• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAYANAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG PASAR DAN PEDAGANG KAKI LIMA DI LINGKUNGAN PASAR BAMBU KUNING DAN PASAR BAWAH RAMAYANA KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAYANAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG PASAR DAN PEDAGANG KAKI LIMA DI LINGKUNGAN PASAR BAMBU KUNING DAN PASAR BAWAH RAMAYANA KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PELAYANAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG PASAR DAN PEDAGANG KAKI LIMA DI LINGKUNGAN PASAR

BAMBU KUNING DAN PASAR BAWAH RAMAYANA KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Intan Mayank Sari

Kontra prestasi imbal balik sebagai bentuk pelayanan hukum yang diberikan Pemerintah Kota Bandar Lampung kepada pedagang pasar dan pedagang kaki lima adalah penyediaan fasilitas lingkungan pasar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Akan tetapi dalam pelaksanaan di lapangan pemerintah belum optimal dikarenakan berbagai hambatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelayanan hukum terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung dan (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam melaksanakan pelayanan hukum Pemerintah Kota terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung. Penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum normatif dan empiris. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan studi pustaka dan lapangan.

(2)

Pasar. Saran yang peneliti kemukakan dalam penelitian ini antara lain: pertama, Pemerintah harus lebih optimal dalam memberikan pelayanan hukum kepada pedagang pasar dan pedagang kaki lima khususnya mengenai pelayanan hukum terhadap penyediaan fasilitas umum di lingkungan pasar. Kedua, Pemerintah harus menambah anggaran operasional, jumlah personil dalam kantor cabang dinas, menambah sarana dan prasarana administrasi kantor, dan sebagainya agar pelaksanaan tugas yang diemban oleh Cabang Dinas Pasar Kota Bandar Lampung dapat berjalan secara optimal.

Cons achievements reciprocity as a form of legal services provided by the Government of Bandar Lampung to market traders and street vendors are providing facilities market environment in accordance with Law No. 28 of 2009 on Taxes and Levies. However, in the implementation of the government in the field is not optimal due to various constraints. The problem in this study were: (1) How legal services to market traders and street vendors in the market and the market of yellow bamboo under Bandar Lampung Ramayana and (2) What factors are a barrier to implementing the legal services of the Government of the market traders and street vendors in the market environment yellow bamboo markets and down markets Ramayana Bandar Lampung.

Kata Kunci: Pelayanan hukum, retribusi, peraturan.

Abstract: Legal research is a type of normative and empirical legal research. Sources of data used in this study in the form of primary data and secondary data were conducted with the study of literature and field.

Based on the research and discussion concluded that the legal services market traders and street vendors in the market and the market under the yellow bamboo Ramayana Bandar Lampung that the Government has not yet fully implement optimal and public responsibility in the legal services particularly regarding provision of public facilities in the market. Limiting factors in performing legal services for the City of market traders and street vendors in the market and the market under the yellow bamboo Ramayana Bandar Lampung include internal factors, ie coming from government institutions Bandar Lampung itself well from the Branch Office or the Office of Markets and Markets of the City of Bandar Lampung. External factors, ie, derived from market traders and street vendors, among others, self-discipline that is less than the market traders and street vendors there are some traders who do not pay fees, many merchants that are not listed in the list at the Branch Office Markets. The suggestion that the researchers pointed out in this study include: First, the Government should be more optimal in providing legal services to market traders and street vendors in particular regarding the provision of legal services to the public facilities in the market environment. Second, the government should increase the operating budget, the number of personnel in the branch office, add administrative office facilities and infrastructure, and so that execution of the duties by the Branch Office Markets Bandar Lampung may be optimized.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap negara yang menganut negara hukum (rechtstaat) seperti Indonesia pada dasarnya memiliki politik hukum sebagai suatu landasan atau dasar bagi pembangunan hukum. Politik hukum ini harus sesuai dengan cita-cita dasar atau ideologi negara. Di Indonesia sendiri politik hukum nasionalnya selaras dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Yang dimaksud politik hukum nasional di sini adalah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional untuk mewujudkan satu kesatuan sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Wujud pelaksanaan daripada politik hukum nasional adalah melalui kebijaksanaan hukum yang dibuat oleh Pemerintah. Kebijaksanaan hukum sering diimplementasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun pelayanan dan perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat.

(4)

masalah pajak dan retribusi. Pada dasarnya tujuan penarikan pajak dan retribusi oleh Pemerintah ini bertujuan untuk mengurangi kekayaan dan menghimpun dana masyarakat bagi kepentingan umum. Dilihat dari sisi pelayanan hukum yang diberikan negara kepada masyarakat, terdapat perbedaan antara pajak dan retribusi dalam pemberian kontra prestasi oleh Pemerintah. Kontra prestasi yang diberikan Pemerintah kepada pembayar pajak tidak secara langsung dapat dinikmati olehnya, sedangkan kontra prestasi yang diberikan oleh Pemerintah kepada pembayar retribusi dapat secara langsung dinikmati olehnya.

