• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas beberapa sabun pembersih wajah antiacne terhadap pertumbuhan bakteri propionibacterium acnes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas beberapa sabun pembersih wajah antiacne terhadap pertumbuhan bakteri propionibacterium acnes"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS BEBERAPA SABUN PEMBERSIH WAJAH

ANTIACNE TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

PROPIONIBACTERIUM ACNES

Laporan penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

NIKKEN RIMA OKTAVIA

NIM 1111103000044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT beserta Rasul-Nya, berkat rahmat dan hidayat-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini. Penulisan laporan penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sangat menyadari bawa, tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari awal perkuliahan sampai penyusunan laporan penelitian ini, sungguh sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan penelitian ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab Modul Riset PSPD 2011. 4. dr. Intan Keumala Dewi, SpMK dan Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku

dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga, dan ilmu untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan penelitian ini. 5. dr. Nurul Hiedayati, Ph.D selaku dosen Pembimbing Akademik.

6. Ibu Yuliati, M.Biomed selaku kepala Laboratorium Mikrobiologi dalam pengadaan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini.

7. Kedua orang tua saya, Ayahanda Marianto, SH, MH dan Ibunda Rini Astuti yang tanpa henti memberikan kasih sayang, dukungan dan semangat serta doa kepada saya.

8. Nurul, Shevrina, Audi, Ayat, dan Faris teman berbagi kisah yang selalu menghibur kala sedih, memberikan dukungan dan semangat selama proses penelitian.

(6)

vi

10.Yoga Eka Prayuda yang telah membantu penyediaan alat yang sangat dibutuhkan selama proses penelitian.

11.Teman-teman kelompok riset, Siti Nashratul Kamila, Rissa Adinda Putri, Marraturahmah, Samrotul Fuadi, dan Indra Fauzi yang telah bersedia untuk membagi ilmu selama proses penelitian berlangsung.

12.Teman-teman PSPD 2011 yang bersedia untuk berbagi ilmu, berdiskusi, dan selalu memberikan dukungan selama proses penelitian.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu selama proses penelitian.

Akhir kata semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang membantu dalam proses penelitian ini. Semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi masyarakat.

Penulis,

(7)

vii

ABSTRAK

Nikken Rima Oktavia. Program Studi Pendidikan Dokter. Efektivitas Beberapa Sabun Pembersih Wajah Antiacne Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes. 2014. Acne vulgaris merupakan masalah kulit yang menyerang hampir seluruh remaja dan dewasa muda dengan berbagai tingkat keparahan. Salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis acne vulgaris yaitu Propionibacterium acnes. Saat ini banyak beredar sabun pembersih wajah antiacne yang mengandung zat antibakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas beberapa sabun pembersih wajah terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan metode disc diffusion. Hasil yang didapatkan adalah sabun pembersih wajah antiacne yang memiliki efek hambat paling besar terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes yaitu sabun pembersih wajah antiacne yang mengandung zat antibakteri triklosan dan asam laurat. Hasil analisa data dengan uji statistik Kruskall-Wallis didapatkan p<0,05 menunjukkan adanya perbedaan bermakna beberapa sabun pembersih wajah antiacne dalam menghambat Propionibacterium acnes secara in vitro.

Kata kunci: sabun pembersih wajah, acne vulgaris, Propionibacterium acnes

ABSTRACT

Nikken Rima Oktavia. Medical Education Study Program. Effectivity of Several Antiacne Facial Wash Against Propionibacterium acnes. 2014.

Acne vulgaris is a skin problem that affects nearly all adolescents and young adults with varying degrees of severity. One of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne vulgaris is Propionibacterium acnes. The aim of this study was to determine the effectiveness of several antiacne facial wash on the growth of Propionibacterium acnes. The methodology used in this study is experimental by disc diffusion method. The result is antiacne facial wash that has the greatest inhibitory effect against Propionibacterium acnes is soap that contains antibacterial agents triclosan and lauric acid. The Kruskall-Wallis statistical test showed that p <0.05 which means antiacne facial wash with greater inhibitory effect is more effective significantly on inhibit the growth of Propionibacterium acnes in vitro.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

2.4.1 Klasifikasi dan Grading Acne Vulgaris ... 8

2.4.2 Patogenesis Acne Vulgaris ... 9

2.5 Bakteri Propionibacterium acnes ... 10

2.5.1 Aktivitas Propionibacterium acnes ... 11

2.6 Sabun Pembersih Wajah Antiacne ... 13

2.6.1 Komposisi Produk-Produk Antiacne ... 14

2.7 Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 15

2.8 Kerangka Teori ... 18

2.9 Kerangka Konsep ... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 3.1 Desain Penelitian ... 20

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

(9)

ix

3.2.2 Tempat Penelitian ... 20

3.3 Alat dan Bahan ... 20

3.3.1 Alat Penelitian ... 20

3.3.2 Bahan Penelitian ... 20

3.4 Cara Kerja Penelitian ... 20

3.4.1 Pembuatan Stok Bakteri ... 20

3.4.2 Uji Resistensi ... 21

3.5 Alur Penelitian ... 21

3.6 Analisis Data ... 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Efek Hambat Sabun Pembersih Wajah Antiacne Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes ... 23

4.2 Derajat Keasaman Beberapa Sabun Pembersih Wajah ... 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32

LAMPIRAN ... 35

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.9 Definisi Operasional ... 19 Tabel 4.1 Zona Hambat Beberapa Sabun Pembersih Wajah yang dilakukan

secara triplo setelah inkubasi 14 jam ... 24 Tabel 4.2 Zona Hambat Beberapa Sabun Pembersih Wajah yang dilakukan

secara triplo setelah inkubasi 24 jam ... 25 Tabel 4.3 Perbandingan Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kulit ... 5

Gambar 2.2 Lapisan-Lapisan Epidermis ... 6

Gambar 2.3 Komponen Sebum ... 8

Gambar 2.4 Koloni Propionibacterium acnes pada Agar Darah ... 10

Gambar 2.5 Berbagai Target Aktivitas Propionibacterium acnes ... 12

Gambar 4.1 Diameter Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun Pembersih Wajah Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes setelah Inkubasi 14 jam ... 24

Gambar 4.2 Zona Hambat Sabun Pembersih Wajah Antiacne SA, PD, BR, CC, Kontrol (-) Ethanol 96% dan Kontrol (+) Clyndamycin 10ug/mL Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 14 jam ... 25

Gambar 4.3 Diameter Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun Pembersih Wajah Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes setelah Inkubasi 24 jam ... 26

