EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
(Studi Korelasional Pengaruh Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling terhadap Motivasi Belajar Siswa/I SMA Yayasan
Perguruan Sutomo I Medan)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
David Edward 110904041
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
i
LEM BAR PERSET U J U AN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : DAVID EDWARD
NIM : 110904041
Departemen : ILMU KOMUNIKASI
Judul : EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN
MOTIVASI BELAJAR SISWA
(Studi Korelasional Pengaruh Pengaruh Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling terhadap Motivasi Belajar Siswa/I SMA Yayasan Perguruan Sutomo I Medan)
Medan, Juli 2015
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi
Drs. Mukti Sitompul M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis,M.A
NIP. 195307161981121001 NIP. 1962082819870122001
Dekan FISIP USU
Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya
bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nama : DAVID EDWARD
NIM : 110904041
Tanda Tangan : ……….
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa
menjadi sumber kekuatan bagi peneliti disepanjang proses penulisan skripsi ini.
Atas berkat dan kasih-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar Siswa (Studi
Korelasional Pengaruh Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan
Konseling terhadap Motivasi Belajar Siswa/I SMA Yayasan Perguruan Sutomo I
Medan)”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan juga masih jauh
dari kesempurnaan di dalam proses penyelesaian skripsi ini, karena itu peneliti
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga skripsi ini dapat
menjadi lebih baik.
Peneliti mengucapkan ucapan terima kasih secara khusus kepada kedua
orang tua peneliti, yang sangat saya cintai dan sayangi yaitu Bapak Judika
Lumbantoruan dan Ibu Tionar Simatupang yang senantiasa mendoakan dan
memberikan kasih sayangnya yang tidak akan tergantikan serta semangat yang
luar biasa kepada peneliti. Terima kasih untuk setiap kata-kata dan dukungan yang
diberikan kepada peneliti dan kesediaan yang tulus untuk mendengarkan keluh
kesah peneliti hingga saat ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada
abang dan adik-adik yang peneliti sayangi dan cintai Erick Lumbantoruan, Martha
Lumbantoruan, Joice Lumbantrouan, dan Okta Lumbantoruan yang juga
senantiasa mendoakan dan mendukung peneliti selama penulisan skripsi ini.
Peneliti sangat bersyukur memiliki abang dan adik-adik yang luar biasa dan yang
selalu membuat peneliti untuk tersenyum dan semangat di dalam hidup ini.
Tanpa dipungkiri penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan dan
doa-doa dari berbagai pihak serta orang-orang dalam hidup peneliti, karena itu
peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
iv
2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
3. Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik
Peneliti.
5. Bapak Drs. Mukti Stitompul, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi,
terima kasih atas waktu, tenaga dan semua pikiran serta masukan yang
telah diberikan dengan sabar untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu
dan pengalaman hidup yang dibagikan selama masa perkuliahaan.
7. Seluruh staff Departemen Ilmu Komunikasi dan Bagian Pendidikan yang
telah membantu dalam proses administrasi.
8. Bapak Ir. Khoe Tjok Jien selaku Kepala Sekolah Yayasan Perguruan
Sutomo I Medan yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk
melakukan penelitian.
9. Konselor bimbingan konseling Yayasan Perguruan Sutomo I Medan (Kak
Erika) yang telah membantu di dalam proses pengambilan data sepanjang
pelaksanaan penelitian ini.
10.Achava Zephan, Kak Rebekka Purba selaku kakak rohani peneliti yang
sudah banyak memberikan doa, dukungan dan semangat, serta
saudara-saudariku di dalam Kristus, Rittar Samosir, Neni Waruwu, Sondang
Tamba, Davit Sebayang, Hans Siahaan, terima kasih telah menjadi
saudara-saudari yang baik di dalam hidup peneliti.
11.Adik-adik rohani peneliti Abbie Jensina, Hanna Tinambunan dan Vera
Siringo-ringo buat doa, dukungan dan semangat kepada peneliti.
12.Sahabat-sahabat peneliti Tampomas FC, Bang Swandi Hutapea, Bang
Christian Manurung, Bang Iman Hutapea, Hans Siahaan, dan Bastian
v
13.Sahabat-sahabat dan teman-teman IMKR Medan (Bang Febri Napitupulu,
Bang Taufik, Agustinus Tampubolon, Ganda Hutabarat, Michael
Panjaitan, Bowi, Kahfi, Andi, dan yang lainnya yang tidak dapat peneliti
sebutkan satu per satu)
14.Tim Pengurus Pelayanan UKM KMK USU UP PEMA FISIP periode 2014
dan 2015 (Kak Meriau, Kak Santiur, Kak Yolanda, Melin, Samuel, Sri dan
yang lainnya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu).
15.Komisi Peralatan UKM KMK USU dan Tim Inventaris yang tidak dapat
peneliti sebutkan satu per satu, yang telah mendoakan dan memberikan
semangat kepada peneliti.
16.Seluruh Teman dan Keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang sudah banyak memberikan dukungan kepada peneliti, kiranya Allah
yang membalas dengan segala berkat-Nya.
Akhir kata, segala puji, hormat, dan kemuliaan hanyalah milik Allah saja yang
sudah banyak berperan dalam kehidupan peneliti dan memberikan kepercayaan
dala segala hal. Peneliti berharap, penelitian ini dapat bermanfaat serta
memberikan inspirasi bagi pendidikan di Indonesia di masa yang akan datang.
Medan, Juli 2015
Peneliti
vi ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar
Siswa/I. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana Pengaruh
Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling terhadap
Motivasi Belajar Siswa/I SMA Yayasan Perguruan Sutomo I Medan. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: teori komunikasi, komunikasi antarpribadi,
bimbingan konseling, dan motivasi belajar. Metode yang digunakan adalah
metode korelasional, yaitu metode yang digunakan untuk meneliti hubungan
antara variabel-variabel. Populasi dalam penelitian ini yaitu berjumlah 514 orang.
Untuk menghitung jumlah sampel penelitian, digunakan rumus Taro Yamane
dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%. Berdasarkan perhitaungan
rumus tersebut maka, diperoleh sampel sebanyak 84 orang. Teknik pengumpulan
data menggunakan studi lapangan melalui kuesioner dan penelitian kepustakaan
melalui literatur, sumber bacaan dan teori-teori.
Berdasarkan skala Guilford, hasil 0.51 berada pada skala 0.40-0.70 yang
menunjukkan hubungan yang cukup berarti. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan rumus Tata Jenjang Spearman (Spearman’s Rho
Rank-Order Correlation) diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.51 (Ha diterima), yaitu
terdapat hubungan antara Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan
Konseling dan Motivasi Belajar Siswa/I Yayasan Perguruan Sutomo I Medan.
