artinya dalam sistem ini peranan produsen sangat besar karena bertanggungjawab atas seluruh sistem, sedangkan pemerintah hanya melakukan verifikasi atas sistem yang diterapkan.

Sanitasi

Sanitasi adalah upaya penghilangan semua faktor luar bahan pangan yang menyebabkan kontaminasi bahan pangan sampai dengan makanan siap saji (FAO dan WHO 2003). Tujuan sanitasi adalah mencegah kontaminasi bahan pangan dan makanan siap saji sehingga aman dikonsumsi oleh manusia. Kontaminasi terjadi saat agen biologi, fisika atau kimia yang ada di lingkungan masuk ke dalam bahan pangan saat pengolahan maupun penanganan.

(47)

dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. Untuk mempraktikkan ilmu sanitasi seseorang harus mengubah segala sesuatu dalam lingkungan yang dapat secara langsung maupun tidak langsung membahayakan terhadap kehidupan manusia terutama pada aspek kesehatan. Bahaya-bahaya tersebut dapat berasal dari aspek biologis, kimia dan fisik. Namun, aspek biologis terutama mikroorganisme akan lebih banyak berkaitan dengan ilmu sanitasi. Keterkaitan tersebut disebabkan karena produksi penyakit dan produksi senyawa-senyawa dari proses pembusukan atau dekomposisi oleh mikroorganisme.

Sanitasi pangan merupakan bagian paling penting dalam ilmu sanitasi. Hal ini dikarenakan baik secara langsung maupun tidak langsung, lingkungan hidup akan berhubungan dengan pasokan pangan manusia. Namun, kadang seseorang tidak tahu tingkat keamanannya, kebersihan dan kesehatannya yang berkaitan dengan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh pangan sebagai sumber penyakit. Contohnya kasus keracunan akibat mengkonsumsi hidangan pada acara resepsi pernikahan atau susu gratis yang dibagikan di sekolah-sekolah.

Sanitasi pangan merupakan salah satu syarat untuk tercapainya keadaan yang aman dan sehat jika masyarakat mengkonsumsi suatu produk pangan. Hal ini dikenal juga dengan istilah keamanan pangan. Oleh karena itu, akan lebih banyak dijabarkan tentang sanitasi yang dilakukan industri pangan dan juga sebagian dapat diimplementasikan dalam rumah tangga (Dewanti 2005).

Industri pangan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practices) untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada produk pangan. Definisi GMP adalah praktik pengolahan dan sanitasi pangan yang baik untuk menjamin bahwa produk pangan aman untuk dikonsumsi. Terdapat empat area utama GMP dalam pengolahan pangan yaitu personal (personnel), bangunan/gedung dan fasilitasnya (building and facilities), peralatan dan perlengkapan (equipment and utensils), kontrol produksi dan prosesnya (production and processcontrols).

(48)

telah menetapkan delapan bidang kunci kondisi sanitasi untuk SSOP yang intinya berisi tentang sanitasi pekerja, sanitasi ruang dan peralatan sanitasi, dan sanitasi lingkungan. Berikut merupakan delapan bidang kunci kondisi sanitasi untuk SSOP yang ditetapkan FDA (Food and DrugAdministration 1995) adalah sebagai berikut :

a. Keamanan air yang kontak dengan makanan atau permukaan yang kontak dengan makanan; atau yang digunakan dalam pembuatan es;

b. Kondisi/kebersihan permukaan-permukaan yang kontak dengan makanan termasuk peralatan, sarung tangan, dan baju luar;

c. Pencegahan kontaminasi silang (cross contamination) dari benda-benda yang tidak saniter pada makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan lain yang kontak dengan makanan;

d. Pemeliharaan pencucian dan sanitasi tangan, dan fasilitas toilet;

e. Perlindungan makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan makanan dari pencemaran (adulteration) dengan bahan pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih, bahan pensanitasi, kondensat, dan cemaran bahan kimia, fisik, dan biologis lain;

f. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa toksik yang tepat; g. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan yang dapat mengakibatkan

kontaminasi mikrobiologis makanan, bahan pengemas makanan, dan permukaan yang kontak dengan makanan dan

h. Penghilangan hama dari pabrik makanan.

Sumber-Sumber Kontaminasi Pangan

Kasus keracunan makanan yang sering terjadi merupakan salah satu contoh bahwa masyarakat belum sepenuhnya mengetahui sanitasi dan cara pengolahan makanan yang baik dan aman. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui sumber-sumber dan penyebab terjadinya kasus keracunan makanan tersebut. Umumnya kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi makanan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan penyakit seperti kasus keracunan.

(49)

Medium pembawa tersebut di antaranya adalah manusia/pekerja, hewan, dan lingkungan tempat pengolahan dan penyimpanan pangan. Medium pembawa tersebut membuat rantai penularan penyakit dari medium satu ke medium akhir yang kontak dengan makanan.

Pekerja atau Manusia

Pekerja yang menangani makanan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroorganisme patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Manusia sehat dapat menjadi pembawa mikroorganisme tersebut dikarenakan pola atau kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri sendiri. Contoh kongkrit yang sering terjadi adalah setelah pekerja yang mengunjungi kamar kecil untuk buang air tidak mencuci tangan sampai bersih kemudian tangan pekerja tersebut kontak dengan makanan. Contoh lainnya, kebiasaan tangan pekerja yang tidak disadari selalu menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa merupakan andil yang besar dalam perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Selain bahaya biologis, manusia juga membawa bahaya fisik. Misalnya, rambut dan perhiasan (cincin) pekerja yang tidak disadari jatuh ke dalam makanan.

Hewan

Sumber kontaminasi yang kedua adalah berasal dari hewan. Hewan juga dapat menjadi medium pertumbuhan dan penyebaran penyakit. Pada industri pangan yang menjadikan hewan sebagai bahan baku mereka, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan hewan tersebut. Namun, untuk sebagian besar industri pangan tidak menghendaki adanya hewan yang berada di area pengolahan makanan. Semua hewan membawa debu, kotoran dan mikroorganisme. Ini termasuk hewan peliharaan rumah tangga seperti anjing dan kucing. Apabila hewan tersebut diizinkan berada di dekat makanan, makanan itu dapat menjadi terkontaminasi.

a. Ternak Besar

(50)

adalah dalam bentuk koagulase negatif sehingga tidak virulen potensial. Selain itu, Sterptokoki fekal, Clostridium perfringens, Salmonella, dan koliform merupakan penghuni alat pencernaan ternak (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

b. Unggas

Unggas adalah hewan yang mengandung Salmonella terbanyak termasuk galur-galur patogenik terhadap manusia. Penyakit perut oleh Salmonella pada manusia, kira-kira separuhnya disebabkan oleh produk-produk unggas terutama telur. Pada telur yang sudah mengandung S. typhimurium dapat menyebabkan penyakit typhus. Kulit-kulit telur menjadi sumber Salmonella dan dapat mengkontaminasi isi telur, bila kulit dan membrannya terluka atau bila telur dipecahkan. Oleh karena itu makanan yang mengandung produk-produk unggas perlu diperhatikan secara khusus, misalnya dengan mencuci bersih telur yang akan digunakan. Selain Salmonella, unggas dapat merupakan sumber Staphylococcus aureus bila kulitnya terluka dan terinfeksi oleh bakteri tersebut. Makin besar lukanya, penggandaan Staphylococcus aureus makin banyak

(www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

c. Hewan Peliharaan

Hewan-hewan peliharaan seperti anjing dan kucing diketahui banyak mengandung Salmonella yang diperoleh dari makanan anjing yang terkontaminasi. Oleh karena itu, hewan peliharaan sebaiknya tidak berkeliaran di areal persiapan, pelayanan, dan penyimpanan makanan. Pekerja yang telah memegang hewan harus mengganti baju dan mencuci tangannya dengan baik sebelum menangani makanan. Kontrol terhadap Salmonella dalam makanan hewan peliharaan akan membantu mengurangi salmonelosis pada hewan tersebut dan secara tidak langsung pada manusia (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

d. Binatang Pengerat

(51)

typhimurium, S. enteridis, dan S. newport. Kontrol terhadap tikus sangat penting dan harus dijaga dari tempat-tempat di mana makanan disimpan

(www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

e. Serangga

Lalat yang sering berdekatan dengan manusia dan paling sering ditemukan dalam pabrik makanan adalah Musa domestica. Tempat-tempat berkembang biak lalat yang paling disukai adalah kuku hewan, kotoran manusia, sampah, dan selokan. Oleh karena itu, kaleng-kaleng atau wadah-wadah sampah yang terbuka merupakan ancaman bagi sanitasi yang baik. Lalat sering kali membawa organisme-organisme penyakit dalam bagian-bagian mulut, pencernaan dan kaki. Karena serangga memakan kotoran-kotoran, semuanya ini dapat mengandung patogen usus yang berasal dari manusia maupun hewan, di antaranya Salmonella. Oleh karena itu sangat penting sekali bahan pangan dilindungi dari lalat.

Kecoa juga sering dijumpai dalam pabrik makanan. Hewan tersebut biasanya meninggalkan bau khas pada benda dan mengotorinya dengan faeses yang agak cair. Kecoa suka akan makanan berpati, keju, dan bir; tetapi juga memakan hewan-hewan mati, kulit, dan kertas dinding. Kecoa sering mengkontaminasi makanan dan peralatan dengan membawa kotoran-kotoran yang mengandung patogen pada kaki dan tubuhnya.

