SUATU PENDEKATAN LAYAK SEKITAR UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN LETAK LOKASI DEPO
TESIS
OLEH
ROLAN PANE
107021019/MT
PROGRAM STUDI MAGISTER MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUATU PENDEKATAN LAYAK SEKITAR UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN LETAK LOKASI DEPO
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Matematika Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ROLAN PANE
107021019/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Suatu Pendekatan Layak Sekitar Untuk Menyelesaikan Persoalan Letak Lokasi DEPO
Nama : Rolan Pane
N I M : 107021019
Program Studi : Matematika
Menyetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Sutarman, Msc Dr. Saib Suwilo, Msc
K e t u a Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Prof. Dr. Herman Mawengkang, MSc Dr. Sutarman, MSc
Telah diuji pada
tanggal 11 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Dr. Sutarman, MSc Angota : 1. Dr. Saib Suwilo, MSc
ABSTRAK
Dalam tesis ini dibahas suatu persoalan kombinatorial yaitu persoalan
penem-patan letak lokasi depo yang didasarkan pada peroalan rute dan telekomunikasi,
untuk persoalan yang sederhana bisa diselesaikan dengan metode Branch and
Bound, tetapi untuk persoalan dengan skala besar (sangat sulit), metode ini
tidak begitu efisien.
Kombinasi eksak dan pendekatan metode Heuristik dapat digunakan untuk
memperoleh penyelesaian yang dekat ke optimal.
ABSTRACT
In this thesis, a combinatoric problem is discussed, that is a problem of locating
depos by considering route and telecommunication network. The exact Branch
and Bound method can be used to slve a simple problem. However, for a large
scale problem the exact method is no longer efficient.
Combinning the exact and heuristic approach method can be used to get
the near optimal solution for the large problems.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kekuatan kepada Penulis untuk menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Suatu Pendekatan Layak Sekitar Untuk Menyelesaikan Persoalan Letak Lokasi DEPO sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magis-ter pada Program Pascasarjana Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi sehingga selesainya tesis ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, Ketua Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi dan pengarahan serta kontribusi sehingga selesainya tesis ini.
2. Bapak Dr. Sutarman, MSc, sebagai Pembimbing I dan Bapak Dr. Saib Suwilo sebagai Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, MSc, dan Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, MSc selaku Tim Penguji yang telah membimbing dan memberikan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Matematika FMIPA Uni-versitas Sumatera Utara yang telah memberikan materi perkuliahan dan pembekalan selama perkuliahan sehingga selesainya tesis ini.
5. Ibu Misiani, S. Si, staf administrasi Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu bidang ad-ministrasi.
7. Bapak Rektor Universitas Riau dan rekan FMIPA Universitas Riau yang telah memberikan bantuan dan rekomendasi, izin belajar serta motivasi kepada kami dalam menyelesaikan perkuliahan ini.
8. Kepada Isteri tercinta Desmaini, SPd, serta Ananda Apriliani Pane, Leonar-do Pane, S.H, Tripuspa Rini yang telah memberikan Leonar-dorongan dan seman-gat kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.
RIWAYAT HIDUP
Rolan Pane dilahirkan di Sipirok tanggal 26 Maret 1956, anak kedelapan dari 8
bersaudara. Menamatkan SD tahun 1969 di SD Negeri 3 Sipirok, SMP Negeri
104 Sipirok tahun 1972 dan SMA Negeri 1 di Sipirok tahun 1975.
Melanjutkan pendidikan ke jurusan Matematika FIPIA Universitas Riau dan
menyelesaikan Gelar Sarjana Muda (Gelar BSc) tahun 1980 serta melanjutkan
Sarjana Lengkap Jurusan Matematika FMIPA Universitas Riau tahun 1981 dan
menyelesaikan tahun 1985.
Tahun 1983 penulis diterima sebagai Tenaga Administrasi di FMIPA
Uni-versitas Riau sampai tahun 1985, kemudian sejak Oktober 1985, diangkat jadi
staf pengajar di FMIPA Universitas Riau.
Tahun 2011 Penulis dengan izin Belajar dari Rektor Universitas Riau
melan-jutkan Pendidikan ke Program Studi Magister FMIPA Universitas Sumatra
DAFTAR ISI
2.3 Metode Solusi Dalam Integer Progamming Pendekatan Pem-bulatan . . . 8
2.4 Pendekatan Grafik . . . 12
2.5 Pendekatan Gomory (Cutting Plane Algorithm) . . . 14
2.6 Kendala Gomory Dalam Pure Integer Progamming . . . . 14
2.7 Metode Branch dan Bound . . . 15
3.1 Penempatan Fasilitas . . . 23
3.2 Pendekatan Pada Penempatan Fasilitas . . . 24
3.3 Vehicle Routing Problems . . . 26
3.4 Vehicle Routing and Scheduling . . . 29
3.4.1 Methods for Routing and Scheduling . . . 30
3.5 Penyelesaian Vehicle Routing Problems . . . 31
4. MODEL MATEMATIKA PCLP dan PENYELESAIAN-NYA . . . 33
4.1 Model Matematika PCLP . . . 33
4.2 Metode Pendekatan . . . 36
4.3 Menguatkan Model LP-Relaksasi . . . 38
5. KESIMPULAN DAN SARAN . . . 41
5.1 Kesimpulan . . . 41
5.2 Saran . . . 41
ABSTRAK
Dalam tesis ini dibahas suatu persoalan kombinatorial yaitu persoalan
penem-patan letak lokasi depo yang didasarkan pada peroalan rute dan telekomunikasi,
untuk persoalan yang sederhana bisa diselesaikan dengan metode Branch and
Bound, tetapi untuk persoalan dengan skala besar (sangat sulit), metode ini
tidak begitu efisien.
Kombinasi eksak dan pendekatan metode Heuristik dapat digunakan untuk
memperoleh penyelesaian yang dekat ke optimal.
ABSTRACT
In this thesis, a combinatoric problem is discussed, that is a problem of locating
depos by considering route and telecommunication network. The exact Branch
and Bound method can be used to slve a simple problem. However, for a large
scale problem the exact method is no longer efficient.
Combinning the exact and heuristic approach method can be used to get
the near optimal solution for the large problems.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah tekhnologi baru dalam Telekomunikasi merupakan tantangan pada
per-masalahan desain jaringan. Pada tesis ini, akan ditampilkan perper-masalahan baru
yang berhubungan dengan desain akses jaringan lokal Global System for
Mo-bile communications (GSM). Jaringan GSM merupakan jaringan selular, tiap
cell dilayani oleh Base Transceiver Station (BTS), sama halnya seperti
stasi-un radio. Beberapa BTS terhubstasi-ung oleh Base Station Controller (BSC), baik
secara langsung atapun melalui BTS lainya. BSC mengatur jaringan radio
dan bertanggung jawab pada pengaturan pemanggilan dan penyerahan. Mobile
Switching Centers (MSC) merupakan otak dari jaringan selular. Di satu sisi
tiap MSC terhubung oleh kelompok BSC dan menuju kabel telepon dengan
lain-nya. Saat telepon selular diinisialisasi dengan panggilan, MSC merutekannya
ke controller yang tepat (bagian ini menggunakan jaringan selular yang sama)
atau ke jaringan kabel telepon. Saat ini arsitektur GSM, jaringan akses local
meliputi BSC dan BTS ini menyajikan bentuk bintang atau pohon. Meskipun
strukturring berdasar fiber optik yang menawarkan fitur baru dan menarik dan
yang sekarang akan digunakan. Tesis ini mengusulkan sebuah pendekatan
un-tuk memecahkan masalah kombinatorial yang muncul dalam konteks perjalanan
Dalam hal ini akan ditampilkan Plant-Cycle Location Problem (PCLP),
berhubungan denganCapacitated Facility Location Problem (CFLP) (lihat
Cor-nuegols et al 1990). Ditentukan dua set lokasi, satu diasosiasikan ke pelanggan
dan yang lainnya diasosiasikan ke penempatan yang berpotensial (memainkan
aturan BSC pada konteks telekomunikasi). Jarak koneksi diantara dua lokasi
di-asumsikan menjadi diketahui dan simetris. Pembukaan tiap penempatan
poten-sial diberikan biaya yang diketahui. Selain itu, tiap penempatan yang
berpoten-si memiliki kapaberpoten-sitas yang membataberpoten-si jumlah pelanggan yang dilayani. Sebagai
CFLP, PCLP terdiri dari memilih penempatan yang dibuka dan menugaskan
pelanggan untuk membuka penempatan yang meminimalkan biaya. Penemuan
ini berkaitan dengan CFLP yang ada pada PCLP, pelanggan ditugaskan
un-tuk menempati dan harus dilayani dengan siklus, sedangkan biaya solusi juga
termasuk biaya rute. Bentuk siklus merupakan topologi yang menarik dalam
telekomunikasi karena saat membandingkan dengan tiga bentuk, siklus
men-jamin hubungan dan juga menyediakan kegagalan untuk bertahan.
PCLP melihat kumpulan disjoint siklus meliputi semua pelanggan, tiap satu
siklus berisi satu penempatan yang pasti, dan meminimalkan penjumlahan
to-tal.
• Biaya pembukaan penempatan yang terseleksi
• Biaya jumlah penempatan
• Biaya rute
yang bisa dilayani oleh penempatan terbuka. Dalam kasus yang umum,
per-mintaan yang berbeda bisa diasosiasikan ke tiap pelanggan dan hambatan akan
membatasi permintaan total yang disajikan oleh tiap penempatan. Namun,
pe-nambahan ini tidak ditampilkan pada aplikasi yang mendukung PCLP (lihat
Billionnet, Elloumi dan Grouz Djerbi 2002).
Saat hanya ada satu penempatan dan tidak ada biaya tugas, PCLP yang
tak tertampung mengubah bentuk lain menjadi Traveling Salesman Problem
(TSP). Di samping itu, PCLP mengubah bentuk lain menjadi Vehicle Routing
Poblem (VRP) dimana semua penempatan memiliki lokasi yang sama. Oleh
karena itu, PCLP adalah persoalan yang sangat sulit dan memiliki
bebera-pa aplikasi bebera-pada konteks rute (lihat contoh Toth dan Vigo 2001 untuk
sur-vey). Pada saat tertentu, beberapa pekerjaan pada desain optimal struktur
ring pada telekomunikasi telah dibuat di beberapa tahun terakhir. Makalah
oleh Billionent, Elloumi dan Grous djerbi 2002 menunjukkan tujuan nyata dari
pekerjaan tersebut. Makalah ini fokus pada pengembangan metode solusi
ek-sak dan heuristik bagiSynchronous Digital Hierarchy Network Design Problem
(SDHNDP), dimana jumlah dan jenis ring harus dipilih. SDHNDP terhubung
oleh Warehouse Location-Routing Problem (WLRP) yang dikenalkan oleh Perl
dan Daskin tahun 1985, dimana kendaraan berbeda yang tersedia ditiap Depo
dan beberapa diantara mereka harus diseleksi untuk melayani pelanggan (jadi
generalisasi ini kemudian dikenal dengan Multi Depot Vehicle Routing
yang rumit yang merupakan pendekatan heuristik (lihat Hansen et al).
Be-lakangan ini, Albareda, D’iaz and Fern’andes 2002 menunjukan ekstensi dari
PCLP dimana pelanggan dihubungkan dengan permintaan yang sesuai yang
menampilkan heuristic tabu search dan lower bound untuk memecahkan kasus
sampai 10 penempatan dan 30 pelanggan, disini juga diselesaikan kasus secara
optimal sampai 5 penempatan dan 10 pelanggan. Pada tesis ini diajukan modul
program linear integer 0-1 untuk persoalan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menyelesaikan persoalan penempatan lokasi bisa digunakan metode Branch
and Bound, tetapi untuk persoalan dengan skala besar (yang sangat sulit)
metode ini tidak bisa menghasilkan penyelesaian yang optimal, maka pada tesis
ini diajukan gabungan metode eksak dan metode heuristik yang diharapkan
dapat menghasilkan penyelesaian yang optimal.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana
menyelesai-kan permasalahan kombinatorial (persoalan penempatan lokasi) dengan
meng-gunakan metode pendekatan layak sekitar, sehingga didapat hasil yang
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan terkait tentang persoalan
kombinatorial.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini bersifat studi literatur. Dimana untuk mencari hasil
yang optimum dari permasalahan letak lokasi Depo digunakan beberapa teori
pendukung yang berkaitan dengan permasalahan antara lain :
1. Teori-teori yang berkaitan dengan PCLP dan CFLP
BAB 2
PROGRAM INTEGER
2.1 Program Linear
Program linear merupakan metode matematika untuk mengalokasikan
sum-ber daya yang biasanya terbatas supaya mencapai hasil yang optimal,
misal-nya memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Oleh karena itu
progam linear banyak dipergunakan dalam menyelesaikan masalah-maslah,
an-tara lain ekonomi dan industri.
Para pengambil keputusan sering menghadapi masalah dalam menentukan
alokasi sumber daya yang terbatas karena mereka menginginkan hasil yang
seop-timal mungkin. Dengan menggunakan model program linear, para pengambil
keputusan dapat memprediksi hasil yang akan diperoleh.
Bentuk umum model program linear adalah:
Max(min)Z =Xcjxj.
Kendala
X
aijxj(≤,=,≥)bi,(i= 1,2, ..., m),
Di mana
xj : banyaknya kegiatanj (j = 1,2, ..., n),
Z : nilai fungsi tujuan,
cj : sumber per-unit kegiatan, untuk masalah memaksimalkancj menunjukkan
keuntungan per-unit per-kegiatan, sedangkan untuk kasus
meminimalkan-cj menunjukkan biaya per-unit per-kegiatan,
b : besarnya sumber dayai(i= 1,2, ..., m),
aij : banyaknya sumber dayaiyang dipakai sumber dayaj.
2.2 Program Integer
Pada masalah Program Linear penyelesaian optimalnya dapat berupa bilangan
real yang berarti penyelesaian bisa berupa bilangan pecahan. Untuk
penyele-saian yang berbentuk pecahan jika mengalami pembulatan ke integer terdekat
maka hasil yang diperoleh bisa menyimpang jauh dari yang diharapkan. Akan
tetapi banyak permasalahan di kehidupan nyata yang memerlukan penyelesaian
variabel keputusannya berupa integer sehingga harus dicari model penyelesaian
masalah sehingga diperoleh penyelesaian integer yang optimum.
Program Integer merupakan pengembangan dari Program Linear di mana
beberapa atau semua variabel keputusannya harus berupa integer. Jika hanya
sebagian variabel keputusannya merupakan integer maka disebut Program
Inte-ger campuran (mixed Integer Progamming ). Jika semua variabel keputusannya
Sedangkan Program Integer 0-1 merupakan bentuk Program Integer di mana
semua variabel keputusannya harus bernilai integer 0 atau 1 (binary).
Bentuk umum model Program Integer adalah:
Max(min)Z =Xcjxj.
Kendala
X
aijxj(≤,=,≥)bi,(i= 1,2, ..., m),
xj ≥0,(j = 1,2, ..., m),
xj bernilai integer untuk beberapa atau semuaj.
Bentuk umum model Program Integer 0-1 adalah:
Max(min)Z =Xcjxj.
Kendala
X
aijxj(≤,=,≥)bi,(i= 1,2, ..., m),
xj = 0 atauxj = 1,(j = 1,2, ..., n).
2.3 Metode Solusi Dalam Integer Progamming Pendekatan Pembu-latan
Suatu metode yang sederhana dan kadang-kadang praktis untuk
menyelesai-kan integer progamming adalah dengan membulatmenyelesai-kan hasil variabel keputusan
waktu dan biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu solusi. Bahkan,
pen-dekatan pembulatan dapat merupakan cara yang sangat efektif untuk masalah
integer progamming yang besar dimana biaya-biaya hitungan sangat tinggi atau
untuk masalah nilai-nilai solusi variabel keputusan sangat besar. Contohnya,
pembulatan nilai solusi jumlah pensil yang harus diproduksi dari 14.250,2
men-jadi 14.250,0 semestinya dapat diterima. Namun demikian sebab utama
kega-galan pendekatan ini adalah bahwa solusi yang diperoleh mungkin bukan solusi
integer optimum yang sesungguhnya.
Dengan kata lain, solusi pembulatan dapat lebih jelek dibanding solusi
inte-ger optimum yang sesungguhnya atau mungkin merupakan solusi tak layak. Ini
membawa konsekuensi besar jika jumlah produk-produk seperti pesawat angkut
komersial atau kapal perang yang harus diproduksi dibulatkan ke bilangan bulat
terdekat.
Tiga masalah berikut disajikan untuk mengilustrasikan prosedur
pembula-tan:
Masalah 1
Maksimumkan Z = 100X1+ 90X2
Dengan syarat 10X1+ 7X2 ≤70
5X1+ 10X2 ≤50
Masalah 2
Minimumkan Z = 200X1+ 400X2
Dengan syarat 10X1+ 25X2 ≥100
3X1 + 2X2 ≥12
X1+ X2 ≤0
Masalah 3
Maksimumkan Z = 80X1+ 100X2
Dengan syarat 4X1+ 2X2 ≤12 X1+ 5X2 ≤15
X1+ X2 ≤0
Perbandingan antara solusi dengan metode simpleks tanpa pembatasan
bilan-gan bulat, pembulatan ke bilanbilan-gan bulat terdekat dan solusi integer optimum
Masalah Solusi dengan metode Dengan pembulatan Bulat optimum
Masalah pertama adalah masalah maksimasi, dimana solusi pembulatan
meng-hasilkan keuntungan 680, hanya lebih kecil 20 dibanding yang dimeng-hasilkan solusi
bulat optimum 700. Masalah kedua adalah masalah minimasi dimana solusi
pembulatan adalah tak layak. Ini menunjukan bahwa meskipun pendekatan
adalah sederhana, namun kadang-kadang menyebabkan solusi tak layak. Untuk
mencegah ketidaklayakan, nilai solusi simpleks dalam masalah minimasi harus
dibulatkan ke atas. Misalnya, pada masalah kedua jika solusi dibulatkan ke
atas diperoleh X1 = 2 dan X2 = 4 dan merupakan solusi layak. Sebaliknya,
pada masalah maksimasi nilai solusi simpleks semestinya dibulatkan ke bawah.
Pada msalah ketiga, solusi pembulatan juga tak layak. Namun, seperti
dalam masalah minimasi, jika solusi simpleknya X1 = 2,14 dan X2 = 1,71
layak. Ini dapat dibuktikan dengan meneliti masing-masing kendala model
dengan nilai variabel keputusan yang telah dibulatkan kebawah.
Suatu metode yang serupa dengan pendekatan pembulatan adalah prosedur
coba-coba (trial and eror). Dengan menggunakan cara ini, pengambil
keputu-san mengamati solusi integer dan memilih solusi yang mengoptimumkan nilai
fungsi tujuan. Metode ini sangat tidak efektif jika masalahnya melibatkan
se-jumlah besar kendala dan variabel. Terlebih lagi, memeriksa kelayakan setiap
solusi yang dibulatkan banyak memakan waktu.
2.4 Pendekatan Grafik
Masalah Integer Progamming yang melibatkan hanya dua variabel dapat
dise-lesaikan secara grafik. Pendekatan ini identik dengan metode grafik LP dalam
semua aspek, kecuali bahwa solusi optimum harus memenuhi persyaratan
bilan-gan bulat. Mungkin pendekatan termdah untuk menyelesaikan masalah integer
progamming dua dimensi adalah menggunakan kertas grafik dan mengambarkan
sekumpulan titik-titik integer dalam ruang solusi layak. Masalah berikut akan
diselesaikan dengan pendekatan grafik.
Maksimumkan Z = 100X1 + 90X2
Dengan syarat 10X1+ 7X2 ≤70
5X1+ 10X2 ≤50
Model ini serupa dengan model LP biasa. Perbedaannya hanya pada kendala
terakhir yang mengharapkan bahwa variabel terjadi pada nilai non negatif
in-teger.
Solusi grafik masalah ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Z= 700
Ruang solusi layak adalah OABC. Solusi optimum masalah LP ditunjukkan
pada titik B, dengan X1 = 5,38 dan X2 = 2,31 serta Z = 746,15. Untuk
mencari solusi integer optimum masalah ini, garis Z (slope = -9/10) digeser
secara sejajar dari titik B menuju titik asal. Solusi integer optimum adalah
titik integer pertama yang bersinggungan dengan garis Z. Titik itu adalah A,
2.5 Pendekatan Gomory (Cutting Plane Algorithm)
Suatu prosedur sistematik untuk memperoleh solusi integer optimum terhadap
pure integer progamming pertama kali dikemukakan oleh R.E. Gomory. Ia
kemudian memperluas prosedur ini untuk menangani kasus yang lebih sulit
yaitumixed integer progamming.
Langkah-langkah prosedur Gomory diringkas seperti berikut:
1. Selesaikan masalah integer progamming dengan menggunakan metode
simpleks. Jika masalah sederhana, ia dapat diselesaikan dengan
pen-dekatan grafik, sehingga penpen-dekatan Gomory kurang efisien.
2. Periksa solusi optimum. Jika semua variabel basis memiliki nilai integer,
solusi optimum integer telah diperoleh dan proses solusi telah berakhir.
Jika satu atau lebih variabel basis masih memiliki nilai pecah, teruskan
ke tahap 3.
3. Buatlah suatu skala Gomory (suatu bidang pemotong ataucutting plane)
dan cari solusi optimum melalui prosedur dual simpleks. Kembali ke tahap
2.
2.6 Kendala Gomory Dalam Pure Integer Progamming
Tabel optimum masalah LP di bawah ini merupakan tabel solusi optimum
Basis X1 Xm w1 wn Solusi
Z 0. . . 0 c1··· cn b0
X1 1. . . 0 a11··· a1n b1
Xm 0 1 am1 amn b1
• Variabel Xi (i= 1, ..., m) menunjukan variabel basis.
• Variabel Xj (j = 1, ..., n) adalah variabel non bebas.
Perhatikan persamaan keidimana variabelX1 diasumsikan bernilai non integer
Xi =bi− X
aijwj dimanab non integer
Kemudian pisahkanbi danaij menjadi bagian yang bulat dan bagian pecah non
negatif seperti berikut:
bi =bi +fi jadifi =bi−bi, dimana 0≤fi ≤1
aij =aij +fij jadifij =aij −aij, dimana 0 ≤fij ≤1
2.7 Metode Branch dan Bound
Metode Branch and Bound merupakan kode komputer standar untuk
inte-ger progamming, dan penerapan-penerapan dalam praktek tampaknya
men-yarankan bahwa metode ini lebih efisien dibanding dengan pendekatan Gomory.
Teknik ini dapat diterapkan baik untuk masalah pure maupun mixed integer
Langkah-langkah metode Branch and Bound untuk masalah maksimasi
da-pat dilakukan seperti berikut:
1. Selesaikan masalah LP dengan metode simpleks biasa tanpa pembatasan
bilangan bulat.
2. Teliti solusi optimumnya. Jika variabel basis yang diharapkan bulat adalah
bulat, solusi optimum bulat telah tercapai. Jika satu atau lebih variabel
basis yang diharapkan bulat ternyata tidak bulat, lanjutkan ke langkah 3.
3. Nilai solusi pecah yang layak dicabangkan ke dalam sub-sub masalah.
Tu-juannya adalah untuk menghilangkan solusi kontinyu yang tidak memenuhi
persyaratan bulat dalam masalah itu. Pencabangan itu dilakukan melalui
kendala-kendalamutually exclusiveyang perlu untuk memenuhi persyaratan
bulat dengan jaminan tidak ada solusi bulat layak yang tidak diikut
ser-takan.
4. Untuk setiap sub-masalah, nilai solusi optimum kontinyu fungsi tujuan
ditetapkan sebagai batas atas. Solusi bulat terbaik menjadi batas bawah
(pada awalnya, ini adalah solusi kontinyu yang dibulatkan ke bawah). Sub-sub masalah yang memiliki batas atas kurang dari batas bawah yang
ada, tidak diikut sertakan pada analisa selanjutnya. Suatu solusi
bu-lat layak dalah sama baik atau lebih baik dari batas atas untuk setiap
sub masalah yang dicari. Jika solusi yang demikian terjadi, suatu sub
ke langkah 3.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang metode Branch and
Bound, perhatikan contoh masalah berikut:
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
X1 ≤8
2X2 ≤10
X1; X2 non negatif integer
Solusi optimum kontinyu masalah ini adalah X1 = 8, X2 = 2,26 dan Z =
35,25.
Solusi ini menunjukan batas awal. Batas bawah adalah solusi yang
dibu-latkan ke bawah X1 = 8, X2 = 2 dan Z = 34. Dalam metode Branch and
Bound, masalah itu dibagi ke dalam dua bagian untuk mencari nilai solusi
bu-lat yang mungkin bagiX1 dan X2. Untuk melakukan ini, variabel dengan nilai
solusi pecah yang memiliki bagian pecah terbesar dipilih. Karena pada solusi
ini hanya X2 yang memiliki bagian pecahan, ia dipilih. Untuk menghilangkan
bagian pecah dari nilai X2 = 2,25, dua kendala baru dbuat. Kendala-kendala
ini mewakili dua bagian baru dari masalah itu. Dalam hal ini, dua nilai
bu-lat terdekat terhadap 2,25 adalah 2 dan 3. Sehingga diperoleh dua masalah baru melalui dua kendala mutually exclusive, X2 ≤ 2 dan X2 ≥ 3, yang akan
efektif menghilangkan semua nilai pecah yang mungkin bagiX2, antara 2 dan 3.
Pengaruhnya mereka mengurangi ruang solusi layak sedemikian rupa sehingga
angka solusi bulat yang diealuasi pada masalah ini makin sedikit.
Bagian A
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
X1 ≤8
2X2 ≤10 (berlebih)
X2 ≤2
X1; X2 ≥0
Bagian B
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
X1 ≤8
2X2 ≤10
X2 ≤3
X1; X2 ≥0
Bagian A dan B diselesaikan tanpa pembatasan bilangan bulat dengan
metode simpleks. Solusi grafik kedua bagian itu ditunjukkan pada gambar
Bagian A: X1 = 8, X2 = 2, dan Z = 34,
Bagian B: X1 = 6,5, X2 = 3, dan Z = 34,5.
Bagian A menghasilkan suatu solusi yang semuanya bulat. Untuk bagian
A batas atas dan bawah adalah Z = 34. Solusi pecah bagian B membenarkan
pencarian lebih lanjut karena menghasilkan nilai fungsi tujuan yang lebih besar
dari batas atas bagian A. Sangat mungkin bahwa pencarian lebih lanjut
da-pat menghasilkan suatu solusi yang semuanya bulat dengan nilai fungsi tujuan
melebihi batas atas bagian A = 34.
Bagian B dicabangkan ke dalam dua sub bagian, b1 danb2, pertama dengan
kendala X1 ≤6 dan yang lain dengan X2 ≥7. Kedua sub-masalah dinyatakan
sebagai berikut:
Sub bagian B1
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
X1 ≤8 (berlebih)
2X2 ≤10
X2 ≥3
X1 ≤6
Sub bagian B2
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
X1 ≤8
2X2 ≤10
X2 ≥3
X1 ≥7
X1; X2 ≥0
Solusi simpleksnya adalah :
Sub-bagianB1 : X1 = 6, X2 = 3,25 dan Z = 34,25,
Sub-bagianB2 : tidak layak.
Karena sub-bagian B1 menghasilkan nilai fungsi tujuan yang lebih besar
dari 34 (batas atas bagian A), maka harus dicabangkan lagi ke dalam dua sub
masalah, dengan kendala X2 ≤ 3 dan X2 ≥ 4. Kedua kendala sub masalah
BagianB1a
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
2X2 ≤10 (berlebih)
X2 ≤3
X2 ≥3
X1 ≤6
X1; X2 ≥0
BagianB1b
Maksimumkan Z = 3X1+ 5X2
Dengan syarat 2X1+ 4X2 ≤25
2X2 ≤10
X2 ≥3 (berlebih)
X2 ≥4
X1 ≤6
X1; X2 ≥0
Solusi optimum dengan metode simpleks adalah :
Sub-bagianB1a : X1 = 6, X2 = 3 danZ = 33,
Sub-bagianB1b : X1 = 4,25, X2 = 4 dan Z = 33,5.
buruk dibanding dengan solusi yang dihasilkan oleh bagian A. Karena itu, solusi
bulat optimum adalahX1 = 8, X2 = 2 dan Z = 34 yang dihasilkan oleh bagian
A.
Jika pencarian telah diselesaikan, solusi bulat dengan fungsi tujuan tertinggi
(dalam masalah maksimasi) dipilih sebagai solusi optimum.
Hasil perhitungan diatas dapat digambarkan pada gambar berikut:
BAB 3
VEHICLE ROUTING PROBLEM
3.1 Penempatan Fasilitas
Hampir setiap sektor swasta dan publik dihadapi pada tugas mencari
fasili-tas. Untuk pertimbangan Verter dan Dincer (1995); jenis pekerjaan semakin
penting karena dunia sedang berkembang menuju global. Oleh karena itu,
De-po ditempatkan di negara dan wilayah yang berbeda. Berbagai model telah
dikembangkan untuk menganalisis penempatan fasilitas depo sebagai keputusan
untuk mengoptimalkan satu atau lebih tujuan, sesuai dengan fisik, struktural,
dan kebijakan yang tebatas implementasi pemerintah, insentif dalam berbagai
statis atau deterministik pasangan. J. Rarick, S. Revelle C. (1998) berpendapat
karena modal yang besar pada pengeluaran, penempatan fasilitas dilaksanakan
dalam jangka panjang. Akibatnya, mungkin ada ketidakpastian parameter dari
penempatan lokasi.
Penempatan fasilitas depo memiliki peran penting karena pemilihan lokasi
secara langsung berhubungan dengan sistem gambar, pengontrolan inventaris
dan penanganannya, nasabah dan suplayer. Sebuah lokasi yang baik
memberi-kan keuntungan strategis terhadap persaingan. Untuk memberimemberi-kan pelayanan
kepada nasabah yang berpotensi lebih baik dengan jangka pendek yang
di-nyatakan oleh Jayarman dan Vaidyanathan (1998) sebagai penempatan
pelayanan bagi nasabah. Kumral M (2004) mengatakan bahwa penentuan
pen-empatan fasilitas adalah fenomena yang biasa ditemukan di daerah penelitian.
Penempatan fasilitas berarti penempatan fasilitas yang direncanakan
berkai-tan dengan fasilitas lainnya menurut beberapa kendala. Ada beberapa metode
kuantitatif dan kualitatif yang diterapkan untuk permasalahan penempatan
fasilitas yang dijelaskan oleh Chen dan Sha (2011).
3.2 Pendekatan Pada Penempatan Fasilitas
Masalah klasik pada penempatan telah dibahas selama bertahun-tahun, seperti
yang diprakarsai oleh Weber (1909), bagaimanapun, model yang bisa diterapkan
hanya pada tahun 1960 ditelaah ulang dengan kemampuan komputasi
otoma-tis oleh Laporte dan Revelle (1996). Banyak metode dapat diterapkan dalam
permasalah penempatan fasilitas depo. Salah satunya adalah metode metrik
k-median yang digunakan oleh Arya, N. Et al. (2004). Ia menyatakan
kesen-jangan lokalitas dari prosedur pencarian lokal untuk minimalisasi permasalahan
sebagai rasio maksimum sebagai solusi optimal (diperoleh dengan menggunakan
prosedur ini) untuk pengoptimalan global.
Jungthirapanich dan Benyamin (1995) menjelaskan ringkasan kronologis
penelitian studi antara tahun 1875-1990 di lokasi industri umum, menyatakan
secara tidak langsung bahwa, sering di masa lalu, sejumlah faktor kuantitatif
seperti transportasi dan biaya kerja diambil ketika perusahaan membuat
faktor kualitatif dan kuantitatif telah berkembang dengan jelas. Biaya adalah
konsep utama dalam penempatan keputusan internasional dan mungkin ada
trade-off antara berbagai jenis biaya. Atthirawong dan MacCarthy (2003)
menyatakan faktor penempatan biasanya mempengaruhi penempatan
keputu-san internasional.
Masalah penempatan fasilitas meliputi berbagai formulasi, yang mana dalam
kisaran kompleksitas dari jenis model komoditas deterministik linier tunggal
yang sederhana menjadi multi komoditas nonlinier versi stokastik yang
dis-arankan oleh Jayaraman danVaidyanathan (1998). Hoffman dan J
Schnieder-jans (1994) menyatakan bahwa untuk strategi ekspansi global pada perusahaan
penempatan fasilitas memiliki peran penting. Akan tetapi hanya sedikit jurnal
yang membahas untuk membantu perusahaan untuk menggunakan strategi ini.
Menurut Jayaraman, Vaidyanathan (1998) model matematika memiliki banyak
keuntungan untuk membantu desain metodologi yang saling berhubungan.
Mod-el matematika tersebut menjawab pertanyaan berapa banyak fasilitas harus
dile-takkan, di mana penempatan untuk fasilitas tersebut dan bagaimana pengaruh
faktor penempatan pada pemilihan ini.
Menurut Chuang (2002), QFD digunakkan untuk faktor penempatan
fasili-tas. Kriteria Lokasi dan faktor pertimbangan lainnya memiliki nilai dan model
berisi persyaratan penempatan (persyaratan kualitas yang mereka harapkan),
kriteria penempatan (karakteristik Kualitas yang mereka harapkan), pentingnya
normal-isasi kriteria penempatan. Semua ini yang berhubungan dalam sebuah matriks.
Tujuannya adalah apakah persyaratan penempatan dan kriteria penempatan
memuaskan.
3.3 Vehicle Routing Problems
Logistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap biaya dan keputusan
su-atu perusahaan, logistik juga berpengaruh untuk menghasilkan level pelayanan
kepada konsumen yang berbeda-beda. Tujuan akhir manajemen logistik adalah
mendapatkan sejumlah barang atau jasa yang tepat pada tempat dan waktu
yang tepat, serta kondisi yang diinginkan dengan memberikan kontribusi
terbe-sar bagi perusahaan.
Untuk mencapai tujuan akhir manajemen logistik, diperlukanlah suatu
sis-tem distribusi produk yang :
• Memastikan bahwa produk yang tersedia pada waktu dan jumlah yang
tepat sesuai permintaan konsumen.
• Memiliki kualitas yang terjamin.
• Memperhatikan tingkat keselamatan dalam pendistribusiannya.
Suatu perusahaan harus dapat mengoptimalkan sistem distribusinya agar
dapat bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya. Salah satu caranya adalah
dengan pengoptimalan transportasi. Salah satu permasalahan dalam
kendaraan dengan biaya rendah dimana tiap kendaraan barawal dan berakhir di
depot, setiap konsumen hanya dilayani sekali oleh sebuah kendaraan, serta total
permintaan yang dibawa tidak melebihi kapasitas kendaraan. Transportasi ini
memberikan kontribusi biaya 1/3 sampai 2/3 dari total biaya distribusi.
Vehicle routing problrms (VRP), pertama kali dikenalkan oleh Dantzig dan
Ramser pada tahun 1959. VRP ini memegang peranan penting pada
mana-jemen distribusi dan telah menjadi salah satu permasalahan dalam
optimal-isasi kombinasi yang dipelajari secara secara luas. VRP merupakan
manaje-men distribusi barang yang memperhatikan pelayanan, periode waktu tertentu,
sekelompok konsumen dengan sejumlah kendaraan yang berlokasi pada satu
atau lebih depot yang dijalankan oleh sekelompok pengendara menggunakan
road network yang sesuai. Solusi dari sebuah VRP yaitu menentukan
sejum-lah rute, yang masing-masing dilayani oleh suatu kendaraan yang berasal dan
berakhir pada depotnya, sehingga kebutuhan pelanggan terpenuhi, semua
per-masalahan operasional terselesaikan dan biaya transportasi secara umum
di-minimalkan.
Karakteristik konsumen dalam VRP :
• Menempatkan road graph dimana konsumen berada.
• Adanya demand dalam berbagai tipe dan harus diantarkan ke tempat
konsumen.
• Waktu yang dibutuhkan untuk mengantarkan barang ke lokasi konsumen
(loading time), hal tersebut dapat berhubungan dengan jenis kendaraan.
• Sekelompok kendaraan tersedia digunakan untuk melayani konsumen.
Terdapat 4 tujuan umum VRP, yaitu :
• Meminimalkan biaya transportasi global, terkait dengan jarak dan biaya
tetap yang berhubungan dengan kendaraan.
• Meminimalkan jumlah kendaraan (atau pengemudi) yang dibutuhkan
un-tuk melayani semua konsumen.
• Menyeimbangkan rute, untuk waktu perjalanan dan muatan kendaraan.
• Meminimalkan penalti akibat service yang kurang memuaskan dari
kon-sumen.
Menurut Toth dan Vigo (2002) ditemukan variasi permasalahan utama VRP
yaitu :
• Setiap kendaraan memiliki kapasitas yang terbatas (capacitaced VRP
-CVRP)
• Setiap konsumen harus dikirimi barang dalam waktu tertentu (VRP with
time windows-VRPTW)
• Vendor menggunakan banyak depot untuk mengirimi konsumen (multiple
• Konsumen dapat mengembalikan barang-barang kembali ke depot (VRP
with pick up and delivering-VRPPD)
• Konsumen dilayani dengan menggunakan kendaraan yang berbeda-beda
(split-delivery VRP-SDVRP)
• Beberapa besaran (seperti jumlah konsumen, jumlah permintaan, waktu
melayani dan waktu perjalanan)
• Pengiriman dilakukan dalam periode waktu tertentu (periodicVRP-PVRP)
3.4 Vehicle Routing and Scheduling
Vehicle routing and scheduling merupakan perluasan dari vehicle routing
prob-lem. Beberapa batasan yang realistis yang termasuk didalamnya adalah sebagai
berikut :
1. Dalam setiap titik pemberhentian, ada sejumlah volume yang diambil dan
dikirim.
2. Beragam kendaraan kemungkinan digunakan, disebabkan karena beragam
batasan kapasitas pengangkutan.
3. Maksimum total waktu kerja operator kendaraan untuk melakukan
pen-giriman sebelum periode istirahat selama kurang lebih 8 jam.
4. Titik pemberhentian (konsumen) hanya memperbolehkan pengiriman dan/atau
5. Pengambilan hanya boleh dilakukan setelah dilakukan pengiriman.
6. Operator kendaraan diperbolehkan istirahat atau makan siang pada waktu
tertentu.
Beberapa batasan diatas menambah kompleksitas masalah rute ini dan
mempersulit kita dalam pemilihan solusi yang optimal. Solusi yang paling
optimal dapat diperoleh dengan cara menerapkan beberapa panduan untuk
menghasilkan routing dan scheduling yang baik atau beberapa prosedur
logi-cal heuristic dengan pertimbangan kendaraan memulai perjalanan dari pabrik
(depot), menuju ke beberapa titik pemberhentian (stop) untuk melakukan
pen-giriman, dan kembali ke pabrik (depot) pada hari yang sama.
3.4.1 Methods for Routing and Scheduling
Permasalahan untuk mendapatkan hasil solusi yang optimal dari pemecahan
VRP (Vehicle Routing Problems) menjadi bertambah jika terdapat
penamba-han kendala (constraint) pada kasus yang harus diselesaikan. Kendala-kendala
tersebut antara lain batasan waktu (time windows), jenis kendaraan angkut
yang berbeda-beda kapasitas angkutnya, total waktu maksimum operator kendaraan
melakukan pengiriman, hambatan-hambatan diperjalanan, waktu istirahat
op-erator kendaraan ketika melakukan pengiriman dan lain sebagainya. Dari banyak
pendekatan untuk memecahkan masalah VRP terdapat dua metode yang
pal-ing umum digunakan yaitu sweep method dan savings method. Kedua metode
3.5 Penyelesaian Vehicle Routing Problems
Pada dasarnya, terdapat 3 macam penyelesaian VRP :
1. Solusi eksak
Pada solusi eksak dilakukan pendekatan dengan menghitung setiap solusi
yang mungkin sampai satu terbaik dapat diperoleh. Branch and Bound
dan Branch and Cut merupakan contoh dari penyelesaian eksak.
2. Heuristik
Metode Heuristik memberikan suatu cara untuk menyelesaikan
permasala-han optimasi yang lebih sulit dan dengan kualitas dan waktu penyelesaian
yang lebih cepat daripada solusi eksak. Contoh metode heuristik antara
lain: Saving Based.
3. Sweep Method
Sweep method adalah metode yang sederhana dalam perhitungannya,
bahkan untuk memecahkan masalah dengan ukuran yang cukup besar.
Keakuratan metode ini rata-rata kesalahan perhitungannya adalah
sebe-sar 10 persen.
Keakuratan metode ini adalah pada cara pembuatan jalur rutenya.
Pros-esnya terdiri dari dua tahap, pertama titik pemberhentian ditentukan
untuk kendaraan yang ada. Tahap kedua adalah menentukan urutan titik
pemberhentian pada rute. Karena melibatkan dua tahapan proses maka
dengan baik oleh metode ini.
Metode ini termasuk di dalam metode cluster atau pengelompokan, yang
mana pengelompokan awal dilakukan dengan menggabungkan
perhentian-perhentian yang setiap kelompok mengakomodasi volume masing-masing
perhentian. Volume total perhentian dari satu cluster mungkin akan
melebihi kapasitas kendaraan karenanya beberapa perhentian dipindahkan
ke kendaraan yang kapasitasnya belum penuh. Relokasi seperti ini
di-lakukan dengan menggunakan metode transportasi linear progamming.
Yang menarik dari metode ini adalah perhentian dikelompokkan berdasarkan
kedekatan dan logikanya akan menghasilkan jarak total yang rendah.
Keti-ka volume cluster melebihi kapasitas kendaraan relokasi perhentian ke
cluster lain dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan optimum
di-antara cluster. Karena pengelompokkan terpisah dari pengurutan (
se-quencing), kendala waktu tidak dapat diselesaikan menggunakan metode
BAB 4
MODEL MATEMATIKA PCLP dan PENYELESAIANNYA
4.1 Model Matematika PCLP
Persoalan memodelkan PCLP merupakan kebutuhan untuk mengenalkan
be-berapa notasi. Misalkan V = I ∪J merupakan set lokasi, dimana I mewakili
lokasi pelanggan danJ merupakan lokasi penempatan potensial. E merupakan
edge yang terhubung tidak langsung ke semua pasangan lokasi yang mungkin
pada V dan G ( V , E ) sebuah graph yang didefinisikan PCLP. Tiap lokasi
penempatan yang potensial j ∈ J memiliki biaya sosiasi fj, dapat melayani
sebagian besar pelanggan qj. Dihubungkan ke tiap pelanggan i ∈ I dan tiap
depot yang potensial j ∈ J terdapat biaya tugas dij, dan terhubung ke tiap
edge e∈E terdapat biaya rutece.
PCLP dapat diformulasikan secara sistematis dengan menentukan variabel.
Pada tiap penempatan j ∈ J. yj merupakan variabel biner yang mengambil
nilai 1 jika penempatan j terbuka pada persamaan dan 0 jika sebaliknya. Tiap
edgee∈E memiliki variabel integer yang terhubungxemengambil nilai 2 jika 1
dengan verteksnya merupakan penempatan dan lainnya merupakan pelanggan
dan mereka hanya titik pada siklus nilai 1 jika edge e merupakan bagian dari
siklus yang mengunjungi pelanggan lainnya disamping nilai ekstrimya, dan nilai
0 jika sebaliknya. Untuk tiapi∈Idan tiapj ∈Jsebuah variabelzij mengambil
sebaliknya.
Untuk menyederhanakan notasi, digunakan E1 untuk menotasikan semua
edge yang menghubungkan pelanggan, sebagai contohE1: ={[i, i] :i∈I, i∈I}
dan kami mengansumsikan bahwaE\E1 hanya berisi edge yang menghubungkan
satu pelanggan dengan satu penempatan yang potensial, sebagai tambahan,
tiap vertek S ⊂V kami mendefinisikan:
δ(S) :={[u, v]∈E :u∈S, v ∈S}
E(S) :={[u, v]∈E :u∈S, v ∈S}
Dan v ∈V lainnya kami menuliskan δ(v) sebagai pengganti δ({v}). Selain
Kemudian model seperti dibawah ini:
Kendala (4.2) melaksanakan tiap jumlah pelanggan i ditentukan dengan tepat
pada penempatanj. Kapasitas pada kendala (4.2) membatasiqj jumlah
pelang-gan yang satu penempatan j ∈ J dapat dilayani dan mencegah pelanggan
di-tentukan pada penempatan tak tebuka. Perhatikan bahwa jika qj ≥ |I| untuk
semua j ∈ J, kami mendapatkan versi tak berkapasitas dari PCLP. Kendala
(4.4) dan (4.5) merupakan derajat kendala dan memastikan bahwa derajat tiap
2 jika dan hanya jika berasal dari siklus tersebut. Kendala (4.6), serupa dengan
kendala eliminasi kunjungan pada TSP lihat [M.W. Padberg, G. Rinaldi 1991],
yang merupakan kendala terhubung. Dalam hal ini bisa dinyatakan bahwa tiap
verteks S ⊂ V harus terhubung pada komplemennya sedikitnya 2 edge kapan
saja terdapat pasangan verteksidanj sepertiiyang merupakan pelanggan
pa-da S,j merupakan penempatan yang tidak pada S, daniditunjuk kej. Kendala
(4.7) menyatakan bahwa pelanggan I dalah tidak ditunjuk pada penempatan
j kemudian edge [i, j] tidak bisa dirutekan. Kendala (4.8) menyatakan bahwa
jika pelanggan i dan i′ ditunjuk ke penempatan j dan j′ yang berbeda,
kemu-dian mereka tidak dapat berada pada satu siklus yang sama. Terakhir, kendala
(4.9)-(4.12) adalah persamaan integral bagi jenis variabel yang berbeda.
4.2 Metode Pendekatan
Meskipun pendekatanbrand-and-bound dengan mudah diadopsi, untuk
bebera-pa kelas dari masalah berskala besar seperti prosedur yang mungkin akan mahal
saat dilakukan komputasi. Kami telah mengadopsi pendekatan dari
pemerik-saan masalah penurunan beberapa variabel bilangan bulat yang konstan dan
hanya sedikit subset yang berbeda pada langkah diskrit.
Ini mungkin diimplementasikan dalam struktur program dengan penilaian
semua variabel bilangan bulat pada batasnya pada solusi yang kontinu sebagai
nonbasic dan menyelesaikan masalah penurunan dengan mempertahankannya
1. Langkah Pertama, menyelesaikan masalah yang mengabaikan syarat
inte-gral.
2. Langkah Kedua, menghasilkan solusi kelayakan bilangan bulat (sub-optimal)
menggunakan pembulatan heuristik dari solusi kontinu.
3. Langkah Ketiga, membagi himpunanI dari variabel bilangan bulat
men-jadi himpunan I1 pada batas-batasnya yang nonbasic pada solusi yang
kontinu dan himpunan I2. I =I1+I2.
4. Langkah Keempat, melakukan pencarian pada fungsi objektif,
memperta-hankan variabel nonbasic I1 dan memungkinkan perubahan diskrit pada
nilai variabel I2.
5. Langkah Kelima, pada solusi yang diperoleh pada Langkah Keempat,
periksa harga penurunan dari variabelI1. Jika ada yang harus dilepaskan
dari batas-batasnya, tambahkan mereka ke himpunan I2 dan ulangi dari
langkah Keempat, jika tidak, maka berhenti.
Ringkasan diatas memberikan struktur pengembangan strategi khusus untuk
masalah kelas tertentu. Sebagai contoh, pembulatan heuristik pada Langkah
2 dapat disesuaikan dengan kendala-kendala yang sesuai dengan sifatnya, dan
langkah 5 dapat melakukan penambahan satu variabel sekaligus kehimpunan
I2.
Pada level praktis, implementasi dari prosedur membutuhkan pilihan dari
bi-langan bulatnya. Pencarian pada langkah 4 dipengaruhi oleh beberapa
pertim-bangan, seperti langkah diskrit pada variabel bilangan bulat super-basic yang
hanya muncul jika semua bilangan bulat basic tersisa dalam toleransi khusus
dari kelayakan bilangan bulat.
Pada umumnya, selain struktur kendala mempertahankan kelayakan
bilan-gan bulat pada variabel basic bilangan bulat untuk perubahan diskrit pada
super-basic, bilangan bulat pada himpunanI2 harus dibuatsuper-basic. Hal ini
dapat diperoleh selama ini diasumsikan bahwa himpunan variabel slack yang
lengkap termasuk dalam masalah.
4.3 Menguatkan Model LP-Relaksasi
Untuk memecahkan PCLP dengan menggunakan model sebelumnya, pendekatan
alami dengan menggunakan Pemrograman Linier. Untuk mengakhirinya,
san-gat bermanfaat untuk mencari pertidaksamaan yang valid seperti
pertidak-samaan yang diselesaikan oleh semua perpertidak-samaan yang sesuai meskipun tidak
memerlukan formulasi integer, membantu mengurangi celah antara nilai model
LP-relaxation yang optimal dan nilai persamaan program integer yang optimal.
Pada bagian ini akan ditampilkan beberapa kelompok dari pertidaksamaan yang
valid untuk PCLP.
Kekuatan LP-relaxation yang pertama model (4.1) - (4.12) diperoleh dari
persamaan sederhana dibawah ini:
Yang memberlakukan pelanggan i ∈ I tidak dapat ditunjuk sebagai
penem-patan j ∈ J jika j buka terbuka. Persamaan (4.13) mempengaruhi persamaan
(4.3) saat qj ≥ |I| seperti saat pemecahan contoh PCLP tak berkapasitas.
Kegunaan lain dari anggota persamaan, dihubungkan ke path inequalities
yang diajukan dalam Fischetti, Salaze dan Toth [6] danchain barrier constraints
yang ditampilkan Laporte, Nobert dan Arpin [11], seperti dibawah ini, untuk
tiap Q⊆J,i, i⊆I dan path dari i kei′, pertidaksamaan
adalah valid bagi PCLP. Sebenarnya, pertidaksamaan ini berisi persamaan (4.8)
yang muncul saat P = {|i, I′|}, dan mereka menyatakan bahwa sebuah rute
tidak dapat memperoleh pelanggan yang terlayani oleh penempatan yang
berbe-da.
Adalah valid bagi PCLP. Pertidaksamaan ini mempengaruhi S untuk
ter-hubung ke komplemennya setidaknya dua edge untuk tiap pelanggan S yang
ditunjuk pada penempatan S. Ini mudah dilihat bahwa persamaan ini lebih
kuat dibanding persamaan (4.6).
Terakhir, anggota dari pertidaksamaan valid lainnya bagi PCLP diberikan:
x(E(H)) +x(T)≤ |H∩I|+ X j∈H∩J
yj+X
j∈Jr
yj + (|T ∩E1| −1)/2 (4.16)
1. {i, j} ∩ {k, l}= untuk [i, j], [k, l]T dan [i, j]6= [k, l]
2. |T ∩E1| ≥3 dan ganjil
Dan dimana JT menampilkan penempatan yang bertetangga dengan edge
pada T. Pertidaksamaan ini merupakan varian dari 2-matching constraintsklasik
bagi TSP. Ini dapat diperoleh dengan menambahkan derajat persamaan (4.4)
bagi semua vertexHTI, derajat persamaan (4.5) bagi semua vertexH∩J dan
menuju kendala
xii′ ≤1 untuk semua [i, i ′
]∈T ∩E1,
xij ≤2yj untuk semua [i, j]∈T\E1.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari persoalan penempatan lokasi Depo yang sederhana (skala kecil) bisa
dise-lesaikan dengan metode Branch and Bound, tetapi apabila persoalannya dalam
skala besar, metode Branch and Bound tidak begitu efektif, sehingga untuk
menyelesaikan persoalan tersebut digunakan metode pendekatan layak sekitar
(metode eksak dan metode heuristik) yang dapat menghasilkan penyelesaian
yang optimal .
5.2 Saran
Penyelesaian pada tesis ini adalah merupakan penggunaan metode secara
teori-tis, diajukan kepada yang berminat pada bidang ini bisa melanjutkan dengan
DAFTAR PUSTAKA
M. Albareda, I.A. Diaz, & E. Fernandez. (2002) ”A Compact Model and Tight Bounds For a Combined Location Routing Problem”,Optimization Days, Mon-treal.
A. Billionnet, S. Elloumi, & L. Gruoz Djerbi. (2002) ”Designing radio-mobile access networks based on SDH rings”,Technical Report 325, CEDRIC.
A. Caprara & M. Fischetti.(1997) ”Branch and cut algorithms”. In M. Dell Amico, F. Maffioli, S. Martello(editors), Annotated bibliographies in Combina-torial Optimization, John Wiley & Sons.
G. Cornuegols, G.L Nemhauser, & L.A Wosley. (1990) ”The Uncapacitated Facility Location Problem”. In P.B. Mirchandani, R.L. Francis(eds), Discrete Location Theory, John Wiley & Sons.
M. Fischetti, G. Romanin Jacur, J.J. Salazar. (2003) ”Optimization of the Interconecting Network of a UMTS Radio Mobile Telephone System”, Euro-pean Journal of Operational Research 144(1998)56-57.
M. Fischetti, J.J. Salazar, P. Toth. (1998) ”Solving the Orienteering Prob-lem Through Branch-and-cut”. INFORMS Journal on Computing 10, 133-148.
E. Gourdin, M. Labbe, H. Yaman. (2002) ”Telecommunication and Location”. In Z. Drezner, H.W. Hamacher(editors), Facility Location: Applications adn Theory,Springer.
G. Laporte. (1992) ”The Vehicle Routing Problem: An overview of exact and approximate algorithms”,European Journal of Operational Research 59 (1992) 345-358.
M.W. Padberg, G. Rinaldi. (1991) ”A branch-and-cut algorithm for the resolu-tion of large-scale symmetric traveling salesman problems”, SIAM Review 33, 60-100.
P. Toth & D. Vigo(editors).(2001)”‘The Vehicle Routing problem”,SIAM Mono-graphs on Discrete Mathematics and Applications.
L.A. Wosley. (1998) ”Integer Programming”, Wiley-Interscience.
Arya, V., Garg, N., Khandekar R., Meyerson, A., Munagala. K., Pandit V., (2004), Local Saerch Heuristics for k-median and Facilty Location Problems,
Society for Industrial and Applied Mathematics, 544-562.
C., W., Chen, D., Y., Sha. (2001), A new approach to the multiple objec-tive facilty layout problem,Journal of Integrated Manufacturing Systems, 59-66.
Chuang, P., T., A QFD. (2002), Approach for Distribution Location Model, In-ternational Journal of Quality and Realibility Management, Volume 19,No.8/9, 1037-1054.
Hoffman, J. And Schniederjans, M., (1994), ”A two-stage model for structuring global facilty site selection decisisons”, International Journal of Operations & Production Management, Volume 14, No. 4, 79-96.
inventory issues in distribution network design”, An investigation; Internation-al JournInternation-al of Operations & Productions management, Volume 18 No. 5, pp. 471-494.
Kumral M. (2004), ”Optimal Location of a mine facilty by genetic algorithms”, Mining Technology,Trans. Inst. Min. Metall. June, Volume 113, pp. 83.
Laporte G., Revelle C. S., (1996), The Plant Location problem: new mod-els and search prospecht, Operations Research Journal, Vol 44. No. 6, 147-151.
Ozsoy FA, Lable. M. Bourdin. E. (2008). Analytical and Emperical Compa-ration of integer progamming formulation for a partitionaring. Hub Location-Routing Problem. Technical Report of Universite Libae de Brixells, Belgium