• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI

KEC. LUBUK PAKAM KAB. DELI SERDANG TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:

MEILIN NOVITA SIAHAAN 121021086

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

ABSTRAK

Dukungan suami dalam pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki sosial budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk pemberian imunisasi pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang memiliki bayi sebanyak 50 orang. Data karakteristik, dukungan instrumental suami, dukungan informasional suami, dukungan emosional suami dan kelengkapan imunisasi suami diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secaradeskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan Instrumental suami terhadap penyediaan materi dan pelayanan imunisasi bayi berada pada kategori kurang yaitu sebesar 52,0%, Sebagian besar dukungan Informasional suami terhadap pemberian informasi dan pengetahuan imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 86.0%, Sebagian besar tindakan suami terhadap dukungan Emosional suami dalam mendukung imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 64.0%. Sebagian besar terhadap Kelengkapan imunisasi bayi berada pada kategori sedang 68.0%.

Dan disarankan kepada Kepala Puskesmas Pagar Jati agar mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah bayi yang tidak imunisasi dan langsung memberikan penyuluhan kepada suami mengenai imunisasi.

(4)

ABSTRACT

The Husbands’ support in giving babies immunization is the one of important element in immunization range improvement. It is affected by a considerable part of Indonesian who have patrilineal culture. It is an action of putting the men position that higher than women position and it is concluded in taking decisions to give babies immunization. The aim of this study is to find out the reason how far the support of husbands towards the completeness of baby immunization in Clinic area of Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

This study conducts the descriptive study by using Simple random sampling. The sample of this study is husbands who has baby with total 50 persons. Characteristics data, Husbands instrumental support, husbands informational support, husbands emotional support and immunization completeness of husbands are taken by applying questionnaire sheet. After collecting the data, it is analyzed in descriptive way and displayed in frequency distribution table.

The result of this study shows that most of husband instrumental support in providing the material and baby immunization services is indicated on low category, i.e 52%, most of husbands informational support in giving information and babies immunization knowledges is indicated on middle category, i.e 86.0%, then, most of husbands emotional support in supporting baby immunization is on middle category, i.e 64%. The biggest category is pointed on baby immunization completeness that indicates on 68%.

The Head of Clinic of Pagar Jati is suggested to improve the immunization employee of clinic to visit the babies’ home who did not get immunization and giving illumination to the parents especially for husbands in knowing the immunizations.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Meilin Novita Siahaan

Tempat Lahir : Lubuk Pakam, Pagar Jati

Tanggal Lahir : 13-05-1988

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : L. Siahaan

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : U.Siagian

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD HKPB Pagar Jati,Lubuk Pakam

Tahun 2000 – 2003 : SMP HKBP jl.Imam Bonjol, Lubuk Pakam

Tahun 2003 – 2006 : SMA RK.Serdang Murni, Lubuk Pakam

Tahun 2006 – 2009 : DIII Keperawatan Santa Elisabeth Medan

Tahun 2012 – 2015 : S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Riwayat Pekerjaan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat dan cinta kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI, KECAMATAN LUBUK PAKAM, KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015”.

Sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Pendidikan Kesehatan dan

Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Dengan ini segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan ini

dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Heru Santosa MS. Ph. D selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Bapak Drs. Tukiman, MKM. Selaku Kepala Departemen Pendidikan dan

Ilmu Perilaku.

4. Ibu Dra. Syarifah, MS dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan

keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam

(7)

5. Bapak Drs. Tukiman, MKM dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan

skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan.

7. Ibu dr. Karo Malem selaku Kepala Puskesmas Pagar Jati yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Puskesmas Pagar Jati, Lubuk

Pakam.

8. Pegawai dan Petugas yang memegang program imunisasi di Puskesmas Pagar

Jati, Lubuk Pakam yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan

selama melakukan penelitian.

9. Teristimewa kepada orang tua saya Ayahanda Lukman Siahaan dan Ibunda Udur Siagian. Kakak tersayang Murniati Nova Yunita Siahaan, Am.Keb, Abangku Herman irwanto Siahaan, adik-adikku (Hengki Loling Siahaan, Hilton Irfan Siahaan, Hipron Oki Siahaan) untuk Doa, perhatian, kasih sayang dan dukungannya yang tak tergantikan yang diberikan kepada penulis.

10. Terkhusus Abang Indra Buana Sinaga yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan, nasehat, Doa, perhatian dan kasih sayang yang diberikan

kepada penulis.

11. Teman yang telah bersama sejak awal penyusunan skripsi di FKM USU

(8)

12. Para teman seperjuangan Peminatan PKIP atas dukungan selama studi dan

menyelesaikan skripsi ini.

13. Buat adik-adik aku Rijal Parulian Saragih, Widya Astuti Tanjung, Rani Azhari Koto, Herna Monalisa Hura, Friska Yanti, Dian Qumairoh Panjaitan yang selalu berjuang untuk menyelesaikan studi PBL selama 3 bulan diBukit Lawang.

14. Buat adik-adik aku Gabriela Paula Hasian Malau dan Agustya, yang selalu bersama dalam menyelesaikan program studi LKP selama 1 bulan.

15. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan

satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja

sama dan doanya.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan

membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini

bermanfaat untuk pengembangan ilmu, bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

2.1.1. Pengertian perilaku Kesehatan ... 10

2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial ... 11

2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial ... 12

2.1.4. Cakupan dukungan sosial ... 13

2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial ... 13

2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial ... 17

2.1.7. Bentuk dukungan sosial ... 19

2.1.8. Dampak dukungan sosial ... 19

(10)

2.1.10. Kategori dukungan sosial ... 21

2.2. Suami ... 22

2.2.1. Defenisi Suami ... 22

2.2.2. Peran Suami ... 22

2.3. Imunisasi ... 23

2.3.1. Pengertian Imunisasi ... 23

2.3.2. Tujuan Imunisasi ... 23

2.3.3. Manfaat Imunisasi ... 24

2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar bayi ... 24

2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi ... 28

2.3.6. Dukungan Suami dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi ... 34

2.4. Perilaku ... 35

2.6.1 Tugas Keluarga dibidang Kesehatan ... 43

2.6.2 Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga ... 44

2.6.3 Dukungan Keluarga ... 45

2.7 Landasan Teori ... 46

2.8 Kerangka konsep ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Jenis Penelitian ... 49

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 49

3.2.2. Waktu Penelitian ... 50

3.3. Populasi dan Sampel ... 50

3.3.1. Populasi ... 50

3.3.2. Sampel ... 50

3.4. Metode Pengumpulan Data... 51

3.4.1. Data Primer ... 51

3.4.2. Data Sekunder ... 51

3.5. Definisi Operasional ... 52

3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen Penelitian ... 53

3.6.1. Aspek Pengukuran ... 53

3.6.2. Instrumen Penelitian ... 56

(11)

3.7.1. Metode Pengolahan Data ... 56

3.7.2. Analisa Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

4.1.1 Gambaran Geografis dan Demografis ... 58

4.2 Analisa Univariat Karakteristik Responden ... 59

4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 59

4.3 Dukungan Instrumental Suami ... 60

4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 60

4.3.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 62

4.4 Dukungan Informasional Suami ... 63

4.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasional Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 63

4.4.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Informasional Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 65

4.5 Dukungan Emosional Suami ... 65

4.5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan)... 65

4.5.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan)... 66

4.6 Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 67

4.6.1 Distribusi Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 67

4.6.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 68

BAB V PEMBAHASAN ... 68

5.1. Karakteristik Suami ... 69

5.1.1 Umur ... 69

5.1.2 Pendidikan ... 70

5.1.3 Pekerjaan ... 71

5.1.4 Penghasilan ... 72

(12)

Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 74

5.1.7 Karakteristik Responden tentang dukungan emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan) ... 76

5.1.8 Karakteristik Kelengkapan Imunisasi ... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1. Kesimpilan ... 81

6.2. Saran ... 82

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Respoden...59

Tabel 4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental

Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)...60

Tabel 4.3.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental

Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)...62

Tabel 4.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasional

Suami (Pemberian Informasi dan Pengetahuan)...63

Tabel 4.4.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Informasional

Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan)...64

Tabel 4.5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional

Suami (Rasa Empati dan Diperhatikan)...65

Tabel 4.5.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Emosional

Suami (rasa empati dan diPerhatika)...66

Tabel 4.6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi

bayi ... 67

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Output hasil

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

(15)

ABSTRAK

Dukungan suami dalam pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki sosial budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk pemberian imunisasi pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang memiliki bayi sebanyak 50 orang. Data karakteristik, dukungan instrumental suami, dukungan informasional suami, dukungan emosional suami dan kelengkapan imunisasi suami diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secaradeskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan Instrumental suami terhadap penyediaan materi dan pelayanan imunisasi bayi berada pada kategori kurang yaitu sebesar 52,0%, Sebagian besar dukungan Informasional suami terhadap pemberian informasi dan pengetahuan imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 86.0%, Sebagian besar tindakan suami terhadap dukungan Emosional suami dalam mendukung imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 64.0%. Sebagian besar terhadap Kelengkapan imunisasi bayi berada pada kategori sedang 68.0%.

Dan disarankan kepada Kepala Puskesmas Pagar Jati agar mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah bayi yang tidak imunisasi dan langsung memberikan penyuluhan kepada suami mengenai imunisasi.

(16)

ABSTRACT

The Husbands’ support in giving babies immunization is the one of important element in immunization range improvement. It is affected by a considerable part of Indonesian who have patrilineal culture. It is an action of putting the men position that higher than women position and it is concluded in taking decisions to give babies immunization. The aim of this study is to find out the reason how far the support of husbands towards the completeness of baby immunization in Clinic area of Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

This study conducts the descriptive study by using Simple random sampling. The sample of this study is husbands who has baby with total 50 persons. Characteristics data, Husbands instrumental support, husbands informational support, husbands emotional support and immunization completeness of husbands are taken by applying questionnaire sheet. After collecting the data, it is analyzed in descriptive way and displayed in frequency distribution table.

The result of this study shows that most of husband instrumental support in providing the material and baby immunization services is indicated on low category, i.e 52%, most of husbands informational support in giving information and babies immunization knowledges is indicated on middle category, i.e 86.0%, then, most of husbands emotional support in supporting baby immunization is on middle category, i.e 64%. The biggest category is pointed on baby immunization completeness that indicates on 68%.

The Head of Clinic of Pagar Jati is suggested to improve the immunization employee of clinic to visit the babies’ home who did not get immunization and giving illumination to the parents especially for husbands in knowing the immunizations.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya

sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu

program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan

informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih

merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai

masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga

menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah

penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah

berpindahnya penyakit dari satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan

dalam waktu relatif singkat. (Anonim, 2012, Rencana Pembangunan Kesehatan

Tahun 2012-2014, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.).

Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya

imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan

target UCI tahun 2014 adalah 100% / desa (DepKes, 2009). Indonesia pernah

berhasil mencapai UCI namun berdasarkan data WHO pada Weekly

Epidemiological Record (No.46, 2011, 86, 509-520, 11 November 2011),

Indonesia masih menempati peringkat ke-4 di dunia setelah India, Nigeria, dan

(18)

imunisasi DPT3. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara

prioritas yang diidentifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan

akselerasi dalam pencapaian target 100% UCI Desa / Kelurahan. Diperkirakan 1,5

juta balita di Indonesia belum terjangkau program imunisasi dasar maupun

pemberian vaksin lainnya. (World Health Organization, WHO 2013 ).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, 80%

diakibatkan oleh Pneumonia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic Advisory

Group of Experts (SAGE) kelompok penasehat utama WHO untuk vaksinasi dan

imunisasi didunia dalam pertemuan di Swiss, Pneumokokus merupakan penyebab

utama morbititas dan mortalitas didunia dan vaksinasi merupakan upaya terbaik

untuk mencegah penyakit Pneumokokus. (Lisnawati, 2011).

Persentase imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampai terendah

adalah untuk BCG (77,9%), Campak (74,4%), Polio4 (66,7%), dan terendah

DPT-HB3 (61,9%). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Banten

menempati urutan ke 15 dengan hasil BCG (76,3%), Polio (64,5%), DPT-HB

(57,7%), Campak (69,3%). Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap yang sudah

di dapatkan anak umur 0-12 bulan sebesar 53,8%, yang tidak lengkap sebesar

33,5% dan yang tidak imunisasi sebesar 12,7%. Sedangkan jika dilihat dari segi

pendidikan orang tua tamat SD (48,8%), tamat SMP (57,0%), SMA (61,1%),

Perguruan Tinggi (67,7%). Apabila dilihat dari segi pekerjaan, yang tidak bekerja

(57,7%), Pegawai (67,7%), Wiraswasta (57,4%), Petani/Nelayan/Buruh (47,2%).

(19)

status ekonomi maka semakin tinggi pula status imunisasi dasar balita (Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan

imunisasi adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI.

UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11

bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar

lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah sebesar 95%. Pada tahun

2013 terdapat 9 provinsi yang memiliki persentase desa UCI melebihi target 95%.

Dari 9 provinsi hanya tiga provinsi memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, yaitu

DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jambi. Kemudian diikuti oleh Lampung sebesar

99,27%. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar 13,05%,

diikuti oleh Papua Barat sebesar 41,21%, dan Sulawesi Tenggara sebesar 56,50%.

Informasi terkait capaian desa UCI pada tahun 2011 -2013. Imunisasi dasar pada

bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya. ( Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2013).

Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara

optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan

imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out

(DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal

pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop

Out Rate DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih

(20)

Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2013 sebesar 3,3%.

Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6%. DO Rate

DPT/HB1-Campak menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun

2007sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi yang tidak

mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Angka droup out cakupan imunisasi

DPT/HB1 – Campak pada bayi diIndonesia tahun 2007-2013 DO rate DPT/HB1-

campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut telah

berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2013

terdapat 19 provinsi dengan DO rate ≤ 5%. Data dan informasi lebih rinci

mengenai drop out rate cakupan imunisasi pada tahun 2013 DPT/HB1-campak

tahun 2013. ( Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Cakupan Imunisasi Campak pada Bayi diIndonesia tahun 2014 yang

menduduki tingkat yang paling tinggi diJawa Barat sekitar 64,5%, yang paling

rendah diPapua Barat sekitar 12,2%, sedangkan diSumatera Utara sekitar 41,9%.

Dari Persentase Imunisasi dasar lengkap diIndonesia tahun 2014 yang menduduki

tingkat yang paling tinggi diBali sekitar 62,3%, DKI Jakarta sekitar 61,2%,

Bangka Belitung sekitar 60,0%, yang paling rendah diPapua sekitar 20,3%, Papua

Barat sekitar 18,3%, Maluku Utara sekitar 17,7%, sedangkan diSumatera Utara

sekitar 36,5%. (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014).

Cakupan Imunisasi Campak diProvinsi Sumatera Utara tahun 2014 yang

menduduki tingkat yang paling tinggi diPakpak Bharat sekitar 78,4%, Samosir

sekitar 59,3%, yang paling rendah diNias Utara sekitar 19,6%, Gunung sitoli

(21)

dasar lengkap diSumatera Utara tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling

tinggi Samosir sekitar 57,3%, Medan sekitar 49,6%, Tebing Tinggi sekitar 46,3%,

yang paling rendah diPadang Sidempuan sekitar 17,5%, Nias Barat sekitar 17,4%,

Nias Utara sekitar 8,7%, sedangkan Deli Serdang sekitar 34,2%. (Profil Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara 2014).

Hasil penelitian Simangunsong (2011) menunjukkan bahwa sebagian

besar tingkatan tindakan Responden dalam membawa bayi Imunisasi Puskesmas

Kolang, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada tingkat

kategori tidak membawa yaitu sebanyak 44 orang (100,00%) dan membawa 0

(0.00%). Alasan Responden tidak membawa bayi karena sibuk kerja sebanyak 30

orang (68,18%), dan Responden karena malu sebanyak 5 orang (11,36%).

Hasil penelitian Lobert (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar

dukungan suami tentang pembeian Imunisasi pada bayi diwilayah kerja

Puskesmas Aekraja Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dari 67 Responden

kategori buruk yaitu sebanyak 60 orang (89,5%) dan kategori sedang 3 orang

(4,5%)

Dari data diatas banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan

imunisasi dasar pada bayi yaitu kurangnya dukungan keluarga terutama suami,

kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan suami/ibu, pekerjaan

suami/ibu, pendidikan formal suami/ibu, tingkat penghasilan keluarga,

penyuluhan imunisasi, jarak ke tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan vaksin,

efek samping imunisasi dan, sikap petugas kesehatan. (Elly, 2011; Widiyanti,

(22)

Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis.

Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri

menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat

menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan

kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan

kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat

menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan

imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalahtungkai tiba-tiba lumpuh dan sulit untuk

bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio, maka satu orang akan menjadi

cacat sepanjang hidupnya. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi,

setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri

dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis

campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak

merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan

komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan

cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa

campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian

pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian

balita. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Perilaku suami dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi

(23)

dalam hal pengambilan keputusan di rumah tangga adalah pihak suami. Sehingga

anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat membuat

para suami merasa khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin yang diberikan

pada bayi. Adanya kepercayaan tersebut membuat para suami kurang memberikan

dorongan kepada istri untuk mengimunisasi bayi mereka. (Simangunsong,

sarbarita 2011. Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi

diwilayah kerja Puskesmas Kolang Kecamatan Kolang Kabupaten.Tapanuli

Tengah Tahun 2011).

Pada umumnya suami tidak menyadari manfaat pemberian imunisasi pada

bayi terhadap kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan

suami, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin baik wawasan tentang

kesehatan. Selain tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap juga dapat

mempengaruhi perilaku suami yang tercermin pada tindakan suami dalam

mendorong pemberian imunisasi pada bayi. Oleh karena pentingnya pemberian

imunisasi dasar lengkap, maka suami dituntut untuk memiliki pengetahuan yang

memadai. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, yang dapat menimbulkan

perubahan persepsi dan terbentuknya sikap yang konsisten. Dengan pengetahuan,

sikap dan tindakan yang baik dalam mendorong pemberian imunisasi, sehingga

dapat menurunkan angka kematian pada anak. (Simangunsong, sarbarita 2011.

Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi diwilayah kerja

(24)

Berdasarkan Data Puskesmas Pagar Jati Jumlah Bayi yang Imunisasi

sekitar 102 jiwa, BCG (58,0%), DPT1 (34,03%), DPT3 (42,12%), Polio

(33,06%), Campak (46,05%), HB3 (48,14%), dari penelitian awal yang ikut

berpartisipasi dalam kunjungan imunisasi sekitar 20 orang (32%) suami yang

mendampingi istrinya untuk membawa bayi imunisasi dan sekitar 82 orang (68%)

tidak pernah mendampingi istri untuk membawa bayi imunisasi. Maka dari itu

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dukungan sosial suami dalam

kelengkapan terhadap pemberian imunisasi pada bayi diPuskesmas Pagar Jati

Tahun 2015.

Alasan saya melakukan Penelitian diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan

Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Petugas Kesehatan Imunisasi mengatakan

ditahun 2014 ada 1 bayi yang terdapat kasus gizi buruk dan dibulan April tahun

2015 ada 1 bayi yang hampir menuju kasus gizi buruk, kurangnya dukungan dari

pihak suami untuk membawa bayi diimunisasi, kurangnya kunjungan imunisasi

diPuskesmas Pagar Jati serta belum pernah ada melakukan penelitian dilokasi

tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar

bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang

(25)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan

imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam

Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Karakteristik suami (umur, pendidikan, pekerjaan, dan

penghasilan).

2. Untuk mengetahui dukungan instrumental (penyediaan materi dan

pelayanan).

3. Untuk mengetahui dukungan informasional (pemberian informasi dan

pengetahuan).

4. Untuk mengetahui dukungan emotional (rasa empati dan rasa diperhatikan).

5. Untuk mengetahui kelengkapan imunisasi dasar bayi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti merupakan salah satu aplikasi Ilmu Kesehatan Masyarakat

yang dipelajari selama masa perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian

lebih lanjut tentang dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi

dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam

(26)

3. Sebagai informasi bagi para suami di Puskesmas Pagar Jati

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dukungan Sosial

2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial

Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2010) mendefinisikan dukungan sosial

sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh

orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis

yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (2011) mendefinisikan

dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain

seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 2012) menyatakan dukungan sosial terdiri dari

informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan

yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional

atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2011) menyatakan bahwa

dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,

merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh

Saroson (dalam Smet, 2012) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah

adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan

pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti

bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian

infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial

(28)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial

adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan

sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat

berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan

individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Menurut stanley (2012), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan

sosial adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan

fisik meliputi sandang, dan pangan. Apabila seseorang tidak tercukupi

kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat

daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang

mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan

pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat

diperlukan untuk memberikan penghargaan.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin

tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan

orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan

(29)

dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan

dicintai.

2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial

Menurut Sheridan dan Radmacher (2009), Sarafino (2011) serta Taylor

(2012); membagi dukungan sosial kedalam 3 bentuk, yaitu

1. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan

pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta

pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu

dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang

dianggap dapat dikontrol.

2. Dukungan informasional (informational support)

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk,

saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi

seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah

dengan lebih mudah.

3. Dukungan emosional (emotional support)

Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi,

adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu

memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber

(30)

baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap

tidak dapat dikontrol.

2.1.4. Cakupan dukungan sosial

Menurut Saranson (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), dukungan

sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu ;

1. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia

Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan

saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).

2. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima

Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan

persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan

berdasarkan kualitas).

2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial

Menurut Rook dan Dootey (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), ada

2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.

1. Dukungan sosial artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam

kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam

melalui berbagai sumbangan sosial.

2. Dukungan sosial natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam

(31)

misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau

relasi. Dukungan sosial ini bersifat non- formal.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber

dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut

terletak dalam hal sebagai berikut ;

1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-

buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.

2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang

berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah

berakar lama.

4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian

dukungan sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar

menemui seseorang dengan penyampaian salam.

5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis .

Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural

terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas :

1. Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga

Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber

dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan

dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem

sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama

(32)

anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan

memberikan rasa aman bagi anggota- anggotanya.

Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann,2012), bila individu

dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya

sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya

efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek

buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini

dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu

ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan

dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang-

orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan

kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.

2. Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.

Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel &

Baumann,1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman

dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama

adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang dialami individu dapat

dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan

masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi

masalah atau pertolongan berupa uang.

Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi

dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat

(33)

tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi

bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya

seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan

kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial.

3. Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban

kekerasan.

Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal

dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional

sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal

ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan

sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber

yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan

dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat

kepercayaan penerima dukungan.

Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu

dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan

dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada

kaitannya dengan pengaruh- pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai

sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki

hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan

(34)

2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam

berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk

(994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), mengemukakan adanya 6

komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale”

,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama

lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah ;

1. Kerekatan emosional (Emotional Attachment)

Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis dukungan

sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional

sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial

semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup

atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan

memiliki hubungan yang harmonis.

2. Integrasi sosial (social integrasion)

Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan

tempat saling berbagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini

memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga

yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan

kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan

semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan

(35)

3. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)

Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga.

Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas

kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau

lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga

atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang bekerja.

4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable alliance)

Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga

untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan

mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat

diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis

dukungan sosial ini pada umunya berasal dari keluarga.

5. Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial

yang dapat memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat

yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang

dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong

dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.

6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang

dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang

(36)

memperoleh kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-

anaknya) dan pasangan hidup.

7. Aspek hubungan sosial pada pasien

Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai

kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang

hubungannya jauh dengan keluarga. (Stanley, 2012).

2.1.7. Bentuk dukungan sosial

Menurut Kaplan and Saddock (2008), adapun bentuk dukungan sosial

adalah sebagai berikut ;

1. Tindakan atau perbuatan

Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang

disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.

2. Aktivitas religius atau fisik

Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin tinggi. Oleh

karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada

Tuhan .

3. Interaksi atau bertukar pendapat

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang-

orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat

memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di sekitarnya.

2.1.8. Dampak dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima

(37)

adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan

dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan

mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita,

2012).

Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis

kepada individu dapat dilihat bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian

dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (2010) mengemukakan bahwa

secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat

mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan

orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian

tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan.

Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu

pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri

mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dengan begitu memodifikasi

hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada

derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan

diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.

Sheridan and Radmacher (2012), Rutter, dkk. (2010), Sarafino (2010) serta

Taylor (2012); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan bagaimana dukungan

sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan, yaitu;

1. Model efek langsung

Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan memiliki efek positif pada

(38)

Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari dukungan sosial yang

meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu kelompok, peran

sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.

2. Model buffering

Model ini berfokus pada aspek dari dukungan sosial yang berperilaku sebagai

buffer dalam mempertahankan diri dari efek negatif dari kecemasan. Model ini

mengacu pada sumber daya interpersonal yang akan melindungi individu dari

efek negatif kecemasan dengan memberikan kebutuhan khusus yang

disebabkan oleh kejadian yang mengakibatkan kecemasan. Model ini bekerja

dengan mengerahkan kembali hal- hal yang menimbulkan kecemasan atau

mengatur keadaan emosional yang disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini

berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan

sosial yang ada.

2.1.9. Dimensi dukungan sosial

Menurut Jacobson (2010), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ;

1. Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan

diperhatikan.

2. Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.

3. Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang

dalam mengatasi masalah.

2.1.10. Kategori dukungan sosial

Menurut Nursalam (2009), dukungan sosial keluarga dikategorikan

(39)

1. Dukungan sosial kurang dengan skor < 7

2. Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13

3. Dukungan sosial kurang dengan skor 14 – 20

2.2. Suami

2.2.1. Defenisi Suami

Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami

mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan

suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan

hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai

kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga. ( chaniago,

2009. http://tutorialkuliah.com).

2.2.2. Peran Suami

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg

menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan

peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008).

Peran juga merupakan suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang

dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, hakim, dokter,

perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006).Jadi yang dimaksud dengan

peran suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki oleh seorang lelaki yang telah

(40)

2.3. Imunisasi

2.3.1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah

suatu cara untuk menimbulkan meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut

tidak akan sakit atau sakit ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian

imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan.

(Wahab, 2002).

Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin

DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3

(tiga) dosis vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11

bulan) (Depkes RI, 2013).

2.3.2. Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar.

Tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem

imunoglobik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi

tubuh dari serangan penyakit (Musa dalam Wardhana, 2001).

Menurut Depkes RI (2013), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk

mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh

(41)

program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian

pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.

2.3.3. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan

menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh : 1) Anak, mencegah penderitaan yang

disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Keluarga,

menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak

sakit.Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin

bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman; dan 3) Negara,

memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Wahab, 2009).

2.3.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar bayi

Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat

atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007).

Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan

lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).

Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan

imunisasi dasar adalah :

a. Pendidikan

Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan

(42)

dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak

secara rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat

mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2012). Pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula

tingkat pengetahuannya

.

b. Pendapatan atau Penghasilan

Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2009), pendapatan adalah jumlah

penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk

memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam

kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta

pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan

pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi

oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi

ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun

kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi

(Syamsul, 2010).

c. Pengalaman

Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti kesukaran,

kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan menghindari

hal-hal yang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat. Jika kegiatan

imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu

giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat

(43)

d. Pekerjaan

Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan

pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna

dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah

kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial,

kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Suami yang mempunyai

pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan

mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan

perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari pada

mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto, 2011).

e. Dukungan keluarga

Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan

kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat

besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota

keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon

dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi.

Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada

dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).

f. Motif

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang

tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan (Suparyanto,

(44)

g. Fasilitas Posyandu

Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi

(Suparyanto, 2011).

h. Lingkungan

Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan

antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah dan

masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang

dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan

kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana

kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009).

i. Tenaga kesehatan

Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan

kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan mempengaruhi

status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan

bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto,

2011).

j. Ketersediaan vaksin

adanya ketersediaan vaksin yang cukup karena masalah vaksin sangat menjadi

hambatan bagi petugas puskesmas dalam mencapai imunisasi UCI di wilayah

kerjanya, vaksin salah satu indikator yang paling penting untuk melakukan

kegiatan imunisasi bayi, apabila vaksin tidak tersedia maka program pencapaian

(45)

2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program

imunisasi adalah tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan

hepatitis B (Depkes RI, 2013).

1. Tuberkulosis Berat

Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis

bakteri yang berbentuk batang disebut Mycobakterium Tuberculosis dan dikenal

juga dengan Basil Tahan Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah

Tuberculosis Miller (penyakit paru berat) yang menyebar ke seluruh tubuh dan

Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan

kematian pada anak. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium,

suatu anggota dari famili Mycobacterium dan termasuk dalam ordo

Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit

berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih terdapat

Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai

Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI,

2013).

Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan.

Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada

bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar

getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak

(46)

Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk,

muntah-muntah dan kesadaran menurun.

WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan

100.000 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia angka kejadian

tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun

bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian

tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang

dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang di lingkungannya,

terutama anak-anak. Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya

melelaui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis,

ketika penderita dewasa batuk, bersin dan berbicara (Depkes, RI, 2013).

Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan

berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta

pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberkulin

(Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan

klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan

laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan

pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru. Salah satu pencegahan

penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin).

Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG

dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan

(47)

2. Difteri

Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah

menular. Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara

dalam sebuah ruangan dengan penderita atau melalui kontak memegang benda

yang terkontaminasi oleh kuman diphteria dan melalui kontak dari orang ke

orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman

ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang

mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae. Penyakit ini

ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna putih

keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan,

selain itu dapat juga di trachea, hidung dan tonsil (Depkes RI, 2013).

Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang

tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala

tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi

(Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersama

dengan vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalen

yaitu DPT (difteri,pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).

3. Pertusis

Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronkhus

yakni saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara).

Penyakit ini dapat menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun.

Penyebab pertusis adalah sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis. Gejala

(48)

batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal

sebagai whooing cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan

tarikan napas panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak

menjadi gelisah, muka merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak

mau makan), dan gejala lain yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini

dengan melakukan imuniasi DPT (diteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).

4. Tetanus

Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia

kemanusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan

Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour

(persinggahan sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat

dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang

berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat

menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk

terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu

keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas,

sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes

RI, 2013).

Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :

a. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak

mengalami rhisus sardonikus.

b. Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot

(49)

c. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya

timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf

pusat.

Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari

sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka.

Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14

hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka

terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek

prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid

bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT

(Depkes RI, 2013).

5. Polio

Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit

polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe

dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua

kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling

sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated

disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus

paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah

manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent

infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2013).

Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus

(50)

sekret tenggorokan. Di daerah denan sanitasi lingkungan yang baik penularan

lebih sering terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofecal. Cara

pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang

sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV

menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50%

penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi

dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan

meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada

pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran

sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Depkes RI, 2013).

6. Campak

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular

lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang

penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus

Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa ikubasi berkisar antara 10

hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam,

gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta

gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian

atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia

(radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot

kaki) (Depkes RI, 2013). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga

Gambar

Tabel 4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Respoden
Tabel 4.3.1
Tabel 4.3.2  Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)
Tabel 4.4.1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok, kurangnya kelengkapan imunisasi dasar pada bayi terkait dengan karakteristik

4.3.7 Hubungan Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi di Desa Gudang Garam.Kec. Keluarga memberitahukan bahwa anak saya harus

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar bayi sebagian besar dengan kategori baik yaitu sebanyak 34

Frekuensi dukungan penilaian suami pada pemeriksaan inspeksi visual asam asetat lebih banyak adalah kategori baik yakni 18 responden (51,4%).. Frekuensi dukungan instrumental

imunisasi dasar dan jadwal pemberian imunisasi bagi setiap ibu yang memiliki bayi. Informasi ini untuk membantu ibu dalam

Hasil penelitian diketahui pengetahuan suami tentang dukungan terhadap ibu hamil berdasarkan sumber informasi sebagian besar berpengetahuan kurang dan mendapat

Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanti Agung, Kabupaten Kepahiang Tahun 2023 Berdasarkan penelitian ini