Selanjutnya, untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh pengaruh variabel X
terhadap Y digunakan rumus �����, dimana �ℎ����� > ������ atau 5.37 > 1.99 yang
berarti Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling
mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa/I Yayasan Perguruan Sutomo I Medan
sebesar 26.01%. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling terhadap
Motivasi Belajar Siswa/I Yayasan Perguruan Sutomo I Medan.
vii ABSTRACT
This research title is The Effectiveness of Interpersonal Communication and
Student’s Study Motivation. The purpose is to determine how far the effect of
Interpersonal Communication’s Effectiveness in Counseling Guidance to
Student’s Study Motivation in School Institution Sutomo I Medan. The theory
used in this study is: communication theory, interpersonal communication,
counseling guidance, and study’s motivation. The method used is correlation
method, which method used to examine the relationship between variables. The
population in this research are 514 people. To calculate the sample size of the
study, used Taro Yamane formula with precision of 10% with confidance level of
90% . Based on a sample calculate formula, obtained a sample of 84 people. The
technique of data collection is field research through questionnaries and library
research through literature, reading sources and theories.
Based on Guilford Scale, the result 0.51 are in scale 0.40-0.70 which means
significant relationship. Based on the result of calculation using Tata Study
Spearman (Spearman’s Rho Rank-Order Correlation) obatained a correlation
coefficient 0.51 (Hyphotesis accepted). ����� formula is used to test the
significance of influence of variable X to Y, where ������ > ������ or 5.37 > 1.99,
which means the effectiveness of Interpersonal Communication in Counseling
Guidance affects Student’s Study Motivation in School Institution Sutomo I
Medan at 26.01%.
These results indicate that there’s a significant influence between the the
effectiveness of Interpersonal Communication in Counseling Guidance affects
Student’s Study Motivation in School Institution Sutomo I Medan.
Keywords: Effectiveness of Interpersonal Communication, Study Motivation,
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
ABSTRAK ... ix
2.1.2 Komunikasi Antarpribadi ... 13
2.1.3 Bimbingan Konseling ... 20
2.1.4 Motivasi ... 22
2.1.5 Motivasi Belajar ... 25
2.2 Kerangka Konsep ... 27
2.3 Variabel Penelitian ... 28
2.4 Operasionalisasi Variabel ... 28
2.5 Defenisi Operasional ... 29
2.6 Hipotesis ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33
3.1.1 Gambaran Umum Yayasan Perguruan Sutomo I Medan ... 33
3.1.2 Sejarah Yayasan Perguruan Sutomo I Medan ... 33
3.1.3 Logo, Visi – Misi Yayasan Perguruan Sutomo I Medan ... 34
3.1.4 Bimbingan Konseling Yayasan Perguruan Sutomo I Medan ... 34
3.1.5 Tugas dan Tanggung jawab Konselor Sekolah ... 35
3.2 Metode Penelitian ... 36
3.3 Populasi dan Sampel ... 36
3.3.1 Populasi ... 36
3.3.2 Sampel ... 36
ix
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.5 Teknik Analisis Data ... 38
3.6 Proses Pengolahan Data ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 42
4.2 Analisis Tabel Tunggal ... 42
4.2.1 Karakteristik Responden ... 42
4.2.2 Efektivitas Komunikasi Antarpribadi ... 44
4.2.3 Motivasi Belajar ... 64
4.3 Analisis Tabel Silang ... 81
4.4 Uji Hipotesis ... 89
4.5 Pembahasan ... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 97
5.2 Saran ... 98
x
4.4 Keterbukaan konselor kepada siswa/i mengenai pengalaman Pribadinya 45
4.5 Keterbukaan konselor dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan konselor yang sebenarnya kepada siswa/i 46
4.6 Keterbukaan konselor mengungkapkan pikiran dan perasaannya sebenarnya berkaitan dengan tingkah laku siswa/i 47
4.7 Sikap empati konselor dalam memaklumi keluhan siswa/i mengenai kesulitan dalam mengerjakan ulangan dan tugas/PR 48
4.8 Sikap empati konselor dalam memaklumi keluhan siswa/i terkait masalah proses belajar siswa/i 49
4.9 Sikap empati konselor dalam mengkritik cara belajar Siswa 50
4.10 Sikap empati konselor dalam memposisikan dirinya sebagaimana dengan cara pandang siswa/i 51
4.11 Peran konselor membentuk pikiran siswa/i tentang pentingnya belajar 52
4.12 Peran konselor dalam menyadarkan siswa/i tentang manfaat belajar 53
4.13 Dukungan konselor untuk menyakinkan potensi yang dimiliki oleh siswa/i 54
4.14 Kemampuan konselor dalam memberi ketenangan untuk meringankan beban perasaan siswa/i mengenai kesulitan belajar 55
xi
4.16 Kemampuan konselor yang mendukung menciptakan
suasana belajar yang nyaman bagi siswa/i di sekolah 56
4.17 Rasa nyaman yang diperoleh siswa disaat berkomunikasi
dengan konselor 58
4.18 Sikap konselor untuk menghargai siswa/i yang datang
mengikuti kegiatan bimbingan konseling 59
4.19 Sikap konselor dalam memberikan pujian kepada siswa/i 60
4.20 Sikap konselor dalam menghargai klien yang mengikuti
konseling sebagai siswa ketika berkomunikasi 61
4.21 Sikap konselor untuk tidak memancing perdebatan
disaat berkomunikasi dengan siswa/i 62
4.22 Sikap konselor untuk membantu memberikan solusi
terhadap masalah yang dialami oleh siswa/i 63
4.23 Tingkat konsentrasi siswa/i yang mengikuti konseling
dalam proses belajar 64
4.24 Perhatian siswa/i untuk memperhatikan pelajaran terlepas
siapapun guru yang mengajar 65
4.25 Frekuensi siswa/i untuk mencari sumber belajar pada
waktu senggang di luar jam sekolah 66
4.26 Ketekunan siswa/i untuk mengerjakan tugas dan pekerjaan
rumah tepat waktu 67
4.27 Kesadaran siswa/i mengenai pentingnya belajar 68
4.28 Kesadaran siswa/i mengenai manfaat belajar bagi dirinya 69
4.29 Kesadaran siswa/i mengenai pentingnya mengikuti
setiap pembelajaran di sekolah 70
4.30 Dorongan siswa/i untuk melakukan kegiatan belajar demi
meraih cita-cita 71
4.31 Frekuensi aktivitas belajar siswa/i yang dilakukan di rumah
agar dapat memahami setiap materi pelajaran 71
4.32 Frekuensi siswa/i untuk menyediakan waktu khusus untuk
xii
4.33 Kemandirian siswa/i untuk mengerjakan tugas dengan
usahanya sendiri 73
4.34 Kepercayaan diri siswa/i mengenai keyakinan pada potensi
yang ada pada dirinya 74
4.35 Kepercayaan diri siswa/i untuk berusaha mengembangkan
potensi yang ia miliki 75
4.36 Frekuensi siswa/i untuk bertanya kepada orang lain
mengenai pelajaran yang belum dimengerti 76
4.37 Dorongan belajar siswa/i untuk berusaha lebih keras walapun
