• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan yang Melakukan Merger Lintas Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan yang Melakukan Merger Lintas Negara"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM SUATU PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN MERGER LINTAS NEGARA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

SKRIPSI

Oleh :

100200168

EDWARD CHENNADY

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM SUATU PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN MERGER LINTAS NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

EDWARD CHENNADY 100200168

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Di setujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP : 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi.SH.,M.hum

NIP. 196302151989032002 NIP.197002012002122001

Dr.T.Keizerina Devi Azwar SH.,CN.,M.Hum

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga karya tulis skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan benar. Penulisan Skripsi yang berjudul: Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan Yang Melakukan Merger Lintas Negara adalah untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, sangat diharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka akan dapat menghasilkan suatu karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik, dan terus memotivasi hingga dapat menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu (S1) ini.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(4)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum.

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa.

(5)

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

8. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Dr. T.Keizerina Devi Azwar SH.,CN.,M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

10. Bapak Ramlan Yusuf Rangkuti, Dr., MA, selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bimbingan sejak baru menjadi mahasiswa sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

11. Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

13. Herbert, Robert, Andrevin, Elly, Frezi, Wilda, Devi, Tika, dan sahabat-sahabat seperjuangan dari Grup E Fakultas Hukum USU stambuk 2010 yang lain.

14. Abang dan kakak kelas serta adik-adik kelas Penulis di Fakultas Hukum USU yang lain.

Akhir kata Penulis ucapkan terimakasih atas semua partisipasi dari berbagai pihak lainnya, dan permohonan maaf apabila masih ada pihak yang mendukung tapi belum sempat dimuat namamya. Dan untuk itu semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2014 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...v

ABSTRAK...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

D. Keaslian Penulisan...8

E. Tinjauan Kepustakaan...10

F. Metode Penelitian ...36

G. Sistematika Penulisan...38

BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA A. Merger Perseroan Terbatas Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia...40

B. Merger Perseroan Terbatas Lintas Negara...57

(8)

B. Hak Dan Kewajiban Pemegang Saham Perseroan Terbatas Yang Melakukan Merger Lintas Negara...68 C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Yang

Melakukan Merger Lintas Negara...80

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS

TERLANGGARNYA HAK PEMEGANG SAHAM KARENA MERGER LINTAS NEGARA

A. Permasalahan Yang Timbul Akibat Merger

Lintas Negara...87 B. Pilihan Hukum dan Pilihan Forum...91 C. Penyelesaian Sengketa Atas Terlanggarnya Hak

Pemegang SahamKarena Merger Lintas Negara...106 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...119 B. Saran ...120 DAFTAR PUSTAKA ...122

(9)

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan Yang Melakukan Merger Lintas Negara

ABSTRAK Edward*1

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum **

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., SE., CN ***

Merger merupakan salah satu cara dalam melakukan ekspansi perusahaan. Merger menjadi trend dalam suatu grup usaha konglomerat yang ingin memperluas jaringan usahanya. Terutama bagi kelompok usaha yang ingin berkembang cepat dalam waktu yang relatif singkat. Sebab, dengan metode merger, suatu kelompok usaha tidak perlu membesarkan suatu perusahaan dari kecil sehingga menjadi besar, tetapi cukup mencari perusahaan yang sudah besar atau sedang berjalan. Seiring berkembangnya zaman, telah terjadi perkembangan terhadap merger berupa merger yang dilakukan oleh dua perusahaan yang kedudukan hukumnya berbeda atau disebut juga merger lintas negara. Akibat perkembangan yang terjadi itu muncul permasalahan mengenai perlindungan yang diberikan terhadap pemegang saham yang terlibat merger lintas negara tersebut baik pemegang saham yang menyetujui maupun menolak merger perseroan terbatas lintas negara agar tidak menimbulkan perselisihan antara para pemegang saham.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara kualitatif.

Merger lintas negara menimbulkan akibat hukum salah satunya yaitu bubarnya perseroan yang menggabungkan diri. Salah satu aspek permasalahan dalam merger lintas negara adalah masalah aspek yuridis, mengenai hukum yang akan diberlakukan terhadap perusahaan hasil merger lintas negara. Hukum yang diberlakukan biasanya adalah hukum tempat dimana perseroan tersebut melakukan kegiatan atau tempat kedudukan perseroan. Perlindungan hukum yang di berikan kepada pemegang saham yang tidak setuju terhadap merger adalah perseroan wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak setuju dengan harga yang wajar. Apabila terjadi perselisihan maka penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui jalur litigasi dan non litigasi atau melalui penyelesaian yang telah disebutkan dan telah disepakati bersama dalam perjanjian tertulis.

(10)

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan Yang Melakukan Merger Lintas Negara

ABSTRAK Edward*1

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum **

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., SE., CN ***

Merger merupakan salah satu cara dalam melakukan ekspansi perusahaan. Merger menjadi trend dalam suatu grup usaha konglomerat yang ingin memperluas jaringan usahanya. Terutama bagi kelompok usaha yang ingin berkembang cepat dalam waktu yang relatif singkat. Sebab, dengan metode merger, suatu kelompok usaha tidak perlu membesarkan suatu perusahaan dari kecil sehingga menjadi besar, tetapi cukup mencari perusahaan yang sudah besar atau sedang berjalan. Seiring berkembangnya zaman, telah terjadi perkembangan terhadap merger berupa merger yang dilakukan oleh dua perusahaan yang kedudukan hukumnya berbeda atau disebut juga merger lintas negara. Akibat perkembangan yang terjadi itu muncul permasalahan mengenai perlindungan yang diberikan terhadap pemegang saham yang terlibat merger lintas negara tersebut baik pemegang saham yang menyetujui maupun menolak merger perseroan terbatas lintas negara agar tidak menimbulkan perselisihan antara para pemegang saham.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara kualitatif.

Merger lintas negara menimbulkan akibat hukum salah satunya yaitu bubarnya perseroan yang menggabungkan diri. Salah satu aspek permasalahan dalam merger lintas negara adalah masalah aspek yuridis, mengenai hukum yang akan diberlakukan terhadap perusahaan hasil merger lintas negara. Hukum yang diberlakukan biasanya adalah hukum tempat dimana perseroan tersebut melakukan kegiatan atau tempat kedudukan perseroan. Perlindungan hukum yang di berikan kepada pemegang saham yang tidak setuju terhadap merger adalah perseroan wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak setuju dengan harga yang wajar. Apabila terjadi perselisihan maka penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui jalur litigasi dan non litigasi atau melalui penyelesaian yang telah disebutkan dan telah disepakati bersama dalam perjanjian tertulis.

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini merger lintas negara terjadi di Indonesia, karena merger dapat menjadi penyelamat dari perusahaan yang mengalami kesulitan, di samping dapat menambah kesehatan perusahaan. Dalam bahasa matematis, bagi merger berlaku rumus 1+1=3. Dan, dalam bahasa bisnis berlaku pula ungkapan if you can not beat them, joint them. 2

Berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis Indonesia. Hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan-perusahaan di bidang perdagangan maupun jasa yang melakukan merger. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya dengan peningkatan secara internal maupun eksternal.3

2

Munir Fuady I, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kesatu, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 42.

3

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 80.

(12)

Merger terjadi bila suatu perusahaan menggabungkan diri ke dalam perusahaan lain (melalui penjualan asetnya) dan perusahaan yang terakhir ini membubarkan diri (dilikuidasi). Umpamanya, PT S merger ke dalam PT A dan PT S kemudian membubarkan diri (likuidasi). PT A mengeluarkan sahamnya atau membayar tunai kepada bekas pemegang saham PT S.4

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum Indonesia yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memenuhi persyaratan tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh undang-undang.5

Dalam Sistem hukum Indonesia, rekonstruksi perseroan baru mendapat landasan yuridis kuat setelah diberlakukannya UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun demikian, tidak berarti bahwa sebelum berlakunya UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas belum pernah dilakukan rekonstruksi perseroan. Penggabungan perseroan telah lebih lama dikenal dalam

Penggabungan (merger) perseroan pada dasarnya merupakan perbuatan hukum untuk merekonstruksi Perseroan yang telah ada dan kemudian diperoleh konstruksi baru. Konstruksi baru pada penggabungan adalah lahirnya entitas hukum (meskipun lama) dengan perubahan pada struktur aktiva dan pasiva. Sebagai konsekuensi dari penggabungan, jumlah aktiva dan pasiva menjadi lebih besar.

4

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Cet. Kedua (Edisi Revisi), (Bandung : BooksTerrace & Library, 2007), hlm. 167.

5

(13)

praktek, jauh sebelum UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas diberlakukan.6

1. Untuk memperbaiki teknologi yang sudah kedaluwarsa

Menurut Pasal 1 angka 9 UU No.40 tahun 2007 memberikan pengertian secara autentik terhadap tema penggabungan (merger) sebagai berikut:

“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lainnya yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang mengabungkan ini beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”

Menurut Sukanto Reksohadiprojo motivasi dilakukannya merger Perseroan sebagai berikut:

2. Untuk mengatasi ketergantungan terhadap kebutuhan bahan baku (bahan mentah).

3. Untuk memperbaiki struktur modal.

4. Untuk mendapatkan pangsa pasar yang jauh lebih besar. 5. Untuk mengurangi tingkat persaingan.

6. Untuk mengembangkan inovasi yang mendukung perkembangan perseroan. 7. Untuk meningkatkan skala usaha

8. Untuk meningkatkan kemampuan managerial perseroan

6

(14)

Sedangkan Munir Fuady menginventarisir alasan perseroan melakukan penggabungan sebagai berikut

1. Untuk meningkatkan konsentrasi pasar 2. Untuk meningkatkan efisiensi

3. Untuk mengembangkan inovasi baru 4. Sebagai alat investasi

5. Mendapatkan akses internasional 6. Untuk meningkatkan daya saing 7. Memaksimalkan sumber daya 8. Menjamin pemasokan bahan baku 9. Sebagai sarana alih teknologi. 7

Merger lintas negara adalah transaksi dimana dua perusahaan dengan tempat-tempat operasi di beberapa negara yang berbeda menyetujui penyatuan kedua perusahaan tersebut dimana kedua perusahaan mempunyai kedudukan yang sederajat. Mendorong keputusan untuk menyatukan operasi atas dasar kedudukan yang sederajat adalah suatu kenyataan bahwa kedua perusahaan mempunyai kemampuan yang jika digabungkan diharapkan bisa menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif yang akan membantu keberhasilan di pasar global.8

7

Ibid, hal 201-202

8

(15)

Perusahaan PMA yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 9

1. Kebijakan Penanaman Modal

Bagi pihak asing pada tahap awal telah mempunyai faktor dominan seperti permodalan, teknologi dan manajemen. Namun demikian dalam kegiatan penanaman modal, ada berbagai kegiatan atau aspek yang diperhatikan oleh penanam modal yaitu berkenaan dengan:

2. Kepemilikan dan Manajemen

3. Masalah Keuangan dan Kebijakan Fiskal 4. Kerangka Hukum

5. Kebijakan Tenaga Kerja 6. Teknologi

7. Kebijakan Komersial.

Semua aspek tersebut harus selalu ditinjau atau dilihat dari sudut pandang si Penanam Modal, Pemerintah Negara Penanam Modal dan Negara Tuan Rumah tempat modal tersebut ditanam.10

Dalam banyak literatur manajemen strategi ditemukan bahwa merger memberikan banyak manfaat. Beberapa manfaat yang mungkin dihasilkan dari

9

I.G. Rai Widjaja, Op. Cit, hlm. 30.

10

(16)

proses merger lintas negara menurut David antara lain Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara perusahaan yang dimerger.

1. Memperluas jasa yang ditawarkan yang akan berakibat pada bertambahnya sumber pendapatan bagi perusahaan.

2. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.

Selain terdapat manfaat dari merger perusahaan juga terdapat beberapa resiko dari merger antar negara

1. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi tanggungan perusahaan hasil merger, termasuk kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor yang masih terhutang.

2. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan usaha.

3. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang diterapkan dimasing-masing perusahaan selama ini akan memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan sebagainya. 11

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini menarik untuk dilakukan.

11

Performansi Perusahaan,

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan 3 (tiga) permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana pengaturan atas merger Perseroan Terbatas lintas negara?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang melakukan meger lintas negara?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa atas permasalahan hukum yang timbul atas terlanggarnya hak pemegang saham dalam merger lintas negara? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah:

a. Untuk mengetahui tentang pengaturan atas merger Perseroan Terbatas lintas negara

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang saham Perseroan Terbatas yang melakukan meger lintas negara.

c. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa atas permasalahan hukum yang timbul atas terlanggarnya hak pemegang saham dalam merger lintas negara

(18)

1) Untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam bidang hukum perusahaan, terutama yang berhubungan dengan merger di Indonesia.

2) Sebagai salah satu bahan kajian oleh kalangan akademisi dalam mempelajari merger di Indonesia.

b. Secara Praktis

Sebagai pedoman bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal-hal yang berkaitan dengan merger perusahaan lintas negara. D. Keaslian Penulisan

(19)

Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Nama : Silvia Devie NIM : 050200156

Judul : Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam merger perusahaan ditinjau dari undang- undang perseroan

2. Nama : John Bert Christian NIM : 020200137

Judul : Pelaksanaan prinsip- prinsip good corporate

govermance oleh PT. Indonesia satellite

comporation tbk berkaitan dengan perubahan komposisi pemegang saham (studi kasus diventasi saham PT. Indonesia satellite coporation tbk)

3. Nama : M.Reza Andrian NIM : 050200126

Judul : Akibat hukum penggabungan perusahaan terhadap kedudukan pemegang saham (studi pada PT. Bank CIMB niaga tbk)

(20)

Sedangkan ketiga judul di atas membahas tentang hal yang berbeda. Judul pertama membahas mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas. Judul kedua membahas mengenai prinsip good corporate govermance

oleh PT. Indonesia Satellite. Judul ketiga membahas mengenai akibat hukum pengabungan terhadap kedudukan pemegang saham pada PT. Bank CIMB niaga tbk.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perseroan Terbatas

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta pelaksanaanya.

Meyers, seorang ahli hukum perdata mengatakan bahwa badan hukum merupakan suatu realitas, konkret, riil, walaupun tidak bisa diraba, bukan khayal, suatu juridische realiteit. Adapun sifat badan hukum, walaupun sama-sama sebagai pendukung hak dan kewajiban, sebagai bentuk hukum ciptaan manusia, tetapi tidak sama persis dengan manusia. Persamaan badan hukum dengan manusia antara lain sama-sama mempunyai nama, domisili, organ, tujuan, usaha dan dapat dihukum, dan lain-lain. Guna memahami lebih jauh pengertian badan hukum ini, maka perlu memahami berbagai macam teori badan hukum.12

12

(21)

Terdapat dua kelompok aliran yang melihat wujud dari badan hukum yang mengabstraksikan sesuai dengan aliran filsafatnya.

a. Badan hukum itu bukan sebagai wujud nyata (abstrak), tetapi yang nyata adalah manusia yang berdiri di belakang badan hukum itu. Jika badan hukum itu membuat kesalahan, maka kesalahan itu dibebankan kepada orang yang berdiri dibelakang badan hukum itu secara bersama-sama.

b. Badan hukum itu suatu wujud yang nyata dan disamakan dengan manusia (persoon) karena dulu terdapat manusia yang bukan sebagai persoon, yaitu para budak. 13

Kata perseroan terdiri atas kata sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” maksudnya tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.14

13

Ibid, hlm 13-14

14

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2000), hlm. 1

(22)

perseroan yang lebih besar daripada ketentuan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud harus ditempatkan dan disetor penuh, yang dibuktikan dengan penyetoran yang sah. Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.

Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menkumham mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, pendiri mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu berdirinya perseroan;

c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;

d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; serta e. Alamat lengkap perseroan. 15

Pengisian format isian sebagaimana dimaksud harus didahului dengan pengajuan nama perseroan. Permohonan untuk memeroleh keputusan menteri tersebut harus diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani dan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.

15

(23)

Apabila format isian tersebut dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari, terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan tersebut, pemohon wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. Jika jangka waktu 30 hari tidak dipenuhi, menteri langsung memberitahukan kepada pemohon secara elektronik dan pernyataan tidak keberatan sebagaimana dimaksud menjadi gugur.

Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik. Dalam jangka waktu 60 hari setelah akta pendirian dibuat, maka akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri. 16

a. Nama dan tempat perseroan;

Adapun anggaran dasar perseroan memuat sekurang-kurangnya:

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; c. Jangka waktu berdirinya perseroan;

d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

16

(24)

e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada, berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

f. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris; g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. Tata cara pengangkatan, pengantian, pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris; serta

i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen. 17

Selain ketentuan dan isi sebagaimana dimaksud anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Anggaran dasar tidak memuat ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham dan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain. Isi anggaran dasar perseroan terbatas, berdasarkan UUPT 2007 berbeda dengan ketentuan UUPT sebelumnya, terutama berkaitan dengan perubahan nama pengurus perseroan. Perubahan nama pengurus bukan merupakan perubahan anggaran dasar. Maksud perubahan pengurus adalah perubahan orang, tetapi jika perubahan tersebut menyangkut nama jabatan, misalnya semula Presiden direktur, kemudian menjadi direktur utama, maka hal tersebut berarti mengubah Anggaran Dasar. Perubahan pengurus bukan perubahan Anggaran

17

(25)

Dasar, maka atas perubahan tersebut wajib didaftarkan pada dasar perseroan di Departemen Hukum dan HAM RI.18

Setelah perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari dua orang, dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.19

Setelah perseroan disahkan sebagai badan hukum, maka perseroan harus memenuhi asas publisitas, yaitu dengan mendaftarkan perseroan ke dalam daftar perseroan. Pada ketentuan Undang- Undang Perseroan Terbatas yang lama ( UU No.1 Tahun 1995), suatu perseroan terbatas sempurna statusnya badan hukum ketika pendaftaran dan pengumuman belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan, berbeda dengan yang diatur dalam Undang- Undang Perseroan Terbatas yang baru di mana Perseroan Terbatas sempurna statusnya sebagai badan hukum ketika mendapatkan pengesahan dari menteri.20

Tanggung jawab dalam suatu perseroan terbatas pada prinsipnya sebatas atas harta yang ada dalam perseroan tersebut. Itu pula sebabnya disebut “terbatas” (limited), yakni terbatas dari segi tanggung jawabnya. Pada prinsipnya pihak

18

Try Widiyono, Op. Cit., hal 30

19

Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 21.

20

(26)

pemegang saham, Direksi atau Komisaris tidak pernah bertanggung jawab secara pribadi.21

a. Perusahaan jawatan;

Ketentuan mengenai kewajiban daftar perusahaan yang diselenggarakan oleh Menteri Perdagangan ini memiliki pengecualian, yaitu terhadap:

b. Perusahaan yang diurus atau dikelola oleh pemiliknya sendiri, atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarganya sendiri;

c. Perusahaan yang benar- benar hanya sekedar untuk memenuhi nafkah sehari- hari pemiliknya; dan

d. Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan. 22

Prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku dalam hal-hal sebagai berikut

a. Persyaratan perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.

b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan terbatas semata-mata untuk kepentingan pribadi.

21

.Munir Fuady II, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 38.

22

(27)

c. Pemegang saham dari perseroan terbatas terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan.

d. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan terbatas tersebut.

e. Direksi akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya selaku direksi.

f. Komisaris akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya selaku komisaris. 23

Mengenai klasifikasi Perseroan yang diatur dalam UUPT 2007, tersurat dan tersirat pada Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7. Berdasarkan ketentuan Pasal dimaksud, klasifikasi Perseroan, dapat diurai.24

a. Perseroan Tertutup

Perseroan, pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Perseroan merupakan persekutuan modal yang terbagi dalam saham. Didirikan berdasarkan perjanjian di antara pendiri atau pemegang saham, serta melakukan kegiatan usaha, dan juga melalui proses hukum yang dikukuhkan berdasarkan keputusan Pengesahan oleh MENHUK & HAM.25

23

Munir Fuady II, Op.Cit., hlm.38-39.

24

M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas Cet. Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 38

25

Ibid, hlm.38

(28)

dengan tidak menjual saham kepada masyarakat luas, yang berarti tidak semua orang dapat ikut menanamkan modal.26

Pada Perseroan tertutup terdapat ciri khusus, antara lain:27

1) Biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup” (besloten, close).

2) Saham Perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, hanya sedikit jumlahnya, dan dalam Anggaran Dasar, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham;

3) Sahamnya juga atas orang-orang tertentu secara terbatas.

Perseroan Terbatas yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga diklasifikasi, yang terdiri atas:

1) Murni Tertutup

Ciri Perseroan Terbatas yang murni tertutup, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secara mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga tertentu saja,

b) Sahamnya diterbitkan atas nama orang- orang tertentu dimaksud, c) Dalam AD ditentuka n dengan tegas, pengalihan saham, hanya

boleh dan terbatas di antara sesama pemegang saham saja. 28

26

C. S. T. Kansil & Christine S. T. Kansil, Pokok- Pokok Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hlm. 33.

27

M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 38.

28

(29)

2) Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka

Tipe lain Perseroan terbatas bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang tidak murni atau tidak absolut tertutup. Coraknya, sebagian tetap tertutup, dan sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut:

a) Seluruh saham Perseroan, dibagi menjadi dua kelompok,

b) Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok tertentu saja. Saham yang demikian, misalnya dikelompokkan atau digolongkan “saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan terbatas,

c) Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapa pun.

b. Perseroan Publik

Pasal 1 angka 8 UUPT 2007, berbunyi:

Perseroan publik adalah Perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah

pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan.

Peraturan perundang- undangan yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UUPT 2007 adalah UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya, UUPM) dalam Pasal 1 angka 22. Menurut Pasal ini, agar Perseroan menjadi Perseroan Publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:29

1) Saham Perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham,

29

(30)

2) Memiliki modal disetor (gestort kapital, paid up capital) sekurang-kurangnya Rp.3.000.000.000, - (tiga miliar rupiah),

3) Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.

Perseroan harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UUPT 2007 yaitu

1) Perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik, wajib mengubah AD menjadi Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk), 2) Perubahan AD dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut,

3) Selanjutnya, Direksi Perseroan “wajib” mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 30

c. Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk)

Perseroan Publik merupakan suatu perseroan di mana masyarakat luas dapat ikut serta menanamkan modal dengan cara membeli saham yang ditawarkan melalui bursa untuk investasi.31

Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang

melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- undangan di bidang pasar modal.

Klasifikasi atau tipe yang ketiga adalah Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk), sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, yang berbunyi:

30

Ibid, hlm. 41.

31

(31)

Yang dimaksud dengan Perseroan Tbk menurut Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, adalah:

1) Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah),

2) Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offtering) saham di Bursa Efek. Maksudnya Perseroan tersebut, menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas. 32

Menurut Pasal 142 UU PT 2007, pembubaran Perseroan bisa terjadi karena hal berikut.

1. Berdasarkan keputusan RUPS.

2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.

3. Berdasarkan penetapan pengadilan.

4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.

5. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan sebagaimana diatur dalam UU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

32

(32)

6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 33

Jangka waktu berdirinya PT terdapat pada Pasal 6 UUPT 2007, berbunyi 34

1. Cara menyatakan jangka waktu berdirinya Perseroan

“ Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas

sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.”

Berdasar ketentuan Pasal UUPT 2007, dalam AD harus ditentukan jangka waktu berdirinya perseroan. Dan penyebutan jangka waktu dalam AD menurut Pasal 9 ayat (1) salah satu syarat untuk memperoleh Keputusan Pengesahan Perseroan dari Menteri. Dengan demikian pencantuman ketentuan jangka waktunya Perseroan dalam AD, merupakan syarat memaksa atas keabsahan Perseroan.

a. Jangka waktu terbatas

Undang- undang membolehkan jangka waktu berdirinya “terbatas”, jangka waktu berdirinya boleh untuk “periode tertentu”. Misalnya untuk jangka waktu 50 atau 75 tahun, asal hal itu dengan tegas ditentukan dalam AD berapa lama jangka waktu berdirinya.35 Bila jangka waktu berdirinya PT yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.36 b. Jangka waktunya tidak terbatas

33

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 111.

34

M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm.112

35

Ibid, hlm.113

36

(33)

Cara yang kedua, penyebutan jangka waktu berdirinya dalam AD, “tidak terbatas” (unlimited). Menurut Penjelasan Pasal 6 UUPT 2007, apabila jangka waktu berdirinya dikehendaki tidak terbatas, harus disebut dengan tegas dalam AD.37

2. Perubahan jangka waktu merupakan perubahan AD tertentu

Perseroan berhak mengubah jangka waktu berdirinya. Perubahan jangka waktu itu, dikategori Pasal 21 ayat (1) dan ayat (20) huruf c UUPT 2007, sebagai AD “tertentu”.

Dengan demikian, agar perubahan jangka waktu berdirinya sah, harus terpenuhi syarat-syarat berikut:

a. Perubahan berdasarkan ketetapan RUPS sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPT 2007,

b. Kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS, berpedoman kepada Persetujuan Menteri sesuai ketentuan Pasal 88 UUPT 2007, c. Perubahan AD tentang perubahan jangka waktu harus mendapat

keputusan Persetujuan Mente38

3. Permohonan persetujuan perubahan AD mengenai perpanjangan waktu berdiri

ri sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan (2) UUPT 2007.

Mengenai tata cara permohonan Persetujuan Menteri atas perubahan AD tentang perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan, diatur pada Pasal 22 UUPT 2007:

37

M.Yahya Harahap, Op. Cit ., hlm.113

38

(34)

Harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari jangka waktu berdirinya berakhir. Selanjutnya Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu, paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan. 39

2. Saham

Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share, atau stock, sementara dalam bahasa belanda disebut aandeel. Sehingga dalam bahasa Indonesia dahulunya saham sering disebut dengan istilah “andil”.40

Secara umum, sebagaimana disebutkan dalam kamus Black Law bahwa saham berarti suatu bagian atau porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seseorang anggota yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan.41

Dalam Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal dijelaskan, saham adalah surat bukti pemilihan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor.42

a. Asas kebendaan

Terdapat beberapa asas dalam saham dari suatu perseroan, yaitu sebagai berikut:

Dalam hal ini ditentukan dengan tegas bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.43

39

Ibid, hlm.116

40

Munir Fuady III, Hukum Bisnis Dalam Teori dan praktek Buku Ketiga, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 21.

41

Ibid, hlm. 22.

42

(35)

b. Asas Keharusan Nilai nominal

Asas ini mengharuskan setiap saham harus mempunyai nilai nominal. c. Asas tidak dapat dibagi.

Dalam hal ini, saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi-bagi.44

d. Asas perlindungan pemegang saham minoritas

Banyak ketentuan yang memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas.

e. Asas Pembelian Saham Kembali Oleh Perseroan

Ketentuan mengenai pembelian kembali saham oleh perseroan, dengan dana yang diambil dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari modal ditempatkan ditambah dengan reserve yang diwajibkan.45

f. Asas perlekatan kepemilikan saham dengan Hak Suara, dan hak-hak lainnya.

UUPT menganut suatu asas bahwa hak suara melekat pada pemilik sahamnya. Karena itu saham tidak dapat dialihkan tanpa mengalihkan hak suara, dan juga tidak dapat dialihkan hak suara tanpa mengalihkan sahamnya.46

43

Munir Fuady III, Op. Cit., hlm. 22.

44

Ibid, hlm. 23.

45

Ibid, hlm.24

46

(36)

Secara teoritis dalam berbagai jenis kepustakaan hukum perusahaan dikemukakan berbagai jenis saham. Misalnya dari sudut pandang manfaat, pada dasarnya saham dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yakni sebagai berikut.

a. Saham biasa (common stocks). Untuk jenis saham ini, kedudukan para pemegang saham sama. Untuk jenis saham ini tidak ada yang diistimewakan.47 Saham biasa merupakan saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.48 b. Saham preferen (preferred stocks) atau sering juga disebut saham prioritas.

Untuk jenis saham ini, pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu. Misalnya diberikan hak prioritas untuk membeli saham jika diterbitkan saham baru; diberi hak untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi direksi atau komisaris. Pada umumnya, hak ini dicantumkan dalam anggaran dasar. Klausul ini secara yuridis dikenal dengan klausul oligarki.49 Keunggulan saham preferen berkaitan dengan pembagian dividen, pembagian sisa kekayaan perseroan setelah perseroan dibubarkan atau dilikuidasi.50

47

Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm 50-51

48

Handri Raharjo, Op.Cit., hlm.88

49

Sentosa Sembiring, Loc. Cit. 50

(37)

Selain penggolongan dari segi manfaat, saham juga dapat dilihat dari segi peralihannya yakni sebagai berikut.51

a. Saham atas Tunjuk (bearer stocks). Untuk jenis saham ini, nama pemiliknya tidak disebutkan dalam sertifikat saham. Oleh karena itu pengalihannya mudah, cukup dari tangan ke tangan. Dengan demikian siapa yang menguasai atau memegang saham dianggap sebagai pemilik. b. Saham atas Nama (registered stocks). Nama pemilik dicantumkan dalam

sertifikat saham. Cara pengalihannya harus mengikuti prosedur tertentu yakni dengan dokumen peralihan hak. Dengan adanya dokumen peralihan hak nama pemiliknya dicatat dalam daftar buku pemegang saham.

Bukti pemilikan saham terdapat pada Pasal 51 UUPT 2007 tentang kewajiban Perseroan untuk:

a. Memberi “bukti pemilikan” saham kepada pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya,

b. Menurut penjelasan Pasal ini, mengenai pengaturan bentuk bukti pemilikan saham dapat ditetapkan dalam AD sesuai dengan kebutuhan. Saham mengandung arti kepemilikan (eignaar, ownership) yang bersifat tidak dapat diraba (intangible) yang harus dibuktikan kepemilikannya.52

Bukti saham yang diberikan kepada pemegang saham (aandelhouder,

shareholder) berbentuk surat “sertifikat saham” (certificaat van aandelen,

depositary receipt for shares).53

51

Sentosa Sembiring, Op. Cit, hlm. 51

52

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 262.

53

(38)

Hak-hak pokok pemilik saham yaitu terdapat pada Pasal 52, saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:54

a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. Menjalankan haknya berdasar undang-undang.

3. Hukum Kontrak (Perjanjian/Perikatan)

Hukum kontrak merupakan terjemahan dati bahasa Inggris, yaitu contract

of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

overeenscomsrecht. Berikut merupakan beberapa pengertian hukum kontrak:55 a. Menurut Lawrence M. Friedman

Hukum kontrak adalah perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tersebut.

b. Menurut Michael D. Bayles

Hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.

c. Menurut Charles L. Knapp dan Nathan M. Crystal

Hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun tidak nyata), kinerja pelayanan dan pembayaran dengan uang.

54

Ibid, hlm. 263.

55

(39)

d. Definisi yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia

Hukum kontrak adalah rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-warga hukum.

e. Menurut Salim H. S.

Hukum kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Berdasarkan pengertian-pengertian hukum kontrak dapat dikemukakan beberapa unsur dasar yang terdapat di dalam hukum kontrak, sebagai berikut:56

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Kaidah hukum kontrak tertulis

Adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi

2) Kaidah hukum kontrak tidak tertulis

Adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Contoh: jual-beli lepas, jual-beli tahunan, dan lain-lain. Konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

b. Subjek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum

56

(40)

dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

c. Adanya prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Prestasi terdiri dari:

1) Memberikan sesuatu; 2) Berbuat sesuatu; dan 3) Tidak berbuat sesuatu. d. Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat perjanjian. Salah satunya kata sepakat (konsensus). Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

e. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.

Di dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas penting antara lain sebagai berikut:57

a. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme adalah asas yang menyatakan bahwa suatu kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan. Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap

57

(41)

kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riil tidak berlaku.

b. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas menentukan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjiannya, seperti:

1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; 2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; 3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

c. Asas mengikatnya kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Asas ini menyatakan bahwa setiap orang yang membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata yang mencantumkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

(42)

Ketentuan mengenai itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam membuat suatu perjanjian, kedua belah pihak yang bersangkutan harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.

e. Asas kepribadian (Personalitas)58

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata.

Di samping asas-asas yang telah dijelaskan diatas, di dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, sebagai berikut:59

a. Asas kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.

b. Asas persamaan hukum

58

Salim H. S. I, Op. cit., hlm. 12.

59

(43)

Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama dan ras.

c. Asas keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memiliki pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

d. Asas kepastian hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan yang mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

e. Asas moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam

zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela

(44)

hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

f. Asas kepatutan

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

g. Asas kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

h. Asas perlindungan (protection)

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah.

4. Merger (Penggabungan)

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktivita dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang mengabungkan diri berakhir karena hukum.60

60

(45)

Secara teoritik, klasifikasi penggabungan (merger) dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Penggabungan Horisontal (Horizontal Merger)

Penggabungan horisontal merupakan penggabungan dua perseroan atau lebih dalam kegiatan usaha (bisnis) yang sama. Misalnya penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang memiliki kegiatan usaha dalam bidang perbankan.

b. Penggabungan Vertikal (Vertical Merger)

Penggabungan vertikal merupakan penggabungan dua Perseroan atau lebih yang memiliki kegiatan usaha dalam jalur hulu-hilir. Maksudnya, antara Perseroan yang menggabungkan diri tersebut terhubung usaha yang bersifat

input dan output.

c. Penggabungan Kongetif (Congentive Merger)

Penggabungan Kongetif merupakan penggabungan dua Perseroan atau lebih yang kegiatan usahanya sejenis atau dalam industri yang sama, tetapi tidak memproduksi barang yang sama dan juga tidak ada keterkaitan input-output

d. Penggabungan Konglomerat (Conglomerate Merger)

Penggabungan ini merupakan penggabungan dua Perseroan atau lebih yang tidak memiliki kesamaan bidang usaha. Sehingga aktivitas bisnis tidak berkaitan sama sekali antara Perseroan yang menggabungkan diri dengan Perseroan yang menerima penggabungan.61

61

Tri Budiyono I, Op. Cit., hlm. 208

(46)

1) Tipe Perluasan Geografis (Geographic extension), yang dipakai guna memperluas pasar;

2) Tipe Perluasan Produk (Product extension) yang dilakukan antara sesama produsen dari barang-barang yang mirip atau hampir sejenis, tetapi yang bukan kompetitor;

3) Tipe Konglomerat Murni (Pure Conglomerate Merger), yang merupakan merger dari dua perusahaan, dimana perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut tidak memiliki pangsa pasar yang hampir sejenis, ataupun secara fungsional tidak memiliki hubungan ekonomis, seperti kedua tipe diatas. 62

F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.63 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,64

62

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 129

63

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13- 14.

64

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

(47)

kegiatan tertentu.65

2. Data

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, tentang Merger Perusahaan Lintas Negara di Indonesia.

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.66 Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum, yaitu:67

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional yang mengikat, antara lain: UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseron Terbatas.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini.

c. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan seterusnya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier

65

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36.

66

Bambang Waluyo, Op. cit., hlm. 13- 14.

67

(48)

di luar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi: BAB I PENDAHULUAN

(49)

BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA

Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum mengenai pelaksanaan kegiatan merger di Indonesia yang meliputi pengertian merger, sejarah dan perkembangan merger di Indonesia dan dasar hukum pelaksanaan merger di Indonesia serta merger perusahaan lintas negara.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG

SAHAM YANG MELAKUKAN MERGER LINTAS NEGARA

Bab ini menguraikan tentang perlindungan hukum terhadap pemegang saham, hak dan kewajiban pemegang saham yang melakukan merger lintas negara.

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS TERLANGGARNYA HAK PEMEGANG SAHAM KARENA MERGER LINTAS NEGARA

Bab ini menguraikan tentang tata cara menyelesaikan sengketa yang terjadi akibat dilakukannya merger lintas negara.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(50)

BAB II

PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA

A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia

Pengertian Penggabungan (merger) telah diatur secara normatif dalam beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa:

“Pengabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”

Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai merger:

“Merger is combination of two or more corporations, where the dominant

unit absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under

the same name.”

(51)

Sedangkan Encyclopedia of Banking and Finance memberikan pula definisi mengenai penggabungan (merger)68

Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam hal ini, fusi atau absorpsi tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.

:

“Merger is the fusion or absorption of one into another.”

(Penggabungan (merger) adalah fusi atau pengabsorpsian dari satu kepada yang lainnya.)

Istilah merger ini dimaksudkan adalah sebagai suatu “fusi” atau “absorpsi” dari suatu benda atau hak pada benda atau hak lainnya. Undang-Undang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “penggabungan” untuk pengertian merger ini.

69

Perkembangan merger dalam sejarah mengalami pasang surut. Yang dapat ditarik dari sejarah tersebut adalah bahwa pasang surutnya merger mempunyai korelasi positif dengan pasang surutnya bisnis dinegara yang bersangkutan. Artinya, pada saat keadaan bisnis dan ekonomi suatu negara sedang berkembang, maka pada prinsipnya merger pun banyak dilakukan. Sebaliknya, pada saat ekonomi dalam keadaan resesi, maka kegiatan merger pun menurun. Hal ini wajar

68

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan-Pola Kemitraan dan Badan Hukum,

Cet.Pertama, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 77-78.

69

(52)

karena merger dipandang sebagai salah satu cara memperluas usaha yang tentu memerlukan orang jika prospek bisnis di tempat tersebut tidak baik.70

1. Pertimbangan pasar

Merger memiliki tujuan utama, yaitu untuk meningkatkan sinergi perusahaan. Sinergi akibat merger ini disebabkan adanya beberapa keuntungan, yaitu

Pertimbangan pasar dimaksudkan untuk memperluas pangsa pasar, menghasilkan mata rantai produksi yang lengkap dan untuk memperluas distribusi produk dalam satu area, atau memperluas area distribusi.

2. Penghematan Distribusi

Sistem distribusi termasuk sales, dealer, retail outlets dan transportation

facilities, diharapkan dapat menangani dua produk yang mempunyai metode

distribusi dan pasar yang serupa melalui efisiensi biaya. 3. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan salah satu cara penganekaragaman jenis, untuk meminimalisasikan risiko terhadap pasar tertentu dan/ atau untuk dapat berpartisipasi pada bidang-bidang yang baru tumbuh.

4. Keuntungan Manufaktur

Alasan ini dapat mengefisiensikan kelemahan, kapasitas dan overhead, sehingga permasalahan-permasalahan temporer dapat segera diatasi.

5. Riset dan Pengembangan

70

(53)

Riset dan Pengembangan tentunya harus didukung dengan biaya yang cukup, namun dengan dilakukannya merger maka biaya untuk melakukan riset dan pengembangan dapat ditekan setinggi mungkin karena riset, dan pendidikan atau pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan laboratorium bersama. 6. Pertimbangan Keuangan

Pertimbangan keuangan diharapkan dapat berpengaruh kepada:71

a. Earning per share

b. Corporate’s Image Improvement

c. Security and Stability Financial

7. Optimalisasi Akses Kekayaan (Capital Access Optimalization).

Optimalisasi Akses Kekayaan dapat lebih didayagunakan oleh perusahaan dominan dan target.

8. Pertimbangan Sumber Daya Manusia

Setiap perusahaan yang mengalami kekurangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, maka dapat dilakukan knowledge atau experience transfer.

9. Kecanggihan dan Otomatisasi

Perkembangan bisnis menuju kepada penggunaan sarana yang semakin canggih dan otomatisasi. Sehingga diperlukan biaya tinggi dan kemampuan SDM yang tangguh. Perusahaan-perusahaan kecil akan sulit mengikuti perkembangan ini kecuali dengan membesarkan diri, antara lain dilakukan dengan merger.

10. Penghematan Pajak. 72

71

(54)

Untuk mengadakan suatu merger ada 2 (dua) macam metode, yaitu:73 1. Fusi saham (aandolfusio)

Pada fusi saham dapat terjadi karena adanya pengoperan saham. 2. Fusi perusahaan (lodrijf fusio)

Pada fusi perusahaan terjadi dengan penggabungan perusahaan dari Perseroan Terbatas – Perseroan Terbatas yang berfungsi.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan tonggak sejarah hukum tentang merger. Hal ini disebabkan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas tersebutlah yang memulai mengatur merger yang lumayan komprehensif di tingkat undang-undang. Sebelumnya terdapat pengaturan merger, yang bersifat sektoral dan pengaturannya masih pada tingkat di bawah undang-undang. Oleh karena itu, sejarah hukum tentang merger dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu Periode Pra-UUPT dan Periode Pasca-UUPT.

1. Periode Sebelum Undang- Undang Perseroan Terbatas.

Di Indonesia sejarah hukum tentang merger masih terbilang baru. Dalam tingkat undang-undang, pengaturan tentang merger di Indonesia baru dimulai sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Praktik merger di Indonesia sudah mulai dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya didasari pada dasar hukum sebagai berikut: 74

72

.Johannes Ibrahim, Op. Cit. , hlm. 82- 83.

73

(55)

a. Dasar hukum kontraktual

Ada dua macam ketentuan dalam KUH Perdata, khususnya buku ke-III yang berlaku terhadap suatu merger, yaitu:

1) Ketentuan tentang perikatan pada umumnya

Dalam KUH Perdata tidak diatur secara khusus mengenai perjanjian merger. Tidak ada satu Pasal pun yang berbicara tentang perjanjian merger. Akan tetapi, dalam KUH Perdata tersebut buku ke-III terdapat ketentuan umum tentang perikatan yang diberlakukan terhadap setiap jenis perjanjian, termasuk perjanjian merger. Ketentuan umum mengenai perikatan ini diatur mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456.

2) Ketentuan tentang perjanjian jual beli

Dalam suatu deal merger antarperusahaan dalam teknik pelaksanaan diperlukan adanya jual beli saham. Itu sebabnya dalam Pasal 11 dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, ditentukan bahwa salah satu dokumen yang harus dilampirkan dalam mengajukan permohonan untuk memperoleh izin merger (izin tetap) di samping akta perjanjian merger adalah akta jual beli saham.

Untuk suatu perjanjian jual beli, termasuk untuk jual beli saham, di samping berlaku ketentuan umum tentang perikatan yang terdapat di bagian awal dari buku ke-II KUH Perdata sebagaimana telah disebutkan

74

(56)

di atas, berlaku pula ketentuan khusus mengenai jual beli, yang terdapat mulai dari Pasal 1457 sampai dengan termasuk Pasal 1540 KUH Perdata.

Teknis pelaksanaan merger antara dua perusahaan sering dipakai metode inbreng saham sebagai gantinya jual beli saham. 75

b. Dasar hukum bidang usaha khusus

Ada perseroan terbatas bidang tertentu yang mempunyai dasar hukum tersendiri sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Bidang yang diatur merger secara langsung oleh perundang-undangan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas adalah perseroan-perseroan terbatas bidang perbankan.

Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, merger bank diatur dalam perundang-undangan. Untuk merger dibidang perbankan, memang telah ada beberapa perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu

1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 614/ MK/ II/ 8/ 1971 tentang Pemberian Kelonggaran Perpajakan kepada Bank-Bank Swasta Nasional yang melakukan penggabungan (merger).

2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/ KMK. 01/ 1989 Tanggal 25 Maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank.

75

(57)

3) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/ 15/ BPPP Tanggal 25 Maret 1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan Usaha bagi Bank Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan, dan Bank Perkreditan Rakyat.

4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/ KMK. 017/ 1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. Keputusan Nomor 222 ini menggantikan Keputusan Nomor 278/ KMK. 01/ 1989 tersebut di atas dan akuisisi bank. 76

Praktik merger juga terjadi ketika pemerintah Republik Indonesia membongkar pasang perusahaan-perusahaan belanda yang dinasionalisasi pada dekade 1950- an. Ketika itu pula The Big Five perusahaan Belanda dibongkar pasang oleh pemerintah Republik Indonesia. The Big Five tersebut adalah:

1) Borsumij; 2) Jacoberg; 3) Geo Wehry; 4) Lindeteves;dan 5) Internatio. 2. Periode Pasca-UUPT

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas mengatur tentang merger dengan komprehensif. Dapat dikatakan era merger

76

(58)

setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dicatat dalam sejarah hukum bisnis sebagai era kepastian hukum bagi tindakan merger.

salah satu kelebihan dari Undang-Undang Perseroan Terbatas yang tidak dimiliki oleh pasal-pasal tentang Perseroan Terbatas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang adalah diaturnya mengenai merger, akuisisi, dan konsolidasi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut mengatur tentang merger, akuisisi, dan konsolidasi mulai dari Pasal 102 sampai dengan Pasal 109 plus Pasal 76 mengenai kuorum dan voting dalam rapat umum pemegang saham untuk merger, akuisisi, dan konsolidasi.

Pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 yang mengganti ketentuan-ketentuan dalam Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah memperbaiki dan mencatat Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.

Dalam bidang perbankan, setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, telah dikeluarkan beberapa perundang-undangan yang berkenaan dengan merger, khususnya mengenai merger bank, yaitu

(59)

b. Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 32/ 51/ KEP/ DIR Tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum.

c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/ 52/ KEP/ DIR Tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat. 77

Pengaturan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai merger pada prinsipnya terfokus pada dua hal berikut:

a. Masalah prosedural

Apabila dilihat ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, terlihat bahwa sebagian besar pengaturan tentang merger adalah berkenaan dengan aspek prosedural tentang merger tersebut. 78

1) Tahap I (rencana)

Prosedur penggabungan b

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan Strategi Pembelajaran

Mencermati tabel 4.4 aktivitas siswa dalam kelompok dengan menggunakan metode Goup Investigation dipaparkan pada uraian hasil penelitian berikut : Pada siklus II, aktivitas 3 yaitu

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan

Sebaliknya perjanjian pokok (perjanjian kredit) tidak serta merta menjadi hapus, dan berjalan terus. Dalam hal ini mengakibatkan pihak kreditor berada pada posisi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis Zingiberaceae yang didapatkan didaerah ini terdiri dari 15 jenis, 9 genera dan 2 sub famili.. Sub

Tujuan pembuatan laporan hasil praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknis respon fisiologis pada domba, serta mengetahui bagaimana cara mengambil spesimen atau sampel

Penelitian ini merupakan action research yang berfujuan untuk mengungkapkan apakah pembelajaran melalui program terpadu (test kecil (kolaborasi test), tatap muka

PENGEMBANGAN MEDIA KOMIK UNTUK EFEKTIFITAS DAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK.. Ambaryani, Gamaliel