• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Air Dalam Makanan Ringan Ekstrudat Secara Gravimetri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Air Dalam Makanan Ringan Ekstrudat Secara Gravimetri"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM MAKANAN RINGAN

EKSTRUDAT SECARA GRAVIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

AYU DEWIANI Y PUTRI NIM 082410057

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR AIR DALAM MAKANAN RINGAN EKSTRUDAT SECARA GRAVIMETRI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

AYU DEWIANI Y PUTRI NIM 082410057

Medan, April 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001

Disahkan Oleh: Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun

berdasarkan apa yang penulis lakukan pada praktek kerja lapangan di Balai Besar

Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada :

1. Ayahanda Drs. Harun Al Rasyid dan Ibunda Juliani dan seluruh keluarga

yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., yang telah membimbing

dan mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini dan selaku

Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas

Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU.

4. Bapak Drs. Agus Prabowo, M.S., Apt., selaku Kepala Balai Besar

(4)

5. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm, Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL

(Praktek Kerja Lapangan) di Balai Besar POM di Medan.

6. Seluruh staf dan karyawan Balai Besar POM di Medan yang telah

membantu kami selama melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan).

7. Sahabatku Uci, Eca, Chema, Maya, Marlisa, dan Sri yang senantiasa

memberiku semangat dan terus memacuku. Didi dan Lia yg selalu

memberi motivasi dan menghibur disaat lelah. Bang Deny, Bang Yopi,

dan Bang Dede makasih buat saran-sarannya. Suci, Siti, dan Andi yang

membantu dalam melaksanakan PKL.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Analis Farmasi dan

Makanan angkatan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak

luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya

penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2011

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ………..……. i

Lembar Pengesahan ………..…... ii

Kata Pengantar ……….… iii

Daftar Isi ………....… v

BAB I PENDAHULUAN ……….…….……… 1

1.1Latar Belakang ………...………... 1

1.2Tujuan ………...……….………... 2

1.3Manfaat ………...………... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..…...…...… 3

2.1 Makanan Ringan Ekstrudat ………...……….….. 3

2.2 Bahan Baku ………. 5

2.3 Cara Pembuatan Produk Ekstrusi ……… 6

2.3.1 Jenis-Jenis Ekstrusi ……….. 8

2.3.2 Jenis-Jenis Ekstruder ……… 9

2.3.3 Nilai Nutrisi Produk Ekstrusi ………...……… 10

2.4 Standar Mutu Makanan Ringan Ekstrudat ……… 10

2.5 Air Dalam Makanan ……….. 12

2.6 Aktivitas Air ……….………. 13

2.7 Pengaruh Aktivitas Air pada Pertumbuhan Mikroorganisme …… 15

2.8 Penetapan Kadar Air ……….. 15

(6)

2.8.2 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi ………. 17

2.8.3 Metode Kimiawi ………... 17

2.8.4 Gravimetri ……… 18

BAB III METODOLOGI ……….………...……….. 21

3.1 Tempat Pengujian ……….….. 21

3.2 Penetapan Kadar Air Dalam Makanan Ringan Ekstrudat Secara Gravimetri ………. 21

3.2.1 Alat dan Bahan ……… 21

3.2.2 Prosedur ………... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………..……..……... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………....……..…. 23

5.1 Kesimpulan ………...…. 23

5.2 Saran ……….…. 23

Daftar Pustaka ……….…...………….… 24

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan, dan

perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, meskipun ada

juga yang dikonsumsi seperti bahan mentahnya. Secara umum jaringan tanaman

dan hewan merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan

jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan ini

juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut

mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu

diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat

terpenuhi (Purnomo, 1995).

Kerusakan bahan pangan pada umumnya merupakan kerusakan kimiawi,

enzimatik, mikrobiologik atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan tersebut.

Semua jenis kerusakan ini memerlukan air selama prosesnya, oleh sebab itu

banyaknya air dalam bahan pangan ikut menentukan kecepatan terjadinya

kerusakan. Pengurangan air dari bahan pangan atau penambahan zat yang

dilarutkan dapat dilakukan sampai keadaan dimana pertumbuhan mikroorganisme

dapat dikendalikan. Pada saat itu bahan pangan akan lebih peka terhadap

perubahan-perubahan kimiawi dan fisik (Purnomo, 1995).

Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan kimiawi, enzimatik,

dan mikrobioligik pada suatu produk makanan sehingga produk tersebut tidak

(8)

Makanan Ringan Ekstrudat Secara Gravimetri“. Adapun pengujian dilakukan

selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat

dan Makanan di Medan.

Analisis penetapan kadar air dalam makanan ringan ekstrudat dilakukan

dengan metode Gravimetri karena analisis Gravimetri adalah proses yang

sederhana, penyiapan sampelnya mudah, dan tidak membutuhkan biaya yang

banyak.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar air dalam makanan ringan ekstrudat

adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam makanan ringan

ekstrudat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional

Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar air dalam makanan ringan

ekstrudat adalah agar dapat mengetahui bahwa produk makanan yang beredar di

pasaran memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Ringan Ekstrudat

Makanan ringan adalah makanan yang bukan merupakan menu utama

yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu

dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang

dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan

ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan

Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang

Kategori Pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang,

umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk krupuk,

kripik, jipang dan produk ekstrusi seperti chiki-chiki-an. Selain itu produk olahan

kacang, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang (contoh dengan buah

kering) serta makanan ringan berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik)

juga masuk kedalam kategori makanan ringan (Fitriana, 2008).

Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui

proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan

penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang

diijinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (Badan Standardisasi

Nasional, 2000).

Ekstrusi adalah suatu proses dimana bahan dipaksakan oleh sistem ulir

untuk mengalir dalam suatu ruangan yang sempit sehingga akan mengalami

(10)

ekstrusi berasal dari konversi energi mekanik (gesekan) yaitu akibat gesekan antar

bahan dan gesekan antar bahan dengan ulir. Kerja ulir tersebut juga menghasilkan

akumulasi tekanan dalam sistem barrel ekstruder, bahan dipaksakan keluar

melalui cetakan (die) yang kecil ukurannya dan kembali ke tekanan normal

(atmosfer) secara seketika yaitu ketika produk melewati die (Oktavia, 2007).

Prinsip ekstrusi banyak digunakan untuk keperluan-keperluan yang

berkaitan dengan industri logam, polimer, plastik, dan produk makanan pasta,

tetapi karena prinsipnya yang sama, ekstrusi dapat diterapkan pada proses

pengolahan produk-produk makanan secara luas (Pratama, 2007).

Teknologi ekstrusi berperan penting di industri pangan karena merupakan

proses yang bersifat efisien. Di dalam proses ekstrusi, dilakukan kombinasi dari

beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran,

pencetakan, dan pembentukan. Saat ini, fungsi pengolahan dengan ekstrusi juga

mencakup separasi, pendinginan dan pemanasan, penghilangan senyawa volatil

dan penurunan kadar air, pembentukan cita rasa dan bau, enkapsulasi, serta

sterilisasi (Estiasih & Ahmadi, 2009).

Teknik ekstrusi dapat berupa pengolahan suhu rendah seperti pada pasta,

atau pengolahan suhu tinggi seperti pada makanan ringan. Tekanan yang

digunakan dalam ekstruder berfungsi mengendalikan bentuk, menjaga air dalam

kondisi cair yang sangat panas, dan meningkatkan pengadukan. Tekanan yang

digunakan bervariasi antara 15 sampai lebih dari 200 atm. Tujuan utama ekstrusi

adalah untuk meningkatkan keragaman jenis produk pangan dalam berbagai

(11)

sebuah pompa dan sebuah pengubah panas. Bahan baku masuk ke dalam

ekstruder melalui hopper (wadah penampung) dan terdorong ke depan mengarah

ke die (cetakan) oleh putaran satu atau lebih ulir. Pemasakan ekstrusi dengan

proses suhu tinggi waktu pendek (HTST, high temperature short time) dapat

mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim (Estiasih & Ahmadi, 2009).

Alat ekstrusi (ekstruder) terdiri dari suatu ulir (sejenis ulir bertekanan)

yang menekan bahan baku sehingga berubah menjadi bahan semipadat. Bahan

tersebut ditekan keluar melalui suatu lubang terbatas (cetakan/die) pada ujung

ulir. Jika bahan baku tersebut mengalami pemanasan maka proses ini disebut

pemasakan ekstrusi (ekstrusi panas). Ciri utama proses ekstrusi adalah sifatnya

yang kontinu. Alat ekstruder dioperasikan dalam kondisi kesetimbangan dinamis,

yaitu input setara dengan output, atau bahan yang masuk setara dengan produk

yang dihasilkan. Untuk mendapatkan karakteristik ekstrudat tertentu, bahan yang

masuk dan kondisi pengoperasian harus diatur sedemikian rupa sehingga

perubahan kimia yang terjadi dalam barrel (tabung dalam ekstruder) sesuai

dengan yang diinginkan (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2.2 Bahan Baku

Produk ekstrusi dibuat dari beragam bahan baku dalam kisaran luas.

Komponen bahan pangan dengan sifat fungsional yang berbeda dapat diolah

menjadi produk ekstrusi. Perubahan bentuk dari bahan baku selama pengolahan

merupakan faktor terpenting yang membedakan suatu proses pengolahan dengan

(12)

Semua produk pangan mempunyai struktur dasar yang dibentuk dari

komponen tertentu, seperti biopolimer dari karbohidrat dan protein pada produk

yang dipanggang, atau lemak dan gula pada permen. Struktur dasar terbentuk dari

interaksi komponen penyusunnya membentuk tekstur produk. Produk ekstrusi

terbentuk dari biopolimer alami yang berasal dari bahan baku seperti sereal,

tepung umbi-umbian tinggi pati, lemak dari biji kacang-kacang, dan protein dari

sumber kaya protein. Bahan baku yang paling umum digunakan adalah tepung

terigu dan tepung jagung, akan tetapi banyak bahan lain yang juga digunakan

seperti tepung beras, kentang, gandum hitam, barley, oat, sorgum, ketela pohon,

tapioka, dan tepung kacang-kacangan (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2.3 Cara Pembuatan Produk Ekstrusi

Pembagian tahap-tahap pembuatan produk ekstrusi dapat dilihat dari

berbagai segi. Ada yang menggolongkannya berdasarkan pada kebutuhan

pengolah, spesifikasi mesin, dan jenis proses yang terjadi. Pengolahan ekstrusi

dibagi menjadi tiga tahap yaitu pra ekstrusi, ekstrusi dan tahap setelah ekstrusi

(post-extrusion), tetapi ini sangat bergantung pada kebutuhan pengolah, jenis

produk yang akan dihasilkan dan proses pengolahan apa saja yang akan dilakukan

(Pratama, 2007).

Tahap pra ekstrusi biasanya melibatkan dua langkah utama yaitu

pencampuran (blending) dan penambahan air (moisturizing). Pencampuran dari

berbagai komponen bahan yang akan diekstrusi sesuai dengan formulasi yang

telah ditentukan merupakan salah satu syarat penting dalam proses ekstrusi. Selain

(13)

komponen yang benar juga penting untuk diketahui. Jumlah penambahan air pada

tahap pencampuran bahan ekstrusi ini biasanya berkisar diantara 4% hingga 8%.

Hal ini bergantung pada banyak faktor, seperti tingkat kelembapan bahan saat

pencampuran awal dan tekstrur produk akhir yang diinginkan. Cara penambahan

kandungan air ini harus menjamin penyebaran kelembapan yang merata pada

campuran adonan bahan mentah. Ketidakseragaman penyebaran air pada bahan

akan mengakibatkan kondisi ekstrusi yang sukar diprediksi, akibatnya produk

ekstrusi yang dihasilkan juga menjadi tidak konsisten. Mesin yang umum

digunakan pada tahap pra ekstrusi terdiri dari mixer dan moisturiser. Mixer disini

berfungsi untuk proses pencampuran bahan awal sebelum dimasukkan ke

ekstruder (Pratama, 2007).

Tahap kedua yaitu proses ekstrusi, mesin yang digunakan ialah berbagai

jenis ekstruder dan beragam aksesorisnya sesuai kebutuhan pengolah. Produk

yang keluar dari tahap ini disebut ekstrudat dan tergantung dari kebutuhan kita

atau jenis ekstruder yang digunakan, ekstrudat ini dapat merupakan produk akhir

ekstrusi ataupun juga produk yang harus diolah lagi lebih lanjut (Pratama, 2007).

Tahap terakhir adalah proses setelah ekstrusi (post-extrusion). Mesin yang

tersedia untuk proses ini ialah mesin pengering, flavouring, pemanggang, pelapis

dan pendingin yang semuanya disesuaikan dengan kebutuhan pengolah. Sebagai

akibat dari perkembangan teknologi di bidang ekstrusi yang pesat akhir-akhir ini,

maka selain dapat berfungsi sendiri terpisah dari ekstruder, mesin-mesin tersebut

(14)

2.3.1 Jenis-Jenis Ekstrusi

1. Pemasakan Ekstrusi

Bahan dipanaskan di dalam ekstrusi suhu tinggi dengan barrel diberi jaket

uap air (steam-jacket) atau ulir yang dipanaskan. Pada beberapa jenis elemen

pemanas, induksi listrik digunakan untuk memanaskan barrel secara langsung.

Panas juga diproduksi dari gesekan akibat gerakan ulir dan bagian dalam barrel.

Akibat pergerakan ulir dan lubang die yang kecil, terjadi tekanan tinggi dalam

ekstruder. Tekanan tinggi dan ukuran die yang kecil digunakan untuk membentuk

produk yang mengembang. Uap air yang terkandung dalam bahan hilang melalui

evaporasi. Kadar air pada beberapa produk (makanan ringan, roti renyah, dan

produk sereal) selanjutnya diturunkan dengan pengeringan. Ekstrusi suhu tinggi

dilakukan dengan proses HTST (high temperature short time) untuk

meminimumkan kehilangan nutrisi bahan makanan dan menurunkan kontaminasi

mikroba. Daya simpan produk yang tinggi diperoleh dengan mengatur aktivitas

air rendah (0,1-0,4). Suhu pemasakan dapat mencapai 180ºC-190ºC selama

ekstrusi, tetapi waktunya hanya 20-40 detik (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2. Ekstrusi Dingin

Pada jenis ekstrusi ini produk diekstrusi tanpa pemasakan bahan yang

menyebabkan pengembangan. Ekstruder mempunyai ulir yang dioperasikan pada

kecepatan rendah di dalam barrel yang rata sehingga gesekan bahan rendah.

Ekstrusi ini digunakan untuk memproduksi pasta, hot dog, dan jenis-jenis permen

(15)

2.3.2 Jenis-Jenis Ekstruder

1. Ekstruder Ulir Tunggal

Jenis ekstruder ini diklasifikasikan berdasarkan intensitas pengadukan

selama proses ekstrusi menjadi pengadukan tinggi (untuk produk sereal sarapan

dan makanan ringan), pengadukan medium (untuk roti dan pakan semibasah),

pengadukan rendah (untuk pasta dan produk daging) (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2. Ekstruder Ulir Ganda

Ekstruder ulir ganda mempunyai keuntungan yaitu, kecepatan pemasukan

bahan dan fluktuasi pada kecepatan produksi diatur dengan gerakan ulir berpindah

secara positif, mesin ulir ganda dapat menangani bahan yang mengandung

minyak, lengket, atau sangat berair, atau produk yang lengket pada ulir tunggal,

pengaturan tekanan dalam barrel dapat dilakukan dengan mudah, campuran

ukuran partikel dari tepung halus sampai butiran dapat digunakan, sementara pada

ulir tunggal terbatas pada kisaran ukuran partikel butiran (Estiasih & Ahmadi,

2009).

3. Ekstruder Kering

Ekstruder kering adalah jenis ekstruder yang tidak memerlukan sumber

pemanasan dari luar atau uap air untuk injeksi, dan semua produk mengalami

pemanasan dengan gesekan mekanik. Ekstruder kering dapat mengolah bahan

yang mempunyai kadar air 10-40% bergantung pada formula campuran. Jika

bahan mempunyai kadar air awal yang cukup rendah maka pengeringan produk

setelah pemasakan ekstrusi tidak diperlukan lagi. Kehilangan air pada proses

(16)

kadar air bahan di awal dan suhu produk saat keluar. Umumnya bahan yang

mengandung pati memerlukan air untuk gelatinisasi (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2.3.3 Nilai Nutrisi Produk Ekstrusi

Proses ekstrusi dapat menghasilkan produk pangan yang bersifat stabil dan

bebas dari kontaminasi mikroba sehingga dapat disimpan lama. Kandungan nutrisi

dari suatu produk merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam

pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Proses ekstrusi juga ditujukan untuk

melengkapi nilai gizi bahan pangan. Kemampuan ekstruder untuk mencampur

berbagai bahan baku dapat juga dieksploitasi untuk pengembangan pangan

fungsional. Bahan baku seperti kedelai dan pangan nabati yang relatif tidak enak

dapat dicampur untuk menghasilkan produk baru. Produk pangan dengan kadar

serat rendah dapat ditambah serat pangan selama proses ekstrusi. Kadar senyawa

antigizi menurun selama ekstrusi sehingga produk pangan yang dihasilkan lebih

aman dan bergizi (Estiasih & Ahmadi, 2009).

2.4 Standar Mutu Makanan Ringan Ekstrudat

US Patent menetapkan persyaratan untuk makanan ringan ekstrudat hanya

dua kriteria uji yaitu kadar air dan aktivitas air, lebih sederhana dibandingkan

dengan standar mutu yang dikeluarkan oleh SNI 01-2886-2000. Persyaratan untuk

kadar air pada US Patent lebih ketat dibandingkan pada SNI makanan ringan

ekstrudat yaitu berkisar antara 2-3%, sedangkan untuk aktivitas air berkisar antara

0,1-0,55. Aktivitas air disyaratkan karena apabila produk mempunyai aktivitas air

(17)

Standar mutu untuk makanan ringan ekstrudat yang ditetapkan oleh Badan

Standardisasi Nasional pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Makanan Ringan Ekstrudat

Kriteria Uji Satuan Spesifikasi

1. Keadaan

- Tanpa proses penggorengan

- Dengan proses penggorengan

% b/b

% b/b

Maks. 30

Maks. 38

4. Bahan Tambahan Makanan

- Pemanis Buatan

- Pewarna

-

-

Sesuai SNI No. 01-0222-1995 dan

Permenkes No.

- Angka Lempeng Total

- Kapang

(18)

2.5Air dalam Makanan

Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan, meskipun

keberadaannya sering diabaikan. Walaupun air bukan merupakan sumber nutrien

seperti bahan makanan lain, akan tetapi sangat esensial dalam kelangsungan

proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam suatu bahan makanan terdapat

dalam bentuk air bebas, air yang terikat secara lemah, dan air dalam keadaan

terikat kuat. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular

dan pori-pori yang terdapat dalam bahan. Sedangkan air yang terikat secara lemah

karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler seperti

protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid

tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam

bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada

proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan

hidrogen. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya

bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak

membeku meskipun pada 0oF (Sudarmadji, dkk., 1989).

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses

kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik,

bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air yang dalam bentuk lainnya

tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut diatas. Oleh karena itu,

kadar air bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai

(19)

digunakan pengertian Aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam

proses-proses kerusakan bahan makanan (Sudarmadji, dkk., 1989).

Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan

mencapai keseimbangan dengan kelembapan udara disekitarnya. Kadar air bahan

ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembapan relatif tertentu dapat

menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.6 Aktivitas Air

Aktivitas air adalah petunjuk akan adanya sejumlah air dalam bahan

pangan yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas

air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan. Air dalam bahan

pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai

bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air

terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau

pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air

dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara

kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,

1995).

Pengurangan air baik secara pengeringan atau penambahan bahan penguap

air bertujuan mengawetkan bahan pangan. Kriteria ikatan air dalam aspek daya

awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan

osmotik, kelembapan relatif berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan

konsentrasi larutan hanya sedikit berhubungan dengan sifat-sifat air yang berada

(20)

berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan

mikroorganisme dan aktivitas enzim (Purnomo, 1995).

Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan

lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan

pangan tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan

pengelolaan pascaolah bahan pangan. Aktivitas air didefinisikan sebagai

perbandingan antara tekanan uap air dari larutan dengan tekanan uap air murni

pada suhu yang sama dan dapat dihitung dengan rumus :

Aw = P/P0

dimana : Aw = Aktivitas Air

P = tekanan uap air dari larutan pada suhu T

P0 = tekanan uap murni pada suhu T

Aktivitas air ini dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan, dan

menurut hukum Raoult dapat dinyatakan sebagai berikut :

Aw = n2/n1+n2

dimana : Aw = Aktivitas Air

n1 = jumlah molekul (mol) zat yang dilarutkan

n2 = jumlah molekul (mol) air

Kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama, bergantung

pada macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw

yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini disebabkan oleh bahan yang satu

(21)

menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah

(Sudarmadji, dkk., 1989).

2.7 Pengaruh Aktivitas Air pada Pertumbuhan Mikroorganisme

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan

salah satu faktor yang perlu diperhatikan, agar diperoleh bahan pangan yang

bergizi dan aman bagi kesehatan. Beberapa faktor yang ikut berperan serta dalam

pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH,

tersedianya oksigen, dan aktivitas air. Di dalam kehidupannya semua

mikroorganisme membutuhkan air. Hubungan antara air dan mikroorganisme

telah dipelajari oleh beberapa pakar. Masing-masing jenis mikroorganisme

membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Pada nilai Aw

tinggi (0,91) bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak, khamir (ragi) dapat

tumbuh dan berkembang biak pada nilai Aw 0,87-0,91; sedang jamur (kapang)

lebih rendah lagi yaitu pada bilai Aw 0,80-0,87. Nilai Aw bahan pangan segar

adalah 0,99; sedang pada umumnya bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh pada

nilai Aw di bawah 0,91. Namun demikian bakteri penyebab keracunan seperti

Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada nilai Aw sampai 0,86; dan Clostridium

botulinum tidak dapat tumbuh pada nilai Aw 0,94 (Purnomo, 1995).

2.8 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dengan bahan yang mengandung air hidrat dapat

digunakan metode titrimetri, metode azeotropi atau metode gravimetri. Prinsip

(22)

dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang

bereaksi dengan ion hidrogen (Depkes RI, 1995).

Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan

berbagai cara antara lain, metode pengeringan, penentuan kadar air cara destilasi,

dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.8.1 Metode Pengeringan

Prinsip penentuan kadar air cara pengeringan (thermogravimetri) adalah

menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian

menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.

Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah bahan lain

disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya

alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi

selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta

bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit

melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat penguapan

air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air

ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan

dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, dkk., 1989).

Adapun metode pengeringan oven vakum adalah dengan cara sampel

dikeringkan dengan berat konstan dan pada tekanan konstan atau berkurang pada

suhu yang ditentukan untuk waktu yang ditentukan. Kadar air adalah perbedaan

berat yang diukur sebelum dan sesudah pengeringan. Metode ini berlaku untuk

(23)

2.8.2 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi (Thermovolumetri) adalah

menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi

daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis

lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain : toluen,

xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.8.3 Metode Kimiawi

a. Cara Titrasi Karl Fischer

Cara ini adalah dengan mentitrasi sampel dengan larutan iodin dalam

metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan

piridin. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari

pengaruh kelembapan udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam

ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan

kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu

dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena

memberikan hasil yang tepat dan tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan

dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg

(Sudarmadji, dkk., 1989).

b. Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan

gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit.

(24)

kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah

(Sudarmadji, dkk., 1989).

c. Cara asetil khlorida

Penentuan kadar air dengan cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan

air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Cara ini telah

berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega,

margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah

(Sudarmadji, dkk., 1989).

2.8.4 Gravimetri

Tujuan dari analisa kuantitatif adalah untuk menentukan harga relatif dari

satu atau semua unsur penyusun dari sebuah campuran. Metode yang digunakan

tergantung pada sifat dari campuran senyawa yang dianalisa, sehingga harus ada

setidaknya sedikit pengetahuan tentang unsur-unsur apa yang mungkin terdapat.

Reaksi kimia pada analisis kuantitatif kurang lebih sama dengan analisis

kualitatif. Perbedaannya adalah pada analisa kuantitatif perlu untuk mengukur

dengan akurat kuantitas atau kadar dari sampel dan kuantitas reagen yang

digunakan serta kuantitas produk hasil reaksi (Treadwell & Hall, 1942).

Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur

atau senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin.

Unsur atau senyawaan itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki,

yang telah ditimbang. Sebagian besar penetapan-penetapan pada analisis

gravimetri menyangkut perubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan

(25)

diubah menjadi satu bentuk yang sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot unsur atau

radikal itu dengan mudah dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus

senyawaannya serta bobot atom unsur-unsur penyusunnya (Basset, et. al., 1994).

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan

yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.

Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap

(berat konstan). Pekerjaan analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa

langkah sebagai berikut, yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan,

pengeringan, pemanasan atau pemijaran, dan penimbangan endapan hingga

konstan (Gandjar & Rohman, 2007).

Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan

kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida

dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan

dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain : penentuan kadar

laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar,

nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam

buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara

yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).

Selain dengan cara pengendapan, pemisahan analit murni dapat dilakukan

dengan cara penguapan atau cara pengeringan. Dasar dari cara ini adalah

penghilangan penyusun (komponen/konstituen) yang mudah menguap. Cara ini

dilakukan dengan pemijaran secara sederhana dalam udara atau dalam aliran gas

(26)

mengubah penyusun yang dikehendaki menjadi lebih mudah menguap (cara

langsung), dengan memakai pereaksi kimia sehingga senyawa dapat diubah

menjadi penyusun yang sukar untuk menguap (Gandjar & Rohman, 2007).

Dengan memakai pereaksi kimia yang dapat mengubah penyusun yang

dikehendaki menjadi lebih mudah menguap, dapat ditentukan kelembapan atau

kadar air hablur suatu bahan dengan cara memanaskan pada suhu tertentu

misalnya 110ºC, kemudian setelah diketahui pengurangan berat dengan

menimbang, dapat dihitung kadar air lembab atau air hablur. Pada penentuan air

hablur, pemanasannya memerlukan suhu yang lebih tinggi dari 100ºC. Dalam hal

ini harus diperhatikan bahwa komponen pokok selama pemanasan tidak terurai.

Uap air yang keluar juga dapat diserap dengan bahan pengering (desiccant) yang

dapat menyerap air yang sebelumnya telah ditimbang secara teliti misalnya

(27)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar air dalam makanan ringan ekstrudat dilakukan

di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di

Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Penetapan Kadar Air dalam Makanan Ringan Ekstrudat Secara Gravimetri

3.2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah Botol timbang bertutup, Spatula, Timbangan

analitik (Analitic Balance Digital Precisa XB 220 A), Oven (Drying Oven

Memmert TV 30 U 760179), dan Eksikator. Bahan yang digunakan adalah

makanan ringan ekstrudat (Kenji).

3.2.2 Prosedur

Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang diterapkan di Balai Besar

Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Sebanyak 1 g cuplikan ditimbang seksama pada sebuah botol timbang

bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven

pada suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang.

Pekerjaan ini diulang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dalam cuplikan

dapat dihitung dengan rumus :

Kadar air =

dimana : W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan, dalam gram

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan penetapan kadar air dalam makanan ringan ekstrudat

secara gravimetri, diketahui bahwa makanan ringan ekstrudat yang diuji

mengandung air dengan kadar 5,22%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat

dilihat pada lampiran.

Makanan ringan ekstrudat yang diuji tidak memenuhi persyaratan, karena

menurut SNI 01-2886-2000 rentang kadar air yang diperbolehkan untuk makanan

ringan ekstrudat adalah tidak lebih dari 4% (Badan Standardisasi Nasional, 2000).

Kadar air dalam makanan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan

pada makanan, karena semua kerusakan pada makanan memerlukan air dalam

prosesnya. Semakin tinggi kadar air dalam makanan, maka akan semakin cepat

terjadi kerusakan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, kadar air dalam

makanan yang tidak memenuhi persyaratan akan menjadi media untuk

pertumbuhan mikroorganisme serta akan memperpendek daya simpan dari

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar air dalam makanan ringan

ekstrudat secara gravimetri, diketahui bahwa makanan ringan ekstrudat yang diuji

mengandung air dengan kadar 5,22%, makanan ringan ekstrudat yang diuji tidak

memenuhi persyaratan karena menurut SNI 01-2886-2000 rentang kadar air yang

di perbolehkan untuk makanan ringan ekstrudat adalah tidak lebih dari 4%.

5.2 Saran

Sebaiknya atribut kadar protein, karbohidrat, kadar kalsium, besi, dan

serat makanan total dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia. Hal ini

menjadi penting karena banyaknya produk yang beredar kadang tidak

menampilkan nutrisi per sajian, sedangkan hal tersebut sangat dibutuhkan untuk

mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi bagi sebagian

besar anak-anak. Adanya kandungan nutrisi yang cukup diharapkan makanan

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. (2000). Makanan Ringan Ekstrudat. Jakarta

Basset, J., Denny, R.C., Jeffrey, G.H. dan Mendham, J. (1994). Vogel’s Textbook

of Quantitative Inorganic Analysis Incluiding Elementary Instrumental

Analysis. Jakarta : EGC. Hal. 472

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Hal.

1033

Estiasih, T. dan Ahmadi, Kgs. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta :

PT Bumi Aksara. Hal. 146-162

Fitriana, R. (2008). Bahan Tambahan Pangan Dalam Makanan Ringan dan

Produk Konfeksioneri.

Tgl 18 Maret 2011.

Gandjar, I G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar. Hal. 91,111-112

Oisho, T. (1985). Manual for Food Composition Analysis. Tokyo : SEAMIC. Hal.

28

Oktavia, D. A. (2007). Kajian SNI Makanan Ringan Ekstrudat. Jakarta :

Puslitbang BSN. Hal. 1-8.

Pratama, R. I. (2007). Kajian Mengenai Prinsip-Prinsip Dasar Teknologi Ekstrusi

untuk Bahan Makanan dan Beberapa Aplikasinya Pada Hasil Perikanan.

Bandung : FPIK Universitas Padjadjaran. Hal 19-20.

Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.

(31)

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press. Hal. 309

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Hal. 57-60, 63-68

Treadwell, F.P. dan Hall, W T. (1942). Analytical Chemistry Volume II. New

(32)

Lampiran

Penetapan Kadar Air dalam Makanan Ringan Ekstrudat Secara Gravimetri

Nama contoh : Kenji

No. Kode contoh : 30/IL/MM/10

Wadah/Kemasan : Bungkus Plastik

Pabrik : PT. Manohara Asri Sidoarjo 61262-Indonesia

Komposisi : Tepung tapioka, tepung terigu, gula, garam, minyak sayur,

penguat rasa

Waktu daluarsa : 13 Agustus 2011

No. Reg. : BPOM RI MD.855313091318

Bentuk : Padat

Rasa : Normal

Warna : Putih

Bau : Normal

Penimbangan I

Data penimbangan sebelum dikeringkan :

Bobot wadah kosong : 35,0251 g

Bobot wadah + cuplikan : 36,0309 g

Bobot cuplikan : 1,0058 g

Data penimbangan setelah dikeringkan :

Bobot wadah + cuplikan : 35,9737 g

(33)

Rumus Perhitungan :

dimana : W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan dalam gram

W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan dalam gram

Kadar air =

= 5,68%

Penimbangan II

Data penimbangan sebelum dikeringkan :

Bobot wadah kosong : 26,7211 g

Bobot wadah + cuplikan : 27,7326 g

Bobot cuplikan : 1,0115 g

Data penimbangan setelah dikeringkan :

Bobot wadah + cuplikan : 27,6844 g

Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9633 g

Rumus Perhitungan :

dimana : W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan dalam gram

W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan dalam gram

Kadar air =

= 4,76%

Kadar air rata-rata =

=

Gambar

Tabel 1. Standar Mutu Makanan Ringan Ekstrudat

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil yang diperoleh, sabun mandi sediaan padat yang diuji memenuhi persyaratan kadar alkali bebas, sesuai dengan SNI 06-3532-1994, dimana kadar alkali bebas yang

Hasil penetapan kadar air menunjukkan bahwa CPO produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina yang diperiksa mengandung kadar air sebesar 0,15%, hasil ini telah sesuai dengan

Hasil penetapan kadar air menunjukkan bahwa CPO produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina yang diperiksa mengandung kadar air sebesar 0,15%, hasil ini telah sesuai dengan

Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam jamu pegal linu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dilakukan secara gravimetri. Hasil yang diperoleh adalah

Penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat dilakukan secara gravimetri. Hasil yang diperoleh adalah

Sabun mandi yang baik harus memenuhi syarat mutu sabun mandi yaitu. kadar air, jumlah asam lemak, alkali bebas, asam lemak bebas dan

Dari hasil percobaan penetapan kadar air pada sediaan sabun mandi pemutih padat secara gravimetri, diketahui bahwa sabun yang diuji mempunyai kadar air rata-rata 8,45%,