Gambar 4.4 Zona Hambat Sabun Pembersih Wajah Antiacne SA, PD, BR, CC, Kontrol (-) Ethanol 96% dan Kontrol (+) Clyndamycin 10ug/mL Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 24 jam ... 26

(12)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acne atau biasa disebut jerawat, merupakan salah satu masalah yang

banyak dialami oleh masyarakat, terutama yang menyerang bagian wajah. Acne juga merupakan masalah kulit yang menyerang hampir seluruh remaja dan dewasa muda dengan berbagai tingkat keparahan. Etiologi acne sampai saat ini termasuk multifaktorial namun prevalensinya meningkat seiring dengan meningkatnya berbagai faktor, diantaranya polusi udara, pola makan tinggi lemak, dan meningkatnya tingkat stres di kalangan masyarakat.¹˒²

Berdasarkan simposium yang diadakan American Academy of Pediatrics pada 28 Oktober 2007 di California Amerika Serikat, prevalensi pasien yang datang ke bagian dermatologi dengan keluhan wajah berjerawat sekitar 85% pada usia antara 15-17 tahun. Data tersebut serupa dengan prevalensi negara-negara di dunia barat. Di Afrika, melalui sebuah studi cross sectional didapatkan prevalensi remaja dengan keluhan wajah berjerawat sekitar 90,7%. Di, Asia sendiri dalam suatu penelitian yang dilakukan terhadap 1.045 remaja usia 13-19 tahun di Singapura, hasilnya memperlihatkan bahwa 88% diantaranya memiliki keluhan wajah berjerawat (acne vulgaris).¹ Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai prevalensi acne vulgaris belum banyak dilakukan, penelitian oleh Sada Barira (2003) menunjukan data rekam medis Poliklinik Divisi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (IKKK RSCM) adanya peningkatan angka kejadian acne vulgaris tipe ringan, pada tahun 2003 18,11% menjadi 38,26% pada tahun 2004, acne vulgaris tipe sedang, pada tahun 2003 28,45% menjadi 50% pada tahun 2004, dan acne vulgaris tipe berat, pada tahun 2003 4,23% menjadi 9,14% pada tahun 2004.3

(13)

2 merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan acne.4,5

Saat ini, banyak beredar produk sabun pembersih wajah antiacne yang mengandung zat aktif antibakteri seperti triclosan dan benzoyl peroxide. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maksum, dkk (2007) kandungan triclosan dalam hand sanitizer secara efektif dapat mengurangi jumlah mikroba yang terdapat pada tangan.6 Namun, belum ada penelitian yang dilakukan terhadap bakteri pada kulit wajah yang dapat menyebabkan acne vulgaris.

Dari prevalensi yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian masyarakat terutama kalangan remaja dan dewasa muda menderita acne vulgaris. Acne menyebabkan rasa tidak nyaman secara fisik dan psikis, salah satunya karena meninggalkan bekas di wajah yang mengganggu penderitanya dari sudut pandang kosmetik sehingga para penderitanya tidak percaya diri dan menurunkan kualitas hidup. Ditambah dengan banyaknya produk sabun pembersih wajah antiacne yang beredar, namun belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas bahan aktif antibakteri dalam menghambat pertumbuhan P. acnes. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sabun pembersih wajah antiacne apa yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri P.acnes yang merupakan salah satu faktor penyebab acne vulgaris.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana efektivitas sabun pembersih wajah antiacne dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes?

1.3. TujuanPenelitian

1.3.1 TujuanUmum

Mengetahui efektivitas beberapa sabun pembersih wajah antiacne dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes.

1.3.2 TujuanKhusus

(14)

3

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

a. Sebagai syarat untuk kelulusan pendidikan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

b. Melatih kemampuan pribadi dalam menyusun riset. c. Menjadi rujukan bagi penelitian berikutnya yang terkait.

1.4.2 Manfaat bagi perguruan tinggi

a. Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

b. Menjadi rujukan penelitian berikutnya yang terkait.

1.4.3. Manfaat bagi masyarakat

(15)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kulit

Kulit termasuk dalam bagian dari sistem integumen. Kulit merupakan organ terluas tubuh. Secara struktural, kulit terdiri atas dua bagian, bagian superfisial yang tipis yang tersusun dari jaringan epithelial disebut epidermis. Bagian dalamnya yang lebih tebal, terssusun atas jaringan ikat, disebut dermis. Lebih dalam lagi dari dermis, namun tidak termasuk bagian dari kulit, terdapat lapisan subkutan atau dikenal dengan hipodermis. Lapisan ini tersusun atas jaringan areolar dan jaringan adipose.7 (Gambar 2.1)

Lapisan epidermis tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin.Pada lapisan ini terdapat empat jenis sel utama, yaitu keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. 90% lapisan epidermis tersusun atas keratinosit, yang tersusun atas 4 atau 5 lapisan yang memproduksi protein keratin. Lapisan-lapisan tersebut yaitu, stratum korneum atau lapisan tanduk merupakan lapisan terluar dengan komponen sel-sel gepeng yang mati, tidak memiliki inti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin atau zat tanduk. Stratum lusidum, komponen lapisan ini adalah sel-sel gepeng yang tidak memiliki inti dan protoplasma yang berubah menjadi eleidin. Stratum granulosum, komponen yang menyusun lapisan ini adalah sel-sel gepeng dengan sitoplasma yang terdiri atas keratohialin sehingga berbutir kasar, memiliki inti. Stratum spinosum, komponen yang menyusun lapisan ini adalah sel poligonal dengan besar yang beragam, protoplasma jernih yang kaya akan glikogen, dan inti yang terletak di tengah. Terdapat sel Langerhans diantara sel-sel spinosum yang berfungsi sebagai respon imun terhadap mikroba yang menginvasi kulit. Stratum basal, komponen yang menyusun lapisan ini tersusun atas dua jenis sel yaitu sel-sel kubus yang tersusun secara vertikal menyerupai palisade dan sel melanosit yang berfungsi sebagai pembentuk melanin. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis paling bawah.7,8(Gambar 2.2)

(16)

5

serabut saraf. Pars retikulare, bagian yang menonjol kearah lapisan subkutan, terdiri atas serabut-serabut penunjang : kolagen, elastin, dan retikulin. Serabut kolagen tersusun atas fibroblas membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Seabut elastin lebih elastis dan bergelombang sedangkan serabur retikulin menyerupai serabut kolagen muda (lentur).8

Lapisan subkutan, tersusun atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan kelenjar getah bening.8

(17)

6

Gambar 2.2. Lapisan-lapisan epidermis (Tortora, 2009)

2.2. Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ terbesar manusia, dengan area seluas ± 1.5-2 m². Kulit memiliki berbagai fungsi utama, yaitu :8

Fungsi kulit sebagai proteksi

Kulit melindungi tubuh bagian dalam dari paparan mekanik seperti tekanan, gesekan, dan tarikan; melindungi tubuh dari radiasi ultraviolet; melindungi tubuh dari infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur; melindungi tubuh dari zat-zat kimia yang bersifat iritan seperti lisosol dan karbol.