Nyamuk dan ngengat sering terdapat pada tempat-tempat pengolahan makanan dan dapat membawa organisme penyakit dan mengkontaminasi makanan. Hewan tersebut suka tempat yang hangat (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

Debu dan kotoran

(52)

Udara dan air

Udara mengandung bakteri dan beberapa di antaranya dapat melekat pada makanan yang ditinggalkan dalam keadaan terbuka. Jika menggunakan air yang tidak berasal dari keran utama (misalnya dari tangki air yang tidak bertutup di loteng), air tersebut dapat mengandung bakteri yang berbahaya

(www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

Buangan (sampah)

Sampah, terutama sampah dapur, mengandung makanan busuk, sisa-sisa makanan, sisa kupasan yang semuanya mengandung bakteri. Tempat sampah yang terbuka akan menarik lalat dan hama lainnya yang kemudian membawa bakteri ke makanan (www.seaedunet.seamolec.org diakses 3 Feb 2009).

Jenis-jenis Sanitizer

Sanitizer (desinfektan) adalah bahan yang digunakan untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen dan perusak di dalam pengolahan pangan dan pada fasilitas dan perlengkapan persiapan makanan. Syarat-syarat sanitizer yang ideal adalah harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : sifat-sifat destruktif terhadap mikroorganisme, tahan terhadap lingkungan, sifat-sifat membersihkan yang baik, tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, larut dalam air dengan berbagai perbandingan, bau dapat diterima atau tidak berbau, stabil dalam larutan pekat dan encer, mudah digunakan, banyak tersedia, murah dan mudah diukur dalam larutan yang telah digunakan (Winarno 2004).

(53)

Sanitasi Pekerja

Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya di dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja ini yang penting adalah sebagai berikut (Winarno 2004) :

1. Kesehatan yang baik; untuk mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat penyimpanan bakteri patogen,

2. Kebersihan; untuk mengurangi kemungkinan penyebaran bakteri oleh pekerja, 3. Kemauan untuk mengerti tentang sanitasi; merupakan prasyarat agar program

sanitasi berjalan dengan efektif.

Cara-cara untuk mengawasi higiene pekerja dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan secara periodik, menjaga kebersihan pekerja (rambut, kulit, tangan, kuku, dan pakaian), dan memberikan pendidikan mengenai prinsip-prinsip higiene pekerja. Kebiasaan pekerja ketika sedang bekerja seperti membereskan rambut dan memegang bagian tubuh lain yang tidak mendukung higiene pekerja harus dihilangkan.

Fasilitas pencucian tangan harus tersedia dalam kamar ganti pakaian, kamar kecil, dalam dapur, dan daerah pelayanan makanan. Fasilitas seperti air pencuci berupa air hangat (43 - 49 0C), sabun-sabun aseptik seperti yang digunakan di rumah-rumah sakit harus tersedia dalam jumlah cukup. Demikian pula handuk saniter atau alat-alat pengering tangan atau lap sekali pakai. Para pekerja tidak diperkenankan merokok di daerah-daerah persiapan makanan, ruang makan, dan setelah merokok, pekerja harus mencuci tangannya.

Gambar

Gambar 4 Tahap Pembuatan Sirup Markisa (Hardiansyah 2004).
Tabel 6 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Panen Buah Markisa Tahun 2000-2007 Propinsi Sumatera Utara
Tabel 7 Bahaya Mikrobiologis (bakteri, virus dan parasit) yang dibagi
Tabel 8 Bahan Kimia Berbahaya Pada Pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana peran penyuluh agama Islam dalam megatasi bentrok antar remaja di Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara, pokok

Puasa beliau yang paling banyak itu pada Bulan Syakban, maka aku (Aisyah) berkata, ‘Wahai Rasulullah mengapa aku melihat puasa engkau yang paling banyak di Bulan Syakban?’

Untuk mencapai hal tersebut di atas pemeriksa peralatan harus memeriksa kondisi peralatan secara terinci yang akan dijelaskan pada bab-bab selanjutnya dan secara kontinyu

Mengenai konsep yang terkandung dalam mitos ikan lele adalah masyarakat Desa Medang tidak boleh memakan atau memelihara ikan lele dikarenakan ikan lele telah berjasa

Oleh itu, dapat disimpulkan bahawa tulisan Jawi Braille ini adalah tulisan Jawi bertunjangkan huruf Arab dan ditambah dengan huruf-huruf baru bagi melambangkan bunyi huruf rumi

Melihat peluang dalam pengembangan di bidang perikanan budidaya yang dapat dilihat pada data yang telah dipaparkan bahwa ikan gurami menghasilkan pendapatan yang

Berbagai fungsi animasi antara lain: untuk mengarahkan perhatian seseorang pada aspek penting dari materi yang sedang dipelajari (tetapi animasi dapat juga

Terdapat penilaian terhadap kebutuhan transportasi apabila pasien dirujuk ke pusat layanan yang lain, transfer ke penyedia layanan yang lain atau siap pulang dari