• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Berbiak Burung Bubulcus ibis di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Berbiak Burung Bubulcus ibis di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

- 1 -

PERILAKU BERBIAK BURUNG KUNTUL KERBAU

(

Bubulcus ibis

L.) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA

TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN,

KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

RISTIA DIANI 110805001

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERILAKU BERBIAK BURUNG KUNTUL KERBAU

(

Bubulcus ibis

L.) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA

TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN,

KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH

RISTIA DIANI 110805001

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Perilaku Berbiak Burung Bubulcus ibis di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

Kategori : Skripsi Nama : Ristia Diani Nomor Induk Mahasiswa : 110805001

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Novenber 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Nursal, M.Si. Dr. Erni Jumilawaty, M.Si. NIP.196109031990031002 NIP.197001021997022001

DisetujuiOleh

DepartemenBiologi FMIPA USU Ketua,

(4)

ii

PERNYATAAN

PERILAKU BERBIAK BURUNG KUNTUL KERBAU

(

Bubulcus ibis

L.) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA

TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN,

KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2015

(5)

iii

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelasaikan Skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Sarjana Sains bidang Biologi pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir yang penulis buat adalah

”PERILAKU BERBIAK BURUNG KUNTUL KERBAU (Bubulcus ibis L.) di KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA”

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan

do’a, bantuan, dukungan, serta motivasi baik secara langsung maupun yang tidak

langsung. Atas berbagai hal tersebut, pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Erni Jumilawaty, M.Si atas segala bimbingan dan kesabarannya selaku Dosen Pembimbing I.

2. Bapak Drs. Nursal, M.Si atas segala waktu yang disediakan dalam membimbing penulis.

3. Ibu Dra. Nursahara Pasaribu M.Sc. selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus Ketua Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang bersedia membantu saya dalam membimbing serta koordinator siding meja hijau di Kampus.

4. Keluargaku Tercinta; Ayahanda Abdul Hadi, Ibunda Atriani, Adikku Inda

Rismayanti si calon S.Farm yang telah memberikan do’a, dukungan dan

semangat kepada penulis.

5. Spesial Handrik Santoso SE. yang telah banyak memberikan do’a dukungan dan semangat kepada penulis walaupun sering ngeledek karena lama banget wisudanya.

(6)

iv

7. Eka, Erika, Rika, Yudi, Tirta yang telah banyak membantu penulis, semoga persahabatan dan persaudaraan yang kita bina tetap abadi.

8. Teman seperjuangan stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih mempunyai kekurangan disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, walaupun penulis sudah berusaha untuk yang terbaik. Oleh sebab itu dengan kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

Medan, November 2015

Penulis

(7)

v

PERILAKU BERBIAK BURUNG KUNTUL KERBAU

(

Bubulcus ibis

L.) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA

TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN,

KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Bubulcus ibis salah satu burung yang menghuni kawasan tambak Tanjung Rejo dengan memanfaatkan lahan basah dalam mengambil makanan, seiring berjalannya waktu tambak kini dipenuhi dengan pemancing sehingga mengancam keberadaan dan perkembangbiakannya. Dilakukanlah penelitian tentang Perilaku Berbiak Burung Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis L.) di Kawasan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Pada bulan Maret sampai Mei 2015. Penelitian ini menggunakan metode

Focal Animal Sampling. Perilaku berbiak Bubulcus ibis terdiri atas perilaku pra berbiak, berbiak dan pasca berbiak. Perilaku pra berbiak meliputi perubahan warna bulu, mengundang pasangan dan fertilisasi. Perilaku berbiak meliputi mengeram (inkubasi), memelihara anakan, memberi makan anakan dan belajar terbang (flying). Perilaku pasca berbiak meliputi meninggalkan sarang dan perubahan warna bulu.

(8)

vi

BEHAVIOR BREEDING EGRET (

Bubulcus ibis

L.) IN

CENTRAL MANGROVE OF TANJUNG REJO VILLAGE,

PERCUT SEI TUAN DISTRICT, DELI SERDANG, NORTH

SUMATRA

ABSTRACT

Bubulcus ibis is one of the birds that lives in to ponds area of Tanjung Rejo by utilizing the wetlands in taking foods, as long as the time, the ponds now are filled by the fishings, so that the existence and the breeding of them become threaten. Thus, this research concern in breeding behavior of Bubulcus ibis in Central Mangrove of Tanjung Rejo village, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang, North Sumatra on March until May 2015. This research uses the Focal Animal Sampling. The Bubulcus ibis breeding behavior consists of pre-breeding behavior, breeding and post-breeding. Pre-breeding behavior includes the changes in fur color, inviting couples and the fertilization. The breeding behavior includes incubates, maintains and feeds the babies and learns them to fly. The post-breeding behaviors includes leaves the nest and changes in fur color.

(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN iii v vi vii ix x

BAB. 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB. 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Bioekologi Burung 2.1.1 Taksonomi 2.1.2 Morfologi

4 4 5 2.2 Habitat Burung Air 6

2.3 Perkembangbiakan 6

2.4 Breeding Season a. Penetapan Teritori b. Percumbuan (Courtship)

c. Pemilihan dan Penentuan Pasangan d. Pembuatan Sarang

f. Peletakan dan Pengeraman terlur (Inkubasi) g. Pemberian dan Perlindungan anak

7 8 9 9 10 10 10

BAB. 3. BAHAN DAN METODE 11

3.1 Waktu dan Tempat 11

3.2 Alat dan Bahan 11

3.3 Metodologi Penelitian 11

BAB. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Perilaku pra Breeding

4.1.2 Perilaku Membangun Sarang 4.1.3 Perilaku Mengundang Pasangan 4.1.4 Perilaku Kawin

4.1.5 Perilaku Mengeram 4.1.6 Perilaku Merawat Anakan

(10)

ix BAB. 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

30

30 30

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Lokasi Penelitian Lampiran 2. Foto Anakan Bubulcus ibis

Lampiran 3. Foto Kerja Lampiran 4. Thallysheet

31 32

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Bubulcus ibis yang sedang berbiak di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Sumatera Utara.

11

2 Perubahan warna Bubulcus ibis saat musim berbiak di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Sumatera Utara.

12

3 Grafik Persentase perilaku pra berbiak 14

4 Grafik Persentase perilaku membangun sarang. 15 5 Burung Bubulcus ibis yang sedang melakukan pengund

angan pasangan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tan jung Rejo.

16

6 Grafik Persentase perilaku mengundang pasangan. 17 7 Sepasang Bubulcus ibis yang sedang meneruskan

membangun sarang setengah jadi di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

18

8 Grafik Persentase perilaku kawin 20 9 Sepasang Bubulcus ibis yang sedang bercumbu di

Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

20

10 Grafik persentase perilaku mengeram. 22 11 Bubulcus ibis yang sedang mengerami telur di Kawasan

Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

23

12 Grafik persentase perilaku merawat anakan. 24 13 Perkembangbiakan anakan Bubulcus ibis di Kawasan

Hutan Mangrove Desa Tanjug Rejo.

26

14 Sarang Bubulcus ibis yang sudah ditinggalkan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Foto Lokasi Penelitian. 32 2. Foto Anakan Bubulcus ibis 33

3. Foto Kerja 34

(13)

v

PERILAKU BERBIAK BURUNG KUNTUL KERBAU

(

Bubulcus ibis

L.) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA

TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN,

KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Bubulcus ibis salah satu burung yang menghuni kawasan tambak Tanjung Rejo dengan memanfaatkan lahan basah dalam mengambil makanan, seiring berjalannya waktu tambak kini dipenuhi dengan pemancing sehingga mengancam keberadaan dan perkembangbiakannya. Dilakukanlah penelitian tentang Perilaku Berbiak Burung Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis L.) di Kawasan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara Pada bulan Maret sampai Mei 2015. Penelitian ini menggunakan metode

Focal Animal Sampling. Perilaku berbiak Bubulcus ibis terdiri atas perilaku pra berbiak, berbiak dan pasca berbiak. Perilaku pra berbiak meliputi perubahan warna bulu, mengundang pasangan dan fertilisasi. Perilaku berbiak meliputi mengeram (inkubasi), memelihara anakan, memberi makan anakan dan belajar terbang (flying). Perilaku pasca berbiak meliputi meninggalkan sarang dan perubahan warna bulu.