Bantalan lemak, lapisan kulit yang tebal, dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan dalam menjalankan fungsi proteksi terhadap gangguan fisik. Sedangkan melanosit berperan melindungi tubuh dari paparan ultraviolet dengan menyerap cahaya.

(18)

7

Fungsi kulit sebagai absorpsi

Fungsi absorpsi berlangsung melalui celah antar sel menembus sel epidermis melewati muara saluran kelenjar.

Fungsi kulit sebagai ekskresi

Kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dalam tubuh seperti NaCl, urea, asam urat, dan amonia melalui kelenjar minyak dan kelenjar keringat. Produk kelenjar-kelenjar ini menyebabkan keasaman pada kulit yang ditandai dengan pH 5-6.5.

Fungsi kulit sebagai persepsi

Kulit memiliki ujung-ujung saraf sensorik yang terletak pada lapisan dermis. Reseptor panas oleh badan Ruffini, reseptor dingin oleh badan krause, reseptor rabaan oleh taktil meissner dan markel ranvier, dan reseptor tekanan oleh badan paccini.

Fungsi kulit sebagai pengatur suhu tubuh

Kulit menjalankan fungsi sebagai termoregulator dengan pengeluaran keringat dan kontraksi tonus vaskular pada kulit.

Fungsi kulit sebagai keratinisasi

Sel keratinosit pada lapisan epidermis melakukan regenerasi melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk.

Fungsi kulit dalam pembentukan vitamin D

2.3. Kelenjar Sebasea

(19)

8

unit pilosebasea.7,9

Aktivitas utama kelenjar sebasea yang matur adalah memproduksi dan mensekresi sebum, campuran lipid yang kompleks. Sekresi holokrin ini dibentuk oleh disintegrasi komplit sel kelenjar ke dalam duktus folikular unit pilosebasea. Pelepasan sebum menunjukan tahap akhir diferensiasi sel khusus sebasesa, yaitu sebosit. Komposisi sebum tiap spesies berbeda bergantung pada fungsi yang harus dijalankan oleh sebum itu sendiri. Sebum manusia terdiri atas skualen, gliserol ester, wax, dan kolesterol (kolesterol bebas dan asam lemak bebas).9 (Tabel 2.1)

Gambar 2.3 Komponen Sebum(Mauro Picardo, 2009)

2.4. Acne Vulgaris

Acne vulgaris atau yang biasa kita kenal dengan jerawat, merupakan suatu

kondisi inflamasi kronik pada kulit yang disebabkan peningkatan produksi sebum yang diinduksi oleh hormon androgen, perubahan proses keratinisasi, inflamasi, dan kolonisasi bakteri pada folikel rambut di area seperti wajah, leher, dada, dan punggung oleh Propionibacterium acne.10,11,12 Hal yang perlu diperhatikan pada acne vulgaris yaitu adanya komedo terbuka atau tertutup dan lesi inflamasi berupa papul, pustul, atau nodul.10

2.4.1 Klasifikasi dan Grading Acne Vulgaris

Pada tahun 1990, American Academy of Dermatology mengembangkan skema klasifikasi acne vulgaris primer. Klasifikasi tersebut menggolongkan acne kedalam tiga tingkatan berdasarkan derajat keparahannya, yaitu :13,14,15

(20)

9

papul dan pustul, namun tidak terdapat nodul.

Moderate acne (jerawat sedang), dicirikan oleh adanya beberapa sampai

banyak papul dan pustul, disertai adanya sedikit sampai beberapa nodul.

Severe acne (jerawat berat), dicirikan dengan banyaknya papul dan pustul bersamaan dengan banyaknya jumlah nodul.

Acne juga diklasifikasikan berdasarkan jenis lesinya, yaitu : comedonal, papulopustular, nodulocystic. Pustul dan kista merupakan bentuk peradangan

acne.11

2.4.2 Patogenesis Acne Vulgaris

Ada empat faktor yang berperan dalam patogenesis acne, yaitu yang pertama produksi sebum yang berlebih, dalam hal ini diketahui terdapat peran dari androgen. Androgen meningkatkan ukuran kelenjar sebasea sehingga merangsang produksi sebum berlebih, serta merangsang proliferasi keratinosit pada duktus seboglandularis dan akroinfundibulum.16 Namun pada beberapa pasien dalam sebuah penelitian tidak mengalami hiperandrogenisme atau kadar serum androgen yang normal. Oleh karena itu, korelasi antara acne dan androgen, lebih diperankan oleh androgen lokal pada kulit yang jumlahnya berlebih. Atau banyaknya reseptor androgen yang sangat responsif. 16,17

Kedua, hiperproliferasi epidermis folikular yang menyebabkan terjadinya penyumbatan folikel. Terjadinya hiperproliferasi epidermis folikular disebabkan oleh penurunan asam linoleat kulit dan adanya peningkatan aktivitas interleukin 1 alfa, sehingga menyebabkan infundibulum, atau folikel rambut bagian atas menjadi hiperkeratotik dan bertambahnya kohesi keratinosit. Hal tersebut menyebabkan terjadinya sumbatan pada muara folikel rambut. Kemudian folikel rambut berdilatasi akibat adanya akumulasi keratin, sebum, dan bakteri didalam folikel tersebut, sehingga membentuk mikrokomedo, yang akan semakin membesar dan ruptur. Ketika ruptur, isi dari mikrokomedo tersebut memicu terjadinya proses inflamasi. Inflamasi merupakan faktor ketiga.16,18

Keempat yaitu aktivitas bakteri Propionibacterium acnes (P.acnes). Propionibacterium acnes merupakan flora normal pada kelenjar pilosebasea. Propionibacterium acnes memecah salah satu komponen sebum, yaitu trigliserida

(21)

10

Antibodi terhadap antigen pada dinding sel Propionibacterium acnes memicu respon inflamasi melalui pengaktifan sistem komplemen. Selain Propionibacterium acnes, bakteri lain yang juga berperan dalam patogenesis acne

vulgaris yaitu Staphylococcus epidermidis melalui mekanisme pembentukan

biofilm. 5,16,17,18

2.5. Bakteri Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes merupakan bakteri komensal pada kulit manusia

yang berperan menghalangi kolonisasi bakteri-bakteri patogen pada kulit yang sehat. Bakteri ini tergolong dalam bakteri Gram positif , bersifat anaerob, tidak berspora, berbentuk batang pleomorfik yang mengasilkan produk akhir fermentasi berupa asam propionat. P.acnes merupakan organisme predominan didalam folikel pilosebasea.4,5,19

Meskipun organisme ini termasuk kedalam organisme anaerob, P.acnes dapat mentoleransi saturasi oksigen hingga saturasinya mencapai 100% dengan laju pertumbuhan organisme yang menurun. Pada in vitro, organisme ini mampu bertahan selama 8 bulan dalam keadaan anaerob tanpa subkultur, menunjukkan bahwa P.acnes juga dapat bertahan pada jaringan-jaringan tubuh manusia dalam keadaan oksidasi yang rendah. P.acne memiliki kemampuan resistensi terhadap fagositosis dan dapat bertahan di dalam makrofag. Resistensi terhadap fagositosis disebabkan struktur dinding sel oganisme yang kompleks dan memiliki lapisan fibrilar pada permukaannya.19

(22)

11

Sistematika bakteri Propionibacterium acnes : 4,20 Divisio : Protophyta

Class : Schizomycetes Order : Eubacteriales

Family : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium Species : Propionibacterium acnes

Dari semua bakteri yang bersifat patogen, P.acnes termasuk bakteri patogen oportunistik yang menyebabkan berbagai tingkatan infeksi dan berkaitan dengan sejumlah kondisi inflamasi. Bakteri ini mencetuskan fase inflamasi dalam patogenesis acne vulgaris. Faktor lain yang turut berperan adalah adanya resistensi antibiotik terhadap P.acnes dan kesalahan penatalaksanaan. Kondisi lain yang berkaitan dengan infeksi bakteri ini yaitu, sinovitis, pustulosis, hiperostosis, dan osteitis.19

Patogenesis P.acnes yang utama terfokus pada kemampuan organisme ini untuk memproduksi produk eksoselular bioaktif dan interaksinya dengan sistem imun. P.acnes menghasilkan sejumlah enzim eksoselular yang metabolismenya dapat merusak jaringan secara langsung. P.acnes memiliki komponen yang bersifat kemoatraktan (penarikan leukosit oleh suatu kemotaktik faktor) dan organisme ini sendiri dapat mengaktifkan komplemen melalui pathway klasik maupun alternatif yang menyebabkan pembentukan faktor kemotaktin C5-dependen. P.acnes juga diketahui menginduksi pengeluaran sitokin proinflamasi seperti IL-1alfa, IL-1beta, IL-8 dan TNF alfa.5,18,19

2.5.1 Aktivitas Propionibacterium acnes Dalam Patogenesis Acne Vulgaris

(23)

12

berkontribusi membentuk adhesi yang sangat kuat yang menyebabkan ikatan dengan korneosit, menghasilkan mikrokomedo.5,18

Propionibacterium acnes (P.acnes) mensekresi lipase, faktor kemotaktik, metaloprotease, dan porfirin yang akan berinteraksi dengan oksigen molecular menghasilkan toksin, mengurangi oksigen, dan radikal bebas yang akan menyebabkan kerusakan keratinosit.5

Propionibacterium acnes juga berinteraksi dengan penanda imunitas didapat seperti toll-like receptors (TLR), antimicrobial peptides (AMP), protease-activated receptors (PAR), matrix metalloproteinase (MMP). Aktivasi berkepanjangan imunitas didapat ini dijaga oleh peningkatan produksi sitokin pro inflamasi seperti IL-1alfa, IL-1beta, IL-6, IL-8, IL-12, dan TNF-alfa yang berperan dalam lesi acne inflamasi derajat berat.5

(24)

13

2.6. Sabun Pembersih Wajah Antiacne

Sabun pembersih wajah antiacne merupakan substansi yang aktif di permukaan kulit yang menurunkan tekanan antara minyak dan air pada wajah. Sabun pembersih wajah antiacne bekerja dengan berbagai mekanisme untuk mencegah timbulnya jerawat, yaitu mengangkat debris, keringat, bakteri, dan lemak-lemak berlebih pada kulit dalam bentuk emulsi tanpa mengiritasi kulit ataupun menyebabkan kulit kering. Kerja sabun pembersih wajah dipengaruhi oleh pH dan sifat pembersih wajah itu sendiri. Sabun pembersih wajah yang ideal akan mengangkat lemak-lemak berlebih yang berasal dari kelenjar sebasea tanpa memngangkat lemak pokok yang berperan penting sebagai barrier lapisan epidermis kulit.21

Bahan yang digunakan seharusnya bersifat noncomedogenic, nonacnegenic, tidak mengiritasi kulit, dan tidak bersifat alergen terhadap kulit.

Sifat kelembutan sabun pembersih wajah juga harus diperhatikan mengingat bahwa pengobatan jerawat seringkali disertai iritasi sebagai efek sampingnya. Disamping itu, banyak orang seringkali keliru dengan mempercayai bahwa menggosok kulit secara agresif dengan sabun pembersih wajah beberapa kali sehari akan mengurangi wajah berminyak dan perasaan kotor pada wajah. Pada kenyataannya, lemak yang terdapat pada wajah sebagian besar berasal dari penggunaan kosmetik, yang kemudian terjebak didalam folikel, sehingga tidak dapat dicapai oleh sabun pembersih wajah ataupun menggosok wajah secara agresif. Menggosok wajah secara agresif hanya akan memperburuk jerawat.21

Terdapat empat jenis surfaktan, yaitu cationic, anionic, nonionic, dan ampholitic, atau bahan yang aktif pada permukaan kulit yang biasanya digunakan

(25)

14

kulit, yang berpotensi mengiritasi permukaan kulit. Lebih jauh lagi, dengan hilangnya acid mantle, terjadi peningkatan pertumbuhan bakteri pathogen fakultatif, sehingga terjadi peningkatan risiko menginfeksi kulit. Oleh karena itu pada penelitian yang dilakukan oleh Salomon dan Shalita (1996), sabun pembersih wajah yang direkomendasikan yaitu yang memiliki pH serupa dengan pH pada permukaan kulit yang dapat dengan mudah dibilas.21

2.6.1 Komposisi Produk-Produk Antiacne

Produk-produk antiacne, termasuk sabun pembersih wajah yang saat ini beredar di masyarakat mengandung beberapa bahan aktif sebagai berikut :22

1. Benzoil peroksida

Benzoil peroksida tersedia dalam berbagai sediaan seperti pembersih wajah, losion, krim, gel, dan pads. Kandungan benzoil peroksida yang terdapat pada produk-produk dipasaran biasanya berkisar antara konsentrasi 2,5%-10%. Benzoil peroksida merupakan agen bakterisidal yang biasanya digunakan sebagai lini pertama penatalaksanaan acne.

2. Asam Salisilat

Asam salisilat digunakan bertahun-tahun dalam penatalaksanaan acne dan dapat dijumpai dalam berbagai sediaan terutama pembersih

wajah dengan kandungan konsentrasi 0,5%-10%. Asam salisilat merupakan fitohormon, produk tanaman yang berperan seperti hormon yang meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Asam salisilat merupakan golongan beta hydroxy acid yang secara kimia menyerupai komponen aktif pada aspirin. Asam salisilat merupakan zat yang larut lemak, oleh karena itu zat ini dapat penetrasi ke dalam unit pilosebasea dan memiliki efek komedolitik namun dengan efek yang lebih rendah daripada retinoid topikal.

3. Sulfur

(26)

15

dalam bentuk pembersih wajah, losion, krim, sabun, dan salep dengan konsentrasi 1%-10%. Adanya peningkatan efektivitas sulfur ketika sulfur dikombinasikan dengan benzoil peroksida dan sodium sulfasetamid. Sulfur juga sering dikombinasikan dengan asam salisilat.

4. Sodium Sulfasetamid

Sodium sulfasetamid merupakan senyawa golongan sulfonamid yang memiliki kemampuan dalam mengahmbat proliferasi Propionibacterium acnes. Golongan sulfonamid bekerja sebagai

antagonis kompetitif dari para-aminobenzoic acid mengganggu sintesis DNA bakteri.Konsentrasi 10% sodium sulfasetamid biasanya dikombinasikan dengan 5% sulfur pada suspensi topikal acne, losion, dan pembersih wajah. Kombinasi ini secara signifikan mengurangi lesi inflamasi dan komedo.

5. Alpha Hydroxy Acids (AHA)

Terdapat dua jenis alpha hydroxy acid yang ditemukan pada produk-produk antiacne yang beredar di pasaran yaitu glycolyc acid dan lactic acid. Konsentrasi AHA pada produk-produk antiacne yang

beredar dipasaran seperti pembersih wajah, losion dan peel “kits” mencapai 10%.

6. Asam Laurat

Asam laurat merupakan komponen minor sebum yang paling berpotensi sebagai antibakteri. Biasanya ditemukan pada produk-produk alami seperti kelapa sawit dan susu. Asam laurat menunjukkan aktivitas antibakteri yang sangat kuat terhadap bakteri Gram positif. Pada studi yang dilakukan oleh Nakatsuji (2003) membuktikan bahwa potensi asam laurat sebagai antibakteri dapat menjadi pilihan alternatif dalam penatalaksanaan acne vulgaris.

(27)

16

sulfosuccinate) , surfactants emulsifying agent (contoh: stearic acid, palmitic acid) , surfactants foaming agent (contoh: cocamidopropylamine), surfactants solubilizing agents, surfactants suspending agent.22

2.7. Metode Pengujian Aktifitas Antibakteri

A. Metode Difusi

Metode difusi cakram merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menentukan resistensi antimikroba, berdasarkan kemudahan, efisiensi, dan biaya.23

Prinsip metode difusi cakram, yaitu cakram kertas yang telah direndam bahan uji selama 15-30 menit ditanam pada media agar padat yang telah dicampur bakteri uji kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah itu, amati area jernih disekitar cakram. Area jernih ini disebut dengan zona hambat.23,24

Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : 1. Metode Kirby Baruer

Metode ini dilakukan dengan cara zat antimikroba ditampung menggunakan kertas cakram saring (paper disc). Setelah itu, kertas saring yang telah mengandung zat antimikroba diletakkan pada agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu 370 C selama 18-24 jam atau pada waktu dan suhu tertentu sesuai dengan kondisi optimum pertumbuhan mikroba uji. Dari metode ini terdapat dua zona yang akan terbentuk :

a. Zona irradikal, daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibakteri tetapi tidak dimatikan.

b. Zona radikal, daerah di sekitar disk dimana tidak ditemukan sama sekali adanya pertumbuhan bakteri. Zona tersebut tersebut diukur dengan mengukur diameter dari zona radikal dengan satuan milimeter.

2. Metode Parit

(28)

17

sekitar parit. 3. Metode Lempeng

Pada inokulasi lempeng agar dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Setelah itu dilakukan inkubasi dengan suhu 370 C selama 18-24 jam dan dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat disekeliling lubang.

B. Metode Dilusi

Metode dilusi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode dilusi cair (broth dilution method) dan metode dilusi padat (solid dilution method).25

Metode dilusi cair dilakukan dengan cara membuat pengenceran bahan uji antibakteri ke dalam beberapa konsentrasi kemudian tambahkan suspensi bakteri. Konsentrasi terendah dimana suspensi bakteri dihambat secara sempurna, yang tandai dengan larutan uji yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri, disebut dengan kadar hambat minimum. Kemudian dikultur ulang pada media cair tanpa menambahkan bahan uji antibakteri maupun suspensi bakteri, yang selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Jika didapatkan media cair tetap dalam keadaan jernih, maka disebut kadar bunuh minimum (KBM).24,25

(29)
(30)

19

Pembersih wajah Propionibacterium Pertumbuhan

(31)

20 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan teknik disc diffusion.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari – bulan Juli tahun 2014.

3.2.2. Tempat Penelitian

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu : tabung reaksi; ose; bunsen; pinset; vortex; cawan petri; korek api; spatula besi; kapas lidi; tisu; rak tabung; penggaris; kamera; pengukur waktu; baki; erlenmeyer; autoclave; cakram uji kosong; alat tulis; label; laminar air flow; inkubator.

3.3.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu empat merek sabun pembersih wajah antiacne dan agar darah yang terbuat dari darah domba.

3.4. Cara Kerja Penelitian

3.4.1. Pembuatan Stok Bakteri

(32)

21

3.4.2. Uji Resistensi

Ambil biakan bakteri Propionibacterium acnes sebanyak 1 ose kemudian suspensikan ke dalam larutan pengencer NaCl. Selanjutnya di vortex agar keduanya tercampur dan bandingkan kejernihannya dengan larutan standar 0,5 mF. Pastikan agar kejernihannya sama. Oleskan larutan bakteri Propionibacterium acnes ke media kultur agar darah menggunakan kapas lidi steril.

(33)

22

3.6. Analisis Data

(34)

23

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Efek Hambat Sabun Pembersih Wajah Antiacne Terhadap Pertumbuhan

Propionibacterium acnes

Dari penelitian yang telah dilakukan, yang dilakukan secara triplo (satu kali percobaan menggunakan tiga cawan dengan perlakuan yang sama), didapatkan hasil bahwa ketiga bahan uji berupa sabun pembersih wajah antiacne terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes (P.acnes),yaitu sabun pembersih wajah antiacne SA, PD, dan BR , sedangkan sabun pembersih wajah antiacne CC tidak dapat menghambat pertumbuhan P.acnes. Diantara ketiga sabun pembersih wajah antiacne yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri P.acnes, yang memiliki zona hambat paling besar, yaitu BR. PD memiliki zona hambat paling kecil diantara sabun pembersih wajah antiacne lainnya. (Gambar 4.4)

Dari percobaan yang dilakukan, peneliti berkesimpulan bahwa sabun pembersih wajah antiacne CC tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam, pada zona

hambat yang terbentuk didapatkan adanya pertumbuhan koloni Propionibacterium acnes. Kemudian, peneliti mengambil sampel bakteri yang tumbuh pada zona hambat yg dibentuk oleh sabun pembersih wajah, setelah itu dilakukan kultur dan pewarnaan Gram untuk memastikan koloni tersebut. Peneliti juga melakukan kultur sabun pembersih wajah, ternyata tidak terdapat adanya kontaminasi dari sabun pembersih wajah ataupun dari hasil kultur koloni yang ada diantara zona hambat sabun pembersih wajah. Kemudian, peneliti melakukan percobaan dengan melakukan inkubasi kurang dari 24 jam, yaitu 14 jam. Setelah inkubasi terbentuk zona hambat sebesar 15mm. (Gambar 4.2)

(35)

24

Tabel 4.1 Zona Hambat Beberapa Sabun Pembersih Wajah yang dilakukan secara triplo setelah inkubasi 14 jam.

Sabun Pembersih Wajah Zona Hambat (mm) Rata-rata Zona Hambat (mm)

SA 10

Gambar 4.1. Diameter Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun Pembersih Wajah antiacne terhadap Propionibacterium acnes setelah inkubasi14 jam.

(36)

25

Gambar 4.2 Zona Hambat Sabun Pembersih Wajah antiacne SA, PD, BR, CC, Kontrol (-) Ethanol 96% dan Kontrol (+) Clyndamycin 10ug/mL Terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes setelah inkubasi 14 jam.

Tabel 4.2 Zona Hambat Beberapa Sabun Pembersih Wajah yang dilakukan secara triplo setelah inkubasi 24 jam.

Sabun Pembersih Wajah Zona Hambat (mm) Rata-rata Zona Hambat (mm)

SA 14

SA 14 14

SA 14

PD 10

PD 11 10,33

PD 10

BR 23

BR 24 22

BR 22

CC 0

CC 0 0

CC 0

CC

SA

BR

PD

(-)

(37)

26

Gambar 4.3. Diameter Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun Pembersih Wajah antiacne terhadap Pertumbuhan Bakteri

Propionibacterium acnes setelah inkubasi 24 jam.

Gambar 4.4 Zona Hambat Sabun Pembersih Wajah antiacne SA, PD, BR, , Kontrol (-) Ethanol 96% dan Kontrol (+) Clyndamycin 10ug/mL terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes setelah inkubasi 24 jam.

(+): clyndamycin 10ug/mL (-): ethanol 96%

BR

PD

SA

(+)

(-)

(38)

27

Tabel 4.3 Perbandingan Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun Pembersih Wajah yang dilakukan secara triplo setelah inkubasi 14 dan 24 jam. Sabun Pembersih Wajah Zona Hambat Rata-rata

inkubasi 14 jam (mm)

Zona Hambat Rata-rata inkubasi 244 jam (mm)

SA 10,33 14

PD 7,67 10,33

BR 18 22

CC 15 0

Gambar 4.5 Perbandingan Diameter Zona Hambat Rata-rata Beberapa Sabun Pembersih Wajah antiacne terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes setelah inkubasi 14 jam dan 24 jam.

(39)

28

yaitu membran sitoplasma bakteri. Triklosan secara langsung merusak RNA dan sintesis protein bakteri. Triklosan merupakan agen antibakteri yang bersifat hidrofobik sehingga dapat berdifusi dengan mudah melalui lapisan lemak pada kulit. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tae-Wan Lee dkk (2003) yang membuktikan dengan konsentrasi triklosan 0,01% sudah dapat menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi hambat minimum.26,27 Selain triklosan, juga terdapat asam laurat yang memiliki aktivitas bakterisidal kuat, hal ini dibuktikan melalui penelitian oleh Nakatsuji, et al (2009) dimana konsentrasi hambat minimum asam laurat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes 15 kali lebih rendah dari benzoil peroksida.28

Sabun pembersih wajah antiacne SA menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes lebih lemah dibandingkan dengan sabun pembersih wajah antiacne BR. Sabun pembersih wajah ini memiliki kandungan antibakteri asam laurat, sama dengan sabun cuci muka BR.28 Sabun pembersih wajah ini juga dilengkapi dengan ekstrak pegagan (Centella asiatica). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh J. Pharm (2010), dengan konsentrasi 125ug/mL dapat menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes dengan membentuk zona hambat sebesar 8mm. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi hambat minimum.29,30

(40)

29

berbahan dasar kaolinite. Memiliki kemampuan untuk mengangkat minyak berlebih dan kotoran dari kulit maka tidak menyumbat pori-pori, sehingga mencegah pembentukan jerawat.

Sabun pembersih wajah antiacne CC tidak memiliki efek hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes setelah diinkubasi selama 24 jam, namun memiliki efek hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes setelah dilakukan inkubasi selama 14 jam. Peneliti mengukur zona hambat setelah inkubasi 14 jam karena waktu pertumbuhan bakteri mulai optimum saat fase logaritmik yaitu saat12 jam, kemudian peneliti mengambil range untuk dilakukannya inkubasi antara 12-24 jam untuk melihat zona hambat yang terbentuk.

Kandungan antibakteri dalam sabun pembersih wajah antiacne ini sama dengan sabun pembersih wajah antiacne PD yaitu asam salisilat, dimana asam salisilat merupakan antibakteri yang bersifat bakteriostatik yang lemah.31 Hingga saat ini, tumbuhnya kembali koloni Propionibacterium acnes setelah inkubasi 24 jam dapat disebabkan adanya faktor-faktor lain yang belum dilakukan penelitian oleh peneliti.

Data hasil penelitian zona hambat 14 jam dan zona hambat 24 jam ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya uji One-way ANOVA, maka dilakukan dengan uji Kruskall walis. Dari hasil uji Kruskall walis didapatkan nilai p=0,005 untuk zona hambat 14 jam dan p=0,014 untuk zona hambat 24 jam dimana nilai p<0,05. Hal ini menunjukan adanya perbedaan bermakna antara sabun pembersih wajah antiacne dengan efek hambat bakteri Propionibacterium acnes.

(41)

30

4.2 Derajat Keasaman Beberapa Sabun Pembersih Wajah

Pengukuran derajat keasaman pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah derajat keasaman sabun pembersih wajah mempengaruhi zona hambat bakteri. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat pH meter digital, didapatkan ketiga sabun cuci muka antiacne bersifat basa yaitu SA, PD, dan BR dengan derajat keasaman diatas 7, sedangkan sabun cuci muka antiacne CC bersifat asam dengan derajat keasaman dibawah 7. (Tabel 4.4)

Tabel 4.4 Derajat Keasaman Sabun Pembersih Wajah Antiacne

Sabun Cuci Muka antiacne Derajat Keasaman (pH)

SA (triklosan, asam laurat) 7,4

PD (asam salisilat, asam laurat) 8,1

BR (trikosan, asam laurat) 7,9

CC (asam salisilat) 4,2

(42)

31

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari keempat merek sabun pembersih wajah antiacne yang diujikan secara in vitro dengan metode disc diffusion, setelah dilakukan inkubasi selama 14 jam didapatkan hasil sabun pembersih wajah antiacne yang memiliki efek hambat paling besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes yaitu sabun pembersih wajah BR (triklosan dan asam laurat), kemudian

diikuti dengan CC (asam salisilat), SA (triklosan dan asam laurat) dan PD (asam salisilat dan asam laurat). Secara statistik berbeda bermakna.

2. Dari keempat merek sabun pembersih wajah antiacne yang diujikan secara in vitro dengan metode disc diffusion, setelah inkubasi selama 24 jam didapatkan hasil sabun pembersih wajah antiacne yang memiliki efek hambat paling besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes yaitu sabun pembersih wajah BR (triklosan dan asam laurat) kemudian

diikuti dengan SA (triklosan dan asam laurat), dan PD (asam salisilat dan asam laurat).

3. Sabun pembersih wajah antiacne yang mengandung asam salisilat tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes setelah inkubasi selama 24 jam.

Saran

1.Dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan bakteri lain yang berperan dalam patogenesis acne vulgaris seperti Staphylococcus epidermidis.

(43)

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Krowchuk DP. Managing adolescent acne: a guide for pediatricians. Pediatr Rev. 2005:250-261.

2. Anthony J. Mancini. Incidence, Prevalence, and Pathophysiology of Acne volume 8 no.4. John Hopkins Advanced Studies in Medicine. 2008.

3. Sada Barira. Proporsi kepositivan dan pola resistensi propionibacterium acnes terhadap antibiotik oral pasien akne vulgaris tipe sedang dan berat: di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta:FKUI. 2006. Diunduh pada tanggal 25/8/14.

4. Jawetz, Melnick and Adelberg. Medical Microbiology, 24 edition. United State: McGraw-Hill Companies.2007.

5. C. Beylot, N. Auffret, et al. Propionibacterium acnes: an update on its rolein the pathogenesis of acnes. European Academy of Dermatology and Venerology Journal. 2013.

6. Maksum Radji, Herman Suryadi, dan Desi Ariyanti. Uji Efektivitas Antimikroba Beberapa Merek Dagang Pembersih Tangan Antiseptik. Departemen Farmasi FMIPA-UI. 2007. Diunduh pada 26/08/14.

7. Gerard J. Tortora, Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology 12th edition. John Wiley&Sons, Inc. 2009.

8. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

9. Mauro Picardo, et al. Sebaceous Gland Lipids. San Gallicano Dermatological Institute. Italy. 2009;1:2, p68-71. Diunduh pada tanggal 13/02/14 source: www.landesbioscience.com.

10. American Academy of Dermatology. Guideline Of Care For Acne Vulgaris Management. American Academy of Dermatology. 2007. Diunduh pada tanggal 13/02/14 source: www.aad.org.

11. Williams, Hywel C. Garner, Sarah, et al. Acne Vulgaris. Elsevier Journal. 2011. Diunduh pada tanggal 13/02/14 source: www.thelancet.com.

(44)

33

13. Balaji Adityan, Rashmi Kumari and Devinder Mohan Tappa. Scoring System in Acne Vulgaris. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009. Diunduh pada 07/08/14.

14. Gary M. White. Recent Findings in Epidemiologic Evidence, Classification, and Subtypes of Acne Vulgaris. J Am Acad Dermatol. American Academy of Dermatology, Inc. 1998. Diunduh pada tanggal 05/08/14.

15. Steven Feldman, et al. Diagnosis and Treatment of Acne. American Academy of Family Physician. 2004. Diunduh pada 07/08/14 source: www.aafp.org/afp.

16. Theresia Movita. Acne Vulgaris. CDK-203/vol.40 no.4. 2013. Diunduh pada 07/08/14.

17. Siri Knutsen-Larson, Annelise L. Dawson, et al. Acne Vulgaris: Pathogenesis, Treatment, and Needs Assessment. Dermatol Clin 30. Elsevier, Inc. 2012. Diunduh pada tanggal 05/08/14 source: www.dermtheclinics.com.

18. Andrea Koreck, et al. The Role Of Innate Immunity in the Pathogenesis of Acne. Department of Dermatology and Allergology, University of Szeged. Hungary. Dunduh pada 07/08/14 source: www.karger.com.

19. A.L. Perry and P.A. Lambert. Propionibacterium acnes. The Society for Applied Microbiology Journal Compilation. 2006. Diunduh pada 13/02/14 source: www.onlinelibrary.wiley.com.

20. Qiong Wu. Antimicrobial Effect of Manuka Honey and Kanuka Honey Alone and In Combination With The Bioactives Against The Growth of Propionibacterium acnes ATCC 6919. Massey University Albany. New Zealand. 2011.

21. Barry A. Salomon, et al. Effects of Detergents on Acne. New York: ElevierScience Inc. 1996. Diunduh pada 04/08/14 source: www.libgen.org.

22. Whitney P. Bowe and Alan R. Shalita. Effective Over The Counter Acne Treatments. Department of Dermatology SUNY Downstate Medical Center. Elsevier, Inc. 2008.

23. TD Wilkins, et al. Standardized Single-Disc Method for Antibiotic Susceptibility Testing of Anaerobic Bacteria. AMJ Clin Pathol. 1972, p.451-459. Diunduh pada 06/08/14 source: http://aac.asm.org.

(45)

34

25. White DG, McDermott PF and Walker RD. Chapter 5: Antimicrobial Susceptibility Testing Methodologies. ME Torrence and RE Isaacsan. USA: Iowa State Press. 2003. Diunduh pada tanggal 06/08/14.

26. H.N. Bhargava, et al. Triclosan: Application and Safety. Association for Professional Infection Control and Epidemiologi, Inc. 1996. Diunduh pada tanggal 24/8/14.

27. Tae-Wan Lee, Ji-Chul Kim and Sung-Joo Hwang. Hydrogel Patches Containing Triclosan for Acne Treatment. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. Elsevier Journal. 2003. Diunduh pada tanggal 24/8/14 source www.sciencedirect.com.

28. Teruaki Nakatsuji, et al. Antimicrobial Property of Lauric Acid Against Propionibacterium acnes: Its Therapeutic Potential for Inflammatory Acne Vulgaris. J Invest Dermatol. 2009.

29. BK Dash, HM Faruquee, et al. Antibacterial and Antifungal Activities of Several Extract of Centella asiatica L. Against Some Human Pathogenic Microbes. Life Science and Medicine Research. 2011. Diunduh pada tanggal 08/08/14 source: http://ashtonjournals.com/lsmr.

30. Vasantharuba Sevaratnam, et al. Fungsional Properties of Centella asiatica: A Review. Internatinal Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science. 2012. Diunduh pada 24/8/14.

(46)

35

LAMPIRAN 1 Komposisi Sabun Pembersih Wajah

Komposisi Sabun Pembersih Wajah

Water, lauric acid, myristic acid, lauryl glucoside, potassium hydroxide, staearic acid, glycol stearate, PEG-160 sorbitan triisostearate, glycol distearate, sodium laureth sulfate, cocamide MEA laureth-10, propylene glycol, PEG-80 glyceryl cocoate, stirene, C10-30 alkyl acrylate crosspolymer, glyceryl stearate, PEG-100 stearate, phenoxyethanol, methylparaben, ethylparaben, propylparaben, butylparaben, camomila recucita flower water, PEG-40 hydrogenated castor oil, trideceth-9, bisabolol, PEG-45 palm kernel glycerides, PEG-6 capric glycerides, centella asiatica, methylchloroisothiazolinone, methylisotiazolinone, fragrance, hydroxypropyl methylcellulose, triclosan, cananga odorata flower oil

Myristic acid, glycerine, water, propylene glycol, potassium hydroxyde, stearic acid, glycol distearate, lauric acid, decyl glucoside, polyethilene, glyceryl stearate, parfume, DMDM hydantoin, silica, salicylic acid, poliquaternium-7, disodium EDTA, butylene glycol, niacinamide, iodopropynyl butylcarbamate, osimum basilicum flower, leaf extract, kaolin, azadirachta indica leaf extract, CI 17200, CI 19140, CI 42090, CI 74260

Aqua, sorbitol, laureth-6- carbocylic acid, myristic acid, lauryl hydroxysultaine, potassium hydroxide, lauric acid, ethylhexyglycerine, acrylates, alkyl acrilate crosspolimer, palmitic acid, fragrance, triclosan, disodium EDTA, polyquaternium-39, PEG-6, PEG-45M, phenoxyethanol, CI 77891

Water, sodium laureth sulfate, cocamidopropyl betaine, propilene glycol, glycerine, PEG-80 sorbitan laureth, PEG-150 distearate, sodium cocoyl isethionate, hydroxypropyl methylcellulose, PEG-7 Glyceryl cocoate, phenoxyethanol, decyl glucoside, salycilic acid, menthyl lactate, cocamidopropylamine oxide, fragrance, cocamidopropyle PG- dimonium cloride phospate, citric acid, methylparaben, tetrasodium EDTA, propylparaben, benzalkonium chloride, C12-15 alkyl lactate, ethilparaben, vanillyl buthyl ether, cetyl lactate, butylene glycol, capryloyl glycine, sarcosine, cinnamomum zeylanicum bark extract, cedrus atlantica bark extract, portulaca oleracea extract.

SA

PD

BR

(47)

36

LAMPIRAN 2

Proses Penelitian

Gambar 1. Sterilisasi alat dan bahan

Gambar 3. Vortex 1 ose biakan bakteri

Gambar 5. Cakram uji ditanam pada agar darah yg telah dioles bakteri

Gambar 2. Biakan bakteri Propionibacterium acnes pada media agar darah

Gambar 4. Perendaman cakram uji pada beberapa sabun

pembersih wajah

(48)

37

LAMPIRAN 3

Riwayat Hidup Penulis DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Nikken Rima Oktavia

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Oktober 1993

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bintara Raya No.9 Rt003 Rw09 Bintara Nomor Telepon/HP : (021)8856283/087882306227

Email : nikkenrimaoktavia@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1997-1999 : Taman Kanak-Kanak Al-Hikmah 1999-2005 : SD Negeri Pondok Kopi 04 2005-2008 : SMP Negeri 252 Jakarta 2008-2011 : SMA Negeri 61 Jakarta

(49)

Gambar

Tabel 2.9 Definisi Operasional ........................................................................
Gambar 2.1  Struktur Anatomi Kulit ...............................................................
Gambar 2.1. Struktur anatomi kulit (Tortora, 2009)
Gambar 2.2. Lapisan-lapisan epidermis (Tortora, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian uji daya hambat sabun transparan ekstrak jarak pagar ( Jatropha curcas) terhadap pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes menghasilkan

Banyaknya masyarakat yang menggunakan air perasan jeruk nipis dan madu dalam upaya menghilangkan jerawat pada wajah, maka penulis tertarik untuk melakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Hubungan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas merek pada produk pembersih wajah Pond’s, 2) Hubungan antara citra

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Asam lemak ini dapat menyebabkan inflamasi jaringan yang berperan dalam timbulnya akne. Sebagai tambahan Propionibacterium acnes sering menjadi penyebab infeksi luka

PEMBERSIH WAJAH POND’S DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)” guna memenuhi salah satu syarat

Uji Efektifitas Daya Hambat Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma longa) terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi dengan Metode Disc Diffusion secara In Vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil penelitian ini, didapatkan pengurangan rerata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli setelah pemberian sabun colek merek A