• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DAN KARAKTERISTIK IBU TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI

DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR DOLOK KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

NURHAYATI SEMBIRING 117032148/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DAN KARAKTERISTIK IBU TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI

DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR DOLOK KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHAYATI SEMBIRING 117032148/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DAN KARAKTERISTIK IBU TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR DOLOK KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Nurhayati Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 117032148

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D) (Dra. Syarifah, M.S) Ketua Anggota

Dekan

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 11 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DAN KARAKTERISTIK IBU TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI

DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR DOLOK KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2013

(6)

THE INFLUENCE OF HEALTH WORKERS’ INTERPERSONAL COMMUNICATION AND MOTHERS’ CHARACTERISTICS ON

BASIC IMMUNIZATION EQUIPMENT IN THE WORKING AREA OF BANDAR DOLOK PUSKESMAS, DELI

SERDANG DISTRICT, IN 2013

THESIS

BY

NURHAYATI SEMBIRING 117032148/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(7)

ABSTRAK

Imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok masih jauh dari target dengan persentase 56,25%. Kurangnya kelengkapan imunisasi dasar pada bayi terkait dengan faktor komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu yang beraneka ragam.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat explanatory research dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi dengan usia 12-15 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 212 orang. Sampel sebanyak 66 orang, diambil dengan teknik simpel random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, pada uji bivariat dianalisis dengan Chi Square dan pada uji multivariat dianalisis dengan Regresi Logistik Ganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang sebesar 59,1%, terdapat pengaruh komunikasi interpersonal (keterbukaan dengan RP = 2,1 CI 95% = 1,424-3,311, empati dengan RP 2,7 CI 95% = 1,714-4,268 dan sikap mendukung dengan RP 1,6 CI 95% = 1,151-2,382) terhadap kelengkapan imunisasi dasar, terdapat pengaruh karakteristik ibu (pengetahuan dengan RP 3,1 CI 95% = 1,645-6,00 dan sikap dengan RP = 2,1 CI 95% = 1,240-3,785) terhadap kelengkapan imunisasi dasar, tidak terdapat pengaruh komunikasi interpersonal (sikap positif dengan RP 1,9 CI 95% = 1,393-2,791) dan kesetaraan RP 2,3 CI 95% = 1,520-3,513) terhadap kelengkapan imunisasi dasar, tidak terdapat pengaruh karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) terhadap kelengkapan imunisasi dasar dan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang adalah variabel empati.

Disarankan Kepada tenaga kesehatan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal dalam upaya meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar dengan cara mengumpulkan ibu-ibu untuk pelaksanaan konseling, petugas kesehatan sebaiknya menunjukkan dan lebih empati kepada ibu untuk meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar dan kepada ibu hendaknya memperhatikan kelengkapan imunisasi dengan mengikuti dan melaksakan jadwal imunisasi yang sudah diterapkan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan anak.

(8)

ABSTRACT

Basic immunization for babies in the working area of Bandar Dolok Puskesmas is far from the target; its percentage is only 56.25%. The lack of basic immunization equipment is related to the factor of health workers’ interpersonal communication and the various characteristics of mothers.

The objective of the research was to explain the influence of health workers’ interpersonal communication and mothers’ characteristics on basic immunization equipment at Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District. The type of the research was a survey with explanatory research method and cross sectional design. The population was 212 mothers who had 12-15 month-old babies in the working area of Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District and 66 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires, bivatriate analysis with Chi Square test and multivatriate anaslysis with multiple logistic regression tests at α = 5%.

The result of the research showed that basic immunization equipment in the working area of Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District was 59.1%; there was the influence of interpersonal communication (transparency with RP = 2.1 C1 95% = 1.424-3.311, empathy with RP 2.7 C1 95% = 1.714-4.268, and supporting motivation with RP 1.6 C1 95% = 1.151-2.382)) on basic immunization equipment and there was the influence of mothers’ characteristics (knowledge with RP 3.1 C1 95% = 1.645-6.00 and attitude with RP = 2.1 C1 95% = 1.240-3.785) on basic immunization equipment. On the other hand, there was not any influence of interpersonal communication (positive attitude with RP 1.9 C1 95% = 1.393-2.791 and equality with RP 2.3 C1 95% = 1.520-513) on basic immunization equipment and there was not any influence of mothers’ characteristics (age, education, and occupation) on basic immunization equipment. The most dominant variable which influenced basic immunization equipment in the working area of Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District, was the variable of empathy.

It is recommended that health workers should increase their interpersonal communication in order to improve basic immunization equipment by gathering mothers for counseling, health workers should show their attention and empathy to mothers in order to improve basic immunization equipment, and mothers should pay attention to immunization equipment by following and implementing immunization schedule which have been made by health workers in order to improve their babies’ health.

(9)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang ”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 7. Dr. Taufik Ashar, M.K.M sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah

banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. 8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.

10. Seluruh responden, ibu – ibu yang berada di wilayah kerja puskesmas Bandar Dolok yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

(11)

12.Terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Robert I Ginting, anak-anakku tersayang Andrew Dylon Ginting dan Felix Andika Ginting, ayahanda A. Sembiring dan ibunda S. Barus serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan penelitian dan pendidikan S2 ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2013 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nurhayati Sembiring, lahir pada tanggal 13 Maret 1974 di Kabanjahe, anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda A. Sembiring dan ibunda S. Barus.

Pendidikan forma penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri 020271 Binjai , selesai Tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Binjai, selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA Taman Siswa Binjai, selesai Tahun 1992, Akademi Penilik Kesehatan Kabanjahe, selesai Tahun 1996, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 2003. Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 sampai saat ini.

(13)
(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 41

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur ……….…………. 51 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar

Dolok Kecamatan Pagar Merbau Menurut Desa .………. 54 4.2 Distribusi Frekuensi Keterbukaan Komunikasi Interpersonal

Petugas Kesehatan dalam Menyampaikan Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………. 56

4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Keterbukaan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok .. 57 4.4 Distribusi Frekuensi Empati Komunikasi Interpersonal

Petugas Kesehatan dalam Menyampaikan Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………. 58

4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Empati Petugas Kesehatan Saat Berkomunikasi tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli

Serdang ………. 59

4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Mendukung Petugas Kesehatan dalam Berkomunikasi Interpersonal tentang Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………. 60

4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Mendukung Petugas Kesehatan Saat Berkomunikasi tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok

Kabupaten Deli Serdang ………... 61 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Positif Petugas Kesehatan

Berkomunikasi Interpersonal tentang Kelengkapan Imunisasi

Dasar ………. 61

(17)

Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok

Kabupaten Deli Serdang ………... 62 4.10 Distribusi Frekuensi Kesetaraan Petugas Kesehatan dengan

Ibu dalam Berkomunikasi Interpersonal tentang Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………. 63

4.11 Distribusi Frekuensi Kategori Kesetaraan Petugas Kesehatan Saat Berkomunikasi dengan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang ……… 64 4.12 Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang ……… 65 4.13 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja

Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang …………. 65 4.14 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja

Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang …………. 66 4.15 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………. 66

4.16 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Ibu tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang ……… 68 4.17 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………... 68 4.18 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Ibu tentang Kelengkapan

Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok

Kabupaten Deli Serdang ………... 70 4.15 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Kelengkapan

Imunisasi Dasar ………. 63

4.18 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Ibu tentang Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok

(18)

4.19 Distribusi Frekuensi Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli

Serdang ………. 70

4.20 Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli

Serdang ………. 71

4.21 Pengaruh Komunikasi Interpersonal (Keterbukaan, Empati, Sikap Mendukung dan Sikap Positif) dan Karakteristik Ibu (Pengetahuan dan Sikap) terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori Devito (1997) dan Teori Menurut Green (1980) ………

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ………...………. 105

2. Master Data Validitas dan Reliabilitas ………. 112

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………. 115

4. Master Data Penelitian ……….………. 122

5. Hasil Uji Statistik ….………. 130

6. Surat Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU . …………. 158

(21)

ABSTRAK

Imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok masih jauh dari target dengan persentase 56,25%. Kurangnya kelengkapan imunisasi dasar pada bayi terkait dengan faktor komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu yang beraneka ragam.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat explanatory research dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi dengan usia 12-15 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 212 orang. Sampel sebanyak 66 orang, diambil dengan teknik simpel random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, pada uji bivariat dianalisis dengan Chi Square dan pada uji multivariat dianalisis dengan Regresi Logistik Ganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang sebesar 59,1%, terdapat pengaruh komunikasi interpersonal (keterbukaan dengan RP = 2,1 CI 95% = 1,424-3,311, empati dengan RP 2,7 CI 95% = 1,714-4,268 dan sikap mendukung dengan RP 1,6 CI 95% = 1,151-2,382) terhadap kelengkapan imunisasi dasar, terdapat pengaruh karakteristik ibu (pengetahuan dengan RP 3,1 CI 95% = 1,645-6,00 dan sikap dengan RP = 2,1 CI 95% = 1,240-3,785) terhadap kelengkapan imunisasi dasar, tidak terdapat pengaruh komunikasi interpersonal (sikap positif dengan RP 1,9 CI 95% = 1,393-2,791) dan kesetaraan RP 2,3 CI 95% = 1,520-3,513) terhadap kelengkapan imunisasi dasar, tidak terdapat pengaruh karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) terhadap kelengkapan imunisasi dasar dan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang adalah variabel empati.

Disarankan Kepada tenaga kesehatan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal dalam upaya meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar dengan cara mengumpulkan ibu-ibu untuk pelaksanaan konseling, petugas kesehatan sebaiknya menunjukkan dan lebih empati kepada ibu untuk meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar dan kepada ibu hendaknya memperhatikan kelengkapan imunisasi dengan mengikuti dan melaksakan jadwal imunisasi yang sudah diterapkan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan anak.

(22)

ABSTRACT

Basic immunization for babies in the working area of Bandar Dolok Puskesmas is far from the target; its percentage is only 56.25%. The lack of basic immunization equipment is related to the factor of health workers’ interpersonal communication and the various characteristics of mothers.

The objective of the research was to explain the influence of health workers’ interpersonal communication and mothers’ characteristics on basic immunization equipment at Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District. The type of the research was a survey with explanatory research method and cross sectional design. The population was 212 mothers who had 12-15 month-old babies in the working area of Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District and 66 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires, bivatriate analysis with Chi Square test and multivatriate anaslysis with multiple logistic regression tests at α = 5%.

The result of the research showed that basic immunization equipment in the working area of Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District was 59.1%; there was the influence of interpersonal communication (transparency with RP = 2.1 C1 95% = 1.424-3.311, empathy with RP 2.7 C1 95% = 1.714-4.268, and supporting motivation with RP 1.6 C1 95% = 1.151-2.382)) on basic immunization equipment and there was the influence of mothers’ characteristics (knowledge with RP 3.1 C1 95% = 1.645-6.00 and attitude with RP = 2.1 C1 95% = 1.240-3.785) on basic immunization equipment. On the other hand, there was not any influence of interpersonal communication (positive attitude with RP 1.9 C1 95% = 1.393-2.791 and equality with RP 2.3 C1 95% = 1.520-513) on basic immunization equipment and there was not any influence of mothers’ characteristics (age, education, and occupation) on basic immunization equipment. The most dominant variable which influenced basic immunization equipment in the working area of Bandar Dolok Puskesmas, Deli Serdang District, was the variable of empathy.

It is recommended that health workers should increase their interpersonal communication in order to improve basic immunization equipment by gathering mothers for counseling, health workers should show their attention and empathy to mothers in order to improve basic immunization equipment, and mothers should pay attention to immunization equipment by following and implementing immunization schedule which have been made by health workers in order to improve their babies’ health.

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga akan menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional. Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan kematian akan semakin dikendalikan (Manuaba, 2007).

Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi diperkirakan 18 bayi setiap jam dan Angka Kematian Balita (AKABA) diperkirakan 24 balita setiap jam. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia yaitu 34 bayi per 1000 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Sedangkan AKABA yaitu 46 dari 1000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirincikan, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari (Departemen Kesehatan RI, 2007).

(24)

lahir, asfiksia, tetanus dan infeks. Masalah tersebut dapat dicegah salah satunya dengan imunisasi (Anonim, 2011).

Bayi dan anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit menular yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, polio dan campak. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar kelompok berisiko ini terlindungi adalah melalui imunisasi. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, hepatitis B 4 kali dan campak 1 kali. Untuk melihat kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi, biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak karena imuniasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi.

Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan pemberantasan penyakit menular (Ranuh, 2001). Pemberian imunisasi pada bayi tidak hanya memberikan pencegahan terhadap anak tersebut, tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan imunitas (daya tahan tubuh terhadap penyakit tertentu) secara umum di masyarakat. Apabila terjadi wabah penyakit menular, maka hal ini akan meningkatkan angka kematian bayi dan balita (Peter, 2002).

(25)

kematian, cacat, bahkan menjadi sumber penularan penyakit, imunisasi dasar lengkap diwajibkan bagi bayi usia 0 hingga 11 bulan.

Menurut Fadilah Supari, dalam sambutan pada Acara Nasional Imunisasi Anak, tanggal 1 November 2007 mengatakan “Program Peningkatan Cakupan Imunisasi sebagai salah satu program peningkatan kesehatan masyarakat dalam rangka pencapaian visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah untuk menurunkan angka kematian bayi”. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada bayi di Indonesia adalah akibat penyakit Tuberculosis (TBC), Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B. Semua penyakit tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan pelaksanaan imunisasi (Anonim, 2011).

(26)

mendapatkan imunisasi secara lengkap. Hal inilah yang berkembang di masyarakat tentang imunisasi, selain itu karakteristik ibu (tingkat pengetahuan yang rendah, pendidikan, pekerjaan dan kesadaran yang kurang terhadap imunisasi). Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi dasar sikap penolakan dari ibu. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi kemampuan seseorang untuk menyerap informasi yang ada, hal ini berarti akan semakin tinggi pula pengetahuannya (Notoadmodjo, 2003).

Imunisasi sudah dikenal luas oleh masyarakat sejalan dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan masyarakat sudah sadar berbondong-bondong mendatangi posyandu atau klinik-klinik pelayanan kesehatan untuk mendapatkan kelengkapan imunisasi dasar yang diperlukan.

(27)

Dalam hal ini petugas kesehatan harus memberikan penjelasan macam-macam imunisasi dasar dan jadwal pemberian imunisasi bagi setiap ibu yang memiliki bayi. Informasi ini untuk membantu ibu dalam pelaksanaan imunisasi. Petugas kesehatan akan memberikan pelayanan KIPTA (Komunikasi Interpersonal dan Konseling) agar ibu semakin memahami dan mengetahui jenis-jenis imunisasi dasar.

Komunikasi dari tenaga kesehatan sangat efektif dan memegang peranan penting dalam menyampaikan informasi yang penting tentang imunisasi dasar. Pemberian informasi ini dilakukan melalui komunikasi interpersonal antara petugas kesehatan dengan ibu (Susanti, 2011).

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. adalah perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya

(28)

melakukannya secara profesional dan sesuai standar pelayanan komunikasi interpersonal. Interaksi atau komunikasi interpersonal yang berkualitas antara klien dan provider

Keberhasilan komunikasi interpersonal sangat ditentukan oleh kemahiran tenaga kesehatan dalam memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang

(tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program imunisasi.

Komunikasi interpersonal oleh petugas kesehatan dengan ibu tentang imunisasi dasar dapat diberikan kepada masyarakat secara kelompok ataupun individu yang biasanya bersifat mempengaruhi masyarakat agar mau melaksanakan apa yang disampaikan dan diharapkan oleh petugas yang memberi penyuluhan melalui komunikasi (Setiadi, 2008).

(29)

petugas kesehatan hendaknya melakukan komunikasi interpersonal secara terbuka artinya k

Komunikasi interpersonal oleh petugas kesehatan dengan ibu merupakan suatu pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan petugas kesehatan kepada masyarakat. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan atau dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemahaman bersama. Komunikasi interpersonal yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif yaitu antara petugas kesehatan dan masyarakat. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu, dan hal ini kadang-kadang disebut pembelajaran partisipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita

(30)

sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak.

Komunikasi interpersonal yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan akan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dalam kelengkapan imunisasi dasar (Depkes RI, 2002).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi beberapa hal, menurut Suparyanto (2011), bahwa faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi bayi antara lain adalah pengetahuan ibu yang kurang tentang imunisasi, motif dalam kelengkapan imunisasi, pengalaman yang pernah dialami oleh ibu baik maupun cerita orang lain, ibu yang bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk membawa anaknya ke posyandu, dukungan keluarga yang mendukung atau pun yang tidak mendukung, fasilitas posyandu, lingkungan sekitar ibu, sikap ibu tentang pemberian imunisasi, provider

(31)

yaitu takut akan efek samping imunisasi (23,5%). Untuk itu, tenaga kesehatan disarankan untuk memberikan penjelasan mengenai efek samping imunisasi yang dapat terjadi, serta apa yang harus dilakukan orang tua jika terjadi efek samping. Masyarakat juga perlu diberi penjelasan mengenai catch-up immunization sehingga anak-anak yang sakit bisa tetap mendapatkan imunisasi.

Penelitian Ningrum (2008), bahwa analisis data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali salah satunya pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu ada kecenderungan semakin lengkap imunisasinya, sehingga untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar melalui penyuluhan-penyuluhan dan penyebarluasan informasi tentang kelengkapan imunisasi dasar di masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, cakupan desa UCI mengalami fruktuasi dalam 5 (lima) tahun terakhir, yaitu pada tahun 2007 sebesar 86,35%, pada tahun 2008 sebesar 90,07%, pada tahun 2009 sebesar 89,85%, pada tahun 2010 sebesar 96,95,%, pada tahun 2011 sebesar 82,99%, UCI adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi.

(32)

56,25%. Puskemas Bandar Dolok merupakan salah satu cakupan imunisasi dasar yang terendah dan merupakan urutan ketiga terendah dari seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Keadaan ini menunjukkan bahwa imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok masih jauh dari target.

Berdasarkan hasil wawancara pada 10 orang ibu yang memiliki anak dengan usia 12-15 bulan diperoleh sebesar 40% bayi mereka tidak lengkap imunisasi dasar. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi interpersonal dari provider (bidan) mengkomunikasikan tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi dan jadwal pemberian imunisasi. Selain itu dipengaruhi oleh karakterik ibu yaitu pengetahuan yang kurang dari ibu tentang imunisasi, tingkat pendidikan yang beraneka ragam, pekerjaan dan persepsi yang salah pada ibu tentang imunisasi dan jadwal pemberian imunisasi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok, kurangnya kelengkapan imunisasi dasar pada bayi terkait dengan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap) yang beraneka ragam dan faktor komunikasi interpersonal petugas kesehatan (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) yang kurang terhadap ibu yang memiliki bayi tentang jenis dan jadwal imunisasi dasar.

(33)

1.2. Permasalahan

Komunikasi interpersonal dalam pemberian informasi yang detail tidak diberikan oleh petugas kesehatan dan rendahnya cakupan kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang, sehingga ingin diteliti bagaimana pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan (bidan) dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang.

1.5. Manfaat Penelitian

(34)

2. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan komunikasi interpersonal tentang kelengkapan imunisasi dasar.

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi (Communication

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Setiawati, 2008).

)

(36)

Teori difusi inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Teori perubahan perilaku menurut Rogers (1974): a. Awareness (kesadaran)

Yakni individu menyadari adanya stimulus yang datang terlebih dahulu b. Interest (perhatian/tertarik)

Individu mulai tertarik dengan adanya stimulus yang masuk c. Evaluation (menilai)

Individu mulai menimbang-nimbang baik dan buruknya apabila mengikuti stimulus tersebut

d. Trial (mencoba)

(37)

e. Adoption (menerima)

Individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.1. Efektivitas Komunikasi

Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga seni bergaul agar kita dapat berkomunikasi efektif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dalam makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator. Pendeknya komunikasi efektif adalah makna bersama. Komunikasi yang efektif memberikan keuntungan dalam mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan. Siapa pun anda dan apa pun pekerjaan anda, anda tidak bisa tidak harus melakukan komunikasi.

Kriteria komunikasi yang efektif secara sederhana, bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Sebenarnya, ini hanya salah satu ukuran bagi efektivitas komunikasi. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

(38)

Ciri-ciri efektif-tidaknya komunikasi ditunjukan oleh dampak kognitif, dampak afektif, dan dampak behavioral yaitu :

a. Dampak kognitif adalah dampak yang timbul pada diri komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya.

b. Dampak afektif adalah dampak yang lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar agar komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya yang dapat menimbulkan perasaan tertentu, misalnya persaan iba, terharu, bahagia dan sebagainya.

c. Dampak behavioral adalah dampak yang paling tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Menurut Rakhmat (2002), dalam buku psikologi komunikasi menyatakan bahwa : “etos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi dan kekuasaan”. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Atraksi, faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal : daya tarik fisik, kesamaan dan kemampuan. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting.

(39)

Tanda-tanda komunikasi efektif menimbulkan lima hal : 1. Pengertian/pemahaman

Seorang komunikator dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya.

2. Kesenangan

Komunikasi semacam ini biasa disebut komunikasi fatik atau mempertahankan hubungan insani. Dan komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan

3. Mempengaruhi sikap

Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan menimbulkan efek pada komunikan. Persuasif didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri”. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain, dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita.

4. Memperbaiki hubungan/ hubungan sosial yang baik

(40)

5. Tindakan

Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap, atau menumbuhkan hubungan yang baik (Rahmat, 2002).

2.1.2. Komponen Komunikasi

Terjadinya komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak lainnya, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain memerlukan keterlibatan beberapa komponen komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, media dan efek (Notoatmodjo, 2005).

Komponen komunikasi menurut Effendy O.U (2002), komponen komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Komunikator (pembawa berita)

(41)

2. Message (pesan atau berita)

Message (pesan) adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui lambang-lambang, pembicaran, gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan, kibaran bendera atau tanda-tanda lain, dengan interpretasi yang tepat akan memberikan arti dan makna tertentu.

3. Channel (media atau sarana)

Channel (saluran) adalah, sarana tempat berlalunya pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Komunikan (penerima berita).

4. Komunikan

Komunikan adalah objek atau sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima pesan atau lambang. Dapat berupa individu, keluarga maupun masyarakat.

5. Efek (effect).

Efek adalah tanggapan, seperangkat reaksi komunikan setelah menerima pesan. 2.1.3. Bentuk Komunikasi

Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi empat bentuk, yaitu komunikasi personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio (Effendy, 2002).

(42)

melakukan evaluasi diri. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi kelompok terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada dimasyarakat seperti radio, televise, film, pers, dan lain-lain. Komunikasi medio adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamphlet, poster, spanduk dan sebagainya (Effendy, 2002).

Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga timbul stimulus yakni pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga (Notoatmodjo, 2003).

Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komunikasi interpersonal.

2.1.4. Komunikasi Interpersonal

(43)

guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

2.1.5. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal

1.

Menurut Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

Keterbukaan (Openness)

(44)

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

2.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

Empati (Empathy)

Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih.

(45)

pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

3.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

Sikap Mendukung (Supportiveness)

4.

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

Sikap Positif (Positiveness)

(46)

sendiri.

5.

Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

Kesetaraan (Equality)

(47)

2.2. Karakteristik Ibu 1. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pelaksanaan imunisasi. Ibu yang berumur tua lebih mempunyai kedewasaan dalam berpikir dalam hal ini lebih memanfaatan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan yang muda. Umur yang semakin meningkat akan lebih memikirkan hal-hal yang sangat penting termasuk untuk melaksanakan imunisasi. 2. Pendidikan

(48)

aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

3. Pekerjaan

Menurut Labor Force Consepth, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari atau mendapatkan nafkah (Harymawan, 2007). Ibu yang bekerja akan memiliki sedikit waktu untuk melaksanakan imunisasi karena sibuk dengan pekerjaannya

4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010).

(49)

terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Dalam pengertian lain, pengetahuan

5. Sikap (attitude)

adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

(50)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3. Imunisasi Dasar 2.3.1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010).

(51)

2.3.2. Tujuan Imunisasi

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati, 2010).

Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Alimul, 2009).

2.3.3. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi adalah sebagai berikut : 1. Bagi Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

2. Bagi Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

3. Bagi Negara

(52)

2.3.4. Jenis Imunisasi

Jenis imunisasi adalah sebagai berikut : 1. Imunisasi Aktif

Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.

Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :

a. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.

b. Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.

(53)

d. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

2. Imunisasi Pasif

Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Proverawati, 2010).

2.3.5. Jenis Vaksin Imunisasi Lengkap

Jenis vaksin imunisasi lengkap adalah sebagai berikut : 1. BCG

(54)

dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas.

2. Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuscular.

3. Polio

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio diberikan melalui oral.

4. DPT

a. Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). b. Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat

(55)

mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular.

c. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, encephalopathy, dan syok.

5. Campak

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas (Alimul, 2009).

2.3.6. Tata Cara Pemberian Imunisasi

a. Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut: 1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak

divaksinasi.

(56)

3. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.

4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.

5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan. 6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan

baik.

7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.

8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.

9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.

10.Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:

(57)

c. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.

d. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.

e. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan (Alimul, 2009).

2.3.7. Jadwal Imunisasi

Bayi yang kelihatannya sehat belum tentu kebal terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian 5 vaksin imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk bayi dibawah 1 tahun. Jadwal pemberian imunisasi tersebut, meliputi :

1. Hepatitis B

a. Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B.

b. Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B, imunisasi dapat diberikan 12 jam setelah bayi lahir atau pada bayi usia 0-7 hari.

2. BCG

a. Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi berusia 1 bulan.

(58)

3. Polio

a. Merupakan imunisasi untuk mencegah penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kecacatan.

b. Imunisasi polio diberikan 4 kali yaitu polio 1 diberikan pada saat bayi berusia 1 bulan, polio 2 pada bayi usia 2 bulan, polio 3 pada bayi usia 3 bulan dan polio 4 pada bayi usia 4 bulan.

4. DPT-HB

a. Merupakan imunisasi untuk mencegah penyakit difteri, pertusis dan tetanus b. Saat ini Imunisasi DPT diberikan bersaman dengan dosis ulangan imunisasi

hepatitis B. Sehingga disebut dengan DPT combo

c. Pemberian Imunisasi DPT-HB adalah pada saat bayi berusia 2 bulan untuk DPT-HB 1, bayi berusia 3 bulan untuk DPT-HB 2, bayi berusia 4 bulan untuk DPT-HB 3.

d. Pemberian DPT combo juga dikombinasikan dengan pemberian imunisasi polio.

e. Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.

5. Campak

a. Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit campak

(59)

c. Pemberian imunisasi campak dapat diulang pada saat anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang dicanangkan pemerintah (Kemenkes, 2011).

2.3.8. Kontraindikasi Imunisasi

Kontraindikasi imunisasi adalah :

a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38ºC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak. b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala

AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.

c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat (Proverawati, 2010).

2.3.9. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Imunisasi

(60)

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan ibu yang rendah akan menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang imunisasi juga terbatas

b. Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi (IDAI, 2008). c. Pengetahuan/pemahaman yang salah tentang imunisasi

Kurangnya pengetahuan pada ibu sangat berpengaruh terhadap imunisasi dasar. Beberapa temuan fakta memberikan implikasi yaitu manakala pengetahuan dari ibu kurang maka pelaksanaan imunisasi juga menurun.

d. Sikap dan pandangan negatif masyarakat

Sikap ini juga berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seseorang. Banyak mitos tentang imunisasi seperti dapat menimbulkan efek samping yaitu deman. e. Sosial budaya dan ekonomi

2.4. Landasan Teori

(61)

pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, faktor pengetahuan, pengalaman dan sikap. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, ibu akan memutuskan melaksanakan kelengkapan imunisasi dasar.

Gambar 2.1. Kerangka Teori Devito (1997) dan Teori Menurut Green (1980) Komunikasi Interpersonal :

- Keterbukaan - Empati

- Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan

Karakteristik Individu : - Umur

- Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap

(62)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Kelengkapan Imunisasi Dasar Komunikasi Interpersonal

Petugas Kesehatan: - Keterbukaan - Empati

- Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan

Karakteristik Ibu yang

mempunyai bayi 12-15 bulan : - Umur

(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat explanatory research, penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang.

Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional, karena wawancara dan observasi dilakukan sesaat dan pada waktu yang bersamaan, serta bermaksud untuk mencari hubungan antara suatu keadaan dengan keadaan lain dalam populasi yang sama (Azwar dan Joldo, 1987, Murti, 1997).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang. Alasan memilih lokasi ini karena :

(64)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai bulan Januari-Juli 2013 yaitu mulai melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak dengan usia 12-15 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 212 orang.

3.3.2. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi dijadikan menjadi sampel. Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Lemeshow sebagai berikut :

= 66,3 orang ≈ 66 orang dimana :

(65)

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P = proporsi di populasi

d = kesalahan absolute yang dapat ditolerir

Jadi besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 66 ibu yang memiliki anak dengan umur 12-15 bulan.

Kriteria inklusi pada pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

1. Anak tidak menderita penyakit kronis sejak lahir sampai umur 1 tahun 2. Memiliki buku catatan kunjungan imunisasi

3. Telah menetap di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok minimal 15 bulan 4. Ibu yang melakukan imunisasi di puskesmas dan posyandu

5. Usia anak 12-15 bulan

(66)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data demografi dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Puskesmas Bandar Dolok dan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji t, dilihat penafsiran dan indeks korelasinya. Uji validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan mengenai pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi.

(67)

Berdasarkan hasil uji validitas variabel komunikasi interpersonal (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) dan karakteristik ibu (pengetahuan dan sikap) terlihat hasil korelasi diketahui bahwa semua item mempunyai korelasi > 0,361 maka dapat dikatakan bahwa item alat ukur tersebut valid dan dapat digunakan dalam pengumpulan data penelitian.

b. Uji Reliabilitas

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat ukur dapat dipergunakan atau tidak. Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercayai juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap akan sama (Riwidikdo, 2009).

(68)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas variabel komunikasi interpersonal (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) dan karakteristik ibu (pengetahuan dan sikap) terlihat nilai cronbach’s alpha > 0,361 maka kuesioner tersebut dikatakan reliabel.

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada ibu sebanyak 30 orang di wilayah kerja Puskesmas Karang Anyer.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

1. Komunikasi Interpersonal

a. Keterbukaan adalah adanya keterbukaan dalam suatu komunikasi petugas kesehatan untuk membuka diri dalam mengungkapkan segala informasi tentang imunisasi dasar yang

0. Ada keterbukaan, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 7-12 disampaikan yang berguna bagi ibu. Kategori Keterbukaan : 0. Ada keterbukaan

1. Kurang ada keterbukaan

Pengukuran variabel keterbukaan disusun 12 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

(69)

b. Empati adalah kemampuan petugas kesehatan untuk mengetahui apa yang sedang dialami oleh ibu dalam mengungkapkan segala informasi tentang imunisasi dasar yang berguna bagi ibu.

Kategori Empati : 0. Empati

1. Kurang empati

Pengukuran variabel empati disusun 6 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Empati, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 4-6

1. Kurang empati jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 1-3

c. Sikap mendukung adalah sikap petugas kesehatan dalam berkomunikasi secara terbuka dan empatik dengan memperlihatkan sikap mendukung.

Kategori Sikap mendukung : 0. Mendukung 1. Kurag mendukung

Pengukuran variabel sikap mendukung disusun 6 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Mendukung, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 4-6

(70)

d. Sikap positif adalah sikap petugas kesehatan dalam berkomunikasi memiliki sikap positif terhadap ibu atau dapat mendorong ibu menjadi teman berinteraksi.

Kategori Sikap positif : 0. Sikap positif

1. Kurang bersikap positif

Pengukuran variabel sikap positif disusun 6 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Sikap positif, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 4-6

1. Kurang bersikap positif, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 1-3 e. Kesetaraan adalah sikap petugas kesehatan dalam berkomunikasi yang

menunjukkan tidak ada perbedaan dengan ibu dan menunjukkan kesetaraan dengan dirinya.

Kategori Kesetaraan : 0. Ada kesetaraan

1. Kurang ada kesetaraan

Pengukuran variabel kesetaraan disusun 6 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Ada kesetaraan, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 4-6

(71)

2. Karakteristik Ibu

a. Umur adalah jumlah tahun hidup responden pada saat wawancara yang dihitung dari ulang tahun terakhir (dibulatkan pada yang lebih mendekati) Kategori Umur : 0. < 20 tahun

1. 20-35 tahun 2. > 35 tahun

b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dengan memperoleh ijazah.

Kategori Pendidikan : 0. Tinggi : Diploma/S1 (Kemendiknas, 2009) 1. Menengah : SMA

2. Dasar : SD dan SMP

c. Pekerjaan adalah status pekerjaan sehari-hari ibu yang menghasilkan uang atau pendapatan keluarga.

Kategori Pekerjaan : 0. Bekerja 1. Tidak bekerja

d. Pengetahuan ibu adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang imunisasi dasar yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden.

Kategori Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk

(72)

(bobot nilai 1) dan jawaban b, c dan d adalah tidak benar (bobot nilai 0), maka total skor untuk variabel pengetahuan adalah 15, jadi :

0. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≥ 76% dari 15 = 12-15 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari 15 = 0-11

(Nursalam, 2011).

e. Sikap adalah suatu reaksi atau respon ibu yang memiliki anak dengan usia 12-15 bulan tentang pelaksanaan imunisasi dasar.

Pengukuran variabel sikap disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”sangat setuju (bobot nilai 4 )”, “setuju (bobot nilai 3 )”, “tidak setuju (bobot nilai 2 )”, dan “sangat tidak setuju (bobot nilai 1 )”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≥ 76% dari 32 = 25-32 (Nursalam, 2011).

1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari 32 = 0-24 3.5.2. Varibel Terikat

Kelengkapan imunisasi dasar yaitu kelengkapan imunisasi yang didapat oleh seorang anak.

Kategori Kelengkapan Imunisasi Dasar :

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori Devito (1997) dan Teori Menurut Green (1980)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat,  Skala dan Hasil Ukur
Tabel 4.1.  Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlikan suatu strategi pembelajaran yang menarik dimana siswa aktif, dapat bertanya meskipun tidak pada guru secara

Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Karyawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah Surakarta yang telah memberikan bekal dan bimbingan kepada penulis selama

(1) Sketsa. Sketsa adalah gambar yang sederhana, atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok dari bentuk objek tanpa detail. Sketsa bisa dibuat diatas

Group 2 deals with issues and approaches related to industrial symbiosis establishment such as performance indicators, modeling and evaluation as well as barriers and success

Hasil penelitian yang diperoleh dengan membandingkan antara teori dengan praktik yang terjadi pada KJKS BMT Tumang cabang Cepogo, menunjukkan bahwa sebagian

The SCANSITES 3D ® is based on the combination of the SCANSITES ® method, an advanced tool which provides numeric defect inspection of large structures, a new wide ranged

bahwa dalam rangka penyesuaian kelas jabatan dan besaran tambahan penghasilan di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja dan Inspektorat, maka Peraturan

Pemerintah pusat dapat memberikan biaya pribadi bagi Guru di daerah khusus dan guru yang mengikuti program Keahlian Ganda. Selain pembiayaan pelaksanaan Program PPG, pemerintah