DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI
KEC. LUBUK PAKAM KAB. DELI SERDANG TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
MEILIN NOVITA SIAHAAN 121021086
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Dukungan suami dalam pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki sosial budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk pemberian imunisasi pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang memiliki bayi sebanyak 50 orang. Data karakteristik, dukungan instrumental suami, dukungan informasional suami, dukungan emosional suami dan kelengkapan imunisasi suami diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secaradeskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan Instrumental suami terhadap penyediaan materi dan pelayanan imunisasi bayi berada pada kategori kurang yaitu sebesar 52,0%, Sebagian besar dukungan Informasional suami terhadap pemberian informasi dan pengetahuan imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 86.0%, Sebagian besar tindakan suami terhadap dukungan Emosional suami dalam mendukung imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 64.0%. Sebagian besar terhadap Kelengkapan imunisasi bayi berada pada kategori sedang 68.0%.
Dan disarankan kepada Kepala Puskesmas Pagar Jati agar mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah bayi yang tidak imunisasi dan langsung memberikan penyuluhan kepada suami mengenai imunisasi.
ABSTRACT
The Husbands’ support in giving babies immunization is the one of important element in immunization range improvement. It is affected by a considerable part of Indonesian who have patrilineal culture. It is an action of putting the men position that higher than women position and it is concluded in taking decisions to give babies immunization. The aim of this study is to find out the reason how far the support of husbands towards the completeness of baby immunization in Clinic area of Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
This study conducts the descriptive study by using Simple random sampling. The sample of this study is husbands who has baby with total 50 persons. Characteristics data, Husbands instrumental support, husbands informational support, husbands emotional support and immunization completeness of husbands are taken by applying questionnaire sheet. After collecting the data, it is analyzed in descriptive way and displayed in frequency distribution table.
The result of this study shows that most of husband instrumental support in providing the material and baby immunization services is indicated on low category, i.e 52%, most of husbands informational support in giving information and babies immunization knowledges is indicated on middle category, i.e 86.0%, then, most of husbands emotional support in supporting baby immunization is on middle category, i.e 64%. The biggest category is pointed on baby immunization completeness that indicates on 68%.
The Head of Clinic of Pagar Jati is suggested to improve the immunization employee of clinic to visit the babies’ home who did not get immunization and giving illumination to the parents especially for husbands in knowing the immunizations.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Meilin Novita Siahaan
Tempat Lahir : Lubuk Pakam, Pagar Jati
Tanggal Lahir : 13-05-1988
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : L. Siahaan
Suku Bangsa Ayah : Indonesia
Nama Ibu : U.Siagian
Suku Bangsa Ibu : Indonesia
Riwayat Pendidikan
Tahun 1994 – 2000 : SD HKPB Pagar Jati,Lubuk Pakam
Tahun 2000 – 2003 : SMP HKBP jl.Imam Bonjol, Lubuk Pakam
Tahun 2003 – 2006 : SMA RK.Serdang Murni, Lubuk Pakam
Tahun 2006 – 2009 : DIII Keperawatan Santa Elisabeth Medan
Tahun 2012 – 2015 : S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan
Riwayat Pekerjaan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan cinta kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI, KECAMATAN LUBUK PAKAM, KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015”.
Sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Dengan ini segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan ini
dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Drs. Heru Santosa MS. Ph. D selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Bapak Drs. Tukiman, MKM. Selaku Kepala Departemen Pendidikan dan
Ilmu Perilaku.
4. Ibu Dra. Syarifah, MS dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan
keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam
5. Bapak Drs. Tukiman, MKM dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan
skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan.
7. Ibu dr. Karo Malem selaku Kepala Puskesmas Pagar Jati yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Puskesmas Pagar Jati, Lubuk
Pakam.
8. Pegawai dan Petugas yang memegang program imunisasi di Puskesmas Pagar
Jati, Lubuk Pakam yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan
selama melakukan penelitian.
9. Teristimewa kepada orang tua saya Ayahanda Lukman Siahaan dan Ibunda Udur Siagian. Kakak tersayang Murniati Nova Yunita Siahaan, Am.Keb, Abangku Herman irwanto Siahaan, adik-adikku (Hengki Loling Siahaan, Hilton Irfan Siahaan, Hipron Oki Siahaan) untuk Doa, perhatian, kasih sayang dan dukungannya yang tak tergantikan yang diberikan kepada penulis.
10. Terkhusus Abang Indra Buana Sinaga yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan, nasehat, Doa, perhatian dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis.
11. Teman yang telah bersama sejak awal penyusunan skripsi di FKM USU
12. Para teman seperjuangan Peminatan PKIP atas dukungan selama studi dan
menyelesaikan skripsi ini.
13. Buat adik-adik aku Rijal Parulian Saragih, Widya Astuti Tanjung, Rani Azhari Koto, Herna Monalisa Hura, Friska Yanti, Dian Qumairoh Panjaitan yang selalu berjuang untuk menyelesaikan studi PBL selama 3 bulan diBukit Lawang.
14. Buat adik-adik aku Gabriela Paula Hasian Malau dan Agustya, yang selalu bersama dalam menyelesaikan program studi LKP selama 1 bulan.
15. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja
sama dan doanya.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini
bermanfaat untuk pengembangan ilmu, bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, 2015
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.1. Pengertian perilaku Kesehatan ... 10
2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial ... 11
2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial ... 12
2.1.4. Cakupan dukungan sosial ... 13
2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial ... 13
2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial ... 17
2.1.7. Bentuk dukungan sosial ... 19
2.1.8. Dampak dukungan sosial ... 19
2.1.10. Kategori dukungan sosial ... 21
2.2. Suami ... 22
2.2.1. Defenisi Suami ... 22
2.2.2. Peran Suami ... 22
2.3. Imunisasi ... 23
2.3.1. Pengertian Imunisasi ... 23
2.3.2. Tujuan Imunisasi ... 23
2.3.3. Manfaat Imunisasi ... 24
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar bayi ... 24
2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi ... 28
2.3.6. Dukungan Suami dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi ... 34
2.4. Perilaku ... 35
2.6.1 Tugas Keluarga dibidang Kesehatan ... 43
2.6.2 Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga ... 44
2.6.3 Dukungan Keluarga ... 45
2.7 Landasan Teori ... 46
2.8 Kerangka konsep ... 48
BAB III METODE PENELITIAN ... 49
3.1. Jenis Penelitian ... 49
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 49
3.2.2. Waktu Penelitian ... 50
3.3. Populasi dan Sampel ... 50
3.3.1. Populasi ... 50
3.3.2. Sampel ... 50
3.4. Metode Pengumpulan Data... 51
3.4.1. Data Primer ... 51
3.4.2. Data Sekunder ... 51
3.5. Definisi Operasional ... 52
3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen Penelitian ... 53
3.6.1. Aspek Pengukuran ... 53
3.6.2. Instrumen Penelitian ... 56
3.7.1. Metode Pengolahan Data ... 56
3.7.2. Analisa Data ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58
4.1.1 Gambaran Geografis dan Demografis ... 58
4.2 Analisa Univariat Karakteristik Responden ... 59
4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 59
4.3 Dukungan Instrumental Suami ... 60
4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 60
4.3.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 62
4.4 Dukungan Informasional Suami ... 63
4.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasional Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 63
4.4.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Informasional Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 65
4.5 Dukungan Emosional Suami ... 65
4.5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan)... 65
4.5.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan)... 66
4.6 Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 67
4.6.1 Distribusi Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 67
4.6.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 68
BAB V PEMBAHASAN ... 68
5.1. Karakteristik Suami ... 69
5.1.1 Umur ... 69
5.1.2 Pendidikan ... 70
5.1.3 Pekerjaan ... 71
5.1.4 Penghasilan ... 72
Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 74
5.1.7 Karakteristik Responden tentang dukungan emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan) ... 76
5.1.8 Karakteristik Kelengkapan Imunisasi ... 79
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
6.1. Kesimpilan ... 81
6.2. Saran ... 82
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Respoden...59
Tabel 4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental
Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)...60
Tabel 4.3.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental
Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)...62
Tabel 4.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasional
Suami (Pemberian Informasi dan Pengetahuan)...63
Tabel 4.4.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Informasional
Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan)...64
Tabel 4.5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional
Suami (Rasa Empati dan Diperhatikan)...65
Tabel 4.5.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Emosional
Suami (rasa empati dan diPerhatika)...66
Tabel 4.6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi
bayi ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Output hasil
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Dukungan suami dalam pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki sosial budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk pemberian imunisasi pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang memiliki bayi sebanyak 50 orang. Data karakteristik, dukungan instrumental suami, dukungan informasional suami, dukungan emosional suami dan kelengkapan imunisasi suami diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secaradeskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan Instrumental suami terhadap penyediaan materi dan pelayanan imunisasi bayi berada pada kategori kurang yaitu sebesar 52,0%, Sebagian besar dukungan Informasional suami terhadap pemberian informasi dan pengetahuan imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 86.0%, Sebagian besar tindakan suami terhadap dukungan Emosional suami dalam mendukung imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 64.0%. Sebagian besar terhadap Kelengkapan imunisasi bayi berada pada kategori sedang 68.0%.
Dan disarankan kepada Kepala Puskesmas Pagar Jati agar mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah bayi yang tidak imunisasi dan langsung memberikan penyuluhan kepada suami mengenai imunisasi.
ABSTRACT
The Husbands’ support in giving babies immunization is the one of important element in immunization range improvement. It is affected by a considerable part of Indonesian who have patrilineal culture. It is an action of putting the men position that higher than women position and it is concluded in taking decisions to give babies immunization. The aim of this study is to find out the reason how far the support of husbands towards the completeness of baby immunization in Clinic area of Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
This study conducts the descriptive study by using Simple random sampling. The sample of this study is husbands who has baby with total 50 persons. Characteristics data, Husbands instrumental support, husbands informational support, husbands emotional support and immunization completeness of husbands are taken by applying questionnaire sheet. After collecting the data, it is analyzed in descriptive way and displayed in frequency distribution table.
The result of this study shows that most of husband instrumental support in providing the material and baby immunization services is indicated on low category, i.e 52%, most of husbands informational support in giving information and babies immunization knowledges is indicated on middle category, i.e 86.0%, then, most of husbands emotional support in supporting baby immunization is on middle category, i.e 64%. The biggest category is pointed on baby immunization completeness that indicates on 68%.
The Head of Clinic of Pagar Jati is suggested to improve the immunization employee of clinic to visit the babies’ home who did not get immunization and giving illumination to the parents especially for husbands in knowing the immunizations.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya
sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu
program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan
informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia
saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih
merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai
masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga
menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah
penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah
berpindahnya penyakit dari satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan
dalam waktu relatif singkat. (Anonim, 2012, Rencana Pembangunan Kesehatan
Tahun 2012-2014, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.).
Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya
imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan
target UCI tahun 2014 adalah 100% / desa (DepKes, 2009). Indonesia pernah
berhasil mencapai UCI namun berdasarkan data WHO pada Weekly
Epidemiological Record (No.46, 2011, 86, 509-520, 11 November 2011),
Indonesia masih menempati peringkat ke-4 di dunia setelah India, Nigeria, dan
imunisasi DPT3. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara
prioritas yang diidentifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan
akselerasi dalam pencapaian target 100% UCI Desa / Kelurahan. Diperkirakan 1,5
juta balita di Indonesia belum terjangkau program imunisasi dasar maupun
pemberian vaksin lainnya. (World Health Organization, WHO 2013 ).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, 80%
diakibatkan oleh Pneumonia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic Advisory
Group of Experts (SAGE) kelompok penasehat utama WHO untuk vaksinasi dan
imunisasi didunia dalam pertemuan di Swiss, Pneumokokus merupakan penyebab
utama morbititas dan mortalitas didunia dan vaksinasi merupakan upaya terbaik
untuk mencegah penyakit Pneumokokus. (Lisnawati, 2011).
Persentase imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampai terendah
adalah untuk BCG (77,9%), Campak (74,4%), Polio4 (66,7%), dan terendah
DPT-HB3 (61,9%). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Banten
menempati urutan ke 15 dengan hasil BCG (76,3%), Polio (64,5%), DPT-HB
(57,7%), Campak (69,3%). Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap yang sudah
di dapatkan anak umur 0-12 bulan sebesar 53,8%, yang tidak lengkap sebesar
33,5% dan yang tidak imunisasi sebesar 12,7%. Sedangkan jika dilihat dari segi
pendidikan orang tua tamat SD (48,8%), tamat SMP (57,0%), SMA (61,1%),
Perguruan Tinggi (67,7%). Apabila dilihat dari segi pekerjaan, yang tidak bekerja
(57,7%), Pegawai (67,7%), Wiraswasta (57,4%), Petani/Nelayan/Buruh (47,2%).
status ekonomi maka semakin tinggi pula status imunisasi dasar balita (Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2013).
Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
imunisasi adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI.
UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11
bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar
lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah sebesar 95%. Pada tahun
2013 terdapat 9 provinsi yang memiliki persentase desa UCI melebihi target 95%.
Dari 9 provinsi hanya tiga provinsi memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, yaitu
DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jambi. Kemudian diikuti oleh Lampung sebesar
99,27%. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar 13,05%,
diikuti oleh Papua Barat sebesar 41,21%, dan Sulawesi Tenggara sebesar 56,50%.
Informasi terkait capaian desa UCI pada tahun 2011 -2013. Imunisasi dasar pada
bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya. ( Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2013).
Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara
optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan
imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out
(DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal
pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop
Out Rate DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih
Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2013 sebesar 3,3%.
Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6%. DO Rate
DPT/HB1-Campak menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun
2007sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi yang tidak
mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Angka droup out cakupan imunisasi
DPT/HB1 – Campak pada bayi diIndonesia tahun 2007-2013 DO rate DPT/HB1-
campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut telah
berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2013
terdapat 19 provinsi dengan DO rate ≤ 5%. Data dan informasi lebih rinci
mengenai drop out rate cakupan imunisasi pada tahun 2013 DPT/HB1-campak
tahun 2013. ( Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).
Cakupan Imunisasi Campak pada Bayi diIndonesia tahun 2014 yang
menduduki tingkat yang paling tinggi diJawa Barat sekitar 64,5%, yang paling
rendah diPapua Barat sekitar 12,2%, sedangkan diSumatera Utara sekitar 41,9%.
Dari Persentase Imunisasi dasar lengkap diIndonesia tahun 2014 yang menduduki
tingkat yang paling tinggi diBali sekitar 62,3%, DKI Jakarta sekitar 61,2%,
Bangka Belitung sekitar 60,0%, yang paling rendah diPapua sekitar 20,3%, Papua
Barat sekitar 18,3%, Maluku Utara sekitar 17,7%, sedangkan diSumatera Utara
sekitar 36,5%. (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014).
Cakupan Imunisasi Campak diProvinsi Sumatera Utara tahun 2014 yang
menduduki tingkat yang paling tinggi diPakpak Bharat sekitar 78,4%, Samosir
sekitar 59,3%, yang paling rendah diNias Utara sekitar 19,6%, Gunung sitoli
dasar lengkap diSumatera Utara tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling
tinggi Samosir sekitar 57,3%, Medan sekitar 49,6%, Tebing Tinggi sekitar 46,3%,
yang paling rendah diPadang Sidempuan sekitar 17,5%, Nias Barat sekitar 17,4%,
Nias Utara sekitar 8,7%, sedangkan Deli Serdang sekitar 34,2%. (Profil Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara 2014).
Hasil penelitian Simangunsong (2011) menunjukkan bahwa sebagian
besar tingkatan tindakan Responden dalam membawa bayi Imunisasi Puskesmas
Kolang, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada tingkat
kategori tidak membawa yaitu sebanyak 44 orang (100,00%) dan membawa 0
(0.00%). Alasan Responden tidak membawa bayi karena sibuk kerja sebanyak 30
orang (68,18%), dan Responden karena malu sebanyak 5 orang (11,36%).
Hasil penelitian Lobert (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar
dukungan suami tentang pembeian Imunisasi pada bayi diwilayah kerja
Puskesmas Aekraja Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dari 67 Responden
kategori buruk yaitu sebanyak 60 orang (89,5%) dan kategori sedang 3 orang
(4,5%)
Dari data diatas banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan
imunisasi dasar pada bayi yaitu kurangnya dukungan keluarga terutama suami,
kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan suami/ibu, pekerjaan
suami/ibu, pendidikan formal suami/ibu, tingkat penghasilan keluarga,
penyuluhan imunisasi, jarak ke tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan vaksin,
efek samping imunisasi dan, sikap petugas kesehatan. (Elly, 2011; Widiyanti,
Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis.
Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri
menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan
kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan
kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat
menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan
imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalahtungkai tiba-tiba lumpuh dan sulit untuk
bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio, maka satu orang akan menjadi
cacat sepanjang hidupnya. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).
Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi,
setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri
dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis
campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak
merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan
komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan
cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa
campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian
pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian
balita. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).
Perilaku suami dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi
dalam hal pengambilan keputusan di rumah tangga adalah pihak suami. Sehingga
anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat membuat
para suami merasa khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin yang diberikan
pada bayi. Adanya kepercayaan tersebut membuat para suami kurang memberikan
dorongan kepada istri untuk mengimunisasi bayi mereka. (Simangunsong,
sarbarita 2011. Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi
diwilayah kerja Puskesmas Kolang Kecamatan Kolang Kabupaten.Tapanuli
Tengah Tahun 2011).
Pada umumnya suami tidak menyadari manfaat pemberian imunisasi pada
bayi terhadap kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan
suami, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin baik wawasan tentang
kesehatan. Selain tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap juga dapat
mempengaruhi perilaku suami yang tercermin pada tindakan suami dalam
mendorong pemberian imunisasi pada bayi. Oleh karena pentingnya pemberian
imunisasi dasar lengkap, maka suami dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
memadai. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, yang dapat menimbulkan
perubahan persepsi dan terbentuknya sikap yang konsisten. Dengan pengetahuan,
sikap dan tindakan yang baik dalam mendorong pemberian imunisasi, sehingga
dapat menurunkan angka kematian pada anak. (Simangunsong, sarbarita 2011.
Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi diwilayah kerja
Berdasarkan Data Puskesmas Pagar Jati Jumlah Bayi yang Imunisasi
sekitar 102 jiwa, BCG (58,0%), DPT1 (34,03%), DPT3 (42,12%), Polio
(33,06%), Campak (46,05%), HB3 (48,14%), dari penelitian awal yang ikut
berpartisipasi dalam kunjungan imunisasi sekitar 20 orang (32%) suami yang
mendampingi istrinya untuk membawa bayi imunisasi dan sekitar 82 orang (68%)
tidak pernah mendampingi istri untuk membawa bayi imunisasi. Maka dari itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dukungan sosial suami dalam
kelengkapan terhadap pemberian imunisasi pada bayi diPuskesmas Pagar Jati
Tahun 2015.
Alasan saya melakukan Penelitian diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Petugas Kesehatan Imunisasi mengatakan
ditahun 2014 ada 1 bayi yang terdapat kasus gizi buruk dan dibulan April tahun
2015 ada 1 bayi yang hampir menuju kasus gizi buruk, kurangnya dukungan dari
pihak suami untuk membawa bayi diimunisasi, kurangnya kunjungan imunisasi
diPuskesmas Pagar Jati serta belum pernah ada melakukan penelitian dilokasi
tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar
bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan
imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam
Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Karakteristik suami (umur, pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan).
2. Untuk mengetahui dukungan instrumental (penyediaan materi dan
pelayanan).
3. Untuk mengetahui dukungan informasional (pemberian informasi dan
pengetahuan).
4. Untuk mengetahui dukungan emotional (rasa empati dan rasa diperhatikan).
5. Untuk mengetahui kelengkapan imunisasi dasar bayi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti merupakan salah satu aplikasi Ilmu Kesehatan Masyarakat
yang dipelajari selama masa perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU.
2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian
lebih lanjut tentang dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi
dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam
3. Sebagai informasi bagi para suami di Puskesmas Pagar Jati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dukungan Sosial
2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2010) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh
orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis
yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (2011) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain
seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 2012) menyatakan dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional
atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2011) menyatakan bahwa
dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh
Saroson (dalam Smet, 2012) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah
adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan
pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti
bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian
infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan
sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat
berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan
individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.
2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Menurut stanley (2012), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan
sosial adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan
fisik meliputi sandang, dan pangan. Apabila seseorang tidak tercukupi
kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.
2. Kebutuhan sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat
daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang
mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan
pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat
diperlukan untuk memberikan penghargaan.
3. Kebutuhan psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin
tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan
orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan
dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan
dicintai.
2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial
Menurut Sheridan dan Radmacher (2009), Sarafino (2011) serta Taylor
(2012); membagi dukungan sosial kedalam 3 bentuk, yaitu
1. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan
pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta
pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu
dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dianggap dapat dikontrol.
2. Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk,
saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi
seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah
dengan lebih mudah.
3. Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi,
adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu
memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber
baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap
tidak dapat dikontrol.
2.1.4. Cakupan dukungan sosial
Menurut Saranson (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), dukungan
sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu ;
1. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia
Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan
saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).
2. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima
Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan
berdasarkan kualitas).
2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial
Menurut Rook dan Dootey (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), ada
2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
1. Dukungan sosial artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam
melalui berbagai sumbangan sosial.
2. Dukungan sosial natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau
relasi. Dukungan sosial ini bersifat non- formal.
Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber
dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut
terletak dalam hal sebagai berikut ;
1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-
buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.
2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang
berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah
berakar lama.
4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian
dukungan sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar
menemui seseorang dengan penyampaian salam.
5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis .
Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural
terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas :
1. Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga
Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber
dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan
dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem
sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama
anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan
memberikan rasa aman bagi anggota- anggotanya.
Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann,2012), bila individu
dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya
sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya
efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek
buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini
dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu
ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan
dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang-
orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan
kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.
2. Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.
Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel &
Baumann,1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman
dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama
adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang dialami individu dapat
dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi
masalah atau pertolongan berupa uang.
Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi
dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat
tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi
bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya
seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan
kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial.
3. Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban
kekerasan.
Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional
sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal
ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan
sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber
yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan
dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat
kepercayaan penerima dukungan.
Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu
dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan
dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada
kaitannya dengan pengaruh- pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai
sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki
hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan
2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam
berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk
(994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), mengemukakan adanya 6
komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale”
,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama
lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah ;
1. Kerekatan emosional (Emotional Attachment)
Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis dukungan
sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional
sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial
semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup
atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan
memiliki hubungan yang harmonis.
2. Integrasi sosial (social integrasion)
Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan
tempat saling berbagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini
memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga
yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan
semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan
3. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)
Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga.
Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau
lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga
atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang bekerja.
4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable alliance)
Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga
untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan
mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis
dukungan sosial ini pada umunya berasal dari keluarga.
5. Bimbingan (Guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial
yang dapat memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat
yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang
dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong
dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.
6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang
dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang
memperoleh kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-
anaknya) dan pasangan hidup.
7. Aspek hubungan sosial pada pasien
Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai
kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang
hubungannya jauh dengan keluarga. (Stanley, 2012).
2.1.7. Bentuk dukungan sosial
Menurut Kaplan and Saddock (2008), adapun bentuk dukungan sosial
adalah sebagai berikut ;
1. Tindakan atau perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang
disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.
2. Aktivitas religius atau fisik
Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin tinggi. Oleh
karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada
Tuhan .
3. Interaksi atau bertukar pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang-
orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat
memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di sekitarnya.
2.1.8. Dampak dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima
adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan
dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan
mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita,
2012).
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
kepada individu dapat dilihat bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian
dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (2010) mengemukakan bahwa
secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat
mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan
orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian
tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan.
Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu
pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri
mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dengan begitu memodifikasi
hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada
derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan
diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.
Sheridan and Radmacher (2012), Rutter, dkk. (2010), Sarafino (2010) serta
Taylor (2012); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan bagaimana dukungan
sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan, yaitu;
1. Model efek langsung
Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan memiliki efek positif pada
Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari dukungan sosial yang
meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu kelompok, peran
sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.
2. Model buffering
Model ini berfokus pada aspek dari dukungan sosial yang berperilaku sebagai
buffer dalam mempertahankan diri dari efek negatif dari kecemasan. Model ini
mengacu pada sumber daya interpersonal yang akan melindungi individu dari
efek negatif kecemasan dengan memberikan kebutuhan khusus yang
disebabkan oleh kejadian yang mengakibatkan kecemasan. Model ini bekerja
dengan mengerahkan kembali hal- hal yang menimbulkan kecemasan atau
mengatur keadaan emosional yang disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini
berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan
sosial yang ada.
2.1.9. Dimensi dukungan sosial
Menurut Jacobson (2010), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ;
1. Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan
diperhatikan.
2. Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.
3. Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang
dalam mengatasi masalah.
2.1.10. Kategori dukungan sosial
Menurut Nursalam (2009), dukungan sosial keluarga dikategorikan
1. Dukungan sosial kurang dengan skor < 7
2. Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13
3. Dukungan sosial kurang dengan skor 14 – 20
2.2. Suami
2.2.1. Defenisi Suami
Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami
mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan
suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan
hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai
kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga. ( chaniago,
2009. http://tutorialkuliah.com).
2.2.2. Peran Suami
Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg
menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan
peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008).
Peran juga merupakan suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang
dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, hakim, dokter,
perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006).Jadi yang dimaksud dengan
peran suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki oleh seorang lelaki yang telah
2.3. Imunisasi
2.3.1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah
suatu cara untuk menimbulkan meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian
imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan.
(Wahab, 2002).
Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin
DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3
(tiga) dosis vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11
bulan) (Depkes RI, 2013).
2.3.2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar.
Tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem
imunoglobik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi
tubuh dari serangan penyakit (Musa dalam Wardhana, 2001).
Menurut Depkes RI (2013), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk
mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh
program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian
pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.
2.3.3. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan
menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh : 1) Anak, mencegah penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Keluarga,
menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak
sakit.Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman; dan 3) Negara,
memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Wahab, 2009).
2.3.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar bayi
Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat
atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007).
Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan
lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).
Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan
imunisasi dasar adalah :
a. Pendidikan
Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan
dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak
secara rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2012). Pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula
tingkat pengetahuannya
.
b. Pendapatan atau Penghasilan
Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2009), pendapatan adalah jumlah
penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk
memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam
kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta
pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan
pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi
oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi
ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun
kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi
(Syamsul, 2010).
c. Pengalaman
Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti kesukaran,
kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan menghindari
hal-hal yang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat. Jika kegiatan
imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu
giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat
d. Pekerjaan
Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan
pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna
dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial,
kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Suami yang mempunyai
pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan
mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan
perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari pada
mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto, 2011).
e. Dukungan keluarga
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan
kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat
besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota
keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon
dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi.
Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada
dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
f. Motif
Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang
tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan (Suparyanto,
g. Fasilitas Posyandu
Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi
(Suparyanto, 2011).
h. Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan
antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah dan
masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan
kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009).
i. Tenaga kesehatan
Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan
kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan mempengaruhi
status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan
bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto,
2011).
j. Ketersediaan vaksin
adanya ketersediaan vaksin yang cukup karena masalah vaksin sangat menjadi
hambatan bagi petugas puskesmas dalam mencapai imunisasi UCI di wilayah
kerjanya, vaksin salah satu indikator yang paling penting untuk melakukan
kegiatan imunisasi bayi, apabila vaksin tidak tersedia maka program pencapaian
2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi adalah tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan
hepatitis B (Depkes RI, 2013).
1. Tuberkulosis Berat
Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis
bakteri yang berbentuk batang disebut Mycobakterium Tuberculosis dan dikenal
juga dengan Basil Tahan Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah
Tuberculosis Miller (penyakit paru berat) yang menyebar ke seluruh tubuh dan
Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan
kematian pada anak. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium,
suatu anggota dari famili Mycobacterium dan termasuk dalam ordo
Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit
berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih terdapat
Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai
Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI,
2013).
Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan.
Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada
bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar
getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak
Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk,
muntah-muntah dan kesadaran menurun.
WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan
100.000 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia angka kejadian
tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun
bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian
tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang
dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang di lingkungannya,
terutama anak-anak. Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya
melelaui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis,
ketika penderita dewasa batuk, bersin dan berbicara (Depkes, RI, 2013).
Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberkulin
(Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan
klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan
laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan
pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru. Salah satu pencegahan
penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin).
Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG
dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan
2. Difteri
Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah
menular. Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara
dalam sebuah ruangan dengan penderita atau melalui kontak memegang benda
yang terkontaminasi oleh kuman diphteria dan melalui kontak dari orang ke
orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman
ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang
mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae. Penyakit ini
ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna putih
keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan,
selain itu dapat juga di trachea, hidung dan tonsil (Depkes RI, 2013).
Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang
tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala
tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi
(Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersama
dengan vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalen
yaitu DPT (difteri,pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).
3. Pertusis
Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronkhus
yakni saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara).
Penyakit ini dapat menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun.
Penyebab pertusis adalah sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis. Gejala
batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal
sebagai whooing cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan
tarikan napas panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak
menjadi gelisah, muka merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak
mau makan), dan gejala lain yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini
dengan melakukan imuniasi DPT (diteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).
4. Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia
kemanusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan
Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour
(persinggahan sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat
dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang
berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat
menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk
terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu
keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes
RI, 2013).
Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :
a. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak
mengalami rhisus sardonikus.
b. Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot
c. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya
timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf
pusat.
Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari
sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka.
Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14
hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka
terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek
prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid
bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT
(Depkes RI, 2013).
5. Polio
Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit
polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe
dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua
kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling
sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated
disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus
paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah
manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent
infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2013).
Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus
sekret tenggorokan. Di daerah denan sanitasi lingkungan yang baik penularan
lebih sering terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofecal. Cara
pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang
sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV
menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50%
penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi
dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan
meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada
pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran
sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Depkes RI, 2013).
6. Campak
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular
lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang
penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus
Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa ikubasi berkisar antara 10
hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam,
gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta
gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian
atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia
(radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot
kaki) (Depkes RI, 2013). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga