PENGARUH PROSES PEMBUATAN DEKKE NANIURA
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
SKRIPSI
OLEH:
SILVIA AGUSTINA PURBA NIM 071501040
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PROSES PEMBUATAN DEKKE NANIURA
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SILVIA AGUSTINA PURBA
NIM 071501040
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH PROSES PEMBUATAN DEKKE NANIURA
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
OLEH:
SILVIA AGUSTINA PURBA NIM 071501040
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : Agustus 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195006121980032001 NIP 195008281976032002
Pembimbing II, Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt.
NIP 195006121980032001
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc.,Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195006071979031001 NIP 195304031983032001
Dra. Anayanti Arianto, M,Si., Apt.
NIP 195306251986012001
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura terhadap
Pertumbuhan Bakteri”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
Dekke Naniura adalah makanan tradisional pada masyarakat Batak yang
dibuat tanpa pemasakkan tetapi menggunakan larutan asam yang didiamkan
beberapa jam hingga daging ikan lunak dan dapat dikonsumsi. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menghitung angka lempeng total dan memeriksa jenis bakteri
yang pada Dekke Naniura. Pemberian larutan asam dengan konsentrasi yang
semakin meningkat dan waktu pendiaman semakin diperlama dapat menurunkan
jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Identifikasi jenis bakteri pada Dekke Naniura
menghasilkan bakteri jenis Lactobacillus sp. Hendaknya hasil penelitian ini
menjadi informasi kepada masyarakat tentang kandungan bakteri Dekke Naniura.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Jansen
Silalahi, M.App.Sc., Apt., yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat
dengan tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi
ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah
memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda St. O.
Purba dan Ibunda K. Haloho serta abang dan kakakku tercinta atas semua doa,
kasih sayang, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam
penyelesaian skripsi ini.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
PENGARUH PROSES PEMBUATAN DEKKE NANIURA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
ABSTRAK
Dekke naniura adalah salah satu makanan yang bahan dasarnya adalah ikan mas (Cyprinus carpio) yang diberi bumbu dan asam jungga, kemudian dibiarkan menjadi lunak tanpa dimasak sehingga jenis bakteri tertentu dapat tumbuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan berapa banyak koloni bakteri yang tumbuh dan bakteri jenis apa saja yang dapat ditemukan pada dekke naniura tersebut.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan mas (Cyprinus carpio), asam jungga, bawang merah, bawang putih, kemiri, kencur, kunyit, kecombrang, andaliman, dan garam. Penelitian dilakukan dengan pemberian larutan asam jungga dengan konsentrasi 25% v/b, 50% v/b, 75% v/b, dan 100% v/b serta bumbu pada proses pembuatan dekke naniura kemudian didiamkan selama 1, 2 dan 3 jam. Penghitungan koloni bakteri yang tumbuh pada daging ikan mas (Cyprinus carpio ) dan pada dekke naniura dilakukan dengan metode angka lempeng total sedangkan identifikasi bakteri pada daging ikan mas (Cyprinus carpio) dan pada dekke naniura dilakukan dengan pengecatan Gram bakteri dan pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan asam yang diberikan dan semakin lama dilakukan waktu pendiaman maka jumlah koloni bakteri yang tumbuh juga semakin berkurang. Angka lempeng total pada daging ikan mas yang diberi asam dengan konsentrasi 25% v/b, 50% v/b, 75% v/b, dan 100% v/b pada pendiaman 1 jam berturut-turut adalah 43x104, 37x104, 34x104, dan 28x104 cfu, pada pendiaman 2 jam dengan konsentrasi asam yang sama adalah 41x104, 36x104, 32x104 dan 26x104 cfu serta pada pendiaman 3 jam adalah 32x104, 23x104, 22x104 dan 16x104 cfu. Pada daging dekke naniura dengan konsentrasi asam yang sama untuk pendiaman 1 jam adalah 30x104, 24x104, 17x104 dan 15x104 cfu dan untuk pendiaman 2 jam adalah 28x104, 27x104, 13x104 dan 10x104 cfu serta untuk pendiaman 3 jam adalah 16x104, 13x104, 11x104, 10x104 cfu. Hasil identifikasi mikroba yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan asam dan bumbu pada pembuatan dekke naniura tetap mempertahankan kehidupan Lactobaccilus sp. sedangkan bakteri
Streptococcus sp. akan mati.
Kata kunci: dekke naniura ,ikan mas, bumbu, lactobaccilus sp., angka lempeng
THE INFLUENCE OF DEKKE NANIURA PROCESSING ON BACTERIAL GROWTH
ABSTRACT
Dekke naniura is a kind of food made from goldfish (Cyprinus carpio) with spices and asam jungga, then cured to soften without any cooking process which influence the bacterial growth. The aim of this research was to determine the amount and kind of bacteria found in this food.
The material used in this research are the flesh from goldfish (Cyprinus
carpio), asam jungga, onions, garlics, candlenuts, lesser galangals, turmerics,
torch gingers, sichuan peppers and salts. This research was done by giving the solution of asam jungga with concentration of 25%, 50%, 75% and 100% v/w in the process of dekke naniura then it was idled for 1, 2 and 3 hours. The colony of bacterial in gold fish-flesh and dekke naniura was measured by plate count method, whereas the indentification of bacterial was done by Gram-colouring and observation using microscope.
The result of this research showed that the higher concentration of given acid solution and the longer of idling time make the growth of colony bacterial decrease. Total count number for the flesh of goldfish with addition asam jungga solution with concentration of 25%, 50%, 75% and 100 % v/w in idling time for 1 hour respectively were 43x104, 37x104, 34x104, 28x104 cfu, for 2 hours were 41x104, 36x104, 32x104, 26x104 cfu and for 3 hours were 32x104, 23x104, 22x104, 16x104 cfu. Total count number for the flesh of dekke naniura in idling time for 1 hour were 30x104, 24x104, 17x104, 15x104 cfu, for 2 hours were 28x104, 27x104, 13x104, 10x104 cfu and for 3 hours were 16x104, 13x104, 11x104, 10x104 cfu. The identification of bacteria showed that the addition of asam jungga solution and spices in process of dekke naniura made Lactobacillus sp keep lived but
Streptococcus sp was death.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 2
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Uraian Ikan Mas ... 4
2.2 Keberadaan Mikroorganisme Pada Makanan ... 5
2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba ... 6
2.4 Pengaruh Pengolahan Makanan dengan Asam dan Garam terhadap Kandungan Mikroba pada Makanan ... 8
2.5 Bakteri ... 11
2.7 Lactobacillus ... 13
2.8 Fermentasi Makanan ... 14
2.9 Kegunaan Rempah-Rempah dalam Makanan ... 15
2.10 Dekke Naniura ... 16
2.10.1 Pengertian Dekke Naniura ... 16
2.10.2 Pembuatan Dekke Naniura ... 16
2.10.3 Bumbu Dekke Naniura ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Alat ... 19
3.2 Bahan ... 19
3.3 Pengambilan Bahan ... 20
3.4 Prosedur ... 20
3.4.1 Sterilisasi Alat ... 20
3.4.2 Pembuatan Media Bakteri ... 20
3.4.2.1 Pembuatan Media Plate Count Agar ... 20
3.4.2.2 Pembuatan Media Nutrient Agar ... 21
3.4.2.3 Pembuatan Media Macconkey Broth ... 21
3.5.2.1 Pembuatan Larutan Nutrient Broth ... 21
3.5.2.1 Pembuatan Larutan Peptone Dilution Fluid ... 21
3.4.3 Pembuatan Agar Miring ... 21
3.4.4 Pembuatan Dekke Naniura ... 22
3.4.5 Pemeriksaan Angka Lempeng Total Daging Ikan Mas .. 22
3.4.6 Pembuatan Angka Lempeng Total Dekke Naniura ... 23
3.4.7 Pemeriksaan Jenis Bakteri pada Dekke Naniura ... 24
3.4.8.1 Uji Biokimia Bakteri dalam Media
Macconkey Broth ... 24
3.4.8.2 Pembiakan Bakteri dalam Media Miring Nutrient Agar ... 25
3.4.8.3 Pembuatan Suspensi Bakteri ... 25
3.4.8.4 Pengujian Larutan Asam Jungga terhadap Suspensi Bakteri ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 27
4.1 Angka Lempeng Total Daging Ikan Mas ... 27
4.2 Pengaruh Pemberian Larutan Asam Jungga terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Daging Ikan Mas ... 27
4.3 Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh ... 29
4.4 Daya Hambat Larutan Asam Jungga Terhadap Pertumbuhan Bakteri Hasil Isolasi dari Dekke Naniura ... 31
4.5 Hasil Identifikasi Bakteri ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 36
5.1 Kesimpulan ... 36
5.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Larutan asam Jungga terhadap Jumlah
Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Daging Ikan Mas ... 28
Tabel 2. Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura terhadap Jumlah
Koloni Bakteri yang Tumbuh ... 30
Tabel 3. Data Daya Hambat Larutan Asam Jungga Terhadap Pertumbuhan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram tentang Pengaruh Pemberian Larutan Asam Jungga terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Daging
Ikan Mas ... 28
Gambar 2. Diagram tentang Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura
terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh ... 30
Gambar 3. Diagram Daya Hambat Larutan Asam Jungga terhadap
Pertumbuhan Bakteri Hasil Isolasi dari Dekke Naniura ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi Bahan Dekke Naniura ……… . 40
Lampiran 2. Foto Ikan Mas dan Asam Jungga ... 41
Lampiran 3. Foto Perlakuan Ikan Mas Pada Proses Pembuatan
Dekke Naniura ... 42
Lampiran 4. Foto Pewarnaan Bakteri ... 44
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total
Daging Ikan Mas ... 46
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Daging
Ikan Mas dengan Penambahan Larutan Asam Jungga ... 47
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Angka Lempeng Total Daging
Dekke Naniura ... 48
Lampiran 8. Foto Hasil Inkubasi Bakteri Daging Dekke Naniura
Pada Media MCB ……… 49
Lampiran 9. Diagram Alir Angka lempeng Total
Daging Ikan Mas ... . 50
Lampiran 10. Diagram Alir Angka Lempeng Total Daging Ikan
dengan Penambahan Larutan Asam Jungga ... 53
Lampiran 11. Diagram Alir Angka Lempeng Total Dekke Naniura ... 54
Lampiran 12. Diagram Alir Pengecatan Gram Bakteri Pada Daging
Ikan Mas ... 55
Lampiran 13. Diagram Alir Uji Biokimia Bakteri Daging Dekke Naniura 56
PENGARUH PROSES PEMBUATAN DEKKE NANIURA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
ABSTRAK
Dekke naniura adalah salah satu makanan yang bahan dasarnya adalah ikan mas (Cyprinus carpio) yang diberi bumbu dan asam jungga, kemudian dibiarkan menjadi lunak tanpa dimasak sehingga jenis bakteri tertentu dapat tumbuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan berapa banyak koloni bakteri yang tumbuh dan bakteri jenis apa saja yang dapat ditemukan pada dekke naniura tersebut.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan mas (Cyprinus carpio), asam jungga, bawang merah, bawang putih, kemiri, kencur, kunyit, kecombrang, andaliman, dan garam. Penelitian dilakukan dengan pemberian larutan asam jungga dengan konsentrasi 25% v/b, 50% v/b, 75% v/b, dan 100% v/b serta bumbu pada proses pembuatan dekke naniura kemudian didiamkan selama 1, 2 dan 3 jam. Penghitungan koloni bakteri yang tumbuh pada daging ikan mas (Cyprinus carpio ) dan pada dekke naniura dilakukan dengan metode angka lempeng total sedangkan identifikasi bakteri pada daging ikan mas (Cyprinus carpio) dan pada dekke naniura dilakukan dengan pengecatan Gram bakteri dan pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan asam yang diberikan dan semakin lama dilakukan waktu pendiaman maka jumlah koloni bakteri yang tumbuh juga semakin berkurang. Angka lempeng total pada daging ikan mas yang diberi asam dengan konsentrasi 25% v/b, 50% v/b, 75% v/b, dan 100% v/b pada pendiaman 1 jam berturut-turut adalah 43x104, 37x104, 34x104, dan 28x104 cfu, pada pendiaman 2 jam dengan konsentrasi asam yang sama adalah 41x104, 36x104, 32x104 dan 26x104 cfu serta pada pendiaman 3 jam adalah 32x104, 23x104, 22x104 dan 16x104 cfu. Pada daging dekke naniura dengan konsentrasi asam yang sama untuk pendiaman 1 jam adalah 30x104, 24x104, 17x104 dan 15x104 cfu dan untuk pendiaman 2 jam adalah 28x104, 27x104, 13x104 dan 10x104 cfu serta untuk pendiaman 3 jam adalah 16x104, 13x104, 11x104, 10x104 cfu. Hasil identifikasi mikroba yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan asam dan bumbu pada pembuatan dekke naniura tetap mempertahankan kehidupan Lactobaccilus sp. sedangkan bakteri
Streptococcus sp. akan mati.
Kata kunci: dekke naniura ,ikan mas, bumbu, lactobaccilus sp., angka lempeng
THE INFLUENCE OF DEKKE NANIURA PROCESSING ON BACTERIAL GROWTH
ABSTRACT
Dekke naniura is a kind of food made from goldfish (Cyprinus carpio) with spices and asam jungga, then cured to soften without any cooking process which influence the bacterial growth. The aim of this research was to determine the amount and kind of bacteria found in this food.
The material used in this research are the flesh from goldfish (Cyprinus
carpio), asam jungga, onions, garlics, candlenuts, lesser galangals, turmerics,
torch gingers, sichuan peppers and salts. This research was done by giving the solution of asam jungga with concentration of 25%, 50%, 75% and 100% v/w in the process of dekke naniura then it was idled for 1, 2 and 3 hours. The colony of bacterial in gold fish-flesh and dekke naniura was measured by plate count method, whereas the indentification of bacterial was done by Gram-colouring and observation using microscope.
The result of this research showed that the higher concentration of given acid solution and the longer of idling time make the growth of colony bacterial decrease. Total count number for the flesh of goldfish with addition asam jungga solution with concentration of 25%, 50%, 75% and 100 % v/w in idling time for 1 hour respectively were 43x104, 37x104, 34x104, 28x104 cfu, for 2 hours were 41x104, 36x104, 32x104, 26x104 cfu and for 3 hours were 32x104, 23x104, 22x104, 16x104 cfu. Total count number for the flesh of dekke naniura in idling time for 1 hour were 30x104, 24x104, 17x104, 15x104 cfu, for 2 hours were 28x104, 27x104, 13x104, 10x104 cfu and for 3 hours were 16x104, 13x104, 11x104, 10x104 cfu. The identification of bacteria showed that the addition of asam jungga solution and spices in process of dekke naniura made Lactobacillus sp keep lived but
Streptococcus sp was death.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Makanan adalah suatu kebutuhan bagi kehidupan. Tubuh manusia
membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan
penggantian jaringan. Makanan juga menyediakan bahan-bahan untuk membantu
mengatur reaksi-reaksi yang berlangsung selama proses tersebut. Salah satu jenis
dari makanan ini adalah makanan tradisional yang merupakan salah satu
peninggalan karya seni (Gaman dan Sherrington,1992 ;Marwanti, 1997).
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi yang penting bagi hidup
manusia. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama berupa protein,
lemak, vitamin dan mineral. Protein ikan menyediakan lebih kurang ⅔ dari
kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan
relatif lebih besar, yaitu antara 15-25%/100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan
terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh
manusia. Salah satu jenis ikan yang sering dikonsumsi masyarakat adalah ikan
mas (Cyprinus carpio), jenis ikan ini memiliki kadar protein tinggi yaitu 16 %
(Junianto,2003; Pribadi, 2002; Khomsan, 2010).
Pengolahan ikan mas untuk sumber pangan dapat dilakukan dengan cara
dimasak seperti digoreng ataupun tanpa pemasakan seperti fermentasi yang
dilakukan pada pembuatan dekke naniura. Dekke naniura adalah salah satu
makanan khas batak, berupa ikan mas yang diberi bumbu dan asam, kemudian
dibiarkan menjadi lunak tanpa dimasak. Proses yang demikian memungkinkan
bakteri asam laktat berkembang, contoh dari bakteri ini adalah Lactobacillus dan
Probiotik adalah mikroorganisme yang hidup yang secara aktif yang dapat
meningkatkan kesehatan dengan memperbaiki mikroflora di usus besar, salah satu
produk yang mengandung probiotik ini adalah yakult. Probiotik atau bakteri baik
dapat menghasilkan senyawa penghambat terhadap pertumbuhan bakteri gram
positif dan gram negatif sehingga mengendalikan pertumbuhan bakteri yang tidak
diinginkan di dalam saluran pencernaan (Tamime et al, 2005 ; Ray, 2005).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pertumbuhan koloni
bakteri yang dapat tumbuh dan mengidentifikasi jenis bakteri pada proses
pembuatan dekke naniura.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah proses pembuatan dekke naniura akan menghambat pertumbuhan
bakteri yang ada pada dekke naniura kecuali pertumbuhan bakteri
Lactobacillus sp?
1.3 Hipotesis
Proses pembuatan dekke naniura akan menghambat pertumbuhan bakteri
pada dekke naniura kecuali pertumbuhan bakteri Lactobacillus sp.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat tentang informasi kepada
masyarakat mengenai kandungan jumlah dan jenis bakteri yang ada pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Ikan Mas
Taksonomi Ikan Mas:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Superkelas : Pisces
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio L
Secara umum, karakteristik ikan mas memiliki bentuk tubuh yang agak
memanjang dan sedikit memipih ke samping (compressed). Sebagian besar tubuh
ikan mas ditutupi oleh sisik. Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan
(pharynreal teeth) sebanyak tiga baris berbentuk geraham (Pribadi, 2002).
Sirip punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip punggungnya
(dorsal) berjari-jari keras, sedangkan di bagian akhir bergerigi. Sirip ekornya
menyerupai cagak memanjang simetris. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe
2.2 Keberadaan Mikroorganisme Pada Makanan
Bahan pangan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain
itu, pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut
tidak layak dikonsumsi (Siagian, 2002).
Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi
langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti
tanah, udara, air, debu, saluran pencernaan, dan pernapasan manusia atau hewan.
Populasi mikroba pada berbagai jenis pangan umumnya sangat spefisik,
tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan dan cara
penyimpanannya (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
Ikan dan kerang membawa mikroflora normal di sisik, kulit dan saluran
pencernaan. Kualitas air, cara pemberian makan, dan penyakit dapat mengubah
jenis dan jumlah mikroba normalnya. Bakteri yang bersifat patogen pada ikan dan
kerang adalah Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, dan Vibrio cholera
(Ray, 2005).
Flora bakteri yang terdapat pada ikan yang ditangkap dalam keadaan segar
umumnya mengandung organisme gram negatif seperti Pseudumonas,
Acinetobacter, Vibrio, dan Flavobacterium dan gram positif seperti kelompok
Lactobacillus dan Micrococci. Perbandingan kedua jenis ini tergantung pada
musim, tempat, metode penangkapan dan faktor lingkungan. Mikroflora normal
telah mati, enzim akan disekresikan ke daging ikan seperti enzim endogen yang
mengautolisis jaringan setelah mati (Ray, 2005).
Pertumbuhan bakteri di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi
bahan pangan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang aktif yang
dapat menghidrolisa pati, menghidrolisa selulosa atau memfermentasi gula,
sedangkan mikroba lainnya menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa lemak
yang mengakibatkan terjadinya ketengikan atau merusak protein yang
menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lendir,
gas, busa, warna yang menyimpang, asam, dan racun (Winarno dkk, 1980).
2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dibagi menjadi 2
bagian yaitu faktor intrinsik yang meliputi nutrisi, faktor penunjang dan
penghambat pertumbuhan seperti senyawa antimikroba, pH, aktivitas air dan
potensi oksidasi-reduksi sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik adalah suhu
penyimpanan, kelembaban relatif, aktivitas mikroorganisme, dan kandungan
atmosfir (Ray, 2005; Jay, 2005).
Pertumbuhan mikroba membutuhkan pembentukkan senyawa seluler dan
energi. Kebutuhan nutrisi untuk proses ini diperoleh dari lingkungan mikroba itu
sendiri, makanan akan memberikan nutrisi pada mikroba. Nutrisi yang dibutuhkan
oleh mikroba meliputi karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.
Mikroorganisme mampu menggunakan molekul-molekul yang besar seperti pada
karbohidrat (pati atau selulosa), protein (kasein susu), dan lemak.,
molekul komplek ini menjadi bentuk yang lebih sederhana sebelum
ditransportasikan ke dalam sel (Ray, 2005).
Aktivitas air (aw) adalah suatu pengukuran ketersediaan air untuk fungsi
biologis dan berhubungan dengan ketersediaan air pada suatu makanan. Air dalam
makanan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, yaitu untuk
mentransportasikan nutrisi dan juga berperan dalam proses enzimatik seperti
hidrolisis polimer menjadi monomer (Ray, 2005).
Nilai aw bahan pangan segar adalah 0,99, sedangkan pada umumnya
bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh pada nilai aw dibawah 0,91. Nilai aw yang
berada dibawah nilai minimum untuk pertumbuhan mikroba tidak selalu membuat
bakteri mati, walaupun ada juga beberapa bakteri yang mati. Bakteri menjadi tidak
aktif tetapi masih bersifat menginfeksi (Forsythe, 2000; Purnomo, 1995).
Setiap mikroorganisme memiliki pH optimum dimana pertumbuhan
mikroorganisme itu optimal. Pada umumnya, nilai pH bahan pangan berkisar
antar 3,0 sampai 8,0 karena kebanyakkan mikroorganisme tumbuh pada pH
sekitar 5,0-8,0 maka hanya jenis-jenis tertentu yang ditemukan pada bahan
pangan yang mempunyai nilai pH rendah. Pergeseran pH makanan terhadap
waktu dapat mengakibatkan perubahan aktivitas mikroba (Bucle dkk, 2009;
Forsythe, 2000).
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen bakteri dapat digolongkan menjadi
bakteri aerob ataupun anaerob. Bakteri aerob membutuhkan oksigen bebas untuk
menghasilkan energi karena oksigen bebas bertindak sebagai penerima elektron
pada respirasi aerob. Bakteri anaerob fakultatif agar dapat menghasilakan energi
maka bakteri ini membutuhkan ketersediaan oksigen bebas, bakteri ini juga dapat
sebagai penerima electron pada respirasi anaerob. Jika tidak ada oksigen, senyawa
lain dapat digunakan untuk menerima elektron melalui fermentasi (Ray, 2005).
Berdasarkan kebutuhan suhu untuk tumbuh, bakteri dapat digolongkan
menjadi bakteri psikotroph, termofil, dan mesofil. Bakteri psikotroph dapat
tumbuh pada suhu rendah yaitu sekitar -5oC sampai 20oC dengan suhu
optimumnya adalah 15oC, bakteri termofil tumbuh pada suhu yang relatif tinggi
yaitu sekitar 45oC sampai 70oC, dan bakteri mesofil yang tumbuh pada suhu 10oC
sampai 45oC. Suhu penyimpanan merupakan faktor yang penting untuk mencegah
kerusakan bahan pangan (Jay, 2005).
Kelembaban udara relatif berhubungan dengan aktivitas air (aw), pangan
yang memiliki nilai aw rendah apabila ditempatkan pada lingkungan yang
mempunyai kelembaban udara relatif tinggi akan mudah menyerap air. Semakin
banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai aw sehingga pangan tersebut
mudah dirusak oleh bakteri. Sebaliknya, pangan yang mempunyai nilai aw tinggi
apabila ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban udara relatif
rendah akan mengalami kehilangan air sehingga nilai aw-nya akan menurun.
Akan tetapi, hal ini berakibat menurunkan mutu pangan tersebut karena terjadi
pengkerutan, seperti pada buah-buahan (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
2.4 Pengaruh Pengolahan Makanan dengan Asam dan Garam terhadap Kandungan Mikroba pada Makanan
Jumlah dan jenis mikroba pada bahan pangan juga dipengaruhi oleh
pengolahan bahan pangan itu sendiri. Salah satu pengolahan makanan yang sering
dilakukan dalam menjaga mutu makanan adalah dengan penggunaan asam dan
Asam-asam organik yang sering ditambahkan dengan sengaja dalam bahan
pangan , antara lain asam asetat, asam laktat, dan asam sitrat. Biasanya bahan
pengawet ini ditambahkan dalam jumlah tertentu yaitu lebih dari 1% (Nurwantoro
dan Djarijah, 1997).
Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan
penting yang bersifat antimikroba. Sifat tersebut karena penambahan asam akan
mempengaruhi pH, disamping itu karena adanya sifat keracunan mikroba yang
khas dari hasil urainya. Mikroba yang berspora pada umunya tidak dapat hidup
dan berkembang biak pada pH dibawah 4,0 seperti Clostridium botulinum tidak
dapat hidup di bawah pH 4,6 (Winarno, 1980).
Toksisitas asam yang ditimbulkan sangat bervariasi bergantung kepada
derajat disosiasinya dan kondisi keasamannya. Asam benzoat lebih efektif
terhadap khamir dan bakteri sedangkan kapang dapat dihambat pertumbuhannya
pada konsentrasi di atas 25 mg/l. Asam sorbat umunya digunakan dalam bentuk
garam kaliumnya, mempunyai aktivitas dengan spektrum yang luas terhadap
khamir dan kapang tetapi tidak efektif pada bakteri Lactobacilli, Staphylococci
dan Clostridia (Buckle dkk, 2009).
Jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein oleh
karena itu beberapa mikroba sensitif terhadap asam. Asam di dalam makanan
dapat dihasilkan dengan menambahkan kultur pembentuk asam atau
menambahkan langsung asam ke dalam makanan misalnya asam sitrat atau asam
benzoat (Winarno dkk, 1980).
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yaitu pH dimana
pertumbuhan bakteri maksimum yaitu sekitar 6,5-7,5. Pada pH dibawah 5,0 dan
rendah (dibawah 4,5) biasanya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri. Bakteri-bakteri
yang tidak tahan asam seperti bakteri Gram negatif yang berbentuk batang tidak
dapat tumbuh pada bahan pangan yang bersifat asam seperti yoghurt, keju dan
sauerkraut. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH rendah relatif lebih
tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH
netral atau mendekati netral (Bucke dkk, 2009; Fardiaz, 1992).
Garam memberikan sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada bahan
pangan, senyawa ini akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau
mikroorganisme proteolitik dan juga pembentuk spora adalah jenis
mikroorganisme yang paling mudah terpengaruh walaupun dengan kadar garam
yang rendah sekalipun (sampai 6%). Mikroba patogen kecuali Staphylococcus
aureus dapat dihambat oleh kadar garam hingga 10-12%. Mikroba halofilik
terutama Lactobacillus dan Leuconostoc dapat tumbuh cepat dengan adanya
garam. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan pada suhu
rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Buckle, 2009).
Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis)
membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmosis yang tinggi,
bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan
aw dari bahan tersebut menjadi rendah dan dapat mengurangi kelarutan oksigen,
sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya (Buckle, 2009).
2.5 Bakteri
Bakteri merupakan jenis mikroorganisme yang termasuk golongan
Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1.0 µm dan terdiri dari tiga
bentuk dasar yatu bentuk bulat atau kokus, bentuk batang atau basilus dan bentuk
spiral. Struktur bakteri terdiri dari dinding sel, membran sitoplasma, inti sel dan
ada kalanya ditemukan kapsul, flagella, dan spora (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan susunan dinding selnya, bakteri dibagi menjadi bakteri Gram
positif dan Gram negatif. Pada bakteri Gram positif, 90% dari dinding selnya
terdiri dari lapisan peptidoglikan, sedangkan lapisan tipis lainnya adalah asam
teikoat. Pada bakteri Gram negatif, hanya 5-20% dari dinding selnya terdiri dari
lapisan peptidoglikan, sedangkan lapisan lainnya terdiri dari protein,
lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992).
Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik dimana
pada metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat,
lemak dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk
pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).
Beberapa bakteri dapat mengoksidasi karbohidrat secara lengkap menjadi
CO2 dan H2O atau memecahnya menjadi asam, alkohol, aldehida atau keton.
Bakteri juga dapat memecah protein yang terdapat di dalam makanan menjadi
polipeptida, asam amino, amonia dan amin. Beberapa spesies tertentu dapat
memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Fardiaz, 1992).
2.6 Probiotik
Probiotik adalah mikroba yang hidup (aktif) dalam makanan yang
menguntungkan bagi kesehatan. Probiotik menyebabkan komposisi mikroflora
dalam kolon akan beruba. Populasi mikroba yang menguntungkan, terutama
bakteri yang merugikan terutama Eschericia coli dan Clostridium dihambat
(Silalahi, 2006).
Pendekatan probiotik adalah mengkonsumsi sel bakteri terutama penghasil
asam laktat, yakni Lactobacillus dan Bifidobacterium di dalam makanan atau
dalam bentuk suplemen makanan (Silalahi, 2006).
Cara meningkatkan aktivitas probiotik adalah dengan mengatur kondisi
sedemikian rupa sehingga mikroba yang bermanfaat mampu bertahan hidup
selama melewati saluran pencernaan. Tempat yang paling sulit dilalui adalah
lambung karena derajat keasaman yang tinggi, adanya asam empedu dan
kompetisi dengan mikroba dalam kolon. Saat ini makanan yang mengandung
bakteri asam laktat atau makanan sumber probiotik adalah hasil fermentasi susu,
yaitu yoghurt serta asinan sayur-sayuran dan buah-buahan (Silalahi, 2006).
Efek menguntungkan dari probiotik berasal dari kemampuan probiotik
untuk memberikan aksi perlindungan terhadap bakteri patogen, menyediakan
enzim untuk membantu metabolisme nutrisi makanan dan metabolit di usus halus,
menstimulasi sistem imun intestinal dan meningkatkan aktivitas peristaltik
intestinal (Ray, 2005).
2.7 Lactobacillus
Lactobacillus adalah bakteri asam laktat berbentuk batang dan termasuk
bakteri Gram positif. Spesies ini kebanyakkan bersifat homofermentatif dan
tumbuh dalam suasana anaerobik. Lactobacillus banyak terdapat pada produk
susu. Bakteri Lactobacillus bersifat lebih tahan dalam suasana asam dibandingkan
bakteri asam laktat lainnya dan dapat tumbuh dengan baik pada pH yang rendah
dengan menggunakan medium karbohidrat yang bersifat asam tinggi seperti
tomato juice-peptone agar. Sifat ketahanan lactobacillus dalam suasana asam
membuat bakteri ini dapat tumbuh pada fermentasi laktat bahkan pada saat
penurunan nilai pH yang drastis dan bakteri ini jarang bersifat patogen (Madigan
dan Martinko, 2006).
Contoh spesies dari Lactobacillus ini adalah Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus reuteri dan Bifidobacterium. Dalam kondisi normal bakteri-bakteri
ini akan mempertahankan keseimbangan ekologi mikroflora pada saluran
pencernaan dengan mengontrol laju pertumbuhan dari mikroflora yang tidak
diinginkan. Efek ini dihasilkan dari kemampuan bakteri untuk melakukan
metabolism asam laktat dan asam asetat dalam jumlah besar. Selain itu, bakteri ini
juga dapat menghasilkan senyawa penghambat, seperti Lactobacillus acidophilus
yang menghasilkan bacteriocin yang efektif untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif dan juga karena sensitivitas bacteriocin terhadap enzim
proteolytic saluran pencernaan maka bakteri ini dapat membatasi pertumbuhan
bakteri Gram positif yang tidak diinginkan. Bakteri Lactobacillus reuteri dapat
menghasilkan reuterine yang bersifat menghambat untuk pertumbuhan bakteri
Gram positif dan negatif (Ray, 2005).
2.8 Fermentasi Makanan
Fermentasi bahan pangan adalah hasil dari kegiatan mikroorganisme. Pada
proses fermentasi, mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya
oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku energi ini hanya sebagian yang dipecah
yang menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air dan produk akhir
besar asam laktat, asam asetat dan etanol. Mikroorganisme yang memfermentasi
bahan pangan yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat seperti
Lactobacillus sp dan Leuconostoc dan bakteri pembentuk asam asetat seperti
Acetobacter aceti (Buckle dkk, 2009).
Sifat-sifat bahan pangan hasil fermentasi ini ditentukan oleh mutu dan
sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, perubahan yang terjadi sebagai hasil
fermentasi mikroorganisme dan interaksi yang terjadi diantara produk dari
kegiatan-kegiatan tersebut. Fermentasi oleh organisme yang dikehendaki memberi
flavor, bentuk yang bagus (bouquet) dan tekstur bahan pangan yang telah
difermentasi. Pada beberapa fermentasi asam laktat, keasaman yang tinggi, pH
dan potensial redoks yang rendah yang dicapai menghambat pertumbuhan
organism lainnya dan perubahan kimia yang tidak diinginkan. Beberapa produk
hasil fermentasi adalah sauerkraut, pikel, green olives, sosis, produk serealia roti,
minuman beralkohol dan anggur (Buckle dkk, 2009).
2.9 Kegunaan Rempah-Rempah dalam Makanan
Pengawetan makanan banyak dilakukan untuk menjaga nilai nutrisi dan
stabilisitas makanan, hal ini dapat dilakukan dengan cara mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme patogen di dalam makanan. Pertumbuhan mikroba
pada makanan dapat dibatasi atau ditekan dengan cara penambahan bahan
tambahan yang sesuai seperti penambahan asam organik lemah, perlakuan secara
fisik seperti pengaturan suhu dan pembungkusan ataupun mengatur pH dari
makanan tersebut. Salah satu cara untuk membatasi pertumbuhan mikroba pada
makanan dapat dilakukan dengan penggunaan rempah-rempah pada makanan
Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi
masyarakat Indonesia. Sebagian besar rempah-rempah mempunyai daya guna
ganda yaitu untuk meningkatkan aroma dan cita rasa makanan yang dihasilkan.
Rempah-rempah dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Efek penghambatan
mikroba oleh suatu jenis rempah bersifat khas. Beberapa jenis
rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat adalah
bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit dan lengkuas (Rahayu, 2000).
Penggunaan rempah-rempah dalam makanan dapat digunakan 1 jenis atau
bersamaan dengan bahan rempah-rempah lain. Penggunan rempah-rempah
bersamaan dengan bahan lain ditujukan untuk memperbaiki perbedaan rasa
hidangan. Rempah-rempah yang banyak digunakan dalam makanan adalah kunyit,
jahe, bawang merah, bawang putih, lada, andaliman, cabai, lengkuas dan kencur
(Srinivasan, 2005).
2.10 Dekke Naniura
2.10.1 Pengertian Dekke Naniura
Pada masyarakat Batak terdapat beberapa makanan tradisional yang
menggunakan ikan mas sebagai bahan dasarnya seperti Dekke Naniarsik dan
Dekke Naniura. Dekke Naniarsik adalah ikan yang diberi asam dan bumbu dan
dikeringkan dengan pemanasan. Naniura sering juga disebut dekke naniura
berasal dari kata dekke yang berarti ikan segar dan biasanya yang diperoleh dari
danau atau sungai dan naniura yang berarti diura. Naniura adalah masakan khas
Batak Toba yang mempunyai ciri khas ikan emas yang dihidangkan tanpa ada
proses memasak di api, tetapi hanya dengan membubuhi bumbu-bumbu yang
itulah yang membuat ikan mentah itu tidak terasa amis dan alot seperti ikan
mentah. Hampir setiap rumah mempunyai resep naniura sendiri, sehingga cukup
sulit mencari standar baku naniura (Karo-karo, 2011; Simanungkalit, 2009).
2.10.2 Pembuatan Dekke Naniura
Pembuatan dekke naniura dimulai dengan membersihkan ikan terlebih
dahulu dengan membuang seluruh bagian dalam dan sisik ikan, kemudian ikan
dibelah dari kepala hingga ekor lalu duri ikan dibuang. Ikan kemudian diasami
dan dibiarkan kurang lebih 3 jam. Kemiri digongseng, dibiarkan dulu, bawang
putih, bawang merah, kencur, andaliman masing-masing digiling halus secara
terpisah, lalu disisihkan dalam satu wadah tapi jangan disatukan. Kunyit diparut
dan sisihkan. Batang kecombrang dikukus, setelah matang ditumbuk sampai halus
lalu disisihkan dalam wadah terpisah. Seluruh bumbu kemudian ditumbuk.
Bumbu dimasukkan dan diolesi ke permukaan ikan dan dibiarkan selama 2 jam
hingga ikan benar-benar matang (Simanungkalit, 2009).
2.10.3 Bumbu Dekke Naniura
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan dekke naniura adalah
bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), asam jungga (Citrus
jambhiri), kemiri (Aleurites moluccana), andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium), kencur (Kaempferia galanga), kecombrang (Nicolaia speciosa),
kunyit (Curcuma domestica) dan garam. Penggunaan bumbu-bumbu masakan ini
dapat bersifat antibakteri pada bakteri patogen yang ditemukan pada makanan.
Kandungan bawang merah antara lain flavonoid, tannin, polifenol, minyak
atsiri yang mengandung komponen aliin, metal aliin, dihidrodiin, kaemferol,
kuersetin, dan floroglusin dan kandungan bawang putih antara lain tanin,
merah dan bawang putih memiliki kegunaan antara lain sebagai ekspektoran dan
karminatif (Ditjen POM, 1995).
Pada penelitian secara in vitro, bawang merah dan bawang putih
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadapap bakteri gram positif dan gram
negative, termasuk bakteri enteropatogen (Padua, 1955).
Pada bawang merah dan bawang putih juga mengandung flavonoid.
Flavonoid mengandung senyawa fenol yang merupakan suatu alkohol yang
bersifat asam. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan
merusak membran sel (Ichsan, 2009).
Kunyit mengandung minyak atsiri, kurkumin, tannin dan damar. Kunyit
banyak digunakan sebagai zat pewarna alami pada makanan, antikoagulan,
menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit
perut, fungisida dan stimulan. Kurkumin pada kunyit memiliki spektrum yang
luas terhadap aktivitas antibakteri (Syukur, 2001; Padua, 1955).
Kandungan minyak atsiri kencur terdiri dari etil-p-etoksi-sinamat yang
merupakan turunan dari sinamaldehida. Sebagai antibakteri, minyak atsiri yang
terdapat pada kunyit dan kencur dapat merusak membran sel bakteri sehingga
menyebabkan lisis yang menghambat pertumbuhan selnya (Supriadi, 1999).
Andaliman merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar
yang dikenal oleh masyarakat Batak. Ciri khas dari tanaman ini adalah
kemampuan buahnya memberi sifat rasa yang unik yaitu “sensasi trigerminal
menggigit” yang kuat pada alat pengecap sampai terasa bergetar dan kebas, juga
aromanya menyenangkan. Selain itu, ekstrak kasar buah andaliman memiliki
aktivitas fisiologi aktif sebagai antioksidan dan antimikroba yang potensial
Komponen utama minyak atsiri pada asam jungga adalah limonen. Asam
ini banyak digunakan sebagai antiseptik mulut dan kerongkongan. Kecombrang
mengandung zat aktif minyak atsiri, alkaloid, glikosida, tannin, flavonoida,
triterpenoid/steroid dan polifenol yang bersifat antibakteri (Lenny, 2002; Harahap,
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan berdasarkan metode eksperimental yaitu dengan meneliti
variabel bebas konsentrasi larutan asam jungga yang diberikan dan waktu
pendiaman dekke naniura, juga variabel terikat yaitu jenis dan jumlah bakteri
yang dapat hidup pada dekke naniura. Pengamatan mikrobiologi dilakukan
dengan penambahan konsentrasi larutan asam jungga sebesar 25% v/b, 50% v/b,
75% v/b dan 100% v/b pada dekke naniura dan daya hambat larutan asam jungga
terhadap mikroba hasil isolasi dari dekke naniura yang dilakukan dengan metode
Angka Lempeng Total. Penelitian dilakukan di laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat – alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf
(Fisons), blender (Miyako), inkubator (Fiber Scientific), jarum ose, Laminar Air
Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Toshiba), mikroskop
(Olympus CX31), neraca analitik (ACIS), oven (Memmert), pinset, kamera
(Sony), indikator universal (Merck) dan tabung durham.
3.2 Bahan - bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan mas, asam
jungga, bawang merah, bawang putih, kemiri, andaliman, kencur, kecombrang,
kunyit, garam, minuman probiotik (Yakult), media Plate Count Agar (Oxoid),
Fluid (Oxoid), Nutrient Broth (Oxoid), akuades, alkohol 70%, gentian violet,
larutan lugol, larutan safranin, dan minyak imersi.
3.3 Pengambilan Bahan
Bahan yang digunakan berupa ikan mas diperoleh dari Tambak Ikan di
Pematang Siantar (Lampiran 2 halaman 23) dan bumbu yang digunakan berupa
bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), asam jungga (Citrus
jambhiri), kemiri (Aleurites moluccana), andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium), kencur (Kaempferia galanga), kecombrang (Nicolaia speciosa)
dan kunyit (Curcuma domestica) diperoleh dari pajak sore Medan.
3.4 Prosedur
3.4.1 Sterilisasi alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, disterilkan terlebih dahulu
sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu 170°C
selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.
Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen (Lay,1994).
3.4.2 Pembuatan Media dan Larutan Pengencer 3.4.2.1 Pembuatan Media Plate Count Agar
Sebanyak 23,5 gram serbuk plate count agar (PCA) dilarutkan dalam air
suling sebanyak 1 liter, dipanaskan sampai mendidih sampai semua serbuk PCA
larut, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit (Difco, 1977).
3.4.2.2 Pembuatan Media Nutrient Agar
Sebanyak 23 g nutrient agar (NA) ditimbang, disuspensikan kedalam air
dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
(Difco,1977).
3.4.2.3 Pembuatan Media Macconkey Broth
Sebanyak 35 gram serbuk mackonkey broth (MCB) dilarutkan dalam air
suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan
dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
(Difco,1977).
3.4.2.4 Pembuatan Larutan Nutrient Broth
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) dilarutkan dalam air suling
1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan dalam
labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
(Difco,1977).
3.4.2.5 Pembuatan Larutan Peptone Dilution Fluid
Sebanyak 20 gram serbuk peptone dilution fluid (PDF) ditimbang,
kemudian dilarutkan dalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut
sempurna. Lalu media dimasukkan dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit (Difco,1977).
3.4.3 Pembuatan Agar Miring
Sebanyak 3 ml media NA dimasukkan kedalam tabung dan tabung
diletakkan dengan kemiringan 30-45o. Biarkan agar menjadi dingin dan keras.
Agar yang telah mengeras dapat disimpan dalam lemari pendingin (Lay,1994).
3.4.4 Pembuatan Dekke Naniura
Bersihkan ikan mas dari sisik dan bagian dalam ikan, kemudian ikan dibelah
dua dari punggung ikan dan ikan dikuliti serta durinya dibuang sehingga yang
dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% v/b. Kemiri digongseng, bawang
putih, bawang merah, kencur, andaliman masing-masing digiling halus secara
terpisah, lalu disisihkan dalam satu wadah tapi jangan disatukan. Kunyit diparut
dan sisihkan. Batang kecombrang dikukus, setelah matang ditumbuk sampai halus
lalu disisihkan dalam wadah terpisah. Seluruh bumbu kemudian ditumbuk.
Bumbu dimasukkan dan diolesi ke permukaan ikan (Karo-karo, 2011).
Komposisi bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman
40.
3.4.5 Pemeriksaan Angka Lempeng Total Daging Ikan Mas
Daging ikan mas yang telah dibersihkan dari duri dan kulitnya dihaluskan
dengan cara diblender kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke
dalam tabung setelah itu ditambahkan 9 ml PDF, dan dihomogenkan selama 30
detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Hasil dari
homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 diambil
sebanyak 1 ml lalu dimasukkan kedalam tabung kemudian ditambahkan 9 ml
PDF, dihomogenkan selama 30 detik sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat
pengenceran selanjutnya hingga pengenceran10-6. Dari setiap pengenceran dipipet
1 ml kedalam cawan petri dan kedalam setiap cawan dituangkan 15 – 20 ml media
PCA. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi
tersebar merata. Setelah media memadat, cawan diinkubasi dengan suhu 35 –
37oC selama 18-24 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung. Dilakukan percobaan triplo. Dilakukan percobaan
3.4.6 Pemeriksaan Angka Lempeng Total Daging Dekke Naniura
Daging dekke naniura yang diberi larutan asam jungga dengan konsentrasi
25%, 50%, 75% dan 100% v/b dan bumbu serta telah dilakukan pendiaman
selama 1 jam, dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dengan cara
aseptik dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan 9 ml
PDF, dan dihomogenkan selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan
pengenceran 10-1. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang
merupakan pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung, kemudian ditambahkan 9 ml PDF, dihomogenkan selama 30 detik
sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga
pengenceran 10-6. Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml kedalam cawan petri dan
kedalam setiap cawan dituangkan 15 – 20 ml media PCA. Cawan petri segera
digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Setelah
media memadat, cawan diinkubasi pada suhu 35 – 37oC selama 18-24 jam dengan
posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
Dilakukan percobaan triplo Dilakukan prosedur yang sama untuk daging ikan
yang didiami selama 2 dan 3 jam. Dilakukan percobaan blanko. Lakukan hal yang
sama untuk pemeriksaan angka lempeng total pada daging ikan mas yang hanya
diberi larutan asam jungga (Ditjen POM, 1995).
Pembuatan konsentrasi larutan asam jungga dapat dilihat pada Lampiran 14
halaman 59.
3.4.7 Pemeriksaan Jenis Bakteri Pada Daging Ikan Dekke Naniura
Objek glass dicuci dengan alkohol 70% lalu difiksasi kemudian diberi satu
tetes akuades pada objek glass dan satu ose biakan koloni dari daging dekke
fiksasi. Kemudian tambahkan satu tetes gentian violet dan satu tetes larutan lugol,
ratakan dan keringkan dengan cara fiksasi. Dicuci objek glass dengan alkohol
70% sampai tetesan terakhir tidak berwarna kemudian keringkan. Lalu diberi satu
tetes safranin, biarkan 15-30 detik, dicuci larutan safranin dengan akuades dan
dikeringkan kemudian diberi 1 tetes minyak imersi dan lihat pada mikroskop
dengan perbesaran 100 kali. Diihat warna dan bentuk bakteri yang ada. Dilakukan
hal yang sama untuk pemeriksaan mikroba pada daging ikan mas kontrol dan
untuk daging ikan mas yang diberi larutan asam jungga (Dzen, 2003).
3.4.8 Pengujian Daya Hambat Larutan Asam Jungga terhadap Pertumbuhan Bakteri pada Dekke Naniura
3.4.8.1 Uji Biokimia Bakteri dalam Media Macconkey Broth
Daging ikan yang telah diberi larutan asam dengan konsentrasi 100% v/b
dan telah didiamkan selama tiga jam ditimbang sebanyak 1 gram, dengan cara
aseptik kedalam tabung reaksi setelah itu ditambahkan 9 ml NB, dan
dihomogenkan selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran
10-1. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan
pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung dan
ditambahkan 9 ml NB, dihomogenkan selama 30 detik sehingga diperoleh
pengenceran 10-2. Dilakukan pengenceran sampai pengenceran 10-6, dari
pengenceran 10-6 dipipet 1 ml kedalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml MCB
dan dihomogenkan selama 30 detik, kemudian dimasukkan tabung durham
kedalam tabung. Tabung diinkubasi dengan suhu 35 – 37oC selama 18-24 jam
(Ditjen POM, 1995).
3.4.8.2 Pembiakan Bakteri dalam Media Miring Nutrient Agar
memadat dalam tabung reaksi. Pemindahan bakteri dilakukan dalam keadaan
steril dengan memanaskan mulut tabung dan tabung ditutup kembali. Kemudian
tabung diinkubasi pada suhu 35 – 37oC selama 18-24 jam (Lay, 1994).
3.4.8.3 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri yang tumbuh pada media miring NA diambil sebanyak 1 ose
dengan ose yang telah disterilkan, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang telah berisi 10 ml NB dan dihomogenkan selama 30 detik. Suspensi bakteri
ini kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 3 jam.
3.4.8.4 Pengujian Larutan Asam Jungga Terhadap Suspensi Bakteri
Suspensi bakteri diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan kedalam
tabung reaksi lalu ditambahkan larutan asam jungga dengan konsentrasi 25% v/v
sebanyak 1 ml dan 8 ml NB, dihomogenkan selama 30 detik sehingga diperoleh
pengenceran 10-1, kemudian diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung lalu
ditambahkan 9 ml NB dan dihomogenkan selama 30 detik sehingga diperoleh
pengenceran 10-2. Dilakukan hal yang sama sampai diperoleh pengenceran 10-4.
Mikroba uji dari pengenceran 10-4 dipipet 1 ml dan dimasukkan kedalam cawan
petri. Media PCA dituang kedalam cawan petri sebanyak 15 ml, dihomogenkan
sehingga suspensi tercampur dengan baik dan diinkubasi dalam inkubator pada
suhu 35 – 37oC selama 18-24 jam kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
Lakukan percobaan triplo. Hal yang sama juga dilakukan untuk penambahan asam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Angka Lempeng Total Daging Ikan Mas
Berdasarkan hasil penelitian penghitungan angka lempeng total pada
daging ikan mas (Cyprinus carpio) diperoleh angka lempeng total yang terdapat
pada daging ikan mas dari rata-rata tiga kali penghitungan adalah 38x104 cfu hal
ini menunjukkan bahwa kandungan mikroba yang terdapat pada ikan mas segar
masih memenuhi persyaratan SNI. Menurut SNI 7388:2009 mengenai batas
maksimun cemaran mikroba dalam pangan, dinyatakan bahwa angka lempeng
total pada ikan segar yang diperbolehkan adalah 5x105 koloni/gram dengan
kandungan bakteri Salmonella sp, Vibrio cholera dan Vibrio parahaemolyticus
harus negatif (BSNI,2009).
4.2 Pengaruh Pemberian Larutan Asam Jungga terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Daging Ikan Mas
Pemberian larutan asam jungga pada daging ikan mas (Cyprinus carpio)
dapat menurunkan jumlah bakteri yang tumbuh. Hal ini dapat dilihat dari semakin
berkurangnya jumlah koloni bakteri yang tumbuh.
Jumlah koloni bakteri yang tumbuh setelah penambahan larutan asam
jungga dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1. Data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 6 halaman 47.
Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa pemberian larutan asam jungga
dengan konsentrasi yang semakin meningkat dan waktu pendiaman semakin
panjang pada daging ikan mas (Cyprinus carpio) akan mengakibatkan jumlah
dapat bertahan tumbuh pada pemberian asam dengan konsentrasi yang tinggi pada
daging ikan.
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Larutan asam Jungga terhadap Jumlah Koloni
Bakteri yang Tumbuh pada Daging Ikan Mas
No Konsentrasi Asam (b/v)
Jumlah Koloni Bakteri Yang Tumbuh (cfu) *
Pendiaman 1 Jam Pendiaman 2 Jam Pendiaman 3 Jam
1 Kontrol 48x104 48x104 50x104
2 25% 43x104 41x104 32x104
3 50% 37x104 36x104 23x104
4 75% 34x104 32x104 22x104
5 100% 28x104 26x104 16x104
Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali penghitungan
Gambar 1. Diagram tentang Pengaruh Pemberian Larutan Asam Jungga
terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh pada Daging Ikan Mas
Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan
penting yang bersifat antimikroba. Sifat tersebut karena penambahan asam akan
mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat keracunan mikroba yang khas dari
hasil urainya. Menurut Supardi dan Sukamto (1999) toksisitas asam yang
ditimbulkan sangat bervariasi bergantung kepada derajat disosiasinya dan kondisi
0
Kontrol 25% 50% 75% 100%
1 jam 2 jam 3 jam
keasamannya. Jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein
bakteri, oleh karena itu beberapa mikroba sensitif terhadap asam (Winarno,1980).
4.3 Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh
Pemberian larutan asam jungga dan bumbu pada pembuatan dekke naniura
akan menurunkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada daging ikan mas.
Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada daging dekke naniura dapat dilihat pada
Tabel 2 dan Gambar 2. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman
48.
Tabel 2. Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura terhadap Jumlah Koloni
Bakteri yang Tumbuh No Konsentrasi
Asam (b/v)
Jumlah Koloni Bakteri Yang Tumbuh (cfu) *
Pendiaman 1 Jam Pendiaman 2 Jam Pendiaman 3 Jam 1
Kontrol 44x104 46x104 47x104
2
Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali penghitungan
Dari Tabel 2 menunjukkan penurunan jumlah koloni bakteri yang tumbuh
pada dekke naniura akibat dari peningkatan konsentrasi larutan asam jungga yang
diberikan dan waktu pendiaman yang diperpanjang setelah penambahan bumbu.
Jika dibandingkan dengan Gambar 1 penurunan jumlah koloni lebih besar
terjadi pada Gambar 2 yaitu setelah dilakukan pemberian bumbu. Hal ini
menunjukkan bahwa bumbu yang diberikan memberikan pengaruh besar terhadap
Gambar 2. Diagram tentang Pengaruh Proses Pembuatan Dekke Naniura
terhadap Jumlah Koloni Bakteri yang Tumbuh
Pada pemeriksaan pH bumbu, diperoleh bahwa bumbu yang digunakan
untuk pembuatan dekke naniura memiliki pH 4. Penggunaan bumbu pada
pembuatan dekke naniura dapat menurunkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh.
Hal ini disebabkan karena zat antimikroba yang terkandung pada bumbu
merupakan senyawa fenol dan turunannya. Penghambatan pertumbuhan sel
mikroba oleh komponen fenol dari rempah-rempah disebabkan kemampuan fenol
untuk mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan
lemak yang terdapat pada dinding sel, karena senyawa ini mampu melakukan
migrasi dari fase cair ke fase lemak. Kombinasi antara senyawa antimikroba dan
pH bumbu yang asam dapat memperkuat aktivitas antimikroba bumbu. Senyawa
fenolik menunjukkan keaktifan maksimum pada pH asam. Penambahan garam
pada bumbu akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme
tertentu, karena garam dapat mempengaruhi besarnya aktivitas air dalam bahan
pangan. Kadar garam bumbu pada umumnya cukup rendah yaitu antara 1-2,6%
(Rahayu, 2000).
Kontrol 25% 50% 75% 100%
1 jam
2 jam
3 jam
Mikroorganisme pembusuk atau mikroorganisme proteolitik paling mudah
terpengaruh walaupun dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%).
Mikroba patogen dapat dihambat oleh kadar garam hingga 10-12%. Walaupun
demikian, beberapa mikroba halofilik terutama lactobacillus dan leuconostoc
dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan menghasilkan asam yang dapat
menghambat mikroorganisme lain (Supardi dan Sukamto,1999).
Kandungan zat alami pada jaringan tumbuhan memiliki sifat antimikroba
seperti bawang merah dan bawang putih yang menghasilkan alisin. Bumbu yang
digunakan dalam makanan juga sangat berperan dalam menjaga stabilitas
mikrobiologi (Adams and Moss, 1995).
4.4 Daya Hambat Larutan Asam Jungga Terhadap Pertumbuhan Bakteri Hasil Isolasi dari Dekke Naniura
Pemberian larutan asam pada bakteri hasil isolasi dari dekke naniura
menunjukkan bahwa bakteri masih dapat bertahan hidup walaupun konsentrasi
larutan asam jungga yang diberikan ditingkatkan dan waktu pendiaman yang
diperpanjang. Tetapi pada pemberian larutan asam jungga dengan konsentrasi
yang semakin meningkat dan waktu pendiaman yang semakin diperpanjang akan
membuat jumlah koloni bakteri yang tumbuh berkurang.
Jumlah koloni bakteri dari hasil isolasi dekke naniura yang tumbuh dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut dan Gambar 3.
Tabel 3. Data Daya Hambat Larutan Asam Jungga Terhadap Pertumbuhan Bakteri Hasil Isolasi dari Dekke Naniura
No Konsentrasi Asam (b/v) Jumlah Koloni yang Tumbuh (cfu) Rata-Rata
I II III
1 Blanko 8x104 12x104 10x104 10x104
2 25% 3x104 5x104 4x104 4x104
Gambar 3. Diagram Daya Hambat Larutan Asam Jungga Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Hasil Isolasi dari Dekke Naniura
Dari Gambar 3 dapat dilihat penurunan jumlah koloni bakteri dimana jumlah
koloni bakteri tanpa penambahan larutan asam jungga ada 10x104 koloni, dan
jumlah koloni bakteri setelah penambahan larutan asam jungga konsentrasi 25%,
50%, dan 75% secara berturut-turut menjadi 4x104 koloni, 2x104 koloni dan 2x102
koloni.
Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh.
Jasad renik pada umunya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Kebanyakan bakteri
mempunyai pH optimum, yaitu pH dimana pertumbuhan bakteri maksimum, yaitu
sekitar 6,5-7,5. Pada pH dibawah 5,0 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat tumbuh
dengan baik. Makanan yang mempunyai pH rendah (dibawah 4,5) biasanya tidak
dapat ditumbuhi oleh bakteri, karena itu relatif lebih tahan selama penyimpanan
dibandingkan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral
(Fardiaz, 1992).
4.5 Hasil Identifikasi Bakteri
Identifikasi bakteri dilakukan dengan pengecatan Gram untuk mengetahui
pengecatan Gram bakteri dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 44-45.
Pengecatan Gram yang dilakukan pada daging ikan mas yang dapat dilihat
pada gambar 4 (A) menunjukkan hasil bakteri bentuk batang dan kokus
sedangkan warna yang dihasilkan adalah warna ungu, ini menunjukkan bahwa
bakteri yang dikandung adalah bakteri Gram positif dan dari pengamatan pada
mikroskop dengan perbesaran 100 kali, bakteri tersebut adalah bakteri dari
golongan Streptococcus sp. dan Lactobaccilus sp.
Bakteri yang terdapat pada ikan air tawar juga mencakup jenis bakteri
Aeromonas, Lactobacillus, dan Streptococcus (Nurwantoro dan Djarijah, 1997;
Junianto, 2003).
A B
a a
a b
b
b
Keterangan Gambar A
C D
Gambar 4. Hasil Identifikasi Bakteri
Keterangan
A: Pengecatan bakteri pada daging ikan mas (Cyprinus carpio) B: Pengecatan bakteri pada daging ikan mas (Cyprinus carpio) dengan penambahan larutan asam jungga 100% b/v C: Pengecatan bakteri pada daging dekke naniura D: Pengecatan bakteri pada minuman probiotik
Pengecatan Gram yang dilakukan terhadap daging ikan mas yang diberi
larutan asam jungga dengan konsentrasi 100% v/b dan dilakukan pendiaman
selama 3 jam yang dapat dilihat pada gambar 4 (B) menunjukkan hasil bakteri
yang terkandung adalah bakteri Gram positif bentuk basil. Sedangkan bakteri
Gram positif bentuk kokus tidak ditemukan lagi. Dari uji biokimia yang dilakukan
pada media MCB diperoleh bahwa bakteri bentuk basil tersebut adalah bakteri
Lactobacillus sp (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 44).
Pengecatan Gram yang dilakukan terhadap daging dekke naniura yang
dapat dilihat pada gambar 4 (C) menunjukkan bahwa bakteri yang hidup pada
dekke naniura adalah bakteri Gram positif bentuk basil. Dari hasil uji biokimia
yang dilakukan pada media MCB bakteri ini adalah bakteri Lactobaccilus sp
(Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 45).
Dari hasil pewarnaan bakteri menunjukkan bahwa jenis bakteri sebelum
mempengaruhi jenis bakteri yang tumbuh. Pemberian larutan asam jungga dan
bumbu pada proses pembuatan dekke naniura dapat menurunkan koloni
pertumbuhan streptococcus sp. Bakteri Streptococcus sp yang awalnya ada pada
daging ikan mas setelah dilakukan pemberian larutan asam dan bumbu, bakteri
jenis ini menjadi tidak berkembang bahkan mati sedangkan bakteri Lactobacillus
sp. masih bertahan.
Bakteri Lactobacillus dapat bertahan hidup pada suasana asam yaitu pada
pada pH rendah seperti pada pH 4. Kemampuannya untuk bertahan hidup dalam
suasana asam ini membuat bakteri ini dapat terus hidup pada fermentasi asam
laktat bahkan pada saat penurunan pH sekalipun (Madigan dan Martinko, 2006).
Pengecatan bakteri juga dilakukan pada bakteri yang terkandung dalam minuman
probiotik, hal ini bertujuan sebagai pembanding untuk bentuk lactobacillus sp
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Pada proses pembuatan dekke naniura, pemberian bumbu dan larutan asam
jungga dengan konsentrasi yang semakin meningkat serta waktu pendiaman yang
semakin lama akan menurunkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Penurunan
koloni bakteri dengan penambahan larutan asam jungga dan bumbu lebih tinggi
terjadi daripada sebelum penambahan bumbu. Pemberian larutan asam jungga dan
bumbu pada proses pembuatan dekke naniura akan menurunkan bahkan
mematikan pertumbuhan bakteri Streptococcus sp. yang pada awalnya ditemukan
pada daging ikan mas sedangkan bakteri Lactobacillus sp. tetap ditemukan.
Pemberian larutan asam jungga dan bumbu pada proses pembuatan dekke naniura
tidak mematikan bakteri Lactobacillus sp. tetapi menjadi media bagi pertumbuhan
bakteri tersebut. Hasil identifikasi bakteri menunjukkan bahwa bakteri yang ada
pada daging ikan yang hanya diberi larutan asam jungga dan pada daging dekke
naniura adalah bakteri Lactobacillus sp.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya, agar
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memeriksa spesies dari Lactobaccilus yang
DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R., and Moss, M.O. (1995). Food Microbiology. Cambridge: The royal Society of Chemistry. pages 44-45.
Badan Standarisasi Nasional. (2009). Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam
Pangan. hal. 11.
Buckle, K.A.,et all. (2009). Ilmu Pangan. Penterjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta: hal: 93-106, 150-152, 166-167, 175-176.
Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. hal. 19, 23.
Difco Laboratories. (1977). Difco Manual of Dehydrated Culture Media and
Reagents for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. Ninth
edition. Detroit Michigan: Difco Laboratories. Pages 26, 32, 33, 60, 64.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal. 851-852.
Dzen, S.M., dkk. (eds). (2003). Bakteriologi Medik. Malang: Bayumedia Publishing. hal. 58-59.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia. hal. 107-108.
Forsythe, S.J. (2000). The Microbiology of Safe Food. London: Blackwell Science Ltd . hal. 24-26.
Jay, J.M.,et all. (2005). Modern Food Microbiology. 7th ed. New York: Springer Science, Inc. hal. 54-56.
Gaman, P.M., dan Sherrington. K.B. (1992). Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Edisi Ke 2. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.
hal 1-2.
Harahap, M.A. (2011). Skrining Fitokimia, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol serta Fraksi n-heksan, etil asetat dari Buah Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap Bakteri Staphyllococcus
aureus, Eschericia col, dan Salmonella thypii. Skripsi Fakultas Farmasi
USU Medan. hal. 1.
Ichsan, B.Z. (2009). Efek Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans secara In Vitro. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. hal. 24.