telah memperoleh nilai yang tinggi 77
4.38 Frekuensi siswa/i dalam memperhatikan catatan yang
diberikan guru untuk perbaikan tugas atau PR 78
4.39 Usaha siswa/i untuk tidak jenuh dalam belajar 79
4.40 Ketertarikan siswa/i untuk belajar yang didukung oleh
suasana belajar yang nyaman 80
4.41 Hubungan antara Kemampuan Konselor dalam Membentuk
Pikiran Siswa/i akan Pentingnya Belajar dengan Kesadaran
Siswa/i akan Pentingnya Belajar 81
4.42 Hubungan antara Kemampuan Konselor dalam Membentuk
Pikiran Siswa/i akan Manfaat Belajar dengan Kesadaran
Siswa/i akan Manfaat Belajar bagi Dirinya 83
4.43 Hubungan kemampuan konselor menyakinkan kemampuan
yang dimiliki siswa/i dengan usaha siswa/i untuk
mengembangkan kemampuan atau potensi yang ia miliki 85
4.44 Hubungan antara suasana belajar yang nyaman yang
diciptakan melalui bimbingan konseling dan ketertarikan
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
- Kuesioner
- Foltron Cobol
- Tabel Data Mentah Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar Siswa
- Tabel r Spearman
- Tabel Distribusi t
- Surat Izin Penelitian
- Biodata Peneliti
vi ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar
Siswa/I. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana Pengaruh
Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling terhadap
Motivasi Belajar Siswa/I SMA Yayasan Perguruan Sutomo I Medan. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: teori komunikasi, komunikasi antarpribadi,
bimbingan konseling, dan motivasi belajar. Metode yang digunakan adalah
metode korelasional, yaitu metode yang digunakan untuk meneliti hubungan
antara variabel-variabel. Populasi dalam penelitian ini yaitu berjumlah 514 orang.
Untuk menghitung jumlah sampel penelitian, digunakan rumus Taro Yamane
dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%. Berdasarkan perhitaungan
rumus tersebut maka, diperoleh sampel sebanyak 84 orang. Teknik pengumpulan
data menggunakan studi lapangan melalui kuesioner dan penelitian kepustakaan
melalui literatur, sumber bacaan dan teori-teori.
Berdasarkan skala Guilford, hasil 0.51 berada pada skala 0.40-0.70 yang
menunjukkan hubungan yang cukup berarti. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan rumus Tata Jenjang Spearman (Spearman’s Rho
Rank-Order Correlation) diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.51 (Ha diterima), yaitu
terdapat hubungan antara Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan
Konseling dan Motivasi Belajar Siswa/I Yayasan Perguruan Sutomo I Medan.
Selanjutnya, untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh pengaruh variabel X
terhadap Y digunakan rumus �����, dimana �ℎ����� > ������ atau 5.37 > 1.99 yang
berarti Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling
mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa/I Yayasan Perguruan Sutomo I Medan
sebesar 26.01%. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan Konseling terhadap
Motivasi Belajar Siswa/I Yayasan Perguruan Sutomo I Medan.
vii ABSTRACT
This research title is The Effectiveness of Interpersonal Communication and
Student’s Study Motivation. The purpose is to determine how far the effect of
Interpersonal Communication’s Effectiveness in Counseling Guidance to
Student’s Study Motivation in School Institution Sutomo I Medan. The theory
used in this study is: communication theory, interpersonal communication,
counseling guidance, and study’s motivation. The method used is correlation
method, which method used to examine the relationship between variables. The
population in this research are 514 people. To calculate the sample size of the
study, used Taro Yamane formula with precision of 10% with confidance level of
90% . Based on a sample calculate formula, obtained a sample of 84 people. The
technique of data collection is field research through questionnaries and library
research through literature, reading sources and theories.
Based on Guilford Scale, the result 0.51 are in scale 0.40-0.70 which means
significant relationship. Based on the result of calculation using Tata Study
Spearman (Spearman’s Rho Rank-Order Correlation) obatained a correlation
coefficient 0.51 (Hyphotesis accepted). ����� formula is used to test the
significance of influence of variable X to Y, where ������ > ������ or 5.37 > 1.99,
which means the effectiveness of Interpersonal Communication in Counseling
Guidance affects Student’s Study Motivation in School Institution Sutomo I
Medan at 26.01%.
These results indicate that there’s a significant influence between the the
effectiveness of Interpersonal Communication in Counseling Guidance affects
Student’s Study Motivation in School Institution Sutomo I Medan.
Keywords: Effectiveness of Interpersonal Communication, Study Motivation,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya tidak akan pernah lepas dari aktivitas komunikasi.
Komunikasi memegang peranan penting dalam suatu interaksi sosial, baik dalam
hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, bahkan masyarakat. Orang yang
tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan akan tersesat, karena
ia tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial.
Komunikasilah yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka
rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun
yang ia hadapi (Mulyana, 2007:6).
Demikian pula komunikasi mengambil banyak peran di dalam dunia
pendidikan. Disetiap proses pembelajaran bagi peserta didik maupun pengajaran
yang dilakukan oleh tenaga pengajar atau guru, komunikasi sebagai dasar di
dalam penyampaian ide dan gagasan. Berbagai bentuk komunikasi yang terjadi
serta dengan konteks dan fungsi yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan dari
pendidikan tersebut. Seperti contoh, komunikasi organisasi di antara guru dan
staff di dalam aktivitas administrasi sekolah, komunikasi kelompok di antara guru
dan siswa di dalam proses belajar dan mengajar, serta komunikasi antarpribadi di
antara guru dan siswa, guru BK dan siswa, maupun seorang siswa dengan siswa
lainnya yang berada di dalam lingkungan sekolah. Edgar Dalle (1946)
menyatakan pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan,
yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat melakukan peranan dalam berbagai
lingkungan secara tetap untuk masa yang akan datang (http:/www.dharmasanjaya.
blogdetik.com/2013/03/19/pengertian pendidikan).
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik
melaksanakan program pengajaran, bimbingan, dan latihan dalam membantu
siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik menyangkut aspek
moral-sprital, intelektual, emosional, maupun sosial. Para peserta didik memandang
Universitas Sumatera Utara orang tua menaruh harapan kepada sekolah untuk dapat mendidik anak agar
menjadi orang yang pintar, terampil, dan berakhlak mulia. Hurlock (1986)
mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan
kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara
berperilaku. Hal senada juga dikemukakan oleh Havighurst (1961) bahwa sekolah
mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa
mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini, sekolah
seyogianya berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang dapat
memfasilitasi siswa (yang berusia remaja) untuk mecapai tugas perkembangannya
(Yusuf, Nurihsan, 2005:2-3).
Proses perkembangan pada masa remaja lazimnya berlangsung selama
kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11 tahun sampai dengan usia 21 tahun. Masa
perkembangan remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh
kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi si remaja sendiri melainkan juga para
orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut dapat dikarenakan individu
remaja sedang berada pada masa transisi yaitu masa peralihan di antara masa
kanak-kanak dan dewasa. Sehubungan dengan ini, hampir dapat dipastikan bahwa
segala sesuatu yang sedang dialami atau dalam keadaan transisi dari suatu
keadaan ke keadaan lainnya selalu menimbulkan gejolak, goncangan, dan
benturan yang kadang-kadang berakibat sangat buruk (Syah, 2010:51).
Menurut Syamsu dan Juntika (2005) bahwa dalam seluruh proses
pendidikan, belajar merupakan kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat
diartikan sebagai bantuan perkembangan melalui kegiatan belajar. Secara
psikologis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah
laku baik dalam kogntif, afektif, maupun psikomotorik, untuk memperoleh respon
yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien (Yusuf,
Nurihsan, 2005:222). Berbagai metode maupun cara dilakukan guna mencapai
perkembangan positif peserta didik seperti pemberian materi mata pelajaran, tugas
dan latihan, serta mengadakan tes atau ujian. Namun, semua hal tersebut membuat
guru aktif dan sesungguhnya sebagian besar merupakan faktor penentu dalam
Universitas Sumatera Utara belajar. Walaupun demikian, siswa acap dipandang masih lambat, sulit
memahami, bahkan kurang tertarik untuk belajar (Sukardi, 1988:21).
Pada dasarnya, anak memerlukan motivasi di dalam kegiatan belajarnya.
Pentingnya motivasi dalam belajar, karena keberadaannya sangat berarti bagi
perbuatan belajar atau seluruh aktivitas dalam belajar (Uno, 2008:23). Wlodkowsi
(1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah (direction) serta
ketahanan (persistene) (Siregar,Nara, 2010:49). Motif merupakan suatu tenaga
potensial untuk terjadinya perilaku atau tindakan, sedangkan motivasi merupakan
proses pengerahan dan penguatan motif itu untuk diaktualisasikan dalam
perbuatan nyata. Dalam kaitannya dengan perilaku, maka motif dalam motivasi
itu tidak terpisah, sehingga pada gilirannya konsep motivasi telah mencakup motif
dan penguatannya. Tidak terkecuali dalam belajar, motivasi memiliki peranan
penting dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam menentukan hal-hal
yang dapat dijadikan penguat belajar, memperjelas tujuan belajar yang hendak
dicapai, menentukkan ragam kendali terhadap rangsangan belajar dan
menentukkan ketekunan belajar (Uno, 2008:27).
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, serta harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar
yang kondusif dan mendukung, dan kegiatan belajar yang menarik. Namun, harus
dipahami bahwa, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu,
sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih
giat dan semangat (Uno, 2008:23).
Komunikasi interpersonal adalah bentuk komunikasi yang sering sekali
dipakai di dalam mendukung proses pengajaran maupun pembelajaran di setiap
lembaga pendidikan. Komunikasi interpersonal juga lebih efektif untuk
memotivasi peserta didik secara personal agar dapat memahami dirinya dan dapat
mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. Hardjana (2007:85)
mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal (interpersonal communication)
atau komunikasi antarpribadi adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa
Universitas Sumatera Utara penerima dapat menanggapi secara langsung pula. Dibandingkan dengan bentuk
komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi mempunyai peranan yang cukup
besar untuk mengubah sikap. Hal itu karena komunikasi ini merupakan proses
penggunaan informasi secara bersama (sharing proses) (Wiryanto, 2004:37).
Komunikasi secara interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan bentuk
komunikasi yang juga terdapat pada metode pengembangan potensi siswa/i yang
melibatkan konselor dan siswa/i dalam pertemuan tatap muka. Metode tersebut
lazimnya disebut dengan bimbingan konseling.
Bimbingan konseling adalah salah satu metode yang telah lama ada dan
yang pada saat ini berkembang pesat dalam dunia pendidikan guna membantu
siswa atau peserta didik untuk mengembangankan potensi dasar yang dimiliki
siswa, yang tidak sekedar memberikan ilmu pengetahuan sesuai kurikulum
(Sukardi, 1988:20).
Rochman Natawidjaja (1987) mengartikan bimbingan sebagai proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan
dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada
umumnya. Sedangkan Robinson (1950) mengartikan konseling adalah semua
bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang, yaitu klien dibantu untuk
lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya (Hallen, 2005:5,10). Hubungan dalam konseling bersifat
interpersonal, terjadi dalam bentuk wawancara secara tatap muka antara konselor
dengan klien. Hubungan itu, melainkan melibatkan semua unsur kepribadian yang
meliputi pikiran, perasaan, pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan dan
lain-lain.
Salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di Kota Medan adalah
Yayasan Perguruan Sutomo I Medan (PG-SD-SMP-SMA), sekolah ini telah
memiliki akreditasi serta prestasi akademik siswa yang baik, bahkan masyarakat
Kota Medan juga memberikan perhatian khusus kepada sekolah ini sebagai
sekolah yang unggul dalam prestasi akademiknya. Hal tersebut dapat dibuktikan
Universitas Sumatera Utara Perguruan Sutomo I Medan dalam ajang kompetisi akademik tingkat lokal dan
nasional. Di dalam perjalanannya, sekolah ini telah beberapa kali memenangkan
medali dan penghargaan dalam olimpiade-olimpiade ilmiah dengan meraihkan
medali emas (gold medal), medali perak (silver medal) dan medali perunggu
(bronze medal) pada Olimpiade Siswa Nasional (OSN) yang diadakan di kota
Yogyakarta, Balikpapan, Pekanbaru, Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar,
Jakarta, Medan dalam beberapa kategori-kategori serta olimpiade lainnya pada
tingkat nasional dan internasional. Namun tidak semua siswa/i tersebut memiliki
motivasi dan prestasi akademik yang sama. Terdapat siswa/i yang memiliki
motivasi yang kuat untuk melakukan aktivitas belajarnya dan juga terdapat siswa/i
yang dipandang masih belum memiliki motivasi yang kuat untuk belajar serta
mengalami berbagai kesulitan dalam proses pembelajarannya.