(14)

vi

BEHAVIOR BREEDING EGRET (

Bubulcus ibis

L.) IN

CENTRAL MANGROVE OF TANJUNG REJO VILLAGE,

PERCUT SEI TUAN DISTRICT, DELI SERDANG, NORTH

SUMATRA

ABSTRACT

Bubulcus ibis is one of the birds that lives in to ponds area of Tanjung Rejo by utilizing the wetlands in taking foods, as long as the time, the ponds now are filled by the fishings, so that the existence and the breeding of them become threaten. Thus, this research concern in breeding behavior of Bubulcus ibis in Central Mangrove of Tanjung Rejo village, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang, North Sumatra on March until May 2015. This research uses the Focal Animal Sampling. The Bubulcus ibis breeding behavior consists of pre-breeding behavior, breeding and post-breeding. Pre-breeding behavior includes the changes in fur color, inviting couples and the fertilization. The breeding behavior includes incubates, maintains and feeds the babies and learns them to fly. The post-breeding behaviors includes leaves the nest and changes in fur color.

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Desa Tanjung Rejo yang berada di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, adalah salah satu desa yang letaknya berada di wilayah pesisir pantai timur Sumatera. Luas wilayah Tanjung Rejo 310,50 Ha, dengan jumlah penduduk 9.848 orang. Penduduk desa Tanjung Rejo rata-rata bekerja sebagai petani dan nelayan. Desa Tanjung Rejo sebagian besar wilayahnya adalah terdiri dari perairan pesisir dan laut, yang memiliki potensi besar di bidang perikanan, pariwisata, kawasan hutan mangrove dan sumberdaya alam lainnya. Kawasan hutan mangrove dimanfaatkan oleh burung air sebagai lokasi perilaku harian salah satunya perilaku berbiak (BPS Deli Serdang, 2014).

(16)

2

tinggal pada kawasan tertentu atau cocok dengan kebutuhannya. Keberadaan lahan basah sebagai habitat burung air telah dirumuskan dalam konvensi Internasional Ramsar sebagai suatu kepentingan internasional (Sibuea, 1997). Tetapi saat ini sebagian lahan basah di Desa Tanjung Rejo digunakan sebagai tempat pemancingan masal setiap hari libur.Otomatis aktivitas perilaku harian burung-burung di Desa Tanjung Rejo dapat terganggu.

Perilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara organisme dan lingkungannya.Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar.Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respons, efektor itulah yang sebenarnya melaksanakan aksi (Suhara, 2010). Perilaku harian organisme merupakan faktor yang berasal dari hewan itu sendiri. Setiap hewan memiliki karakter perilaku harian yang berbeda sesuai anatomi dan morfologi tubuh yang dimilikinya. Seperti halnya pada burung air, jenis perilaku harian yang kelihatan pada saat musim berbiak tiba akan berbeda dengan jenis perilaku yang tampak pada jenis burung lainnya (Jumilawaty, 2006). Perilaku berbiak adalah tindakan suatu pasangan hewan berkembang biak dengan upaya untuk mendapatkan keturunan yang fertil.

Salah satu faktor penting dalam indikator keanekaragaman hayati adalah kemampuan berbiak. Keberhasilan berbiak sangat dipengaruhi oleh perilaku kuntul kerbau dalam memilih pasangan sampai anakan lepas sarang.Status konservasi burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis) adalah Least concern dan habitat burung Bubulcus ibis di Desa Tanjung Rejo telah terganggu karena lahan yang berkurang akibat dijadikannya tempat pemancingan umum. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya penelitian ini untuk melihat bagaimana perilaku burung Bubulcus ibis berbiak saat musim berbiak tiba menggunakan metode

(17)

3

1.2 Permasalahan

Status konservasi burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis) adalah Least concern dan dan habitat burung Bubulcus ibis di kawasan mangrove Desa Tanjung Rejo telah terganggu karena lahan yang berkurang akibat dijadikannya tempat pemancingan umum. Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku berbiak pada burung Bubulcus ibis di kawasan mangrove desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.3Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku berbiak pada burung Bubulcus ibis di kawasan mangrove desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.4Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah pembaca mengetahui perilaku berbiak

(18)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Burung 2.1.1 Taksonomi

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Aves

Ordo : Ciconiiformes Famili : Ardeidae Genus : Bubulcus

Species : Bubulcus ibis

Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) merupakan burung terkecil dari bangsa kuntul-kuntulan (sekitar 50 cm).Burung ini suka mencari makanan di daerah area persawahan yang baru dibajak atau ditanami.Bentuk tubuhnya lebih ramping daripada Blekok sawah (Ardeola speciosa), meskipun tidak seramping kuntul-kuntul yang lebih besar. Seluruh bulunya berwarna putih, tetapi selama musim kawin, bulu-bulu pada kepala, leher, punggung dan dada berwarna kuning kerbau (biodiversitas Indonesia, 2012).

(19)

5

2.1.2 Morfologi

Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) adalah spesies burung dalam famili Ardeidae atau Kuntul-kuntulan.Burung ini merupakan burung terkecil dari bangsa Kuntul kuntulanyaitu sekitar 48-53 cm. Burung ini suka mencari makanan di dekat kerbau atau sapi yang merumput.Bentuk tubuhnya lebih ramping dari pada Blekok Sawah (Ardeola speciosa), meskipun tidak seramping kuntul-kuntul yang lebih besar. Burung ini tersebar dari India, Sulawesi, sampai Nusa Tenggara (Coates et al. 2000).

Burung Kuntul Kerbau berukuran ± 50 cm dan berwarna putih (beberapa terdapat sapuan jingga pada dahi). Saat berbiak, putih, dengan kepala, leher dan dada menjadi jingga pupus sedangkan pada kaki menjadi merah terang. Pada saat tidak berbiak burung ini mirip Kuntul Kecil. Iris kuning, paruh kuning, kaki hitam.Pendiam, terdengar kuakan di koloni sarang. Habitat banyak di mangrove, rawa, padang rumput dan persawahan. Kebiasaannya berkumpul mencari makan di padang rumput, persawahan serta bersarang secara koloni. Penyebarannya di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali (Ayat, 2011).

Bubulcus ibis memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil bila dibandingkan dengan jenis kuntul lain. Panjang tubuh berkisar ± 50 cm, leher lebih pendek, kepala berbentuk bulat dan kelihatan lebih tebal, paruh lebih pendek dari pada jenis kuntul lainnya, sekitar 8,5-10 cm. Paruh dan tungkai kaki berwarna kuning. Pada musim berbiak bulu pada kepala, leher, punggung dan dada berwarna jingga atau merah karat sedang di luar musim tersebut seluruh bulu berwarna putih.Jenis hewan yang menjadi mangsanya sebagian besar adalah serangga dan hewan-hewan yang berukuran kecil seperti moluska, crustasea, amfibia dan reptilia. Hasil penelitian Hamidi menunjukkan bahwa makanan utama Bubulcus ibis terdiri atas serangga, katak, tikus, orong-orong dan udang (Elfidasari, 2008).

(20)

6

2000). Selama musim kawin, burung Kuntul Kerbau dewasa ini mengubah mata mereka, bagian dada dan kaki menjadi warna merah dan punggung, leher dan kepala menjadi kekuning-kuningan.Burung kuntul kerbau muda juga putih tapi bagian dada dan kaki mereka masih berwarna hitam kemudian berubah menjadi kuning karena usia (Nature works, 2012).

2.2 Habitat Burung Air

Lingkungan yang dianggap sesuai sebagai habitat bagi burung yaitu habitat yang dapat menyediakan makanan, tempat berlindung maupun tempat berbiak yang sesuai bagi burung (McKilligan, 2005).

Burung air dalam kehidupannya banyak tergantung kepada keberadaan pantai atau lahan basah secara umum.Mereka menjadikan areal pantai atau lahan basah serta tegakan tumbuhan yang ada di atasnya baik sebagai tempat untuk mencari makan maupun beristirahat. Lahan basah yang merupakan habitat penting bagi burung pantai, baik untuk mencari makan maupun untuk beristirahat. Meskipun banyak diantara mereka yang berbiak jauh di daerah daratan yang bukan merupakan daerah pantai atau lahan basah, akan tetapi mereka sangat bergantung kepada kawasan pantai (Howes et al., 2003).

Lahan basah sebagai ekosistem yang kompleks memiliki berbagai fungsi ekologis yang sangat penting seperti fungsi pengatur hidrologis, penghasil sumberdaya alam hayati dan habitat dari berbagai jenis satwa liar dan tumbuhan. Kekhasan kawasan tersebut menyebabkan adanya pemanfaatan oleh burung-burung air yang hanya dapat tinggal pada kawasan tertentu atau cocok dengan kebutuhannya. Keberadaan lahan basah sebagai habitat burung air telah dirumuskan dalam konvensi Internasional Ramsar sebagai suatu kepentingan internasional (Sibuea, 1997).

2.4 Perkembangbiakan

(21)

7

wilayah mereka. B. ibis kemudian melakukan berbagai tarian seperti gerakan bergoyang dari sisi kanan ke sisi kiri dengan bulu terangkat dan leher diregangkan kemudian sambil mengepak-ngepakan sayap untuk menarik perhatian betina. Ketika seekor betina telah memilih pasangan yang cocok, jantan akan menekannya dengan menindih punggung betina. Setelah pasangan terikat, betina mengikuti jantan ke lokasi lain di mana kopulasi terjadi dan di mana sarang akan dibangun. Sarang biasanya dibangun di pohon, semak ataupun di pohon Mangrove. B. ibis biasanya lebih suka daerah yang overhang atau dikelilingi oleh air. Sarang dibangun oleh betina dari bahan-bahan seperti ilalang, ranting segar dan kadang-kadang ranting dicuri dari sarang Kuntul lainnya, yang dikumpulkan oleh jantan (Butchart, 2012).

2.5 Breeding Season (Musim Berbiak)

Musim berbiak (breeding season) dari suatu spesies merupakan masa dimana burung dapat menghasilkan telur atau memiliki anak dalam sarang. Burung akan meletakkan telur setiap tahunnya dan membesarkan anaknya pada saat makanan berlimpah (Lack, 1954).

Menurut Rukmi (2002), untuk menjamin kelangsungan hidupnya burung memiliki perilaku berbiak, yang meliputi penetapan teritori, courtship

(percumbuan), pemilihan dan penentuan pasangan, kopulasi, pembuatan sarang, peletakan dan pengeraman (inkubasi) telur, pemberian makan dan perlindungan anak. Sebagai berikut:

a) Penetapan Teritori

(22)

8

dan kepala tetap vertikal, tubuh sedikit diayun untuk kemudian kembali ke posisi semula.

b) Percumbuan (Courtship)

Penentuan pasangan biasanya dilengkapi dengan perilaku rtual yang dikenal sebagai courtship display. Courtship display memilii fungsi yaitu (1) Untuk mengancam pengganggu dan competitor agar menjauhi teritorinya, merupakan ajang untuk menentukan jantan yang berpotensi untuk berkembangbiak (penentuan kualitas keturunan), (2) Untuk menstimulasi ovulasi, (3) Untuk mensinkronkan tingkat kesiapan seksual, (4) Sebagai tanda pengenalan spesies.

Courtship display anatara anggota kelompok tersebut terkadang berlanjut dengan ovulasi, kopulasi, dan fertilisasi.

c) Pemilihan dan Penentuan Pasangan

Menurut Korlandt (1995) dalam Jumilawaty (2002), Pembentukan pasangan dimulai dengan mempertunjukkan gerakan–gerakan mengundang pasangannya oleh jantan berupa gerakan sayap yang teratur (wing-waving). Selanjutnya betina akan memilih untuk menerima atau menolak jantan berdasarkan tarian yang dipertunjukannya, karena setiap gerakan yang ditunjukkan oleh jantan memiliki arti khusus yang dimengerti dan dikenal oleh betina. Bubulcus jantan yang sudah menemukan pasangan akan membawa pasangannya ke sarang setengah jadi yang dibuat oleh dirinya sebelum mengundang pasangan untuk meneruskan pembuatan sarang sampai jadi. Sarang yang dibangun oleh pasangan Bubulcus ibis dibuat senyaman mungkin untuk menampung telur dan calon anakan. Sarang berguna untuk tempat berlindung pasangan Bubulcus ibis dan anaknya kelak.

d) Pembuatan Sarang

Burung jantan akan mencari tempat yang sesuai untuk membangun sarang yang akan digunakan selama musim berbiak dan akan melakukan display untuk mengundang pasangannya (wing-waving). Sarang Bubulcus ibis terbuat dari ranting-ranting pohon Rizophora yang masih baru ataupun bekas dari sarang

(23)

9

Menurut Burger (1978), Karakteristik dari suatu pohon adalah satu hal yang penting dalam pemilihan lokasi tempat untuk bersarang. Tinggi pohon, jarak sarang dari pusat pohon dan diameter sarang berpengaruh dalam penentuan lokasi sarang (Beaver et al, 1990).

e) Peletakan dan Pengeraman Telur (Inkubasi)

Jarak antara penyelesaian pembuatan sarang dan peletakan telur bervariasi. Beberapa burung meletakkan telur pertamanya setelah penyelesaian sarang, ada yang setelah 2-3 hari kemudian, tetapi ada juga yang 1-2 minggu kemudian. Beberapa burung meletakkan satu telur perhari sampai jumlahnya terpenuhi, tetapi ada juga yang memiliki interval waktu 48 jam bahkan lebih dari itu ( Van Tyne & Berger, (1976) dalam Rukmi (2002)).