Kewenangan Pemerintah dalam menarik pajak dan retribusi dari masyarakat tidak hanya dimiliki oleh Pemerintah pusat saja melainkan juga menjadi kewenangan Pemerintah Kota dan Pemerintah Propinsi. Hal ini sesuai dengan asas desentralisasi dan pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berlakunya Undang-Undang tersebut maka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah. Dengan demikian, Daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

(5)

lingkungan pasar, maka Pemerintah Kota Bandar Lampung telah melaksanakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Tujuan utama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah ini pada dasarnya adalah memberikan pelayanan hukum kepada pedagang pasar dan pedagang kaki lima yang telah membayar retribusi. Pemerintah berkompeten untuk mengatur pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar keberadaan pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar dapat senantiasa terkontrol, mengingat pedagang pasar dan pedagang kaki lima merupakan salah satu bagian dari kehidupan ekonomi masyarakat. Masyarakat sebetulnya membutuhkan kehadiran pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar, sehingga Pemerintah perlu memperhatrikan pelayanan dan perlindungan hukum bagi mereka.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa :

“Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati jasa pelayanan di dalam lingkungan pasar”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa pedagang pasar dan pedagang kaki lima (PKL) merupakan subyek retribusi yang dapat dikenakan retribusi dengan menerima kenikmatan jasa pelayanan di dalam lingkungan pasar.

(6)

1) Obyek retribusi adalah pelayanan dan penggunaan fasilitas yang disediakan di lingkungan pasar.

2) Jasa pelayanan dan penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi:

a. Penyediaan fasilitas bangunan pasar b. Penyediaan fasilitas pengamanan c. Penyediaan fasilitas penerangan umum d. Penyediaan fasilitas umum lainnya

Sejalan dengan uraian di atas, dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebutkan bahwa pedagang pasar dan usaha kecil (termasuk PKL) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperanan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.

(7)

Terlepas dari potensi ekonomi sektor informal pedagang pasar dan pedagang kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima di kota-kota besar di Indonesia kerap menimbulkan masalah baik bagi pemerintah setempat, para pemilik toko, dan pengguna jalan. Tidak sedikit para pemilik toko dan pengguna jalan, merasa terganggu dengan keberadaan pedagang kaki lima. Keadaan ini terkadang membuat keberadaan pedagang pasar dan pedagang kaki lima sering dilakukan penertiban secara paksa, padahal tidak semua pedagang pasar dan pedagang kaki lima melanggar tata tertib di lingkungan pasar, hal ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Perkembangan otonomi daerah yang terus berjalan memacu setiap pemerintah daerah berupaya mengembangkan berbagai strategi atau kebijakan untuk menangani persoalan pedagang kaki lima dari mulai yang bersifat persuasif hingga represif. Pilihan strategi terkait dengan cara pandang pemerintah terhadap pedagang kaki lima. Jika pemerintah melihat pedagang pasar dan pedagang kaki lima sebagai potensi sosial ekonomi yang bisa dikembangkan, maka kebijakan yang dipilih biasanya akan lebih diarahkan untuk menata pedagang pasar dan pedagang kaki lima, misalnya dengan memberikan ruang usaha bagi pedagang pasar dan pedagang kaki lima, memformalkan status mereka sehingga bisa memperoleh bantuan kredit bank, dan lainnya. Namun sebaliknya, jika pedagang kaki lima hanya dilihat sebagai pengganggu ketertiban dan keindahan kota, maka mereka akan menjadi sasaran penggusuran dan penertiban.

(8)

Lampung kepada pedagang pasar dan pedagang kaki lima adalah penyediaan fasilitas lingkungan pasar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Contoh nyata pelayanan hukum yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung kepada pedagang kaki lima di lingkungan pasar antara lain:

a. Penataan dan renovasi bangunan fisik pasar bambu kuning Kota Bandar Lampung

b. Rehabilitasi fasilitas pasar yang sudah tidak memenuhi syarat kelayakan disekitar area pasar bambu kuning Kota Bandar Lampung

c. Penyediaan fasilitas bangunan pasar, pemerintah Kota Bandar Lampung baru-baru ini telah melakukan pemindahan lokasi pedagang kaki lima dan renovasi pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana.

d. Penyediaan fasilitas pengamanan seperti pos security dan Sat Pol PP

e. Penyediaan fasilitas penerangan umum seperti program pemasangan 40 titik lampu bagi pedagang kaki lima di bawah Ramayana.

f. Penyediaan fasilitas umum lainnya seperti lahan parkir dan toilet umum

(9)

1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pelayanan hukum terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung?

b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam melaksanakan pelayanan hukum Pemerintah Kota terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada dua ruang lingkup pembahasan, yaitu dalam bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai retribusi daerah dan lingkup substansi yaitu pelayanan hukum Pemerintah Kota terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(10)

a. Untuk mengetahui pelayanan hukum terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam melaksanakan pelayanan hukum Pemerintah Kota terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

1). Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum pajak dan retribusi daerah.

2). Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang.

b. Kegunaan Praktis

(11)

2). Bagi masyarakat, dapat memberikan masukan bagi masyarakat umum, berupa informasi-informasi mengenai pelaksanaan kebijaksanaan hukum pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelayanan hukum terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung.

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kebijaksanaan Pelayanan Hukum Pemerintah

Sebelum membahas masalah pelayanan hukum, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai pengertian kebijaksanaan. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum modern, untuk itu Pemerintah lebih banyak berperan aktif dalam kehidupan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Konsep negara yang demikian itu disebut dengan Welfare state atau menurut istilah Lemaire yang dikutip oleh Siti Soetami (2000: 14) disebut Bestuurszorg dimana fungsi bestuurszorg meliputi penyelenggaraan kesejahteraan umum dan mempunyai tanda istimewa yaitu memberi kepada Administrasi Negara keleluasaan untuk menyelenggarakan dengan cepat dengan jalan memberi kegunaan (doeltreffend) kepentingan dan guna kesejahteraan umum.

(13)

Sehubungan dengan pengertian kebijaksanaan, Perserikatan Bangsa-Bangsa merumuskan kebijaksanaan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijaksanaan dalam makna seperti ini dapat berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.

Menurut seorang ilmuwan politik bernama Carl Frieddrich yang dikutip oleh M. Irfan Islamy (1984: 23), memberikan pengertian kebijaksanaan yang sedikit berbeda, yakni sebagai “suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau Pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

Berdasarkan kepustakaan ilmu kebijaksanaan negara, dapat ditemukan berbagai macam definisi dan pengertian mengenai kebijaksanaan negara. Salah satu pengertian dari kebijaksanaan negara, yakni antar hubungan di antara unit Pemerintahan tertentu dengan lingkungannya.

(14)

modern pada umumnya, kebijaksanaan negara bukanlah merupakan tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan.

Pemerintah dalam menetapkan suatu kebijaksanaan harus melalui tahap-tahap tertentu. Dengan demikian untuk membuat kebijaksanaan diperlukan suatu proses yang menyertainya. Dijelaskan oleh Solichin Abdul Wahab (1991: 33) bahwa membuat kebijaksanaan Pemerintah(Government Policy)merupakan suatu proses pembuatan keputusan, karena kebijaksanaan Pemerintah (public policy) itu merupakan pengambilan keputusan (decision making) dan pengambilan kebijaksanaan (policy making) yaitu memilih dan menilai informasi yang ada untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan literatur hukum administrasi negara diterangkan bahwa kebijaksanaan negara dapat berbentuk kebijaksanaan yang positif dan kebijaksanaan yang negatif. Dalam bentuk positifnya, kebijaksanaan negara mencakup beberapa bentuk tindakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sementara dalam bentuk negatifnya, kebijaksanaan negara dapat meliputi keputusan-keputusan untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah pemerintah.

(15)

Menurut Solichin Abdul Wahab (1991: 37) kategori dari hakikat kebijaksanaan negara sebagai jenis tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu dapat diperinci ke dalam beberapa kategori, antara lain sebagai berikut:

1. Policy Demands(Tuntutan Kebijaksanaan)

Tuntutan atau desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Tuntutan-tuntutan ini bervariasi, mulai dari desakan umum agar Pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan kongkrit tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi di masyarakat.

2. Policy Decisions(Keputusan Kebijaksanaan)

Keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijaksanaan negara. Dalam hubungan ini termasuk di dalamnya keputusan-keputusan untuk menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, mencanangkan peraturan-peraturan administrasi, atau membuat penafsiran terhadap undang-undang.

3. Policy Statement(Pernyataan Kebijaksanaan)

(16)

keputusan-keputusan peradilan, maupun pernyataan-pernyataan dan pidato-pidato para pejabat Pemerintah yang menunjukkan hasrat dan tujuan pemerintah serta apa yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan tersebut.

4. Policy Outputs(Keluaran Kebijaksanaan)

Merupakan wujud kebijaksanaan negara yang dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijaksanaan. Keluaran-keluaran kebijaksanaan ini menyangkut apa yang dikerjakan oleh Pemerintah, yang dapat dibedakan dan apa yang ingin dibedakan Pemerintahan.

5. Policy Outcomes(Hasil Akhir Kebijaksanaan)

Akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan Pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.

(17)

produk-produk hukum. Dapat dikatakan bahwa kebijaksanaan Pemerintah atau lebih sering digunakan istilah kebijaksanaan publik merupakan suatu program pencapaian tujuan, mlai-nilai dan praktek-praktek yang terarah

Kebijaksanaan negara sebagai sebuah konsep pengaturan masyarakat yang lebih menekankan proses, nampaknya menjadi lebih populer dibandingkan dengan hukum, namun demikian sesungguhnya hukum secara sadar ataupun tidak sadar keberadaannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat modern. Tujuan dilegalisasikannya semua kebijaksanan negara adalah untuk menjamin legalitasnya di lapangan. Namun tidak semua. kebijaksanaan Negara harus dilegalkan dalam bentuk ketetapan hukum.

