DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Agus. 2002. Kedudukan Hukum dan Tanggung JawabPendirian Perseroan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Brecht, Engel. 1960. De Wetboeken en Verordeningen Benece De Gronwet Van 1945 DeRepublik Indonesia. Jakarta: PT, Soeroengan.
Chatamarrasjid. 2000. Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil). Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Dirdjosisworo, Soedjono. 1997. Hukum Perusahaan mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia. Bandung : Mandur Maju.
Faudy, Munir. 2002. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. ___________. 2003. Perseroan Terbatas Paradigma Baru. Bandung : PT Citra
Aditya Bakti.
Muhammad, Kadir Abdul. 1993. Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Mulhadi. 2010. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia. Medan : Ghalia Indonesia.
Prasetya, Rhudi. 1996. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. Surabaya : Penerbit Citra Aditya Bakti.
Raharjo, Handri. 2009. Hukum Perusahaan. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia.
Sembiring, Sentosa. 2006. Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas. Bandung : CV. Nuansa Aulia.
Sumantro. Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesi. Jakarta :Ghalia Indonesia.
Tumbuan, B. G. Fred. 2001. Fiduciary Duties Direksi Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, News Letter No. 23. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum
Wicaksono, Satrio, Frans. 2009. Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT). Malang : Visimedia.
Widjaja, Gunawan dan Yani Ahmad. Seri Hukum Bisinis Perseroan Terbatas. Jakarta : Rajawali Pres.
Widjaya, Rai I.G. 2007. Hukum Perusahaan. Jakarta : Kesaint Blanc.
______________. 2009. Perusahaan Perseroan Terbatas. Jakarta :Megapoin. Widiatmodjo, Sawidji. 2004.Seri Membuat Uang Bekerja Untuk Anda Cara
Cepat Memulai Investasi Saham. Jakarta : PT, Elex Media Komputindo. Widiyono, Try. 2008. Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas,
Wewenang dan Tanggung Jawab. Jakarta :Ghalia Indonesia.
Yahya, M Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.
Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Makalah:
MananBagir. “Undang-undang Perseroan Terbatas Menghadapi Pasar Bebas.” Makalah disamapaikan pada Seminar sehari” penerapan UUPM dan UUPT Serta Kaitannya Dengan Aspek Manajemen, Investor dan Profesi Akuntan,” (Bandung, 16 Desember 1995).
BAB III
TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIAN DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN A. Bentuk Kesalahan atau Kelalaian yang Dilakukan Direksi dalam
Pengurusan Perseroan
Kewenangan menjalankan pengurusan, harus dilakukan semata-mata
untuk kepentingan “perseroan”. Tidak boleh untuk kepentingan pribadi.
Kewenangan pengurusan yang dijalankan, tidak mengandung benturan
kepentingan (conflik of interest). Tidak mempergunakan kekayaan, milik atau uang Perseroan untuk kepentingan pribadi. Tidak boleh mempergunakan posisi
jabatan Direksi yang dipangkunya untuk memperoleh keuntungan pribadi. Tidak
menahan atau mengambil sebagian keuntungan Perseroan untuk kepentingan
pribadi.
Tindakan yang bertentangan dengan kepentingan Perseroan, dapat
dikategori melenggar batas kewenangan atau kapasitas pengurusan. Perbuatan itu
dapat dikualifikasi menyalahgunakan kewenangan (abuse of authority), atau mengandung ultra vires.89
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2, Perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan. Selanjutnya Pasal 15 ayat (1) huruf b memerintahkan, dalam anggaran
dasar (AD) harus dimuat maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan. Hal
inilah yang diperingatkan Pasal 92 ayat (2). Direksi dalam menjalankan
kewenangan pengurusan Perseroan, tidak boleh melampaui batas-batas maksud
dan tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasar (AD). Tindakan yang demikian
89
dianggap mengandung “ultra vires” dan kategori sebagai penyalahgunaan wewenang (abuse of authority).90
Demikian juga halnya dengan jabatan anggota direksi suatu perseroan,
direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Direksi dalam menjalankan jabatannya harus berorientasi
semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Semua tindakan dan keputusan
yang diambil harus dilakukan demi kepentingan dan tujuan perseroan.91
Direksi tidak diperbolehkan melakukan hal-hal dengan mengatasnamakan
perseroan atau menggunakan perseroan yang bertujuan bukan untuk kepentingan
perseroan atau bertentangan dengan tujuan perseroan. Direksi tidak boleh
mengedepankan kepentingan pribadi atau pihak diluar perseroan. Direksi juga
tidak dapat melakukan tindakan yang sekalipun untuk kepentingan perseroan,
tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana ditentukan
dalam anggaran dasarnya. Misalnya, suatu perseroan yang di dalam anggaran
dasarnya ditentukan bertujuan untuk melakukan kegiatan jasa pengarah tenaga
kerja, tetapi direksi melakukan kegiatan import. Sekalipun kegiatan tersebut yang
dilakukan direksi sangat menguntungkan perseroan, tetapi direksi dianggap
melanggar ketentuan perundang-undangan.92
Seorang anggota direksi dapat memperoleh keuntungan yang bersifat
pribadi dari jabatan dan tugasnya dengan bermacam-macam cara, yang didapat
melalui cara yang sah, atau dengan cara yang melanggar hukum atau norma etika.
90
Ibid. 91
Frans Satrio Wicksono , Op. cit. hlm. 128. 92
Contoh perbuatan-perbuatan yang tidak dilandasi iktikad baik itu antara lain
sebagai berikut:93
a) Perseroan membeli barang dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dari
harga yang wajar, dan atas transaksi pembelian tersebut direksi mendapatkan
komisi dari pihak penjual.
b) Perseroan menjual harta kekayaan perseroan kepada pihak lain dengan harga
yang jauh lebih rendah dari harga wajarnya dan direksi memperoleh
keuntungan pribadi dari transaksi tersebut.
c) Pemberian kredit kepada pihak lain tanpa analisa kredit yang baik meskipun
permohonan kredit tersebut sebenarnya tidak layak (feasible), tetapi direksi akan memutuskan untuk memberikan kredit yang di mohon dan ternyata
kemudian kredit menjadi macet yang sangat merugikan perseroan.
d) Seorang anggota direksi memperoleh manfaat pribadi dari jabatannya dengan
memanfaatkan kesempatan transaksi yang semestinya dilakukan dengan dan
untuk kepentingan perseroan yang dipimpinnya, tetapi diberikan kepada
perseroan lain untuk keuntungan tertentu bagi anggota direksi.
Direksi, dalam menjalankan kepengurusan terhadap perseroan, wajib
melaksanakannya semata-mata untuk kepentingan perseroan dan dengan penuh
kehati-hatian. Jika direksi bersikap dan bertindak melanggar prinsip kehati-hatian
(standard of care), direksi tersebut telah dianggap melanggar prinsip kehati-hatian. Contohnya sebagai berikut:94
93
Ibid, hlm. 128-129. 94
1. Direksi tidak dapat melaksanakan kegiatan atas beban biaya perseroan jika
tidak memberikan sama sekali atau memberikan sangat kecil manfaat kepada
perseroan jika dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh
direksi yang bersangkutan. Namun demikian, hal ini dapat dikecualikan jika di
lakukan atas beban biaya representasi jabatan dari direksi yang bersangkutan,
berdasarkan keputusan RUPS.
2. Anggota direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang
dipimpinnya, seperti mengambil kesempatan bisnis yang seharusnya diambil
perseroan, tetapi diberikan kepada perseroan lain untuk kepentingan pribadi.
3. Direksi wajib menolak untuk mengambil keputusan tentang hal yang
diketahuinya dapat berakibat perseroan melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sehingga perseroan terancam sanksi oleh
pemerintah.
4. Direksi dengan sengaja atau kelalaiannya tidak melakukan atau tidak berupaya
maksimal untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.
5. Direksi dengan sengaja atau lalai tidak melakukan atau tidak berupaya
B. Tanggung Jawab Direksi atas Kesalahan atau Kelalaian Direksi dalam Pengurusan Perseroan
Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tanggung jawab anggota
Direksi atas kerugian Perseroan yang timbul dari kelalaian menjalankan tugas
pengurusan Perseroan, yang dapat di klasifikasi sebagai berikut:95
a) Anggota Direksi Bertanggung Jawab Penuh Secara Pribadi
Yang pertama, anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
(persoonlijk aansprakelijk, personally liable) atas kerugian yang dialami Perseroan, apabila bersalah (schuld, guit or wrongful act) atau lalai (culpoos, negligenci) menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan Perseroan.
Seperti yang sudah dijelaskan, dalam melaksanakan pengurusan
Perseroan, anggota Direksi “wajib melakukannya dengan “ iktikad baik”(good faith) yang meliputi aspek:96
1. Wajib dipercaya (fiduciary duty) yakni selamanya dapat dipercaya (must always bonafide) dan selamanya harus jujur (must always honest);
2. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak (duty to act for a proper purpose);
3. Wajib menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty or duty obidience);
95
Pasal 97 Ayat (3),(4),(5) Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007. 96
4. Wajib loyal terhadap Perseroan (loyalty duty), tidak menggunakan dana dan asset Perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala
informasi (confidential duty of information) Perseroan;
5. Wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan
kepentingan Perseroan (must avoid conflict of interest), dilarang mempergunakan harta kekayaan Perseroan, dilarang mempergunakan
informasi Perseroan, tidak mempergunakan posisi untuk keuntungan pribadi,
tidak mengambil atau menahan sebagian keuntungan Perseroan untuk pribadi,
tidak melakukan transaksi antara pribadi dengan Perseroan, tidak melakukan
persaingan dengan Perseroan (competition with the company), juga wajib melaksanakan pengurusan Perseroan dengan penuh tanggung jawab, yang
meliputi aspek:97
a. wajib seksama dan hati-hati melakukan pengurusan (the duty of the due care), yakni kehati-hatian yang biasa dilakukan orang (ordinary prudent person) dalam kondisi dan posisi yang demikian yang disertai dengan pertimbangan
yang wajar (reasonable judgment) yang disebut juga kehati-hatian yang wajar (reasonal care);
b. wajib melaksanakan pengurusan secara tekun (duty to be diligent), yakni terus menerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa
Perseroan;
c. ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian (duty to display skill) sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya;
97
Demikian gambaran ruang lingkup dan aspek-aspek iktikad baik (good faith) dan tanggung jawab penuh yang wajib dilaksanakan anggota Direksi mengurus Perseroan. Jika anggota Direksi lalai melaksanakan kewajiban itu atau
melanggar apa yang dilarang atas pengurusan itu, dan kelalaian atau pelanggaran
itu menimbulkan kerugian terhadap Perseroan, maka anggota Direksi itu,
bertanggung jawab penuh secara pribadi (persoonlijk aansprakelijk, personally liable) atas kerugian Perseroan tersebut.98
b) Anggota Direksi Bertanggung Jawab secara Tanggung Renteng atas Kerugian
Perseroan
Yang kedua dalam hal anggota Direksi terdiri atas 2 (dua) orang lebih,
Pasal 97 ayat (4) menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara tanggung
renteng (hoofdelijk en gezamenlijk aansprakelijk, jointly and severally liable)99 Dengan demikian, apabila salah seorang anggota Direksi lalai atau
melanggar kewajiban pengurusan secara iktikad baik dan penuh tanggung jawab
sesuai dengan lingkup aspek-aspek iktikad baik dan pertanggungjawaban
pengurusan yang disebut di atas, maka setiap anggota Direksi sama-sama ikut
memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami
Perseroan.
.
100
Penegakan penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng dalam
hukum Perseroan Indonesia, baru dikenal dalam UUPT 2007. sebelumnya baik
pada KUHD dan UUPT 1995, yang ditegakkan adalah prinsip tanggung jawab
pribadi yang digantungkan kepada faktor siapa pelaku yang melakukan kesalahan,
98
Ibid, hlm. 384. 99
Pasal 97 Ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007. 100
kelalaian, atau pelanggaran itu. Tanggung jawab hukumnya, hanya dipikulkan
kepada anggota Direksi yang melakukannya. Tidak dilibatkan anggota Direksi
yang lain secara tanggung renteng.101
Penerapan yang seperti itu, dikemukakan juga oleh Charlesworth and
Morse, di bawah judul Liability for acts of co-directors, Beliau mengatakan:102
c) Pembebasan Anggota Direksi dari Tanggung Jawab secara Tanggung Renteng
A director is not liable for the acts of his co-director of he has no knowledge ang in which he has taken no part, as his fellow directors, directors are not his servents or agents to impose liability on him.
Jadi, kalau tindakan kesalahan kelalaian, atau pelanggaran itu dilakukan
seorang anggota Direksi tanpa sepengetahuan anggota Direksi lain atau dia tidak
ikut ambil bagian atas perbuatan itu, anggota atau Co- Direksi yang lain tidak ikut
bertanggung jawab terhadapnya. Beliau memberi contoh kasus kerugian besar
yang dialami sebuah bank atas perluasan kostumer yang tidak wajar (improperly). Kerugian besar itu, ditutupi oleh manager dan chairman secara curang dalam pembukuan. Terhadap kasus ini, pengadilan memutuskan, Co-Director tidak ikut bertanggung jawab atas kerugian itu, karena tidak ditemukan mereka ikut
melakukan kecurangan.
Seperti yang dijelaskan di atas, Pasal 97 ayat (4) menganut prinsip
penegakan tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap setiap anggota
Direksi atas kesalahan dan kelalaian pengurusan yang dijalankan anggota Direksi
yang lain. Namun penerapan prinsip itu dapat disingkirkan anggota Direksi yang
101
Ibid, hlm. 385. 102
tidak ikut melakukan kesalahan dan kelalaian, apabila anggota Direksi yang
bersangkutan “dapat membuktikan” hal berikut:103
a. Kerugian Perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya,
b. Telah melakukan dan menjalankan pengurusan Perseroan dengan iktikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar (AD),
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang megakibatkan kerugian Perseroan,
dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Menurut penjelasan Pasal 97 ayat (5) huruf d, yang dimaksud dengan
“mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian,”
termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan
pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian antara lain melalui forum rapat
Direksi.104
Undang-Undang No 40 Tahun 2007 dalam Pasal 104 ayat (2)
menyebutkan bahwa jika kepailitan perseroan disebabkan karena adanya
kesalahan atau kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak
103
Ibid, hlm. 386. 104
terlunasi dari harta pailit tersebut.105 Namun, anggota direksi tidak bertangung
jawab atas kepailitan perseroan jika dapat membuktikan bahwa kepailitan tersebut
bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, dan dia telah melakukan pengurusan
dengan iktikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, tidak mempunyai
benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan, serta telah mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya kepailitan. 106
Semua anggota direksi dapat mewakili perseroan. Namun, semua anggota
direksi, harus bertanggung jawab dan tidak bisa saling menyalahkan jika ada
kerugian perusahaan. Sepanjang beriktikad baik, anggota direksi dari suatu
perseroan yang mengalami kerugian atau yang pailit pada dasarnya tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Hal ini berkenaan dengan asas
bahwa suatu perseroan sebagai pihak debitor adalah suatu subjek hukum yang
terpisah dari para pengurusnya. Semua utang-utang perseroan dilunasi dari hasil
penjualan harta kekayaan perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan
pengurusnya. Namun, prinsip ini bukan tanpa pengecualian. Dalam hal-hal
tertentu anggota direksi dan komisaris suatu perseroan harus dapat bertangung
jawab secara pribadi jika karena kesalahannya perseroan mengalami kerugian atau
dinyatakan pailit.107
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan
kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan
105
Pasal 104 Ayat (2) Undang-Undang Peseroan Terbatas No 40 Tahun 2007. 106
Frans Satrio Wicksono , Op. cit. hlm. 126. 107
tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
kerugian itu. Namun, Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang No 40 Tahun 2007
menentukan bahwa anggota direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan
bukan karena kesalahan atau kelalaiannya bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas kerugian tersebut.108
108
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAHAM TERHADAP ANGGOTA DIREKSI YANG MELAKUKAN KESALAHAN ATAU
KELALAIAN DALAM PENGURUSAN PERSEROAN
A. Hak-Hak Pemegang Saham terhadap Anggota Direksi yang Melakukan Kesalahan atau Kelalaian dalam Pengurusan Perseroan
Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan hak kepada pemegang
saham perseroan yang mewakili sekurangnya sepuluh persen dari jumlah dari
seluruh saham dengan hak suara yang sah untuk mengajukan gugatan derivatif
untuk dan atas nama perseroan terhadap Direksi atau Komisaris perseroan, yang
karena kesalahan atau kelalaiannya telah menimbulkan kerugian bagi
perseroan.109
Apabila pengurus atau Direksi Perseroan melakukan ultra vires, atau dengan kata lain Direksi melakukan tindakan yang melampaui batas kewenangan
dan kapasitas Perseroan yang ditentukan dalam anggaran dasar (AD),
undang-undang memberi hak kepada setiap pemegang saham mengajukan gugatan
terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 61 ayat
(1) UUPT 2007 yang berbunyi:110
109
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit. hlm.62. 110
Pasal 61 Ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007.
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan
ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang di
anggapnya tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Menurut penjelasan Pasal ini, gugatan yang diajukan memuat permohonan
atau tuntutan agar Perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan
mengambil langkah tertentu, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul
maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.111
Hak itu diberikan kepada “setiap” pemegang saham tanpa syarat
(unconditional). Tidak harus mewakili jumlah bagian saham tertentu, seperti 1/10 bagian dan sebagainya. Pemegang saham yang mewakili satu bagian saja, dapat
mempergunakan hak tersebut.112
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 511
ayat (4) dinyatakan bahwa surat saham dipandang sebagai barang bergerak.
Pemegang saham yang memiliki saham mempunyai hak kebendaan terhadap
saham tersebut.113
Sebagai subjek hukum pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban
yang timbul atas saham tersebut. Selaku pemegang hak, pemegang saham berhak
mempertahankan haknya terhadap setiap orang.114
Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh RUPS,
komisaris dan direksi dapat membahayakan kelangsungan Perseroan Terbatas,
maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan bahwa tindakan
yang dilakukan oleh organ Perseroan Terbatas tersebut dapat merugikan
pemegang saham. 115
111
M.Yahya Harahap, Op. cit. hlm. 62..
112
Ibid, hlm. 70. 113
I.G. Rai Widjaya, Op.cit. hlm202-203. 114
Ibid. hlm.203. 115
Bila terdapat indikasi anggota Direksi melakukan kesalahan atau lalai
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga menimbulkan
kerugian pada perseroan, maka atas nama perseroan, pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap
anggota Direksi.116
Dalam Pasal 97 ayat (6) memberikan hak kepada pemegang saham
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri terhadap:117
1. Anggota Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan
pelaksanaan pengurusan Perseroan,
2. Hak itu timbul, apabila kesalahan atau kelalaian itu menimbulkan kerugian
pada Perseroan,
3. Gugatan diajukan pemegang saham atas nama Perseroan, bukan atas nama
pemegang saham sendiri.
Dalam hal ini undang-undang sendiri memberi kedudukan hukum (legal standing) atau legal persona standing in judicio menggugat anggota Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian mewakili Perseroan tanpa memerlukan Surat
Kuasa Khusus dari Perseroan atau RUPS maupun dari pemegang saham yang
lain.118
116
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Medan : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 103-104.
117
M.Yahya Harahap, Op. cit. hlm. 387. 118
a. Syarat Kuantitas yang Harus Dipenuhi Pemegang Saham
Syarat agar pemegang saham sah memiliki legal standing atas nama Perseroan menggugat anggota Direksi yang salah atau lalai melakukan
pengurusan, harus di penuhi kuantitas tertentu, yakni pemegang saham mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara, kurang dari jumlah bagian tersebut, belum sah memiliki legal standing
untuk mengajukan gugatan dan tuntutan terhadap anggota Direksi dimaksud.119
Berdasarkan syarat kuantitas yang digariskan Pasal 97 ayat (6), hak
mengajukan gugatan ke Pengadilan dalam kasus kesalahan atau kelalaian
pengurusan Perseroan yang dilakukan anggota Direksi, tidak diberikan kepada
pemegang saham. Akan tetapi diberikan kepada pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara. Boleh terdiri dari 1 (satu) orang pemegang saham, jika saham yang
dimilikinya mencapai 1/10 (satu persepuluh) bagian atau bisa juga terdiri dari
beberapa orang pemegang saham, asal jumlah saham yang mereka miliki
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
yang mempunyai hak suara.120
b. Hak Mengajukan Gugatan Anggota Direksi Lain dan/atau Anggota Dewan
Komisaris
Hak untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan terhadap anggota
Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan pengurusan
119
Ibid. 120
Perseroan, diberikan juga Pasal 97 ayat (7) kepada anggota Direksi lain dan/atau
anggota Dewan Komisaris.121
Dalam hal ini, undang-undang tidak hanya memberi legal standing kepada anggota Direksi, tetapi juga kepada anggota Dewan Komisaris. 122
Pemberian legal standing kepada Dewan Komisaris mengajukan gugatan atas nama Perseroan terhadap anggota Direksi yang salah atau lalai mengurus
Perseroan menurut Penjelasan Pasal 97 ayat (7) adalah dalam rangka tugas Dewan
Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan atas pengurusan Perseroan yang
dilakukan oleh Direksi. Selanjutnya dikatakan, untuk mengajukan gugatan
tersebut Dewan Komisaris tidak perlu bertindak bersama-sama dengan anggota
Direksi lainnya dan kewenangan Dewan Komisaris tersebut tidak terbatas hanya
dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan.123
Pasal 65 mengatur hak pemegang saham pengajuan gugatan, sesuai
dengan ketentuan berikut:124
1. Bentuknya gugatan (vordering claim) jadi, gugatannya bersifat partai atau
inter-partes, dengan proses pemeriksaan secara kontradiktor (contradictoir,
counter examination), bukan permohonan (verzoek, petition) yang bersifat ex-parte.
2. Legal standing atau yang berhak mengajukan gugatan, diberikan undang-undang kepada “setiap pemegang saham” tanpa digantungkan kepada jumlah
121
Ibid. hlm. 388. 122
Ibid. 123
Ibid. 124
saham yang dimilikinya, oleh karena itu, dapat diajukan oleh seorang
pemegang saja atau lebih.
3. Yurisdiksi relatifnya diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan, dengan demikian gugatan diajukan ke
Pengadilan Negeri sesuai dengan asas actor sequitor forum rei yang digariskan Pasal 118 ayat (1) HIR.
4. Yang ditarik sebagai tergugat, pihak yang ditarik sebagai tergugat adalah
Perseroan, oleh karena itu, supaya gugatan tidak cacat formil dalam bentuk
error in persona, gugatan harus ditujukan terhadap Perseroan, bukan terhadap Direksi atau Dewan Komisaris.
5. Dasar dalil gugatan (fundamentum petendi), dasar dalil gugatan menurut Pasal 61 ayat (1), tindakan Perseroan yang dianggap “tidak adil” tanpa alasan wajar”
(without fair reason) sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris.
6. Petitum gugatan, mengenai petitum gugatan dikemukakan dalam penjelasan
Pasal 61 ayat (1) tersebut yang terdiri atas:125
a. Menuntut atau memohon ke Pengadilan agar Perseroan menghentikan
tindakan yang merugikan tersebut;
b. Menuntut agar Perseroan mengambil langkah tertentu, baik untuk
mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan
serupa di kemudian hari.
125
Yang perlu diperhatikan, sehubungan dengan dalil gugatan. Terminus
tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, mengandung pengertian luas (broad meaning), dan bahkan abstrak. Harus benar-benar penggugat dapat menunjukkan fakta-fakta konkret dan objektif tindakan mana yang tidak adil dan tanpa alasan
wajar yang dilakukan Perseroan tersebut.126
Menurut Sumantro secara umum dapat disebutkan bahwa hak-hak
pemegang saham itu akan berkaitan dengan:127
a) Hak untuk menerima keuntungan;
b) Hak untuk menentukan pengurus perusahaan dan memintakan
pertanggungjawaban dari mereka;
c) Hak untuk mengeluarkan suara;
d) Hak untuk mengetahui jalannya perusahaan;
e) Hak untuk memeriksa pembukuan;
f) Hak-hak yang berhubungan dengan likuidasi;
Dengan ini pemegang saham dapat mengajukan pembubaran PT jika
terdapat hal-hal sebagai berikut:128
1. PT tidak lagi berjalan selama jangka waktu tertetu
2. PT menyimpang dari tujuannya
3. PT menderita kerugian terus menerus dan tidak ada harapan untuk pulih
kembali
126
Ibid
127
Sumantro, Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesi, (Ghalia Indonesia, Jakarta). hlm. 269.
128
4. PT melakukan perbuatan yang sangat merugikan kepentingan pemegang
saham
5. PT melakukan tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan atau
kesusilaan yang merugikan kepentingan Negara atau kepentingan umum.
B. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham terhadap Anggota Direksi yang Melakukan Kesalahan atau Kelalaian dalam Pengurusan Perseroan
Sebagai mana kita ketahui, dalam setiap pengambilan keputusan dalam
perseroan terbatas berlaku asas pemungutan suara (vooting). Dalam hubungan ini maka akan menjadi sangat lebih kedudukan seorang pemegang saham yang
persentase dari saham yang dimilikinya lebih kecil dari pemegang saham lainnya.
Dalam hubungan inilah diperlukan adanya mekanisme yang melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas yang bisa tertindas itu. Terlebih-lebih
mana kala jika kita melihat praktek Go-public PT-PT yang ada di Indonesia,
rata-rata atas saham yang listing dan dijual memasuki bursa tersebut keseluruhannya
tidak lebih dari 30% dari seluruh saham yang ditempatkan. Tujuh puluh persen
saham yang ada masih tetap dikuasai dan dipegang oleh para pendiri atau yang
dinamakan pula “pemegang saham utama” pada hal para pemegang saham
minoritas sebesar 20% tersebut tersebar luas diantara publik.129
129
Perlindungan hukum yang memadai kepada pemegang saham minoritas
dalam perseroan terbatas dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUPT. Perlindungan
hukum tersebut diberikan oleh UUPT dalam rangka untuk melindungi
kepentingan pribadi pemegang saham dan sekaligus melindungi pemegang saham
dari perbuatan yang merugikan perseroan terbatas yang dilakukan oleh organ
perseroan terbatas.130
Pemegang saham selaku subjek hukum mempunyai hak perseorangan atau
personal right yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya. Demikian juga undang-undang PT menyatakan bahwa setiap pemegang
saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.131
Hak perseorangan itu adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham
(minoritas) untuk menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan
akibat tindakan atau perbuatan perseroan. Dalam hal ini pemegang saham
minoritas dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela kepentingannya
apabila tindakan perseroan merugikan pemegang saham tersebut, Hak ini lahir
dari perikatan.132
Ditinjau dari beberapa Pasal dalam Undang-Undang No 40. Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang memberikan perlindungan kepada pemegang
saham minoritas:133
130
Rachmadi Usman, OP.cit. hlm. 120. 131
I.G. Rai Widjaya. Op.cit. hlm. 203. 132
Rachmadi Usman, OP.cit. hlm. 122. 133
1. Pasal 61 ayat 2 menyatakan bahwa setiap pemegang saham berhak
mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila
dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan wajar sebagai keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan komisaris.
2. Pasal 62 ayat (1) menyatakan setiap pemegang saham berhak meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang
saham atau Perseroan, berupa;
a. Perubahan anggaran dasar;
b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai
lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Peseroan; atau
c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan;
Tampak dari pasal-pasal di atas pemegang saham minoritas memperoleh
perlindungan, baik kepentingan pribadi pemegang saham maupun kepentingan
pemegang saham sebagai bagian dari Perseroan, terhadap perbuatan atau tindakan
yang dilakukan oleh organ perseroan. Perlindungan ini berdasarkan hak
perseorangan (personal rights) dan kepentingannya sebagai bagian dari perseroan (hak derivatif).134
Gugatan terhadap Perseroan diajukan apabila yang bersangkutan dirugikan
karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil atau unfair dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris. Gugatan
yang diajukan, pada dasarnya dimaksudkan untuk memohon agar perseroan
134
menghentikan tindakan yang merugikan dan mengambil langkah-langkah, baik
untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan
serupa di kemudian hari.135
Disini jelas tampak bahwa undang-undang PT di maksudkan agar dapat
memberikan perlindungan yang baik terhadap pemegang saham. Namun demikian
yang lebih memperoleh peluang dalam memanfaatkan ketentuan tersebut adalah
pemegang saham minoritas, karena pemegang saham minoritas bisa menolak
suatu tindakan yang hendak dilakukan oleh perseroan meskipun hal tersebut telah
diputuskan oleh RUPS.136
Perlindungan hak pemegang saham minoritas dapat juga dipahami melalui
ketentuan bahwa pemegang saham yang mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian
dari seluruh jumlah seluruh saham dengan suara hak yang sah, dapat mewakili
perseroan dalam melakukan tindakan tertentu. Tindakan tertentu meliputi:137
1. Hak untuk meminta penyelenggaraan RUPS;
2. Hak untuk menuntut Direksi atau Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya merugikan Peseroan;
3. Hak untuk meminta pembubaran Perseroan kepada Pengadilan Negeri yang
berwenang.
Kepentingan pemegang saham minoritas mendapatkan perhatian dalam
undang-undang Perseroan Terbatas. Pasal 62 menyebutkan bahwa setiap
pemegang saham berhak meminta perseroan untuk membeli sahamnya dengan
harga wajar jika tidak menyetujui tindakan direksi perseroan yang dinilainya
135
Ibid, hlm. 203-204. 136
Ibid, hlm. 204 137
merugikan pemegang saham atau perseroan. Jika tindakan direksi tersebut
berdasarkan arahan atau kebijakan yang diputuskan dalam RUPS yang didukung
oleh pemegang saham mayoritas, Pasal 97 ayat (6) undang-undang No. 40 Tahun
2007 mencantumkan adanya hak pemegang saham atas 10% atau lebih dari total
keseluruhan saham untuk menggugat atas nama perseroan dengan biaya perseroan
(derivative action) kepada dan dari perseroan untuk menggugat anggota direksi.138 Sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
undang-undang kepada para pemegang saham perseroan tersebut, baik pemegang
saham publik dari suatu perseroan yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa
efek maupun pemegang saham dari perseroan yang tidak terdapat sahamnya di
bursa efek, yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri
terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian kepada perseroan. Ketentuan yang serupa berlaku juga terhadap
komisaris sebagaimana ditentukan dalam dari undang-undang tersebut. Pihak lain
yang dapat mengajukan gugatan adalah kreditor, karyawan, atau pihak-pihak lain
yang dirugikan sebagai akibat kesalahan anggota direksi atau komisaris.139
Mengacu pada sistem hukum di Indonesia, perseroan di Indonsia
menganut sistem dual board, yaitu perseroan yang memakai dua dewan yang termasuk dan merupakan organ dalam perseroan untuk menjalankan kegiatan
operasioanalnya. Direksi sebagai pengurus sehari-hari, sedangkan dewan
komisaris yang melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi.
138
Frans Satrio Wicksono, Op. cit. hlm. 116. 139
Mengenai sistem pengkajian (remunerasi) bagi direksi dan dewan komisaris, haruslah berdasarkan jenis pekerjaan, tanggung jawab, kompetensi, dan komitmen
waktu yang diberikan oleh masing-masing direktur dan komisaris dalam
perseroan tersebut. Selain itu, tujuan dari pemisahan kepengurusan perusahaan
dalam dual board adalah untuk menciptakan mekanisme check and balance agar dapat dilaksanakan secara efektif. Dengan demikian, perlu dihindari pemilihan
sistem yang tidak dapat menciptakan mekanisme check and balance.140
Sistem remunerasi bagi direktur dan komisaris harus tetap didasarkan pada profesionalisme dan target prestasi yang dicapai oleh mereka. Target prestasi
dari direktur dan komisaris akan jelas berbeda. Target prestasi dari direksi dinilai
dari pencapaian prestasi dalam menghasilkan keuntungan dan berlanjutnya
kelangsungan usaha perseroan, sedangkan target prestasi dari dewan komisaris
adalah prestasi mengawasi dan mengantisipasi resiko dalam perseroan, membuat
rekomendasi untuk pembenahan, dan koreksi atas pengurusan perseroan atas
direksi. Sehubungan dengan komitmen akan waktu yang diberikan bagi
perseroan, semua anggota direksi harus memberikan komitmen waktu penuh
untuk bisa mengurus perseroan dengan baik sesuai dengan yang diamanatkan oleh
anggaran dasar perseroan, serta undang-undang. Sementara itu, dewan komisaris
dalam perseroan pada umumnya memberikan komitmen untuk bekerja paruh
waktu. Keduanya dalam menjalankan fungsinya merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan sebagai satu tim yang harus selalu membina komunikasi dengan
baik. Jika direksi melakukan perbuatan yang tidak layak, tetapi lolos dari
140
pengawasan dewan komisari, keduanya bertanggung jawab secara tanggung
renteng.141
Sistem remunerasi bagi direksi dan komisaris harus dibangun dan di pertimbangkan untuk tujuan dan fungsi check and balance dalam perseroan. Faktor pertama adalah imbalan jasa untuk menutupi biaya-biaya yang diperlukan
dalam menjalankan tugas. Faktor kedua adalah yang terkait dengan komitmen
penuh waktu atau paruh waktu. Faktor ketiga adalah yang terkait dengan
pencapaian target sesuai dengan tolok ukur pencapaian dari masing-masing
direksi dan komisaris. Faktor keempat adalah imbal jasa yang terkait dengan
tanggung jawab renteng, yaitu adanya kemungkinan risiko yang ditimbulkan bisa
mengurangi atau menghilangkan harta kekayaan pribadi direksi dan komisaris.
Faktor kelima adalah imbal jasa yang dipengaruhi faktor kompetensi dan
pengalaman yang dibutuhkan oleh perusahaan. Imbal jasa yang dipengaruhi oleh
faktor pertama sampai dengan faktor ketiga bersifat variabel, sedangkan imbal
jasa yang dipengaruhi faktor ke empat dan kelima bersifat tetap, yang besarnya
sesuai dengan kesepakatan. Jika risiko yang disebabkan karena tanggung jawab
renteng sudah ditutup dengan asuransi, dalam hal ini bisa dikeluarkan dari
perhitungan sistem remunerasi.142
141
Ibid, hlm 117-118. 142
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab terdahulu sebagai intisari dari skripsi ini dapat diambil beberapa kesimpulan pokok, antara lain :
3. Kewajiban dan tanggung jawab direksi perseroan terbatas menurut UU No 40
Tahun 2007 adalah mengurus dan mengelola perseroan, dan mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anisitus membagi
kewajiban direksi dalam dalam dua kategori, yaitu kewajiban yang berkaitan
dengan perseroan dan kewajiban yang berkaitan dengan RUPS. Seperti dia
wajib mengurus tanggung jawab perseroan, Wajib Menjalankan Pengurusan
Dengan Iktikad Baik dan Penuh Tanggung Jawab.
4. Tanggung jawab direksi atas kesalahan atau kelalaian direksi dalam
pengurusan perseroan adalah anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi (persoonlijk aansprakelijk, personally liable) atas kerugian yang dialami Perseroan, dan direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng
apabila anggota direksi terdiri dari 2 (dua) orang anggota atau lebih.
5. Perlindungan hukum bagi pemegang saham terhadap anggota direksi yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan perseroan adalah
bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap
perseroan melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan perseroan. Gugatan terhadap Perseroan diajukan apabila yang
bersangkutan dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil
untuk memohon agar perseroan menghentikan tindakan yang merugikan dan
mengambil langkah-langkah, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul
maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.
B. Saran
1. Perlunya pengaturan kewajiban dan tanggung jawab direksi perseroan dalam
undang-undang No 40 Tahun 2007 adalah agar setiap anggota direksi bias
mengetahui apa yang harus di laksanakannya dalam pengurusan perseroan
dan mengetahui mana yang merugikan perseroan dan yang bisa
meguntungkan bagi perseroan.
2. Perlunya pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum terhadap
mekanisme tanggung jawab direksi atas kesalahan yang dilakukan oleh
direksi dalam pengurusan perseroan. Agar setiap anggota direksi mengetahui
tanggung jawabnya dalam pengurusan perseroan apabila ia melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam perseroan. Apabila perseroan pailit karena
kesalahan atau kelalaian direksi maka ia harus mengetahui kewajibannya
dan tanggung jawabnya dalam perseroan sebagai anggota direksi..
3. Perlindungan hukum bagi pemegang saham terhadap anggota direksi yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan perseroan sadalah
seharusnya undang-undang Perseroan Terbatas lebih memperjelas
bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang saham terhadap anggota
direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan
BAB II
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO 40 TAHUN 2007
A. Organ Perseroan Terbatas (PT)
PT sebagai subjek hukum mandiri adalah suatu artificial Person, yang membutuhkan direksi sebagai wakilnya. Dapat dikatakan bahwa perseroan
terbatas tidak dapat berfungsi menjalankan hak dan kewajibannya tanpa bantuan
direksi. Direksi merupakan organ yang mewakili kepentingan perseroan sebagai
subjek hukum mandiri. Tugas dan tanggung jawab pengurusan dan perwakilan
yang dimiliki direksi itu bersumber pada dua hal, yaitu kebergantungan perseroan
pada direksi dipercayakan dengan kepengurusan dan perwakilan perseroan dan
perseroan adalah sebab jadi keberadaan (raison d’etre) direksi, apabila tidak ada perseroan, juga tidak ada direksi. Karena itu, tepat dikatakan bahwa antara
perseroan dan direksi terdapat fiduciary relationship (hubungan kepercayaan) yang melahirkan fiduciary duties bagi para anggota direksi. Di samping itu, pengurusan dan perwakilan perseroan dilakukan direksi juga berpedoman pada
kemampuan dan kehati-hatiannya dalam bertindak (duty of skill and care).31
Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum namun ia tidak dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri, sehingga ia harus bertindak
dengan perantara orang alamiah (naturlijke persoon), tetapi orang alamiah tersebut tidak bertindak untuk dirinya, melainkan untuk dan atas tanggung jawab
badan hukum. Organ Perseroan Terbatas meliputi:
31
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Di
dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah pemegang kedaulatan
tertinggi namun acap kali digunakan untuk mempengaruhi kebijakan perseroan.
Sehingga di dalam perseroan seharusnya pemegang saham tidak mempunyai
kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru
mempunyai kekuasaan atas PT apabila mereka berada dalam suatu ruangan
pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Hal ini berarti kehendak bersama para pemegang saham adalah kehendak Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Hasil kehendak Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) merupakan kehendak perseroan yang paling tinggi dan tidak dapat
ditentang oleh siapapun kecuali keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) itu melanggar undang-undang atau melanggar akta pendirian atau
anggaran dasar. Menurut Misahardi Wilamarta, walaupun dalam struktur PT,
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai kekuasaan tertinggi namun
hal tersebut bukan berarti bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
mempunyai jenjang tertinggi diantara organ perseroan tetapi sekedar memiliki
lain. Jadi masing-masing organ perseroan memiliki tugas dan wewenang yang
berdiri sendiri. 32
Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu PT antara lain:33
a. RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum
yang berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasarnya (meskipun anggaran
dasar dapat diubah oleh RUPS asal memenuhi syarat untuk itu).
b. RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan
kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan stakeholders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor, masyarakat sekitar
dan sebagainya.
c. RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang merupakan kewenangan dari
Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut tidak
menyalahgunakan kewenangannnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masing-masing organ perseroan
terbatas bersifat mandiri, masing-masing mempunyai kekuasaan dan wewenang
yang bersumber pada undang-undang perseroan maupun anggaran dasar. Karena
itu, RUPS, direksi maupun komisaris tidak boleh melampaui kekuasaan dan
kewenangan yang dipunyai. Apalagi mencampuri kekuasaan dan kewenangan dari
organ perseroan lainnya. Masing-masing organ Perseroan Terbatas harus berada
dalam koridor kekuasaan dan kewenangannya sebagaimana sudah ditentukan oleh
undang-undang Perseroan Terbatas maupun anggaran dasar. Kekuasaan dan
32
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 91-92.
33
kewenangan masing-masing organ Perseroan Terbatas itu tidak dapat dilakukan
oleh organ perseroan terbatas lainnya.
Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa perseroan terbatas merupakan
kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh undang-undang No. 40 Tahun 2007
diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakikatnya Perseroan
Terbatas itu adalah wadah kerja sama dari para pemilik modal atau pemegang
saham yang dijelmakan dalam RUPS. Karena itu, wajarlah jika RUPS sebagai
organ Perseroan Terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi
yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas
yang ditentukan dalam undang-undang Perseroan Terbatas maupun anggaran
dasarnya. Inilah yang dinamakan wewenang eksklusif (exlusive authorities) RUPS. RUPS juga berhak untuk memperoleh segala keterangan yang berkaitan
dengan kepentingan perseroan dari direksi atau dewan komisaris.34
Wewenang ekslusif RUPS yang ditetapkan dalam undang-undang No 40
Tahun 2007 tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan Undang-Undang
Perseroan Terbatas. Sedangkan wewenang RUPS dalam anggaran dasar
semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh menteri
kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan undang-undang Perseroan Terbatas.35
34
Rachmadi Usman, Op. cit. hlm.129. 35
Pada prinsipnya ada 2 (dua) macam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
a) Rapat Umum Pemgang Saham (RUPS) Tahunan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan adalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang wajib dilakukan oleh perseroan sekali dalam
setahun, dilakukan paling lambat dalam waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku,
dengan pokok pembicaraan adalah disekitar perkembangan perusahaan yang telah
terjadi selama setahun. Perkembangan perusahaan selama setahun tersebut
disampaikan oleh direksi dengan laporan tahunan, yang harus ditandatangani oleh
direksi dan komisaris, yang minimal memuat 6 (enam) hal sebagai berikut:36
1. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun dan penjelasannya.
2. Terhadap perusahaan dalam 1 (satu) grup, dibuat neraca konsolidasi dan
neraca masing-masing perseroan.
3. Laporan tentang keadaan dan jalannya perusahaan dalam setahun serta
hasil-hasil yang telah dicapai.
4. Kegiatan utama perusahaan dan perubahannya selama tahun buku.
5. Rincian masalah-masalah yang terjadi.
6. Nama, gaji dan tunjangan bagi semua anggota direksi dan komisaris.
Tugas direksi untuk membuat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
tahunan dan menyusun laporan tahunan. Apabila direksi tidak melakukan
tugasnya untuk memanggil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan,
36
maka direksi selayaknya dibebankan tanggung jawab secara renteng jika ada
kerugian tertentu, meskipun undang-undang tidak dengan tegas mengaturnya.37
Selanjutnya, jika dalam laporan tahunan ternyata ada isinya yang tidak
benar dan/atau menyesatkan, maka secara hukum yang bertanggung jawab kepada
pihak yang dirugikan adalah anggota direksi dan anggota komisaris, dan mereka
akan bertangung jawab secara renteng. Kecuali ada dari mereka yang
membuktikan bahwa ketidakbenaran tersebut bukan karena salahnya. Dengan
demikian, sistem pembuktian yang diberlakukan dalam hal ini adalah sistem
pembuktian terbalik (omkering van bewijst last, shifting the burden of proof).38 Perhitungan tahunan dapat dibuat sendiri oleh direksi, biasanya dibuat oleh
bagian keuangan atau pembukuan dari perusahaan yang bersangkutan. Akan
tetapi, untuk perseroan terbatas tertentu, perhitungan tahunan wajib dibuat oleh
akuntan publik, yaitu terhadap perseroan terbatas sebagai berikut:39
a. Perusahaan yang kegiatannya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat.
Misalnya perusahaan yang bergerak di bidang reksadana.
b. Perusahaan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang.
c. Perusahaan terbuka.
Jika terdapat kesalahan atau hal-hal yang menyesatkan dalam pembuatan
perhitungan tahunan terhadap ketiga golongan perusahaan tersebut, maka pihak
akuntan publik sebagai profesional tersebut yang akan memikul beban tanggung
jawabnya secara hukum. Pihak lainnya seperti direksi atau komisaris hanya ikut
bertanggung jawab jika mereka bersalah karena ikut memberikan kontribusi
37
Ibid, hlm. 138 38
Ibid. 39
sehingga terjadi kesalahan tersebut. Misalnya, direksi memberikan keterangan
palsu sehingga pihak akuntan membuat perhitungan yang keliru.40
b) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa dapat dilakukan kapan
saja bila diperlukan oleh perusahaan dengan mata acara yang juga sangat
beraneka ragam, yakni terhadap kegiatan yang tidak termasuk kedalam ruang
lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan. Pada prinsipnya,
kegiatan perseroan yang memerlukan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) luar biasa dari suatu perseroan terbatas adalah sebagai berikut:41
1. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) sebagaimana disebut dalam anggaran dasar perseroan.
2. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) sebagaimana disebut dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Kegiatan-kegiatan yang dianggap penting bagi perseroan tersebut sebaiknya
juga dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
meskipun tidak diharuskan oleh anggaran dasar maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 76 UUPT, tempat penyelenggaraan RUPS diadakan
ditempat kedudukan perseroan atau ditempat perseroan melakukan kegiatan
usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. Sedangkan
untuk RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan ditempat kedudukan bursa
40
Ibid, hlm. 139 41
dimana saham perseroan dicatatkan. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa
tempat RUPS harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.42 Jika dalam
RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham menyetujui diadakannya
agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan syarat tetap di wilayah
Indonesia. Dalam hal tersebut diatas, RUPS dapat mengambil keputusan tersebut
disetujui dengan suara bulat. Berdasarkan Pasal 75 ayat 2 UUPT disebutkan
dalam RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang masih
berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan
perseroan. Sedangkan RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil
keputusan, kecuali pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan
menyetujui penambahan mata acara rapat. Keputusan atas mata acara rapat yang
ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.43
2. Direksi
Berdasarkan Pasal 1 ayat 5 UUPT disebutkan bahwa direksi adalah organ
perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Jadi, direksi merupakan pengurus
perseroan yang bertindak untuk dan atas nama perseroan. Dengan kata lain,
42
Handri Raharjo, Op.cit, hlm. 95-96. 43
direksi adalah dewan direktur yang dapat terdiri dari satu atau beberapa orang
direktur. 44
1. Direksi Berfungsi Menjalankan Pengurusan Perseroan
Sebagai Organ Perseroan, Direksi mempunyai kedudukan, kewenangan
atau memiliki kapasitas dan kewajiban, seperti yang dijelaskan berikut ini:
Tugas atau fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan
“pengurusan” (beheer, administration or management) Perseroan. Jadi Perseroan diurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi. Hal ini ditegaskan dalam beberapa
ketentuan, seperti:
Pasal 1 angka 5 menegaskan, Direksi sebagai Organ Perseroan berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas “ pengurusan” perseroan untuk kepentingan
Perseroan.
Pasal 92 ayat (1) mengemukakan, Direksi menjalankan “pengurusan”
perseroan untuk kepentingan perseroan.
Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan, meliputi
tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan
harta kekayaan perseroan. Dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau
menangani bisnis perseroan dalam arti sesuai dengan maksud dan tujuan serta
kegiatan perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan
undang- undang dan anggaran dasar (AD) kepadanya.
Direksi sebagai pengurus (beheer, administrator or manager) Perseroan, adalah “pejabat” Perseroan. Jabatannya adalah anggota Direksi atau Direktur
44
Perseroan (a Director is an officer of the company). Anggota Direksi atau Direktur bukan pegawai atau karyawan (he is not an employee). Oleh karena itu, dia tidak berhak mendapat pembayaran prefensial (preferential payment) apabila perseroan dilikuidasi.45
2. Direksi Memiliki Kapasitas Mewakili Perseroan
Direksi sebagai salah satu organ atau alat perlengkapan Perseroan, selain
mempunyai kedudukan dan kewenangan mengurus perseroan, juga diberi
wewenang untuk “mewakili” perseroan baik di dalam maupun diluar Pengadilan
untuk dan atas nama Perseroan. Kewenangan ini ditegaskan pada:
Pasal 1 angka 5, Direksi sebagai Organ Perseroan berwenang mewakili
Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar (AD).
Pasal 99 ayat (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
Kewenangan mewakili itu adalah untuk dan atas nama (for and on behalf) perseroan. Bukan atas nama dari Direksi, tetapi mewakili perseroan
(representative of the company).46
a. Kualitas Kewenangan Direksi mewakili Perseroan Tidak Terbatas dan Tidak
Bersyarat.
Kapasitas atau kewenangan yang dimiliki Direksi mewakili perseroan
karena undang-undang. Artinya, undang-undang sendiri dalam hal ini Pasal 1
angka 5 dan Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 yang memberi kewenangan itu kepada
45
M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2009), hlm. 345-346.
46
Direksi untuk mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh
karena itu, kapasitas yang mewakili yang dimilikinya, adalah kuasa atau
perwakilan karena undang- undang (wettelijke vertegenwoordig, legal or statutory representative). Dengan demikian, untuk bertindak mewakili perseroan, tidak memerlukan kuasa dari perseroan. Sebab kuasa yang dimilikinya atas nama
perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan Direksi berdasarkan undang-undang.47
Sehubungan dengan itu, sesuai dengan kapasitasnya sebagai kuasa
mewakili perseroan berdasarkan undang-undang, Direksi memberi kuasa kepada
orang yang ditunjuknya untuk bertindak mewakili perseroan. Tindakan pemberian
kuasa yang demikian dapat dilakukan Direksi tanpa memerlukan persetujuan dari
organ perseroan yang lain. Tidak memerlukan persetujuan dari RUPS maupun
dari Dewan Komisaris.48
Menurut pasal ini, pada dasarnya kewenangan Direksi untuk mewakili
Perseroan:
Akan tetapi, apa yang dijelaskan di atas merupakan ketentuan dan prinsip
umum. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan, untuk melakukan tindakan
tertentu harus lebih dahulu mendapat kuasa atau persetujuan dari RUPS, apabila
hal itu ditentukan dalam anggaran dasar (AD). Kemungkinan yang demikian
dijelaskan dalam Pasal 98 ayat (3).
49
1. Tidak terbatas (unlimited) dan tidak bersyarat (uncondional)
2. Kecuali UU ini, anggaran dasar (AD) atau keputusan RUPS menentukan lain
47
Ibid. 48
Ibid.
49
Jadi, keputusan RUPS boleh membatasi dan menentukan syarat tertentu.
Akan tetapi menurut Pasal 98 ayat (4), keputusan RUPS tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang ini dan anggaran dasar (AD). Menurut penjelasan pasal
tersebut yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan UU, misalnya RUPS
tidak berwenang memutuskan bahwa Direksi di dalam mengalihkan sebagian
besar aset Perseroan, cukup dengan persetujuan RUPS dengan kuorum kehadiran
kurang dari ¾ (tiga perempat). Sedangkan yang dimaksud tidak boleh
bertentangan dengan anggaran dasar (AD), misalnya anggaran dasar (AD)
menentukan untuk meminjam uang di atas Rp 1.000,000,000,00 (satu miliar
rupiah), Direksi harus mendapat persetujuan RUPS.
b. Setiap Anggota Direksi Berwenang Mewakili Perseroan
Pada prinsipnya, setiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan,
kecuali ditentukan dalam anggaran dasar (AD). Hal itu ditegaskan oleh Pasal 98
ayat (2). Apabila anggota direksi terdiri “lebih” dari 1 (satu) orang, maka setiap
anggota direksi berwenang mewakili perseroan.
Akan tetapi, pada akhir kalimat itu dikatakan, kecuali anggaran dasar (AD)
menentukan lain. Berarti anggaran dasar (AD) Perseroan dapat menentukan hanya
Direktur Utama atau anggota Direksi tertentu saja yang berwenang mewakili
Perseroan. Dalam hal yang demikian, tertutup kewenangan anggota Direksi yang
lain mewakili perseroan.
Pasal 99 UUPT 2007, mengatur ketentuan, bahwa dalam hal atau keadaan
tertentu anggota Direksi, tidak berwenang mewakili Perseroan di dalam maupun
di luar pengadilan, apabila:
1. Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan, atau
2. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan.
Menghadapi hal yang demikian, menurut Pasal 99 ayat (2), yang berhak
mewakili Perseroan adalah:50
1. Anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan,
2. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan, atau
3. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau
Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
3. Dewan Komisaris
Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha
perseroan, serta memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian
nasihat tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan. Dewan komisaris terdiri atas satu anggota atau
lebih. Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan
50
majelis dan setiap anggota dewan komiaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,
melainkan berdasarkan keputusan dewan komisaris. Perseroan yang kegiatan
usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka
wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan komisaris.51
Eksistensi dan kedudukan Dewan Komisaris sebagai Organ Perseroan
lebih spesifik ditegaskan pada Pasal 1 angka 6 yang berbunyi Dewan Komisaris
adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi.
Landasan hukum eksistensi dan kedudukan Dewan Komisaris, diatur
dalam beberapa pasal, Pertama pada Pasal 1 angka 2 UUPT 2007, yang berbunyi
Organ perseroan adalah Rapat Umum Pemengang Saham, Direksi dan Dewan
Komisaris.
52
Selanjutnya perlu diperhatikan Penjelasan Umum angka 1 alinea ketujuh,
antara lain mengatakan:53
a. UUPT 2007 memperjelas dan mempertegas tugas/fungsi dan tanggung jawab
dewan komisaris (DK),
b. Mengatur keberadaan Komisaris independent dan Komisaris Utusan,
c. Mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasar prinsip
syariah, selain mempunyai dewan komisaris (DK), juga harus mempunyai
Dewan Pengawas Syariah (DPSy) yang bertugas memberikan nasihat dan
51
Frans Satrio Wicksono, Op. cit. hlm. 86. 52
M.Yahya Harahap, Op. cit. 436. 53
saran kepada Direksi dan mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan
prinsip syariah.
Maksud mewajibkan adanya dewan pengawas syariah (DPSy) di samping
dewan komisaris (DK), untuk mengakomodasi berkembangnya kegiatan usaha
berdasar prinsip syariah.
Kewenangan Dewan Komisaris berdasarkan UUPT: 54
1. Menurut Pasal 106 ayat 1, Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya
dapat memberhentikan anggota Direksi untuk sementara.
2. Menurut Pasal 118, apabila direksi tidak ada atau berhalangan karena suatu
sebab, komisaris dapat bertindak sebagai pengurus yang dalam hal ini semua
ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap
perseroan dan pihak ketiga berlaku untuk komisaris tersebut.
3. Pendiri juga dapat menentukan kewenangan lain komisaris dalam akta
pendirian atau anggaran dasar. Biasanya ada dua hal, yaitu:
a. Kewenangan meminta keterangan dari direksi tentang hal-hal yang
diperlukan berkenaan dengan kepentingan perseroan.
b. Kewenangan memasuki ruangan dan tempat-tempat penyimpanan
barang-barang milik perseroan.
4. Menurut Pasal 121, dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108, dewan komisaris dapat membentuk komite, yang
anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris dan komite
ini bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
54
Anggota dewan komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali
pengangkatan anggota dewan komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta
pendirian. Anggota dewan komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan
dapat diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian dewan komisaris, serta dapat juga mengatur
tentang pencalonan anggota dewan komisaris. Keputusan RUPS mengenai
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota dewan komisaris juga
menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut. Namun, jika RUPS tidak menentukan saat mulai
berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota dewan
komisaris, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian mulai berlaku sejak
ditutupnya RUPS.55
Jika terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota dewan
komisaris, direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada menteri
untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. Jika pemberitahuan belum
dilakukan, menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan
dewan komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada menteri oleh direksi.56
Pemberhentian dewan komisaris diatur dalam Pasal 119 Undang-Undang
No 40 Tahun 2007. Hubungan direksi dan dewan komisaris dengan perseroan
bukan merupakan hubungan kepegawaian biasa, karena pengangkatan direksi dan
komisaris dilakukan melalui mekanisme RUPS, maka yang berhak
55
Pasal 111 Undang-Undang No 40 Tahun 2007. 56
memberhentikan dewan komisaris adalah RUPS. Pemberhentian dewan komisaris
dilakukan dengan menyebutkan alasan pemberhentian dan sesuai dengan prosedur
pemberhentian dewan komisaris yang diatur dalam undang-undang. Jika prosedur
tersebut tidak diikuti, pemberhentian batal demi hukum. Jika alasan
pemberhentian tidak diterima oleh yang bersangkutan, pemberhentian tersebut
tetap sah. Dewan komisaris dapat menggugat RUPS atas pemberhentian mereka.57
Tanggung jawab Dewan Komisaris berdasarkan Pasal 114 UUPT adalah
bertanggung jawab atas pengawasan perseroan dan setiap anggota Dewan
Komisaris wajib dengan iktikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab dalam
menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Setiap
anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan salah atau lalai menjalankan tugasnya.
Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas dua anggota Dewan Komisaris atau lebih,
tanggung jawab sebagaimana dimaksud berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Komisaris. Namun, anggota Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:58
1. Telah melakukan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
57
Pasal 119 Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007. 58
3. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota
Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada perseroan ke pengadilan negeri. Berdasarkan Pasal 115 UUPT,
dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris
dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh
direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
perseroan akibat kepailitan tersebut maka setiap anggota Dewan Komisaris secara
tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota direksi atas kewajiban
yang belum dilunasi.59
B. Direksi PerseroanTerbatas
Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat
perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili
perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. dengan demikian, ruang
lingkup tugas direksi ialah mengurus perseroan.60
Menurut teori organisme dari Otto von gierke sebagaimana yang dikutip
oleh Suyling, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum.
Seperti halnya manusia yang mempunyai organ-organ tubuh misalnya, kaki,
tangan, dan lain sebagainya itu geraknya diperintah oleh otak manusia, demikian
59
Ibid. hlm. 116. 60
pula gerak dari badan organ badan hukum diperintah oleh badan hukum itu
sendiri, sehingga pengurus adalah merupakan personifikasi dari badan hukum
itu.61
Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua
orang anggota direksi. Dalam hal direksi terdiri atas dua anggota direksi atau
lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan dianta