• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abses Serebri Multipel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Abses Serebri Multipel"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ABSES SEREBRI MULTIPEL

Dr. IRINA KEMALA NST

NIP. 19800903 200604 2 001

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam parenkim otak dan merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain. Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa. Prognosa abses serebri ini umumnya baik.

Melalui tulisan ini akan dibahas mengenai aspek epidemiologi, etiologi, prosedur diagnosis, penatalaksanaan serta prognosa penderita Abses serebri multipel.

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam menjalani pendidikan keahlian dibidang Ilmu Penyakit Saraf.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yuneldi Anwar, SpS (K) selaku pembimbing I dan Prof.DR.Dr.Hasan Sjahrir, SpS(K) selaku pembimbing II atas bimbingan dan pengarahannya dalam penulisan laporan kasus ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Hormat saya,

(3)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ………. ii

(4)

6 Gambaran Klinis ……… 13

7 Prosedur Diagnostik ………..……… 14

8 Diagnosis Banding ……….……….. 17

9 Penatalaksanaan ……… 18

10 Komplikasi ……… 21

10 Prognosis ………. 21

IV. DISKUSI KASUS ……….. 21

V. PERMASALAHAN ……… 23

VI. KESIMPULAN ……….. 23

VII. SARAN ……….. 23

VIII. DAFTAR PUSTAKA ……… 24

(5)

DAFTAR SINGKATAN

ADC : Apparent-Diffusion-Coefficient BBB : Blood Brain Barrier

CNS : Central Nervous System

CRP : C-Reaktif Protein CSS : Cairan Serebrospinal

CT-scan : Computed Tomography-scanning

DWI : Diffusion-Weighted Imaging

Ig A : Immunoglobulin A

HIV : Human Immunodeficiency Virus

ICAM : Intracellular Adhesion Molecule IL : Interleukin

LED : Laju Endap Darah

MCP : Monocyte Chemoattractant Protein

MIP : Macrophage Inflammatory Protein

MRI : Magnetic Resonance Imaging

PGN : Peptidoglycan PMN : Polimorfonuclear TIK : Tekanan Intrakranial TLR : Toll Like Receptor

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penderita dengan peningkatan resiko munculnya abses serebri…….. 8

Tabel 2. Lokasi dan flora mikroba abses serebri ………. 9

Tabel 3. Gejala dan tanda penderita abses serebri………. 14

Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak ……….……. 14

Tabel 5. Pendekatan dalam diagnosis abses serebri ………. 17

Tabel 6. Pemberian Antibiotika pada Abses Serebri……….. 19

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Penyebaran hematogen pada susunan saraf pusat ….……….. 11

(7)

ABSTRAK

Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan hampir selalu merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain. Daerah frontoparietalis dan temporalis merupakan lokasi yang paling sering dikenai. Mekanisme jalan masuk ke otak, perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan, melalui aliran darah dan melalui luka setelah trauma kepala. Pada kasus ini dilaporkan seorang wanita, 22 tahun, datang ke RSUP.H.Adam Malik Medan dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan neurologis ditemukan somnolen, papil edema, parese N.VII UMN dextra, hemiparese dextra dan peningkatan refleks fisiologis dextra. Dari pemeriksaan Head CT-scan menunjukkan Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema Penderita didiagnosa dengan abses serebri multipel

(8)

ABSTRACT

Serebral abscess occur when pyogenic bacteria gain access to the CNS and always secondary to

a purulent focus elsewhere in the body. The frontoparietal and temporal lobes are more

frequently involved. Mechanisms of entry into the brain are direct extension, hematogenous and

following penetrating head injury. This is a case report of female, 22 years, admitted to RSUP.

H. Adam Malik Medan with major complain is loss of consciousness. From neurologic

examination we found somnolent, papil oedem, right paralysis cranial nerve 7th UMN type, right

hemiparalysis and increase right physiologic reflex. From Head CT-scan shows abscess in left

frontal lobe and oedem perifocal. The patient diagnosed as multiple serebral abscess.

(9)

I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Abses intrakranial jarang dijumpai. Merupakan penyakit yang serius dan mengancam jiwa1. Abses serebri dapat terjadi pada semua usia, lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita (2 : 1). Daerah frontoparietalis dan temporalis merupakan lokasi yang paling sering dikenai 2. Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan hampir selalu merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain 2,3. Organisme penyebab yang sering adalah Streptococcus, Staphylococcus, dan jarang akibat

Pneumococcus, Meningococcus, dan HaemophylusInfluenza.

Ada 3 mekanisme bahan-bahan infeksius bisa masuk ke otak, yang pertama dengan perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan seperti otitis media, mastoiditis, atau sinusitis paranasal, kemudian dengan cara melalui aliran darah biasanya berasal dari infeksi yang jauh seperti infeksi paru dan lain-lain serta terakhir melalui luka setelah trauma kepala.

1,3,4

Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa seperti antibiotik dan anti konvulsan

1,2,5,6

2,5

. Prognosa abses serebri ini umumnya baik, prognosa menjadi buruk jika penegakkan diagnosis terlambat atau salah diagnosis, lokasi yang dalam, multiple, koma, penyebabnya jamur, serta adanya ruptur ventrikel.1,5,6

I.2. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik, penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita Abses serebri multipel

I.3. Manfaat Penulisan

(10)

II. LAPORAN KASUS

II.1. ANAMNESE PRIBADI

Seorang wanita (L), umur 22, suku Jawa, pekerjaan ibu rumah tangga , menikah, alamat Kompleks PT. Pandawa, masuk ke RS H.Adam Malik pada tanggal 16 Agustus 2008.

II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Telaah : Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi

(11)

Kepala : normosefalik

Thoraks : Simetris fusiform

Jantung : Bunyi jantung normal, Desah (-)

Paru-paru : Pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen : Soepel, peristaltik normal

Leher/Aksila/Inguinal : Dalam batas normal

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Sensorium : Somnolen

Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk (-) Brudzinsky I : (-) Kernig (-) Brudzinsky II : (-) Pemeriksaan funduskopi

(12)

Sistem Motorik

Trofi : Eutrofi

Tonus : Normotonus

Kekuatan Otot : Sulit dinilai. Kesan : Lateralisasi ke kanan Refleks Fisiologis : kanan kiri Gejala serebellar : Sulit dinilai Fungsi Luhur : Sulit dinilai

II.5. DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese N.VII UMN dextra

Diagnosa Anatomis : Intrakranial Diagnosa Etiologis : Infeksi

Diagnosa Banding : 1. SOL Intrakranial ec Abses Serebri 2. SOL Intrakranial ec Tumor Serebri

3. Stroke Iskemik

Diagnosa Kerja : SOL Intrakranial ec Abses Serebri

II.6. PENATALAKSANAAN

• IVFD Ringer Solution 20 gtt/i

• O2 2-3 L/i

• NGT, Kateter

• Diet SV

• Inj Ceftiraxone 2 gr/ 12 jam  skin test

• Inj. Deksamethasone 2 ampul,lanjut 1 amp/6 jam tapering off

• Inj.Ranitidin 1 amp / 12 jam

(13)

II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

II.7.1. Hasil Laboratorium tgl 16 Agustus 2008

Hb : 11,8 g / dl Ureum : 20 mg/dl

II.7.2. Hasil Foto Thoraks (16 Agustus 2008)

Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

II.7.3. Hasil EKG (20 Agustus 2008)

Kesan : Penyakit jantung katub ec 1. Bawaan

2. Didapat ec RHD Anjuran : 1. ASTO, CRP, LED

2. Ekokardiografi

II.7.4. Hasil Konsul Gigi dan Mulut (22 Agustus 2008)

Kesimpulan : Gangren radiks dan impaksi

Anjuran : Bila keadaan umum memungkinkan, os dapat dikonsul ulang untuk dilakukan pencabutan dengan anatesi lokal

II.7.5. Hasil Konsul THT (22 Agustus 2008)

Kesimpulan : Sinusitis Ethmoidalis + sphenoidalis bilateral Terapi : sesuai TS

II.7.6. Head CT-scan (13 Agustus 2008) RS Rantau Prapat

NCCT : Tampak lesi hipodens multiple pada lobus frontal kiri dengan edema finger like disekitarnya yang mendorong midline anterior ke kiri dan mengobliterasi ventrikel lateral kiri.

(14)

Sisterna ambient dan quadrigemina agak sempit

Tampak perselubungan pada sinus frontal, ethmoid, dan sphenoid bilateral

Mastoid air cell bersih

CECT : Tampak lesi hipodens multiple pada lobus frontal kanan yang enhance pada tepi, tipis, dan reguler

Kesan : Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis bilateral.

II.7.7. Head CT-scan (29 Agustus 2008) RS HAM

NCCT : Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV tampak normal

Supratentorial tampak lesi hyperdense berbatas teratur pada frontal kiri dengan mass effect dan midline shift ke kanan

Ventrikel lateralis kiri tertekan Cortical sulci obliterated CECT : -

Kesan : Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema DD : Mass

Anjuran : Head CT-scan dengan pemberian contras intravena untuk konfirmasi lebih lanjut

II.7.8 Hasil laboratorium (27 Agustus 2008)

LED : 10 mm/jam CRP : Negatif ASTO : < 200

II.7.9 Hasil Konsul Bedah saraf (30 Agustus 2008)

Diagnosa Banding : Multiple Brain Abscess Glioblastoma multiform

(15)

II.8. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Telah diperiksa seorang wanita (L), 22 tahun, Jawa, Islam, Ibu rumah tangga, dengan keluhan utama penurunan kesadaran.

Dari anamnese didapati Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Tiga bulan sebelum masuk RS HAM os mengeluhkan nyeri kepala dan dalam 2 minggu ini tidak berkurang dengan pemberian obat penghilang rasa sakit. Nyeri kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada seluruh kepala, terasa menekan. Kejang dialami oleh os sebanyak 3 kali, bersifat kaku dan menyentak pada seluruh tubuh, lamanya kejang ± 5 menit. Riwayat sakit gigi pada rahang bawah (+). Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan sejak ± 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur (-). Riwayat demam (-). Riwayat sakit telinga, tenggorokan serta trauma (-). Riwayat sakit paru (-) Sebelumnya os dirawat di RS Rantau Prapat selama ± 5 hari.

Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium somnolen, vital sign dalam batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema, hemiparese dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra.

(16)

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFENISI

Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam parenkim otak.2

III.2 EPIDEMIOLOGI

Insiden abses serebri diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 penduduk per tahun dimana perbandingan pria dan wanita yaitu 2:1 sampai 3:1 6. Di Amerika Serikat didapati sekitar 1500-2500 kasus setiap tahunnya. Abses serebri jarang dijumpai di negara berkembang tetapi merupakan masalah yang sulit di Negara berkembang 1. Pada umumnya dapat terjadi pada setiap usia, sering pada dekade pertama sampai ketiga karena tingginya insiden penyakit mastoid dan sinus paranasal. 4

Tabel 1. Penderita dengan peningkatan resiko munculnya abses serebri

Ket: AVM : Arteriovenous Malformation; BMT : Bone Marrow Transplant; SCT : Stem Cell Transplant

(17)

III.3 ETIOLOGI

Pada era preantibiotika, dari hasil analisa pus intrakranial didapati bahwa

Staphylococcus Aureus terdapat pada 25-30% penderita, Streptococcus pada 30%, Coliform pada 12% dan tidak adanya pertumbuhan kuman dijumpai sekitar 50% kasus.

Organisme yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus, Streptococcus, Enterobacteriaceae, Pseudomonas dan Bacteroides, sementara penyebab yang jarang adalah Pneumococcus, Meningococcus dan Haemophilus Influenza.

6

Lokasi dari abses serebri atau faktor predisposisinya sering memberikan gambaran kemungkinan besar agen penyebab terjadinya abses serebri (Tabel 2)

3,4

Tabel 2. Lokasi dan flora mikroba abses serebri

(18)

III.4 PATOGENESIS

Abses serebri selalu bersifat sekunder terhadap fokus infeksi purulen di tempat lain pada tubuh manusia 3.Abses serebri dapat disebabkan oleh inflamasi intrakranial. Kira-kira 15% daripada kasus ini tidak dapat diketahui sumber infeksinya 1. Infeksi ini terjadi melalui 3 cara, yaitu:

1. Infeksi fokus yang berdekatan

1,5,6

Perluasan secara langsung terjadi melalui daerah nekrosis osteomielitis di dinding posterior sinus frontal melalui sinus sphenoid dan ethmoid. Jalur perluasan langsung ke intrakranial pada umumnya disebabkan oleh otitis kronik, mastoiditis, dibandingkan dengan sinusitis. Infeksi gigi dapat meluas ke intrakranial melalui jalur langsung atau secara hematogen. Perluasan daerah yang berdekatan dapat menyebar ke beberapa tempat di sistem saraf pusat, menyebabkan trombosis sinus kavernosus, meningitis, epidural abses, subdural abses dan abses serebri.

2. Penyebaran hematogen dari fokus yang jauh

1

Penyebaran abses serebri secara hematogen memberikan beberapa karakteristik, yaitu 6

• Fokus infeksi jauh, paling sering berasal dari daerah rongga dada :

• Berlokasi pada area distribusi arteri serebri media

• Lokasi awal pada daerah gray matter-white matter junction

Poor encapsulation

• Mortalitas tinggi

Umunya dijumpai lesi multipel dan multilokulated dan biasanya ditemukan didistribusi daerah arteri serebri media. Infeksi ini berhubungan dengan

cyanotic heart disease, endocarditis, infeksi paru, kulit dan juga Human Immunodeficiency Virus (HIV).

3. Trauma kranial

1,6

(19)

Gambar 1. Penyebaran hematogen pada susunan saraf pusat

Dikutip dari : Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2nd ed. New York : Thieme ;2004

(20)

Gambar 2. Imunopatogenesis Abses Serebri

Dikutip dari : Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. Available From:

III.5 PATOLOGI

Perkembangan abses serebri berlangsung dalam empat tahap yaitu : 1. Stadium serebritis dini (early cerebritis stage)

Stadium serebritis dini berlangsung mulai dari hari 1-3 dan ditandai dengan penumpukan neutrofil, jaringan nekrosis dan edema disekeliling white matter serta dijumpai aktivasi mikroglia dan astrosit. 6,8

2. Stadium serebritis lanjut (late cerebritis stage)

Stadium ini berlangsung dari hari ke 4-9 dan ditandai dengan adanya infiltrasi makrofag dan limfosit 8. Inti dari serebritis menjadi nekrosis serta meluas dan mulai terbentuk kapsul fibroblast.

Infeksi menjadi lebih fokal dengan daerah nekrosis. Pembuluh darah mengelilingi proliferasi infeksi. Bagian tengah infeksi mengalami nekrosis, dikelilingi sel inflamasi berbentuk cincin, makrofage, jaringan granulasi dan fibroblast.

2,3,6

(21)

3. Stadium formasi kapsul dini (early capsule stage)

Berlangsung mulai dari hari ke 10-13 ditandai dengan penurunan ukuran inti nekrosis. Kapsul sudah terbentuk dengan proliferasi fibroblast, dikelilingi proliferasi astrosit dan edema.

Ketika stadium pembentukan kapsul dimulai, kolagen dan reticulum membentuk kapsul berbatas jelas. Bagian inti tengah terdiri dari jaringan nekrotik dan debris inflamasi. Kapsul semakin menebal dengan bertambahnya kolagen. Pembentukan kapsul yang semakin tegas, efek massa dan edema yang mengelilinginya mulai berkurang. Selanjutnya gliosis di sekitar pinggir abses mempertegas area ini.

2,6

4. Stadium formasi kapsul lanjut (late capsule stage)

9

Stadium ini berlangsung pada hari ke 14. Kapsul yang matang dan tebal mengelilingi bagian tengah yang berongga yang mengandung sel debris dan sel-sel polimorfnuklear 2. Secara patologi dinding dari kapsul abses disusun dari tiga lapisan yaitu lapisan sebelah dalam yang merupakan suatu jaringan granulasi, lapisan tengah yang relative tebal terdiri dari kolagen dan lapisan paling luar yang membentuk jaringan glial.10

III.6 GAMBARAN KLINIS

Sakit kepala merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada abses serebri. Trias klasik dari abses serebri berupa sakit kepala, demam dan defisit neurologi fokal ditemukan pada kurang dari 50% penderita. Edema yang berada disekitar jaringan otak dapat meningkat tekanan intrakranial dengan cepat sehingga memperberat sakit kepala, mual dan muntah merupakan gejala awalnya.Sakit kepala yang memberat dengan tiba-tiba dengan kaku kuduk menunjukkan terjadinya ruptus abses otak ke ruang ventrikel. Kejang baik fokal maupun umum sering dijumpai.1,2,3,4,5

Gejala fokal seperti gangguan mental dan hemiparesis tampak pada 50% penderita abses tergantung dari lokasinya. Pada abses serebellar gejala yang muncul adalah nistagmus, ataksia dan intention tremor.

Pada pemeriksaan neurologis bisa dijumpai papil edema dan tanda neurologi fokal tergantung dari lokasi abses. Pasien dengan abses serebri multipel lebih cepat terjadi peningkatan intrakranial dengan sakit kepala, drowsinnes dengan cepat menjadi stupor.

4

(22)

Tabel 3. Gejala dan tanda penderita abses serebri

Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak

Dikutip dari : Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007

III.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK

(23)

1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah pada abses serebri jarang membantu dalam menegakkan diagnosis 6. Dijumpai peningkatan lekosit dan Laju Endap Darah (LED) 1,2,4,5. Nilai serum C Reaktif Protein (CRP) pada umumnya meningkat 6. Pada kultur darah hanya positif pada 30% penderita. Hasil kultur darah ini sebagai dasar dalam menentukan antibiotik yang sesuai 5. Kultur darah menunjukkan organism pada penderita endokarditis.

2. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

12

Lumbal pungsi sebaiknya tidak dilakukan pada kasus dengan dugaan abses serebri dengan peningkatan TIK karena dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan kematian1,2,4,6. Prosedur ini jarang memberikan informasi tambahan yang signifikan dan dikaitkan dengan resiko herniasi pada sejumlah kasus.3 Perubahan CSS tidak spesifik, dan harus dihindari.4

Pada CSS dijumpai sejumlah sel berkisar 0-100.000 sel/Ul, didominasi oleh PMN, protein mulai dari normal sampai lebih dari 500 mg/dl dan konsentrasi gula darah normal atau menurun

4,6

. Kultur CSS positif hanya dilaporkan sekitar 6% kecuali ditemukan ruptur abses ke sistem ventrikel atau ruang subarachnoid maka dijumpai lebih dari 20% kasus dengan kultur CSS positif.

3. Computed Tomography ( CT) Scan

6

Pemeriksaan CT Scan baik dalam menentukan ukuran, jumlah dan lokasi abses dan juga untuk memantau keberhasilan terapi 1,4,5. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan abses dengan tumor.

Pada pemeriksaan CT Scan tanpa kontras, stadium serebritis pada awalnya terlihat sebagai suatu area hipodens di white matter dengan batas yang tidak jelas dengan efek suatu massa regional atau tersebar luas yang mencerminkan kongesti vaskular dan edema. Pada pemberian kontras dapat dijumpai sedikit atau tidak dijumpai kontras enhancement

pada stadium ini.

13

Pada kontras dijumpai oval atau circular peripheral ringlike contrast enhancement yang menggambarkan kapsul abses. Dinding kapsul biasanya tipis (3-6 mm) dan ketebalannya sama meskipun beberapa abses memperlihatkan dinding tebal irregular yang mirip dengan dinding suatu glioblastoma.

2,10

(24)

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI paling sensitif untuk abses. Menunjukkan adanya hypointense pada area nekrosis (abses) dikelilingi sinyal hyperintense (edema) pada T2-weighted atau fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) images.

Pemeriksaan ini lebih baik dalam menunjukkan stadium serebritis serta perluasan inflamasi ke ruang ventrikel dan subarachnoid.

11

Pada stadium serebritis awal, dapat dilihat hyperintense pada subkortikal pada T2-weighted imaging. Lesi yang tampak hyperintense pada diffusion-weighted imaging

(DWI) dengan apparent-diffusion-coefficient (ADC), dengan nilai <0.9 menunjukkan abses serebri, dimana lesi hypointense pada DWI dengan ADC > 2 menunjukkan lesi kistik nonabses.

1

Pada stadium serebritis lanjut, menunjukkan area nekrosis sentral yang hyperintense pada jaringan otak dan rangkaian T2-weighted. Penebalan irregular di pinggir lingkaran tampak isointense menuju mild hyperintense pada spin-echo T1-weighted images dan isointense serta hypointense pada T2-weighted. Edema perifer dan lesi satelit tampak.

9

Pada stadium formasi kapsul dini dan lanjut, kapsul abses kolagen lebih jelas dengan gambaran penebalan dinding cincin isointense sampai hyperintense ringan dan menjadi hypointense pada T2-weighted. Diffusion Weighted Imaging menunjukkan gambaran khas. Bila terjadi rupture abses ke sistem ventricular, DWI menunjukkan gambaran spesifik. Bahan purulen di dalam ventrikel tampak sama dengan kavitas abses sentral, dengan sinyal hyperintense pada DWI.

9

Pada saat ini DWI dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi abses. Adanya pengurangan sinyal

9

intensitas dari DWI dan peningkatan nilai ADC pada kavitas abses dihubungkan dengan keberhasilan terapi.

5. Biopsi Otak

14

(25)

Tabel 5. Pendekatan dalam diagnosis abses serebri

Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

III.8 DIAGNOSA BANDING

1. Tumor Intrakranial

Abses serebri dapat menyerupai suatu tumor intrakranial dalam hal progresifitas dan tanda-tanda neurologi fokal. Adanya riwayat infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI dapat membedakan kedua keadaan ini.

2. Meningitis

2

(26)

3. Hematoma subdural kronik

Adanya riwayat trauma, tidak ada tanda-tanda infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI dapat menegakkan diagnosis hematoma subdural.

4. Empyema subdural

2

Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat sangat mirip dengan suatu abses serebri. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dapat membedakan kedua keadaan ini.

5. Infark Serebri

Onset infark serebri lebih bersifat tiba-tiba dan dari pemeriksaan CT Scan terdapat gambaran abses berupa typical ring.

6. Tuberkuloma

2

Adanya riwayat tuberculosis dan gambaran CT Scan dapat membedakan abses dan tuberkuloma.2

III.9 PENATALAKSANAAN

A. Terapi Konservatif

Sebelum abses terbentuk kapsul dan terlokalisasi, pengobatan konservatif bermanfaat pada penderita abses 1. Pengobatan segera dengan antibiotika intravena pada saat infeksi masih stadium serebritis dapat menyebabkan terjadi resolusi total tanpa perlu tindakan intervensi.

1. Antibiotika

2

• Abses dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 cm secara umum respon dengan terapi antimikrobial, sementara abses dengan ukuran lebih dari 2,5 cm tidak memberikan respon terhadap terapi tersebut.

• Pasien dengan gejala kurang dari 1 minggu memiliki respon yang baik terhadap terapi medis dibandingkan dengan gejala menetap lebih dari 1 minggu.

1

• Sebagai terapi empiris awal untuk abses serebri :

1

- Penicillin G 10-20 juta unit/hari/iv ditambah

3,15

(27)

• Terapi antimikrobial pada abses serebri biasanya lama (6-8 minggu) dikarenakan dibutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan jaringan otak dan ruang abses yang tertutup. Perjalanan awal melalui rute intravena, sering diikuti dengan tambahan 2-6 bulan pemberian oral.

• Jika abses serebri berasal dari prosedur operasi :

1

- Vancomycin 1 gr/12 jam/iv

3

Computed Tomography Scanning dan MRI menunjukkan pengurangan dari ukuran lesi, pengurangan edema, serta berkurangnya enhancement ring. Perbaikan pada CT Scan secara umum dan dapat dilihat dalam 1-4 minggu (rata-rata 2.5 minggu) dan resolusi yang komplit dalam 1-11 bulan (rata-rata 3.5 bulan).

Tabel.6 Pemberian Antibiotika pada Abses Serebri

1

Dikutip dari : Koppel BS. Bacterial, Fungal and Parasitic Infections of The Nervous System. In : Brust JC, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408-411

2. Anti Edema Serebri

(28)

Pemberian kortikosteroid untuk dewasa, dosis awal : 10-12 mg IV dan dosis lanjutan 4 mg IV/6 jam. Sedangkan untuk anak-anak, dosis awal : 1-2 mg/kg/dosis IV dan dosis lanjutan 1-1,5 mg/kg/ IV.

3. Anti Konvulsan

1

Antikonvulsan yang digunakan seperi diphenylhidantoin atau karbamazepin untuk profilaksis ataupun untuk mencegah berulangnya kejang. Umumnya, obat ini diberikan sampai 3 bulan setelah operasi abses.

B. Terapi Operatif

4

Indikasi dilakukan operasi pada abses serebri, yaitu :

• Penekanan pada otak dan gejala bertambah buruk

1

• Ukuran dari abses serebri tidak berkurang dengan terapi konservatif

Penanganan dengan terapi operatif berupa : stereotactic-guided aspiration dan eksisi 1. Aspirasi menyebabkan sedikit kerusakan dari jaringan otak dibandingkan dengan eksisi, CT (atau MRI) –guided aspirasi streotaksik melalui burr hole dipertimbangkan menjadi pilihan 6. Beberapa keuntungan dari aspirasi streotaktik yaitu :

• Dapat dilakukan secara cepat dan aman melalui single burr hole dengan pasien dalam anestesi lokal

16

• Aspirasi dari abses memungkinkan konfirmasi patologis dari diagnosis, dimana sangat membantu dalam membedakannya dengan tumor

• Prosedur dasar dari sterotaksik dengan tindakan invasif yang minimal

• Kultur bakteri dari sampel diambil secara langsung dari abses yang diaspirasi

• Aspirasi tambahan dapat memberikan keuntungan dan secara mudah dapat dilakukan prosedur streotaksik berulang dengan anestesi lokal

Tindakan eksisi abses dilakukan pada sejumlah keadaan seperti:

• Multiloculated abses

1,12

• Abses yang meluas dengan pemberian antibiotika

• Herniasi

• Lesi unencapsulated akibat infeksi jamur dan helminthes

• Infeksi yang diakibatkan trauma kepala (untuk mengeluarkan benda asing)

• Penurunan kesadaran

(29)

III.10 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling penting pada abses serebri : 1. Herniasi

5,6

2. Ruptur abses ke ruang ventrikel dan subarachnoid 3. Rekuren abses

4. Hidrosefalus obstruktif

5. Sekuele defisit neurologi (kejang, hemiparesis)

III.11 PROGNOSIS

Survival rate untuk abses serebri baik. Prognosis baik berkaitan dengan : 1. Usia muda

5

2. Tidak dijumpai defisit neurologi pada awal penyakit 3. Tidak dijumpai perburukan klinis

4. Tidak dijumpai penyakit komorbid

Sementara prognosis buruk pada abses serebri berhubungan dengan : 1. Dijumpai gambaran herniasi pada awal penyakit

1,5,6,12

2. Diagnosis terlambat atau salah diagnosis

3. Gambaran perluasan lesi pada radiologi (peningkatan ukuran, lokasi berbahaya, lesi multipel, perluasan edema/midline shift)

4. Ruptur ventrikel

5. Penyebabnya infeksi jamur 6. Usia > 60 tahun

IV. DISKUSI KASUS

Pada kasus ini telah dirawat di RS.H.Adam Malik Medan seorang wanita (L), 22 tahun, Jawa, Islam, ibu rumah tangga, didiagnosa menderita suatu abses serebri multipel berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

(30)

seluruh tubuh, lamanya kejang ± 5 menit. Riwayat sakit gigi pada rahang bawah dijumpai. Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan sejak ± 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur, demam, sakit telinga dan tenggorokan, trauma, serta sakit paru tidak dijumpai.

Dari pemeriksaan fisik djumpai status presens sensorium somnolen, vital sign dalam batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema, hemiparese dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra.

Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa Head CT-scan di RS Rantau Prapat menunjukkan kesan Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis bilateral. Head CT-scan di RS HAM dengan kesan Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema.

(31)

V. PERMASALAHAN

1. Bagaimanakah memastikan bahwa penyakit jantung pada pasien ini yang merupakan faktor predisposisi terjadinya abses serebri multipel ?

2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus ini ?

VI. KESIMPULAN

1. Diagnosa Abses serebri multipel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang dan imaging.

2. Penyakit jantung merupakan salah satu faktor predisposisi yang dijumpai pada kasus ini 3. Penatalaksanaan Abses serebri multipel pada kasus ini dengan terapi konservatif

VII. SARAN

1. Sebaiknya diterangkan kepada keluarga mengenai penyakit dan sekuele yang mungkin terjadi setelah mendapat pengobatan

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1. Brook I. Brain Abcess. 2008. Available From :

2. Gilroy J. Basic Neurology, 3rd

3. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7 ed. New York : McGraw-Hill ; 2000

th

4. Bernardini GL. Focal Infections. In : Rowland LP, editor. Merrit’s Neurology. 10 edition. New York : McGraw-Hill ; 2000

th

5. Thomas LE. Brain Abscess. 2008. Available from :

edition. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins ; 2000. P.128-133

6. Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3

rd

7. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2

edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

nd

8. Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. 2004. Available from : ed. New York : Thieme ;2004

9. Nadalo LA. Brain, Abcess. 2007. Available From :

10.Sze G. Lee SH. Infectious Disease. In : Lee SH, Rao KCVG, Zimmerman RA, editors. Cranial MRI and CT. 4th

11.Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007

ed. New York : McGraw-Hill ; 1999.P.453-516

12.Koppel BS. Bacterial, Fungal & Parasitic Infections of The Nervous System. In : Brust JC.M, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408-411

13.Lange S, Grumme T, Kluge W, Ringel K, M Wolfgang. Cerebral and Spinal Computerized Tomography, 2nd

14.W Fabiola, Zumelzu C, Staurou I, Castillo M, Eisenhuber E, Knosp E, Thurnher M. Diffusion-Weighted Imaging in the Assesment of Brain Abcess Therapy. AJNR Am JNeuroradiol 25 : 1310-1317

edition. Germany : Schering AG ;1989

15.Hankey GJ, Wardlaw JM. Clinical Neurology. 1st

16.Su CF, Loh TW, Chen YW, Chen SY, Wang LS. Advantages of Stereotactic Aspiration on Surgical Management of Pyrogenic Brain Abcess. Tsu Chi Med J 2004 ; 16 : 143-150

(33)

LAMPIRAN

Head CT-scan RS. Rantau Prapat (13 Agustus 2008)

Foto Thorax

Gambar

Tabel 1. Penderita dengan peningkatan resiko munculnya abses serebri
Tabel 2. Lokasi dan flora mikroba abses serebri
Gambar 2. Imunopatogenesis Abses Serebri
Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak
+3

Referensi

Dokumen terkait

dengan perlakuan pemberian bahan organik yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif pada tanaman padi sawah. Interaksi varietas dengan

Web service adalah komponen layakan aplikasi yang didesain untuk mendukung interaksi antar aplikasi dan integrasi aplikasi yang biasanya diserialisasi dengan

Terlebih dengan adanya kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi di pertengahan bulan Juni 2013 ini yang dapat mengakibatkan naiknya inflasi yang cenderung akan mendorong

Penentuan Risiko Relatif untuk Penyebaran Penyakit Demam Dengue di Kota Bandung pada Tahun 2013 dengan Menggunakan Model SMR.. Prosiding Seminar Nasional

Amyotrophic lateral Sclerosis (ALS) merupakan penyakit motor neuron yang menyebabkan gangguan fungsi ektremitas dan bulbar yang ukup jarang terjadi, dengan indisen

Tampilan Visual Basic (VB) pada penelitian yang dilakukan terdiri dari 4 kolom yaitu : pada kolom 1 merupakan kolom yang menampilkan gambar yang dihasilkan

Berdasarkan pengujian hipotesis 1 dan 2 telah terbukti bahwa pada periode awal masa jabatan CEO baru, terjadi praktik manajemen laba menurunkan laba (income decreasing), akan

[r]