Terlepas dari bentuk atau metode pengajaran yang ada dan yang telah lama
diterapkan di dalam mendukung pengembangan potensi siswa/i Yayasan
Perguruan Sutomo I Medan, yayasan ini juga memberikan salah satu fasilitas
bimbingan konseling guna membantu proses pengembangan potensi siswa/i yaitu
melalui pertemuan tatap muka (percakapan) bersama konselor yang professional.
Komunikasi cukup banyak mengambil peran di dalam seluruh proses pertemuan
tatap muka tersebut diantara siswa/i dan konselor atau yang disebut dengan
bimbingan konseling. Tanpa dapat dipungkiri setiap interaksi yang terdapat pada
bimbingan konseling tersebut, tidak terlepas dari berbagai bentuk komunikasi
yang dipakai termasuk komunikasi antarpribadi. Fasilitas bimbingan konseling ini
diperuntukan bagi seluruh siswa Yayasan Perguruan Sutomo I Medan guna
mendukung program pengembangan siswa/i tersebut. Adapun konselor yang
profesional tersebut merupakan seorang ahli dalam konseling yang memiliki latar
pendidikan dari jurusan psikologi, sehingga kredibilitas serta pengalamannya
tidak diragukan lagi di dalam menangani klien (siswa) yang datang menemuinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
sejauhmana pengaruh efektivitas komunikasi antarpribadi dalam bimbingan
konseling terhadap motivasi belajar siswa-siswi Yayasan Perguruan Sutomo I
Universitas Sumatera Utara 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka adapun yang menjadi
rumusan masalah di dalam penelitian ini yaitu: “Sejauhmana pengaruh efektivitas
komunikasi antarpribadi dalam bimbingan konseling di Yayasan Perguruan
Sutomo I Medan terhadap motivasi belajar siswa/i Yayasan Perguruan Sutomo I
Medan?
1.3 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan tidak menimbulkan kerancuan yang
dikarenakan luasnya pembahasan juga keterbatasan peneliti dalam hal
kemampuan dan pengetahuan, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Yang dimaksud dengan efektivitas komunikasi antarpribadi sebagai
variabel (X) dalam penelitian ini dibatasi pada keterbukaan (openness),
empati (empathy), dukungan (supportiveness), sikap positif (positiveness),
dan kesetaraan/kesamaan (equality) yang terdapat pada kegiatan
bimbingan konseling.
2. Yang dimaksud dengan motivasi belajar dalam penelitian ini dibatasi pada
perhatian (attention), relevansi (relevance), kepercayaan diri
(self-confidence), serta kepuasan siswa (satisfication).
3. Objek penelitian ini adalah siswa/i Yayasan Perguruan Sutomo I Medan
tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pernah mengikuti kegiatan
bimbingan konseling.
4. Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2015 sampai dengan Juni 2015.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui efektivitas komunikasi antarpribadi di dalam
bimbingan konseling yang terdapat di Yayasan Perguruan Sutomo I
Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa/i SMA Yayasan
Perguruan Sutomo I Medan yang telah mengikuti kegiatan bimbingan
konseling.
3. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh efektivitas komunikasi
antarpribadi dalam bimbingan konseling terhadap motivasi belajar siswa/i
Yayasan Perguruan Sutomo I Medan pada tingkat SMA.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat di dalam penelitian ini yaitu:
1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif terhadap pengetahuan dalam bidang komunikasi sebagai bahan
penelitian, dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU umumnya, dan
mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Khususnya.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
lembaga-lembaga pendidikan lainnya untuk mendukung metode
pengembangan potensi siswa/i, khususnya Yayasan Perguruan Sutomo I
medan.
3. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
peneliti di bidang komunikasi interpersonal, baik itu secara teori maupun
8 BAB II
URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori
Teori merupakan jantung utama dalam penelitian kuantitatif yang harus
diuji kebenarannya dalam suatu topik penelitian. Seorang peneliti kuantitatif harus
memilih dan menentukkan teori yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Kejelasan landasan berpikir untuk memecahkan teori atau menyoroti masalah
sangat diperlukan dalam penelitian. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang
memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah
penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).
Kerlinger menyatakan bahwa teori adalah himpunan konstruksi (konsep),
definisi, dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala
dengan menjabarkan relasi diantara variabel, Untuk menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut (Rakhmat, 1985:8). Dalam penelitian ini, teori yang dianggap
relevan adalah komunikasi, komunikasi interpersonal, bimbingan konseling,
motivasi, dan motivasi belajar.
2.1.1 Komunikasi
2.1.1.1 Pengertian Komunikasi
Istilah Komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal
dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.
Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk
percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan
makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan
dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesanmaan makna yang
dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat
dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang
dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.
Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan, dan
politik sudah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang hidup ratusan
Universitas Sumatera Utara dalam lingkungan kecil. Baru pada pertengahan abad ke-20 ketika dunia dirasakan
semakin kecil akibat revolusi industri dan revolusi teknologi elektronik, seteleh
ditemukan kapal api, pesawat terbang, listrik, telepon, surat kabar, film, radio,
televisi, dan sebagainya maka para cendekiawan pada abad sekarang menyadari
pentingnya komunikasi ditingkatkan dari pengetahuan (knowledge) menjadi ilmu
(science).
Berbicara tentang definisi ilmu komunikasi, tidak ada definisi yang benar
atau salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatnya
untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya (Mulyana,
Deddy, 2005:41-42).
Menurut Djajusman (1985), para pakar telah merumuskan komunikasi
dengan caranya sendiri. Seperti terlihat dalam thayer (1963) misalnya telah
menemukan 25 artian komunikasi yang berbeda satu sama lain. Bahkan Stappers
(1966) menemukan 34 definisi, Battinghaus (1966) 50 rumusan, Dance (1970)
berhasil mengumpulkan 98 buah. Dengan demikian nampak bahwa definisi
komunikasi begitu banyak untuk itu dibutuhkan suatu cara dalam memandangnya
dari sudut tertentu (Liliweri, 1991:4).
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah: upaya yang sistematis
untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta
pembentukan pendapat dan sikap.
Di masa perkembangan ilmu komunikasi saat ini, para peminat
komunikasi sering sekali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold
Lasswell, yang juga dikenal sebagai Bapak Ilmu Komunikasi. Lasswell cara
menggambarkan mengenai arti komunikasi yaitu dengan menjawab pertanyaan
sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whow With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi
lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
- Komunikator (communicator, source, sender)
- Pesan (Message)
- Media (channel, media)
- Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient)
Universitas Sumatera Utara Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu (Effendy, Uchjana, 2007:9-10).
2.1.1.2 Ruang Lingkup Komunikasi
Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui secara lebih terperinci
mengenai lingkup komunikasi ditinjau dari komponennya, bentuknya, sifatnya,
metodenya, tekniknya, modelnya, bidangnya, dan sistemnya, maka dapat
digambarkan sebagai berikut (Effendy, Uchjana, 2007:7-9):
1. Komponen Komunikasi
a. Komunikasi Pribadi (personal communication)
1) Komunikasi intrapribadi (personal communication)
2) Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
b. Komunikasi kelompok (group communication)
1) Komunikasi kelompok kecil (small group communication):
Universitas Sumatera Utara 2) Komunikasi kelompok besar (large group communication/public
speaking)
c. Komunikasi Massa (mass communication)
1) Pers
b. Hubungan Masyarakat (public relations)
c. Periklanan (advertising)
d. Pameran (exposition)
e. Publisitas (publicity)
f. Propaganda
Universitas Sumatera Utara h. penerangan
6. Teknik Komunikasi
a. Komunikasi informatif (informative communication)
b. Komunikasi persuasif (persuasive communication)
c. Komunikasi instruktif (intructive/coersive communication)
d. Hubungan manusiawi (human relations)
7. Tujuan komunikasi
a. Perubahan sikap (attitude change)
b. Perubahan pendapat (opinion change)
c. Perubahan perilaku (behavior change)
d. Perubahan sosial (social change)
8. Fungsi komunikasi
a. Menyampaikan informasi (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
9. Model Komunikasi
a. Komunikasi satu tahap (one step flow communication)
b. Komunikasi dua tahap (two step flow communication)
c. Komunikasi multi tahap (multi step flow communication)
10.Bidang Komunikasi
a. Komunikasi sosial (social communication)
b. Komunikasi manajemen/organisasional (management/organizational
communication)
c. Komunikasi perusahaan (bussiness communication)
d. Komunikasi politik (political communication)
e. Komunikasi internasional (international communication)
f. Komunikasi antarbudaya (intercultural communication)
g. Komunikasi pembangunan (developmental communication)
h. Komunikasi lingkungan (enviromental communication)
Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Komunikasi Antarpribadi
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
taupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah
komunikasi diadik (dyadic communication). Yang melibatkan hanya dua orang,
seperti suami-istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya.
Ciri-ciri komunikasi diadik adalah; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim
dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun
nonverbal.
Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau
membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indra seperti
sentuhan, pendengaran, penglihatan, dan lain-lain, untuk mempertinggi daya
bujuk pesan kita (Mulyana, 2007:81).
Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di
mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana
diungkapkan oleh Devito (1976) bahwa, komunikasi antar pribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang lain, atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.
Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan.
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa
percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan
komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator
mengetahui pasti apakah komunikasi itu positif atau negatif, berhasil atau tidak.
Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya
seluas-luasnya.
Sedangkan Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan bahwa komunikasi
antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga
Universitas Sumatera Utara tidak berstruktur. Dan Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antar
pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi tatap muka antara dua
orang atau lebih (Liliweri, 1991:12).
2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi
Adapun ciri-ciri komunikasi antarpribadi dapat diuraikan (Liliweri,
1991:13-14):
1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan sambil
lalu.
2. Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu.
3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang
tidak mempunyai identitas yang jelas.
4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.
5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan.
6. Komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit melibatkan
hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya
keterpengaruhan.
7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak
membuahkan hasil.
8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang bermakna.
2.1.2.3 Sifat Komunikasi Antarpribadi
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua
orang merupakan komunikasi antar pribadi dan bukan komunikasi lainnya yang
terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986a), Porter dan
Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi antar pribadiadalah (Liliweri,
1991:31-42);
1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun
Universitas Sumatera Utara Dalam komunikasi, tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan
kata-kata, pengungkapannya baik baik yang lisan maupun tertulis.
Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan
tangan, ataupun seperti gerakan mata. Dan hal ini setiap saat dilakukan
oleh siapa saja tanpa terkecuali. Gofman (1971) , De Lozier (1976), dan
Little John (1978); merinci perilaku verbal tersebut atas; (1) bahasa jarak
atau proksemik; (2) dan bahasa gerak anggota tubuh atau kinesik; dan ke
(3) perilaku yang terletak antara verbal dan non verbal yang disebut
dengan paralinguistik.
2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan
contrived.
Bentuk perilaku yang pertama adalah yang bersifat spontan.
Perilaku seperti ini dalam suatu komunikasiantar pribadi dilakukan secara
tiba-tiba, serta merta untuk menjawab sesuatu rangsangan dari luar tanpa
berpikir lebih dahulu. Dalam hal demikian maka reaksi dari emosi yang
terpenting.
Bentuk perilaku yang kedua adalah bersifat scripted. Reaksi dari
emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus
membangkitkan suatu kebiasaan kita untuk belajar, dan akhirnya perilaku
ini dilakukan karena dorongan faktor kebiasaan.
Bentuk ketiga dari perilaku komunikasi antar pribadi adalah
contrivied. Perilaku ini merupakan perilaku yang sebagian besar
didasarkan pada pertimbangan kognitif. Dalam hal ini, seseorang
berperilaku karena ia berpendapat, atau percaya bahwa apa yang dilakukan
benar-benar rasional, masuk akal sesuai dengan pikiran, pendapat dan
kepercayaan dan keyakinannya.
3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang
Sifat yang ketiga dari komunikasi antar pribadi adalah sifat yang
Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi sebenarnya tidaklah statis
melainkan dinamis.
4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai
interaksi, dan koherensi.
Suatu komunikasi antar pribadi harus ditandai dengan umpan balik.
Umpan balik mengacu pada respons verbal maupun non verbal.
Seandainya kita berbicara dengan orang lain, dan yang diharapkan adalah
jawabannya sehingga kita mengetahui pikirannya, perasaannya dan
melaksanakan apa yang kita maksudkan, dan jika harapan-harapan
terpenuhi, maka dapat disimpulkan komunikasi antar pribadi telah berhasil
karena umpan baliknya membuat kita bersama menajdi saling mengerti.
Umpan balik saja tidaklah cukup bahkan komunikasi antar pribadi
juga melibatkan beberapa tingkat dari interaksi antara peserta komunikasi.
Umpan balik tidak mungkin ada jika tidak ada interaksi atau kegiatan yang
menyertainya.
Adanya interaksi menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi
harus menghasilkan suatu keterpengaruhan tertentu. Tanpa adanya
pengaruh sebaliknya interaksi juga tidak ada manfaatnya. Karena interaksi
dalam komunikasi antar pribadi mengandalkan suatu perubahan sikap,
pendapat dan pikiran, perasaan dan minat maupun tindakan tertentu.
Selain umpan balik dan interaksi maka hasil komunikasi antar
pribadi lainnya adalah koherensi. Yang dimaksud dengan koherensi yaitu
adanya suatu benang merah yang terjalin antara pesan-pesan verbal
maupun nonverbal yang terungkap sebelumnya dengan yang baru saja
diungkapkan.
5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik
Yang dimaksud dengan tata aturan intrinsik adalah suatu standart
dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai panduan
Universitas Sumatera Utara biasanya disepakati di antara peserta komunikasi antar pribadi untuk
meneruskan atau menghentikan tema-tema percakapan, perilaku verbal
dan non verbal berikutnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan tata aturan ekstrinsik yaitu
adanya standar atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya
pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga
komunikasi harus diperbaiki atau dihentikan. Dalam komunikasi antar
pribadi selalu mempunyai hambatan sosial. Hamabtan itu datang dari
pihak yang ketiga atau situasi yang menyebabkan aturan pertemuan
komunikasi antara dua orang harus ditunda atau dihentikan.
6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan
Sifat keenam dari komunikasi antar pribadi adalah harus adanya
sesuatu yang dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi
itu. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu
sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi.
7. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia
Sifat terakhir dari komunikasi antar pribadi yang penting adalah
adanya: persuasi. Komunikasi antar pribadi melibatkan usaha yang bersifat
persuasif, karena untuk mencapai sukses harus dikenal latar belakang
psikologis, sosiologis seseorang. Daripadanya seseorang komunikator
menyiapkan pesan yang baik sehingga mampu mengena keadaan,
lapangan psikologis dan sosiologis komunikan. Artinya memanfaatkan
pengetahuan, pendapat, perasaan serta kebiasaan seseorang dari mana
pesan itu perlu disesuaikan agar dapat diterima.
2.1.2.4 Efektivitas Komunikasi Antarpribadi
Devito mengemukakan bahwa dalam hal ini terdapat 5 (lima)
karakteristik efektivitas komunikasi antarpribadi yaitu (Devito, 1986:228-231):
Universitas Sumatera Utara Pada hakikatnya setiap manusia, suka berkomunikasi dengan orang lain,
karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar mereka lebih dekat satu sama
lainnya. Faktor kedekatan bisa menyatukan dua orang yang erat. Kedekatan
antarpribadi mengakibatkan seseorang bisa dan mampu menyatakan
pendapat-pendapatnya dengan bebas dan terbuka. Ada tiga aspek keterbukaan dalam
komunikasi antarpribadi yaitu:
a. Komunkator harus terbuka dengan komunikannya, hal ini tidak berarti
komunikator harus membuka tentang semua riwayat hidupnya, memang hal
ini menarik tetapi dapat mengganggu kelancara hubungan komunikasi yang
efektif. Pembukaan diri komunikator terhadap komunikannya, harus
didasari kesediaan dari komunikator itu sendiri dalam taraf yang patut dan
wajar.
b. Kesediaan komunikator bersikap jujur terhadap stimuli yang ditangkapnya.
Bila ingin komunikan bereaksi terhadap ucapan komunikator, maka
komunikator harus dapat memperlihatkan keterbukaan dengan cara
bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
c. Kepemilikan perasaan dan pemikiran dimana komunikator mengakui
bahwa perasaan dan pemikiran yang diungkapkan adalah miliknya dan
bertanggung jawab atas hal tersebut.
2. Empati (empathy)
Kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain maupun
mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain.
Dengan kerangka empati ini maka seseorang akan memahami posisinya
dengan begitu tidak akan memberikan penilaian pada perilaku atau sikap orang
lain sebagai perilaku salah atau benar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mencapai empati. Pertama, menahan godaan untuk mengevaluasi,
menilai, menafsirkan, dan mengkritik. Kedua, semakin banyak seseorang
mengenal seseorang yang lain, seperti keinginannya, pengalamannya,
kemampuannya, ketakutannya, dan sebagainya, maka seseorang itu semakin
mampu melihat apa yang dilihat orang lain itu dan merasakan seperti apa yang
dirasakannya. Ketiga, mencoba merasakan apa yang sedang dirasakan orang
Universitas Sumatera Utara dunia orang lain sama dengan apa yang dilihat orang itu adalah dengan
memainkan peran orang tersebut dalam pikirannya.
3. Dukungan (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung. Suatu konsep yang dirumuskan oleh Jack Gibb, komunikasi
yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak
mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1)
deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategi, dan (3) provisional,
bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (postiveness)
Dalam komunikasi interpersonal kualitas ini paling sedikitnya terdapat tiga
aspek perbedaan atau unsur, yaitu komunikasi interpersonal akan berhasil jika
terdapat perhatian yang positif terhadap diri seseorang, komunikasi
interpersonal akan terpelihara baik jika suatu perasaan positif terhadap orang
lain itu dikomunikasikan, suatu perasaan positif dalam situasi umum sangat
penting untuk mengefektifkan interaksi.
5. Kesetaraan/kesamaan (equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam
segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan
lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara
diam-diam kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing
pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk dibagikan.
Effendy (1986) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dan seorang komunikan
atau lebih. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang
dialogis berupa percakapan yang arus baliknya bersifat langsung. Komunikator
mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi
Universitas Sumatera Utara negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada
komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Liliweri, 1991:12-13).
2.1.3 Bimbingan Konseling
2.1.3.1 Pengertian Bimbingan Konseling
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata
“Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” mempunyai arti “menunjukkan,
membimbing, menuntun, ataupun membantu”. Sesuai dengan istilahnya, maka
secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan atau tuntunan. Namun,
meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah
bimbingan. Bantuan dalam pengertian bimbingan menurut terminologi bimbingan
dan konseling haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana
dikemukakan dibawah ini.
Definisi bimbingan yang pertama dikemukakan dalam Year’s Book of
Education 1995, yang menyatakan: “Bimbingan adalah suatu proses membantu
individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan
kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Sedangkan DR. Rachman Natawidjaja (1998:7) menyatakan:
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat,
serta kehidupan umumnya. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan
hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat
umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara
optimal sebagai makhluk sosial (Hallen, 2005:2-5).
Istilah konseling berasal dari bahasa inggris “to counsel” yang secara
etimologis berarti “to give advice” (Homby, 1958: 246), atau memberi saran dan
nasihat. Di samping itu, istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah
konseling. Hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling itu merupakan
suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dalam
Universitas Sumatera Utara sebagaimana dikatakan Schmuller adalah “the heart of guidance program” (Dewa
Ketut Sukardi; 1984:1).
Rogers (1942) memperjelas arti konseling sebagai berikut: “konseling
adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk
membantu dia dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya.
F. Robinson dalam bukunya Principles and Preseduress in Student
Counseling (1950) menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu teknik
dalam pelayanan bimbingan di mana proses pemberian bantuan itu berlangsung
melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara
guru pembimbing/konselor dengan klien; dengan tujuan agar klien itu mampu
memperoleh pemahaman lebih baik terhadap dirinya, mampu memecahkan
masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang optimal,
sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial (Hallen,
2005:2-10).
Konseling merupakan pelayanan terpenting dalam program bimbingan.
Layanan ini memfasilitasi siswa untuk memperoleh bantuan pribadi secara
langsung, baik secara tatap muka (face to face) maupun melalui media (telepon
atau internet) dalam memperoleh (a) pemahaman dan kemampuan untuk
mengembangkan kematangan dirinya (aspek potensi kemampuan, emosi, sosial,
dan moral-spritual), dan (b) menanggulangi masalah dan kesulitan yang
dihadapinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir (Yusuf,
Nurihsan, 2005:21).
2.1.3.2 Tujuan Bimbingan Konseling
Menurut Prayitno (1997:31), ada tiga tujuan pelayanan bimbingan
konseling yang diberikan kepada siswa, yaitu:
1. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta
didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta
menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri
lebih lanjut.
2. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta
Universitas Sumatera Utara ekonomi, lingkungan budaya yang sangat sarat dengan nilai-nilai dan
norma-norma, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi
lingkungan itu secara positif dan dinamis.
3. Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar
peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan
tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut bidang pendidikan,
bidang karir maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.
2.1.4 Motivasi
2.1.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin “movere”, yang memiliki arti yaitu
menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang.
Wlodkowsi (1985) menejelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah
(direction) serta ketahanan (persistence). Sedangkan Imron (1996) menjelaskan,
bahwa motivasi berasal dari bahasa inggris motivation, yang berarti dorongan
pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti
mendorong, menyebabkan, dan merangsang. Motive sendiri berarti alasan, sebab
dan daya penggerak (Echols, 1984 dalam Imron, 1996). Suryabrata (1984)
mengemukakan bahwa motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang
mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna
mencapai tujuan yang diinginkan.
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari
dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat
diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif pada saat-saat tertentu,
terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak
(Sardiman, 2000:71).
Motivasi juga dapat dijelasakan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui
perilaku tertentu (Cropley, 1985). Demikian juga, Winkels (1987) mengemukakan
Universitas Sumatera Utara melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan (Siregar, Nara,
2010:49).
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc.
Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu (Sardiman, 2000:72):
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri
setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa
perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada
organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia
(walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya
akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling dan afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan,
afeksi dan emosi yang dapat menemukan tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal
ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi
memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.
Ames dan Ames (1984) menjelasakan motivasi dari pandangan kognitif,
menurut pandangan ini, motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya (Siregar & Nara,
2010:50).
2.1.4.2 Perspektif Motivasi
Terdapat empat perspektif untuk memperjelas pandangan mengenai
motivasi yaitu perspektif: ilmu perilaku, humanistik, kognitif, dan sosial.
Perspektif psikologis yang berbeda menjelaskan motivasi dalam cara berbeda,
sebagai berikut (Santrock, 2011:200-202):
Universitas Sumatera Utara Perspektif ilmu perilaku menekankan penghargaan dan hukuman ekternal
sebagai kunci dalam menentukan motivasi seorang siswa. Insentif
(incentives) adalah stimulus atau kejadian positif atau negatif yang dapat
memotivasi perilaku seorang siswa. Pendukung dari penggunaan insentif
menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau rangsangan kepada
kelas serta mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhi
perilaku yang tidak tepat. • Perspektif Humanistik
Perspektif humanistik menekankan kapasitas siswa untuk pertumbuhan
pribadi, kebebasan untuk memilih nasib mereka sendiri, dan kualitas-kualitas
positif (seperti bersikap sensitif kepada orang lain). Perspektif ini
diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Abraham Maslow (1995, 1971)
bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang
lebih tinggi dapat dipuaskan. • Perspektif Kognitif
Menurut perspektif kognitif mengenai motivasi, pemikiran siswa
mengarahkan mereka sendiri. Perspektif ini menekankan pada
gagasan-gagasan seperti motivasi internal siswa untuk berprestasi, atribusi mereka
(persepsi mengenai penyebab keberhasilan atau kegagalan, khususnya
persepsi bahwa usaha merupakan faktor penting dalam prestasi), dan
keyakinan bahwa mereka dapat mengontrol lingkungannya secara efektif.
Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya penetapan tujuan,
perencanaan, dan pemantauan kemajuan menuju suatu sasaran. • Perspektif sosial
Perspektif sosial menjelaskan mengenai motivasi, dengan menekankan pada
kebutuhan akan afiliasi atau hubungan. Kebutuhan akan afiliasi atau
hubungan adalah motif untuk terhubung secara aman dengan orang lain.
Siswa yang berada di sekolah dengan hubungan interpersonal yang penuh
perhatian dan dukungan, mempunyai sikap dan nilai akademis yang lebih
Universitas Sumatera Utara 2.1.5 Motivasi Belajar
2.1.5.1 Pengetian Motivasi Belajar
Pengertian yang paling luas, dalam hal motivasi belajar adalah suatu nilai
dan suatu dorongan untuk belajar. Wlodkowski dan Jaynes (2004) mengemukan
bahwa motivasi belajar merupakan sikap yang tidak hanya sudi belajar tetapi juga
menghargai dan menikmati aktivitas belajar serta menghargai dan menikmati hasil
belajarnya. Motivasi belajar sebagai sebuah sistem pembimbing internal yang
berusaha menjaga fokus seseorang anak tetap belajar serta berdiri sendiri dan
bersaing melawan hal-hal lain dalam hidup sehari-hari (Wlodkowsi &Jaynes,
2004:11).
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh
faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam
kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga dikatakan keseluruhan, karena pada umumnya ada
beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar (Sardiman,
2000:73).
Secara umum, terdapat dua peranan penting motivasi dalam belajar,
pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi mencapai
satu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam memberikan
gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa mempunyai
energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar (Siregar, Nara,
2010:51).
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara
potensial terjadi sebagai hasil dari praktik penguatan (reinforced practice) yang