Ditinjau dari aspek ilmu hukum, maka dalam penulisan ini akan dibahas lebih mendalam mengenai kebijaksanaan Negara yang lebih mengarah pada kebijaksanaan hukum, yakni kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum seperti politik pembentukan hukum, politik penerapan dan penegakan hukum. Diakui bahwa hukum pada dasarnya lebih banyak membahas pada aturan-aturan yang sah dan legal. Masyarakat akan lebih banyak dikendalikan dinamika sosialnya oleh aturan-aturan tersebut, dengan demikian pada sisi ini telah memunculkan gagasan tentang kebijaksanaan Negara dalam masyarakat modern sebagai sebuah instrument guna mengendalikan masyarakat.

(18)

1. Kebijaksanaan Negara di bidang pembentukan hukum, meliputi: a. Kebijaksanaan (pembentukan) perundang-undangan.

b. Kebijaksanaan (pembentukan) hukum yurisprudensi atau putusan hakim. c. Kebijaksanaan terhadap peraturan tidak tertulis lainnya.

2. Kebijaksanaan negara di bidang penerapan, pelayanan dan penegakan hukum, meliputi:

a. Kebijaksanaan di bidang peradilan dan cara-cara penyelesaian hukum di luar proses peradilan.

b. kebijaksanaan di bidang pelayanan hukum.

(19)

Kebijaksanaan di bidang penerapan dan penegakan hukum diperlukan sebagai pelaksana dari peraturan perundang-undangan terdahulu yang berkaitan dengan peradilan dan cara-cara penyelesaian hukum di luar proses peradilan. Misalnya saja pembentukan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur tata cara berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara. Kebijaksanaan hukum yang lain adalah kebjaksanaan di bidang pelayanan hukum. Pelayanan hukum merupakan bentuk nyata dari Pemerintah dalam merealisasikan kaidah-kaidah hukum yang ada. Hal ini berkaitan dengan konsep pelayanan hukum itu sendiri. Konsep pelayanan hukum menurut Bagir Manan adalah fungsi dalam melaksanakan kaidah-kaidah hukum secara kongkrit dalam memberikan palayanan hukum kepada masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji (2001: 42), dalam proses pelayanan hukum terdapat dua subyek hukum, yakni penerima layanan dan pemberi layanan. Dalam kaitannya dengan masalah retribusi, maka pelayanan hukum yang diberikan pemerintah adalah fungsi dalam melaksanakan kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Retribusi dan Peraturan Daerah tentang Retribusi secara kongkrit dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, terdapat dua hal yang hendak dicapai dalam membentuk kebijaksanaan dalam bidang pelayanan hukum, yakni:

(20)

2) Kebijaksanaan pelayanan hukum retribusi yang ditujukan sebagai alat untuk mewadahi pelayanan oleh pemerintah sebagai kontraprestasi atau imbal balik sebagai akibat adanya pembayaran atau penarikan retribusi dari masyarakat.

Berdasarkan dua hal tersebut di atas menjadi titik sentral yang harus diperhatikan pemerintah, sebab dengan adanya pembayaran retribusi oleh masyarakat, pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat karena pada dasarnya pemerintah adalah pelayanan masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai kontra prestasi dari pembayaran retribusi oleh masyarakat berupa penyediaan fasilitas umum, Penarikan retribusi kepada masyarakat yang memanfaatkan fasilitas umum seperti los pasar perlu dtatur dalam Undang-Undang maupun Peraturan Daerah. Pengaturan retribusi dalam Undang-Undang maupun Peraturan Daerah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemerintah selaku penarik retribusi dan masyarakat selaku pembayar retribusi, hal ini terlihat bahwa pelayanan hukum diberikan oleh Pemerintah dalam bentuk penyediaan fasilitas umum kepada masyarakat.

2.2. Pengertian Pedagang Pasar dan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Menurut pengertian umum, yang dimaksud dengan pedagang pasar adalah mereka yang melaksanakan kegiatan jual beli secara langsung di lingkungan pasar.

(21)

1. Pasar Kota

Pasar kota adalah pasar yang ruang lingkup pelayanannya meliputi wilayah kota, misalnya Pasar Bambu Kuning, Pasar Bawah Ramayana, Pasar Tengah dan sebagainya.

2. Pasar Wilayah

Pasar wilayah adalah pasar yang ruang lingkup pelayanannya meliputi beberapa wilayah lingkungan pemukiman, misalnya Pasar Tugu, Pasar Induk, Pasar Gintung, Pasar Mangga Dua dan sebagainya.

3. Pasar lingkungan

Pasar lingkungan adalah pasar yang ruang lingkup pelayanannya meliputi satu lingkungan pemukiman di sekitar pasar tersebut, misalnya Pasar Untung Suropati, Pasar Perum Puspa Kencana dan sebagainya

Pedagang pasar dalam melakukan kegiatan jual beli di lingkungan pasar, menempati kios, los ataupun dasaran terbuka, berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa :

a. Kios adalah bangunan tempat dasaran di lingkungan pasar berbentuk ruangan dengan ukuran tertentu, dengan batas ruangan yang jelas, misalnya tembok, papan dan sebagainya.

b. Los adalah bangunan berbentuk lajur-lajur yang terbagi menjadi beberapa petak tempat dasaran.

(22)

Selain pedagang pasar, di lingkungan pasar terdapat pula pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima (PKL) di lingkungan pasar ini adalah pedagang yang menggunakan fasilitas sekitar pasar untuk berdagang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 11 tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima disebutkan pengertian pedagang kaki lima, yaitu:

“Pedagang yang di dalam usahanya mempergunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan dan atau mempergunakan tempat usaha yang menempati tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah dan atau pihak lain”.

Ditinjau dari kriteria operasional, pengertian pedagang kaki lima menurut Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 11 tahun 2000 dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1). Pedagang Kaki Lima Tertata

(23)

2). Pedagang Kaki Lima Binaan

Pedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi larangan/yang tidak diijinkan oleh Walikota Bandar Lampung dan tidak dikenakan penarikan retribusi, namun keberadaannya selalu diawasi, dibina dan diarahkan untuk menjadi pedagang kaki lima yang baik.

Pedagang kaki lima pada kehidupan sehari-hari banyak menempati daerah-daerah yang cukup strategis dalam mengembangkan aktifitasnya dengan cara menawarkan barang/jasa usahanya baik dalam bentuk tenda (sistem bongkar pasang) gerobak, pasar krempyeng, los terbuka maupun kios-kios. Retribusi yang diberikan oleh pedagang kaki lima termasuk dalam lingkup Retribusi Pasar yaitu suatu pungutan sebagai pembayaran atas jasa pelayanan yang diberikan kepada umum di dalam lingkungan pasar. Mengenai besarnya retribusi yang dibebankan adalah berdasarkan tingkat penggunaan jasa yang diukur berdasarkan jenis tempat dan kelas pasar yang dipergunakan.

2.3. Pengertian Retribusi dan Retribusi Daerah

Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa:

(24)

Retribusi merupakan salah satu aspek dan pendapatan daerah. Retribusi secara sederhana dapat diartikan sebagai pembayaran-pembayaran kepada pemerintah daerah yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa daerah. Oleh karena itu dalam setiap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sektor retribusi tetap menjadi andalan daerah guna meningkatkan pendapatannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah sarana atau alat utama dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, hal ini terutama karena APBD berfungsi:

1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan.

2. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah khususnya, karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan Pemerintah daerah.

4. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.

5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah di dalam batas-batas tertentu.

Pelaksanaan otonomi daerah bagi Pemerintah Propinsi mupun Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, diperlukan dana yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan keuangan daerah guna menunjang kegiatan pemerintahan sehari-hari dan pembangunan daerah berdasarkan asas desentralisasi.

(25)

keuangan atau kekayaan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah secara keseluruhan yang meliputi:

a. Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai tingkat otonominya masing-masing serta berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang pembangunan. Pengelolaan atas penerimaan daerah meliputi anggaran atau penetapan target dari potensi-potensi yang nyata dan dapat direalisasikan sehingga dapat dijadikan sebagai modal dalam segala pembiayaan.

b. Kekayaan milik daerah yang dipisahkan, yaitu seluruh uang dan barang yang pengurusannya tidak dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tetapi diselenggarakan oleh perusahaan daerah.

Beradasarkan ketentuan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa jenis-jenis Keuangan Daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu:

1) Hasil pajak daerah 2) Hasil retribusi Daerah

3) Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan

4) Lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah b. Dana perimbangan

c. Pinjaman Daerah, dan

(26)

Retribusi dan pajak merupakan sama-sama pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada orang pribadi atau badan. Perbedaan antara retribusi dan pajak terletak pada kontrapresiasinya, di mana dalam pajak tidak ada kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah secara langsung kepada wajib pajak sementara dalam retribusi terdapat kontraprestasi dari pemerintah yang bisa dirasakan secara langsung oleh wajib retribusi.

Dijelaskan oleh K.J. Davey (1984: 56), bahwa ada beberapa jasa (pelayanan) umum yang dibiayai oleh pajak, misalnya pajak penerangan jalan. Sementara jasa umum lainnya dibiayai oleh retribusi, misalnya retribusi pasar. Mengenai pembayaran retribusi, lebih lanjut dijelaskan oleh KJ Davey bahwa pembayaran retribusi tergantung langsung kepada jasa-jasa yang telah disediakan dan dibuat untuk itu.

Pungutan retribusi langsung atas konsumen biasanya dikenakan karena satu atau lebih dari pertimbangan berikut:

1) Apakah pelayanan tersebut merupakan barang-barang umum atau pribadi, mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang dan oleh karena itu tidak wajar untuk membebankan biaya-biaya tersebut kepada pembayar-pembayar pajak yang tidak mendapatkan jasa/barang tersebut. hal ini merupakan alasan pembebasan retribusi bagi pengadaan air minum atau untuk pendidikan secara umum. (alasan ini tidak dapat dilakukan di mana suatu jasa dibiayai oleh pajak kekayaan, dan ketersediaan atau ketidaktersediaan jasa-jasa tersebut dipengaruhi oleh penilaiannya).

2) Suatu jasa dapat melibatkan suatu sumber yang langka atau mahal dan perlunya disiplin konsumsi masyarakat. Hal ini lagi-lagi sering menjadi suatu alasan bagi pembebanan retribusi untuk menyediakan air minum (khususnya melalui sistem meteran) atau pada resep dokter.

(27)

4) Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungan di samping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu di dalam negeri. Sebagai contoh, air minum, listrik, pembuangan sampah, kantor pos, telepon, seluruhnya digunakan secara luas oleh industri. (hal ini mungkin mengakibatkan pembebanan retribusi kepada seluruh konsumen atau hanya kepada sektor perdagangan dan industri).

5) Retribusi dapat menguji arah dan skala dari permintaan masyarakat akan jasa, di mana kebutuhan pokok atau bentuk-bentuk dan standar-standar dari penyediaan tidak dapat dengan tegas diterrtukan. Suatu kasus dapat dibuat hampir pada setiap bentuk pengeluaran Pemerintah, keinginan untuk membayar langsung bagi pelayanan-pelayanan tersebut adalah suatu pengujian yang penting bagi keinginan masyarakat.

Berdasarkan kelima hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa pengenaan retribusi kepada masyarakat sangat tergantung pada jasa atau layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah tidak mungkin mengenakan retribusi kepada masyarakat yang tidak secara langsung menikmati jasa atau layanan umum yang diberikan pemerintah. Besar kecilnya pengenaaan retribusi terhadap suatu jasa layanan umum oleh pemerintah juga ditentukan oleh besar kecilnya jasa atau layanan yang diterima.

(28)

2.3.1. Subjek Retribusi

Subjek retribusi pada dasarnya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau pelayanan tertentu. Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa:

“Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati jasa pelayanan di dalam lingkungan pasar”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah tersebut dapat diketahui bahwa subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati jasa pelayanan.

2.3.2. Objek Retribusi

Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa obyek retribusi dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Jasa umum, yakni jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum. 2. Jasa usaha, yakni jasa yang menganut prinsip komersial.

3. Perijinan tertentu, yakni kegiatan pemerintah daerah dalam rangka pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan.

(29)

1. Jasa Umum

Yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Jasa Usaha

Adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3. Perizinan Tertentu

Yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Objek retribusi pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut:

1) Objek retribusi adalah pelayanan dan penggunaan fasilitas yang disediakan di lingkungan pasar.

2) Jasa pelayanan dan penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi:

(30)

d. Penyediaan fasilitas umum lainnya.

2.4. Jenis-Jenis Retribusi

Ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa:

(3) Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Retribusi Jasa Umum:

1) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;

2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

3) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan Retribusi;

5) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya

6) Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial;

7) Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Adapun jenis-jenis retribusi jasa umum adalah: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan

2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catalan Sipil

4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 5) Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum

6) Retribusi Pasar 7) Retribusi Air Bersih

8) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

9) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 10) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

(31)

b. Retribusi Jasa Usaha.

1) Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan

2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

Adapun jenis-jenis retribusi jasa usaha ialah: 1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2) Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan 3) Retribusi Terminal 10) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 11) Retribusi Penyeberangan di Atas Air 12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah c. Retribusi Perizinan Tertentu:

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;

2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan

3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Adapun jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah:

1. Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah

2. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

3. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

4. Retribusi Izin Gangguan

5. Retribusi Izin Trayek

6. Retribusi Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan

(32)

2.5. Tarif Retribusi

Mengenai besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa, ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa:

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif ditentukan sebagai berikut:

1. Untuk Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan;

2. Untuk Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan pada tujuan untuk, memperoleh keuntungan yang layak;

3. Untuk Retribusi Perizinan Tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

(33)

Tabel 1 : Tarif Retribusi Pasar Kota Bandar Lampung

GOLONGAN Tarif Retribusi

Kios/M2/hari Los/M2/hari Dasaran terbuka/M2/hari Pasar Kota Rp. 175,00 Rp. 125,00 Rp. 100,00

Pasar Wilayah Rp. 150,00 Rp. 100,00 Rp. 75,00

Pasar Lingkungan Rp. 125,00 Rp. 75,00 Rp. 50,00

Sumber : Buku Kerja Dinas Pasar tentang penetapan struktur dan besarnya retribusi pasar Kota Bandar Lampung.

2.6. Ketentuan yang Diatur dalam Retribusi

Retribusi ditetapkan oleh Walikota/ Bupati/Gubernur atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah tentang Retribusi Pasar sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

a. Nama, objek dan subjek Retribusi; b. Golongan Retribusi;

c. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan;

d. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi; e. Struktur dan besarnya tarif Retribusi;

f. Wilayah pemungutan; g. Tata cara pemungutan; h. Sanksi administrasi; i. Tata cara penagihan; j. Tanggal mulai berlakunya;

(34)

Dalam Negeri Nomor 174 tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Dengan menggunakan metode maka akan menemukan jalan yang baik untuk memecahkan suatu masalah. Setelah masalah diketahui maka perlu diadakan pendekatan masalah tersebut dan langkah selanjutnya adalah menentukan metode yang akan diterapkan, dalam hal ini mencakup teknik mencari, mengumpulkan dan menelaah, serta mengolah data tersebut.

3.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalarn penelitian ini di lakukan dengan dua cara yaitu pendekatan masalah normatif dan ernpiris.

(36)

2. Pendekatan Empiris yaitu pendekatan mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai prilaku nyata (actual behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat.

Pendekatan Empiris tidak bertolak belakang dari hukum positif tertulis (perundang-undangan) sebagai data sekunder, tetapi dari prilaku nyata sbagai data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian lapangan (field research) (Abdulkadir Muhammad, 2004: 54).

3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh dari studi lapangan, yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi

Daerah.

3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

(37)

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan hukum yang ditulis.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, misalnya kamus hukum, indeks majalah hukum, jurnal penelitian hukum dan bahan-bahan di luar bidang hukum seperti majalah surat kabar, serta bahan-bahan hasil pencarian dan melalui internet yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.

3.3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, rnencatat memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur berupa buku-buku, peraturan hukum, yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi Lapangan

Dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui pembicaraan secara langsung atau lisan untuk mendapatkan jawaban, tanggapan serta informasi yang diperlukan yaitu kepada:

a) Pejabat Pemerintah Dinas Pasar Kota Bandar Lampung

(38)

2. Prosedur Pengolahan Data

a) Editing yaitu data yang diperoleh diolah dengan cara pemilahan data dengan cermat dan selektif sehingga diperoleh data yang relevan dengan pokok masalah.

b) Evaluasi yaitu menentukan nilai terhadap data-data yang telah terkumpul. c) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang

ditentukan sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

d) Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis

e) Penyusunan data yaitu menyusun data secara sistematis menurut data urutan pokok bahasan yang telah ditentukan dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.

3.4. Analisis Data

(39)

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

a. Pelayanan hukum terhadap pedagang pasar dan pedagang kaki lima di pasar bambu kuning dan pasar bawah Ramayana Kota Bandar Lampung yakni Pemerintah belum optimal dalam memberikan pelayanan hukum kepada pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar bambu kuning dan Pasar bawah ramayana sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Kenyataan di lapangan menunjukkan Pemerintah belum sepenuhnya melaksanakan tanggung jawab publik dalam hal pelayanan hukum khususnya mengenai penyediaan fasilitas umum di lingkungan pasar. b. Faktor-faktor penghambat dalam melaksanakan pelayanan hukum Pemerintah

(40)

lima karena kurangnya pemahaman menegenai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, ada beberapa pedagang yang tidak membayar retribusi. Banyaknya pedagang yang tidak tercatat dalam daftar di Cabang Dinas Pasar.

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang peneliti kemukakan dalam skripsi ini adalah:

a. Pemerintah harus lebih optimal dalam memberikan pelayanan hukum kepada pedagang pasar dan pedagang kaki lima di lingkungan pasar bambu kuning dan Pasar bawah ramayana sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah khususnya mengenai pelayanan hukum terhadap penyediaan fasilitas umum di lingkungan pasar dan renovasi bangunan pasar. b. Pemerintah harus menambah anggaran operasional, jumlah personil dalam kantor

cabang dinas, menambah sarana dan prasarana administrasi kantor, dan sebagainya agar pelaksanaan tugas yang diemban oleh Cabang Dinas Pasar Kota Bandar Lampung dapat berjalan secara optimal.

(41)
(42)

KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Intan Mayank Sari

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(43)

KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Intan Mayank Sari

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(44)

A. BUKU/LITERATUR

Islamy, M. Irfan. 1984.Prinsip-Prinsip Peramusan kebijaksanaan Negara.Bumi Aksara. Jakarta.

K.J. Davey. 1984. Pembiayaan Pemerintahan Daerah, Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya. UI Pers. Jakarta.

Manan, Bagir. Dasar-dasar Konstitusional Peraturan Perundang-Undangan Nasional, (Makalah disampaikan pada pendidikan singkat kajian perundang-undangan pendekatan teoritis dan praktek), Padang, 14-18 Oktober 1993.

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum dan penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Soetami, Siti. 2000.Hukum Administrasi Negara. BP Undip. Semarang.

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul. 1991. Analisis Kebijaksanaan dan Formulasi ke Implementasa. Bumi Aksara. Jakarta.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

(45)

Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah.

(46)

KOTA BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa :Intan Mayank Sari

No. Pokok Mahasiswa : 0912011331

Bagian : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Upik Hamidah, S.H.,M.H. Eka Deviani, S.H., M.H. NIP 19600606 198703 2 002 NIP 19731020 200501 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

(47)

1. Tim Penguji

Ketua :Upik Hamidah, S.H.,M.H.

...

Sekretaris/Anggota :Eka Deviani, S.H., M.H.

...

Penguji Utama :Nurmayani, S.H., M.H.

...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109 198703 1 003

(48)

Intan Mayank Sari dilahirkan di Bandar Lampung 16 Februari 1991, yang merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kulhaq Asyari dan Ibu Dinny Kardiyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Aryusdah Kedaton Bandar Lampung pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Teladan Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2003, penulis menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2009. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2009.

(49)

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Papa dan Mama yang kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku kepada kalian

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku selama ini

Untuk Kakakku yang selalu aku banggakan Irfan Ar Robby serta adik yang selalu senantiasa menemani saat-saat aku membutuhkan tempat untuk berbagi Diqa Aulia Sari

Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam bentuk apapun

(50)

“Bekerjalah seakan kamu tidak membutuhkan uang, mencintailah seakan kamu tidak pernah disakiti, dan menarilah seakan tidak seorangpun menonton”

“Saya berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan membuat mereka berbahagia di dunia ini, yaitu seseorang yang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan,

dan sesuatu untuk diharapakan”

“jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan juga melihat masa depan dengan

ketakutan, tetapi lihatlah sekitar kita dengan penuh kesadaran”

(Intan)

“People bullshit and fakeness are the main reasons why I like to be alone”

(51)

Alhamdulillahirobbil’alamien. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, namun berhasil menyelesaikannya dengan baik skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : PELAYANAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG PASAR DAN PEDAGANG KAKI LIMA DI LINGKUNGAN PASAR BAMBU KUNING DAN PASAR BAWAH RAMAYANA KOTA BANDAR LAMPUNG.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(52)

membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi.

4. Bapak Agus Triono, S.H., M.H. sebagai Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Depri Liber Sonata, SH., MH. selaku Pembimbing Akademik selama

penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak Khasrian Anwar selaku Kepala Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, Bapak M. Saleh selaku Koordinator Administratif Cabang Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, dan beberapa pedagang pasar dan pedagang kaki lima di wilayah Bambu Kuning dan bawah Ramayana Kota Bandar Lampung Bandar Lampung yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa serta seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

8. Kedua orang tuaku: Papaku Kulhaq Asyari dan Mamaku Dinny Kardiyah yang selalu menjadi inspirasi memberikan dukungan baik materil maupun pemikiran serta selalu mendukung tingkah laku dan tindakanku.

(53)

11. Seseorang yang selalu memberikan semangat dalam bentuk apapun Galuh Kafhi Hussein terimakasih atas semuanya.

12. Sahabat-sahabatku: Ana, Fina, Melisa, Ipeh, Mona, Andini, yang selalu menemani dan memberikanku motivasi serta semangat. Kalian sahabat terbaikku.

13. Teman-temanku: Fery, Yoga, Soleh, Rifki, Todi dan teman-teman FH 2009

terimakasih atas dukungan, dorongan, motivasi, semangat, serta do’a yang

diberikan untukku.

14. Teman-teman Hima HAN dan HMI cabang FH Unila dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan motivasinya.

15. Keluarga besar NASDEM terimakasih atas dukungan dan motivasinya. 16. My funniest cat: Richi dan Greysi.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis

Gambar

Tabel 1 : Tarif Retribusi Pasar Kota Bandar Lampung

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil mengenai kebijakan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL) dalam program relokasi pedagang kaki lima di

Fatnawati, Nur. Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Terhadap

Implementasi Kebijakan Penataan Kawasan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Relokasi Pedagang Kaki Lima Kawasan Alun-Alun Kota Pasuruan);Ria Novita

Relokasi pasar ke area MTC giant – Panam merupakan suatu dampak positif yang dirasakan masyarakat pedagang kaki lima yang menjadi responden dalam penelitian ini.,

Dalam penelitian ini, dominasi dari pihak Pemerintah Kota Surakarta yang mengeluarkan beragam kebijakan yang menindas pedagang kaki lima (PKL) sebagai masyarakat kelas bawah

Berangkat dari permasalahan itulah pemerintah Kabupaten Bandar Lampung kemudian membangun tempat baru bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sebelumnya tersebar di Daerah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak revitalisasi dan relokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan Banjarsari Surakarta ke Pasar Klitikan Notoharjo

AKAD SEWA LAPAK PEDAGANG KAKI LIMA DI JALAN PROKLAMATOR BANDAR JAYA LAMPUNG TENGAH ABSTRAK Oleh: LIA LUKITA HERYANTI Sewa merupakan suatu persetujuan dengan mana yang satu