• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Angkola Di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Angkola Di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT

PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN

PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

TESIS

Oleh

WIRDA KHOTIMAH HRP

107030002

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(2)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT

PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN

PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

TESIS

Oleh

WIRDA KHOTIMAH HRP

107030002

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(3)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT

PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN

PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi pada

Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

WIRDA KHOTIMAH HRP

107030002

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(4)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

Nama : WIRDA KHOTIMAH HRP Nomor Induk Mahasiswa : 107030002

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dr. Sutarman, M.Sc

NIP. 19660209 199203 1 003 NIP. 19631026199103 1 001

(5)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PERNYATAAN ORISINALITAS

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT

PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN

PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

.

Medan, Juli 2012

Wirda Khotimah Hrp NIM. 107030002

(6)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Wirda Khotimah Hrp

NIM : 107030002

Program Studi : Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yng berjudul :

Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Angkola Di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juli 2012

Wirda Khotimah Hrp

(7)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 1. Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc

2. Dr. Suci Rahayu, M.Si

3. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed

(8)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Wirda Khotimah Hrp, S.Pd Tempat dan Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 19 April 1984

Alamat Rumah : Jln. Zubeir Ahmad II Gg. Perjuangan No. 1 Padangsidimpuan

Email : wirda_hrp@yahoo.co.id

Instansi Tempat Bekerja : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Alamat Kantor : Jl. St. M.Arif. No. 32 Padangsidimpuan

Telepon : (0634) 21696

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 26 Padangsidimpuan Tamat : 1996 SMP : SMP Negeri 4 Padangsidimpuan Tamat : 1999 SMA : SMA Negeri 1 Padangsidimpuan Tamat : 2002 Strata 1 : PMIPA UNRI Pekanbaru Tamat : 2007

(9)

i DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmad dan Karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankannlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Biologi Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan sekretaris Program Studi Magister Biologi Dr. Suci Rahayu, M.Si beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S selaku pembimbing pertama dan Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hingga selesainya penelitian ini.

Kepada Papa dan Mama tercinta H. Marahod Hrp (Alm) dan Dra. Hj. Siti Zubaidah Siregar serta suami tercinta Ahmad Rifai Simamora, S.St.Pi dan anakku tersayang Faiz Fadel Muhammad Simamora Terimakasih atas segala pengorbanannya baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Penulis

Wirda Khotimah Hrp

(10)

ii DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

ABSTRAK

Kajian pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat Angkola di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, telah diteliti dari bulan Januari sampai Maret 2012. Pengambilan data menggunakan teknik random sampling, wawancara, dan angket. Analisis data dengan perhitungan Nilai Guna (UVs), Nilai Guna Relatif (RUVi), Index of Cultural Significance (ICS), dan Degradasi Pengetahuan (D). Ditemukan 56 jenis tumbuhan dari 34 famili yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Angkola. Allium sativum L. menunjukkan Nilai Guna (UVs) tertinggi yaitu 9,479 dan yang terendah adalah Sacharum officinarum L. yaitu 1,769. Piper nigrum L menunjukkan nilai guna relatif tertinggi yaitu 6,109 dan yang terendah adalah Manihot utilisima Pohl yaitu 6,104. Zingiber officinale Rosc menunjukkan nilai Index of Cultural Significance (ICS) tertinggi yaitu 64,5 dan yang terendah adalah Costus specious, Melastoma candidium D.Don., Phylanthus urinaria L, Selaginella deoderleinii Hieron yaitu 15. Degradasi pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat terbesar terjadi pada kelompok umur A (15-29 tahun) sebesar 12,66%.

Kata kunci : Pemanfaatan Tumbuhan Obat, Masyarakat Angkola

(11)

iii DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

THE UTILIZATION OF MEDICINAL PLANTS OF ANGKOLA SOCIETY IN THE PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU DISTRICT

ABSTRACT

The utilization of medicinal plants of Angkola society in the Padangsidimpuan Hutaimbaru district, has been conducted from January to March 2012. This study used random sampling techniques, interviews and questionnaires. Calculation of the data analysis are Used Value (UVs), Used Value Relative (RUVi), Index of Cultural Significance (ICS), and Knowledge Degradation (D). There are 56 species of medicinal plant classifying into 34 families recorded in the study site. Allium sativum L. showed the highest Used Value (UVs) is 9.479 and the lowest was Sacharum officinarum L. is 1.769. Piper nigrum L showed the highest Used Value Relative (RUVi) and the lowest was Manihot utilisima Pohl with the number are 6.109 and 6.104 respectively. Zingiber officinale Rosc. showed the highest of Cultural Significance (ICS) that is 64.5 and the lowest to Costus specious, Melastoma candidium D.Don., Phylanthus urinaria L, Selaginella deoderleinii Hieron with the number for each species is 15. Degradation of knowledge utilization of medicinal plants was greatest in the age group A (15-29 years) at 12.66%.

Key words : Medicinal Plant Utilization, Angkola society

(12)

iv DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN Ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Etnobotani Tumbuhan Obat 4

2.2 Tumbuhan Obat 4

2.3 Potensi Tumbuhan Obat Sumatera Utara 7

2.4 Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional 7

2.5 Sejarah Angkola 10

BAB III METODE PENELITIAN 12

3.1 Deskripsi Area 12

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 13

3.3 Alat dan Bahan 13

3.4 Survei Etnobotani 13

3.5 Jumlah Sampel 14

3.6 Pengumpulan Data 15

3.7 Analisis Data 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21

4.1 Nilai Guna dan Nilai Guna Relatif Tumbuhan Obat 21

4.2 Index of Cultural Significance (ICS) 25

4.3 Degradasi Pengetahuan (D) 27

4.4 Deskripsi Tumbuhan Obat 39

4.4.1 Pemanfaatan Tumbuhan untuk Obat-obatan 58

(13)

v DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 66

5.1 Kesimpulan 66

5.2 Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN L-1

(14)

vi DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Kandungan Bahan Kimia Tumbuhan Obat 6

3.1 Jumlah Penduduk Sampel Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

14 3.2 Rincian Kelompok Umur Sampel Tiap Desa/Kelurahan di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

16 4.1 Nilai Guna, Nilai Guna Relatif dan Index of Cultural

Significance (ICS)

21 4.2 Degradasi Pengetahuan Masyarakat Angkola di Kecamatan

Padangsidimpuan Hutaimbaru

27 4.3 Jenis-Jenis Tumbuhan Yang digunakan Sebagai Bahan

Obat Secara Tradisional

30

(15)

vii DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

4.1 Acorus calamus 39

4.2 Ageratum conyzoides 39

4.3 Allium cepa 39

4.4 Allium sativum 40

4.5 Alpinia galanga 40

4.6 Ananas comosus 40

4.7 Andrographis paniculata 41

4.8 Annona muricata 41

4.9 Areca catechu 41

4.10 Arenga pinnata 42

4.11 Averrhoa bilimbi 42

4.12 Blumea balsamifera 42

4.13 Carica papaya 43

4.14 Cassia alata 43

4.15 Centella asiatica 43

4.16 Citrus aurantifolia 44

4.17 Cocos nucifera 44

4.18 Costus speciosus 44

4.19 Cucumis sativus 45

4.20 Curcuma xanthorhiza 45

4.21 Cymbopogon nardus 45

4.22 Henslowia frutescens 46

4.23 Hibiscus rosa-sinensis. 46

4.24 Hymenocallis nitthoralis 46

4.25 Imperata cylindrica 47

4.26 Jatropha curcas 47

4.27 Kaempferia galanga 47

4.28 Kalanchoe pinnata 48

4.29 Lawsonia inermis 48

4.30 Leucaena leucocephala 48

4.31 Manihot utilissima 49

4.32 Melastoma candidum 49

4.33 Momordica charantia 49

4.34 Moringa oleifera 50

4.35 Musa paradisiaca 50

4.36 Orthosiphon aristatus 50

4.37 Persea gratissima 51

(16)

viii DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

4.38 Phaleria macrocarpa 51

4.39 Phylanthus urinaria 51

4.40 Physalis peruviana 52

4.41 Piper betle 52

4.42 Piper nigrum 52

4.43 Pogostemon cablin 53

4.44 Punica granatum 53

4.45 Sacharum officinarum 53

4.46 Sauropus androgynus 54

4.47 Selaginella doederleinii 54

4.48 Solanum lycopersicum 54

4.49 Solanum sanitwongsei 55

4.50 Syzygium aromaticum 55

4.51 Syzygium polyanthum 55

4.52 Urena lobata 56

4.53 Vigna sinensis 56

4.54 Zingiber aromaticum 56

4.55 Zingiber officinale 57

4.56 Zingiber purpureum 57

(17)

ix DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Surat Izin dan Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

L-1 2 Biodata dan Pertanyaan Informan Kunci dan Responden L-2 3 Angket Pengetahuan Masyarakat Angkola Tentang

Pemanfaatan Tumbuh-Tumbuhan Obat Dalam Kehidupan Sehari-Hari

L-3

4 Tingkat Pendidikan dan Data Pekerjaan Responden di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

L-4 5 Contoh Perhitungan Nilai Guna, Nilai Guna Relatif Tumbuhan,

Index of Cultural Significance (ICS), dan Degradasi Pengetahuan (D)

L-5

6 Nilai Guna dan Nilai Guna Relatif Bawang Putih L-6 7 Total Index of Cultural Significance (ICS) L-7 8 Index of Cultural Significance (ICS) Kelompok Umur A L-8 9 Index of Cultural Significance (ICS) Kelompok Umur B L-9 10 Index of Cultural Significance (ICS) Kelompok Umur C L-10 11 Kategorisasi yang Menggambarkan Tentang Intensitas

Penggunaan (intensity of use) Jenis Tumbuhan Berguna

L-11 12 Kategori Penggunaan Jenis Tumbuhan Yang Menggambarkan

Tentang Tingkat Eksklusivitas Atau Tingkat Kesukaannya

L-12 13 Penentuan Jumlah Sampel Dari Populasi Tertentu Dengan Taraf

Kesalahan 1 %, 5 %, dan 10 %

L-13 14 Peta Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru L-14

(18)

ii DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU

ABSTRAK

Kajian pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat Angkola di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, telah diteliti dari bulan Januari sampai Maret 2012. Pengambilan data menggunakan teknik random sampling, wawancara, dan angket. Analisis data dengan perhitungan Nilai Guna (UVs), Nilai Guna Relatif (RUVi), Index of Cultural Significance (ICS), dan Degradasi Pengetahuan (D). Ditemukan 56 jenis tumbuhan dari 34 famili yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Angkola. Allium sativum L. menunjukkan Nilai Guna (UVs) tertinggi yaitu 9,479 dan yang terendah adalah Sacharum officinarum L. yaitu 1,769. Piper nigrum L menunjukkan nilai guna relatif tertinggi yaitu 6,109 dan yang terendah adalah Manihot utilisima Pohl yaitu 6,104. Zingiber officinale Rosc menunjukkan nilai Index of Cultural Significance (ICS) tertinggi yaitu 64,5 dan yang terendah adalah Costus specious, Melastoma candidium D.Don., Phylanthus urinaria L, Selaginella deoderleinii Hieron yaitu 15. Degradasi pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat terbesar terjadi pada kelompok umur A (15-29 tahun) sebesar 12,66%.

Kata kunci : Pemanfaatan Tumbuhan Obat, Masyarakat Angkola

(19)

iii DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

THE UTILIZATION OF MEDICINAL PLANTS OF ANGKOLA SOCIETY IN THE PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU DISTRICT

ABSTRACT

The utilization of medicinal plants of Angkola society in the Padangsidimpuan Hutaimbaru district, has been conducted from January to March 2012. This study used random sampling techniques, interviews and questionnaires. Calculation of the data analysis are Used Value (UVs), Used Value Relative (RUVi), Index of Cultural Significance (ICS), and Knowledge Degradation (D). There are 56 species of medicinal plant classifying into 34 families recorded in the study site. Allium sativum L. showed the highest Used Value (UVs) is 9.479 and the lowest was Sacharum officinarum L. is 1.769. Piper nigrum L showed the highest Used Value Relative (RUVi) and the lowest was Manihot utilisima Pohl with the number are 6.109 and 6.104 respectively. Zingiber officinale Rosc. showed the highest of Cultural Significance (ICS) that is 64.5 and the lowest to Costus specious, Melastoma candidium D.Don., Phylanthus urinaria L, Selaginella deoderleinii Hieron with the number for each species is 15. Degradation of knowledge utilization of medicinal plants was greatest in the age group A (15-29 years) at 12.66%.

Key words : Medicinal Plant Utilization, Angkola society

(20)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sudah sejak lama nenek moyang bangsa kita mengenal berbagai jenis tumbuhan yang mereka gunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang mereka derita. Cara pengobatan ini kemudian dipraktekkan secara turun temurun dan menjadi tradisi yang khas di setiap daerah dan suku di Indonesia. Kekhasan ini selain disebabkan perbedaan kondisi alam terutama vegetasi di masing-masing wilayah juga disebabkan perbedaan falsafah budaya yang melatarbelakanginya.

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan bahan baku tumbuhan obat karena sumberdaya tersebut tersimpan di dalam hutan dan belum termanfaatkan dengan baik. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat. Dari Sekian banyak jenis tumbuhan obat, baru 20-22% yang dibudidayakan, sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung (ekplorasi) dari hutan (Nugroho, 2010).

Kecenderungan masyarakat menggunakan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan obat terus meningkat. Produk berbahan baku yang berasal dari tumbuhan dinilai relatif lebih aman dan ramah lingkungan dibanding dengan produk berbahan aktif kimia (Balfas & Willis, 2009). Perkembangan terakhir menunjukkan, peningkatan permintaan akan produk tumbuhan obat tidak hanya sebatas peningkatan kuantitas tumbuhan yang telah biasa digunakan tetapi berkembang kearah bertambahnya jenis tanaman yang digunakan dan ragam produk yang dihasilkan. Sebahagian besar bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dipanen secara langsung dari alam (Pribadi, 2009)

(21)

2 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Manusia tidak lepas dari pengaruh alam sekitarnya, terutama faktor lingkungan yang berkaitan dengan tumbuhan. Sehubungan dengan peranan tumbuhan yang berperan secara langsung misalnya untuk bahan pangan, papan, sandang, obat-obatan dan sebagainya, tetapi juga ada yang berperan secara tidak langsung dan umumnya berkaitan dengan upacara adat atau ritual yang berkaitan dengan aktifitas sosial masyarakat setempat (Munawaroh & Purwanto, 2000).

Pengumpulan informasi mengenai sumberdaya nabati di kawasan Sumatera terus dilakukan, mengingat keanekaragaman flora di kawasan ini. Selama ini informasi mengenai sumberdaya tumbuhan ini sering dijadikan bahan dalam pengembangan jenis-jenis yang bernilai ekonomi tinggi ataupun sebagai sumber komponen bioaktif yang sangat penting dalam dunia modern. Masyarakat tradisional dan modern hingga saat ini masih banyak menggunakan obat tradisional yang bersumber dari alam dan sebagian dari tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat potensial (Munawaroh & Purwanto, 2000).

Kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya suku yang sudah jelas terdefenisi, sehingga diduga kemungkinan besar persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap sumberdaya nabati di lingkungannya berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional (Kuntorini, 2005). Budaya masyarakat suku Angkola yang tinggal di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dikenal beberapa jenis tumbuhan obat yang biasa digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Cara pengobatan ini sampai sekarang masih dipraktekkan terutama oleh masyarakat kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru. Selain itu, sebahagian tumbuhan obat juga digunakan untuk upacara-upacara adat suku Angkola. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk dapat menggali dan mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat dalam upaya pelestarian tumbuhan tersebut.

(22)

3 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengetahuan masyarakat Angkola terhadap pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional.

2. Jenis-jenis tumbuhan apakah yang digunakan sebagai obat tradisional pada masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menginventarisasi tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat tradisional oleh masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

2. Menganalisis nilai guna pemanfaatan setiap jenis tumbuhan, dan nilai guna relatif setiap nara sumber.

3. Menganalisis indeks kepentingan budaya (Index of Cultural Significance). 4. Menganalisis degradasi pengetahuan yang terjadi pada suatu kelompok

masyarakat atau etnik.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Masukan kepada masyarakat agar mengetahui informasi tentang jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.

2. Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat- obatan secara alami, serta memberikan informasi tentang degradasi pengetahuan dan kepentingan budaya yang terjadi dimasyarakat suku Angkola.

3. Bahan literatur tambahan dalam pengobatan suatu penyakit bagi masyarakat.

(23)

4 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnobotani Tumbuhan Obat

Etnobotani didefenisikan sebagai suatu studi yang menjelaskan hubungan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan yang secara keseluruhan menggambarkan peran dan fungsi tumbuhan dalam suatu budaya. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani tradisional yang dimiliki masyarakat setempat (Dharmono, 2007).

Etnobotani tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk interaksi antara masyarakat dengan lingkungan alamnya. Interaksi pada setiap suku memiliki karakteristik tersendiri dan bergantung pada karakteristik wilayah dan potensi kekayaan tumbuhan yang ada. Pengkajian tumbuhan obat menurut etnobotani suku tertentu dimaksudkan untuk mendokumentasikan potensi sumberdaya tumbuhan obat dan merupakan upaya untuk mengembangkan dan melestarikannya (Hastuti et al, 2002).

2.2. Tumbuhan Obat

Pengertian Obat menurut PerMenKes RI. No.949/MenKes/Per/VI/2000, adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pengingkatan kesehatan, dan kontrasepsi.

Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sariaan (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun

(24)

5 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Menurut Zein (2005), sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat saat ini disebut dengan Herbal Medice atau Fitofarmaka.

Tumbuhan obat mempunyai khasiat yang bekerja sebagai antioksidan, antiradang, analgesik, dan lain-lain, mengarah pada penyembuhan suatu penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya kandungan bahan kimia tumbuhan obat yang berasal dari metabolisme sekunder. Setiap tumbuhan menghasilkan bermacam-macam senyawa kimia yang merupakan bagian dari proses normal dalam tumbuhan (Andrianto, 2011). Menurut Widyaningrum (2011), beberapa jenis tumbuhan yang diketahui mempunyai kandungan bahan kimia dan khasiat tumbuhan obat dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :

(25)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

No Nama Ilmiah Nama Tumbuhan

Bahan Kimia Khasiat Mengobati Penyakit

1 Aloe vera L. Lidah buaya Aloin, barbaloin, isobarbaloin, aloeemodin, aloenin, aloesin.

Sakit kepala, sembelit, kejang pada anak, batuk, kencing manis, peluruh haid, dan penyubur rambut.

2 Apium graveolens L. Seledri Protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, dan C, serta apiin.

Hipertensi, sakit maag, reumatik.

3 Curcuma longa L. Kunyit Kurkumin, desmotoksikumin, bisdesmetoksikurkumin, minyak atsiri yaitu keton sesquiterpen, turmeron, tumeon, zingiberin, feladren, sabinen, borneol, dan sineil, lemak, karbohidrat, protein, pati, vitamin C, dan garam mineral.

Diabetes mellitus, tifus, usus buntu, disentri, sakit keputihan, haid tidak lancer, memperlancar ASI, amandel.

4 Curcuma xanthorhiza Roxb

Temulawak Curcumin, minyak atsiri yaitu kamfer, sikloisopren, nirsen, p-tolil metil karbinol, dan xanthorhiza.

Limfa, sakit ginjal, asma, sakit kepala, maag, sakit perut pada waktu haid, memperbanyak ASI, sembelit, kurang nafsu makan. 5 Datura metel L. Kecubung Hiosin, c-oksalat, zat lemak, atropine, dan skopolamin. Asma, rematik, sakit pinggang, ,

pegel linu, bisul, dan eksem. 6 Guazuma ulmifolia

Lamk

Jati Belanda Tanin, lendir, zat pahit, dan damar. Sakit perut, kegemukan.

7. Morinda citrifolia L. Mengkudu Morindadiol, morindone, morindin, damnacanthal, metal asetil, asam kapril, dan sorandiol.

Hipertensi, sakit kuning, demam, batuk, sakit perut.

8. Orthosiphon aristatus Miq

Kumis Kucing

Orthosiphon glikosida, zat samak, minyak atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonin, garam kalium, dan myoinositol.

Infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, kencing batu, encok, peluru air seni, menghilangkan panas.

9 Phaseolus radiates L. Kacang Hijau

Saponin, flavonoida, dan polifenol. Beri-beri, demam nifas, pelancar air seni, jantung lemah, dan kurang darah.

10 Psidium guajava L. Jambu biji Tanin, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin, dan vitamin.

Diabetes mellitus, maag, diare, masuk angin, beser, sariawan, sakit kulit, luka baru.

Tabel 2.1. Kandungan Bahan Kimia Tumbuhan Obat

(26)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.3. Potensi Tumbuhan Obat Sumatera Utara

Indonesia merupakan salah satu Negara Mega Diversity untuk tumbuhan obat di dunia. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah Brazil. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Asia (Ilyas, 2010).

Menurut Ditjen POM ada 283 spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar digunakan oleh industri obat tradisional di Indonesia. Diantaranya 180 spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika. Kekayaan alam Indonesia telah terbukti mampu menghidupi masyarakat penghuninya. Masyarakat lokal memiliki pengertian yang dalam akan manfaat berbagai jenis tumbuhan lokal. Tidak kurang dari 400 etnis masyarakat Indonesia yang erat kehidupannya dengan alam dan memiliki pengetahuan tradisional yang tinggi dalam memanfaatkan tumbuhan obat untuk peralatan kesehatan. Menurut laporan badan Pusat Statistik Republik Indonesia, produksi tanaman obat Sumatera Utara tahun 2009 adalah nomor urut 5 setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung yakni 12,089,652 Kg. Ada berbagai jenis tanaman obat yang unggul di Sumatera Utara yang tersebar di beberapa Kabupaten dan Kotamadya. Tanaman obat tersebut adalah jahe, kunyit, lengkuas, kencur dan temulawak (Ilyas, 2010).

2.4. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional

Menurut Katno & Pramono (2001), obat tradisional atau tumbuhan obat memilki beberapa kelebihan antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam satu ramuan dengan komponen berbeda memilki efek saling mendukung, pada satu tanaman memilki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Obat tradisional atau tumbuhan obat bermanfaat

7

(27)

8 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

dan aman jika digunakan dengan tepat, ketepatan penggunaan obat tradisional meliputi beberapa hal yaitu :

a. Ketepatan Dosis

Beberapa tumbuhan mempunyai ambang batas dosis yang memberikan khasiat. Mengkonsumsi tumbuhan obat dengan dosis tertentu, memang tumbuhan obat tersebut mampu mengatasi keluhan. Namun, bukan berarti jika dosis ditambah, secara otomatis juga berdampak positif. Beberapa penelitian justru menunjukkan khasiat sebaliknya. Tumbuhan obat bisa saja menjadi racun yang justru melemahkan kesehatan tubuh orang yang mengkonsumsinya. Tepatnya ukuran dosis sangat penting, terutama untuk tumbuhan obat yang diekstrak. Jika mengonsumsinya melebihi dosis walaupun 1 gram bias sangat berbahaya. Lain halnya jika tumbuhan obat tersebut hanya direbus karena relatif lebih aman. Proses perebusan menyebabkan bahan aktif yang terkandung dalam ramuan tersebut relatif lebih kecil. Itulah sebabnya, beberapa pakar tanaman obat menganjurkan agar satuan ukuran harus jelas dan tepat.

Anjuran itupun sulit dipenuhi karena ramuan tumbuhan obat umumnya merupakan warisan nenek moyang. Zaman dulu mereka tidak mengenal satuan bobot tertentu yang akurat dan bersifat universal, seperti gram dan ons. Sebagai gantinya, mereka memanfaatkan satuan tertentu seperti genggam atau potong untuk menakar bahan baku obat. Umumnya bahan-bahan yang menggunakan satuan genggam memiliki ukuran yang kecil. Genggaman yang diacu adalah genggaman orang dewasa. Ramuan tumbuhan obat biasanya jarang yang dimanfaatkan sendiri, biasanya didampingi bahan lain. Contohnya pengobatan penyakit malaria tidak cukup diberi ramuan untuk mengatasi plasmodium tetapi penderita juga diberi temu hitam untuk membangkitkan selera makan atau sabiloto untuk menurunkan suhu tubuh (Duryatmo, 2011).

(28)

9 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

b. Ketepatan Waktu Penggunaan

Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin, beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe puyang sepanjang masa kehamilan. Setelah dilakukan penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi otot pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin di dalamnya. Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan itu, sebaiknya bagi wanita hamil minum jamu cabe puyang di awal kehamilan untuk menghindari resiko keguguran dan minum jamu kunir asem saat menjelang persalinan untuk mempermudah proses persalinan (Katno, 2008).

c. Ketepatan Cara Penggunaan.

Satu tumbuhan obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung, jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan atau mabuk (Sari, 2006).

d. Ketepatan Pemilihan Bahan

Keracunan sering terjadi antara tumbuhan ngokilo (Gynura segetum Luor) yang dianggap sama dengan keji beling, daun sambung nyawa (Gymnurae procumbensis) dengan daun dewa (Gynura procumbens (Lour) Merr). Akhir-akhir ini terhadap tumbuhan kunir putih, dimana 3 jenis tumbuhan yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria, dan Kaempferia rotunda) sering kali sama-sama disebut

(29)

10 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

sebagai “ kunir putih “ yang sempat mencuat kepermukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker (Ilyas, 2010).

e. Pemilihan Tumbuhan Obat (Ramuan)

Ada beberapa tumbuhan obat yang secara empiris dinyatakan sama. Komponen tumbuhan obat untuk pelangsing, terdiri dari : kulit kayu rapet, dan daun jati belanda, daun jungrahap, rimpang kunyit dan temu lawak. Formulasi ini menggambarkan nafsu makan ditingkatkan oleh temu lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defekasi dinetralisir oleh temu lawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi proses pelangsingan sedangkan proses defekasi dan dieresis tetap berjalan sebagaimana biasa (Ilyas, 2010).

2.5. Sejarah Angkola

Angkola berasal dari nama sungai Batang Angkola yang diberi nama seorang penguasa yang sangat bengis yang berasal dari India Selatan yang bernama Rajendra Kola (Ang Kola – yang dipertuan Kola). Masuk Melalui Padang lawas, dan sempat mendirikan peradaban di Portibi di sekitar tahun 1100 M. Di sebelah Selatan Batang Angkola diberi nama Angkola Jae (hilir) dan di sebelah utara sungai Batang Angkola diberi nama Angkola Julu (hulu). Bangsa Phoenic merupakan bangsa pelaut unggul, yang di zaman dahulu oleh Sulaiman diajak bekerja sama dalam perdagangan dunia yang lebih luas dengan menggunakan armada laut (tenaga layar angin) di zaman Raja Tyrus dari Sidon. Kapal layar Bangsa Phoenic yang disebut dengan PEHERU. Sampai hari ini orang Sumatera masih tetap menggunakan kata perahu untuk kapal layar. Kemungkinan besar tulisan Batak tersebut diciptakan akibat adanya interaksi perdagangan dengan bangsa Phoenic dan bangsa Yahudi dengan masyarakat Debata (batak) dengan bangsa ini sejak abad sebelum masehi (Adolfo, 2008).

(30)

11 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Seperti tertulis dalam sejarah bahwa Sulaeman pernah berkongsi dagang bersama Raja Tyrus untuk mendapatkan kemenyan, rempah-rempah, kapur barus dan emas dari Land of God (tanah Tuhan, tanah Debata yang kemudian orang Eropah di abad 18 menyebut dengan tanah Batak dikutip dari sejarah Sumatera, Marsden) yang waktu tempuhnya 3 tahun pulang pergi. Kita tahu bahwa Angkola dan Mandailing adalah penghasil kemenyan/sekko yang banyak digunakan oleh orang-orang zaman dulu untuk acara ritual agama (Adolfo, 2008).

Pada suku angkola dikenal Dalian Na Tolu yang artinya adalah “ Kehidupan Yang Tiga” dimana kesetaraan kehidupan berdasarkan DNA garis keturunan yaitu Kahanggi (garis keluarga Bapak), Mora (garis keluarga Ibu) dan Anakboru (garis keluarga saudara perempuan keluarga Bapak) (Harahap, 2004).

Setelah ribuan tahun kerajaan Debata hancur berantakan diserang dan dijajah oleh India Selatan di abad-11 (dengan peninggalan prasasti Lobu Tua dan Portibi), yang kemudian memaksakan sistem sosial Hindu dengan istilah "surat tumbaga holing" yang banyak diadopsi orang Batak di abad pertengahan. Sistem sosial ini menyebabkan masyarakat Batak terjebak dalam budaya perbudakan dengan aturan surat tumbaga holingnya yang mencoba menggilas peradaban asli yang diciptakan oleh Ompu Raja Debata. Perpecahan pun terjadi dan mengakibatkan munculnya kerajaan-kerajaan kecil serta terjadi perbudakan besar-besaran di tanah Debata. Raja-raja di Toba menyerang keRaja-rajaan-keRaja-rajaan yang lebih kecil untuk dijadikan "Hatoban atau Jappurut" kemudian dijual ke Sumatera Timur dan Selat Malaka sebagai budak. Saat ini Angkola adalah tempat atau daerah yang ditempati oleh suku-suku Batak yang berasal dari daerah Sianjur Mula-Mula dan Dairi, yang mayoritas dari turunan Ompu Raja Debata dari group marga Ompu Guru Tetea Bulan seperti Sagala, Siregar, Pulungan, Harahap dan Lubis (Baumi, 1984).

(31)

12 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Deskripsi Area

Penelitian dilakukan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kecamatan ini terletak pada 1022’0,3” Lintang Utara dan 99014’0,3” Lintang Timur dengan luas wilayah 22,342 km2. Kecamatan ini berlokasi pada ketinggian 390 m dari permukaan laut. Topografi wilayahnya yang berupa lembah yang dikelilingi oleh Bukit Barisan, dengan mata pencaharian penduduknya pada umumnya adalah di bidang pertanian dan perkebunan. Jumlah penduduknya sebanyak 16.349 jiwa dengan jumlah kepadatan penduduk 732 jiwa/km2. Kantor ibukota Kecamatan Hutaimbaru berada di Hutaimabaru, dengan jarak Kantor Camat ke Kantor Walikota Padangsidimpuan 6 Km (BPS, 2010).

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru terdiri dari lima desa dan lima kelurahan yang mayoritas penduduknya adalah suku Angkola. Kecamatan tersebut terdiri dari Desa Partihaman Saroha, Desa Sabungan Sipabangun, Desa Singali, Desa Huta Padang, Desa Tinjoman dan Kelurahan Hutaimbaru, Kelurahan Palopat Maria, Kelurahan Sabungan Jae, Kelurahan Lubuk Manik, Kelurahan Lubuk Raya.

Batas-batas Kecamatan Hutaimbaru :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padangsidimpuan Utara

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu.

(32)

13 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2012. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan Propinsi Sumatera Utara, dengan penduduk mayoritas adalah Etnik Angkola.

3.3. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terbagi dalam dua bagian yaitu peralatan untuk wawancara dan peralatan untuk pengumpulan data taksonomi. Peralatan untuk wawancara antara lain alat perekam suara, alat tulis dan kamera digital. Alat-alat untuk pengumpulan data taksonomi antara lain kantong plastik berbagai ukuran, penggaris, parang, gunting stek, buku-buku identifikasi tumbuhan obat, buku lapangan, pensil. Bahan-bahan yang digunakan antara lain daftar kuesioner. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

3.4. Survei Etnobotani

Secara garis besar metode yang dilakukan pada penelitian ini merupakan gabungan metode penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Metode penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei melalui cara menyebar kuisioner (angket) yang telah diuji validitas, reliabilitasnya dan dilanjutkan dengan penelitian kualitatif. Pada tahap ini juga dilakukan wawancara terbuka. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah metode random sampling (Sugiyono, 2010). Tokoh yang dipilih melalui metode ini untuk diwawancarai adalah tabib dan dukun beranak. Dari observasi awal ini diketahui data-data calon informan untuk tahap selanjutnya yang layak diwawancarai berdasarkan rekomendasi tabib dan dukun beranak. Setelah observasi awal, dilakukan penelitian kuantitatif yaitu pengumpulan data tentang tumbuhan obat kepada penduduk dengan cara wawancara semi terstruktur.

(33)

14 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Sesudah pengumpulan data, dilakukan pengumpulan spesimen tumbuhan yang diambil langsung di lokasi tumbuhnya dengan dibantu oleh seorang informan kunci. Spesimen dikoleksi, difoto dan diidentifikasi. Analisis dilakukan dalam bentuk pendekatan kualitatif (Rugayah, 2004).

3.5. Jumlah Sampel

Pengambilan sampel sebagai responden diambil dari jumlah populasi masyarakat Angkola dari setiap desa di kecamatan Hutaimbaru.

Menurut Sugiyono (2010), jika jumlah populasi penduduk kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru adalah 16.349 jiwa, dengan menggunakan tingkat kesalahan 5 % maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 342 jiwa, sedangkan untuk masing-masing desa/kelurahan diambil sampel sebagai berikut :

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

No Desa/Kelurahan Penduduk Perhitungan Sampel

1 Partihaman Saroha 950 950/16349 x 342 = 19,8 20

2 Hutaimbaru 2704 2704/16349 x 342 = 56,4 56

3 Palopat Maria 2429 2429/16349 x 342 = 50,8 51 4 Sabungan Jae 1771 1771/16349 x 342 = 37,04 37 5 Lembah Lubuk Manik 2101 2101/16349 x 342 = 43,9 44 6 Sabungan Sipabangun 1610 1610/16349 x 342 = 33,6 34

7 Singali 676 676/16349 x 342 = 14,1 14

8 Huta Padang 1620 1620/16349 x 342 = 33,8 34

9 Lubuk Raya 1354 1354/16349 x 342 = 28,3 28

10 Tinjoman 1134 1134/16349 x 342 = 23,7 24

Jumlah 16349 342

[image:33.612.114.533.388.575.2]
(34)

15 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

3.6. Pengumpulan Data

Untuk mengetahui data tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional di lokasi penelitian dilakukan dengan cara :

1. Mencari data tentang informan kunci dan jumlah masyarakat Angkola sebagai langkah pertama dalam pengambilan sampel di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, Kota Padangsidimpuan.

2. Wawancara dan kuesioner (Angket). Wawancara ditujukan kepada penduduk setempat antara lain: tabib, dukun, masyarakat/keluarga yang mengetahui dan menggunakan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari dan penjaja ramuan tumbuhan obat di pasar-pasar tradisional di lokasi penelitian. Kuesioner sebelum disebarkan kepada responden terlebih dahulu akan diuji kelayakannya menggunakan uji validitas dan realibitas. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Wawancara pertama untuk mendapatkan data tumbuhan sebagai tumbuhan obat tradisional dan kegunaannya berasal dari informan kunci, selanjutnya wawancara dilakukan terhadap masyarakat Angkola yang dibagi kedalam tiga kelompok umur dengan pembagian sebagai berikut, kelompok A dengan rentang umur 15 sampai 29 tahun, kelompok B dengan rentang umur 30 sampai 49 tahun, kelompok C dengan rentang umur 50 tahun, hal ini dilakukan untuk menggali pengetahuan mereka tentang obat-obatan tradisional. Rincian kelompok umur dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

(35)

16 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Tabel 3.2. Rincian Kelompok Umur Sampel Tiap Desa/ Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

No Desa/Kelurahan

Kelompok Umur

Sampel A

(15-29 tahun)

B (30-49 tahun)

C

(≥ 50 tahun)

1 Partihaman Saroha 5 10 5 20

2 Hutaimbaru 14 28 14 56

3 Palopat Maria 12 27 12 51

4 Sabungan Jae 9 19 9 37

5 Lembah Lubuk Manik 11 22 11 44

6 Sabungan Sipabangun 8 18 8 34

7 Singali 3 8 3 14

8 Huta Padang 8 18 8 34

9 Lubuk Raya 7 14 7 28

10 Tinjoman 6 12 6 24

Jumlah 83 176 83 342

3. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan dari dekat, mencatat dan mengambil dokumen berupa foto dari setiap tumbuhan dicatat ciri-cirinya, nama lokalnya, bagian yang digunakan, cara penggunaan, kegunaan dan tempat tumbuhnya. Jenis-jenis tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya, diambil sampel, dan dibuat herbarium untuk diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan FMIPA USU.

3.7. Analisis Data

A. Pendekatan kuantitatif

Data yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai guna pemanfaatan setiap jenis tumbuhan (Uvis) dan nilai guna relatif setiap nara sumber (RUV) (Rugayah, 2004), Degradasi pengetahuan (D) yang terjadi, suatu kelompok masyarakat atau etnik serta Indeks Kepentingan Budaya atau Index of Cultural Significance (ICS) dengan analisis data sebagai berikut :

[image:35.612.129.530.128.405.2]
(36)

17 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

a. Nilai Guna

s is s i UV UV 

Dimana : UVs = jumlah nilai total dari suatu jenis

UVis = jumlah nilai guna jenis s yang diberikan oleh informan i

is = jumlah total informan yang diwawancarai untuk nilai guna jenis s

b. Nilai guna relatif (Relative-Use Value = RUV)

n s is i S UV UV RUV

 

Dimana: RUVi = nilai guna relatif informan i is

UV = nilai guna setiap jenis lokal s oleh informan i s

UV = nilai guna total setiap jenis lokal s dalam penelitian ini n

S = jumlah jenis lokal menurut informan i, untuk data ini dapat juga didasarkan pada dua atau beberapa informan

c. Index kepentingan budaya (Index of Cultural Significance)

n i ni

e

i

q

ICS

1

Dimana : untuk penggunaan n, q = nilai kualitas, i = nilai intensitas, e = nilai ekslusivitas .

(37)

18 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Perhitungan nilai dari suatu jenis tumbuhan dihitung berdasarkan parameter sebagai berikut:

Nilai q = nilai kualitas (Quality Value), dihitung dengan menggunakan cara memberikan skor atau nilai terhadap kualitas dari suatu jenis tumbuhan, sebagai contohnya : 5 = makanan pokok, 4 = makanan sekunder/tambahan + material primer, 3 = bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat-obatan, 2 = ritual, mitologi, rekreasi, etc; 1 = more recognition.

Nilai i = nilai intensitas (intensity value), yaitu menggambarkan intensitas pemanfaatan dari suatu jenis berguna dengan memberikan nilai, misalnya: nilai 5 = untuk sangat tinggi intensitasnya, nilai 4 = secara moderat tinggi intensitasnya, nilai 3 = medium intensitas penggunaannya, nilai 2 = rendah intensitas penggunaannya, dan nilai 1 = intensitas penggunaannya sangat jarang (minimal)

Nilai e = nilai eksklusivitas (exclusivity value), sebagai contoh: nilai 2 = paling disukai dan merupakan pilihan utama dan tidak ada duanya, nilai 1 = terdapat beberapa jenis yang ada kemungkinan menjadi pilihan, dan nilai 0,5 = sumber sekunder atau merupakan bahan yang sifatnya sekunder.

d. Penghitungan Degradasi Pengetahuan (D)

1    100%

 

C A C

D

2   100%

 

C B C

D

3   100%

 

C A B

D

Dimana : D (1,2,3,) = Degradasi Pengetahuan

∑ A = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh

(38)

19 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

kelompok umur A (15-29 tahun)

∑ B = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur B (30-49 tahun)

∑ C = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur C (≥ 50 tahun)

B. Pendekatan Kualitatif 1. Koleksi spesimen herbarium

Koleksi dan identifikasi spesimen jenis tumbuhan berguna dalam penelitian etnobotani. Koleksi spesimen tidak hanya berupa voucer spesimen herbarium yang digunakan untuk identifikasi, tetapi juga koleksi satu bagian tumbuhan (daun, bunga, buah, akar) atau bagian secara keseluruhan dari tumbuhan untuk keperluan analisis taksonomi. Pengambilan koleksi herbarium berupa voucer spesimen sangat penting karena merupakan catatan permanen dari suatu jenis tumbuhan berguna dan merupakan koleksi data etnobotani.

2. Identifikasi Tumbuhan

Pembuatan voucher spesimen herbarium berperan penting dalam penelitian etnobotani dan juga penting untuk menjaga kemungkinan tidak dapat melakukan identifikasi dilapangan, koleksi herbarium juga penting artinya untuk identifikasi in-situ bila diinginkan. Jenis-jenis tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya, diambil contohnya, dibuat herbariumnya untuk diidentifikasi di laboratorium Taksonomi MIPA USU. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan dimulai setelah spesimen kering dengan menggunakan buku acuan Flora (Steenis, 1972).

(39)

20 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Proses identifikasi awal di lapangan didasarkan pada penampakan morfologi. Bila memungkinkan diidentifikasi pada tingkat famili dan dilanjutkan ke tingkat genus dan nama jenisnya. Bila dalam pengambilan contoh herbarium tidak diketahui nama ilmiahnya atau masih ragu-ragu, maka diperlukan pembuatan spesimen herbarium untuk proses identifikasi di laboratorium.

Identifikasi suatu jenis tumbuhan, setiap bagian tumbuhan akan memberikan suatu karakteristik yang menjadi dasar pengidentifikasian termasuk bentuk, bentuk pertumbuhan, ukurannya, bentuk daun, posisi daun, sistem perakaran, dan lain-lain. Termasuk struktur reproduksi seperti bunga, biji, buah, dan bagian-bagian lainnya yang dapat membantu identifikasi suatu jenis tumbuhan.

(40)

21 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai Guna dan Nilai Guna Relatif Tumbuhan Obat

[image:40.612.117.522.338.701.2]

Hasil penelitian mengenai nilai guna, nilai guna relatif dan Indeks kepentingan budaya (Index of Cultural Significance) tumbuhan obat pada masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dapat dilihat padat Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai Guna, Nilai Guna Relatif dan Index of Cultural Significance

(ICS)

No Famili Nama Ilmiah Total UVis

Nilai Guna

UVs

RUVi ICS

1 Acanthaceae Andrographis paniculata 1940 5.673 6.107 28.5

2 Alliaceae Allium cepa 2192 6.409 6.107 39

3 Allium sativum 3242 9.479 6.107 54

4 Annonaceae Annona muricata 1674 4.895 6.107 31.5

5 Araceae Arenga pinnata 1886 5.515 6.107 33

6 Acorus calamus 1820 5.322 6.107 36

7 Areca catechu 1096 3.205 6.107 19.5

8 Asteraceae Ageratum conyzoides 1268 3.708 6.106 27

9 Blumea balsamifera 1052 3.076 6.107 24

10 Bromeliaceae Ananas comosus 799 2.336 6.108 19.5 11 Cariccaceae Carica papaya 1202 3.515 6.107 28.5 12 Caesalpiniaceae Cassia alata 1537 4.494 6.106 42 13 Crassulaceae Kalanchoe pinnata 1247 3.646 6.107 24 14 Cucurbitaceae Cucumis sativus 1534 4.485 6.107 24

15 Momordica charantia 1711 5.003 6.107 36

16 Euphorbiaceae Jatropha curcas 2065 6.038 6.107 52.5

17 Sauropus androgynus 694 2.029 6.107 19,5

18 Phylanthus urinaria 872 2.549 6.108 15

19 Manihot utilissima 818 2.393 6.104 19.5

20 Labiate Orthosiphon aristatus 2129 6.225 6.107 39

21 Pogostemon cablin 1224 3.579 6.107 27

22 Lauraceae Persea gratissima 1616 4.725 6.107 37.5 23 Leguminosae Vigna sinensis 836 2.444 6.108 19.5 24 Lythraceae Lawsonia inermis 1241 3.628 6.108 42 25 Malvaceae Hibiscus rosa-sinensis 1536 4.491 6.107 43.5

(41)

22 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

26 Urena lobata 782 2.287 6.106 19.5

27 Maryllidaceae Hymenocallis nitthoralis 727 2.126 6.106 19.5 28 Melastomatacae Melastoma candidum 640 1.871 6.108 15 29 Mimosaceae Leucaena leucocephala 1661 4.857 6.107 31.5 30 Moringacaea Moringa oleifera 799 2.336 6.107 19,5 31 Musaceae Musa paradisiaca 1566 4.579 6.107 31.5 32 Myrtaceae Syzygium aromaticum 2433 7.114 6.107 46.5

33 Syzygium polyanthum 1256 3.673 6.106 19.5

34 Oxalidaceae Averrhoa bilimbi 2703 7.904 6.107 46.5

35 Palmaceae Cocos nucifera 1871 5.471 6.107 45

36 Piperaceae Piper betle 2089 6.108 6.107 34.5

37 Piper nigrum 1272 3.718 6.109 24

38 Poaceae Imperata cylindrica 1670 4.883 6.107 33

39 Cymbopogon nardus 1265 3.699 6.107 19.5

40 Sacharum officinarum 605 1.769 6.107 19.5

41 Punicaceae Punica granatum 772 2.257 6.107 24 42 Rutaceae Citrus aurantifolia 2034 5.947 6.107 52.5 43 Santalaceae Henslowia frutescens 1521 4.447 6.107 24 44 Selaginellaceae Selaginella doederleinii 671 1.962 6.107 15 45 Solanaceae Physalis peruviana 1372 4.012 6.107 24

46 Solanum sanitwongsei 1487 4.348 6.107 27

47 Solanum lycopersicum 1279 3.739 6.108 19.5

48 Umbellifere Centella asiatica 1368 4 6.107 24 49 Thymelaeaceae Phaleria macrocarpa 2046 5.982 6.107 40.5 50 Zingiberaceae Zingiber purpureum 2419 7.073 6.107 46.5

51 Zingiber officinale 2522 7.374 6.107 64.5

52 Kaempferia galanga 2631 7.693 6.107 48

53 Zingiber aromaticum 1566 4.579 6.107 33

54 Alpinia galanga 1390 4.064 6.107 27

55 Costus speciosus 635 1.857 6.106 15

56 Curcuma xanthorhiza 1690 4.942 6.107 33

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai guna tumbuhan obat yang tertinggi dimiliki oleh tumbuhan Allium sativum dengan nilai 9,479 sedangkan nilai guna terendah dimiliki oleh tumbuhan Sacharum officinarum dengan nilai 1,769. Nilai guna relatif yang tertinggi terdapat pada Piper nigrum dengan nilai 6,109 dan nilai guna relatif terendah terdapat pada Manihot utilisima dengan nilai 6,104.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru paling banyak memanfaatkan Allium sativum untuk mengobati berbagai penyakit, baik penyakit ringan, maupun yang

Lanjutan Tabel 4.1.

(42)

23 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

berat. Masyarakat menggunakan bawang putih untuk menyembuhkan penyakit demam, batuk, luka, perut kembung, hipertensi, diabetes, asam urat.

Allium sativum selalu digunakan masyarakat sebagai bahan untuk ditambahkan ke dalam minyak pijit. Para tabib dan orang tua juga menggunakan Allium sativum sebagai penangkal gangguan makhluk halus, mereka percaya bahwa aroma Allium sativum yang cukup menyengat tidak disukai oleh makhluk halus. Selain sebagai obat dan penangkal, sejak dahulu Allium sativum merupakan pelengkap bumbu masak yang selalu dimanfaatkan masyarakat yang bertujuan agar aroma masakan lebih harum serta rasa masakan menjadi lebih enak. Hal ini sesuai dengan Rahmawati (2011), bawang putih merupakan salah satu bumbu dapur yang sangat berguna bagi kesehatan, dan memilki aroma dan rasa yang khas.

Allium sativum mempunyai khasiat yang paling banyak dibandingkan tumbuhan obat lainnya. Menurut Widyaningrum (2011), Allium sativum mengandung minyak atsiri, aliin, kalium, saltivine diallisulfide yang dapat berkhasiat menyembuhkan 18 jenis penyakit yaitu hipertensi, sakit kepala, flu, batuk, borok, disentri, luka, cacingan, migrain, nyeri haid, bisul yang baru tumbuh, sakit maag, asma, perut kembung, cantengan, embeyen, membantu mengeluarkan serpihan kaca atau duri, dan gigit serangga beracun. Selain itu Ningrum dan Meymurtie (2012), menyatakan Allium sativum juga mengandung protein, lemak, fosfor, zat besi, serta vitamin A, B1 dan C yang berguna dalam meningkatkan stamina tubuh. Kandungan sulfur pada Allium sativum dapat meningkatkan dan mempercepat kegiatan membran mucous di saluran pernapasan sehingga dapat membantu melegakan pernafasan. Allium sativum dapat menurunkan kolesterol penyebab hipertensi dan penyakit jantung. Khasiat Allium sativum yang tidak kalah pentingnya yaitu mengobati kanker terutama kangker perut dan usus besar, karena kandungan organosulfida membantu hati memproses senyawa kimia beracun penyebab kanker. Allium sativum juga dapat mengontrol gejala diabetes.

(43)

24 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Allium sativum mengandung allicin yang dipercaya berperan penting sebagai antimikroba. Allicin merupakan molekul tidak stabil, sehingga tidak ditemukan di dalam darah maupun urin meskipun dikonsumsi dalam jumlah banyak. Para ahli menganggap allicin-lah yang memiliki peran antimikroba pada bawang putih. Turunan allicin yang memiliki efek antimikroba adalah diallyl disulfides (DADS) dan

ajoene. Meski ada kandungan lain pada Allium sativum yang lebih stabil di dalam tubuh seperti S-allyl cystein (SAC), namun penelitian belum menunjukkan efek antimikroba (Anandika, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh Sacharum officinarum mempunyai nilai guna yang terendah karena masyarakat Angkola yang berada di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru jarang menggunakan Sacharum officinarum sebagai bahan obat. Sacharum officinarum biasanya dibuat sebagai jajanan yang disukai apalagi sewaktu cuaca panas. Sacharum officinarum yang sudah dikupas, dipotong kecil-kecil kemudian diberi pewarna, lalu dimasukkan dalam bungkus plastik. Sacharum officinarum dapat juga dijadikan minuman yang dapat menyegarkan tubuh dengan cara diperas diambil airnya. Hal ini sesuai dengan Widyaningrum (2011), Sacharum officinarum mengandung air gula yang berkadar hingga 20 %. Sacharum officinarum dapat berkhasiat menyembuhkan dan meredakan batuk, sakit panas, dan jantung berdebar.

. Nilai guna relatif tumbuhan yang tertinggi terdapat pada Piper nigrum dengan

nilai 6,109. Nilai tersebut merupakan hasil evaluasi seluruh pengetahuan penggunaan jenis tumbuhan oleh setiap responden dengan responden lain (Rugayah, 2004). Masyarakat Angkola menggunakan Piper nigrum untuk mengobati sakit kepala, disentri, dan gatal-gatal. Menurut Widyaningrum (2011), Piper nigrum mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, limonene, filandrena, alkaloid piperina, kavicina, piperitina, piperizina, zat pahit, dan minyak lemak.

(44)

25 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Nilai guna relatif yang terendah terdapat pada Manihot utilissima dengan nilai 6,104. Masyakat Angkola menggunakan Manihot utilissima sebagai obat luka. Masyarakat angkola lebih sering menggunakan daun Manihot utilissima sebagai sayur daripada menggunakannya sebagai obat. Sayur dari daun Manihot utilissima sudah merupakan makanan ciri khas pada masyarakat Angkola, apalagi pengolahannya yang khas yaitu daunnya ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasak bersama santan. Menurut Widyanngrum (2011), Manihot utilissima mengandung zat pati yang khasiat untuk mengobati rachitis, beri-beri, borok, dan mencret.

4.2. Index of Cultural Significance (ICS)

Hasil penelitian pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai Index Cultural Significance (ICS) yang tertinggi terdapat pada tumbuhan Zingiber officinale dengan nilai 64,5 dan nilai Index of Cultural Significance (ICS) yang terendah terdapat pada 4 jenis tumbuhan yaitu Costus specious, Melastoma candidium, Phylanthus urinaria, Selaginella deoderleinii yaitu 15.

Zingiber officinale mempunyai nilai kepentingan yang besar pada masyarakat

angkola dalam kehidupan sehari-harinya. Nilai Index of Cultural Significance (ICS) yang tinggi pada Zingiber officinale disebabkan karena Zingiber officinale mempunyai tingkat kegunaan dalam intensitas yang sering, dan lebih disukai masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru. Pengukuran nilai Index of Cultural Significance (ICS) dilakukan untuk menganalisis tingkat kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan berguna yang didasarkan pada keperluan masyarakat. Angka hasil perhitungan ICS menunjukkan tingkat kepentingan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat. Nilai ICS tersebut hanya menunjukkan nilai yang didasarkan pada skor yang diadaptasikan dengan nilai kegunaan, intensitas dan esklusifitasnya. Nilai ICS dihitung sesuai dengan nilai kuantitas (q), intensitas (i) dan esklusivitas (e) dari setiap jenis (Munawaroh et al, 2011).

(45)

26 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Masyarakat Angkola secara turun temurun telah lama memanfaatkan tumbuhan Zingiber officinale baik sebagai obat, bumbu masak, serta bahan minuman. Seperti dikemukakan Kuntorini (2005), bahwa Zingiber officinale sejak dulu memang dikenal luas sebagai obat yang dapat menyembuhkan penyakit, bahan penyedap masakan, serta minuman. Berdasarkan hasil survey, pengetahuan masyarakat dari berbagai etnis tentang pemanfaatan suku Zingiberaceae terutama Zingiber officinale sebagai obat tradisional sebagian besar diperoleh secara turun temurun, dan ada juga diperoleh dari tetangga atau media massa. Sutarto et al, (2003), juga menambahkan bahwa kegunaan Zingiber officinale semakin meluas baik sebagai bahan makanan, minuman, dan kosmetik.

Masyarakat Angkola memanfaatkan Zingiber officinale sebagai obat untuk menyembuhkan batuk, demam, perut kembung (masuk angin), luka, hipertensi. Menurut Putri (2011), penelitian modern telah membuktikan bahwa jahe bermanfaat menurunkan tekanan darah, membantu pencernaan, anti koagulan, mencegah mual, menurunkan kolesterol, meringankan kram perut, dan sebagai antioksidan. Zingiber officinale mengandung minyak atsiri terdiri dari zingiberin, kamferia, limonene, borneol, sineol, zingiberal, linalool, geraniol, kavikol, zingiberol, gingerol, dan shogaol (Maryani dan Suharmiati, 2006).

Nilai Index of Cultural Significance (ICS) yang terendah terdapat pada 4 jenis tumbuhan yaitu Costus specious, Melastoma candidium, Phylanthus urinaria, Selaginella deoderleinii. Masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru jarang menggunakan keempat jenis tumbuhan ini sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit, karena sebagian masyarakat lebih menyukai tumbuhan lain dalam mengobati penyakit dan sebagian masyarakat juga banyak yang belum mengetahui manfaatnya. Melastoma candidium, Phylanthus urinaria, dan Selaginella deoderleinii merupakan tumbuhan liar yang mempunyai habitat di hutan, di ladang, dan di pekarangan rumah sehingga kurang diperhatikan masyarakat. Begitu juga Costus specious, walaupun sebagian masyarakat sudah ada yang sengaja menanam

(46)

27 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

tumbuhan ini di pekarangan rumahnya sebagai tanaman hias namun mereka belum sepenuhnya tahu manfaat dari tumbuhan tersebut.

Keempat jenis tumbuhan yang mempunyai nilai Index of Cultural Significance yang terendah tersebut sebenarnya mempunyai kandungan kimia yang berkhasiat menyembuhkan beberapa penyakit. Selaginella deoderleinii mengandung alkaloid, phytosterol, dan saponin, yang berkhasiat untuk menghilangkan panas dan lembab, melancarkan aliran darah, anti toksik, penghenti pendarahan dan menghilangkan bengkak (Dalimartha, 2004). Daun Melastoma candidium mengandung saponin, flavonoida, dan tannin, berkhasiat sebagai pereda demam, penghilang nyeri, peluruh kencing, penghilang bengkak, pelancar aliran darah, dan penghenti pendarahan (Kusuma dan Zaky, 2006). Phylanthus urinaria mengandung zat vilantin, kalium, mineral, damar, dan zat penyamak, berkhasiat mengobati sakit kuning, malaria, demam, ayan, batuk, haid lebih , disentri, luka bakar, luka koreng, dan jerawat. Daun, batang, dan rimpang Costus specious mengandung saponin, polifenol, alkaloida, lafonoida. Batang dan daun Costus specious berkhasiat sebagai obat radang mata, penyubur rambut, penghilang gatal (Widyaningrum, 2011).

4.3. Degradasi Pengetahuan (D)

Hasil penelitian pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat setiap kelompok umur A, B, dan C pada masyarakat Angkola di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru (Lampiran 8, 9, dan 10) terjadi degradasi pengetahuan yang dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 4.2. Degradasi Pengetahuan Masyarakat Angkola di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.

Kelompok Umur

Jumlah Responden

ICS Degradasi Pengetahuan (D) %

1 A 83 1683 12,66

2 B 176 1767 8,30

3 C 83 1927 4,35

[image:46.612.114.532.632.700.2]
(47)

28 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan obat mengalami degradasi dimana kelompok umur A mengalami degradasi pengetahuan sebesar 12, 66 %, kelompok umur B mengalami degradasi pengetahuan sebesar 8,30 %, sedangkan kelompok umur C mengalami degradasi pengetahuan sebesar 4,35 %.

Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi pengetahuan kelompok umur A lebih besar dibandingkan kelompok umur B dan kelompok umur C. Hal ini diperoleh dari pengamatan, penelitian hasil angket di lapangan menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat umur semakin tinggi degradasi pengetahuan tentang tumbuhan obat. Pengetahuan kelompok umur A tentang tumbuhan obat masih kurang, terutama banyak jenis-jenis tumbuhan obat yang tidak dikenali. Ketidaktahuan tentang tumbuhan obat merupakan petunjuk interaksi antara remaja dan lingkungan menjadi jarang, bahkan mungkin sudah tidak pernah berinteraksi mengenai tumbuhan obat. Sebahagian tumbuhan obat di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru mulai sulit ditemukan, diduga karena terjadinya penebangan hutan, pertanian yang didominasi oleh tumbuhan yang sejenis seperti salak, dan karet serta kurangnya pembudidayaan tumbuhan obat tersebut baik dipekarangan maupun di ladang masyarakat.

Pada saat sekarang, di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru telah memiliki sarana kesehatan berupa puskesmas dan puskesmas pembantu, serta disetiap desa memiliki tenaga medis yaitu bidan desa. Hal ini menyebabkan masyarakat di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru lebih memilih berobat ke puskesmas atau ke bidan desa daripada memilih pengobatan tradisional sehingga penggunaan tumbuhan obat menjadi semakin kecil karena tergantikan oleh obat medis yang lebih praktis.

Menurut Rasna (2010), bahwa penyusutan pengetahuan tumbuhan obat dipengaruhi beberapa faktor yaitu (1) perubahan sosiokultural yaitu dari pengobatan

(48)

29 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

tradisional ke pengobatan modern sehingga penggunaan tumbuhan obat menjadi semakin kecil karena tergantikan oleh obat medis, sehingga perhatian masyarakat mulai bergeser dari pemakaian tumbuhan obat ke obat medis yang berakibat generasi berikutnya mulai kehilangan konsep kognitif tentang tumbuhan obat tersebut, (2) sosioekologi yaitu terjadinya perubahan sosial lingkungan seperti penebangan hutan, pembabatan, sawah dan sejenisnya ikut menyumbang berkurangnya tumbuhan obat, (3) sosioekonomi yaitu masyarakat lebih berpikir praktis dari sudut aspek ekonomi untuk kepentingan hidup daripada mengupayakan tumbuhan obat.

Faktor pendidikan juga berpengaruh terhadap penggunanaan tumbuhan obat. Berdasarkan hasil angket dilapangan, tingkat pendidikan paling tinggi terdapat pada kelompok umur A (Lampiran 4), sehingga meningkatnya pengetahuan tentang pengobatan modern yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pengobatan modern dianggap lebih praktis dan efisien sehingga keinginan untuk menggunakan dan memanfaatkan tumbuhan obat semakin berkurang. Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat secara tradisional di kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dapat dilihat pada Tabel 4.3.

(49)
[image:49.792.89.708.126.524.2]

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Tabel. 4.3. Jenis-Jenis Tumbuhan Yang digunakan Sebagai Bahan Obat Secara Tradisional No Famili Nama Ilmiah Nama

Daerah

Bagian Yang digunakan

Kandungan Kimia Khasiat sebagai Obat

1 Acanthaceae Andrographis paniculata

Sambiloto Seluruh bagian tumbuhan

Laktone yang terdiri dari deoksiandrografolit,

andrografolit, neoandrografolit, flafonoit, alkane, keton, aldehid, mineral, asam kersik dan damar.

Diare, gigi, demam, diabetes, hipertensi.

2 Alliaceae

Gambar

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru    Desa/Kelurahan Penduduk
Tabel 3.2. Rincian Kelompok Umur Sampel Tiap Desa/ Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru
Tabel 4.1. Nilai Guna, Nilai Guna Relatif dan Index of Cultural Significance (ICS) No Famili Nama Ilmiah Total Nilai RUVICS
Tabel 4.2. Degradasi Pengetahuan Masyarakat Angkola di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan obat dan pemanfaatannya oleh masyarakat disekitar Desa Panding Jaya Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang, bagian

Di Desa Sekabuk Kecamatan Sadaniang Kabupaten Pontianak, masyarakat secara tradisional mengobati berbagai macam penyakit dengan menggunakan tumbuhan yang ada disekitarnya sebagai

Masyarakat Kecamatan Kunto Darussalam menggunakan buah untuk obat yaitu sebesar 10%, bagian tumbuhan yang jarang digunakan sebagai obat adalah akar sebesar 7%,

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Di Kecamatan Wonotirto Kabupaten Blitar” dimana penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Jenis penyakit apa saja yang sering diderita masyarakat dan jenis tumbuhan obat apa saja yang sering digunakan?. No Jenis tumbuha

Di Desa Sekabuk Kecamatan Sadaniang Kabupaten Pontianak, masyarakat secara tradisional mengobati berbagai macam penyakit dengan menggunakan tumbuhan yang ada disekitarnya sebagai

Masyarakat Kecamatan Kunto Darussalam menggunakan buah untuk obat yaitu sebesar 10%, bagian tumbuhan yang jarang digunakan sebagai obat adalah akar sebesar 7%,

Kuisioner Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Hutan Diklat Tabo-Tabo Desa Tabo-Tabo, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep