• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben Terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol Dan Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Sawit Kasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben Terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol Dan Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Sawit Kasar"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KINERJA BEBERAPA ADSORBEN TERHADAP

PENGURANGAN KADAR DIASILGLISEROL DAN ASAM

LEMAK BEBAS DALAM MINYAK SAWIT KASAR

KHOERUL BARIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit Kasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

KHOERUL BARIYAH.

Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit Kasar. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan PURWIYATNO HARIYADI.

Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) terbesar di dunia. Pada tahun 2014, sekitar 55,2 % (32 juta ton) dari total produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) dunia dikuasai oleh Indonesia. Perkembangan terakhir berdasarkan data Oil World menunjukkan, dalam kurun waktu 2010-2014, ternyata negara Indonesia juga merupakan konsumen terbesar minyak sawit di dunia. Karena pentingnya CPO di Indonesia, maka kualitas CPO yang dihasilkan harus sangat dijaga dan diperhatikan sehingga dapat memenuhi kebutuhan domestik maupun internasional.

Dua komponen penting yang mempengaruhi kualitas CPO adalah diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (ALB). CPO mengandung DAG dan ALB dengan kadar yang tinggi. DAG dalam minyak sawit adalah prekursor pembentukan senyawa karsinogen 3-MCPD ester, sedangkan ALB yang tinggi dapat menurunkan stabilitas minyak. Penambahan beberapa jenis adsorben ke dalam CPO akan mereduksi kedua komponen tersebut melalui interaksi kepolaran. Biasanya reduksi DAG menggunakan adsorben dilakukan terhadap minyak sawit yang telah dimurnikan dengan kandungan ALB yang rendah. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai reduksi DAG dengan kadar ALB yang tinggi dalam CPO. Tidak semua adsorben dapat menurunkan komponen polar (seperti DAG) dalam minyak sawit. Selain itu, karakteristik awal CPO diduga akan sangat menentukan proses adsorpsiyang terjadi. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis adsorben yang paling baik dalam menjerap diasilgliserol dan asam lemak bebas dalam CPO. Modifikasi penambahan berbagai jenis adsorben sebelum pemurnian diharapkan dapat meningkatkan kualitas CPO.

Penelitian dilakukan terhadap 3 jenis CPO berbeda kualitas (nilai ALB: 4, 6 dan 14) dan 6 jenis adsorben berbeda tingkat kepolaran (arang aktif, MgO, Magnesol R-60, 3 jenis bleaching earth komersial). Proses kontak dilakukan pada suhu 50 – 60 oC kondisi tanpa vakum. Hasil yang diperoleh pada kondisi tanpa vakum belum dapat menurunkan DAG dan ALB secara signifikan terhadap ketiga jenis CPO. Oleh karena itu dilakukan proses kontak pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 90 oC (dengan vakum) selama 30 menit dengan dosis adsorben 1 dan 3 %. Karakterisitik CPO dan adsorben mempengaruhi proses reduksi DAG dan ALB. Kombinasi antara adsorben bleaching earth tipe 1 dan MgO dapat menurunkan ALB sebesar 70 % pada CPO dengan ALB 14 % dengan kondisi vakum, tetapi tidak dapat menurunkan DAG. Penambahan beberapa adsorben pada kondisi vakum dan tanpa vakum dapat menurunkan kadar total karoten dalam CPO, tetapi adsorben MgO tunggal memiliki pengaruh terkecil karena perbedaan sifat kepolaran antara keduanya.

(5)

SUMMARY

KHOERUL

BARIYAH. Performance Evaluation of Selected Adsorbents to Reduce Diacylglycerol and Free Fatty Acid in the Crude Palm Oil. Supervised by NURI ANDARWULAN and PURWIYATNO HARIYADI.

Indonesia is the largest crude palm oil (CPO) producer in the world. In 2014, 55,2 % (32 million tons) of the world total CPO production is controlled by Indonesia. The recent Oil World database show, in the period 2010 – 2014, Indonesia is also the largest consumer of palm oil in the world. Because of the importance of CPO in Indonesia, then the quality of CPO product must be highly maintained such that it could suffice the needs of domestic and international.

Two components affecting the quality of CPO were diacylglycerol (DAG) and free fatty acids (FFA). CPO contains the high values of DAG and FFA. DAG in palm oil is known as the precursor of 3-MCPD esters compound, while high FFA could reduce oil stability. The addition of an adsorbent would affect the existence of those components through polarity interaction. DAG were usually reduced by adsorbents on the refined palm oils with low FFA values. Research on reduction of DAG in CPO (with high values of FFA) has not been done. Not all of the adsorbents could reduce the polar component (such as DAG) in the CPO. In addition, the initial characteristics of CPO may also influence the adsorption process. Therefore the purpose of this study was to determine the best type of adsorbent in reducing DAG and FFA in CPO. The modification using adsorbent addition before refining process pottentially can increase the quality of CPO.

Research was carried out on three different types of CPO quality (as indicated by FFA values of 4, 6 and 14 %) and six different types of adsorbents with different polarity (activated carbon, MgO, Magnesol R-60, 3 types of comersial bleaching earth). Contact process was performed at a temperature of 50-60 oC (without vacuum). All of adsorbents have not been able to reduce both of DAG and FFA significantly on the room condition. So that the process contacted on the higher temperature, there is 90 oC (under vacuum) for 30 minutes at a dose of adsorbent 1 and 3 %. Result showed that CPO and adsorbent characteristics affected the reduction process of DAG and FFA. The combination of MgO and bleaching earth type 1 could reduce FFA up to 70 % on CPO with FFA content 14 % on vacuum conditions, but did not reduce DAG. The addition of several adsorbent under vacuum and without vacuum can reduce levels of total carotenoids in the CPO, but single MgO adsorbent has the smallest effect due to polarity differences between of them.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

EVALUASI KINERJA BEBERAPA ADSORBEN TERHADAP

PENGURANGAN KADAR DIASILGLISEROL DAN ASAM

LEMAK BEBAS DALAM MINYAK SAWIT KASAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit Kasar Nama : Khoerul Bariyah

NIM : F251130291

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi Ketua

Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 Desember 2015

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit Kasar merupakan tesis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Mayor Ilmu Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Slamet Darso (ayah), Ibu Rohmah (ibu), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi dan Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian. Terima kasih kepada Dr Ir Tri Haryati, MS selaku penguji luar atas sarannya untuk perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh staf dan pegawai SEAFAST Center IPB yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Dukungan dari Mas Fatkhullah dan Keluarga Arafah juga diucapkan banyak terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Minyak Sawit 4

Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit 5

Senyawa 3-MCPD Ester dalam Minyak Sawit 8

Karotenoid dalam Minyak Sawit 10

Adsorben dan Karakteristiknya 11

Proses Adsorpsi dan Interaksi Permukaan 13

Aplikasi Adsorben pada Minyak Sawit 15

3 METODE 17

Waktu dan Lokasi Penelitian 17

Bahan dan Alat 17

Prosedur Penelitian 17

Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku 17

Proses Kontak CPO dengan Adsorben 19

Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku 21

Karakterisasi CPO 21

Karakterisasi Adsorben 21

Proses Kontak CPO dengan Adsorben 25

Proses Kontak tanpa Kondisi Vakum 25

Proses Kontak dengan Kondisi Vakum 27

Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO 29 Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar DAG dan ALB 29 Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar Total Karoten 31

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

(12)

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 39

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi minyak kelapa sawit 4

2 Standar mutu minyak sawit SPB, Ordinary, dan minyak goreng sawit 5 3 Contoh karakteristik kualitas dan komposisi CPO 5

4 Kadar 3-MCPD ester dalam minyak nabati 8

5 Komposisi karotenoid dalam CPO 10

6 Perbandingan spektra FTIR Bentonit MX-80 dan Monmorolonite

SWy-2 13

7 Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia 15

8 Contoh kombinasi adsorben dalam metode bleaching dan

pengaruhnya terhadap kualitas minyak sawit 15

9 Beberapa contoh penggunaan adsorben dalam minyak sawit 16 10 Formulasi adsorben pada kondisi tanpa vakum 19

11 Formulasi adsorben pada kondisi vakum 20

12 Karakteristik bahan baku minyak sawit kasar (CPO) 21 13 Hasil analisis spektra FTIR ketiga tipe bleaching earth komersial 23 14 Karakteristik fisik dan kimia bleaching earth komersial 23 15 Karakteristik kimia adsorben yang digunakan berdasarkan informasi

label kemasan dan analisis spektroskopi serapan atom 24 16 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi tanpa vakum 26 17 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi vakum 27 18 Korelasi matriks Pearson kandungan adsorben dan kadar ALB-DAG

pada CPO(ALB 14) pada kondisi vakum 30

19 Pengaruh jenis adsorben terhadap kadar karoten CPO dengan ALB 4 % pada kondisi adsorpsi tanpa vakum dengan dosis adsorben 1%

pada suhu 60 oC selama 30 menit 33

DAFTAR GAMBAR

1 Reaksi disosiasi triasilgliserol 6

2 Hubungan antara asilgliserida dengan 3-MCPD yang terkandung

dalam minyak goreng (Lanovia et al. 2014) 7

3 Reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak 7 4 Kemampuan dari minyak mentah untuk membentuk 3-MCPD ester

setelah melalui pemanasan standar pada suhu 240 oC selama 2 jam (A, Rata-rata semua sampel; M, Malaysia; I, Indonesia; G, Ghana; C, columbia; jumlah yang dianalisis ditunjukkan oleh angka; tanda bar menunjukkan standar deviasi dari masing-masing sampel) (Mattháus

et al. 2011) 9

5 Mekanisme adsorpsi β-karoten pada sisi aktif asam Bronsted-Lewis (Srasa and Ayedi, 2000 dalam Hussein et al. 2011) 11

6 Struktur magnesium silikat 12

7 Interaksi A. Gaya dipol-dipol, B. Gaya dipol induksian, C. Gaya

(14)

8 Spektra XRD bleaching earth (A) tipe 1, (B) tipe 2, (C) tipe 3 22 9 Perubahan kadar DAG dan ALB proses kontak CPO dengan beberapa

adsorben tanpa kondisi vakum 25

10 Spektra hasil analisis kadar ALB dan gliserida sampel CPO dengan

GC-FID 29

11 Mekanisme interaksi antara karoten dan adsorben (Zuni 2009) 31 12 Pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar karoten pada CPO (ALB 4)

dengan bleaching earth tipe 1 kondisi tanpa vakum 31 13 Pengaruh adsorben terhadap kadar total karoten pada CPO (ALB 6)

proses vakum pada suhu 90 oC selama 30 menit 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi data kadar ALB, DAG, TAG dan total karoten CPO setelah perlakuan dengan adsorben pada kondisi tanpa vakum (suhu 60

o

C selama 30 menit) 39

2 Rekapitulasi data kadar ALB, DAG, TAG dan total karoten CPO setelah perlakuan dengan adsorben pada kondisi vakum (suhu 90 oC

selama 30 menit) 40

3 Spektrum FTIR bleaching earth tipe 1, 2 dan 3 serta Magnesol R-60 41

4 Gambar adsorben yang digunakan 43

5 Korelasi Pearson pengaruh adsorben (kandungan SiO2 dan MgO)

terhadap kadar DAG dan ALB ketiga CPO tanpa kondisi vakum 44 6 Korelasi Pearson pengaruh adsorben (kandungan SiO2 dan MgO)

terhadap kadar DAG dan ALB proses kontak CPO (ALB 6) pada

kondisi vakum 46

7 Gambar proses kontak CPO dengan adsorben pada (A) kondisi vakum

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi minyak nabati dunia, terutama minyak sawit, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Rata-rata peningkatan konsumsinya mencapai 24,77 % per tahun. Konsumsi minyak nabati dunia didominasi oleh minyak sawit (sebesar 41 %) menurut data Oil World tahun 2014 (GAPKI 2014). Pada tahun 2014, sekitar 55,2 % (32 juta ton) dari total produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) dunia dikuasai oleh Indonesia. Selain itu, data Oil World dalam GAPKI (2014) juga menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara konsumen minyak sawit terbesar di dunia dalam kurun waktu 2010 – 2014, yaitu sebesar 15,8 %. Karena pentingnya CPO di Indonesia, maka kualitas CPO yang dihasilkan harus sangat dijaga dan diperhatikan sehingga dapat memenuhi kebutuhan domestik maupun internasional.

Dua komponen yang menentukan kualitas CPO adalah kandungan diasilgliserol (DAG) dan kadar asam lemak bebas (ALB). DAG merupakan prekursor pembentukan senyawa kontaminan 3-MCPD ester. Senyawa 3-MCPD ester merupakan senyawa yang mengandung satu atau dua asam lemak pada posisi Sn-1 dan Sn-2 dengan gliserol sebagai rantai utama (Weiβhaar 2008; Zelinkovä et

al. 2006). Liu et al. (2012) telah mempelajari efek toksisitas akut secara oral dari senyawa 3-MCPD monopalmitat dan 3-MCPD dipalmitat terhadap tikus Swiss. Hasilnya menunjukkan bahwa 3-MCPD monopalmitat dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan serum nitrogen urea dan creatinin pada tikus yang mati akibat pemberian senyawa tersebut. Minyak sawit mengandung kadar 3-MCPD ester dengan kadar yang berbeda-beda setelah dilakukan pemanasan standar (Matthäus et al. 2011). Penelitian Lanovia et al. (2014) terhadap sebelas sampel minyak goreng sawit menunjukkan bahwa kandungan DAG dalam minyak goreng sawit berkorelasi positif dengan kandungan 3-MCPD ester. Greyt (2010) juga menyatakan jika kadar DAG lebih besar dari 4 %, maka kadar 3-MCPD ester umumnya lebih besar dari 5 ppm. Adapun ALB yang tinggi dalam minyak sawit tidak diinginkan karena dapat menurunkan stabilitas minyak selama penyimpanan karena proses oksidasi maupun reaksi enzimatis (Ketaren 1986).

(16)

2

komersial) juga menunjukkan magnesium silikat sintetik (Magnesol R60) dapat menurunkan asam lemak bebas hingga 80 % (dari 0,09 menjadi 0,012 %) dan menurunkan DAG 20 % (dari 4 menjadi 2,8 %) pada fraksi olein minyak goreng sawit. Reduksi DAG hasil penelitian – penelitian tersebut umumnya dilakukan terhadap minyak sawit hasil pemurnian dengan kandungan ALB yang rendah, padahal umumnya CPO mengandung ALB yang tinggi (> 3 %). Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai reduksi DAG dengan kadar ALB yang cukup tinggi dalam CPO.

Beberapa penelitian mengenai penambahan adsorben dalam CPO dilakukan pada kondisi yang bervariasi (sebelum, saat maupun setelah proses pemurnian) dengan waktu dan suhu tertentu. Selama proses adsorpsi terjadi penjerapan beberapa molekul lain selain DAG dan ALB, diantaranya karoten. Kadar karoten dalam minyak sawit merupakan penentu kualitas minyak tersebut. Oleh karena itu, peninjauan mengenai penambahan adsorben terhadap kadar karoten pun perlu dipelajari. Menurut Strijowski et al. (2011) tidak semua adsorben dapat menurunkan komponen polar (seperti DAG) dalam minyak sawit. Hal tersebut karena karakterisitik dari adsorben sangat menentukan proses adsorpsi yang terjadi. Effendy (2006) menyatakan bahwa interaksi dapat terjadi jika adanya gaya tarik antar molekul yang ditentukan oleh sifat kepolarannya. Sifat dan proses adsorpsi sangat dipengaruhi oleh suhu dan kadar air, akan tetapi karakteristik strsuktur, jenis dan dosis dari adsorben yang digunakan juga mempunyai peran penting (Gibon et al. 2007). Adsorben yang memiliki keasaman tinggi akan memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih besar (Ahmadi dan Mushollaeni 2007, Silva et al. 2014). Kombinasi antar adsorben juga berdampak terhadap proses adsorpsi yang terjadi. Rossi (2003) juga telah mengkombinasikan silika sintetik dengan lempung pemucat dan ternyata dapat mengurangi jumlah adsorben yang digunakan serta berdampak sinergis. Karakteristik awal dari adsorbat (CPO) juga akan menentukan proses adsorpsi dan belum banyak dilakukan pengaruhnya. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan adsorben dalam minyak sawit kasar dengan menitikberatkan pada karakteristik awal CPO dan karakteristik adsorbennya.

Perumusan Masalah

(17)

3 sehingga perlu dilakukan kontak antara beberapa jenis adsorben dengan CPO pada kondisi tertentu, kemudian diukur kualitas minyak sawit yang dihasilkan meliputi kadar karotenoid, ALB dan DAG.

Berdasarkan rumusan tersebut, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Apakah adsorben dapat menjerap diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (ALB)?

2. Bagaimana interaksi dan pengaruh yang terjadi antara adsorben dengan beberapa komponen dalam minyak sawit?

3. Adsorben yang seperti apa yang dapat menurunkan karoten, ALB dan DAG paling baik?

4. Apakah karakteristik CPO awal mempengaruhi penurunan kadar DAG dan ALB oleh adsorben?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis adsorben yang paling baik dalam menjerap DAG dan ALB dalam CPO. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama adalah persiapan dan karakterisasi bahan baku, yaitu karakterisasi CPO dan adsorben. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik khusus dari adsorben dan adsorbat yang digunakan. Tahap kedua penentuan formulasi adsorben, waktu kontak, dan kombinasi adsorben terhadap salah satu jenis CPO untuk menentukan kondisi proses kontak selanjutnya. Tahap terakhir adalah proses kontak adsorben dengan CPO pada kondisi ruang dan vakum. Kualitas CPO dianalisis kandungannya (kadar karoten, asam lemak bebas, dan kandungan diasilgliserol) dari sebelum dan setelah proses kontak. Modifikasi penambahan berbagai jenis adsorben sebelum pemurnian diharapkan dapat meningkatkan kualitas CPO.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan jenis adsorben (baik tunggal maupun kombinasi) dan kondisi proses untuk menurunkan kadar DAG dan ALB dalam minyak sawit kasar berdasarkan karakteristik adsorbennya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perubahan karakteristik kimia CPO setelah melalui tahap penambahan adsorben dan dapat menjadi metode tambahan menurunkan kadar prekursor potensial pembentukan senyawa 3-MCPD ester dalam minyak goreng sawit.

Hipotesis

(18)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit

Minyak sawit mentah, yang dikenal sebagai CPO (crude palm oil), merupakan bahan dasar untuk membuat minyak pangan (edible oil) seperti minyak goreng dan margarin. Kandungan utama dari minyak sawit adalah minyak (TAG) yang tersusun atas asam lemak esensial. CPO juga mengandung komponen minor yang sangat bernilai tinggi seperti phospolipid, karotenoid dan tokotrienol yang sangat berpotensi sebagai antioksidan. Komponen minor dalam CPO terdiri dari turunan asam lemak (seperti mono dan diasilgliserol, pospatida, ester dan sterol) dan senyawa golongan hidrokarbon, alkohol alifatik, sterol bebas, tokoferol, pigmen dan beberapa logam berat. Selama proses pemurnian banyak zat warna dan pengotor lainnya dapat hilang. Akan tetapi proses tersebut juga dapat menghilangkan komponen-komponen penting yang terdapat di dalam minyak, seperti tokoferol, fitosterol dan karotenoid (Czerniak et al. 2011, Silva et al. 2013).

Standar mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh kandungannya baik komponen mayor maupun minor. Faktor yang mempengaruhi standar mutu minyak sawit diantaranya kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan oksida. Faktor lain yang juga mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadibility, kejernihan, kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan (Ketaren 1986). Data standar mutu minyak sawit kualitas

Tabel 1 Komposisi minyak kelapa sawit

Komponen Kadar Komponen minor (dalam mg/kg)b

Carotenoids Squalene

Non-terpenoid hydrocarbons

α-Tocopherol + tocotrienols Sterols

Triterpenic alcohols Methylsterol

Dolichols + polyprenols Ubiquinones

(19)

5 Special Prime Bleach (SPB) dibandingkan dengan mutu Ordinary dapat dilihat dalam Tabel 2.

Perkembangan mengenai kualitas minyak sawit kasar berkembang seiring dengan adanya kandungan senyawa 3-MCPD ester dalam minyak sawit. Prekursor pembentukan senyawa 3-MCPD ester diindikasikan oleh dua senyawa utama, yaitu DAG dan ion klorida (Ermacora and Hrncirik 2014, Lanovia et al. 2014, Matthäus et al. 2011, Franke et al. 2009). Senyawa ester gliserida dan klorida yang merupakan prekursor pembentukan senyawa 3-MCPD ester berasal dari raw material dan juga dapat terbentuk selama proses pengolahan (Madya et al. 2006, Akoh and Min 2008, Hrncirik et al. 2011). Ion klorida dapat berasal dari tanah dan pupuk yang digunakan pada proses penanaman pohon sawit sehingga terserap melalui akar hingga ke bagian semua bagian tanaman (Madya et al. 2006). Zulkurnain et al. (2012) memberikan contoh gambaran kualitas minyak sawit mentah yang ditunjukkan oleh beberapa karakteristik, termasuk kadar 3-MCPD ester (Tabel 3).

Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit

Minyak sawit mengandung komponen utama berupa senyawa gliserida, terutama triasilgliserol (TAG). Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana (3 gugus hidroksil dalam gliserol berikatan dengan 3 asam

Tabel 3 Contoh karakteristik kualitas dan komposisi CPOa Karakteristik kualitas Kualitas 3-MCPD ester RBD(mg/kg) 1,54±0,08 1,49±0,05 1,72±0,22 5,93±0,41 FFA (%) 1,19±0,02 1,34±0,02 3,52±0,03 4,19±0,01

PV (meq/kg) Nil Nil Nil 0,90±0,01

Indeks DOBI 3,20±0,04 3,00±0,04 2,90±0,08 2,40±0,12 Fosfor (ppm) 3,80±0,30 4,40±0,40 4,80±0,30 8,80±0,30

Kandungan β-karoten (ppm) 615±1,0 611±1,0 597±1,4 476±1,2 Diasilgliserol (%) 3,72±0,02 3,65±0,02 5,63±0,02 2,20±0,02 Monoasilgliserol (%) 0,0 0,0 0,05±0,02 0,54±0,01

a

Zulkurnain et al. (2012)

(20)

6

dari jenis yang sama), tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan radikal asam lemak baik yang sama maupun berbeda (Ketaren 1986). Senyawa gliserida dalam minyak sawit yang sering dikaji keberadaannya adalah diasilgliserol (DAG). Hal tersebut karena senyawa DAG dianggap sebagai minyak fungsional yang berdampak positif bagi kesehatan. Selain itu, DAG juga sering digunakan sebagai emulsifier dalam proses pengolahan pangan. Adapun dampak negatif DAG dalam bahan pangan adalah perannya sebagai prekursor pembentukan senyawa karsinogen 3-MCPD ester dalam minyak sawit (Lanovia et al. 2014, Ermacora and Hrncirik 2014).

Diasilgliserol dalam minyak sawit biasanya merupakan produk hasil hidrolisis dari triasilgliserol. Reaktivitas kimia dari triasilgliserol ditunjukkan oleh reaktivitas ikatan ester dan derajat ketidak jenuhan dari rantai hidrokarbon. Ikatan ester dapat mengalami hidrolisis dalam suasana asam maupun basa. Reaksi hidrolisis asam bersifat reversible pada setiap tahap reaksi dan mencapai kesetimbangan sebelum reaksi mencapai kesempurnaan. Sedangkan pada hidrolisis basa bersifat irreversible pada tahap reaksi terakhir, yaitu asam yang terbentuk tidak dapat bereaksi kembali dengan alkohol (Ketaren 1986). Namun ternyata triasilgliserol juga dapat mengalami reaksi transesterifikasi secara bertahap (Gambar 1) menghasilkan di- dan monoasilgliserol serta gliserol (Srivasta and Prasad 2000). Reaksi hidrolisis bertahap juga dapat terjadi karena adanya aktifitas enzim lipase alami dalam kelapa sawit.

katalis

katalis

katalis

Triasilgliserol + ROH Diasilgliserol + ROH Monoasilgliserol + ROH

Diasilgliserol + R'COOR Monoasilgliserol + R''COOR Gliserol + R'"COOR

Gambar 1 Reaksi disosiasi triasilgliserol (Srivasta and Prasad 2000) Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah melalui pretreatment hidrolisis asam atau basa dapat memecah ikatan ester dalam TAG membentuk senyawa DAG dan asam lemak bebas (ALB). Selain itu, secara alami senyawa DAG juga terdapat dalam raw material dimana berikatan dengan komponen lain seperti protein dan karbohidrat melalui ikatan Van der Waals dan ikatan hidrogen yang dapat terputus selama proses pengolahan (Akoh and min 2008). Kandungan air dalam minyak juga dapat menyebabkan reaksi hidrolisis TAG menjadi ALB dan ester gliserida lainnya, termasuk DAG (Gapor and Chong 1985).

(21)

7 sawit, terutama CPO sebagai bahan baku, akan mempengaruhi kadar 3-MCPD ester yang terbentuk.

Gambar 2 Hubungan antara diasilgliserol dengan 3-MCPD yang terkandung dalam minyak goreng (Lanovia et al. 2014) Adapun asam lemak dalam minyak sawit merupakan senyawa yang terikat dalam bentuk ester (triasilgliserol). Secara alamiah asam lemak bebas (ALB) juga terkandung dalam minyak sawit, namun jumlahnya hanya sedikit (Ketaren 1986). Kadar ALB merupakan salah satu penentu kualitas CPO. Semakin tinggi kadar ALB, maka semakin rendah kualitas CPO tersebut. Kadar ALB dapat bertambah apabila terjadi reaksi hirolisis minyak (TAG), baik akibat aktifitas enzim lipase maupun adanya kandungan air dalam minyak sawit (Gambar 3). Reaksi hidrolisa yang terjadi dapat mengakibatkan kerusakan minyak. Reaksi ini dapat menimbulkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. Oleh karena itu, adanya kandungan ALB yang tinggi dalam minyak sawit tidak diinginkan karena dapat menurunkan stabilitas minyak selama penyimpanan karena proses oksidasi maupun reaksi enzimatis.

Gambar 3 Reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak Upaya untuk menurunkan DAG dan ALB telah banyak dilakukan, diantaranya penggunakan proses pelarutan dalam pelarut tertentu maupun penggunaan adsorben. Kelemahan penggunaan pelarut adalah jumlah pelarut yang dibutuhkan sangat banyak dan tidak sebanding dengan DAG yang akan dipisahkan dari minyak sawit. Sedangkan untuk penggunaan adsorben harus dilakukan pemilihan karakteristik adsorben yang sesuai. Beberapa penelitian

Kadar 3-MCPD total (ppm)

(22)

8

mengenai aplikasi adsorben telah banyak dilakukan, diantaranya dapat menurunkan asam lemak bebas (Clowutimon et al. 2011, Kim et al. 2008, Zulkurnain et al. 2013), mono- dan diasil gliserol (Strijowski et al. 2011, Ramli et al. 2011, Ermacora and Hrncirik 2014). Penambahan adsorben berkonsentrasi tinggi yang telah diaktivasi, yaitu bleaching earth dan persenyawaan silikat, dapat menyerap gliserida yang merupakan prekursor 3-MCPD ester (Schruz 2010, Tan et al. 2014). Ermacora and Hrncirik (2014) melewatkan CPO sebelum dimurnikan dalam kolom silika dan dapat menghilangkan asil gliserol dan komponen polar lainnya dari sampel minyak. Penelitian Czerniak et al. (2011) menunjukkan bahwa tahapan bleaching minyak sawit dengan bleaching earth dapat menurunkan ALB hingga 56 % (dari 31 menjadi 12,1 mg/100 g minyak). Bayrak (2005) juga telah menunjukkan bahwa mineral monmorilonite dapat menjerap dengan baik beberapa asam lemak seperti asam palmitat dan stearat yang diketahui juga terkandung dalam minyak sawit. Kebanyakan penelitian lebih menekankan pengaruh penambahan adsorben saat proses pemurnian CPO (tahap bleaching) karena tahapan ini merupakan tahapan penting dalam pemurnian minyak dan menggunakan adsorben.

Senyawa 3-MCPD Ester dalam Minyak Sawit

Kandungan senyawa kontaminan 3-MCPD ester dalam berbagai minyak nabati berbeda-beda tergantung dari sumber edible oil yang digunakan (Matthäus et al. 2011). Proses pembentukannya dapat dipercepat dengan adanya penggunaan suhu tinggi dalam proses pemurnian minyak nabati. Kadar senyawa 3-MCPD dalam minyak nabati terbagi atas 3 tingkatan yaitu tingkat rendah dengan kadar 0,5 – 1,5 mg/kg termasuk diantaranya minyak rapeseed, kedelai, kelapa dan bunga matahari, sedangkan tingkat sedang dengan kadar 1,5 – 4 mg/kg termasuk diantaranya minyak bunga matahari, kacang tanah, zaitun, biji kapas dan dedak padi, sementara tingkat tinggi dengan kadar lebih dari 4 mg/kg termasuk diantaranya lemak terhidrogenasi, sawit dan fraksi minyak sawit (Greyt 2012).

Tabel 4 Kadar 3-MCPD ester dalam minyak sawita Minyak Jumlah Sampel Kadar rata-rata

(mg/kg)

(23)

9

Beberapa minyak nabati Kadar

3-MCPD total (ppm)

memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kadar 3-MCPD ester yang dihasilkan selama proses pemurnian (Schurz et al. 2010, Franke et al. 2009, Ramli et al. 2011). Franke et al. (2009) menyatakan bahwa tahap deodorisasi dapat meningkatkan kadar 3-MCPD ester minyak sawit mentah (CPO), yaitu menjadi sekitar 4 – 5 mg/kg. Proses degumming dengan asam fosfat 0,1% dan bleaching dengan acid activated clays menghasilkan 3-MCPD ester sebesar 0,38 mg/kg pada refined oil (RBD). Jenis bleaching agent yang digunakan akan mempengaruhi pembentukan 3-MCPD ester, karena bleaching agent yang diaktivasi dengan asam dapat menyebabkan prekursor 3-MCPD ester (seperti gliserida) mengalami protonasi sehingga mempercepat pembentukan 3-MCPD ester. Apabila dilakukan proses netralisasi setelah tahap degumming maka akan menurunkan kadar senyawa 3-MCPD ester yang dihasilkan (Ramli et al. 2011).

Hasil penelitian Zelinkova et al. (2006) menunjukkan bahwa minyak yang dimurnikan mengandung 3-MCPD ester lebih tinggi, yaitu antara <300 (LOQ) – 2,462 μg/kg, dibandingkan minyak mentah. Hasil yang sama juga ditunjukkan

oleh Weiβhaar (2011) dalam minyak sawit yang dimurnikan (minyak goreng)

diperoleh kadar 3-MCPD ester yang tinggi yaitu sekitar 0,5 – 5,2 μg/kg. Kadar senyawa 3-MCPD ester paling tinggi ditemukan pada produk kelapa sawit yang melalui proses hidrogenasi (Matthäus et al. 2011, Zelinková et al. 2006). Minyak goreng sawit yang digunakan untuk menggoreng kentang diukur kadar 3-MCPD esternya dan diketahui ternyata proses penggorengan tidak menaikkan kadar tetapi karena adanya kontaminan yang ada dalam minyak goreng awal yang menyebabkan terbentuknya 3-MCPD ester (Zelinková et al. 2009). Adapun kadar 3-MCPD dari berbagai minyak sawit dari beberapa negara ditunjukkan pada Gambar 4 (Matthäus et al. 2011).

Gambar 4 Kemampuan dari minyak mentah untuk membentuk 3-MCPD ester setelah melalui pemanasan standar pada suhu 240 oC selama 2 jam (A, Rata-rata semua sampel; M, Malaysia; I, Indonesia; G, Ghana; C, columbia; jumlah yang dianalisis ditunjukkan oleh angka; tanda bar menunjukkan standar deviasi dari masing-masing sampel) (Matthäus et al. 2011)

Avocado oil A M I G C Olive Rapesseed Corn oil Soybean Sunflower Coconut Palm kernel

(24)

10

Karotenoid dalam Minyak Sawit

Karotenoid merupakan kelompok pigmen kuning atau merah yang banyak terdapat pada tanaman, hewan dan manusia. Dalam minyak sawit, zat warna ini terdapat secara alamiah dan bersifat larut minyak sehingga memberikan pigmen merah jingga atau kuning. Karotenoid memiliki stabilitas yang baik pada minyak nabati, terutama yang memiliki antioksidan alami seperti α-tokoferol. Titik lebur karotenoid berkisar di atas 160 oC bila telah dikristalkan. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut akan ikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang. Zat warna ini bersifat tidak stabil pada suhu tinggi. Apabila minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang (Ketaren 1986). Faktor utama yang mempengaruhi ß-karoten selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen dari udara dan perubahan struktur oleh panas. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida dan bahan pengoksida lainnya. Panas akan mendekomposisi ß-karoten dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60 ºC tidak mengakibatkan dekomposisi ß-karoten tetapi dapat terjadi perubahan stereisomer. ß-karoten akan menurun mutunya secara drastis pada

suhu sekitar 180 – 219 ºC (Klaui dan Bauernfeind 1981).

Penyerapan karoten telah dipelajari pada berbagai jenis minyak seperti minyak sawit (Silva et al. 2013), jagung dan minyak bunga matahari (Christidis and Kosiari 2003) serta minyak nabati lainnya menggunakan adsorben. Penyerapan terbesar terjadi pada tahap bleaching karena terjadi penyerapan zat warna dan senyawa pengotor oleh adsorben. Proses bleaching ini sangat berhubungan dengan proses penghilangan pigmen (zat warna) baik secara adsorpsi fisika maupun kimia. Interaksi yang terjadi antara karoten dengan adsorben tidak hanya adsorpsi fisik, tetapi merupakan interaksi adsorpsi kimia sehingga diperlukan kesamaan sifat kepolaran atau energi yang lebih besar untuk terjadinya reaksi (Silva et al. 2013, Ngeutnekam et al. 2008). Adsorpsi kimia biasanya diawali dengan adsorpsi fisika terlebih dahulu. Silva et al. (2013) dan Nwabanne and Ekwu (2013) telah menghitung entalpi (nilai ΔH) proses adsorpsi karoten dengan bleaching earth pada kondisi vakum dan ruang dengan suhu yang

Tabel 5 Komposisi karotenoid dalam CPOa

Senyawa karoten Komposisi (%)

(25)

11 berbeda menghasilkan nilai > 20 kJ/mol. Ngeutnekam et al. (2008) juga telah menganalisis sifat kemosorpsi dari karoten dengan Cameronian Clays dan terbukti terjadi perubahan gugus fungsi menggunakan FTIR.

Adsorben dan Karakteristiknya

Adsorben merupakan bahan yang dapat menjerap senyawa lain melalui interaksi pada permukaannya. Beberapa adsorben yang sering diapllikasikan dalam pemurnian minyak sawit adalah lempung (clay), arang aktif, dan adsorben sintetik.

Arang Aktif

Karbon aktif, atau sering juga disebut sebagai arang aktif, adalah suatu material berpori yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Pori tersebut berfungsi untuk menyerap molekul lainnya. Agar dapat meningkatkan kemampuan adsorpsinya, maka karbon perlu diaktifasi baik secara kimia maupun fisika. Pengaktifan tidak hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaan, akan tetapi juga meningkatkan kemampuan adsorpsi (Mc-Dougall 1991). Karakteristik karbon yang mempengaruhi proses adsorpsi diantaranya tekstur pori,

Gambar 5 Mekanisme adsorpsi β-karoten pada sisi aktif asam Bronsted-Lewis (Srasa and Ayedi 2000 dalam Hussin et al. 2011)

Bronsted acid site

Tetrahedral sheet of acid activated clay

(26)

12

sifat kimia permukaan dan kandungan mineral di dalamnya. Sedangkan karakteristik adsorbat yang dapat diserap oleh karbon aktif sangat dipengaruhi oleh berat molekul, kelarutan, pKa dan kandungan subtituennya. Ukuran molekul mengontrol adsorpsi dalam pori karbon, sedangkan kelarutan menentukan interaksi hidrofobik yang terjadi. Adsorpsi dari molekul organik oleh karbon merupakan interaksi yang kompleks antara interaksi elektrostatik dan non elektrostatik. Interaksi yang terjadi antara karbon aktif dalam suatu larutan umumnya adalah interaksi hidrofobik antar permukaan adsorben dengan adsorbat (non elektrostatik). Akan tetapi untuk adsorpsi senyawa aromatik oleh karbon aktif biasanya melalui interaksi elektrostatik (Moreno-Castilla 2004).

Magnesium Silikat Sintetik

Magnesium silikat sintetik berbentuk serbuk, berwarna putih, dan tidak larut air. Senyawa ini tergolong senyawa yang stabil, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak. Rumus kimia senyawa ini adalah MgO.6SiO2.H2O. Komponen

utama penyusun magnesium silikat sintetik terdiri atas 15 % MgO dan 67 % SiO2

(www.dallasgrp.com 2008). Magnesium silikat sintetik memiliki luas permukaan 619 m2/g dengan struktur menyerupai silika gel. Magnesium silikat sintetik mampu

meghilangkan bahan pengotor seperti sabun, warna, bau, katalis yang belum bereaksi, komponen logam, sulfur, fosfor, kalsium, dan besi. Senyawa ini juga mampu mengurangi kandungan mono dan di-asilgliserol, asam lemak bebas, gliserol bebas dan total gliserol, metanol, klorofil, air, serta sedimen pada biodiesel (Bryan 2005).

Senyawa ini akan menjerap asam lemak bebas menggunakan ikatan hidrogen yang terjadi antara gugus karbonil (C=O) asam lemak dengan permukaan gugus silanol (Si-O-H) pada senyawa tersebut. Adsorpsi yang terjadi antara magnesium silikat sintetik dengan suatu molekul masih digolongkan ke dalam adsorpsi fisik. Adsorpsi kimia baru dapat terjadi bila adsorpsi dilakukan pada suhu tinggi. Suhu tinggi akan mengakibatkan ion karboksilat membentuk ikatan ion dengan oksida logam pada permukaan magnesium silikat sintetik (Yates et al. 1997).

Gambar 6 Struktur magnesium silikat (www.dallasgrp.com 2008) Bleaching Earth

(27)

13 dari bleaching earth biasanya dilakukan modifikasi pada permukaan melalui aktifasi asam, basa maupun senyawa organik lainnya. Gunawan et al. (2010) juga melakukan modifikasi bentonit menggunakan surfaktan kationik dan anionik untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya.

Karakteristik bleaching earth yang mempengaruhi proses adsorpsi diantaranya adalah ukuran pori, komposisi kimia bahan dan keasamannya. Interaksi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi proses dan sifat bahan (Wahi et al. 2013). Molekul organik yang bermuatan positif (kationik) secara umum dapat dijerap dengan kuat oleh lapisan mineral silikat, sedangkan molekul yang cenderung netral membutuhkan pH yang ekstrim untuk menerima ion H+ sehingga dapat mengalami protonasi pada permukaan. Derajat protonasi berhubungan dengan elektronegatifitas ion yang dipertukarkan. Untuk menganalisis karakteristik bleaching earth biasanya dilakukan analisis pH, kadar kandungan logam, pola spektra XRD, dan pola spektra gugus fungsi. Hasil analisis FTIR contoh mineral bentonit dan monmorilonite disajikan pada Tabel 6.

Proses Adsorpsi dan Interaksi Permukaan

Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan adsorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut (Bernasconi et al. 1995). Proses terjadinya adsorpsi ditentukan oleh karaktersitik adsorben (ukuran partikel, volume pori, jenis, dan luas permukaan) dan kondisi proses kontak dengan adsorbat (waktu kontak, suhu, tekanan, dan jumlah adsorben). Proses adsorpsi terbagi menjadi dua, yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen). Gaya Van der Walls meliputi gaya dipol-dipol (interaksi polar-polar), gaya dipol-dipol

Tabel 6 Perbandingan spektra IR Bentonit MX-80 dan Monmorolonite SWy-2

Bentonit MX-80a Monmorillonite Swy-2b Bilangan

(28)

14

induksian dan gaya London. Gaya dipol-dipol terjadi apabila gaya tarik antara molekul lebih kuat dari gaya tolaknya, sedangkan proses induksi terjadi apabila terdapat gaya elektrostatik dimana molekul polar menginduksi molekul non polar sehingga molekul non polar menjadi bermuatan. Gaya london terjadi karena adanya polarisasi elektron dan membentuk dipol sesaat, digambarkan pada Gambar 7 (Effendy 2006). Sedangkan adsorpsi kimia terjadi karena adanya pembentukan ikatan kimia (ionik maupun kovalen) yang diawali dengan adsorpsi fisik terlebih dahulu dengan energi yang lebih tinggi (Atkins 1999).

Setiap senyawa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam berinteraksi dengan permukaan suatu adsorben. Kapasitas penyerapan sangat tergantung dari kemampuan molekul tersebut untuk masuk ke dalam permukaan. Secara umum, terjadinya adsorpsi kimia biasanya diawali terlebih dahulu oleh adsorpsi fisika. Sifat adsorpsi fisika sangat lemah dibandingkan adsorpsi kimia dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol karena itu sifat adsorpsinya bersifat reversible (Castellan 1982). Adapun perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia disajikan pada Tabel 7.

Gambar 7 Interaksi A. Gaya dipol-dipol, B. Gaya dipol induksian, C. Gaya London (Effendy 2006)

B A

C Gaya tarik

Gaya tolak

induksian

molekul nonpolar tanpa dipol

molekul nonpolar dengan dipol induksian molekul polar dengan

dipol permanen

molekul polar dengan dipol permanen

Terjadi gaya tarik elektrostatik induksian

molekul tanpa dipol molekul dengan

dipol sesaat

molekul dengan

dipol sesaat molekul dengan

(29)

15

Aplikasi Adsorben pada Minyak Sawit

Adsorben sering ditambahkan pada proses pemurnian minyak sawit terutama pada tahap bleaching (Silva et al. 2014, Zulkurnain et al. 2013 ). Akan tetapi, beberapa penelitian juga telah menggunakan adsorben pada tahap sebelum pemurnian (pretreatment) maupun setelah pemurnian (after refining). Adapun contoh dosis dan kombinasi adsorben yang digunakan dalam pemurnian minyak sawit oleh Zulkurnain et al. (2013) disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Contoh kombinasi adsorben dalam metode bleaching dan pengaruhnya terhadap kualitas minyak sawita

Metode

bleaching Kombinasi adsorben

3-MCPD

activated clay 0,29±0,02 2,3±0,0 0,12±0,02 0,5 % activated clayb +

activated clay 0,42±0,01 3,2±0,0 0,04±0,01 0,5 % activated clayb +

Penambahan adsorben dalam minyak sawit dapat menjerap asam lemak bebas sehingga dapat menurunkan kadar 3-MCPD ester (Strijowski et al. 2011, Zulkurnain et al. 2013). Adsorben juga dapat menyerap komponen minor penting dalam minyak sawit seperti β-karoten, tokoferol, dan senyawa fenolik lainnya (Silva et al. 2014). Menurut Zulkurnain et al. (2013), proses bleaching dapat menurunkan kadar 3-MCPD ester dalam minyak sawit, tetapi perubahannya tidak signifikan. Untuk mengurangi kadar senyawa tersebut dapat dilakukan dengan

Tabel 7 Perbedaan adsorpsi fisika dan kimiaa

Parameter Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia

Panas adsorpsi Rendah Tinggi

Spesifitas Tidak spesifik Sangat spesifik

Sifat dari fase yang

Kekuatan adsorpsi Tidak terjadi perpindahan elektron, hanya polarisasi

Terjadi perpindahan elektron

Reversibilitas Reversible Irreversible

a

(30)

16

menghilangkan prekursor potensial pembentuk senyawa 3-MCPD ester yaitu dengan pengurangan dosis asam pada degumming, penambahan dosis bleaching dan penurunan suhu deodorisasi.

Tabel 9 Beberapa contoh penggunaan adsorben dalam pemurnian minyak sawit

Kondisi proses Hasil Referensi

Pengeluenan 500 g CPO melalui 600 g kolom silika gel dengan 1 L campuran heksana/diklorometana/dietil eter (80:15:5), kemudian 1 L campuran heksana/etil asetat (80:20)

Perlakuan dalam kolom silika gel dapat menghilangkan sebagian besar tinggi pada suhu yang sama

Afribary.com

Proses bleaching dengan bleaching earth (dosis 1 – 2 %) pada suhu 100 oC

Kadar air turun antara 0,16–0,19 % dan masih dalam batas masih sesuai standar CPO bleaching earth (variasi dosis 0,5 – 3 %) pada suhu 105 oC, selama 30 menit pada tekanan 50 mmHg

Penggunaan activated clays lebih efektif dibandingkan natural clays

Menurunkan kadar kloro ester dalam pre-refined palm oil selama 30 menit dan tekanan < 50 mbar

Semakin tinggi suhu maka penyerapan

β-karoten meningkat, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar fosfor

(31)

17

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2014 sampai dengan Juni 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan dan Laboratorium Pengolahan Minyak Southeast Asian Food and Agricultural and Technology (SEAFAST) Center Institut Pertanian Bogor. Selain itu penelitian juga dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (CPO/Crude Palm Oil) dengan 3 tingkat mutu berdasarkan nilai ALB dari pabrik pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Beberapa adsorben yang digunakan adalah Magnesol R60, padatan Magnesium Oksida p.a (Merck), tiga jenis bleaching earth komersial dan arang aktif p.a (Merck). Bahan-bahan kimia lain diantaranya air destilata, heksan (Merck), TMS, THF, HNO3, HClO4,

LaCl3, larutan standar beberapa logam (Al, Fe, Mg dan Ca- spec grade) dan

beberapa bahan lainnya. Alat

Peralatan utama yang digunakan untuk analisis adalah Sentrifuse (IKA® C-MAG HS7), Pompa Vakum (Precision), GC-FID (HP 6890 Version A.01.11), X-ray Diffractometer (XRD Emma GBC), Spektrofotometer UV-Vis (SHIMADZU 2450), Spektroskopi FTIR (SHIMADZU IR Prestige-21), dan Spektroskopi Serapan Atom (HITACHI Z-2000). Instrumen penunjang yang digunakan antara lain penangas air, stirer, kertas saring, termometer, dan peralatan gelas lainnya.

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi CPO

Bahan baku CPO yang digunakan terdiri dari 3 tingkat mutu berdasarkan nilai ALB (4, 6 dan 14). Sampel diuji kualitasnya berdasarkan metode pengujian standar untuk mengetahui kondisi awal sampel, meliputi kadar total karoten, kadar asam lemak bebas, kadar gliserida dan kadar air.

Kadar karoten CPO diukur berdasarkan metode spektrofotometri (PORIM 2005). Sebanyak 0,1 gram sampel dilarutkan sampai homogen dengan pelarut heksana dalam labu ukur 25 mL. Selanjutnya, absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm.

(32)

18

Profil asam lemak bebas dan kandungan gliserida CPO diukur dengan kromatografi gas (GC-FID) (AOCS Official Method Cd 11b-91 2003-Modifikasi). Sampel CPO sebanyak 25 mg dimasukkan dalam vial kemudian ditambahkan 10 µL tetra hidroksifuran dan 50 µL N-Trimetilsilan, divorteks dengan kecepatan 2400 rpm selama 1,5 menit kemudian disimpan dalam ruang gelap selama 10 menit. Selanjutnya sampel ditambahkan 2 mL heptana melalui pinggir tabung dan divorteks kembali dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 detik kemudian ditutup rapat dengan parafilm dan didiamkan selama minimum 30 menit. Setelah itu sampel siap diinjeksikan ke dalam GC-FID sebanyak 1 µL. Kromatografi gas yang digunakan dilengkapi dengan split injeksi dan FID dengan kondisi sebagai berikut, suhu kolom awal 50 oC dinaikkan menjadi 180 oC dengan kenaikan 15

o

C/menit, kemudian dinaikkan lagi menjadi 230 oC dengan kenaikan 7 oC/menit dan dinaikkan lagi menjadi 380 oC, suhu detektor 390 oC, suhu injektor 390 oC, kecepatan gas pembawa 0,7 mL N2/menit, kecepatan aliran udara 450 mL/menit

dan volume injeksi 1 µL. Perhitungan kadar gliserida dan ALB dilakukan dengan menjumlahkan persentase luas area pada puncak kromatogram dan selang waktu retensi ALB, MAG, DAG dan TAG.

Karakterisasi Adsorben

Adsorben sintetik (Magnesol R60, MgO dan arang aktif) dikarakterisasi berdasarkan spesifikasi bahan pada label, sedangkan tiga jenis bleaching earth komersial dilakukan karakterisasi sifat fisikokimianya, meliputi pola difraksi X-Ray , pola spektra infra merah, pH, kadar air, dan kandungan oksida logam.

Pola difraksi bleaching earth diukur dengan menggunakan X-ray Diffractometer dengan sumber radiasi monokromator Cu-Kα 1,54056 Å (35 kV dan 28,4 mA). Pola difraksi dicatat antara 10o– 80o2θ dengan kecepatan 3o/menit.

Pola spektra infra merah bleaching earth diukur menggunakan spektroskopi FTIR pada range panjang gelombang 400 – 4000 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1.

Nilai pH bleaching earth diukur menggunakan pH meter (Usman dkk. 2012) dengan merendam 5 g sampel ke dalam 100 mL akuades selama kurang lebih 12 jam kemudian disaring dan diambil 25 mL untuk diukur nilai derajat keasamannya menggunakan pH meter.

Kadar air bleaching earth diukur berdasarkan berat kering (Sulaeman dkk. 2005) yaitu dengan menimbang 5,00 g contoh tanah kering udara dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Keringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Cawan diangkat dengan penjepit dan dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang. Adapun nilai kadar air dihitung menggunakan rumus:

(33)

19 a. Destruksi sampel dengan pengabuan basah

Sebanyak 0,500 g dimasukkan ke dalam tabung digestion, kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 p.a. dan 0,5 mL HClO4 p.a. dan dibiarkan satu malam.

Esok harinya sampel dipanaskan dalam digestion blok dengan suhu 100 oC selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. Setelah uap kuning habis suhu digestion blok ditingkatkan menjadi 200 oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 mL. Tabung diangkat dan dibiarkan dingin. Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 mL dan kocok dengan pengocok tabung hingga homogen (diperoleh ekstrak).

b. Pengukuran Ca dan Mg

Sebanyak 3 mL ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan air bebas ion hingga tanda tera. Sampel kemudian diencerkan kembali dengan diambil sebanyak 1 mL, ditambahkan 2,5 mL larutan LaCl3 0,4 %

dan ditambahkan air bebas ion hingga volum 50 mL. Kocok dengan menggunakan pengocok tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur dengan AAS dengan deret standar sebagai pembanding.

c. Pengukuran Al dan Fe

Konsentrasi Al dan Fe diukur langsung dari ekstrak menggunakan AAS dengan deret standar masing-masing sebagai pembanding. Untuk pengukuran Al menggunakan nyala campuran gas N2O asetilen, sedangkan logam yang lainnya

menggunakan nyala campuran udara-asetilen.

Proses Kontak CPO dengan Adsorben

Proses Kontak tanpa Kondisi Vakum

Tahap ini dilakukan terhadap ketiga sampel CPO dengan beberapa adsorben baik tunggal maupun kombinasi (Tabel 10). Sebanyak 100 mL sampel CPO dipanaskan hingga mencapai suhu 50 oC, kemudian ditambahkan adsorben, diaduk menggunakan stirer (selama 30 dan 60 menit) dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu dilakukan pemisahan adsorben menggunakan sentrifuse (2500 rpm selama 15 menit). Selanjutnya CPO dikemas dalam botol gelap dan disimpan dalam refrigerator hingga siap untuk dianalisis. Kontak juga dilakukan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan variasi konsentrasi adsorben (1 dan 3 % b/v). Dari setiap perlakukan kemudian dilakukan analisis kualitas minyak yang dihasilkan meliputi kadar total karoten, kadar asam lemak bebas dan kadar diasilgliserol. Hasil yang diperoleh dari proses kontak tanpa vakum dijadikan acuan untuk proses kontak dengan kondisi vakum.

Tabel 10 Formulasi adsorben pada kondisi tanpa vakum

(34)

20

Proses Kontak dengan Kondisi Vakum

Proses ini dilakukan terhadap sampel CPO dengan nilai ALB 6 dan 14 dengan beberapa kombinasi adsorben (Tabel 11). Pemilihan adsorben didasarkan pada hasil kontak dengan kondisi tanpa vakum. Proses kontak pada kondisi ini dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari proses sebelumnya (tanpa kondisi vakum). Adapun adsorben yang digunakan adalah bleaching earth tipe 1, MgO dan Magnesol R-60 (sebagai pembanding). Proses kontak dilakukan sesuai dengan tahap bleaching pada proses pemurnian CPO secara umum, yaitu dilakukan pada suhu 90 oC selama 30 menit, diaduk menggunakan stirer dan didiamkan selama 10 menit. Pemisahan sampel dilakukan dengan menggunakan sentrifuse (2500 rpm, 15 menit). Selanjutnya CPO dikemas dalam botol gelap dan

disimpan dalam refrigerator hingga siap untuk dianalisis.

Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO

Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar DAG dan ALB

Karakteristik adsorben yang digunakan untuk melihat pengaruh adsorben terhadap kadar DAG dan ALB adalah kadar kandungan magnesium oksida (MgO) dan silikat (SiO2). Kandungan oksida adsorben dihitung berdasarkan hasil analisis

AAS dan massa yang digunakan dalam proses kontak. Adapun hasil analisis kadar DAG dan ALB pada kondisi vakum maupun tanpa vakum dihitung persen perubahannya. Hubungan antara pengaruh karakteristik adsorben (kadar MgO dan SiO2) terhadap reduksi DAG dan ALB dilihat berdasarkan matriks Korelasi

Pearson.

Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar Total Karoten

Kadar karoten semua sampel CPO sebelum dan sesudah proses kontak dengan adsorben baik kondisi vakum maupun tanpa vakum diukur nilainya menggunakan spektrofotometri (PORIM 2005). Perubahan kadar yang terjadi dianalisis untuk mengetahui pengaruh adsorben terhadap total karoten dalam CPO yang merupakan salah satu parameter kualitas CPO.

Tabel 11 Formulasi adsorben pada kondisi vakum

Kombinasi adsorben Konsentrasi Suhu proses (oC)

Waktu (menit)

Magnesol (R-60) 1 %, 3 % 90 30

MgO 1 % 90 30

Bleaching earth tipe 1 1 % 90 30 R-60 + Bleaching earth tipe 1 1 % (1:2,

1:1, 2:1)

90 30

(35)

21

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi CPO

Bahan baku utama yang digunakan adalah tiga jenis CPO dengan kualitas yang berbeda berdasarkan nilai ALB. Kadar air dan total karoten CPO yang digunakan dalam penelitian ini masih memenuhi standar kualitas CPO menurut SNI, akan tetapi kadar asam lemak bebas dua CPO (dengan nilai ALB 6 dan 14) tidak memenuhi standar SNI maupun MS. Selain itu, perbedaan nilai kadar DAG dan ALB pada CPO sampel ke-3 sangat besar dibandingkan sampel lainnya. Perbedaan kadar awal dari setiap komponen akan mempengaruhi proses adsorpsiapabila dikontakkan dengan adsorben (Moreno-Castilla 2004). Hasil karakterisasi ketiga jenis CPO disajikan pada Tabel 12.

Karakterisasi Adsorben

Adsorben merupakan bahan yang dapat menjerap bahan lain baik berupa padatan maupun cairan. Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya interaksi atau gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan sisi-sisi aktif di permukaan adsorben baik secara fisika maupun kimia. Pemilihan adsorben dilakukan berdasarkan polaritas adsorben dan ketersediaannya secara komersial untuk dipakai dalam proses pemurnian minyak sawit. Karakterisasi awal yang dilakukan terhadap adsorben adalah analisis pola spekta difraksi sinar X dari mineral bleaching earth yang digunakan dengan analisis XRD. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan kandungan mineral utama penyusun adsorben bleaching earth berdasarkan pola spektranya. Analisis XRD terhadap ketiga tipe bleaching earth (Gambar 8) memperlihatkan pola difraksi yang hampir sama dengan intensitas puncak berbeda. Puncak utama terlihat pada 26o 2θ adalah Quartz (SiO2) dimana

terjadi perbedaan intensitas puncak dengan intensitas puncak tertinggi pada bleaching earth tipe 1. Perbedaan intensitas puncak tersebut akan mempengaruhi kemampuan adsorpsi ketiganya. Adanya bukit agak lebar pada 15o 2θ hingga 35o

2θ menunjukkan karakteristik dari mineral yang amorf sehingga mineral ini

memiliki kemampuan adsorbsi, sesuai dengan penelitian Kim et al. (2008). Adapun derajat kristalinitas dari SiO2 dalam ketiga bleaching earth berturut-turut

21,12 %, 10,73 % dan 10,65 %. Derajat kristalinitas tersebut menunjukkan banyaknya kandungan kristal SiO2 dalam bleaching earth.

Tabel 12 Karakteristik bahan baku minyak sawit kasar (CPO) Karakteristik kualitas CPO

SNI (Standar Nasional Indonesia) nomor 01-2901-2006, bMS (Malaysian Standart

(36)

22

Gambar 8 Spektra XRD bleaching earth (A) tipe 1, (B) tipe 2, (C) tipe 3 Analisis lebih lanjut menggunakan spektroskopi FTIR terhadap ketiga tipe bleaching earth disajikan dalam Tabel 13. Analisis FTIR ini bertujuan untuk mendukung data spektra difraksi XRD dan menentukan kandungan mineral lain yang terkandung dalam bleaching earth. Spektrum dari beberapa puncak FTIR (gambar terdapat pada Lampiran 3) menunjukkan gugus fungsi dari adsorben maupun pengotor yang ada dalam sampel. Puncak utama yang memberikan informasi adanya silika quartz (SiO2) adalah munculnya spektra khusus (Tabel 13)

yang menunjukkan vibrasi dari gugus siloksan (=Si-O-Si=) dan silanol (=Si-OH). Pada silika adanya gugus siloksan menunjukkan sifat hidrofobik dari permukaan adsorben, sedangkan sifat hidrofilik ditunjukkan dengan adanya gugus silanol. Kedua gugus inilah yang berperan dalam interaksi kepolaran antara adsorben

(37)

23 dengan adsorbat. Deformasi unsur aluminium dan silikat pada spektrum tersebut menunjukkan adanya mineral monmorilonitte yang diperkuat dengan munculnya puncak spektra XRD pada 62o2θ.

Tabel 13 Hasil analisis spektra FTIR ketiga tipe bleaching earth komersial

Gugus fungsi

Bilangan gelombang (cm-1) Bleaching Vibrasi ulur –OH terikat logam 3641,66 3616,53 3643,53 Vibrasi ulur O-H dari (=Si-OH) 3440,94 3439,08 3441,01

Vibrasi ulur C=O 1634,46 1631,78 1614,42

Vibrasi ulur asimetris =Si-O

dari (=Si-O-Si=) 1047,74 1055,91 1039,63

Vibrasi ulur simetris =Si-O dari (=Si-O-Si=)

Berdasarkan kandungan mineral yang terdapat dalam adsorben, maka dilakukan analisis fisiko kimia adsorben. Hasil karakteristik fisikokimia ketiga bleaching earth komersial (Tabel 14) menunjukkan bahwa ketiga tipe bleaching earth memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi kemampuannya dalam menjerap suatu senyawa.

Secara fisik, ketiga tipe bleaching earth memiliki kenampakan warna yang berbeda (Lampiran 4). Bleaching earth tipe 1 memiliki warna yang lebih muda dibandingkan bleaching earth lainnya. Perbedaan warna ini dapat disebabkan karena sifat alami mineral maupun perlakuan aktivasi terhadap mineral tersebut. Biasanya mineral yang telah diaktivasi asam akan memiliki kenampakan warna yang lebih muda dibandingkan tanpa aktivasi (Mianta 2001). Hal tersebut dibuktikan dengan nilai keasaman bleaching earth tipe 1 yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Secara umum semakin asam suatu adsorben, maka semakin tinggi tingkat adsorptivitas adsorben (Ahmadi dan Mushollaeni 2007, Silva et al. 2014). Selain itu, bleaching earth yang diaktivasi asam telah dibandingkan

(38)

24

kemampuan adsorpsinya dengan bleaching earth alami dan menunjukkan pengaruh signifikan (Taylor 2005, Silva et al. 2014). Berdasarkan tingkat keasamaannya, bleaching earth yang akan memiliki kemampuan adsorpsi paling besar dibandingkan bleaching earth lainnya adalah bleaching earth tipe 1. Logam-logam utama yang terkandung dalam bleaching earth adalah aluminium, silikon, besi, magnesium, dan kalsium. Jenis unsur penyusun, konsentrasi dan letak logam tersebut dalam struktur tanah yang menentukan jenis mineralnya.

Kandungan oksida logam dalam adsorben digunakan untuk menghitung mol SiO2 dan MgO. Rasio mol SiO2/MgO (Tabel 15) menunjukkan bahwa magnesol

R-60 mempunyai rasio mol SiO2/MgO terkecil. Rasio perbandingan jumlah antar

logam menentukan ukuran pori sebagai media interaksi dengan adsorbat. Clowutimon et al. (2011) membuat magnesium silikat sintetik dari abu sekam padi melalui reaksi presipitasi dan diperoleh hasil bahwa semakin kecil rasio mol SiO2/MgOmaka diameter pori adsorben akan semakin besar dan mempengaruhi

kemampuan adsorpsi. Akan tetapi, pada penelitian ini belum diketahui pengaruh rasio mol SiO2/MgO terhadap struktur dan kemampuan penjerapan adsorben.

Pengaruh rasio mol SiO2/MgO yang mungkin terjadi adalah adanya

peningkatan sifat kepolaran seiring dengan bertambahnya jumlah MgO dalam adsorben. Hal tersebut karena sifat ikatan ionik dalam struktur MgO yang memudahkan terjadinya ionisasi sehingga terjadi gaya induksi elektrostatik dalam adsorben. Proses induksi ini menyebabkan kenaikan kepolaran adsorben sehingga meningkatkan gaya tarik terhadap molekul lain. Urutan kepolaran jika didasarkan pada kandungan MgO adalah adalah bleaching earth tipe 2 < bleaching earth tipe 3 < bleaching earth tipe 1 < Magnesol R-60. Adapun arang aktif merupakan adsorben yang bersifat non polar yang menjerap molekul lain melalui pori pada permukaannya. Sedangkan padatan MgO murni merupakan senyawa ionik yang akan berinteraksi melalui interaksi elektrostatik dengan molekul lainnya.

Tabel 15 Karakteristik kimia adsorben yang digunakan berdasarkan informasi label kemasan dan analisis spektroskopi serapan atom

Lambang Jenis adsorben Karakteristik Rasio mol SiO2 : MgO

Arang aktif Arang aktif p.a (Merck)

> 90 % karbon

(ukuran< 100μm)a 0 : 0 Bleaching earth tipe 1 Bleaching

earth alami

86 % SiO2c

1,1 % MgO 57 : 1

Bleaching earth tipe 2 Bleaching earth alami

94 % SiO2c

0,2 % MgO 223 : 1

Bleaching earth tipe 3 Bleaching earth alami

Data Global Speciality Ingredient

c

(39)

25 Proses Kontak CPO dengan Adsorben

Proses Kontak tanpa Kondisi Vakum

Proses kontak tanpa kondisi vakum dilakukan terhadap ketiga jenis CPO dengan beberapa adsorben (Tabel 10). Selama proses kontak, terjadi perubahan warna CPO dari merah kekuningan menjadi kehitaman karena bercampur dengan adsorben. Warna merah kekuningan diperoleh kembali setelah dilakukan penyaringan menggunakan sentrifuse. Volume sampel tidak mengalami perubahan yang signifikan, kecuali saat dikontakkan dengan arang aktif. Arang aktif mengalami perubahan volume (mengembang) dan susah dipisahkan dengan CPO sehingga mengurangi volume sampel hingga 25 %. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Fitriyantini (2009) yang menunjukkan adanya perubahan volume sampel yang signifikan saat minyak sawit dikontakkan dengan arang aktif. Rancangan alat proses kontak ditunjukkan dalam Lampiran 7. Secara umum terjadi penurunan baik kadar DAG maupun ALB (Gambar 9), tetapi penurunannya tidak signifikan sesuai dengan hasil penelilitian Strijowski et al. (2011). Perlakuan waktu dan suhu kontak tetap tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Rendahnya reduksi DAG dan ALB diduga karena masih banyaknya pengotor dalam CPO dan viskositas yang tinggi sehingga mempengaruhi proses adsorpsi (Huang and Sathiviel 2010).

Gambar 9 Perubahan kadar DAG dan ALB proses kontak CPO dengan beberapa adsorben tanpa kondisi vakum

Hasil kontak CPO dengan nilai ALB 6 (Tabel 16) pada kondisi tanpa vakum terlihat bahwa nilai ALB dan DAG mengalami perubahan, namun tidak signifikan. Kadar DAG justru mengalami kenaikan. Hal tersebut dikarenakan ALB lebih mudah terjerap oleh adsorben karena ukuran molekulnya lebih kecil daripada DAG sehingga lebih mudah mengisi ruang kosong pori dalam adsorben dan jumlahnya menjadi berkurang. Sedangkan DAG jumlahnya tetap dalam larutan sehingga persentasenya menjadi lebih besar. Untuk menjerap DAG diperlukan interaksi kepolaran yang lebih tinggi karena sifat DAG yang cenderung hidrofilik. Viskositas CPO yang masih tinggi dan dosis adsorben yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan DAG lebih susah terjerap oleh adsorben. Apabila jumlah

0% 20% 40% 60% 80% 100%

ALB

DAG

(40)

26

DAG dan ALB setelah proses kontak dengan adsorben lebih tinggi dibandingkan dengan jumlahnya sebelum kontak dengan adsorben, maka kemungkinan terjadi proses hidrolisis TAG menjadi DAG dan ALB. Proses hidrolisis tersebut akan meningkatkan kadar kedua senyawa dalam CPO. Adapun hasil reduksi DAG dan ALB pada kondisi tanpa vakum beberapa penelitian disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi tanpa vakum

Sampel

(41)

27 Tabel 16 menunjukkan bahwa tidak semua adsorben dapat menurunkan kadar senyawa DAG dengan baik. Ermacora and Hrncirik (2014) dapat menurunkan DAG hingga 99 %, akan tetapi jumlah adsorben yang digunakan lebih banyak dari sampel CPO nya dan dilakukan pelarutan terlebih dahulu. Pelarutan CPO akan menurunkan viskositas larutan sehingga mempermudah proses adsorpsi melalui interaksi kepolaran. Semakin rendah viskositas larutan, maka proses adsorpsi senyawa akan semakin mudah (Huang and Sathiviel 2010). Sedangkan Strijowski et al. (2011) dapat menurunkan DAG dengan berbagai adsorben, akan tetapi penurunannya tidak signifikan. Sampel yang digunakan adalah minyak goreng sawit dengan kadar ALB sangat rendah (0,12 %) sehingga adsorben dapat menjerap DAG. Selain itu, jumlah adsorben yang digunakan juga lebih besar dibandingkan dengan jumlah adsorben pada penelitian ini. Penurunan terbesar yaitu saat menggunakan adsorben AMS (70 %) dan zeolit terkalsinasi, yaitu sebesar 18 %.

Persentase penurunan kadar ALB yang besar menggunakan adsorben ditunjukkan oleh penelitian Sirait (2007). Waktu kontak dan jumlah adsorben yang digunakan dalam proses penjerapannya lebih lama jika dibandingkan dengan kondisi proses penelitian ini. Dari hasil perbandingan beberapa penelitian tersebut, ternyata proses adsorpsiakan semakin efektif apabila dilakukan dalam waktu yang lama dan jumlah adsorben yang lebih besar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Nwabanne and Ekwu et al. (2007) yang menyatakan bahwa waktu kontak dan dosis adsorben sangat menentukan efektifitas proses adsorpsi yang terjadi.

Proses Kontak dengan Kondisi Vakum

(42)

28

Tabel 17 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi vakum

Sampel

Data Tabel 17 juga memperlihatkan bahwa penurunan ALB dan DAG saat dikontakkan dengan bleaching earth tipe 1 dan Magnesol secara tunggal tidak menunjukkan perbedaan penurunan yang signifikan. Padahal antara bleaching earth tipe 1 dan Magnesol R-60 memiliki nilai rasio SiO2/MgO yang sangat

Gambar

Tabel 1  Komposisi minyak kelapa sawit
Tabel 2  Standar mutu minyak sawit Special Prime Bleach (SPB) dan mutu Ordinary
Gambar 3  Reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak
Tabel 4  Kadar 3-MCPD ester dalam minyak sawita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mencari penduga korelasi poliserial, sebagai ukuran asosiasi antara data tak kontinu (ordinal) dengan data kontinu dan membandingkan

Tim Audit menyimpulkan bahwa laporan mutasi kayu yang dilakukan oleh auditee belum di buat, data serta informasi yang dilaporkan belum sesuai dengan proses yang

Ardhi Ganardhi, D1215061, RADIO DAN BUDAYA POPULER: Studi Tentang Peran Media Massa Radio Dalam memfasilitasi Berkembangya Nilai-nilai Budaya Populer di Stasiun

Berdasarkan hasil studi pendahulu- an tentang kondisi awal kompetensi guru ditemukan bahwa terdapat 86% guru yang belum memiliki kompetensi menggunakan media daur ulang

Nilai duga heritabilitas yang tinggi dipadukan dengan keragaman genetik yang luas akan mempercepat proses seleksi terhadap karakter yang dikembangkan (Qosim et al.,

8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang berfungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada

Silitonga RS, “Perilaku Menonton dan Persepsi Mahasiswa terhadap Program Jelajah di Trans TV”, Skripsi (Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, 2009), h.. Ratarata khalayak setuju bahwa

yang terpencil, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, 2) Kelemahan yang terdiri dari fasilitas laptop yang masih sedikit sehingga pengunjung harus antri dan