Menurut ICBP (1992) dalam Rukmi (2002), Periode inkubasi merupakan waktu perkembangan embrio dari sebuah telur yang baru diletakkan yang mendapat perhatian terus menerus dari induknya. Burung banyak memulai inkubasi setelah telur pertama diletakkan. Masa inkubasi berkisar 25-27 hari. Inkubasi yang lebih awal pada kelompok telur merupakan perlindungan yang sangat baik untuk telur dari badai dan predator atau musuh.

f) Pemberian Makan dan Perlindungan anak

Burung biasanya mengatasi masalah makanan melalui persediaan makanan ataupun jantan menyediakan makanan untuk betina. Anakan burung biasanya

memakan “muntahan” makanan dari induknya dengan cara memasukkan kepala

ke dalam mulut induknya, sedangkan anak yang baru menetas makan dengan cara menjulurkan kepalanya dan mengeluarkan suara dengan mata masih tertutup. Induk akan melindungi anaknya secara hati-hati dari pengaruh cuaca yang buruk. Saat suhu dingin atau hujan, induk akan menghangatkan dan menutupi anakannya dengan cara duduk di sarang, sedangkan saat cuaca panas induk akan berdiri diatas anakan dan menutupinya dari sinar matahari (Mendall, 1993 dalam

(24)

10

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2015 di Desa Tanjung Rejo, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi penelitian ditetapkan dengan metode Purposive Random Sampling.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam pengamatan adalah Camera Semi SLR, jam, teropong binokuler, sepatu boat, masker penutup mulut, kacamata hitam, topi caping, tally sheet dan alat-alat tulis. Sedangkan bahan yang menjadi subjek penelitian adalah spesies burung Bubulcus ibis jantan, betina dan anakan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pengamatan perilaku dilakukan pada waktu pagi (07.00 – 18.00) dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling. Focal Animal Sampling

merupakan metode yang dilakukan untuk mengambil data (sample) yang berkonsentrasi hanya pada satu jenis spesies burung dengan mencatat semua kegiatan dan interaksi selama periode waktu yang telah ditentukan (Altmann, 1973).

(25)

11

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan perilaku berbiak dari burung Kuntul Kerbau didapatkan hasil sebagai beriku: B. ibis saat mulai berbiak akan mengalami perubahan warna bulu. Perubahan warna bulu B. ibis terjadi selama 11 hari. Perubahan warna bulu dimulai dari bagian paruh yang awalnya warna kuning dalam 3 hari berubah menjadi warna orange, kemudian kaki berubah menjadi hitam dalam 2 hari, kemudian warna bulu dada yang berwarna putih dalam 2 hari menjadi warna orange, warna bulu punggung dalam 2 hari menjadi warna orange dan terakhir bulu pada bagian kepala yang berwarna putih menjadi warna orange dalam 2 hari.

Gambar 1. Bubulcus ibis yang sedang berbiak di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Sumatera Utara.

Perubahan warna bulu pada Bubulcus ibis terjadi di atas ranting pohon Rhizopora apiculata. Menurut Elfidasari (2008), Kuntul kecil (E. garzetta) berwarna putih dan memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar dan lebih ramping dari B. ibis.

(26)

12

A B C

D E F

Gambar 2. A. B. ibis dengan perubahan warna bagian paruh, B. B. ibis dengan perubahan warna bagian kaki, C. B. ibis dengan perubahan warna bagian dada, D. B. ibis dengan perubahan warna bagian punggung, E. B. ibis

dengan perubahan warna bagian kepala, dan F. B. ibis dengan perubahan warna bulu sempurna di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

4.1.1 Perilaku pra Breeding

(27)

13

peletakan sarang dengan tujuan agar burung yang ada di sekitar area peletakan sarang mengetahui bahwa akan dibangun sarang di tempat tersebut dan tidak digunakan oleh burung lain. Pengklaiman area tersebut terjadi selama 7 menit dalam sehari pengamatan. Setelah pengklaiman area selesai, B. ibis akan mengalami perubahan warna bulu dimulai dari bagian paruh yang awalnya berwarna kuning menjadi kuning-orange selama 3 hari, kemudian warna kaki yang awalnya berwarna coklat hitam menjadi hitam dalam 2 hari, warna bulu dada yang awalnya berwarna putih menjadi warna orange dalam 2 hari, warna bulu punggung yang awalnya berwarna putih menjadi warna orange dalam 2 hari dan terakhir bulu kepala menjadi warna orange juga dalam 2 hari. Menurut Utami (2013), Perubahan warna bulu burung terjadi karena 2 faktor yaitu faktor internal dan factor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi warna bulu adalah hormon. Pengaturan hormon esterogen banyak berperan pada burung jantan, yaitu sebelum hingga pergantian bulu. Sedangkan pada betina kemungkinan diinduksi oleh bulu burung jantan dengan pengaturan testosteron. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perubahan warna adalah oksidasi dan gesekan. Warna yang ditimbulkan dapat memudar karena sinar matahari.

(28)

14

4.1.1.1 Grafik Persentase Perilaku Pra Berbiak

Selama musim berbiak, burung-burung akan memiliki daerah kekuasaan yang akan dipertahankannya. Semua pengganggu yang datang akan dihalau. Bagi burung-burung yang bersarang dalam satu koloni, daerah teritori tidak lebih dari jangkauan paruh ketika duduk dalam sarangnya (Pettingill dan Breckenridge, 1969 dalam Jumilawaty, 2002).

4.1.2Perilaku Membangun Sarang

B. ibis jantan yang sudah selesai mengalami perubahan warna bulu akan membangun sarang setengah jadi. Sarang setengah jadi dibuat di dahan pohon

Rizophora apiculata yang kuat. Pembuatan sarang setengah jadi membutuhkan waktu 2-3 hari. Sarang yang dibuat berkomposisikan ranting pohon Rizophora apiculata, Rizophora mucronata dan Excoecaria agallocha. Tak jarang juga

Bubulcus ibis mencuri ranting-ranting dari sarang Kuntul lainnya. B. ibis memilih ranting yang bagus agar kuat menahan telur dan anakannya nanti. Ranting yang sudah dipilih akan dibawa ke tempat dimana sarang akan dibangun dengan cara dijepitkan di antara paruh burung tersebut. Proses memilih ranting dan membawa ranting ke pohon sarang dengan cara bolak-balik berlangsung sekitar 25 menit kemudian ranting yang sudah dibawa, disusun sedemikian rupa membentuk sarang yang tidak begitu cembung dan tidak begitu besar. B. ibis menyusun ranting dengan menggunakan ujung paruh mereka. Menyusun ranting membutuhkan waktu sekitar setengah jam. Dalam membuat sarang setengah jadi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Mencari pohon untuk tempat bersarang

(29)

15

B. ibis juga melakukan gerakan menoleh ke kanan dan ke kiri, aktivitas ini sering dilakukan untuk memastikan area tersebut aman dari musuh dengan cara memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri selama 15 detik dan selama 16 kali dilakukan dalam sehari.

Perilaku membangun sarang dapat dibedakan menjadi 1) Memilih ranting, 2) Perilaku membawa ranting, 3) Perilaku menyusun ranting, 4) Perilaku menoleh ke kanan dan ke kiri. Dari pengamatan yang dilakukan persentase perilaku yang paling dominan yaitu menyusun ranting sekitar 46%. Pentingnya menyusun ranting yaitu agar sarang yang dibuat bagus dan layak ditempati anakan B. ibis

nantinya. Persentase perilaku membangun sarang dapat dilihat pada Grafik 4.1.2.1.

4.1.2.1 Grafik Persentase Perilaku Membangun Sarang

Dalam penelitian ini Bubulcus menggunakan sarang yang baru. Beberapa spesies menggunakan sarang yang sama dalam satu musim kawin tetapi mayoritas membangun sarang baru. Spesies yang membuat sarang di pohon akan mencoba menyesuaikan ukuran tubuhnya dengan sela-sela cabang atau ranting. Ukuran sarang bagian dalam disesuaikan juga dengan ukuran tubuh berkaitan dengan gerakan-gerakan yang dilakukan saat membangun sarang, menekan sarang dengan dada ketika berputar dan juga meratakannya dengan kaki (Rukmi, 2002).

