• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ecology and Economic Analysis of the Effect Coral Bleaching on Fish Resources (Case Study Karimunjawa National Park, Central Java Province)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ecology and Economic Analysis of the Effect Coral Bleaching on Fish Resources (Case Study Karimunjawa National Park, Central Java Province)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKOLOGI - EKONOMI

EFEK PEMUTIHAN KARANG (

CORAL BLEACHING

)

TERHADAP SUMBERDAYA IKAN

(STUDI KASUS TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA, PROVINSI JAWA TENGAH)

NURUL KHOIRIYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Ekologi Ekonomi Efek Pemutihan Karang Terhadap Sumberdaya Ikan (Studi Kasus Taman Nasional Karimunjawa, Provinsi Jawa Tengah) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2010

Nurul Khoiriya

(3)

ANALISIS EKOLOGI - EKONOMI

EFEK PEMUTIHAN KARANG (

CORAL BLEACHING

)

TERHADAP SUMBERDAYA IKAN

(STUDI KASUS TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA, PROVINSI JAWA TENGAH)

NURUL KHOIRIYA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Imu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Penelitian : Analisis Ekologi - Ekonomi Efek Pemutihan Karang (Coral Bleaching) Terhadap Sumberdaya Ikan (Studi Kasus Taman Nasional Karimunjawa, Provinsi Jawa Tengah)

Nama Mahasiswa : Nurul Khoiriya Nomor Pokok : C 252080254

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Ketua

Diketahui,

Ir. Zairion, M.Sc Anggota

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.Si

(5)

ABSTRACT

NURUL KHOIRIYA. Ecology and Economic Analysis of the Effect Coral Bleaching

on Fish Resources (Case Study Karimunjawa National Park, Central Java Province).

Under direction of LUKY ADRIANTO and ZAIRION.

The 1998 mass bleaching that occurred, called attention. In addition, the ecosystem effects related to bleaching are just beginning to be investigated. The ecology impact of mass coral bleaching are theoretically known, and much less is known about the socioeconomic impacts. For the coastal developing countries, the most important socioeconomic considerations of the mass bleaching events are likely to be fisheries. Impacts on fisheries will become apparent as changes occur to the reef structure and consequently, the reef fisheries could collapse, affecting millions of small-scale fishermen. Studies undertaken in response to the 1997-98 bleaching event provide the estimates of such impacts, and better planning of effective responses. This research is conducted at Karimunjawa Archipelago on Maret 2010. Analysis showing that living reef coral cover decrease from 53% to 27% and have correlation with anomaly of sea surface temperature (R = 0.66 - 0.98). From 4 group of fish, show only 2 of fish decrease and associated with bleaching are Serranidae (t=20.41) and Caesionidae (t=22.59). Significant losses was estimated base on revenue of the fisherman. Understanding and anticipating fisherman behaviour will enable governments to changing strategies and retaining fisheries. Coral bleaching has not been able to decrease community income and refers to optimistic scenario. Community participation and regulation have high contribution on factors that influence the success of coral reef management. In order to manage the coral reef ecosystem, we should make priority to manage ecological and community specially the local genuine adaptive management and policy communities that significantly enhance the effectiveness of response from coral bleaching.

(6)

RINGKASAN

NURUL KHOIRIYA. Analisis Ekologi Ekonomi Efek Pemutihan Karang Terhadap Sumberdaya Ikan (Studi Kasus Taman Nasional Karimunjawa, Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan ZAIRION.

Pemutihan karang merusak sekitar 18% dari luas karang dunia (Hughes et al. 2007 dan diperkirakan akan terjadi setiap tahun pada tahun 2030 (Hoegh-Guldberg 1999). Pemutihan karang memberikan efek terhadap ekologi dan ekonomi, seperti penurunan populasi ikan (Cole et al. 2009), hilangnya spesies ikan (Pratchett et al. 2008), Ciquatera fish poisoning (Susan & Christoper 1992) dan penurunan produksi ikan dan pendapatan nelayan (Cesar 2000). Bagi Indonesia, sebagai negara yang bergantung pada kekayaan alam, peristiwa coral bleaching akan menjadi permasalahan serius. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi adanya pemutihan karang di Taman Nasional Karimunjawa, (2) menganalisis kondisi ekologi dan ekonomi nelayan sebelum dan sesudah terjadinya coral bleaching dan(3) menyusun strategi pengelolaan berbasis mitigasi dan adaptasi.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Mei di Kepulauan Karimunjawa. Penilaian ekologi dilakukan dengan melihat status terumbu karang dan sumberdaya ikan sebelum peristiwa pemutihan karang (1997), saat pemutihan karang (1999) dan sesudah pemutihan karang (2002). Profil suhu dianalisis dengan software ODR Ver 3.2 dan komparasikan dengan data tutupan karang sehingga akan diketahui adanya anomali suhu perairan. Analisis kecenderungan sumberdaya ikan dilakukan terhadap 4 kelompok ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang yaitu : (1) ekor kuning (Caesionodae), (2) kerapu (Serranidae), (3) kakap (Lutjanidae), dan (4) kakak tua (Scaridae). Pendugaan efek coral bleaching terhadap ekonomi, dilakukan perhitungan prakiraan keuntungan ekonomi dan pendapatan nelayan. Penyusunan strategi pengelolaan dilakukan untuk menghasilkan alternatif pengambilan keputusan yang terbaik melalui analisis multi criteria decision making (MCDM) dan analisis prospektif.

Secara keseluruhan kualitas perairan di kawasan penelitian masih tergolong sebagai lingkungan perairan laut secara alamiah dan berada di bawah baku mutu air laut. Rekonstruksi rata-rata sea surface temperatur menunjukkan bahwa tahun 1998 merupakan tahun terpanas, dengan peningkatan suhu lebih dari 1°C mencapai 38 minggu dengan anomali tertinggi mencapai 2.7°C dan masuk kategori status level

bleaching alert level 2, yang artinya karang mengalami stress karena peningkatan suhu dan telah menunjukkan tanda-tanda pemutihan.

Pemutihan karang berpengaruh secara nyata terhadap penutupan karang keras (sebelum bleaching 53% dan sesudah bleaching 27%) dan soft coral yang mengalami penurunan sebesar 3 - 10%. Kematian karang tertinggi terjadi pada awal tahun 1999 bersamaan dengan peningkatan suhu tertinggi, yang ditandai dengan ditemukannya

(7)

kedalaman 3 m (0.66 - 0.98), sedangkan untuk kedalaman 10 m nilai R yang didapatkan rendah berkisar antara 0.15 - 0.55. Dengan demikian dikatakan bahwa anomali suhu perairan akan lebih berpengaruh pada tingkat kedalaman yang lebih rendah, sedangkan pada kedalaman yang lebih tinggi tidak terlalu berpengaruh. Efek pemutihan karang terhadap ikan belum dapat disimpulkan polanya, karena menunjukkan hasil yang bervariasi antar lokasi.

Analisa kecenderungan terhadap 4 kelompok ikan didapatkan nilai ρ = 0.68 - 0.78 > ρ (α = 0.05), yang mengindikasikan telah terjadi perubahan sumberdaya ikan di kawasan tersebut secara signifikan. Namun, apabila dilihat lebih spesifik berdasarkan analisa hasil usaha per unit area maka terlihat hanya 2 kelompok mendapatkan nilai ρ > ρ (α=0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa hanya 2 kelompok ikan yang telah mengangami perubahan biomasa per satuan luas dalam kawasan tersebut secara signifikan yaitu ikan kerapu (Serranidae) dan ekor kuning (Caesionidae). Hasil analisa menunjukkan kisaran nilai t test yang didapatkan bervariasi dari -7.71 sampai 22.72, dimana terdapat tiga kelompok ikan dengan nilai t test > t (α = 0.05) dan satu kelompok ikan dengan nilai t test < t (α = 0.05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemutihan karang tahun 1998 berasosiasi dengan penurunan kelimpahan hasil tangkapan ikan kerapu, betet, dan ekor kuning. Analisis terhadap nilai hasil usaha per area (kg/orang/km²) menunjukkan hanya 2 kelompok ikan yang menunjukkan penurunan hasil tangkapan per area yang berasosiasi dengan pemutihan karang.

Berdasarkan survey yang dilakukan, hasil tangkapan nelayan telah mengalami perubahan dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu, 6.89% responden mengatakan adanya peningkatan hasil tangkapan, 20.68% menyatakan tidak adanya perubahan, 72.41% menyatakan telah terjadi penurunan jumlah ikan hasil tangkapan. Responden juga menyatakan telah terjadi perubahan ukuran ikan hasil tangkapan 63.77% menyatakan ukuran ikan menjadi lebih kecil, 16.23% lebih besar dan 20% menyatakan tidak ada perubahan.

Analisa terhadap persepsi responden menunjukkan bahwa skenario IV merupakan skenario yang terbaik untuk kelangsungan sumberdaya terumbu karang dengan skor 0.839. Skor akhir hasil analisis persepsi responden berdasarkan kriteria menunjukkan bahwa kriteria ekologi dan ekonomi bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan kebijakan dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang apabila kondisi ekologi baik, akan berimplikasi terhadap perekonomian masyarakat baik secara langsung maupun tidak.

(8)

optimis, 20.087% untuk skenario optimis perlu biaya dan 14.847% untuk skenario pesimis. Faktor kunci dari dua skenario dengan nilai tertinggi (skenario sangat optimistik dan optimistik) adalah dukungan dari masyarakat, kemampuan SDM yang tinggi, kebijakan pemerintah yang adaptif dan implementasi yang efektif maka diharapkan apabila terumbu karang mengalami kerusakan akan segera pulih dan berfungsi kembali secara ekologi, sehingga mampu mendukung kehidupan masyarakatnya. Kebijakan pemerintah merupakan salah satu motor utama dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi, karena pada umumnya masyarakat masih lebih mementingkan kebutuhan jangka pendek (ekonomi) dibandingkan jangka panjang. Implikasi dari skenario ini adalah terumbu karang dan sumberdaya ikan akan tetap mampu bertahan dan tetap dapat dijadikan andalan mata pencaharian masyarakat karena motivasi dan partisipasi masyarakat yang tinggi.

Respon perikanan di kawasan Karimunjawa cenderung mengacu pada skenario optimistik yang dibuktikan dengan : (1) adanya recovery karang pada lokasi yang mengalami pemutihan,(2) komposisi ikan tangkapan mengalami sedikit perubahan dan penurunan net income per orang per hari yang tidak begitu besar (3) fungsi terumbu karang sebagai perlindungan pantai mengalami sedikit perubahan bahkan tidak terpengaruh dengan adanya pemutihan karang. Berdasarkan analisis yang dilakukan maka prioritas arahan strategis adaptasi dan mitigasi dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang lebih dititik beratkan pada pemulihan sumberdaya ikan dan karang melalui : (1) penegakan dan penatalaksanaan hukum dilakukan melalui peninjauan aturan dan regulasi yang berpotensi menimbulkan konflik dan bertentangan dengan norma konservasi, (2) peningkatan luasan zona inti, (3) peningkatan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan dengan penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi serta pelibatan masyarakat melalui pengembangan Community coastal management model, (4) peningkatan sumberdaya manusia, melalui peningkatan pendidikan, perbaikan mekanisme harga, pendampingan, pelatihan, bantuan material, penciptaan mata pencaharian alternatif khususnya yang bisa dilakukan saat nelayan tidak melaut seperti budidaya rumput laut, karamba jaring apung dan diikutsertakan dalam kegiatan pariwisata misalnya sebagai guide turis, juru masak, keamanan dan lain sebagainya, (5) pemulihan terumbu karang melalui rehabilitasi terumbu karang (misal : transplantasi karang, pengembangan daerah perlindungan berbasis masyarakat).

(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul penelitian ini adalah Analisis Ekologi Ekonomi Efek Pemutihan Karang Terhadap Sumberdaya Ikan (Studi Kasus Taman Nasional Karimunjawa, Provinsi Jawa Tengah).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Yaya Mulyana, Ir. Agus Dermawan, M.Si, Bapak Ir.M.Eko Rudianto, M.Bus.IT, dan Ibu Ir. Elvita Nezon, MM yang telah membantu dalam menyediaan pendanaan studi melalui COREMAP II dan mengijinkan penulis untuk mengikuti program ini.

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc, selaku Ketua Komisi, dan Bapak Ir. Zairion, M.Sc selaku Anggota Komisi.

3. Bapak Prof.Dr.Ir. Jamaludin Jompa, M.Sc, yang telah berkenan menjadi dosen penguji luar komisi pada sidang pasca sarjana penulis.

4. Program COREMAP II yang telah membantu mendanai sekolah dan penelitian sehingga penulis dapat mengikuti program magister ini.

5. Balai Taman Nasional Laut Karimunjawa yang telah memberikan ijin melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Laut.

6. Marine Diving Club Universitas Diponegoro dan Reef Check Indonesia yang telah berkenan berbagi data dan informasi mengenai Karimunjawa.

7. Dr.Tess Brandon dan Dr.Gang Liu (NOAA) yang bersedia membantu menyediakan data untuk penelitian ini.

8. Rekan-rekan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perhubungan Karimunjawa dan Kantor Kecamatan Karimunjawa, yang telah memberikan data dan informasi tentang kegiatan nelayan di Karimunjawa.

9. Rekan-rekan COREMAP II dan Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, yang telah memberikan bantuan, dukungan dan menjadi partner diskusi selama penulisan tesis ini.

10.Teristimewa suamiku, orang tua dan adik-adikku yang selalu memberikan doa, semangat dan dorongan, serta anak-anakku yang memberi motivasi dalam penyelesaian studi ini.

11.Rekan-rekan Mahasiswa SPL, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, meskipun tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi masyarakat yang membacanya dan menjadi barokah bagi penulis, Amin yaa Rabbal alamin.

Bogor, 03 September 2010

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwodadi pada tanggal 09 Juli 1977 dari ayah Muslich dan ibu Supiyati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro, lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke master pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Program COREMAP II, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

(13)

iii

2.1.1. Asosiasi Karang dengan Zooxanthella .... 6

2.1.2. Distribusi dan Faktor Pembatas Terumbu Karang ...….. 7

2.1.3. Ikan Karang ... 8

2.2. Fungsi Ekosistem Terumbu Karang ... 9

2.2.1. Fungsi Ekologi ... 9

2.2.2. Fungsi Ekonomi ... 9

2.3. Ancaman terhadap Ekosistem Terumbu Karang ... 11

2.4. Perubahan Iklim Dunia dan Terumbu Karang ... 12

2.5. Pemutihan Karang (Coral Bleaching) ... 13

2.6. Nilai Ekonomi Pemutihan Karang ... 18

2.7. Analisis Alokasi Upaya dan Perilaku Nelayan ... 21

2.8. Strategi Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Pemutihan Karang ... 22

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1. Metode penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 24

3.3.1. Data Biofisik... 24

3.3.2. Produksi Ikan ... 26

3.3.3. Sosial Ekonomi ... 26

3.4. Analisis Data ... 27

3.4.1.Analisis Kondisi Ekologi……...………….……….……..…... 27

3.4.2.Analisis Kondisi Ekonomi ... 31

3.4.3.Metode Penyusunan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang 33 3.4.4.Uji Validitas dan Reabilitas ... . 36

4. GAMBARAN WILAYAH STUDI ... 37

4.1. Kondisi Umum ... 37

4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 38

(14)

iv

4.2.3. Perekonomian ………... 40

4.3. Pemanfaatan Sumberdaya ... 40

4.4. Taman Nasional Karimunjawa dan Masyarakat ... 42

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1. Identifikasi dan Karakteristik Wilayah ... 44

5.2. Kondisi Biofisik ... 45

5.2.1. Suhu Permukaan Perairan ... 45

5.2.2. Anomali, Hotspots dan Degree of Heating Weeks ... 46

5.2.3. Terumbu Karang ... 49

5.2.4. Visual Sensus Ikan ... 53

5.3. Analisa Sumberdaya Ikan... 56

5.3.1. Analisa Kecenderungan Sumberdaya Ikan ... 57

5.3.2. Analisa Perubahan Sumberdaya Ikan ………... 59

5.4. Alokasi Upaya dan Perilaku Nelayan ... 62

5.4.1. Indeks Musiman Bulanan ... 62

5.4.2. Perhitungan Prakiraan Keuntungan ...………... 63

5.4.3. Perhitungan Penerimaan Nelayan ...………... 65

5.5. Keadaan Sosial Ekonomi ... 66

5.5.1. Karakteristik Responden ... 66

5.5.2. Persepsi Responden ...………... 67

5.6. Skenario Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan ... 71

5.6.1. Analisis Multi Criteria Disicion Making ... 72

5.6.2. Analisis Prospektif ...………... 79

6. SIMPULAN DAN SARAN ... 90

6.1. Simpulan ... 90

6.2. Saran ... 91

(15)

v

1. Potensi keuntungan bersih per tahun per Km

10 dari terumbu

karang dalam kondisi baik di Indonesia dan Filipina ...

2. Fungsi dan manfaat dari terumbu karang... 11

3. Status Level Pemutihan Karang... 17

4. Total nilai estimasi kerugian dari kegiatan wisata dengan adanya pemutihan karang di El Nido berdasarkan Net Present Value (NPV) selama periode 2000 - 2025... 19

5. Estimasi efek coral bleaching berdasarkan perhitungan valuasi ekonomi di Indian Ocean... 21

6. Jenis dan sumber data biofisik ... 24

7. Jenis dan sumber data sosial ekonomi ... 27

8. Matrik pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan sumberdaya di kawasan Taman Nasional Karimunjawa ... 33

9. Skala penilaian terhadap elemen-elemen permasalahan ... 34

10. Pedoman penilaian analisis prospektif ……….. 35

11. Matrik pengaruh dan ketergantungan ... ... 35

12. Data demografi Kecamatan Karimunjawa 2009 ... 38

13. Fungsi pelayanan setiap kawasan ... 39

14. Komposisi mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa 40 15. Jumlah armada penangkapan ikan per desa di kepulauan Karimunjawa ... 41

16. Jenis alat tangkap, musim (masa operasi) dan jenis ikan tangkap 42 17. Pengelompokan jenis ikan ……….. 54

18. Nilai indek keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ……... 55

19. Jenis ikan yang dikaji dalam penelitian ini ... 57

20. Analisis kecenderungan sumberdaya ikan ... 58

21. Perbandingan nilai hasil tangkapan per upaya sebelum karang dan sesudah pemutihan karang ... 60

22. Perbandingan nilai hasil upaya per unit area sebelum dan sesudah pemutihan karang ... 61

23. Sebaran karakteristik responden ... 67

24. Skenario faktor terpilih dalam pengelolaan terumbu karang di Karimunjawa ... 83

(16)

vi

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Anatomi polip karang ... 6

3. Feeding behavior Chaetodonthidae ... 9

4. Diagram proses pemutihan karang ... 14

5. Hipotesis kerangka ketahanan spasial hubungan perubahan iklim dan terumbu karang... 16

6. Grafik hubungan anomali suhu dengan lama waktu pemanasan ... 17

7. Kerangka hipotesa aliran perubahan iklim global terhadap ekologi dan sosial ekonomi ... 20

8. Kerangka hipotesis untuk mereduksi kerentanan terumbu karang karena kerusakan akibat peningkatan suhu ...…………....……... 23

9. Peta lokasi penelitian biofisik dan ekonomi ... 25

10. Kerangka pengambilan contoh sosial ekonomi ... 26

11. Grafik curah hujan bulanan ………...…………..………... 43

12. Grafik kunjungan wisata TN Karimunjawa …..……….. 40

13. Rekonstruksi suhu permukaan laut rata-rata tahunan ... 45

14. Kondisi sea surface temparature tahunan di kawasan Karimunjawa pada tahun 1997 - awal 2010 ... 46

15. Kondisi sea surface temparature mingguan di kawasan Karimunjawa pada tahun 1997 - 1999 ... 46

16. Perkembangan anomali suhu perairan tahun 1997 - 1998 ... 47

17. Anomali suhu perairan karimunjawa pada tahun 1997 - 1998 …... 47

18. Hotspot area Indonesia pada tahun 1997 - 1998 ………... 48

19. Gambar hubungan anomali dengan lama waktu pemanasan……... 48

20. Rata-rata hard coral cover diseluruh stasiun pengamatan pada kedalaman 3 m dan 10 m ... 49

21. Hard coral cover di stasiun pengamatan pada kedalaman 3 m dan 10 m ... 49

22. Histogram proporsi kemunculan hard coral dan soft coral di stasiun pengamatan ………. 50

23. Komposisi kemunculan living reef, non living reef dan RKC pada kedalaman 3 m (%)………. 51

(17)

vii

25. Histogram indek mortalitas karang keras di stasiun pengamatan .. 51

26. Kecenderungan recovery terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa ... 52

27. Grafik hubungan hard coral cover dengan anomali suhu ……….. 53

28. Histogram perbandingan antara ikan coralivorre, herbivore, carnivore dan benthic invertebrate ... 54

29. Rata-rata hasil tangkapan nelayan per upaya dalam 1 trip penangkapan (CPUE) tahun 1995 - 2009 ... 57

30. Kecenderungan hasil tangkapan per unit area ikan kakap, kerapu, betet dan ekor kuning tahun 1995 - 2009 ... 58

31. Perbandingan hasil tangkapan per upaya antara pre bleaching dan post bleaching ikan kerapu kakap, betet dan ekor kuning ... 59

32. Kecenderungan hasil tangkapan per unit area ikan kakap, kerapu, betet dan ekor kuning tahun 1995 - 2009 ... 60

33. Dinamika nilai indeks musiman ... 63

34. Dinamika CPUE dan RPUE ... ... 64

35. Perbandingan prakiraan nilai keuntungan ... 65

36. Perbandingan prakiraan perhitungan penerimaan nelayan ... 65

37. Persepsi responden ... 69

38. Struktur hirarki untuk analisis MCDM ... 74

39. Skor akhir kontribusi persepsi responden terhadap kriteria ekologi ... 75

40. Skor akhir kontribusi persepsi responden terhadap kriteria ekonomi ... 76

41. Skor akhir kontribusi persepsi responden terhadap kriteria sosial 77 42. Skor akhir kontribusi persepsi responden terhadap kriteria kebijakan ... 78

43. Skor akhir skenario pengelolaan perikanan berkelanjutan di TN Karimunjawa ... 78

44. Skor akhir skenario pengelolaan perikanan berkelanjutan di TN Karimunjawa berdasarkan kriteria ... 79

(18)

viii

1. Lokasi pemutihan karang di Karimunjawa... 100

2. Hubungan anomali suhu dengan recently killed coral (RKC) ... 100

3. Hubungan anomali suhu dengan indek kematian karang ... 100

4. Batasan suhu dan lama pemanasan yang berpotensi menimbulkan pemutihan ... 101

5. Data karakteristik responden nelayan Karimunjawa ... 101

6. Data karakteristik responden nelayan Kemujan dan Parang ... 102

7. Indeks musiman ikan kerapu dan kakap ... 103

8. Indeks musiman ikan betet dan ekor kuning ... 103

9. Perhitungan prakiraan keuntungan ikan kerapu ... 104

10. Perhitungan prakiraan keuntungan ikan kakap ... 105

11. Perhitungan prakiraan keuntungan ikan kakak tua ... 106

12. Perhitungan prakiraan keuntungan ikan ekor kuning ... 107

13. Data bobot persepsi responden untuk MCDM ... 108

14. Hasil analisis prospektif pengaruh langsung antar faktor ... 109

15. Pengaruh global, ketergantungan global dan kekuatan global tertimbang pada pengaruh langsung ... 110

16. Pengaruh tidak langsung antar faktor ... 111

17. Pengaruh total antar faktor sistem ... 112

18. Total pengaruh global, total ketergantungan global, kekuatan global dan kekuatan global tertimbang ... 113

19. Hasil tangkapan nelayan Karimunjawa ... 114

20. Pengumpulan data dan informasi ... 114

21. Uji validitas ... 115

(19)

ix

(20)

1.1. Latar Belakang

Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan fenomena yang menjadi perhatian dunia. Iklim yang sulit diprediksi dan perubahan suhu laut merupakan salah satu indikasi fenomena perubahan iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim menyebabkan lebih dari 30 % tumbuhan dan hewan mengalami peningkatan risiko kepunahan, perubahan kisaran penyebaran, kelangkaan, perubahan waktu reproduksi, apabila kenaikan temperatur global di atas 1.5-2.5°C (IPCC 2007).

Salah satu fenomena yang dijumpai pada ekosistem terumbu karang yang seringkali dianggap sebagai dampak dari perubahan iklim dan pemanasan global adalah pemutihan karang. Isu perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar kelangsungan hidup terumbu karang karena dapat terjadi berulang-ulang dalam wilayah yang luas (Baker &Romanski 2007). Pemutihan karang tahun 1997/1998 merupakan bencana terumbu karang yang terbesar, yang merusak sekitar 18% dari luas karang dunia termasuk Indonesia (Hughes et al. 2007) dan diperkirakan akan terjadi setiap tahun pada tahun 2030 (Hoegh-Guldberg 1999). Peristiwa tersebut diyakini akibat peningkatan durasi dan frekuensi El Nino karena pemanasan global (Brown &Suharsono 1990), atau kecenderungan pemanasan global yang lama (Sammarco 2006).

(21)

Pemutihan karang pada tahun 1998/1999 hanya menimpa beberapa kawasan Indonesia seperti bagian timur Sumatera (Kepulauan Riau), Jawa (Karimunjawa), Bali (Pulau Menjangan, Tulamben, Amed), dan Lombok, sehingga kurang mendapatkan perhatian yang cukup serius. Namun pada tahun 2010 pemutihan karang menyerang lebih dari 11 provinsi di Indonesia. Lokasi-lokasi yang mengalami pemutihan karang adalah Sabang, Padang, Morella dan Ratuhalat Ambon, Parigi Teluk Tomini, Lypah Amed dan Pemuteran Bali, Gili Air Lombok, Pulau Badi Spermonde Sulsel, Wakatobi Sultra, Kofiau dan Misool Papua Barat, Tabulolong Kupang dan Situbondo Jawa Timur (Jompa et al. 2010).

Bagi Indonesia, sebagai negara yang bergantung pada kekayaan alam, peristiwa coral bleaching akan menjadi permasalahan serius, karena dampak yang diakibatkannya tidak semata berhenti pada kematian massal koloni karang, namun juga dapat berakibat dalam banyak aspek, tidak terbatas pada aspek ekologis (perubahan utama pada struktur dan fungsi ekosistem, ancaman bagi pertumbuhan karang, kematian organisme terumbu karang berupa kematian massal ikan dan benthos), namun juga pada aspek sosial ekonomi masyarakat pesisir (Jompa et al. 2010). Beberapa tahun ke depan, peristiwa pemutihan karang dapat mengancam kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan yaitu nelayan. Kondisi tersebut akan menjadi lebih buruk apabila terdapat faktor kombinasi kerusakan karang seperti penangkapan ikan yang merusak, tidak ramah lingkungan, sedimentasi, pengembangan kawasan, pembukaan kawasan hutan dan lain sebagainya. Terjadinya gangguan terhadap terumbu karang akibat faktor perubahan iklim terhadap mata pencaharian tentunya akan dapat mengurangi pendapatan yang berdampak terhadap kesejahteraan nelayan. Atas dasar hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan pengkajian efek pemutihan karang terhadap sumberdaya ikan sebagai satu kesatuan ekologi dan ekonomi yang terintegrasi dengan masyarakat sebagai salah satu penerima manfaatnya.

1.2.Perumusan Masalah

(22)

Kerugian yang ditimbulkan akibat coral bleaching dari kegiatan pariwisata di Filipina diperkirakan USD 1.5 milyar per tahun (Cesar 2000), selanjutnya penelitian yang dilakukan di Bolinao, Pangasinan, Philipina dan Indian Ocean (Wesmascot et al. 2000) juga menunjukkan bahwa coral bleaching yang terjadi pada tahun 1997- 1998 memberikan efek yang signifikan terhadap nelayan tradisional yang hidupnya hanya menggantungkan pada hasil tangkapan ikan. Disisi lain, studi yang dilakukan oleh Mc Clanahan & Pet Soede (2000) di Kenya menunjukkan hasil yang berbeda, yang mana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara coral bleaching dengan penurunan produksi perikanan di Kenya.

Menilik dari dampak pemutihan karang yang masih belum jelas, maka hal yang perlu diketahui lebih lanjut adalah seberapa besar pengaruh pemutihan karang terhadap kondisi ekologi dan ekonomi masyarakat. Selain itu, seberapa besar kemampuan masyarakat dapat bertahan dan pulih kembali, serta kearifan lokal apa yang telah dilakukan oleh masyarakat selama ini dalam menghadapi pemutihan karang dan perubahan iklim global. Berdasarkan urian diatas maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah :

1. Peningkatan suhu global dapat meningkatkan frekuensi dan luasan pemutihan karang di perairan.

2. Pemutihan karang memberikan dampak terhadap biota yang hidup dalam ekosistem tersebut termasuk ikan, namun belum diketahui seberapa besar pengaruhnya.

3. Perubahan iklim akan mempengaruhi perilaku nelayan dalam melakukan penangkapan ikan.

4. Penurunan kelimpahan ikan perairan akan menurunkan jumlah hasil tangkapan nelayan, yang akan mempengaruhi pendapatannya.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi adanya pemutihan karang di Taman Nasional Karimunjawa. 2. Mengidentifikasi efek ekologi dan ekonomi nelayan di sekitar ekosistem

terumbu karang sebelum dan sesudah terjadinya pemutihan karang.

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan tentang dampak ekologi dan ekonomi pemutihan karang.

2. Memberikan bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan arah pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan dan berbasis mitigasi dan adaptasi dengan memperhatikan nilai sosial, ekonomi dan budayanya

1.5. Kerangka Penelitian

Interaksi dalam sistem pengelolaan perikanan karang melibatkan banyak dimensi, dalam dimensi ekologi terdapat keterkaitan antara lingkungan biofisik perairan, terumbu karang dan ikan karang dalam suatu keseimbangan ekologi. Tingginya ketergantungan masyarakat pesisir terhadap sumberdaya laut khususnya terumbu karang akan mempunyai dampak terhadap terumbu karang baik secara langsung maupun tidak.

Kerangka pikir yang mendasari penelitian ini adalah adanya peran dari faktor ekologi dan antropogenik terhadap faktor ekonomi, dalam kasus ini peningkatan suhu global akan mengakibatkan pemutihan karang yang memberikan konsekuensi ekologis (1) perubahan struktur dan fungsi ekosistem, (2) penurunan organisme penghuni terumbu karang. Identifikasi adanya pemutihan karang dilakukan dengan melihat perubahan data tutupan karang keras, dan identifikasi perubahan suhu. Identifikasi suhu permukaan perairan merupakan salah satu cara untuk mendeteksi adanya anomali suhu yang berkaitan erat dengan terjadinya pemutihan karang (Hoegh-Guldberg 1999)

(24)

pengambilan keputusan yang terbaik untuk pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa dan sekitarnya. Kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1 dengan lingkup adalah sebagai berikut : (1) mendeskripsikan kondisi lingkungan dengan mengidentifikasi perubahan suhu permukaan laut dan mendeteksi anomali suhu, (2) mendeskripsikan kondisi terumbu karang dengan melihat persentase tutupan karang keras, (3) mendeskripikan kondisi ikan dengan melihat kelimpahan jenis ikan dan keanekaragamannya, (4) mendeskripsikan kondisi hasil tangkapan nelayan dengan melihat produksi ikan berdasarkan alat tangkap, (5) menganalisis hubungan parameter suhu dengan tutupan karang keras, (6) menganalisis perubahan sumberdaya ikan, (7) menganalisis perubahan pendapatan nelayan, dan (8) menyusun rekomendasi pengelolaan ekosistem terumbu karang.

(25)

Terumbu karang merupakan struktur di dasar laut berupa deposit kalsium

karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan

berongga) atau Cnidari, dan yang disebut sebagai karang (coral) mencakup

karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa)

maupun kelas Hydrozoa. Karang batu (Scleractina) merupakan penyusun yang

paling penting dalam proses pembentukan terumbu karang (reef building corals).

Terumbu karang merupakan koloni dari ribuan hewan kecil yang disebut dengan polip yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung. Secara lebih detail anatomi dari karang dapat dilihat pada Gambar 2. Bagian-bagian tubuh polip terdiri atas: (1) mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi menangkap mangsa serta alat

pertahanan diri, (2) rongga tubuh (coelenteron) yang merupakan saluran

pencernaan (gastrovascular), (3) dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan

endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan.

Gambar 2 Anatomi polip karang (Levington 1995)

2.1.1. Asosiasi Karang dengan Zooxanthellae

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup koloni karang sangat tergantung

pada simbiosisnya dengan zooxanthelae. Zooxanthellae merupakan tumbuhan

bersel satu yang termasuk kedalam jenis dinoflagellata yang hidup di dalam

(26)

melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat, dan karbon dioksida

untuk keperluan hidup zooxanthellae. Adanya proses fotosintesa menyebabkan

bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut :

CO2 + H2O ⇔ H2CO3 ⇔ H+ + HCO3- ⇔ 2H+ + CO3

Diambil dari perairan Ca

2-

2+ + 2HCO3- Ca(HCO

3)2 ⇔ CaCO3 + H2CO

Karang memanfaatkan karbon yang terikat melalui proses fotosintesis yang menjadi salah satu sumber makanannya. Fotosintesa oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang

tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose.

3

2.1.2. Distribusi dan Faktor Pembatas Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang dapat dijumpai di kawasan tropis dan subtropis,

dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Kehidupan karang dibatasi oleh kedalaman, biasanya kurang dari 25 m. Pertumbuhan maksimum terumbu karang terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m, karena sifat hidupnya maka terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia

(Dahuri et al. 2001).

Distribusi dan pertumbuhan ekosistem terumbu karang tergantung dari beberapa parameter fisik, antara lain : (1) Kecerahan, tanpa cahaya yang cukup,

laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan membentuk terumbu (CaCO3)

juga berkurang. (2) Temperatur, terumbu karang tumbuh optimal pada kisaran

suhu perairan laut rata-rata tahunan antara 23- 250C. Karang hermatifik jenis

tertentu dapat bertahan pada suhu dibawah 200C derajat selama beberapa waktu

dan dapat mentolerir suhu sampai 360C, (3) Salinitas, spesies karang peka

(27)

dari laut lepas. Partikel sedimentasi dapat menutupi permukaan terumbu karang, sehingga berdampak negatif terhadap hewan karang dan biota yang hidup pada terumbu karang (Nybakken 1997).

2.1.3. Ikan Karang

Interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitat sangat erat. Kerusakan terumbu karang akan mengakibatkan penurunan jumlah populasi ikan diperairan karang. Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang (Hutomo & Adrim 1986). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Choat & Bellwood (1991) menyimpulkan bahwa terdapat 3 jenis pola interaksi antara ikan dengan terumbu karang, yaitu : (1) interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator terutama bagi ikan yang masih muda, (2) interaksi dalam mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup di karang termasuk alga, dan (3) interaksi tak langsung akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan sedimen.

English et al. (1997) mengelompokkan ikan karang menjadi (3) tiga

kategori yaitu :

1. Ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi.

Kelompok ikan ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae

(ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Siganidae (ikan beronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua), Caesionidae (ikan ekor kuning) dan Acanthuridae (ikan pakol).

2. Ikan indikator, yaitu ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator

kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu yang termasuk dalam kelompok ikan indikator yaitu famili Chaethodontidae (ikan kepe-kepe).

3. Ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai makanan, biasanya

berukuran kecil (5 - 25 cm), karakteristik pewarnaan yang beragam dan cerah sehingga dikenal sebagai ikan hias, sebagai contohnya famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu) dan Blennidae (ikan peniru).

Hal yang berbeda dinyatakan oleh Blum (1989) in Mireille & Vivien

(28)

tidak semua Chaetodontidae merupakan corallivores. Beberapa Chaetodontidae merupakan zooplanktivores atau prey pada noncoralline invertebrate dan hanya 2 sub genera yang exclusive corallivores yaitu Corallochaetodon dan Citharoedus (Gambar 3).

Gambar 3 Feeding behavior Chaetodonthidae (Blum 1989 in Mirella & Vivien 2000)

2.2. Fungsi Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang tersebar di hampir dua per tiga garis pantai Indonesia, merupakan potensi sumber daya alam yang tidak ternilai harganya secara langsung maupun tidak langsung baik dari segi ekologi maupun ekonomi.

2.2.1. Fungsi Ekologi

Ekosistem terumbu karang menyumbang berbagai biota laut seperti ikan

karang, mollusca, crustacean (Cesar 2000). Secara alami, terumbu karang dengan

ekosistem pesisir lainnya, merupakan habitat bagi berbagai jenis biota laut untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak, makan dan mencari makan, terutama spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Diperkirakan lebih dari

2500 jenis ikan dan 500 jenis karang yang hidup di dalamnya. Terumbu karang berfungsi menyediakan jasa biologi sebagai habitat dan suport mata rantai kehidupan, jasa biokimia (fiksasi nitrogen), jasa informasi (pencatatan iklim) dan jasa sosial budaya sebagai penyedia nilai keindahan, rekreasi dan permainan (Moberg & Folke 1999), serta pelindung pantai dari gelombang.

2.2.2. Fungsi Ekonomi

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pantai yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Menurut Munro & William in Dahuri et al.(2001) dari

(29)

kilometer perseginya terkandung ikan sebanyak 15 ton. Hampir sepertiga spesies

ikan laut dunia berada pada ekosistem terumbu karang (Mc Allister 1991 in

Moberg & Folke 1999) dan dari perdagangan ikan hias laut saja menghasilkan nilai USD 20 - 40 juta/tahun (Wood 1985 in Moberg & Folke 1999).

Terumbu karang memberikan kontribusi yang tinggi ke perikanan, yaitu menjamin rantai makanan, siklus hidup dan produktivitas serta penangkapan ikan di perairan lepas pantai dimana produktivias karang yang tinggi mendukung

kehadiran spesies ikan laut lepas (Clark 1992 in Mann 2000). Ikan, udang,

kepiting, bulu babi, teripang dan biota lain pada ekosistem terumbu karang dimanfaatkan manusia untuk dikonsumsi. Potensi keuntungan bersih per tahun per

km² dalam kondisi baik di Indonesia dan Filipina mencapai kisaran USD20 000 -

151 000 untuk kegiatan perikanan dan perlindungan pantai, sedangkan potensi pariwisata dan estetika diestimasikan sebesar USD23 100 - 270 000 (Tabel 1).

Tabel 1 Potensi keuntungan bersih per tahun per Km2

No

dari terumbu karang dalam kondisi baik di Indonesia dan Filipina

Penggunaan sumberdaya Kisaran produksi

Potensi 5 Nilai estetika dan keanekaragaman hayati 600 - 2000 individu 2400 -8000 Total perikanan dan perlindungan pantai 20000 - 151 000 Total potensi pariwisata dan estetika) 23 100 - 270 000 WRI (World Resources Institute) 2002

Driml (1994) in Moberg & Folke (1999) mengestimasi nilai ekonomi

terumbu karang dari kegiatan wisata di Great Barrier Reef mencapai

(30)

Folke 1999), dan bahan baku konstruksi bangunan (Matton & Defoor 1985 in

Moberg & Folke 1999).

Tabel 2 Fungsi dan manfaat dari terumbu karang

No Penulis Barang

16 Wood 1985 Perdagangan

akuarium - - - - Sumber penghidupa

n Sumber : Molberg & Folke (1999)

2.3. Ancaman terhadap Ekosistem Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yakni faktor fisik, biologis, dan aktivitas manusia (Hoegh-Guldberg et al. 2009).

Faktor fisik umumnya bersifat alami seperti perubahan suhu, badai, gelombang dan bencana alam seperti gempa dan tsunami. Faktor biologis, pemangsaan oleh

(31)

menjadi keruh dan proses fotosintesis terganggu, (3) pencemaran menyebabkan penurunan kualitas air yang menurunkan fungsi ekologis perairan, (4) eutrofikasi, (5) penambangan karang, (6) reklamasi pantai dan pengerukan pasir pantai, dan (7) aktivitas pariwisata yang tidak ramah lingkungan.

2.4. Perubahan Iklim Dunia dan Terumbu Karang

Terumbu karang dan pemanasan global mempunyai keterkaitan yang erat. Pemanasan global akan menimbulkan ancaman bagi kerusakan dan pemutihan terumbu karang, diantaranya :

1. Naiknya permukaan laut. Terumbu karang dengan kondisi sehat akan

mempunyai peluang lebih besar bertahan dengan naiknya permukaan laut yang telah diperkirakan kurang lebih 50 cm hingga tahun 2100, sebaliknya karang yang tidak sehat mempunyai kemungkinan tidak dapat tumbuh dan membangun kerangka secara normal.

2. Kenaikan Suhu. Kenaikan suhu laut 1–2°C diperkirakan terjadi tahun 2100,

bahkan telah terjadi kenaikan 0.5°C selama 2 dekade terakhir di daerah tropis (Strong et al. 2000 in Wesmascot et al.2000). Kenaikan suhu tersebut akan melebihi batas toleransi hampir semua jenis karang, dapat menaikkan frekuensi pemutihan (Hoegh Guldberg 1999). Peningkatan suhu juga akan meningkatkan radiasi sinar UV karena menipisnya lapisan ozon sehingga mempengaruhi tingkat kepekaan zooxanthellae bahkan dapat merusak sel-sel fotosintesisnya.

3. Berkurangnya tingkat pengapuran. Emisi global dari gas rumah kaca

meningkatkan konsentrasi karbon dioksida di atmosfir dan lautan, sehingga akan meningkatkan keasaman air, dan menurunkan tingkat pengapuran karang. Diprediksikan pada tahun 2050 tingkat pengapuran menurun hingga 14–30% (Hoegh-Guldberg 1999), yang mengurangi kemampuan terumbu untuk menyesuaikan diri dan pulih.

4. Perubahan pola sirkulasi lautan. Global warming dapat mempengaruhi pola

sirkulasi lautan dalam skala besar yang dapat mengubah distribusi dan transportasi larva karang (Wilkinson & Buddemeier 1994 in Wilkinson 2008).

Hal ini dapat berdampak pada perkembangan dan distribusi terumbu karang

(32)

5. Pertambahan frekuensi kejadian cuaca yang merusak. Perubahan pola tahunan atmosfir dapat mengakibatkan berubahnya frekuensi dan intensitas badai, serta pola presipitasi. Meningkatnya badai dapat mengakibatkan peningkatan kerusakan terumbu karang dan komunitas pesisir.

2.5. Pemutihan Karang (Coral Bleaching)

a. Pengertian dan mekanisme pemutihan karang

Pemutihan karang merupakan gangguan terhadap hubungan simbiosis

antara karang dan alga fotositesisnya (Hoegh-Guldberg 1999; Wilkinson et al.

1999 in Fine et al. 2002) sehingga warna karang menjadi pudar atau putih (Brown

1997 in Downs et al. 2002). Pemutihan karang disebabkan berbagai macam

faktor, diantaranya perubahan suhu, penyinaran matahari yang berlebihan, infeksi bakteri (Stone et al. 1999 in Downs et al. 2002), tekanan lingkungan seperti

peningkatan salinitas, sedimentasi, kecerahan, radiasi matahari (Fitt et al. 2001)

atau kombinasi faktor-faktor tersebut. Dalam hal pemutihan karang masal yang melibatkan banyak jenis karang dan areal luas, maka kenaikan suhu air laut merupakan faktor penyebab stress utama (Hoegh-guldberg 1999; Coles & Brow 2003 in Oliver et al. 2004).

Mekanisme pemutihan karang sampai saat ini masih belum banyak dimengerti, namun diperkirakan dalam kasus tekanan termal, kenaikan suhu

mengganggu kemampuan zooxanthellae berfotosisntesis. Jumlah zooxanthellae

berubah sesuai musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya

(Fitt et al. 2000), dalam keadaan normal, jaringan karang hidup mengandung

kurang lebih 1-5 x 106zooxanthellae cm-2 dan 2-10 pg klorofil a per zooxanthella. Ketika terjadi pemutihan, secara biologi karang kehilangan 60– 90% zooxanthelae dan kehilangan 50-80% pigmen fotosistesis (Glyn 1996). Karang yang mengalami pemutihan, mempunyai potensi terinfeksi penyakit lebih besar (Sokolow 2009). Secara fisiologi, mengganggu fotosintesa, produksi senyawa kimia, penurunan dan efisiensi fotosintesis zooxanthella, sedangkan secara ekologi merubah struktur

(33)

mati sehingga dapat mengubah struktur komunitas pada kawasan tersebut (Gambar 4).

Gambar 4 Diagram proses pemutihan kara

Perbedaan diantara spesies dalam kepekaannya terhadap gangguan merupakan aspek kritis dari dinamika komunitas, yang dapat mengarah pada perubahan struktur komunitas dan keberagaman spesies (Hughes & Connell 1999

in Marshall & Baird 2000, Mc Clanahan 2004). Meskipun, tidak semua spesies

terpengaruh langsung oleh adanya pemutihan karang (Cheal et al. 2008), namun

perubahan arah arus akan mempengaruhi supplai nutrien dan plankton yang akan mempengaruhi rantai makanan dan dinamika populasi ikan pada suatu kawasan

(Cheal et al. 2007), sedangkan peningkatan suhu akan secara langsung dapat

meningkatkan mortalitas larva ikan (Gagliano et al. 2007).

Matinya karang akan mengubah komposisi dan dinamika kehidupan ekosistem. Spesies ikan yang memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat

perlindungan, akan terekspose dan lebih mudah dimangsa predator. Jenis ikan tertentu yang memanfaatkan karang sebagai sumber makanannya dengan

memakan polip karang seperti butterfly fish akan mengalami penurunan yang

signifikan dan bahkan mulai menghilang, sementara spesies tertentu lainnya meningkat (Bergman & Öhman 2001), berubah komposisinya menjadi lebih

banyak ikan herbivora dibandingkan dengan ikan karnivora (Mohammed &

Mohundo 2002). Cole et al. 2009 memonitor perubahan perilaku dari ikan

pemakan koral Labrichthys unilineatus (Labridae) dan Chaetodon baronessa

(Chaetodontidae). Tiga hari setelah pemutihan terjadi peningkatan grazing,

(34)

b. Kejadian pemutihan karang

Kejadian pemutihan karang telah terjadi berulang-ulang (tahun 1983, 1987, 1991, 1995), yang melanda 60 negara pada kawasan tropis di Samudra

Pasifik dan India, serta di Laut Karibia (Wesmascot et al. 2000). Diperkirakan

pada tahun 2010, akan terjadi kerusakan karang sebesar 40% dan apabila kenaikan suhu terus berlanjut maka 58% terumbu karang akan hilang (Wilkinson 2008).

Pemutihan karang telah mengakibatkan kematian karang 70–99% di kawasan timur Afrika, Arab (kecuali Laut Merah bagian utara), Kep. Komoros, sebagian Madagaskar, Kep. Seychelles, selatan India, Sri Langka, Kep. Maldiva dan Kepulauan Chagos (Linden & Sporrong 1999). Pemutihan karang juga menyerang TN Biscayne, Florida (89%), Puerto Rico (50 - 75%), Kep.Virgin,

Kuba (Wilkinson et al. 1999), dan Great Barrier Reef dengan kematian karang

mencapai 70–80% (Goreau et al. 2000).

Kawasan Asia, seperti Filipina, Papua Nugini dan Indonesia juga mengalami pemutihan. Arus hangat yang berasal dari Laut China Selatan yang mengalir menuju Laut Jawa, Kepulauan Riau hingga Lombok pada tahun 1997/1998, menyebabkan terjadinya pemutihan karang pada kawasan timur Sumatera (Kep. Riau), Jawa (Kep. Seribu dan Karimunjawa), Bali (Menjangan, Tulamben, Amed), dan Lombok. Tercatat pula pemutihan karang di Karimunjawa

mencapai 43 % pada kedalaman 3 m khususnya jenis Acropora dan Galaxea,

sedangkan jenis Pachyseries, Hydnopora dan Galaxea tingkat kerusakannya 1 –

25% (Manuputty & Budiyono 2000). Tercatat pula, terumbu pada kawasan Indonesia bagian tengah selamat karena naiknya air dingin dari bawah laut.

c. Adaptasi karang terhadap perubahan iklim

Penelitian menunjukkan adanya perbedaan kepekaan terhadap perubahan

suhu, karang dengan pertumbuhan cepat (Acropora dan Pocillopora) lebih

banyak mengalami gangguan, apabila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan lambat (Poritid dan Faviid) (Marshall & Baird 2000). Daya tahan koral ditentukan

oleh bentuk fisiologisnya misalnya Scleractinian corals lebih fleksibel

dibandingkan dengan Octocorals (Baker & Romanski 2007) termasuk dengan

(35)

Pemutihan karang yang ekstensif dan masif, pada umumnya bertepatan dengan kehadiran udara panas dan anomali iklim seperti El Nino 1982/83 dan 1997/98, namun ada pula fenomena pemutihan karang terjadi tanpa kehadiran anomali tersebut. Hasil rekonstruksi Hadile &Ridd (2002) di salah satu gugus karang Great Barrier Reef menunjukkan bahwa fenomena pemutihan karang terjadi apabila suhu laut pada tahun tertentu lebih tinggi 0.37 ºC dari suhu laut tahun sebelumnya dan untuk menghindari terjadinya pemutihan, karang melakukan mekanisme aklimatisasi sebagai bentuk proses penyesuaian diri terhadap lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Jos C

Mieog et al. (2009), dimana simbiosis antara karang dan alga berfilogenik

merupakan kombinasi dengan toleransi suhu yang besar. Ketika terjadi peningkatan suhu laut, alga yang tidak tahan terhadap perubahan suhu tinggi akan pergi meninggalkan karang dan selanjutnya akan pulih kembali ketika penghuninya yang secara alami digantikan simbion alga yang lebih toleran.

Hal menarik, daerah yang telah terkena pemutihan karang tahun 1983, 1987, 1992, dan 1993, selamat dari peristiwa pemutihan karang tahun 1997, sementara

daerah yang tidak pernah terkena sebelumnya mengalami kerusakan (Goreau et

al. 2000). Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Obura (2004), yang merumuskan suatu hipotesis kerangka hubungan antara

perubahan iklim dan ketahanan spasial dari pemutihan karang (Gambar 5).

(36)

e. Identifikasi pemutihan karang

Anomali suhu permukaan laut dapat digunakan untuk melihat resiko kejadian pemutihan karang (Strong e al. 1997 in Marshall & Baird 2000). Done et

al. (2003) dan Mc Clanahan et al. (2009) menggunakan Degree Heating Weeks

(DHWs) yang dikeluarkan NOAA untuk mencari hubungan antara perubahan iklim dengan pemutihan karang (Gambar 6), yang ternyata terdapat hubungan antara peningkatan suhu dengan pemutihan karang. Peningkatan temperature 1°C dalam waktu lebih dari empat minggu akan mengakibatkan stres pada terumbu karang dan peningkatan suhu 2°C dalam waktu tiga minggu akan mengakibatkan pemutihan karang.

Gambar 6 Grafik hubungan antara anomali suhu dengan lama waktu pemanasan (Marshall & Schuttenberg 2006)

Secara lebih rinci status hubungan antara anomali suhu dan status level pemutihan karang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Status level pemutihan karang

No Level pemutihan Hot spot dan Degree of

Heating Week (DHWs) Keterangan

1 No stress Hot spot ≤ 0 Koral dalam kondisi baik tanpa

tanda-tanda stres 2 Bleaching watch

0 < Hot spot < 1

Temperatur berada di atas suhu rata-rata maksimum, tapi koral belum mengalami stres 3

Bleaching warning 1 ≤ Hotspot and 0 < DHWs < 4 Fase awal stres karang karena

perubahan suhu 4 Bleaching Alert

Level 1 1 ≤ Hotspot and 4 ≤ DHWs < 8

Koral stres, mulai menunjukkan tanda pemutihan

5 Bleaching Alert

Level 2 1 ≤ Hotspot and DHWs ≥ 8

Koral stres, tanda pemutihan makin parah dan menuju kematian

Sumber : NOAA (2006)

(37)

2.6. Nilai Ekonomi Pemutihan Karang

Wilkinson et al.1999 melakukan estimasi nilai ekonomi yang hilang akibat

pemutihan karang dengan membuat 2 alternatif skenario yaitu optimistik dan pesimistik. Asumsi yang digunakan skenario optimistik adalah : (1) terjadi sedikit perubahan terhadap lama waktu kunjungan, penurunan kunjungan wisata yang tidak mempengaruhi penghasilan pekerja sektor wisata (sedikit penurunan); (2) komposisi spesies ikan tangkapan mengalami sedikit perubahan (produksi ikan tangkapan yang didominasi ikan herbivora, penurunan jumlah ikan hias); (3) fungsi terumbu karang sebagai perlindungan pantai mengalami sedikit perubahan bahkan tidak terpengaruh dengan adanya pemutihan karang.

Asumsi yang digunakan dalam skenario pesimistik adalah : (1) terjadi perubahan terhadap lama waktu kunjungan, penurunan kunjungan wisata menurunkan jumlah penghasilan pekerja sektor wisata; (2) produksi ikan tangkapan mengalami penurunan cukup besar dengan adanya pemutihan karang; (3) fungsi terumbu karang sebagai perlindungan pantai mengalami penurunan, bahkan mengakibatkan terjadinya erosi pantai. Mengacu pada 2 skenario tersebut diestimasikan nilai ekonomi akan hilang akibat adanya pemutihan karang terhadap kegiatan pariwisata, perikanan dan lainnya.

(1) Kegiatan Wisata

Terumbu karang yang menarik dan sehat akan menjadi daya tarik utama wisatawan khususnya kegiatan penyelaman. Pemutihan karang, dalam jangka pendek memberikan efek dramatis terhadap kegiatan wisata. Kerugiaan yang timbul dari pemutihan karang mencakup a) penurunan kunjungan wisatawan, b) berubahnya tujuan wisata, c) penurunan pendapatan masyarakat, d) penurunan nilai kepuasan wisatawan, e) penurunan nilai keindahan yang merubah status dan reputasi suatu kawasan.

(38)

Tanzania, berdasarkan hipotesis WTP (Willingness to pay), financial cost dari pemutihan karang di Zanzibar pada tahun 1998-1999 diperkirakan USD 3.8 juta, sedangkan untuk Mombasa sebesar USD 29.2 juta.

Wisata dengan menggunakan kapal kaca dan snorkeling di Sri Lanka

mengalami kemerosotan yang signifikan. Kerugian yang timbul akibat

pemutihan karang pada aktivitas penyelaman di Palau ditaksir mencapai USD 350 000 dalam setahun. Nilai ekonomi yang hilang dari kegiatan wisata

di Great Barrier Reef sebesar USD 1.5 juta, USD 2.5 juta dari terumbu karang di Florida (Birkeland 1997) dan USD 140 juta dari terumbu karang Caribia

(Jameson et al. 1995). Sementara itu, Cesar (2000) menyatakan bahwa nilai

kerugian akibat pemutihan karang dari kegiatan pariwisata di El Nido, Philippina ditaksir berkisar USD 6 - USD 7 juta tergantung pada suku bunga, dan apabila kerusakan tersebut bersifat permanen maka nilai kerugiannya akan lebih tinggi (Tabel 4).

Tabel 4 Total nilai estimasi kerugian dari kegiatan wisata dengan adanya

pemutihan karang di El Nido berdasarkan Net Present Value

(NPV) selama periode 2000 - 2025 (000 USD)

Keterangan kehilangan Nilai

(USD)

NPV permanen NPV tidak tetap 3% suku

Penghitungan nilai kerugian untuk kegiatan perikanan relatif lebih sulit dibandingkan dengan pariwisata. Pemutihan karang akan memberikan dampak secara langsung terhadap kegiatan pariwisata, nilai keindahan terumbu karang menjadi berkurang sehingga secara langsung mengakibatkan

kujungan wisatawan berkurang. Sedangkan perikanan, pemutihan karang tidak memberikan efek secara langsung, namun jangka panjang.

(39)

pemutihan karang dengan penurunan produksi perikanan di Kenya. Kenaikan suhu dan pemutihan karang diduga memberikan pengaruh terhadap perubahan komposisi dan kelimpahan ikan. Dengan terjadinya perubahan struktur komunitas karang yang lebih didominasi oleh ikan herbivora, secara ekonomi cenderung merugikan nelayan tradisional karena dipasaran harga ikan herbivora relatif lebih rendah dibanding dengan jenis ikan lainnya (Wesmascot et al. 2000).

Efek pemutihan karang terhadap hasil tangkapan ikan akan lebih tampak apabila terdapat kombinasi antara pemutihan karang dengan penangkapan ikan berlebih. Gambar 7 merupakan kerangka hipotesis perubahan iklim global terhadap ekologi dan ekonomi.

(40)

Penelitian yang dilakukan di Pulau Zanzibar dan Mafia, Tanzania menyebutkan bahwa tutupan karang di Mafia mengalami penurunan dari 73% menjadi 19% dan di Zanzibar juga mengalami penurunan dari 46 % menjadi 32%. Selanjutnya, dilaporkan pula akibat dari pemutihan karang belum memberikan efek yang nyata terhadap hilangnya pendapatan masyarakat, efek yang signifikan akan terjadi apabila masyarakat hanya mengantungkan hidupnya pada terumbu karang.

(3) Penyedia Jasa Lainnya

Penyedia jasa lainnya : mengasumsikan nilai terumbu karang sebagai

perlindungan pantai mengacu pada Wilkinson et al. 1999 sebesar USD

174/ha/tahun dan sebagai penyedia jasa lainnya sebesar USD 97/ha/tahun. Berdasarkan skenario pesimistik, nilai total kerusakan selama lebih dari 20 tahun diestimasikan sebesar USD 8 juta, erosi pantai (USD 2.2 juta), pariwisata (USD 3.3 juta), dan perikanan (USD 1.4 juta). Sedangkan berdasarkan optimistik skenario nilai kerugian yang timbul diperkirakan mencapai USD 0.5 juta. Tabel 5 menjelaskan estimasi secara keseluruhan nilai yang hilang akibat adanya pemutihan karang di Indian Ocean. Berdasarkan optimistik skenario nilai ekonomi yang hilang sebesar USD 608 juta, sedangkan pesimistik skenario sebesar USD 8 026 juta.

Tabel . 5. Estimasi efek pemutihan karang berdasarkan perhitungan valuasi ekonomi di Indian Ocean 20 tahun kedepan.

No Keterangan Skenario Optimistik (USD Milyar) Skenario Pesimistik (USD Milyar)

1 Sumber makanan (Perikanan) 0 1 361

2 Pariwisata dan rekreasi 494 3 313

3 Perlindungan pantai 0 2 152

4 Jasa lainnya 114 1 200

Total 608 8 026

Sumber : Wilkinson et al. 1999

2.7. Analisis Alokasi Upaya dan Perilaku Nelayan

Pengelolaan suatu sumberdaya perikanan yang berkelanjutan harus mempertimbangkan aspek ekologi, biologi maupun sosial, termasuk didalamnya integrasi antara dinamika armada perilaku serta regulasi atau peraturan yang

berlaku. Hilborn (1985) in Bene & Tewfik (2000) menggambarkan bahwa

(41)

nelayan di Canada. Pada kasus tersebut terlihat bahwa penurunan sumberdaya ikan Cod dan Salmon pada kawasan tersebut terjadi bukan karena ketidaktahuan nelayan dalam mengelola stok ikan, tetapi lebih karena faktor luar dan kurangnya pemahaman terhadap bioekologi kedua ikan tersebut serta pengaturan nelayan. Sementara, Glantz & Thompson (1981) in Bene &Tewfik (2000) menunjukkan dengan pengelolaan perikanan berkelanjutan akan terlihat penurunan tangkapan ikan ancovy tahun 1971 bukan disebabkan adanya El Nino melainkan karena penerapan regulasi penangkapan ikan yang mengurangi jumlah armada dan alat tangkap.

Pendekatan analisis sistem dalam menentukan alokasi upaya penangkapan dan perilaku nelayan merupakan kerangka analisis multidisipliner terpadu untuk menganalisa interaksi antara komponen berbeda dari pengusahaan suatu sumberdaya perikanan. Pemahaman nelayan terhadap perubahan biologi, ekonomis dan kebijakan dapat digunakan sebagai masukan upaya pengelolaan sumberdaya. Keistimewaan analisis ini adalah data yang digunakan dapat berupa data harian, bulanan, atau tahunan tergantung kepada fenomena yang diamati. Disamping itu, dapat juga digunakan data kuantitatif seperti data hasil penelitian sebelumnya dan data pribadi yang tidak dipublikasikan untuk menggambarkan karakteristik sosial dari objek pengamatan (Bene & Tewfik 2000).

2.8. Strategi Mitigasi dan Adaptasi terhadap Pemutihan Karang

(42)

sistem dalam masyarakat dan Ecosystem-Based Management merupakan salah satu manajemen pendekatan inovatif untuk mengatasi masalah tersebut karena menganggap seluruh ekosistem, termasuk manusia dan lingkungan, merupakan isu pengelolaan sumber daya yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaannya.

Gambar 8. merupakan kerangka untuk mengatasi efek global climate change

khususnya pemutihan karang berbasis adaptasi dan mitigasi melalui peningkatan ketahanan ekologi dan sosial.

(43)

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian survei (Hasan 2002). Observasi dilakukan terhadap responden dari populasi nelayan untuk mengetahui kondisi, sifat dan fenomena pemutihan karang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Fokus penelitian ini adalah mengetahui kondisi eksisting secara ilmiah efek pemutihan karang terhadap ekologi dan ekonomi. Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional (TN) Karimunjawa, Jawa Tengah, dengan pertimbangan : (1) terumbu karang dikawasan ini berperan menunjang perekonomian, sehingga kerusakan terumbu karang akan berdampak terhadap ekonomi, (2) pemutihan karang di Karimunjawa diduga karena kenaikan suhu, (3) merupakan Taman Nasional yang mencakup wilayah perairan laut dan darat, (4) mayoritas penduduknya adalah nelayan. Penelitian dilaksanakan pada April - Mei 2010.

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Data Biofisik

Data biofisik dibatasi pada data suhu permukaan laut, tutupan karang dan

visual sensus ikan. Data suhu permukaan laut diperoleh dari World Ocean

Database NOAA. Tutupan karang dan visual sensus ikan merupakan data sekunder hasil survey TN Karimunjawa, WCS, MDC UNDIP, dan Reef Check Indonesia dari tahun 1997 - 2006. Secara lebih jelas mengenai metode pengumpulan data biofisik dapat dilihat pada Tabel 6 dan ruang lingkup spasial

penelitian disajikan pada Gambar 9.

Tabel 6 Jenis dan sumber data biofisik

No Jenis Data Sumber Data Satuan Metode Pengumpulan Data 1. Suhu permukaan

karang BTN Karimunjawa MDC UNDIP Reefcheck Indonesia

% Studi literatur/laporan (transek kuadrat)

3. Data ikan karang BTN Karimunjawa MDC UNDIP Reefcheck Indonesia

(44)
(45)

3.3.2. Produksi Ikan

Pengamatan ikan hasil tangkapan dilakukan dengan mendata hasil tangkapan, alat tangkap, komposisi spesies dan harga spesies ikan tertentu. Data yang digunakan adalah data time series hasil tangkapan ikan sebelum dan sesudah pemutihan karang (dari tahun 1996 – 2008). Data produksi ikan diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa.

3.3.3. Sosial Ekonomi

Pengumpulan data primer untuk kategori sosial ekonomi dilakukan dengan wawancara terhadap beberapa responden kunci yaitu nelayan dari desa-desa TN Karimunjawa. Kerangka pengambilan contoh sosial ekonomi disajikan pada Gambar 10, . dari 2944 nelayan yang ada diambil sebanyak 61 responden yang dijadikan target wawancara. Data yang diambil antara lain komponen sosial ekonomi nelayan, pendapatan nelayan, aktivitas penangkapan ikan, aktivitas

pemanfaatan ekosistem terumbu karang oleh masyarakat, aspek produksi, tingkat harga, biaya operasi dan kelembagaan nelayan serta data karakteristik masyarakat yaitu : umur, mata pencaharian, pendapatan, pendidikan persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan perikanan.

Gambar 10 Kerangka pengambilan contoh sosial ekonomi

(46)

Tabel 7 Jenis dan sumber data sosial ekonomi

No. Responden Jenis Data Sumber Data Alat yang Digunakan Data Primer

1. Nelayan a. Identitas responden b. Jumlah tanggungan

Wawancara Kuisioner

2. Pengambil kebijakan

a. Identitas responden b. Program PEMDA dan

BTNKJ

Wawancara Kuisioner

Data Sekunder 3. Kondisi umum

daerah dan lokasi penelitian

a. Keadaan geografis (Letak dan luas wilayah) b. Keadaan iklim c. Keadaan administrasi d. Keadaan sosial ekonomi

(Demografi dan Aksesibilitas) e. Potensi kawasan dan

ekosistem

3.4.1. Analisis Kondisi Ekologi

Analisis ini digunakan untuk menjawab hipotesis terjadinya gejala penurunan sumberdaya baik secara ekologi sebagai akibat adanya pemutihan karang. Kondisi ekologi yang akan dianalisis, antara lain :

(1) Suhu Permukaan Laut

Kajian suhu permukaan laut dilakukan secara visual dalam rentang waktu tertentu. Suhu permukaan laut diperoleh dari satelit NOAA 13 dengan sensor

Advance Very High Resolution Radiometer (AVHRR) dari tahun 1990 - 2009 dalam format HDF4 dengan file cortad_row04-col12.hdf yang telah disortasikan

untuk wilayah kajian oleh Tim World Ocean Data Base NOAA. Data dapat di

(47)

gambaran awal rekonstruksi rata-rata suhu permukaan laut diolah dengan menggunakan NOMADS Las Server. Data tersebut selanjutnya diolah dan

diinterprestasikan menggunakan program Coastal watch utilities ver 3.2 untuk

mengetahui anomali suhu yang terjadi dan lama waktu pemanasan (DHWs).

(2) Data Tutupan Karang

Analisis data tutupan karang dilakukan secara visual dengan

membandingkan proporsi kemunculan living reef, non living reef dan recently

killed coral (RKL) sebelum pemutihan (1997), saat pemutihan (1999) dan

sesudah pemutihan (2001). Perbandingan antara karang keras dan karang lunak juga dilakukan untuk mengetahui perubahan komposisi substrat dasar sebelum sebelum pemutihan (1997), saat pemutihan (1999) dan sesudah pemutihan (2001).

(3) Ikan

Ikan yang dianalisis merupakan ikan yang mempunyai keterkaitan dengan

terumbu karang yaitu familia Chaetodonthidae, Scaridae, Haemulidae, Serranidae, Lutjanidae dan Labridae. Analisis data dilakukan dengan melakukan sortasi

terhadap data fish visual sensus yang dilakukan oleh MDC UNDIP dan Reef

Check. Hasil análisis disajikan dalam bentuk grafik komposisi antara dengan

membandingkan antara coralivore, carnivore, herbivore dan bentic intertebrata

pada kondisi sebelum pemutihan (1997), saat pemutihan (1999) dan sesudah

pemutihan (2001).

(4) Pemutihan Karang

Identifikasi lokasi pemutihan karang di Taman Nasional Karimunjawa didasarkan pada identifikasi yang telah dilakukan oleh Razak (1998) dan Manuputty & Budiyono (2000). Analisis pemutihan karang dilakukan dengan melakukan komparasi suhu permukaan laut dengan data tutupan karang keras sehingga akan diketahui adanya anomali suhu. Anomali perairan ini penting untuk mengetahui tingkat stres terumbu karang. Faktor anomali didasarkan pada

penyimpangan suhu yang berada di atas 1°C. Anomali yang dikaji adalah anomali

yang bersifat positif bukan anomali yang bersifat negatif, karena berdasarkan

beberapa penelitian yang sebelumnya menduga bahwa pemutihan karang di TN

(48)

(5) Kecenderungan Sumberdaya Ikan

Untuk menduga parameter biologis dan status sumberdaya ikan karang maka digunakan time series dari produksi dan upaya penangkapan. Data ikan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ikan hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di perairan Karimunjawa dari tahun 1995 sampai 2009. Analisis kecenderungan sumberdaya ikan dilakukan terhadap 4 jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang yang dominan tertangkap pada kawasan penelitian ini, yaitu : (1) ikan ekor kuning (Caesio cuning, Caesionidae), (2) kerapu (Serranidae),

(3) kakap merah/bambangan (Lutjanidae), dan (4) betet/kakak tua (Parrot fish,

Scaridae).

a. Hasil tangkapan per upaya

Catch per unit of effort (CPUE) dari setiap jenis ikan yang tertangkap

diklasifikasikan berdasarkan alat tangkap yang digunakan yaitu bubu (kg/orang/

trap), jaring (kg/orang/trip) dan pancing (kg/orang/trip). Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) mencerminkan perbandingan antara hasil tangkapan dengan unit effort yang dicurahkan. Data produksi pertahun dibagi dengan upaya penangkapan pertahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus perhitungan CPUE

adalah sebagai berikut :

Keterangan :

CPUEti

Y

: CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (kg/orang/trip)

ti

E

: hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (kg)

ti : upaya penangkapan pada waktu t jenis ikan ke-i (trip)

b. Hasil tangkapan per unit area

Analisa terhadap hasil usaha per unit area (kg/orang/Km²) yang

dideterminasikan sebagai total estimasi penangkapan sesuai dengan fishing

ground juga dilakukan untuk mengetahui jumlah biomasa (dalam kilogram) yang

diekstrak dari suatu kawasan. Formula yang digunakan sebagai berikut :

(2)

Keterangan :

Gambar

Grafik hubungan
Grafik hubungan hard coral cover dengan anomali suhu ………..
Gambar 1 dengan lingkup adalah sebagai berikut : (1) mendeskripsikan kondisi
Gambar 3   Feeding behavior Chaetodonthidae (Blum 1989 in Mirella & Vivien 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara pola makan dan status gizi dengan terjadinya

[r]

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Nomor : SPP/09-Kons.RM/VI/ 2014/Pan tanggal 13 Juni 2014 tentang Penetapan pemenang Konstruksi Pembangunan Dormitory III

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Keluaran PNS yang mengikuti pelatihan / kursus singkat / Bimtek 28 orang Hasil Meningkatnya kualitas aparatur pada DKI-PDE Provinsi Riau 28 orang Kelompok Sasaran Kegiatan : -.

Segala pujian hanya untuk Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah, kekuatan serta ketabahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Atas penghentian pengakuan aset keuangan terhadap satu bagian saja (misalnya ketika Grup masih memiliki hak untuk membeli kembali bagian aset yang ditransfer),

Program Persiapan SBMPTN, SIMAK UI, dan Ujian Mandiri – Bimbingan Alumni