• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Atas Pengalihan Harta Warisan Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Yang Berupa Hak Atas Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Atas Pengalihan Harta Warisan Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Yang Berupa Hak Atas Tanah"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

FEBRY WENNY NASUTION

107011081/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

FEBRY WENNY NASUTION

107011081/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 107011081 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(5)

Nama : FEBRY WENNY NASUTION

Nim : 107011081

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS ATAS PENGALIHAN HARTA WARISAN MILIK BERSAMA ANAK DI BAWAH UMUR YANG BERUPA HAK ATAS TANAH

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

sesuai ketentuan Pasal 309 dan Pasal 393 KUHPerdata, pengalihan hak milik dari anak yang masih di bawah umur harus berdasarkan pada Penetapan dari Pengadilan. Kewajiban adanya penetapan pengadilan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan jual beli milik bersama anak di bawah umur pada Kantor Pertanahan adalah didasari pada KUHPerdata yaitu untuk melindungi kepentingan dari anak di bawah umur yang bersangkutan. Untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana pengaturan hukum pengalihan tanah yang diperoleh karena pewarisan bagi ahli waris yang berstatus di bawah umur, bagaimana akibat hukum pengalihan tanah milik bersama anak di bawah umur tersebut apabila dilakukan tanpa adanya penetapan dari pengadilan, dan bagaimana pendaftaran tanah untuk melindungi pemilik hak atas tanah terhadap adanya pengalihan tanah tanpa adanya penetapan dari pengadilan, maka harus dilakukan penelitian yang lebih baik.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi dilapangan, khususnya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengalihan harta warisan milik bersama anak di bawah umur yang berupa hak atas tanah. Penelitian ini didukung oleh pedoman wawancara dari informan dan narasumber, dan data sekunder dari buku-buku hukum, peraturan perundang-undangan tentang pendaftaran tanah, serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Kemudian keseluruhan data diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka memberi perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan keadaan yang mutakhir. Pengalihan harta warisan milik bersama anak di bawah umur tanpa adanya penetapan pengadilan adalah dapat dibatalkan apabila ada pihak yang mengajukan gugatan terhadap sahnya perjanjian tersebut. Perlindungan hukum bagi pembeli tanah apabila tanah milik bersama anak di bawah umur yang dialihkan tanah tanpa adanya penetapan dari pengadilan maka pembeli tersebut tidak mendapat perlindungan hukum jika ia tidak dapat membuktikan bahwa namanya tercantum di dalam sertipikat tanah yang menjadi sengketa.

(7)

Article 309 and Article 393 of the Civil Code which states that the transfer of the ownership from an under-aged child has to be based on the Letter of Decision from the Court. The need for a Court’s ruling in registering the transfer of land rights with the sale and purchase of the land owned jointly by under-aged children at the Land Office, is based on the Civil Code in the interest of the under-aged children. In order to analyze more detail on how far the legal provisions of the transfer of land inherited by under-aged children, how far the legal consequence of the transfer of land owned jointly by under-aged children if there is no Letter of Decision from the Court, and how far land rights protect the owners of land registration toward the transfer of land if there is no Letter of Decision from the Court, these problems should be properly analyzed.

In order to answer these problems, the research used judicial normative by viewing it from the applicable legal provisions, especially the legal provisions related to the transfer of joint inheritance owned by under-aged children, and the facts found in the field. The research was supported by interviews with the informants and other source persons. The secondary data were obtained from books of law, legal provisions on land register, and other documents related to the subject matter of the study. Then, all data were processed, analyzed, and interpreted logically and systematically by using deductive method.

The results of the research showed that registering the transfer of rights, due to inheritance, is a must in order to give legal protection to the heirs and to control the administration of land register so that all the data are always up to date. The transfer of joint inheritance owned by under-aged children without the Letter of Decision from the Court can be abrogated and if someone files a lawsuit on the validity of the agreement. The legal protection for the purchaser, when the land owned jointly by under-aged children is transferred without the Letter of Decision from the Court, cannot be given legally if he cannot prove that his name is specified in the certificate of the disputed land.

(8)

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah

satu persyaratan untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan. Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis

menyusun dan memilih judul : “ANALISIS YURIDIS ATAS PENGALIHAN HARTA WARISAN MILIK BERSAMA ANAK DI BAWAH UMUR YANG BERUPA HAK ATAS TANAH”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan Tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka

menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman di masa

yang akan datang.

Didalam penulisan dan penyusunan Tesis ini, penulis mendapat bimbingan

dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak

ternilai harganya secara kusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH., MKn., serta Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum., masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukkan

(9)

1. BapakProf. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS. CN. Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH. CN. MHum. Selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para

karyawan Biro pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada

Ayahanda tercinta, H. Parlindungan Nasution, dan Ibunda tercinta Dra. Hj. Mimmy

Farida Pohan, MAP, yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan dengan

penuh pengorbanan, kesabaran, dan kasih sayang dan doa restu.

Juga penulis ucapkan terima kasih kepada kakak-kakakku, Minda Hayati

Nasution, Ssos., Ade Sofia Nasution, SH, MAP, dan Abangku Muhammad Pintor,

(10)

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada kawan-kawan seperjuangan

dan sahabat-sahabat saya, serta seluruh kawan-kawan Magister Kenotariatan Kelas

Khusus angkatan 2010 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu

dan memberikan pemikiran kritik dan saran yang dari awal masuk di Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sampai

saat penulis menyusun tesis ini.

Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa,

agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang

melimpah.

Akhirnya, semoga Tesis ini dapat berguna bagi diri dan juga semua pihak dan

kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu

Kenotariatan.

Medan, Juni 2012 Penulis

(11)

Tempat/Tanggal lahir : Medan, 08 February 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kenari 7 Nomor 184 Perumnas Mandala, Medan

II. KELUARGA

Nama Ayah : H. Parlindungan Nasution

Nama Ibu : Dra. Hj. Mimmy Farida Pohan, MAP.

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri 066433 Medan (1993-1999)

2. SLTP Negeri 13 Medan (1999-2002)

3. SMU Negeri 8 Medan (2002-2005)

4. D3 Bahasa Inggris USU (2005-2008)

5. S-1 Ilmu Hukum FH UISU (2006-2010)

(12)

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 23

1. Sifat Dan Jenis Penelitian ... 23

2. Sumber Data ... 24

3. Alat Pengumpulan Data ... 26

4. Analisis Data ... 27

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR... 29

A..Hukum Waris Di Indonesia ... 29

1. Hukum Waris Perdata ... 29

2. Pengertian Hukum Waris Adat ... 31

(13)

Islam/ BW ... 37

B. Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan ... 39

1. Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah ... 39

2. Pengertian Istilah Dan Batasan Hukum Waris ... 40

3. Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan 42 C. Kecakapan Dalam Melakukan Perbuatan Hukum ... 47

1. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata ... 47

2. Kecakapan Bertindak Dalam Hukum Perdata ... 51

3. Arti Dan Fungsi Perwalian ... 53

4. Pengertian Dan Fungsi Balai Harta Peninggalan Selaku Wali Pengawas ... 55

BAB III AKIBAT HUKUM PENGALIHAN TANAH MILIK BERSAMA ANAK DI BAWAH UMUR TANPA ADANYA PENETAPAN PENGADILAN ... 60

A. Jual Beli Hak Atas Tanah ... 60

1. Menurut Hukum Barat (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) ... 60

2. Menurut Hukum Adat ... 61

B. Hibah ... 64

C. Tukar Menukar ... 66

D. Kecakapan Anak Di Bawah Umur Dalam Perbuatan Peralihan Hak Atas Tanah ... 69

E. Akibat Hukum Pengalihan Tanah Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Tanpa Adanya Penetapan Pengadilan ... 79

BAB IV PENDAFTARAN TANAH UNTUK MELINDUNGI PEMILIK HAK ATAS TANAH ... 85

(14)

B. Asas Itikad Baik ... 99

C. Perlindungan Hukum Pembeli Tanah Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Yang Dilakukan Tanpa Adanya Penetapan Dari Pengadilan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

(15)

3. Ouderlijke Macht= Kekuasaan orang tua. 4. Onbekwaam= Tidak cakap.

5. Beschikking= Penguasaan. 6. Minderjarig= Di bawah umur. 7. Meerderjarig= Dewasa.

8. Ontzetting of Ontheffing= Pemecatan atau pembebasan. 9. Ontzet= Dipecat.

10.Ontheven= dibebaskan.

11.Jus In Rem= Hak atas suatu benda.

12.Jus In Personam = Hak menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain.

13.Immateriele Goederen= Barang-barang tidak berwujud benda. 14.Legaat= Hibah wasiat.

15.Incest= Perkawinan sedarah. 16.Overspel= hubungan zinah.

17.Handelingsbokwaam= Kecakapan bertindak. 18.Mede-Voogd= Wali peserta atau kawan wali. 19.Wees en Boedel Kamer= Balai Harta Peninggalan. 20.Voogdij Raad= Dewan Perwalian.

21.Om Niet= Dengan cuma-cuma. 22.Levering= Penyerahan.

23.Ruiling= Tukar Menukar.

(16)

31.Wettelijke Voogdij= Perwalian menurut undang-undang oleh pihak lain. 32.Nietig Verklaard= Menyatakan batal.

33.Initial Registration= Pendaftaran tanah untuk pertama kali.

34.Nemo Plus Yuris = Melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain.

(17)

sesuai ketentuan Pasal 309 dan Pasal 393 KUHPerdata, pengalihan hak milik dari anak yang masih di bawah umur harus berdasarkan pada Penetapan dari Pengadilan. Kewajiban adanya penetapan pengadilan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan jual beli milik bersama anak di bawah umur pada Kantor Pertanahan adalah didasari pada KUHPerdata yaitu untuk melindungi kepentingan dari anak di bawah umur yang bersangkutan. Untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana pengaturan hukum pengalihan tanah yang diperoleh karena pewarisan bagi ahli waris yang berstatus di bawah umur, bagaimana akibat hukum pengalihan tanah milik bersama anak di bawah umur tersebut apabila dilakukan tanpa adanya penetapan dari pengadilan, dan bagaimana pendaftaran tanah untuk melindungi pemilik hak atas tanah terhadap adanya pengalihan tanah tanpa adanya penetapan dari pengadilan, maka harus dilakukan penelitian yang lebih baik.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi dilapangan, khususnya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengalihan harta warisan milik bersama anak di bawah umur yang berupa hak atas tanah. Penelitian ini didukung oleh pedoman wawancara dari informan dan narasumber, dan data sekunder dari buku-buku hukum, peraturan perundang-undangan tentang pendaftaran tanah, serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Kemudian keseluruhan data diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka memberi perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan keadaan yang mutakhir. Pengalihan harta warisan milik bersama anak di bawah umur tanpa adanya penetapan pengadilan adalah dapat dibatalkan apabila ada pihak yang mengajukan gugatan terhadap sahnya perjanjian tersebut. Perlindungan hukum bagi pembeli tanah apabila tanah milik bersama anak di bawah umur yang dialihkan tanah tanpa adanya penetapan dari pengadilan maka pembeli tersebut tidak mendapat perlindungan hukum jika ia tidak dapat membuktikan bahwa namanya tercantum di dalam sertipikat tanah yang menjadi sengketa.

(18)

Article 309 and Article 393 of the Civil Code which states that the transfer of the ownership from an under-aged child has to be based on the Letter of Decision from the Court. The need for a Court’s ruling in registering the transfer of land rights with the sale and purchase of the land owned jointly by under-aged children at the Land Office, is based on the Civil Code in the interest of the under-aged children. In order to analyze more detail on how far the legal provisions of the transfer of land inherited by under-aged children, how far the legal consequence of the transfer of land owned jointly by under-aged children if there is no Letter of Decision from the Court, and how far land rights protect the owners of land registration toward the transfer of land if there is no Letter of Decision from the Court, these problems should be properly analyzed.

In order to answer these problems, the research used judicial normative by viewing it from the applicable legal provisions, especially the legal provisions related to the transfer of joint inheritance owned by under-aged children, and the facts found in the field. The research was supported by interviews with the informants and other source persons. The secondary data were obtained from books of law, legal provisions on land register, and other documents related to the subject matter of the study. Then, all data were processed, analyzed, and interpreted logically and systematically by using deductive method.

The results of the research showed that registering the transfer of rights, due to inheritance, is a must in order to give legal protection to the heirs and to control the administration of land register so that all the data are always up to date. The transfer of joint inheritance owned by under-aged children without the Letter of Decision from the Court can be abrogated and if someone files a lawsuit on the validity of the agreement. The legal protection for the purchaser, when the land owned jointly by under-aged children is transferred without the Letter of Decision from the Court, cannot be given legally if he cannot prove that his name is specified in the certificate of the disputed land.

(19)

A. Latar Belakang

Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup,

mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai berbagai hak dan kewajiban

terhadap orang-orang anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang

yang berada dalam masyarakat itu. Atau bisa dikatakan ada berbagai perhubungan

hukum antara manusia itu di satu pihak dan dunia luar di sekitarnya di lain pihak.

Maka apabila anggota masyarakat tersebut meninggal dunia tidaklah dapat dikatakan

seluruh perhubungan-perhubungan hukum itu lenyap seketika itu juga, namun

perhubungan hukum yang menyangkut harta kekayaan orang yang meninggal

tersebut dengan sendirinya beralih kepada orang lain yang ditinggalkannya. Oleh

karena itu diperlukan suatu cara penyelesaian peralihan hak dan kewajiban tentang

harta kekayaan seorang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup.1

Hukum kewarisan tersebut sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup

kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum

yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya

peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya adalah masalah bagaimana

pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang

(20)

meninggal dunia tersebut. Penyelesaian hak dan kewajiban sebagai akibat

meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum kewarisan.2 Jadi, warisan itu dapat

dikatakan ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan

(berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para warisnya.3

Hukum kewarisan yang ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih

belum merupakan unifikasi hukum, akibatnya pengaturan masalah harta warisan di

Indonesia masih belum terdapat keseragaman. Bentuk dan sistem hukum kewarisan

sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan sistem kekeluargaan, sedangkan

sistem kekeluargaan pada masyarakat Indonesia, berpangkal pada sistem menarik

garis keturunan. Pluralistiknya sistem hukum kewarisan di Indonesia tidak hanya

karena beragamnya sistem kekeluargaan adat, tapi juga karena adanya dua sistem

hukum lain, yaitu sistem hukum kewarisan Islam yang berdasar dan bersumber pada

kitab suci Al-Qur’an dan hukum kewarisan Perdata Barat yang merupakan

peninggalan zaman Hindia Belanda yang bersumber pada Burgerlijk Wetboek

(selanjutnya disebut KUHPerdata) yang dalam sejarah hukumnya berlaku dan

diterapkan di Indonesia.

Sebagai akibat dari keadaan masyarakat seperti dikemukakan di atas, hukum

kewarisan yang berlaku di Indonesia dewasa ini masih tergantung pada hukumnya si

pewaris. Yang dimaksud dengan hukumnya si pewaris adalah hukum kewarisan mana

(21)

yang berlaku bagi orang yang meninggal dunia. Di Indonesia dapat dijumpai tiga

macam sistim kewarisan, yakni:4

1. Sistim Kewarisan Individuil

Pada sistim kewarisan individuil cirinya ialah bahwa harta peninggalan dapat

dibagi-bagikan pemilikannya diantara ahli waris seperti dalam masyarakat bilateral di

Jawa dan dalam masyarakat patrilineal di tanah Batak;

2. Sistim Kewarisan Kolektif

Pada sistim kewarisan kolektif cirinya adalah bahwa harta peninggalan itu

diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang merupakan semacam badan hukum dimana

harta tersebut, yang disebut harta pusaka, tidak boleh dibagi-bagikan pemilikannya

diantara para ahli waris, dan hanya boleh dibagi-bagikan pemakaiannya kepada

mereka itu, seperti dalam masyarakat matrilineal di Minangkabau;

3. Sistim Kewarisan Mayorat

Dalam sistim kewarisan ini anak tertua pada saat matinya si pewaris berhak

tunggal untuk mewaris seluruh harta peninggalan, atau berhak tunggal untuk

mewarisi sejumlah harta pokok dari suatu keluarga, seperti dalam masyarakat

patrilineal yang beralih-alih di Bali (hak mayorat anak laki-laki yang tertua) dan di

Tanah Semenda di Sumatera Selatan (hak mayorat anak perempuan yang tertua).

Sifat-sifat kewarisan yang telah disebutkan terdahulu dalam suatu hukum

kewarisan, tidak dapat langsung menunjuk bentuk masyarakat dimana hukum

(22)

kewarisan itu berlaku. Sebagai contoh dalam sistem kewarisan yang individual,

bukan saja dapat ditemui dalam masyarakat yang bilateral, tetapi juga dapat dijumpai

dalam masyarakat yang patrilineal seperti pada suku batak yang mungkin pula

dijumpai sistim mayorat dan sistim kolektif terbatas.

Ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari dua

jenis, yaitu ahli waris ab intestato (menurut undang-undang) dan ahli waris

testamentair(menurut surat wasiat).5

Dalam ketentuan hukum di Indonesia dijelaskan bahwa setiap orang dapat

menjadi subyek hukum, tetapi menurut ketentuan Undang-Undang ada subyek hukum

yang tidak sempurna artinya bahwa subyek hukum itu hanya mempunyai kehendak,

tetapi tidak mampu untuk menuangkan kehendaknya di dalam perbuatan hukum,

dengan kata lain subyek hukum yang tidak sempurna tersebut terkait dengan

kecakapan bertindak atau melakukan perbuatan hukum, mereka-mereka itu adalah :6

a. Orang yang belum dewasa/anak di bawah umur;

b. Orang dewasa tetapi tidak mampu berbuat (gila);

c. Wanita dalam perkawinan.

Mengenai subyek hukum yang tidak sempurna, yaitu orang-orang yang belum

dewasa, menurut Pasal 330 KUHPerdata adalah mereka yang belum mencapai umur

21 tahun dan belum pernah kawin sebelumnya, sedangkan wanita dalam perkawinan

5Syahril Sofyan,Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), Pustaka Bangsa Press, Medan, 2010, hal. 23

(23)

sejak dikukuhkan SEMA Nomor 03 Tahun 1963, maka kedudukan wanita dalam

perkawinan dianggap cakap menurut hukum, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 31

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam praktek seringkali terjadi pemindahan hak atas tanah, yang ditafsirkan

sebagai perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan berpindahnya

hak atas tanah yang tidak dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat

Akta Tanah, tetapi oleh pejabat lain atau dengan cara lain yang diatur dengan

peraturan perundang-undangan.7 Salah satu pemindahan hak atas tanah adalah

melalui pewarisan, dimana seorang yang terdaftar namanya dalam alat bukti hak

meninggal dunia, maka saat itu tentunya timbul pewarisan atas harta peninggalan

pewaris, dengan kata lain, sejak saat itu maka para ahli waris menjadi pemegang hak

yang baru.

Dalam hukum agraria, pemeliharaan data tanah dilakukan apabila terjadi

perubahan pada data fisik atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah

didaftar.8 Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan yang

bersangkutan pada Kantor Pertanahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 ayat

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Peralihan

hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak meninggal

dunia. Sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru.

7Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, cv. Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 285

8Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

(24)

Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka

memberikan perlindungan hukum kepada ahli waris dan demi ketertiban tata usaha

pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan tersaji dalam buku tanah merupakan

keadaan yang mutakhir.9

Untuk mengubah data yuridis bidang tanah pada alat bukti haknya, maka ahli

waris yang sah dan berhak mendapatkan warisan tersebut wajib mendaftarkan

perubahan data yuridis atas tanah dimaksud kepada kantor pertanahan

Kabupaten/Kota.10

Pelaksanaan jual beli tanah selain harus memenuhi prosedural juga harus

memenuhi unsur substansial untuk dapat melakukan jual beli yaitu perlu diperhatikan

ketentuan mengenai syarat sahnya untuk melakukan perjanjian serta larangan bagi

orangtua memindah-tangankan atau menjaminkan barang-barang tetap milik anaknya

yang belum cukup umur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 309, 393, 1320

KUHPerdata joPasal 48 dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Dalam hal ini apabila masih dibawah umur maka yang berwenang untuk

melakukan perjanjian atas nama anak tersebut adalah orang tua atau wali sah dari si

anak.

Menurut ketentuan KUHPerdata, kekuasaan orang tua terhadap harta benda

anak ini meliputi pengurusan (het beheer) dan menikmati hasil (het vruchtgenot).

Pengurusan ada pada orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua (ouderlijke

9Ibid., hal. 504

(25)

macht) dengan maksud agar anak itu diwakili dalam segala perbuatan dan

tindakannya yang masih dianggap tidak cakap (onbekwaam). Dalam Pasal 309

KUHPerdata dinyatakan bahwa penguasaan (beschikking) oleh orang tua hanya dapat

dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang pemindahan

barang-barang anak yang masih di bawah umur (minderjarig) dalam perwalian.11

Berakhirnya perwalian dapat terjadi, dalam hubungan dengan keadaan si anak

yaitu karena si anak menjadi dewasa (meerderjarig), matinya si minderjarig,

timbulnya kembaliouderlijke macht (kekuasaan orang tua) orang tuanya, pengesahan

seorang anak luar kawin yang diakui, dan dalam hubungan dengan tugas wali yaitu

karena adanya pemecatan atau pembebasan (ontzetting of ontheffing) atas diri si wali,

ada alasan pembebasan atau pemecatan dari perwalian (Pasal 380 KUHPerdata)

sedang syarat utama untuk dipecat (ontzet) sebagai wali ialah karena disandarkan

pada kepentingan siminderjarigitu sendiri.12

Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang

identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing,

berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan

hak memperoleh sesuatu hak atas tanah. Namun, untuk melakukan tindakan hukum

dalam lalu-lintas hukum pertanahan tidak semua orang dapat melakukannya,13

11R. Soetojo Prawirohamidjojo, dan Asis Safioedin,Hukum Orang Dan Keluarga, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 170

12Ibid.,hal. 207

13S. Chandra,Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Persyaratan Permohonan Di Kantor

(26)

misalnya anak di bawah umur sebagai ahli waris yang juga sebagai subyek hak atas

tanah tersebut.

Di dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan setiap peralihan hak atas tanah

melalui jual-beli hanya dapat didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan akta yang

dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Di mana, pendaftaran hak atas tanah ini

menurut ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang merupakan pembuktian yang kuat

mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan atas tanah tersebut. Dari

ketentuan tersebut maka dalam peralihan hak dengan jual beli atas tanah harus dilihat

kedudukan hak atas tanah itu, jika hak atas tanah tersebut sebagai milik bersama,

maka semua yang berhak atas tanah itu harus setuju baru bisa dilakukan jual beli.

Kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dikaitkan dengan

dewasa secara fisik dalam hukum pertanahan bersandar kepada ketentuan Pasal 330

KUHPerdata yaitu “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap

21 tahun dan sebelumnya belum kawin”, hal ini dapat dimaklumi karena tidak tegas

mengenai ketentuan umur dewasa dalam hukum, terutama hukum adat yang dapat

dijadikan dasar pengaturannya.14

Dalam melakukan jual beli tanah bersertipikat milik bersama anak di bawah

umur tersebut harus dilengkapi dengan Surat Penetapan dari Pengadilan. Hal ini

sesuai ketentuan Pasal 309 dan Pasal 393 KUHPerdata, pengalihan hak milik dari

anak yang masih di bawah umur harus berdasarkan pada Penetapan dari Pengadilan.

(27)

Kewajiban adanya penetapan pengadilan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah

dengan jual beli milik bersama anak di bawah umur pada Kantor Pertanahan adalah

didasari pada KUHPerdata yaitu untuk melindungi kepentingan dari anak di bawah

umur yang bersangkutan.

Namun demikian, hingga saat ini belum ada aturan yang tegas bersifat

universal tentang batasan usia cakap bertindak dalam hukum di Indonesia, hal ini

menunjukkan bervariasinya batasan usia dinyatakan sebagai anak di bawah umur

dalam berbagai peraturan perundangan di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, orang

dinyatakan cakap bertindak dalam hukum perkawinan setelah mencapai umur 21

tahun, namun dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa pria berumur 19 tahun atau wanita

berumur 16 tahun dapat melakukan perbuatan hukum perikatan/perjanjian

perkawinan atas persetujuan orangtua atau walinya.

2) Menurut Pasal 39 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa penghadap harus memenuhi syarat

paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah.

Perbedaan ketentuan cakap bertindak karena umur dewasa dalam uraian

tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan anggapan pada kemampuan fisik dan

atau mental manusia untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang terukur secara

biologis atau psikologis, sehingga dinilai sanggup menyandang hak dan kewajiban

khusus terhadap perbuatan hukum tertentu. Pertentangan pengaturan umur dewasa

(28)

contohnya Notaris/PPAT dengan kewenangannya membuat akta pertanahan untuk

penghadap yang berumur 18 tahun, tentu tidak akan diterima ketika akta tersebut

didaftarkan di kantor pertanahan, karena subyek hukum belum mencapai umur 21

tahun.15

Kewajiban melakukan penetapan pengadilan ini sering dipermasalahkan

terutama ketika orang tua atau saudara kandung sebagai pemilik hak atas tanah

bersama anak di bawah umur yang memperoleh warisan dari peninggalan orang

tuanya, suami atau orang tua anak-anak tersebut yang akan menjual tanah milik

bersama itu. Walaupun orang tua (si ayah) sudah layak sebagai subyek hukum untuk

melakukan jual beli atas tanah milik bersama anak di bawah umur itu, tetapi si anak

yang masih di bawah umur tidak layak sebagai subyek hukum untuk bertindak atas

jual beli tanah tersebut. Seorang ayah melakukan penjualan atas tanah milik bersama

anak dibawah umur salah satu alasannya adalah demi kepentingan si anak, karena

anak yang masih dibawah umur dan belum cakap melakukan perbuatan hukum itu

membutuhkan biaya hidup dan/atau pendidikan.

Sebagaimana uraian terdahulu bahwa anak di bawah umur, yaitu anak yang

belum berumur 21 tahun maka kepengurusan terhadap harta kekayaan anak bawah

umur tersebut dapat dilakukan melalui perwakilan orangtua atau perwalian anak di

bawah umur, baik menurut undang-undang ataupun berdasarkan penetapan

pengadilan, maka berarti bahwa apabila para ahli waris yang seluruhnya bebas

bertindak akan mengalihkan hak atas tanah kepada orang lain, hal tersebut tidak

(29)

menjadi masalah, namun apabila ternyata diantara para ahli waris terdapat

orang-orang yang tidak bebas menyatakan kehendaknya maka permasalahan pengalihan hak

atas tanahnya menjadi lebih rumit, karena ada ketentuan perundang-undangan yang

mengatur tentang penyelesaian pembagian harta warisan yang atasnya turut berhak

ahli waris yang berstatus sebagai orang-orang yang tidak bebas menyatakan

kehendaknya. Khususnya untuk ahli waris di bawah umur bagi warga Negara

Indonesia yang tunduk atau menundukkan diri secara sukarela kepada KUHPerdata,

maka kehadiran instansi Balai Harta Peninggalan merupakan suatu keharusan.16

Permasalahan pengalihan tanah yang dimiliki bersama anak di bawah umur

tersebut dapat dilihat dari salah satu contoh kasus terhadap perkara Nomor 27/Pdt.

P/2011/PA.Mdn. Antara HH dan anak-anaknya yang bernama RY, DQ, dan AA.

Awalnya HH memiliki sebidang tanah dari hasil perkawinannya dengan almarhum

istrinya Y dan hasil perkawinannya tersebut mempunyai tiga orang anak yaitu RY

(perempuan), DQ (laki-laki), dan AA (perempuan). Salah satu anak dari HH tersebut

yang bernama AA masih berusia 19 tahun, belum berusia 21 tahun sehingga masih

berstatus di bawah umur.

Ketika sang ayah HH memerlukan dana untuk modal usaha guna menambah

pendapatan keluarga, dan karena itu HH bermaksud akan mengagunkan/

menggadaikan/ menjual tanah dan rumah, yang sebagiannya merupakan hak

anak-anak dari HH dan Almarhum Y tersebut. Karena salah seorang anak-anak HH dengan

Almarhum Y tersebut masih ada yang di bawah umur, maka secara hukum anak HH

(30)

dengan Almarhum Y tersebut tidak cakap melakukan perbuatan hukum untuk

kepentingan dirinya sendiri, dan juga terhadap harta bendanya, sehingga karena itu

perlu ditetapkan hak perwalian atas diri dan harta anak HH dengan Almarhum Y yang

masih di bawah umur tersebut dan sekaligus diberi ijin untuk mengagunkan/

menggadaikan/ menjual tanah dan rumah yang merupakan bagian anak HH dengan

Almarhum Y yang masih di bawah umur tersebut.

Selain itu kasus di atas, ada suatu kasus di mana harta kekayaan milik besama

anak di bawah umur dijadikan agunan kredit oleh orang tuanya tanpa adanya

penetapan dari pengadilan terkait status perwalian anak di bawah umur tersebut, hal

ini tampak dari perkara nomor 77/Pdt.G/1999/PN.Mdn tanggal 2 September 1999

antara RA melawan Bank D, IA, EL, dimana dalam kasus ini RA adalah anak

kandung dari Almarhum ZA hasil perkawinan dengan EL, saat ZA meninggal dunia

meninggalkan harta warisan sebidang tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal.

Ketika RA berusia 19 tahun EL mengagunkan tanah tersebut ke Bank D. Ketika

kredit tersebut macet maka Bank D akan mengeksekusi tanah yang dijadikan agunan

tersebut. Oleh karena tanah yang dijadikan agunan kredit di Bank D tersebut

merupakan harta warisan dari Almarhum ZA, maka RA mengajukan gugatan ke

pengadilan negeri Medan, dimana dalam dalam putusannya Pengadilan Negeri

Medan menolak gugatan RA, yang selanjutnya dikuatkan oleh pengadilan tinggi

Medan dengan putusannya No. 262/PDT/2000/PT.MDN tanggal 14 Oktober 2000

(31)

Dalam kasus perkara di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun sebidang

tanah warisan orang tua dari anak di bawah umur tersebut belum dibagi, dan dalam

melaksanakan tindakan pengurusan terhadap tanah warisan yang dimiliki bersama

anak di bawah umur tersebut tidak mendapatkan penetapan dari pengadilan ketika

hendak dijadikan agunan kredit ke Bank, namun pengadilan negeri, pengadilan tinggi

sampai dengan Mahkamah agung tidak membatalkan tindakan hukum mengagunkan

tanah warisan yang dimiliki bersama anak di bawah umur tersebut. Sehingga

ketentuan mengenai keharusan adanya penetapan pengadilan menyangkut

kepentingan anak dibawah umur terkait tanah warisan orang tua terhadap tindakan

pengurusan oleh orang tua yang hidup terlama menjadi dipertanyakan dalam praktek

pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut

mengenai jual beli tanah pewaris di bawah umur yang akan dituangkan ke dalam

judul tesis “Analisis Yuridis Atas Pengalihan Harta Warisan Milik Bersama Anak Di

Bawah Umur Yang Berupa Hak Atas Tanah”.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan pokok yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini

adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum pengalihan tanah yang diperoleh karena

(32)

2. Bagaimana akibat hukum pengalihan tanah milik bersama anak di bawah umur

tersebut apabila dilakukan tanpa adanya penetapan dari pengadilan?

3. Bagaimana pendaftaran tanah untuk melindungi pemilik hak atas tanah terhadap

adanya pengalihan tanah tanpa adanya penetapan dari pengadilan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum pengalihan tanah yang diperoleh karena

pewarisan bagi ahli waris yang berstatus di bawah umur.

2. Untuk mengetahui akibat hukum pengalihan tanah milik bersama anak di bawah

umur tersebut apabila dilakukan tanpa adanya penetapan dari pengadilan.

3. Untuk mengetahui pendaftaran tanah untuk melindungi pemilik hak atas tanah

terhadap adanya pengalihan tanah tanpa adanya penetapan dari pengadilan.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademis-teoritis, penelitian ini dapat dijadikan masukkan bagi ilmu

pengetahuan, khususnya mengenai pengalihan harta warisan milik bersama anak

(33)

2. Secara sosial-praktis, adalah memberikan sumbangan pemikiran terhadap

mahasiswa-mahasiswa atau praktisi-praktisi hukum dalam mengetahui tentang

pengalihan harta warisan milik bersama anak di bawah umur yang yang berupa

hak atas tanah.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang

ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum

ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Tinjauan Yuridis Atas Jual Beli Tanah

Pewaris Di Bawah Umur Yang Diperoleh Dari Harta Warisan”. Akan tetapi ada

beberapa penelitian yang yang menyangkut jual beli tanah dan anak di bawah umur

antara lain penelitian yang dilakukan oleh :

1. Saudari Elyanju Sihombing (Nim. 002111009), Mahasiswi Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pendaftaran Peralihan Hak

Milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No. 24 Tahun 1997 (Penelitian

di Kota P. Siantar)”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena

pewarisan menurut PP No. 24 Tahun 1997 di Kota P. Siantar?

b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pemegang hak milik atas tanah karena

(34)

c. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran

peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan menurut PP No. 24 Tahun

1997?

2. Saudara Sarjani J.M. Sianturi (Nim. 047011060), Mahasiswa Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Peralihan

Hutang Yang Dijaminkan Dengan Hak Tanggungan Karena Pewarisan

Berdasarkan KUHPerdata Di Kota Medan”, dengan permasalahan yang diteliti

adalah :

a. Bagaimanakah peralihan hutang seorang debitur yang telah dibebani Hak

Tanggungan kepada ahli warisnya yang tunduk kepada KUHPerdata?

b. Bagaimanakah tata cara pendaftaran peralihan Hak Tanggungan dari pewaris

kepada ahli warisnya?

c. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan kreditur apabila ahli waris

menolak pembayaran pelunasan hutang pewaris?

3. Saudara Nirwan Harahap (Nim. 087011171), Mahasiswa Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Problematika Jual Beli dan

Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang Dimiliki Bersama Anak Di Bawah Umur

(Studi Di Pematang Siantar)”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam

mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di

(35)

b. Apakah problematika jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki

bersama dengan anak di bawah umur yang dilaksanakan di hadapan PPAT?

c. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PPAT dan penghadap untuk mengatasi

kendala dalam melangsungkan jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang

dimiliki bersama dengan anak di bawah umur?

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut

berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan

demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi subtansi maupun dari permasalahan,

sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,

teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu

terjadi.17

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.18

17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122

(36)

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.

Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :19

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum

sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen :

“Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.”20

Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan,

tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama

yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus

dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah

19Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, hal. 121 20Hans Kelsen,Teori Hukum Murnidengan judul buku asli“General Theory of Law and

(37)

menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai

pola yang ditentukan itu.21

Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum.

Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang

dimaksud disini adalah hak hukum (legal right). Penggunaan linguistik telah

membuat dua perbedaan hak yaitujus in remdan jus in personam. Jus in rem adalah

hak atas suatu benda, sedangjus in personam adalah hak yang menuntut orang lain

atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya

juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikanprivatdalam

hukum perdata.Jus in remtidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak

melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan.22

Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Sebagaimana

dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie bahwa :

“Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya selalu merupakan kewajiban hukum orang lain.”23

21Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage,Teori Hukum, Strategi

Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 127 22Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at,Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 66-67.

(38)

Menurut Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto tujuan daripada

pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :24

a. Memberikan kepastian obyek

Kepastian mengenai bidang teknis, yaitu kepastian mengenai letak, luas dan

batas-batas tanah yang bersangkutan, hal ini diperlukan sebagai upaya

menghindari sengketa di kemudian hari baik dengan pihak yang menyerahkan

maupun dengan pihak-pihak yang siapa berhak atasnya, siapa yang mempunyai

dan ada atau tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga).

b. Memberikan kepastian hak

Ditinjau dari segi yuridis mengenai status hukumnya, siapa yang berhak atasnya

dan ada tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Kepastian

mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan diperlukan karena dikenal

tanah dengan berbagai status hukum yang masing-masing memberikan wewenang

dan meletakkan kewajiban-kewajiban yang berlainan kepada pihak-pihak yang

mempunyai, hal mana akan sangat berpengaruh terhadap nilai jual tanah.

c. Memberikan kepastian subyek

Kepastian mengenai siapa yang mempunyai tanah tersebut diperlukan untuk

mengetahui dengan siapa seseorang harus berhubungan untuk dapat melakukan

perbuatan-perbuatan hukum secara sah mengenai ada tidaknya hak-hak dan

kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Diperlukan untuk mengetahui perlu

24Djoko Prakoso, dan Budiman adi Purwanto,Eksistensi Prona Sebagai Mekanisme Fungsi

(39)

tidaknya diadakan tindakan-tindakan tertentu untuk menjamin penguasaan dan

penggunaan tanah yang bersangkutan secara efektif dan aman.

Instansi yang ditugaskan untuk melaksanakan pendaftaran tanah berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 adalah Badan Pertanahan Nasional.

Menurut Pasal 19 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 menyebutkan bahwa

Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas badan pertanahan nasional di bidang pengukuran dan pendaftaran

tanah. Tugas dan fungsi bidang pengukuran dan pendaftaran tanah ini perlu diadakan

agar pelayanan di bidang pertanahan tidak terhambat.

Agar apa yang telah didaftarkan dalam buku tanah tetap sesuai dengan

keadaan sebenarnya, maka setiap perubahan yang terjadi dalam sesuatu hak harus

didaftarkan sesuai Pasal 23 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa Hak Milik

demikian pula setiap peralihan dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus

didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

Pendaftaran peralihan Hak Milik atas tanah khususnya karena jual beli

merupakan pemenuhan atas ketentuan pendaftaran tanah seperti dimaksud dalam

Pasal 19 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum

oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia

menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Jika pemilik hak atas tanah yang namanya tercantum dalam sertipikat

tanahnya sudah meninggal dunia sedangkan yang menjual itu adalah ahli warisnya

(40)

Pertanahan pada buku tanah dan sertipikatnya sebelum dilakukan jual beli yang

dibuat di hadapan Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT). Kemudian akta jual beli

beserta seluruh warkah-warkahnya yang diperlukan untuk pembuatan akta itu oleh

PPAT segera disampaikan kepada Kantor Pertanahan setempat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.25

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,

keadaan, kelompok atau individu tertentu.26

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Jual Beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang

menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang

yang dijual.27

b. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang

mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah

tersebut.28

(41)

c. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda.29

d. Ahli Waris adalah orang yang menggantikan kedudukan pewaris di dalam

kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian

tertentu.30

e. Di bawah Umur adalah setiap anak yang belum berusia 21 tahun dan tidak lebih

dahulu telah kawin.31

f. Harta Warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang

meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia

setelah dikurangi dengan semua utangnya.32

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat analisis

deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci

dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan

berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat

untuk menjawab permasalahan.33

28Hak Atas Tanah,http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah, terakhir diakses 9 Juni 2012 29Ali Afandi,Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 7

30Ibid.

31C.S.T. Kansil,Op.cit., hal. 137 32Ali Afandi,Loc.cit.

(42)

Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum

normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan

atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan

yang tertulis atau bahan hukum yang lain,34 maka penelitian ini menekankan pada

sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun

teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di

masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau

doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis

permasalahan yang dibahas,35 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok

permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai pengalihan harta warisan

milik bersama anak di bawah umur yang berupa hak atas tanah.

2. Sumber data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu data

sekunder, yang akan diperoleh dari penelitian keputakaan dari bahan-bahan pustaka

dan data primer, yang akan diperoleh langsung melalui pedoman wawancara dari

narasumber.

Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan

pedoman wawancara, yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari

34Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal. 13

(43)

pihak Kantor Pertanahan Medan yang terkait dengan pengalihan harta warisan milik

bersama anak di bawah umur yang berupa tanah.

Data sekunder dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui studi kepustakaan

yaitu untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan

data-data yang ada di kepustakaan atau data-data sekunder dan data-data primer serta tertier dalam

bidang hukum antara lain :

1) Bahan hukum primer.36

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama

yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang No.

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kepres No. 1 Tahun 1974 tentang peraturan

pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960

Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor

3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta peraturan-peraturan lain yang

berkaitan dengan hak atas tanah dan pewarisan anak di bawah umur.

2) Bahan hukum sekunder.37

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan

dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti

hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, serta

dokumen-36Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 53

(44)

dokumen lain yang berkaitan dengan tinjauan yuridis atas jual beli tanah pewaris

di bawah umur yang diperoleh dari harta warisan.

3) Bahan hukum tertier.38

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

Sebagai sumber data tambahan dilakukan menggunakan pedoman wawancara,

yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak Kantor

Pertanahan Medan yang terkait dengan pengalihan harta warisan milik bersama anak

di bawah umur yang berupa hak atas tanah. Wawancara dilakukan dengan

berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh

data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian hukum normatif

dalam penulisan tesis ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi dokumen

yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan

dengan pengalihan harta warisan milik bersama anak di bawah umur yang yang

berupa hak atas tanah, selain itu dilakukan pengumpulan data menggunakan pedoman

wawancara dengan narasumber, yang digunakan untuk mengumpulkan data dan

informasi dari pihak Kantor Pertanahan Medan yang terkait dengan pengalihan harta

(45)

warisan milik bersama anak di bawah umur yang berupa hak atas tanah. Wawancara

dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu

sehingga diperoleh data yang diperlukan dalam penelitian tesis ini.

4. Analisis Data.

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Penelitian dengan menggunakan

metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang

bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun

penuh dengan variasi (keragaman).39

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.40 Sedangkan metode kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.41

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research)

dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian

disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok

39Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis

(46)

permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, ditarik kesimpulannya

(47)

A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata

Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum

Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam.

Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian

harta warisan. Hukum Waris Perdata ini digunakan bagi orang yang

mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian

warisan.

Hukum Waris Perdata Barat berlaku bagi :

a. Orang-orang keturunan Eropa.

b. Orang-orang keturunan Timur Asing Tiong Hoa.

c. Orang-orang yang menundukan diri sepenuhnya kepada Hukum Perdata Barat.

Hukum Waris menurut A. Pitlo yaitu kumpulan peraturan yang mengatur

hukum mengenai harta kekayaan, karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai

pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibatnya dari pemindahan

ini bagi orang-orang yang memperoleh baik dalam hubungan antara mereka, maupun

(48)

Sedangkan Hukum Waris Menurut Wirjono Prodjodikoro, Soal apakah dan

bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang

pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

Hukum Waris adalah bagian dari Hukum Kekayaan, akan tetapi erat sekali dengan

Hukum Keluarga, karena seluruh pewarisan menurut undang-undang berdasarkan

atas hubungan keluarga sedarah dan hubungan perkawinan. Dengan demikian ia

masuk bentuk campuran antara bidang yang dinamakan Hukum Kekayaan dan

Hukum Keluarga.

Kemudian Subekti dan Tjitrosoedibio mengatakan Hukum Waris adalah,

“Hukum yang mengatur tentang apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan dari

seorang yang meninggal”.42

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk terjadinya suatu

pewarisan harus dipenuhi 3 (tiga) unsur yaitu :

1) Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang

lain.

2) Ahli Waris, adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya

terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian.

3) Harta Warisan, adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia.

Dalam hal pewarisan, yang dapat diwarisi yaitu hanya hak dan kewajiban

yang meliputi bidang harta kekayaan. Namun ada hak-hak yang sebenarnya masuk

bidang harta kekayaan tetapi tidak dapat diwarisi. Hak-hak yang masuk bidang harta

(49)

kekayaan yang tidak dapat diwarisi antara lain, hak untuk menikmati hasil dan hak

untuk mendiami rumah. Hak-hak ini tidak dapat diwarisi karena bersifat sangat

pribadi.

Selanjutnya ada juga hak-hak yang bersumber kepada Hukum Keluarga

namun dapat diwarisi antara lain, hak untuk mengajukan tuntutan agar ia diakui

sebagai anaknya dan hak untuk menyangkal keabsahan seorang anak.

Dengan demikian prinsipnya hanya hak dan kewajiban yang meliputi harta

kekayaan saja yang dapat diwarisi, ternyata tidak dapat dipegang teguh dan terdapat

beberapa pengecualian.

2. Pengertian Hukum Waris Adat

Sehubungan dengan Hukum Waris Adat, akan dikemukakan beberapa

pendapat sarjana antara lain,

R. Soepomo berpendapat bahwa, “Hukum Waris Adat memuat

peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan dan mengoperkan barang-barang harta

benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari

suatu angkatan manusia (generatie) pada turunannya”.43

Sedangkan Ter Haar Bzn Hukum Waris Adat adalah, “Aturan-aturan hukum

yang bertalian dengan proses dari abad ke abad yang menarik perhatian adalah proses

(50)

penerusan dan peralihan kekayaan materieel dan immaterieel dari turunan ke

turunan”.44

Hukum Waris Adat memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara

penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris

kepada para warisnya. Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan itu dapat

berlangsung sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia.

Pendapat Soerojo Wignjodipoero mengatakan Hukum Waris Adat adalah,

“Norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun

yang immateriil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada

keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses

peralihannya”.45

Kemudian menurut Bushar Muhammad, Hukum Waris Adat meliputi,

“Aturan-aturan yang bertalian dengan proses yang terus menerus dari abad ke abad,

ialah suatu penerusan dan peralihan kekayaan baik materiil maupun immateriil dari

suatu angkatan ke angkatan berikutnya”.46

Sehingga Hukum Waris Adat mempunyai arti yang luas berupa

penyelenggaraan pemindahan dan peralihan kekayaan dari suatu generasi kepada

generasi berikutnya baik mengenai benda materiil maupun benda immateriil.

Dengan pengertian HukumWaris Adat yang telah disebutkan di atas, maka

44Ter Haar Bzn,Asas-asas dan Susunan Hukum Adat,diterjemahkan oleh K..N.G. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal. 202

45

Soerojo Wignjodipoero,Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1988, hal. 161

(51)

dapatlah dikemukakan bahwa Hukum Waris Adat itu mengandung beberapa unsur

yaitu :

a) Hukum Waris Adat adalah merupakan aturan hukum.

b) Aturan hukum tersebut mengandung proses penerusan harta warisan.

c) Harta warisan yang diperoleh atau diteruskan dapat berupa harta benda yang

berwujud dan yang tak berwujud.

d) Penerusan atau pengoperan harta warisan ini berlangsung antara satu generasi

atau pewaris kepada generasi berikutnya atau ahli waris.

3. Pengertian Hukum Kekeluargaan

Belum adanya keseragaman tentang istilah hukum kekeluargaan, sehingga

para sarjana memakai istilah yang berbeda.

Hilman Hadikusuma menggunakan istilah Hukum Kekerabatan yakni,

“Hukum yang menunjukkan hubungan-hubungan hukum dalam ikatan kekerabatan

termasuk kedudukan orang seorang sebagai anggota warga kerabat (warga adat

kekerabatan)”.47

Kemudian menurut Djaren Saragih Hukum Kekeluargaan adalah, “Kumpulan

kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang ditimbulkan

oleh hubungan biologis”.48

47Hilman Hadikusuma,Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1980, hal. 140.

(52)

Hubungan-hubungan hukum antara orang seorang sebagai warga adat dalam

ikatan kekerabatan meliputi hubungan hukum antara orang tua dengan anak, antara

anak dengan anggota keluarga pihak bapak dan ibu serta tanggung jawab mereka

secara timbal balik dengan orang tua dan keluarga.

4. Prinsip-Prinsip Keturunan Dalam Hukum Kekeluargaan

Di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia terdapat keanekaragaman sifat

sistem kekeluargaan yang dianut. Sistem kekeluargaan itu dapat dikelompokkan

menjadi tiga macam, yaitu :

a. Sistem kekeluargaan patrilineal

b. Sistem kekeluargaan matrilinial

c. Sistem kekeluargaan parental atau bilateral

Dalam sistem kekeluargaan patrilineal yaitu suatu masyarakat hukum adat,

dimana para anggotannya menarik garis keturunan ke atas melalui garis bapak, bapak

dari bapak terus keatas sehingga kemudian dijumpai seorang laki-laki sebagai

moyang. (contoh : Batak, Bali, Seram, Nias dan Ambon).

Sistem kekeluargaan matrilinial yaitu sistem dimana para anggotanya menarik

garis keatas melalui ibu, ibu dari ibu terus keatas sehingga kemudian dijumpai

seorang perempuan sebagai moyangnya. (contoh : Minangkabau dan Enggano).

Pada sistem kekeluargaan parental atau bilateral yakni suatu sistem dimana

para anggotanya menarik garis keturunan keatas melalui garis bapak dan ibu, terus

(53)

moyangnya.(contoh : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Aceh,

Sulawesi dan Kalimantan).

5. Unsur-Unsur Pewarisan

Untuk dapat berlangsungnya suatu proses pewarisan harus dipenuhi tiga unsur

menurut Hukum Adat yaitu :

a. Adanya pewaris

b. Adanya harta warisan

c. Adanya ahli waris.

Pengertian pewaris didalam Hukum Waris Adat menurut Hilman

Hadikusuma, “Orang yang mempunyai harta peninggalan selagi ia masih hidup atau

sudah wafat, harta peninggalan mana (akan) diteruskan penguasaan atau

pemilikannya dalam keadaan tidak terbagi-bagi atau terbagi-bagi”.

Kedudukan seorang pewaris itu bisa bapak, ibu, paman, kakek dan nenek.

Orang itu disebut pewaris karena ketika hidupnya atau wafatnya mempunyai harta

warisan, dimana harta warisan tersebut akan dialihkan atau diteruskan kepada ahli

warisnya.

Harta warisan atau disebut juga harta peninggalan menurut Hilman

Hadikusuma, “Semua harta berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih

penguasaan atau pemilikannya setelah pewaris meninggal dunia kepada ahli waris”.49

49Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Indonesia Menurut Perundang-undangan, Hukum

(54)

Pengertian ahli waris menurut Hilman Hadikusuma adalah, “Orang-orang

yang berhak mewarisi harta warisan”.50 Artinya bahwa orang tersebut berhak untuk

meneruskan penguasaan dan pemilikan harta warisan atau berhak memiliki

bagian-bagian yang telah ditentukan dalam pembagian-bagian harta warisan diantara ahli waris

tersebut. Ahli waris itu bisa anak, cucu, bapak, ibu, paman, kakek dan nenek. Pada

dasarnya semua ahli waris berhak mewaris kecuali karena tingkah laku atau

perbuatan hukum yang dilakukan oleh ahli waris sangat merugikan si pewaris.

6. Syarat-Syarat Sebagai Ahli Waris

Dalam hukum adat waris, anak-anak dari si peninggal warisan merupakan

golongan ahli waris yang terpenting dibandingkan dengan golongan ahli waris

pengganti lainnya, karena apabila si peninggal harta warisan meninggalkan anak

maka anaknya itulah sebagai ahli waris utama.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi

ahli waris digunakan empat macam kelompok keutamaan yakni :51

a. Kelompok keutamaan I : keturunan pewaris

b. Kelompok keutamaan II : orang tua pewaris

c. Kelompok keutamaan III : saudara-saudara pewaris dan keturunanya

d. Kelompok keutamaan IV : kakek dan nenek pewaris.

Sebagai ahli waris utama adalah keturunan pewaris sedangkan ahli waris

lainnya baru berhak atas harta warisan, apabila yang meningal itu tidak mempunyai

50Ibid.,hal. 53

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gedung One East Residence digunakan sistem ganda dengan rangka pemikul momen menengah mampu menahan paling sedikit 25 persen gaya gempa yang ditetapkan

Hubungan Komunikasi Interpersonal Dan Strategi Coping Dengan Stres Pada Mahasiswa Psikologi Yang Sedang Menyusun Skrips: Jurnal Psikoborneo... Tim Pakar: Tingkat Stres Pengungsi

Apabila A1 mendapat tegangan pada logika HIGH yang menandakan pintu dalam keadaan terbuka selama 1 menit, maka buzzer akan menyala disertai RFID Reader akan berhenti membaca atau

("yang kami maksudkan dengan tindakan penyelamatan muka adalah tindakan yang "memberikan muka" kepada lawan tutur, yang berusaha untuk menangkal

Bagi remaja, penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran tentang kondisi remaja khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara anomie dengan kepekaan sosial remaja.

Berdasarkan hasil pengembangan perangkat dan hasil uji coba maka dapat disimpulkan berikut : 1) Kelayakan perangkat pembelajaran fisika berbasis masalah yang

Terdapat beberapa sikap peserta didik yang menunjukkan adanya perilaku koruptif, seperti sikap tidak jujur saat ujian (menyontek), bolos atau sering tidak masuk kelas,

Pembinaan adalah rangkaian usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara terencana, terarah, terpadu, berkesinambungan, dan terukur, terhadap teknologi dan industri