4.1.3Perilaku Mengundang Pasangan

Perilaku mengundang pasangan oleh burung Bubulcus ibis jantan terjadi di ranting-ranting pohon Rhizopora apiculata ataupun ranting-ranting semak di

0 10 20 30 40 50

Memilih ranting Membawa ranting Menyusun ranting Menoleh ke kanan dan ke kiri

Pe

rs

en

tas

e

(30)

16

kawasan mangrove. Proses mengundang pasangan diawali dengan pembuatan sarang setengah jadi yang dibuat oleh B. ibis jantan. Selanjutnya jantan akan mencari pasangan untuk kawin dan meneruskan generasinya seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Burung B. ibis yang sedang melakukan pengundangan pasangan di Kawasan Huan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

Proses mengundang pasangan oleh B. Ibis jantan terjadi selama 5-10 menit. Proses mengundang pasangan diawali dengan beberapa gerakan tertentu agar menarik perhatian betina diantaranya yaitu berdiri tegak di dahan pohon dengan posisi tubuh tegak menghadap betina kemudian mengeluarkan suara-suara indah seperti (koak-koak-koak) dengan nada pendek dan terputus-putus kemudian disusul dengan mengepakkan bulu sayap sebanyak 6 kali. Setelah itu B. ibis

melakukan goyangan kepala dengan cara menggoyang-goyangkan kepala ke kanan dan ke kiri secara teratur sebanyak 10 kali. Setelah itu B. ibis jantan memekarkan bulu indahnya seperti burung merak dengan menaikkan bulu-bulunya yang diawali dengan bulu kepala kemudian disusul dengan bulu punggung dan ekor.

Perilaku memekarkan bulu ini dilakukan dengan tujuan agar B. ibis betina tertarik saat melihat B. ibis jantan. Bulu jantan yang sedang berbiak saat dimekarkan tampak sangat indah dibandingkan bulu betina. Gerakan selanjutnya adalah jantan merendahkan tubuh dengan setengah duduk kira-kira setengah dari tinggi tubuhnya dengan tujuan menghormati dan menghargai B. ibis betina.

[image:30.595.243.366.164.271.2]
(31)

17

tubuh. Dari pengamatan yang dilakukan perilaku yang paling dominan burung B. ibis adalah Berdiri sambil mengeluarkan suara indah sekitar 25% atau 600 menit dalam sehari. Perilaku yang paling rendah aktifitasnya yaitu Mengayunkan tubuh untuk kembali ke posisi semula sekitar 10%. Mengeluarkan suara sering dilakukan B. ibis karena untuk menarik perhatian si betina. Persentase perilaku mengundang pasangan dapat dilihat padagrafik 4.1.3.1.

4.1.3.1 Grafik Persentase Perilaku Mengundang Pasangan

Keterangan:

A: Berdiri tegak sambil mengeluarkan suara indah

B: Menegakkan dan membentuk kipas dengan plumae scapulanya C: Mengayunkan tubuh

D: Membuka salah satu sayapnya

E: Menelisik atau menarik-narik bulu primer F: leher dan kepala ditegakkan

G: Merendahkan tubuh dengan menekuk kaki

H: Mengayunkan tubuh untuk kembali ke posisi semula

Secara umum perilaku pengundangan pasangan semua jenis Kuntul hampirsama salah satunya perilaku pengundangan pasangan pada B. ibis. Menurut Rukmi (2002), Burung-burung jantan yang siap untuk berbiak akan menentukan teritori terlebih dahulu, yang kemudian digunakan sebagai tempat atraksi (display). Jantan berdiri tegak, menegakkan dan membentuk kipas dengan plumae scapularnya, kemudian mengayun-ayunkan tubuh. Dilanjutkan dengan membuka salah satu sayap, menyentuh, menelisik atau menarik-narik bulu sayap primer. Setelah itu biasanya diikuti dengan stretch display (leher dan kepala ditegakkan)

0 5 10 15 20 25 30

A B C D E F G H

Pers

en

tas

e

(32)

18

dengan gerakan menusuk vertikal, merendahkan tubuh dengan menekuk kaki tetapi leher dan kepala tetap vertikal, tubuh sedikit diayun untuk kemudian kembali ke posisi semula. Adapun Bubulcus betina yang menolak dijadikan pasangan oleh Bubulcus jantan karena Bubulcus betina tidak tertarik dengan ritual pengundangan pasangan yang dibuat oleh Bubulcus jantan. Bubulcus betina yang menolak Bubulcus jantan akan pergi meninggalkan jantan saat ritual pengundangan pasangan berlangsung setengah ritual.

Menurut Korlandt (1995) dalam Jumilawaty (2002), Courtship

(percumbuan) dan pembentukan pasangan dimulai dengan mempertunjukkan gerakan–gerakan mengundang pasangannya oleh jantan berupa gerakan sayap yang teratur (wing-waving). Selanjutnya betina akan memilih untuk menerima atau menolak jantan berdasarkan tarian yang dipertunjukannya, karena setiap gerakan yang ditunjukkan oleh jantan memiliki arti khusus yang dimengerti dan dikenal oleh betina.

Bubulcus jantan yang sudah menemukan pasangan akan membawa pasangannya ke sarang setengah jadi yang dibuat oleh dirinya sebelum mengundang pasangan untuk meneruskan pembuatan sarang sampai jadi. Pembangunan sarang dilakukan dengan berdiri dan menggunakan ujung paruh. Sarang berguna untuk tempat berlindung pasangan Bubulcus ibis dan anaknya kelak. Jantan dan betina bersama menata ranting-ranting pohon menjadi sebuah sarang. Sarang yang dibangun oleh pasangan Bubulcus ibis dibuat senyaman mungkin untuk menampung telur dan calon anakan. Proses pembangunan sarang dilakukan seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Sepasang B. ibis yang sedang meneruskan membangun sarang setengah jadi di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

[image:32.595.245.370.553.666.2]
(33)

19

berbiak dan akan melakukan display untuk mengundang pasangannya ( wing-waving).

Pembentukan pasangan sebagai hubungan mutual resiprokal antara dua heteroseksual, matang secara seksual, mengurangi keagresifan antar individu dan meningkatkan interaksi seksual. Pembentukan pasangan memiliki sarana melalui pertukaran sinyal diantara dua individu yang berpotensi untuk berkembang biak (Welty (1982) dan Faaborg (1988) dalam Rukmi, 2002).

Menurut Rukmi (2002), pasangan yang terbentuk membutuhkan sarang untuk meletakkan telurnya. Kedua individu (pasangan) sama-sama berada di tempat sarang akan dibangun. Diasumsikan bahwa jantanlah yang mencari bahan sarang dan mengoperkannya pada betina dari paruh ke paruh. Setelah itu jantan akan pergi lagi, terkadang setelah berdiri beberapa saat. Bahan sarang biasa berupa ranting yang segar (baru dipatahkan) maupun ranting dari sarang lain yang ditinggalkan. Terdapat gerakan yang meyerupai snap display dalam proses pencairan bahan sarang. Dalam satu hari jantan biasa pulang-pergi beberapa kali. Terkadang betina juga mencari bahan sarang sendiri yang terletak tidak jauh dari sarang.

4.1.4 Perilaku Kawin

Setelah terbentuk pasangan dilanjutkan dengan perilaku kawin, perilaku kawin terjadi setelah dua individu B. ibis berbeda jenis kelamin menjadi pasangan yang bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang fertil dan menjadi genarasi penerus

(34)

20

Hasil analisis deskriptif terhadap perilaku kawin Bubulcus ibis terdiri dari 1) Melihat satu sama lain, 2) Bercumbu, 3) Jantan menaiki punggung betina, 4) Melihat sekeliling, 5) Jantan menggoyangkan badan sambil mengepakkan sayap, 6) Menempelkan kloaka jantan ke kloaka betina. Dari pengamatan yang dilakukan perilaku yang paling dominan adalah jantan menggoyangkan badan sambil mengepakkan sayap sekitar 34% dan perilaku yang paling rendah adalah menempelkan kloaka jantan ke kloaka betina sekitar 8%. Persentase perilaku kawin dapat dilihat pada Grafik 4.1.4.1

4.1.4.1 Grafik Persentase Perilaku Kawin

Keterangan:

A: Melihat satu sama lain B: Bercumbu

C: Jantan menaiki punggung betina D: Melihat sekeliling

E: Jantan menggoyangkan badan sambil mengepak sayap F: Menempelkan kloaka jantan ke kloaka betina

Perilaku kawin burung Bubulcus diawali dengan percumbuan, gesekan badan kemudian Bubulcus jantan menaiki tubuh Bubulcus betina. Kawin pada B. ibis terjadi 5 kali sehari, setiap kali kawin hanya dalam waktu singkat yaitu 10-15 detik.

Gambar 9. Bubulcus ibis yang sedang bercumbu di Kawasan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

0 10 20 30 40

A B C D E F

Pers

en

tas

e

[image:34.595.115.496.247.399.2]
(35)

21

Menurut Rukmi (2002), Jantan akan menyentuh betina dengan satu kaki, seolah-olah mencari pijakan yang tepat dan biasanya betina akan merendahkan tubuhnya, kemudian jantan akan menaiki tubuh betina dan berdiri di atasnya dengan tubuh menempel pada punggung betina. Kepala jantan akan berada di sisi kepala betina sambil mengepak-ngepakkan sayap untuk menjaga keseimbangan. Jika bersedia maka betina akan menaikkan bulu ekor dan akan berlanjut hingga terjadi kontak kloaka, tetapi jika tidak maka betina akan berusaha melepaskan diri. Setelah kopulasi terjadi danjantanakanturun dari tubuh betina, biasanya betina akan menggoyangkan tubuh (body shaking).

4.1.5 Perilaku Mengeram

Mengeram dilakukan B. ibis menjaga agar suhu anakan tetap hangat. perilaku mengeram diawali dengan menutupi seluruh telur dengan tubuh induk betina. Waktu pengeraman terjadi selama 2-3 minggu dimulai dari peletakan telur pertama. Mengerami telur lebih sering dilakukan B. ibis, terkadang sang induk berdiri di sarang untuk melihat sang jantan pulang dari mencari makan dan Menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tujuan memastikan telur-telurnya aman dari musuh. Induk B. ibis jantan dan betina terkadang melakukan aktivitas makan, menaikkan bulu bagian punggung dan menggerak-gerakkan kepala dengan cepat. Menaikkan bulu bagian punggung biasa dilakukan karena ada musuh yang dianggap mendekat.

(36)

22

4.1.5.1 Grafik Persentase Perilaku Mengeram

Keterangan A: Mengeram B: Berdiri

C: Menoleh ke kanan dan ke kiri D: Makan

E: Menaikkan bulu bagian punggung F: Menggaruk-garuk kepala dengan kaki G: Menggerak-gerakkan kepala dengan cepat

Mengerami telur sangat penting sejak saat setelah telur pertama ada. Guna pengeraman adalah untuk menghangatkan telur agar proses perkembangbiakan embrio didalam cangkang berkembang baik. Pengeraman adalah proses dimana embrio dari sebuah telur yang baru diletakkan oleh induknya dan harus mendapatkan perhatian atau penjagaan terus dari induknya. Periode pengeraman terjadi selama 2-3 minggu setelah telur pertama diletakkan sang induk. Burung banyak yang memulai masa pengeraman setelah telur pertama diletakkan (Drent, dalam Jumilawaty, 2002).

Masa Berbiak. Telur Bubulcus ibis paling banyak 3 butir dalam satu sarang. Telur di erami selama 3 minggu mulai dari telur pertama. Mengerami telur berguna untuk tetap menjaga suhu telur agar tetap hangat. Telur Bubulcus ibis

berwarna putih bersih dan setelah di erami akan berwarna putih gelap dan kusam. Saat masa pengeraman Bubulcus betina yang sangat berperan sementara Bubulcus

jantan mencari makan.

12% 0% 63% 0% 25% 0% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

(37)

23

Gambar 11. Bubulcus ibis yang sedang mengerami telur di Kawasan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

Selama mengeram B. ibis melakukan aktivitas seperti menggerak-gerakkan paruh, melihat sekeliling sarang, menelisik dibagian sayap dengan menggunakan paruh, menggaruk-garuk kepala dengan menggunakan kaki dan menggerak-gerakkan kepala dengan cepat. Waktu pengeraman B. ibis 2 minggu dimulai setelah penetasan telur pertama. Sedangkan waktu pengeraman Kuntul kecil 3 minggu dimulai setelah penetasan telur pertama. Menurut Hoyo et al., 1992 dalam

Jumilawaty (2002), inkubasi telur dimulai bersamaan dengan peneluran telur pertama, atau pada beberapa spesies bersamaan dengan telur kedua, sehingga anak menetas asinkroni. Proses pengeraman dilakukan untuk menghangatkan telur dan menjaga suhu di dalam telur agar anakan dapat bertahan sampai telur menetas.

Menurut Welty (1982) dalam Jumilawaty (2002), kehangatan sarang dapat mempercepat pengeraman telur dan perkembangan anakan sehingga akan memperpendek periode anakan yang paling mudah terjadi predasi dan memperpanjang kesempatan hidup bagi anakan yang tumbuh.

4.1.4Perilaku Merawat Anakan

[image:37.595.234.350.96.204.2]
(38)

24

dimulutnya sampai sedikit halus kemudian dimasukkan ke mulut anakan melalui paruh. Setelah itu B. ibis memperbaiki sarang dilakukan dengan merapat-rapatkan kembali ranting-ranting yang kelihatan renggang menggunakan paruh dan berdiri, sesekali induk betina berdiri menanti induk jantan kembali dari mencari makanan dan menoleh ke kanan dan ke kiri melihat sekeliling sarang untuk memastikan tidak ada musuh yang akan mengganggu anakannya, betina menyambut jantan pulang dilakukan dengan mendekati jantan di yang sudah sampai di sarang dan mengajarkan anakan terbang dengan cara anakan mengikuti sang induk baik jantan maupun betina dengan terbang-terbang kecil di sekitar sarang.

Hasil analisis deskriptif terhadap perilaku merawat anakan terdiri dari 1) mengeram, 2) memberi makan anakan melalui muntahan, 3) memberi makan anakan melalui paruh ke paruh, 4) memperbaiki sarang, 5) berdiri 6) menoleh ke kanan dan ke kiri, 7) betina menyambut jantan pulang, 8) mengajarkan anakan terbang. Perilaku yang paling dominan adalah memperbaiki sarang sekitar 28% dan perilaku yang paling rendah yaitu mengeram dan betina menyambut jantan pulang sekitar 5%. Persentase perilaku merawat anakan dapat dilihat pada G.rafik 4.1.6.1.

4.1.6.1 Grafik Persentase Perilaku Merawat Anakan

Keterangan: A: Mengeram

B: Memberi makan anakan dengan muntahan C: Memberi makan anakan melalui paruh D: Memperbaiki sarang

E: Berdiri

F: Menoleh ke kanan dan ke kiri G: Betina menyambut jantan pulang H: Mengajarkan anakan terbang

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

A B C D E F G H

Pers

en

tas

e

(39)

25

Angin dan gerakan anakan dapat memberi pengaruh besar terhadap sarang yang ditempati oleh burung tersebut sehingga sering induk memperbaiki sarang agar tidak rusak dan nyaman bagi anakan burung Bubulcus. Sarang yang bagus dapat menjaga kehangatan sarang. Menurut Welty (1982) dalam Jumilawaty (2002), Kehangatan sarang dapat mempercepat pengeraman telur dan perkembangan anakan sehingga akan memperpendek periode anakan yang paling mudah terjadi predasi dan memperpanjang kesempatan hidup bagi anakan yang tumbuh. Pada sarang yang anakannya banyak, seringkali ditemukan anak terakhir mati akibat kelaparan dan juga sakit karena kompetisi untuk mendapatkan kehangatan dari induknya, akibatnya yang termuda kalah dan pertumbuhannya lambat, lemah dan tidak sehat (Jumilawaty, 2002).

Telur B. ibis menetas secara asynchronous, yaitu telur menetas secara tidak serempak, sehingga ukuran anakan pertama dengan berikutnya berbeda. Anakan

Bubulcus pada saat menetas mata sudah terbuka, mempunyai bulu pada saat menetas berwarna putih kusam yang jarang, terlihat basah dan lengket, tubuh hampir seluruhnya berwarna kuning. Tubuh anakan sangat lemah sehingga tidak dapat meninggalkan sarang dan sangat memerlukan perawatan induk. Paruh juga berwarna kuning. Anakan yang sudah berusia 2 minggu mirip anakan Egretta garzetta (Kuntul Kecil) hanya saja berbeda pada bagian paruh. Paruh pada anakan

Egretta garzetta (Kuntul Kecil) lebih panjang daripada paruh anakan Bubulcus. Pada penetasan asynchronous induk memulai aktivitas pengeraman telur segera setelah telur petama diletakkan (Pettingill 1969 dalam Mardiastuti dan Imanuddin). Penetasan asynchronous adalah suatu usaha mengantisipasi ketersediaan pangan yang berfluktuasi (Perrins & Birkhead 1983 dalam

(40)

26

A B C

D

[image:40.595.115.488.83.352.2]

E

Gambar 13. A. Anakan B. ibis umur 1 hari, B. Anakan Bulbucus ibis berumur 1 minggu, C. Anakan B. ibis berumur 2 minggu, D. Anakan B. ibis berumur 3 minggu dan E. Anakan B. ibis berumur 4 minggu di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

(41)

27

minggu sudah mulai belajar terbang walaupun tidak terbang jauh dan dalam waktu lama. Cara belajar terbang anakan Bubulcus yaitu dengan melihat cara terbang induknya dan belajar terbangnya hanya disekitar sarangnya saja. Anakan usia 1 bulan lebih mampu mencari makan mengikuti induknya. Kemana induk pergi anakan selalu mengikuti dengan terbang-terbang kecil untuk mencari makanan tetapi tidak jauh dari sarang karena masih dalam tahap belajar. Makanan B. ibis

hewan-hewan kecil berupa serangga, katak, udang, dan tikus. Saat anakan B. ibis

berumur 2 bulan sudah mulai terbang sendiri untuk mencari makan di sekitar jalan dekat tambak Tanjung Rejo.

Sedangkan anakan Kuntul kecil saat berumur 3 minggu sudah mulai belajar terbang dengan cara serempak semua anakan mengikuti gerakan induk betina kemana pun induk betina pergi tetapi masih disekitar sarang. Dengan perlahan induk kuntul kecil mengajarkan anakannya untuk terbang. Pertumbuhan anakan yang lambat memiliki kaitan dengan panjangnya waktu pemeliharaan anakan (Frere et al. 1998 dalam Mardiastuti & Imannuddin 1999). Pada umumnya burung-burung air memiliki waktu pemeliharaan anak yang lebih lama jika dibandingkan dengan jenis lain (Perrins & Birkhead 1983 dalam Mardiastuti & Imannuddin 1999).

Menurut Mendall (1936) dalam Jumilawaty (2002), induk akan melindungi anaknya secara hati-hati dari pengaruh cuaca yang buruk. Saat suhu dingin atau hujan, induk akan menghangatkan dan menutupi anaknya dengan cara duduk di sarang, sedangkan saat cuaca panas induk akan berdiri diatas anakan dan menutupinya dari sinar matahari, seringkali diikuti dengan mengembangkan sayapnya. Setelah anakan dapat bergerak, perlindungan induk seperti menghangatkan dan menutupi anaknya pada siang hari akan dikurangi, tetapi pada saat malam hari atau angin kencang induk masih harus melindungi anaknya sampai benar-benar telah cukup dewasa untuk mencari makan dan melindungi dirinya.

(42)

28

[image:42.595.242.358.237.349.2]

akibat hujan. Bahan sarang yang sudah ditinggalkan anakan B. ibis tersebut yang masih bagus biasanya akan diambil oleh burunglain untuk membangun sarang. Menurut Jumilawaty (2002), sarang yang ditinggalkan oleh anakan yang sudah terbang akan tahan lebih lama dibandingkan sarang yang kosong karena telurnya hilang atau anakan mati muda, sehingga sempat digunakan oleh burung lain yang bersarang berikutnya. Hal ini disebabkan karena kotoran yang dihasilkan anakan yang sudah mengering akan memperkuat konstruksi sarang.

Gambar 14.Sarang Bubulcus ibis yang sudah ditinggalkan di Kawasan Mangrove Desa Tanjung Rejo.

B. ibis yang sudah selesai masa berbiaknya akan merubah warna pada bulunya sehingga menjadi berubah warna kembali berwarna putih. Perubahan warna dimulai dari bagian punggung dari orange menjadi putih selama 2 hari, perubahan warna bulu bagian dada dari orange menjadi putih selama 2 hari, perubahan warna bulu bagian kepala dari orange menjadi putih selama 2 hari, perubahan warna kaki dari hitam menjadi abu-abu selama 1 hari dan perubahan warna paruh dari orange menjadi kuning muda selama 2 hari. Siklus berbiak

(43)

29

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun perilaku berbiak burung Bubulcus ibis di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara yaitu:

1. Perilaku berbiak Bubulcus ibis di kawasan Mangrove Desa Tanjung Rejo sudah sedikit berubah akibat aktivitas pemancing yang begitu banyak.

2. Persentase perilaku Pra Breeding Bubulcus ibis yang paling dominan adalah perubahan warna bulu sekitar 37%, Persentase perilaku membangun sarang

Bubulcus ibis yang paling dominan adalah menyusun ranting sekitar 46%, Persentase perilaku mengundang pasangan Bubulcus ibis yang paling dominan adalah mengeluarkan suara indah sekitar 25%, Persentase perilaku Fertilisasi

Bubulcus ibis yang paling dominan adalah jantan menggoyangkan badan sambil mengepak-ngepakkan sayap sekitar 32%, Persentase perilaku mengeram Bubulcus ibis yang paling dominan adalah mengerami telur sekitar 63% dan Persentase perilaku merawat anakan Bubulcus ibis yang paling dominan adalah memperbaiki sarang sekitar 28%.

5.2. Saran

Dari data hasil penelitian dan pembahasan diatas ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk kelestarian jenis kuntul kerbau :

a. Sebaiknya warga Desa Tanjung Rejo lebih memperhatikan habitat satwa di Kawasan Hutan Mangrove tersebut agar perkembangan burung-burung yang dilindungi tidak terganggu.

(44)

30

DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, S. 1998. Pengelolaan Satwa Nusantara suatu Gagasan demi

Peningkatan Mutu Kehidupan Bangsa. Dalam: Sumberdaya Alam sebagai

Modal dalam Pembangunan Berkelanjutan. LIPI Jakarta.Pembangunan Berkelanjutan: 38-57.

Alikodra HS, Mulyani YA, Priyono A, Mustari AH, Sinarojo DA, Ismail. 1990.

Ekologi dan Konservasi Burung Wader Migran di Pulau Jawa. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Ayat, A. 2011. Burung-burung Agroforest di Sumatera. In: Mardiastuti A, eds. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional 30. 112 p.

Campbell NA, Reece JB, & Mitchell LG. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Terjemahan Rahayu Lestari. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi : Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Campbell, B. and E. Lack. 1985. A Dictionary of Birds. Published Buteo Books Vermillion.

Coates, Brian and Bishop, K. 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung di

Kawasan Wallacea. Brisbane, Australia: BirdLife International-Indonesia

Programme & Dove Publications Pty.

Elfidasari, D. 2008. Korelasi ragam aktivitas terhadap Keberhasilan makan tiga jenis kuntul Di cagar alam pulau dua teluk banten, serang. Vol (12). Universitas Al Azhar Indonesia.al

Elfidasari, D. 2005. Pengaruh Perbedaan Lokasi Mencari Makan Terhadap Keragaman Mangsa Tiga Jenis Kuntul Di Cagar Alam Pulau Dua Serang: Casmerodius albus, Egretta garzetta, Bubulcus ibis. Makara Sains 9 (1). 7-12.

Faaborg, J. 1988. Ornithology An Ecologic Approach. Prentice-Hall Inc. New Jersey.

Frankis, M, R. Hole. Jr, J. Tasirin. 2012. Bubulcus ibis. Encyclopedia of Life. Gitayana, A. 2011. Buku Informasi Dan Potensi Burung Air. Balai Taman

(45)

31

Grzimek, B. 1972. Animal Life Encyclopedia.Vol. 7. Van Nostrand Reinhold Company. New York

Ivory, A. 2000. Bubulcus ibis. UWI, The Online Guide to the Animals of Trinidad and Tobago.

Howes, J., Bakewell, D., Noor, Y.R. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlanda International – Indonesia Programma; Bogor.

Jumilawaty, E. 2002. Morfometri dan kompetisi Intrespesifik Antara Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan Pecuk Kecil (Phalacrocorax niger) di Koloni Utara dan Barat Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Institut Pertanian Bogor; Bogor. [Tesis]

Jumilawaty, E., Mardiastuti., Prasetyo, L., Mulyani, Y. A. 2011. Keanekaragaman Burung Air di Bagan Percut, Deli Serdang Sumatera Utara.6(13). Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Lack, D. 1954.The Natural Regulation of Animal Number.Oxford University Press.

MacKinnon J, Phillips K, van Balen B. 1993. Burung-burung di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.

Mackinnon J. 1988. Field Guide to the Birds of Java and Bali. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Mckilligan, N. 2005. Herons, Egrets and Bitterns their Biology and Conservation In Australia. CSIRO Publishing. Australia

Mardiastuti, A. 1999. Habitat and Nest-Site Characteristic of Waterbirds in Pulau Rambut Nature Reserve, Jakarta Bay, Indonesia. Unpublished PhD Dissertation. Michigan State University.

Masterson, J. 2007. Bubulcus ibis (Cattle Egret). Smithsonian Marine Station at Fort Pierce.

Mendall, H. 1936. The Home-life and Economic status of the Double-Cresed Cormorant (Phalacrocorax auritus auritus Lesson), The Maine Buletin 39 (3).

Nature Works. 2012. Cattle Egret – Bubulcus ibis.

(46)

32

Rukmi, D.S. 2002. Perilaku Dan Kompetisi Interspesifik Kuntul Besar (Egretta alba Linnaeus 1766) Dan Cangak Merah (Ardea Purpurea Linnaeus 1766) Di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Jakarta. Bogor, Institut Pertanian Bogor.

Sibuea, T.Th, Y. Rusila-Noor, M.J. Silvius, dan A. Susmianto. 1995. Burung Bangau, Pelatuk Besi dan Paruh Sendok di Indonesia. Panduan untuk Jaringan Kerja. Jakarta: PHPA & Wetlands International-Indonesia

(47)

33

LAMPIRAN

(48)

34

Lampiran 2. Foto Anakan Bubulcus ibis

Anakan hari ke-1 Anakan hari ke-7

Anakan hari ke-14 Anakan hari ke-21

(49)

35

(50)

36

Lampiran 4. Tallysheet 1. Pra Breeding (menit)

No. Perilaku jlh %

1. Mencari pohon untuk tempat bersarang 16 18%

2. Mengklaim area 24 27%

3. Melihat-lihat Bubulcus betina 16 18%

4. Merubah warna bulu 32 37%

2. Membangun sarang (menit)

No. Perilaku jlh %

1. Memilih ranting 16 18%

2. Membawa ranting 16 18%

3. Menyusun ranting 40 46%

4. Menoleh ke kanan 36ank e kiri 16 18%

3. Mengundang Pasangan (menit)

No. Perilaku jlh %

1. Berdiri tegak 40 25%

2. Menegakkan dan membentuk kipas dengan plumae scapulanya

24 15%

3. Mengayun-ayunkan tubuh 16 10%

4. Membuka salah satu sayap 16 10%

5. Menelisik atau menarik-narik bulu primer sayap

16 10%

6. Leher dan kepala ditegakkan 16 10%

7. Merendahkan tubuh dengan menekuk kaki 16 10%

8. Mengayunkan tubuh untuk kembali ke posisi semula

(51)

37

4. Kawin (det)

No. Perilaku jlh %

1. Melihat satu sama lain 8 8%

2. Bercumbu 24 25%

3. Jantan menaiki punggung betina 24 25%

4. Melihat sekeliling 8 8%

5. Jantan menggoyangkan badan sambil mengepak-ngepakan sayap

32 34%

6. Menempelkan kloaka jantan ke kloaka betina 8 8%

5. Mengeram (menit)

No. Perilaku jlh %

1. Mengeram 8 12,5%

2. Berdiri 0 0%

3. Menoleh ke kanan dan ke kiri 40 62,5%

4. Makan 0 0%

5. Menaikkan bulu bagian punggung 16 25% 6. Menggaruk-garuk kepala dengan kaki 0 0% 7. Menggerak-gerakkan kepala dengan cepat 0 0%

6. Memelihara Anakan

No. Perilaku jlh %

1. Mengeram 8 5%

2. Memberi makan anakan dengan memuntahkan makanan

24 16%

3. Memberi makan melalui paruh ke paruh 16 10%

4. Memperbaiki sarang 40 28%

5. Berdiri 16 10%

Gambar

Gambar 1. Bubulcus ibis yang sedang berbiak di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Sumatera Utara
Gambar 2. A. B. ibis dengan perubahan warna bagian paruh, B. B. ibis dengan perubahan warna bagian kaki, C
Gambar 3. Burung B. ibis yang sedang melakukan pengundangan pasangan di Kawasan Huan Mangrove Desa Tanjung Rejo
Gambar 4. Sepasang B. ibis yang sedang meneruskan membangun sarang setengah jadi di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1)jenis pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat serta (2) nilai manfaat langsung dan tidak

Memberi makan anakan dengan

a) Perilaku harian burung Cangak Abu (Ardea cinerea) terdiri dari perilaku individu (berjemur, menelisik bulu, menggaruk, peregangan, menggoyang tubuh, mengeram dan

Perilaku Dan Kompetisi Interspesifik Kuntul Besar ( Egretta alba Linnaeus 1766) Dan Cangak Merah ( Ardea Purpurea Linnaeus 1766) Di Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Pola tingkah laku harian hewan dalam hal ini Bubulcus ibis merupakan suatu aktivitas (perilaku) yang biasa dilakukan dalam keseharianya mulai pergi dari

Jumlah perilaku individu yang paling sering dilakukan adalah perawatan diri (81 kali), perilaku sosial yang sering dilakukan yaitu penyerangan (17 kali), perilaku makan yang

Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan keharibaan Allah SWT, atas rahmat beserta karunia-NYA sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang

Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan keharibaan Allah SWT, atas rahmat beserta karunia-NYA sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang