• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi Mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi Mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

1

PREVALENSI NYERI PASCA OPERASI MATA DENGAN GENERAL ANESTESI BERDASARKAN JENIS OPERASI MATA DI RUMAH SAKIT

SUMATERA MEDICAL EYE CENTRE (SMEC)

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

WAN ANIS BINTI WAN LOKMAN 120100466

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

2

PREVALENSI NYERI PASCA OPERASI MATA DENGAN GENERAL ANESTESI BERDASARKAN JENIS OPERASI MATA DI RUMAH SAKIT

SUMATERA MEDICAL EYE CENTRE (SMEC)

Oleh:

WAN ANIS BINTI WAN LOKMAN 120100466

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ii

ABSTRAK

Nyeri merupakan salah satu keluhan pasca operasi yang paling sering dilaporkan pasien dan bisa mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan. Penanganan nyeri pasca operasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kualitas tidur terganggu dan timbulnya perasaan tidak nyaman baik mental maupun fisik pada pasien sehingga penanganan yang efektif sangat diperlukan. Tingkat nyeri dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah jenis operasi. Seperti halnya pada jenis operasi mata yang secara umum terbagi menjadi dua, yaitu intraokuler dan ekstraokuler yang keduanya mempunyai tingkat nyeri yang berbeda. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi berdasarkan jenis operasi mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) Medan. Metode penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan menggunakan data primer dari wawancara pasien. Sampel diambil dengan menggunakan metode total sampling pada pasien rawat inap Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) yang menjalani operasi mata dengan general anestesi sehingga didapatkan sebanyak 51 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari September 2015 sehingga November 2015. Penilaian nyeri dilakukan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) dengan cara bertanya pada sampel mengenai seberapa besar nyeri pasca bedah dirasakan dengan menggunakan skala numeric 1-10 yang diambil pada 8 jam, 16 jam dan 24 jam pasca operasi. Hasil penelitian ini diperoleh prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi adalah cukup tinggi yaitu sebanyak 42 orang (82,3%), yang terdiri dari 64,7% pada operasi intraokuler dan 17,6% pada operasi ekstraokular. Pada pasien yang mengeluhkan nyeri pasca operasi, didapati skor

Visual Analogue Scale (VAS) terbanyak adalah diantara 1-3 yaitu nyeri ringan. Onset dari nyeri pasca operasi yang paling banyak adalah pada 8 jam pertama pasca operasi mata yaitu sebanyak 76,5% dan semakin berkurang dengan bertambahnya jam.

(5)

iii uncomfortable feeling in both mental and physical aspect. Therefore, management of post operative pain is absolutely needed for those patients with pain. The level of pain is influenced by several aspects, including type of operation. Generally, type of eye surgery is divided into two, namely intraocular and extraocular in which both are differ in terms of pain level. Therefore, researcher are interested to study about prevalence of postoperative pain of eye surgery with general anesthesia based on the type of eye surgery at Hospital of Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) Medan .The method of this study was observational descriptive by

using primary data from patient’s interview. Sample were collected by using total sampling method to all patients who had undergone eyes surgery with general anesthesia where 51 patients were identified to fit with the inclusion and exclusion criteria from September 2015 until November 2015. The evaluation of pain was made by using Visual Analogue Scale (VAS) and the sample were asked about the level of post operative pain using numeric scale from 1-10 taken in the period of 8 hours, 16 hours and 24 hours of post eye surgery. The results showed that the prevalence of postoperative pain of eye surgery with general anesthesia were high enough which include 42 people (82,3%) complained having postoperative pain

consisted of 64,7% in intraocular surgery and 17,6% in the extraocular surgery. Patient with postoperative pain complained with the most score of Visual Analogue Scale (VAS) is between 1-3 which is mild pain. Most patients which is 76,5% complained having post operative pain in the first 8 hours and decreasing from times to times.

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Adapun judul proposal ini adalah “Prevalensi Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi Mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC)”.

Penulisan penelitian ini terselesai tidak terlepas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD, KGED selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Adriamuri Primaputra Lubis, M Ked(An), Sp An selaku dosen

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam

memberi bimbingan kepada penulis sehingga penulisan proposal KTI ini

dapat diselesaikan.

3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa

pendidikan.

4. Ibunda, ayahanda tercinta dan seluruh keluarga, yang telah susah payah

untuk memberikan dukungan baik moral atau materil sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan proposal KTI ini

5. Teman-teman seperjuangan, Emmanuella Irene Gracia, Astri Gartika dan

teman-teman yang lainnya yang telah memberikan saran dan bantuan

(7)

v

6. Semua pihak yang memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa isi maupun susunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran demi kesempurnaan karya tulis ini.

Medan, 7 Desember v2015

Penulis,

Wan Anis Wan Lokman

(8)

vi

2.3 Operasi Mata dengan General Anestesi ... 13

2.3.1 Pembagian Operasi Mata ... 14

2.3.2 General Anestesi pada Operasi Mata ... 14

2.3.3 Jenis Operasi Mata dengan General Anestesi ... 15

(9)

vii

2.4.1 Definisi General Anestesi... 19

2.4.2 Obat-obatan dalam General Anestesi ... 20

2.4.3 Keuntungan dan Kerugian General Anestesi ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 22

3.1 Kerangka Konsep ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Hasil Penelitian ... 28

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 28

5.1.2. DeskripsiKarakteristikSampel ... 28

5.1.3. Hasil Analisis Data... 29

(10)

viii

5.1.5. Deskripsi Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General

Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi Mata ... 31

5.2 Pembahasan ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ... 40

(11)

ix

DAFTAR SINGKATAN

ASA American Society of Anaesthesiology Classification ECC EEktraksi Katarak Ekstrakapsular

IV Intra Vena

IOL Intra Ocular Lens

ICCE Ekstraksi Katarak Intrakapsular MAC Monitored Anesthesia Care NRS Numerical Rating Scale NSAID Anti Inflamasi Non-Steroid TIO Tekanan Intra-Ocular VAS Visual Analogue Scale VRS Verbal Rating Scale

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Perjalanan Nyeri ... 8

Gambar 2.2 Wong Baker Faces Pain Rating Scale ... 11

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale ... 12

Gambar 2.2 Numerical Rating Scale ... 12

Gambar 2.3 Visual Analogue Scale ... 13

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik 10

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis

Tindakan Operasi Mata dengan General Anestesi 29

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Operasi

Mata dengan General Anestesi 29

Tabel 5.3 Keluhan Tingkat Nyeri 8 Jam Pasca Operasi Mata 30

Tabel 5.4 Keluhan Tingkat Nyeri 16 Jam Pasca Operasi Mata 30

Tabel 5.5 Keluhan Tingkat Nyeri 24 Jam Pasca Operasi Mata 31

Tabel 5.6 Distribusi Prevalensi Nyeri Pasca Operasi Mata

Berdasarkan Jenis Operasi Mata 31

Tabel 5.7 Distribusi Prevalensi Tingkat Nyeri setelah 8 Jam

Operasi Mata Berdasarkan Jenis Operasi Mata 32

Tabel 5.8 Distribusi Prevalensi Tingkat Nyeri setelah 16 Jam

Operasi Mata Berdasarkan Jenis Operasi Mata 33

Tabel 5.9 Distribusi Prevalensi Tingkat Nyeri setelah 24 Jam

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Lembar Ethical Clearence

3. Surat Izin Penelitian (FK USU)

4. Surat Permohonan Izin Penelitian

5. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian

6. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian

7. Formula Pengambilan Data

8. Visual Analogue Scale

9. Data Induk

(15)

ii

ABSTRAK

Nyeri merupakan salah satu keluhan pasca operasi yang paling sering dilaporkan pasien dan bisa mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan. Penanganan nyeri pasca operasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kualitas tidur terganggu dan timbulnya perasaan tidak nyaman baik mental maupun fisik pada pasien sehingga penanganan yang efektif sangat diperlukan. Tingkat nyeri dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah jenis operasi. Seperti halnya pada jenis operasi mata yang secara umum terbagi menjadi dua, yaitu intraokuler dan ekstraokuler yang keduanya mempunyai tingkat nyeri yang berbeda. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi berdasarkan jenis operasi mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) Medan. Metode penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan menggunakan data primer dari wawancara pasien. Sampel diambil dengan menggunakan metode total sampling pada pasien rawat inap Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) yang menjalani operasi mata dengan general anestesi sehingga didapatkan sebanyak 51 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari September 2015 sehingga November 2015. Penilaian nyeri dilakukan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) dengan cara bertanya pada sampel mengenai seberapa besar nyeri pasca bedah dirasakan dengan menggunakan skala numeric 1-10 yang diambil pada 8 jam, 16 jam dan 24 jam pasca operasi. Hasil penelitian ini diperoleh prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi adalah cukup tinggi yaitu sebanyak 42 orang (82,3%), yang terdiri dari 64,7% pada operasi intraokuler dan 17,6% pada operasi ekstraokular. Pada pasien yang mengeluhkan nyeri pasca operasi, didapati skor

Visual Analogue Scale (VAS) terbanyak adalah diantara 1-3 yaitu nyeri ringan. Onset dari nyeri pasca operasi yang paling banyak adalah pada 8 jam pertama pasca operasi mata yaitu sebanyak 76,5% dan semakin berkurang dengan bertambahnya jam.

(16)

iii uncomfortable feeling in both mental and physical aspect. Therefore, management of post operative pain is absolutely needed for those patients with pain. The level of pain is influenced by several aspects, including type of operation. Generally, type of eye surgery is divided into two, namely intraocular and extraocular in which both are differ in terms of pain level. Therefore, researcher are interested to study about prevalence of postoperative pain of eye surgery with general anesthesia based on the type of eye surgery at Hospital of Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) Medan .The method of this study was observational descriptive by

using primary data from patient’s interview. Sample were collected by using total sampling method to all patients who had undergone eyes surgery with general anesthesia where 51 patients were identified to fit with the inclusion and exclusion criteria from September 2015 until November 2015. The evaluation of pain was made by using Visual Analogue Scale (VAS) and the sample were asked about the level of post operative pain using numeric scale from 1-10 taken in the period of 8 hours, 16 hours and 24 hours of post eye surgery. The results showed that the prevalence of postoperative pain of eye surgery with general anesthesia were high enough which include 42 people (82,3%) complained having postoperative pain

consisted of 64,7% in intraocular surgery and 17,6% in the extraocular surgery. Patient with postoperative pain complained with the most score of Visual Analogue Scale (VAS) is between 1-3 which is mild pain. Most patients which is 76,5% complained having post operative pain in the first 8 hours and decreasing from times to times.

(17)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut The International Association for the Study of Pain( IASP ) tahun

2011, definisi nyeri adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan, dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau

potensial terjadi kerusakan jaringan atau digambarkan dalam keadan yang

berkaitan dengan kerusakan tersebut. Definisi tersebut dapat juga menjelaskan

bahwa persepsi nyeri sangat subjektif tergantung impuls nyeri respon emosional

terhadap nyeri, dan tingkah laku berdasarkan pengalaman nyeri

sebelumnya.Menurut the American Pain Society(APS) pada tahun 1996, dampak

nyeri pada perasaan sejahtera pasien sudah sedemikian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai “tanda vital kelima” (fifth vital sign), dan mengelompokkannya bersama tanda-tanda klasik suhu, nadi,

pernapasan, dan tekanan darah.

Saat ini semakin banyak pasien yang mendapatkan tindakan operasi

sebagai salah satu pilihan pengobatan. Hal ini terlihat dengan adanya

kecenderungan peningkatan jumlah tindakan operasi pada beberapa rumah sakit

dari waktu ke waktu(Windiarto, 2010). Berkaitan dengan itu, salah satu hal

terpenting yang harus diperhatikan dalam tindakan operasi adalah anestesi.

Tindakan general anestesi merupakan salah satu jenis anestesi yang sering

dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi (Windiarto, 2010).

General anestesi adalah ketidaksadaran yang dihasilkan oleh medikasi.

Inilah sebab mengapa pembedahan dan pengobatan lain yang sebenarnya

menyebabkan rasa yang sangat sakit dapat dilakukan (Torpy, 2011). Selama

dalam keadaan anestesi, pasien tidak dapat dibangunkan, sekalipun diberikan

stilmulasi yang menyakitkan, dan kemampuan untuk mempertahankan fungsi

ventilasi serta sistem kardiovaskular sering mengalami gangguan (BlueCross

(18)

2

Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat

berupa anestesi umum atau regional. Masing‐masing teknik anestesi ini

mempunyaikeuntungan dan kerugian . Salah satu komplikasidan keluhan yang paling seringterjadi pada pasien setelah pembedahan adalah rasa nyeriyang

bervariasi walaupun nyeri pembedahan dikontrol dengan baikmenggunakan

analgesia sistemik(Rüsch, 2010).The Royal Collage of Surgeons

(RCS)melaporkan nyeri pasca operasi ditemukan pada 30-70% pasien dengan

derajat sedang sampai berat. Penelitian lain menunjukkan bahwa meskipun

insidensi nyeri pasca operasi telah berkurang 2% tiap tahun selama 30 tahun

terakhir, namun 30% pasien masih merasakan nyeri sedang dan 11% pasien

lainnya mengeluhkan nyeri berat (Anita Holdcroft, 2005).Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Nurhafizah dan Erniyati pada tahun 2012 di RSUP

H. Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa sebagian besar pasien pasca operasi

abdomen merasakan intensitas nyeri sedang (57,4%), diikuti dengan intensitas

nyeri ringan (22,2%), dan sisanya pasien dengan intensitas nyeri berat (20,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan Meinhart dan McCaffery, 1983; NIH, 1986

dalam Potter & Perry, 2006 yang menyatakan bahwa nyeri akibat pembedahan

dan trauma diklasifikasikan sebagai nyeri akut yang intensitasnya bervariasi mulai

dari yang ringan sampai dengan berat.

Nyeri disebabkan karena terangsangnya nosiseptor yang terdapat di dalam

jaringan tubuh. Rangsang termal, mekanis atau kimia yang kuat dapat

menyebabkan teraktivasinya nosiseptor. Kerusakan jaringan menyebabkan

terlepasnya mediator-mediator kimiawi seperti prostaglandin, kinin dan ion

potassium yang dapat merangsang nosiseptor. Nyeri dapat dibagi menjadi nyeri

nosiseptif dan nyeri neurologik, nyeri somatic/superficial, dan nyeri visceral.

Nyeri nosiseptif dapat dibagi lagi menjadi nyeri cepat dan nyeri lambat. Lokasi

nyeri cepat tepat terlokalisasi di daerah yang terstimulasi, sedangkan pada nyeri

lambat lokasi nyeri juga terlokalisasi baik tetapi lebih difus. Nyeri pasca operasi

dapat dikategorikan sebagai nyeri somatic karena nyerinya yang timbul pada

(19)

3

Pada penelitian yang dilakukan di Kuopio University Hospital, Kuopio,

Finland tahun 2013, yang meneliti nyeri pasca operasi mata dengan general

anestesimelaporkan 67 ( 34 % ) pasien mengalami nyeri pasca operasi yang terjadi

pada 8 jam pertama. Setelah keluar dari rumah sakit, prevalensi terjadinya nyeri

pada mata menurun pada 24 jam , 1 minggu , dan 6 minggu yaitu masing-masing

18 (10 %) , 15 (9 %) dan 12 (7 %). Kebanyakan pasien dengan penyakit mata

yang sudah dioperasi mengeluhkan nyeri yang signifikan, yaitu dengan VAS skor ≥4 pada skala nyeri 0-10 , tetapi sebagian dari pasien tersebut telah mendapatkan analgesik untuk mengatasi nyeri mata. Gejala iritasi mata lainnya yang umum

terjadi setelah operasi yaitu sensasi - benda asing yang ditemukan pada 40 pasien (

22 % ) , sensitivitas cahaya pada 29 pasien ( 16 % ) , rasa terbakar pada 15 pasien

( 8 % ) , dan gatal-gatal pada 15 pasien ( 8 % ) (Porela-Tiihonen S.et al., 2013).

Prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi di Indonesia

sampai sekarang belum banyak diketahui dengan jelas. Melihat kondisidan data

data yang dikemukakan di atas, yaitu masih tingginya angka kejadian nyeri pasca

operasi mata dengan general anestesi di seluruh dunia serta masih sedikitnya

penelitianyang membahas tentang prevalensi nyeri pasca operasi mata di

Indonesia. Maka, peneliti tertarikuntuk melakukan penelitian tentang “Prevalensi

Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi

Mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Center(SMEC)”.Peneliti melakukan

penelitian di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre(SMEC)karena jika

dinilai dari jumlah dan frekuensi operasi mata yang telah dilakukan, di rumah

sakit ini lebih banyak dan lebih sering dibanding rumah sakit lain di Medan yaitu

sebanyak 180 operasi intraokular dan 101 operasi ekstraokular dari Januari

(20)

4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan pemasalahannya

adalah berapakah prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi

berdasarkan jenis operasi mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre

(SMEC).

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general

anestesi berdasarkan jenis operasi mata di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye

yang menjalani operasi mata dengan diberikan general anestesi

berdasarkan jenis operasi mata.

3. Menilai skor Visual Analogue Scale (VAS) 16 jam pasca operasi pasien

yang menjalani operasi mata dengan diberikan general anestesiberdasarkan

jenis operasi mata.

4. Menilai skor Visual Analogue Scale (VAS) 24 jam pasca operasi pasien

yang menjalani operasi mata dengan diberikan general anestesiberdasarkan

jenis operasi mata.

5. Menganalisis perbedaan skor Visual Analogue Scale (VAS) pre operasi

dengan8 jam , 16 jam dan 24 jam pasca operasi pasien yang menjalani

operasi mata dengan diberikan general anestesiberdasarkan jenis operasi

(21)

5

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai data dasar dan masukan bagi Rumah Sakit

Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) serta pihak lain untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan kejadian nyeri pasca operasi

mata dengan general anestesi berdasarkan jenis operasi mata.

2. Menambah pengetahuan peneliti mengenai perbedaan tingkat nyeri pre

operasi dan post operasi mata dengan general anestesi berdasarkan jenis

operasi mata.

3. Memberikan kontribusi ilmiah, menambah pengetahuan para pekerja medis

maupun peneliti dan dapat dijadikan bahan informasi tentang kejadian nyeri

pasca operasi mata dengan general anestesi berdasarkan jenis operasi mata

(22)

6

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2012). Menurut International Association for Study of Pain(IASP),

nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman perasaan emosional yang

tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

2.1.2 Fisiologi nyeri

Nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang dapat

mengindikasikan bahwa tubuh seorang mengalami masalah. Nyeri dapat berasal

dari fisik atau psikologis (Avidan, M, 2003).

1. Reseptor nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

ransangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung

syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara

potensial merusak. Reseptor nyeri juga nosireseptor, berdasarkan letaknya,

nosireseptor dapat dikelompokan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit

(kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena

letaknya berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang

berbeda. Nosireseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal

dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Tamsuri, 2012).

Reseptor jaringan kulit terbagi dua dalam dua komponen menurut Tamsuri

(23)

7

1) Serabut A delta

Merupakan komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/ detik) yang

mungkin timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab

nyeri dihilangkan.

2) Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 m/detik)

yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri bersifat tumpul dan

sulit dialokasikan.

2. Transmisi nyeri

Menurut Tamsuri (2012). Terdapat beberapa teori yang menggambarkan

bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan ransangan nyeri, yaitu :

1. Teori Spesivisitas (Specivicity Theory)

Teori dirasakan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara

khusus menstransmisi rasa nyeri.

2. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang

mampu mengantar ransangan dengan cepat dan serabut yang mengantar

rangsangan dengan lambat. Kedua serabut syaraf tersebut bersinapsis pada

medula spinalis dan merusakan informasi ke otak mengenai jumlah,

intensitas, dan tipe input sensori nyeri menafsirkan karakter dan kuantitas

input sensori nyeri.

3. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)

Teori gerbang kendali nyeri menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang" yang dapat memfasilitasi atau memperlambat transmisi sinyal

nyeri.

3. Perjalanan Nyeri

Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri yaitu transduksi,

(24)

8

1) Transduksimerupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat

berupa stimulasi fisik, kimia, ataupun panas. Dan dapat terjadi di seluruh

jalur nyeri.

2) Transmisiadalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi sepanjang jalur nyeri, dimana molekul molekul di celah

sinaptik mentransmisi informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya.

3) Modulasiadalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke

korteks serebri. Modifikasi ini dapat berupa augmentasi (peningkatan)

ataupun inhibisi (penghambatan).

4) Persepsiadalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan

dan ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tlersebut.

(25)

9

2.1.3Klasifikasi Nyeri

1. Berdasarkan Sumber Nyeri

Dapat dibagi diklasifikasikan menjadi(Benzon et al., 2005):

a) Nyeri somatik luar

Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan

membran mukosa. Nyeri dirasakan seperti terbakar dan terlokalisasi.

b) Nyeri somatic dalam

Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat

rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.

c) Nyeri viseral

Nyeri karena perangsangan organ visceral atau membran yang

menutupinya (pleura parietalism, pericardium, peritoneum). Nyeri

tipe ini dibagi lagi menjadi nyeri viseral terlokalisai, nyeri parietal

terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.

2. Berdasarkan Jenisnya Nyeri

Dapat diklasifikasikan menjadi(Benzon et al., 2005):

a) Nyeri nosiseptif

Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun visceral. Stimulasi

nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan

mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun

dan ujung saraf sensoris dan simpatik.

b) Nyeri neurogenik

Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer

pada system saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur

serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan

terpotongnya saraf perifer. Sensari yang dirasakan adalah rasa panas

dan seperti ditusuk-tusuk dan kadang disertai hilangnya rasa atau

adanya rasa tidak enak pada perabaan.

c) Nyeri psikogenik

Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas

(26)

10

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Sumber : Benzon et al., 2005

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Awitan Mendadak Terus menerus/intermittent

Durasi Durasi singkat (kurang dari enam bulan)

Nyeri postoperasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil

pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri postoperasi berbeda-beda dari

pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari rumah sakit ke rumah sakit

yang lain. Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya

dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami nyeri postoperasi. Nyeri postoperasi

biasanya ditemukan dalam pengkajian klinikal, nyeri postoperasi merupakan topik

yang menarik untuk dibahas dalam lingkup kedokteran. Dengan menggali nyeri

postoperasi akan membantu orang lain untuk mengerti dan dapat mengaplikasikan

nyeri postoperasi kepada pasien yang mengalami pembedahan. Aspek dari nyeri

postoperasi adalah untuk menyelidiki adanya pengalaman nyeri yang mencakup

persepsi dan perilaku tentang nyeri (Suza, 2007).

Nyeri insisi umumnya terasa tajam dan terlokalisir dengan jelas karena

kulit dan jaringan subkutis memiliki banyak nosiseptor. Apabila struktur yang

terletak lebih dalam dengan reseptor nyeri yang lebih sedikit mengalami cedera,

maka nyeri yang timbul cenderung tumpul dan kurang terlokalisir atau mungkin

dirujuk apabila struktur-struktur visceral terlihat. Rasa takut dan cemas sering

(27)

11

memperkuat satu sama lain. Dengan demikian, tindakan-tindakan untuk

mengurangi nyeri juga mengurangi rasa cemas, yang cenderung mengurangi

nyeri. Nyeri paska operasi akut biasanya menghilang seiring dengan

menyembuhnya luka(Prince, 2006).

2.2.2 Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi

nyeri pasca operasi yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien

digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini

mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri

yang dirasakan.

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini:

1. Wong-Baker F aces Pain Rating Scale

Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau

keterbatasan verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimik wajah

sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang

dirasakannya(GarraG.et al., 2010).

Gambar 2.2Wong Baker F aces Pain Rating Scale

2. Verbal Rating Scale (VRS)

VRS adalah cara pengukuran nyeri dengan menanyakan respon pasein

terhadap nyeri secara verbal dengan memberikan 5 pilihan yaitu tidak nyeri, nyeri

(28)

12

Skala pada VRS merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pada penggunaannya,

pemeriksa akan menunjukkan kepada klien tentang skala tersebut dan meminta

pasien untuk memilih skala nyeri berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakannya.

VRS akan membantu pasien untuk memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsikan rasa nyeri yang dirasakannya (Benzon et a.l, 2005).

Gambar 2.3Verbal Rating Scale

3. Numerical Rating Scale (NRS)

Metode ini menggunakan angka-angka untuk mengambarkan range dari

intensitas nyeri. Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan

menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada

nyeri dan angka5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat. NRS digunakan untuk

menilai intensitas atau derajat keparahan nyeri dan memberi kesempatan kepada

pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri yang dirasakan (Benzon et al.,

2005).

(29)

13

4. Visual Analogue Scale (VAS)

Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual

Analogue Scale(VAS). Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10

cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya,

seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 =

nyeri ringan, 4-<7 = nyeri sedang dan 7-10 = nyeri berat.(Jensen MP., 2003).

Gambar 2.5 Visual Analogue Scale

2.3 Operasi Mata dan General Anestesi

Penggunaan general anestesi ataupun lokal harus dibuat pilihan bersama

oleh pasien, anestesiologis, dan ahli bedah. Beberapa pasien menolak lokal

anestesi karena takut akan kemungkinan terjaga saat prosedur bedah dan

mendapat ingatan rasa sakit selama teknik regional. Meskipun tidak ada bukti

yang menunjukkan bahwa salah satu bentuk anestesi lebih aman, regional anestesi

tampaknya lebih kurang menyebabkan stress. General anestesi diindikasikan pada

anak-anak dan pasien tidak kooperatif, karena bahkan gerakan kepala yang kecil

(30)

14

2.3.1. Pembagian Operasi Mata

Menurut Smith (2004),operasi mata dapat dibagi menjadi dua kategori yang berbeda: ekstraokular dan intraokular.

Operasi ekstraokular, dilakukan pada struktur sekitar mata itu sendiri, seperti kelopak mata dan konjungtiva. Jaringan ini memiliki suplai darah yang sangat baik. Oleh karena itu jaringan sembuh dengan baik dan jarang terinfeksi serius. Jaringan tersebut berada pada permukaan tubuh sehingga paparan terhadap pembedahan biasanya tidak menjadi masalah. Jaringan dapat dibius dengan mudah dengan infiltrasi jaringan menggunakan regional anestesi. Adrenalin (1 dalam 100.000) selalu digunakan dalam regional anestesi untuk mengurangi perdarahan karena jaringan ini sangat vaskular. Dengan semua alasan tersebut, prinsip-prinsip operasi ekstraokular adalah sama dengan untuk operasi umum. Namun jaringan ekstraokular agak kecil dan melakukan pembesaran biasanya membantu dokter bedah. Contoh operasi ekstraokuler adalah strabismus, trabekulektomi, repair ptosis, eksisi tumor, hecting palpebra dan lain lain.

Operasi intraokular, dilakukan pada mata itu sendiri. Struktur mata selain yang sangat kecil, juga sangat khusus dan rentan. Karena itu ada beberapa aturan dasar atau prinsip-prinsip lainnya untuk setiap jenis operasi intraokular. Karena bersifat khusus, mata hanya memiliki kekuatan terbatas dari pemulihan cedera termasuk cedera dari operasi. Bagian lain dari tubuh akan sering sembuh sepenuhnya sekalipun dari penanganan yang kasar pada operasi atau dari komplikasi seperti infeksi. Ataupun secara alternatif dapat dilakukan operasi lain untuk memperbaiki komplikasi pasca-operasi. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada mata. Operasi yang buruk atau komplikasi pascaoperasi sering akan menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen. Contoh operasi intraokuler adalah operasi katarak, glaukoma, vitrektomi, reposisi IOL, eviserasi, trauma okuli dan lain lain

2.3.2. General Anestesi pada Operasi Mata

General Anestesi digunakan pada sekitar 35 % dari kasus operasi mata,

dan yang paling umum digunakan adalah lengthy retinal surgery dan operasi

strabismus pada pediatrik.

Indikasi untuk general anestesi meliputi berikut (Basta, 2008):

1. Ketidakmampuan pasien untuk bekerja sama dengan monitoredanesthesia

care (MAC) misalnya, anak-anak, orang dewasa dengan defisit mental

atau psikologis, tremor, ketidakmampuan untuk berbaring terlentang.

(31)

15

3. Prosedur yang panjang (> 3-4 jam).

4. Bagian bedah tidak setuju untuk regional anestesi, lokal, atau topikal

(misalnya, koagulopati).

5. Keinginan dokter bedah atau pasien.

Tujuan dari general anestesi untuk operasi mata mencakup induksi yang

lancar dengan tekanan intra okular (TIO) yang stabil, penghindaran atau

pengobatan refleks okulokardiak yang parah, dan pemeliharaan lapangan

bergerak. Tujuan ini dapat dicapai dalam berbagai cara, yaitu dengan

menggunakan anestesi inhalasi, agen IV, atau teknik gabungan (Basta, 2008).

Relaksan otot terutama berguna selama bedah mikro intraokular, ketika gerakan

pasien yang sedikit saja dapat menjadi bencana (Basta, 2008).

2.3.3. Jenis Operasi Mata dengan General Anestesi 1. Strabismus

Strabismus berarti misalignment okuler atau penyimpangan dari satu mata

relatif terhadap sumbu visual yang lain. Etiologinya mungkin berhubungan

dengan kelainan penglihatan binokular atau masalah neuromuskular dari motilitas

okular (Basta, 2008).

Koreksi bedah strabismus adalah reposisi otot ekstraokular. Koreksi ini

memerlukan berbagai macam teknik untuk melemahkan otot ekstraokular dengan

memindahkan insersinya pada bola mata atau untuk memperkuat otot ekstraokular

dengan mengeliminasi sebuah strip pendek dari tendon atau otot (Barash, et al.,

2009). Untuk memperkuat otot, dilakukan reseksi. Untuk melemahkan otot,

dilakukan resesi. Pada kasus yang parah, reseksi mungkin dilakukan pada satu

otot dan resesi pada otot yang berlawanan. Karena pematangan visual terjadi pada

usia 5 tahun, koreksi strabismus biasanya dicoba pada awal masa kanak-kanak.

Jika tidak dikoreksi, amblyopia, atau cacat dalam penglihatan sentral, dapat terjadi

(Aitkenhead et al., 2013).

Jahitan yang dapat disesuaikan kadang-kadang digunakan untuk

(32)

16

dilakukan langsung dalam periode pasca operasi, ketika pasien sepenuhnya terjaga

dan bisa fokus. Pada pasien yang mempunyai riwayat operasi strabismus atau

trauma orbital sebelumnya, dokter bedah mungkin perlu untuk membedakan

antara pergerakan mata paretik dan restriksi dengan melakukan forced duction test

(Aitkenhead et al., 2013). Pasien anak banyak dan sering menjalani operasi

strabismus dan membutuhkan general anesthesia. Beberapa pasien dewasa cukup

baik dengan teknik regional dan sedasi secara intravena (Basta, 2008).

Kebanyakan pasien lebih memilih general anesthesia dan memberikan

hasil yang sangat memuaskan dengan propofol, remifentanil, antagonis 5HT3,

dan/atau deksametason ,dan non-opiat untuk nyeri (Basta, 2008).

2. Penetrating Keratoplasty

Penetrating Keratoplasty mengacu pada bedah penggantian sebagian

kornea dengan jaringan donor. Jaringan donor yang berasal dari pasien disebut

autograft. Jaringan yang berasal dari lain orang disebut allograft. Indikasi

untukprosedur ini banyak yaitu opasitas kornea, keratokonus, infeksi, dan jaringan

parut adalah beberapa diantaranya. Baik regional anesthesia maupun general

anesthesia mungkin tepat untuk prosedur ini (Basta, 2008).

3. Katarak

Katarak adalah penyebab umum gangguan penglihatan pada orang tua.

Karena tingginya prevalensi katarak, ekstraksi katarak adalah operasi mata yang

paling umum(Uhr, 2003). Patogenesis katarak adalah multifaktorial tetapi pada

dasarnya menghasilkan opasitas dari lensa. Lensa tertutup dalam lapisan yang

disebut kapsul lensa. Operasi katarak memisahkan katarak dari kapsul lensa.

Dalam kebanyakan kasus, lensa akan diganti dengan implan lensa intraokular

(IOL). Jika IOL tidak dapat digunakan, lensa kontak atau kacamata harus dipakai

untuk mengkompensasi kurangnya kemampuan lensa alami (Romito K. dan Karp,

2013).

Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE) adalah metode yang paling

disukai dari ekstraksi katarak rutin. Prosedur dilakukan melalui insisi yang lebih

kecil dan kurang traumatis bagi endothelium kornea. Pengangkatan lensa dengan

(33)

17

intraokular. Fakoemulsifikasi adalah teknik ECCE yang dilakukan melalui insisi

3-4mm. Inti katarak terfragmentasi dengan jarum ultrasonik dan kemudian

diaspirasi. Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE) adalah teknik yang secara

komplit menghilangkan lensa dengan kapsul melalui insisi yang jauh lebih besar.

ICCE dilakukan pada kasus tertentu dan di lokasi di mana peralatan canggih tidak

tersedia. Ekstraksi katarak biasanya dilakukan dengan injeksi retrobulbar atau

peribulbar dan, jika diperlukan, blok saraf wajah. Sedasi intravena dan analgesia

harus diberikan untuk menetapkan blok tersebut. Prosedur tersebut dapat

dilakukan di bawah topical anestesi pada pasien tertentu (Basta, 2008). Walau

demikian, saat ini pada pasien katarak pediatrik dan beberapa orang dewasa

(misalnya, retardasi mental), general anestesi masih berperan dan digunakan

(Shah, 2010).

4. Glaukoma

Glaukoma adalah istilah umum untuk kelompok penyakit mata yang

ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular. Goniotomi adalah prosedur

dilakukan untuk mengobati glaukoma infantil. Sebuah sayatan dangkal dibuat di

trabecular meshwork untuk meningkatkan aliran aqueous humor dari ruang

anterior. Bayi dan anak-anak memerlukan general anestesi untuk prosedur ini.

Trabekulektomi adalah paling umum dilakukan pada orang dewasa. Sebuah blok

jaringan limbal akan diangkat di bawah scleral flap, memungkinkan aliran

aqueous. Antimetabolit, seperti di mitomisin, dapat disuntikkan intraoperatif

untuk membantu mencegah kegagalan bedah sekunder terhadap jaringan paru.

Iridektomi biasanya dilakukan dengan sebuah laser yttrium - aluminium garnet –

(YAG)namun, sebuah iridektomi insisional kadang-kadang diperlukan. Iridektomi

adalah pengobatan definitif untuk glaukoma sudut tertutup. Anestesi untuk operasi

glaukoma pada orang dewasa biasanya dilakukan dengan injeksi retrobulbar atau

peribulbar dan , jika diperlukan , blok saraf wajah (Basta, 2008).

5. Bedah Vitreoretinal

Vitrektomi mengacu pada pembedahan ekstraksi isi ruang vitreous dan

penggantian mereka dengan larutan fisiologis. Vitrektomi segmen anterior

(34)

18

posterior diindikasikan untuk pengangkatan badan asing di intraokular,

manajemen dari retinal detachment yang sulit dengan membran intraokular,

penghapusan kekeruhan media, dan pengentasan traksi vitreous pada retina.

Karena operasi dapat diperpanjang dan banyak pasien memiliki kondisi medis

yang menyertai (misalnya, diabetes, penyakit ginjal, atau penyakit jantung),

vitrektomi dapat memberikan tantangan yang sulit untuk para anestesiologis

(Basta, 2008).

General anestesi telah secara tradisional digunakan untuk operasi

vitreoretinal. Namun, dengan menggunakan regional anestesi dengan MAC telah

menjadi alternatif yang menarik. General anestesi sesuai untuk kasus operasi

dengan jangka yang lebih lama (Basta, 2008).

6. Bedah Orbital

Kebanyakan operasi orbital membutuhkan general anestesi kecuali

prosedur terbatas pada anterior bola mata dan tidak melibatkan tulang orbita .

a) Orbitotomi

Orbitotomi dilakukan untuk mendapatkan akses bedah ke bola mata.

Pendekatan yang dilakukan termasuk transkonjungtival, transseptal, dan

transperiosteal. Indikasi untuk orbitotomi termasuk tumor, abses, benda

asing, dan patah tulang orbital (Basta, 2008).

b) Dekompresi Orbital

Dekompresi orbital diindikasikan untuk koreksi eksoftalmus yang

dihasilkan penyakit Graves. Akses ke orbita diperoleh dengan pendekatan

transkonjungtival atau transperiosteal. Beberapa ahli bedah menggunakan

sayatan koronal dengan refleksi dari kulit kepala secara anterior ke tingkat

se-level orbita. Kasus bisa panjang (4+ jam), dan kehilangan darah bisa

cukup besar untuk memerlukan transfusi (Basta, 2008).

2.4 Konsep General Anestesi 2.4.1 Definisi General Anestesi

General anestesi adalah ketidaksadaran yang dihasilkan oleh medikasi

(35)

19

ditandai dengan hilangnya kesadaran reversibel, analgesia dari seluruh tubuh,

amnesia, dan beberapa derajat relaksasi otot (Morgan et al., 2006).

Ketidaksadaran tersebut memungkinkan pasien untuk mentolerir prosedur bedah

yang akan menimbulkan rasa sakit tidak tertahankan pada pasien dan akan

menghasilkan ingatan yang tidak menyenangkan. Selama tindakan general

anestesi, pasien tidak dalam keadaan sadar dan tidak juga dalam keadaan tidur

yang alami. Seorang pasien yang dibius dengan general anestesi dapat

dianggapsebagai berada dalam keadaanterkontrol, keadaantidak sadar yang

reversibel (Press, 2013).

General anestesi tidak terbatas padapenggunaan ageninhalasi sahaja.

Banyakobat yangdiberikan secara oral, intramuskular, danintravena yang dapat

menambah ataumenghasilkankeadaananestesidalamrentang dosisterapi (Morgan et

al., 2006).Tetapi saat ini general anestesi biasanya

menggunakansediaanintravenadaninhalasiuntuk memungkinkan aksesbedahyang

memadaike tempat yang akan dioperasi. Hal yang perludicatat adalah general

anestesimungkintidak selalu menjadi pilihan terbaik karena penggunaannya yang

tergantung padapresentasiklinispasien, dan anestesilokal atau regionalmungkin

lebih tepat(Press, 2013).

2.4.2Obat-obatan dalam General Anestesi

Menurut Torpy (2011), beberapaobatyang paling umum digunakanuntuk

general anestesi adalah:

1. Propofol, menghasilkanketidaksadaran pada pasien (induksi general

anestesi). Pada dosiskecil, dapat digunakanuntuk memberikansedasi.

2. Benzodiazepin, mengurangi kecemasansebelum operasi. Beberapa

obat-obatan yangmengurangi kecemasanjuga dapat membantumenahan

terjadinya ingatan darisebuah kejadian.

3. Narkotika, mencegah ataumengobati rasa sakit.

4. Agen anestesi volatil (mudah menguap), terhirupdalam campurangas yang

(36)

20

intravena(IV) pada bayidan anak-anak, agen volatile diberikanmelalui

maskeruntuk induksi general anestesi.

5. Obat laintermasuk agenantiemetik(untuk melindungi terhadap mual dan

muntah), relaksan otot, obat-obatanuntuk mengontroltekanan darahatau

heart rate, dan sebagai obatantiinflamasi nonsteroid(NSAID).

2.4.3 Keuntungan dan Kerugian General Anesthesia

Penyedia anestesi bertanggung jawab untuk menilai semua faktor yang

mempengaruhi kondisi medis pasien dan memilih teknik anestesi yang

optimalsesuai. Atribut general anestesi meliputi (Press, 2013):

1. Keuntungan

a) Mengurangi kesadaran dan ingatan intraoperatif pasien.

b) Memungkinkan relaksasi otot yang diperlukan untuk jangka waktu

yang lama.

c) Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan

sirkulasi.

d) Dapat digunakan dalam kasus-kasus alergi terhadap agen anestesi

lokal.

e) Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang.

f) Dapat disesuaikan dengan mudah dengan durasi prosedur yang tak

terduga.

g) Dapat diberikan dengan cepat dan bersifat reversibel.

2. Kekurangan

a) Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya terkait.

b) Membutuhkan beberapa derajat persiapan pasien sebelum operasi.

c) Dapat menyebabkan fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi

aktif.

d) Terkait dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau

muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan tertunda

(37)

21

Dengan kemajuan modern di obat-obatan, teknologi pemantauan, dan

sistem keamanan, serta penyedia anestesi yang berpendidikan tinggi, resiko yang

disebabkan oleh anestesi kepada pasien yang menjalani operasi rutin sangat kecil.

Kematian disebabkan general anethesia dikatakan terjadi pada tingkat kurang dari

1:100.000. Komplikasi minor terjadi pada tingkat yang dapat diprediksi, bahkan

pada pasien yang sebelumnya dalam keadaan sehat.

Frekuensi gejala yang terkait anestesi selama 24 jam pertama setelah

operasi rawat jalan adalah sebagai berikut (Press, 2013):

a) Muntah: 10-20 %

b) Mual: 10-40 %

c) Sakit tenggorokan: 25 %

(38)

22

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah :

Variabel Independen Variable Dependen

Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional 3.2.1 General Anestesi

Definisi : Tindakan menghilangkan nyeri saat operasi secara general

yang diikuti dengan kehilangan kesadaran yang bersifat

reversible. Komponen anestesi yang ideal terdiri dari,

hipnotik, analgesia dan relaksan otot.

Cara pengukuran : Pengumpulan data

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil pengukuran : General anestesi atau tidak

Nyeri Pasca Operasi Mata Operasi Mata dengan

(39)

23

3.2.2 Operasi mata

Definisi : Operasi mata merupakan tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau

menampilkan pada bagian mata yang akan diakhiri

dengan penutupan dan penjahitan luka baik operasi

intraokuler maupun ekstraokuler dengan menggunakan

general anestesi pada pasien di Rumah Sakit Sumatera

Medical Eye Centre (SMEC).

Cara pengukuran : Pengumpulan data

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil pengukuran : Jenis operasi

3.2.3 Nyeri Pasca Operasi Mata.

Definisi : Nyeri pasca operasi merupakan sensasi nyeri yang

dirasakan oleh pasien terjadi dalam 24 jam setelah operasi.

Pada penelitian ini dilihat tingkat nyeri pada pasien setelah

menjalani berbagai jenis operasi mata yang menggunakan

general anestesi.

Cara pengukuran : Wawancara.

Alat ukur : Visual Analogue Scale (VAS)

Hasil pengukuran : Positif nyeri atau tidak nyeri.

VAS 0 : tidak nyeri

VAS 1-3 : nyeri ringan

VAS 4-6 : nyeri sedang

VAS 7-10 : nyeri berat

(40)

24

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

observasional. Penelitian digunakan dengan menggunakan data primer, dimana

penelitian telah dilakukan dengan wawancara menggunakan Visual Analog Scale

(VAS) untuk menilai prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi

berdasarkan jenis operasi mata yang berkunjung ke Rumah Sakit Sumatera

Medical Eye Centre (SMEC) Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre

(SMEC) Medan, propinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit ini dipilih sebagai tempat

yang dilaksanakan penelitian berdasarkan evaluasi pendahuluan yang dilakukan oleh

peneliti. Pada rumah sakit ini, terdapat berbagai jenis operasi mata yang dilakukan

dengan menggunakan general anestesi. Selain itu, populasinya juga cukup banyak

serta terdapat variasi dalam hal asal lingkungan dan sosial budaya. Peneliti

melakukan penelitian di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC)

karena jika dinilai dari jumlah dan frekuensi operasi mata yang telah dilakukan, di

rumah sakit ini lebih banyak dan lebih sering dibanding rumah sakit lain di Medan

yaitu sebanyak 180 operasi intraokular dan 101 operasi ekstraokular dari Januari

(41)

25

4.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan, yaitu

dari September hingga November 2015. Pemilihan waktu penelitian adalah

berdasarkan waktu dan dana peneliti.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Dalam penelitian populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai

karakteristik tertentu (Wahyuni, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pasien yang menjalani operasi mata dengan menggunakan general anestesi

di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) Medan dari September

2015 s/d November 2015.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

sehingga dapat mewakili populasinya (Wahyuni, 2011). Sampel dalam penelitian

ini adalah pasien Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC) dari

September 2015 s/d November 2015 yang menjalani operasi mata dengan general

anestesi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel

penelitian dipilih dengan menggunakan teknik total sampling dimana jumlah

sampel sama banyak dengan populasi. Total sampling dipilih untuk penelitian ini

karena diperkirakan jumlah pasien dan waktu penelitian terbatas.

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

a) Pasien yang menjalani operasi mata dengan general anestesi.

b) Pasien dewasa laki-laki atau wanita usia 18-65 tahun.

c) Pasien yang dapat berkomunikasi dengan peneliti.

d) Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian

e) Pasien yang memenuhi criteria ASA I dan ASA II (American Society

(42)

26

f) Pasien menjalani rawat inap selama ≥ 24 jam.

2. Kriteria Eksklusi

Pasien yang mempunyai riwayat gangguan psikiatrik dan

psikogenik,seizure disorders, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, drug

induced, serta nyeri sebelum operasi.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer yaitu

wawancara dengan pasien pasca operasi mata dengan general anestesi

menggunakan penilaian Visual Analogue Scale (VAS). Data ini diperoleh melalui

wawancara langsung di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre (SMEC)

Medan.

4.5. Cara Penilaian Visual Analog Scale

Penilaian skor VAS dilakukan dengan cara bertanya pada sampel

mengenai seberapa besar nyeri pasca bedah yang ia rasakan dengan menggunakan

VAS nyeri skala numeric 1-10. Sampel benar-benar tidak merasakan nyeri diberi nilai 0 dan sampel merasakan nyeri yang begitu hebat diberi nilai 10. Pengukuran

skor VAS ini dilakukan pada 8 jam, 16 jam dan 24 jam pasca operasi.

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data;

2) coding, data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh

peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer;

3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer;

4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam

computer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data;

5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis dan analisis data

(43)

27

Data kemudian diolah dengan menggunakan progam komputer SPSS

(Statistical Product and Service Solution) dan disajikan dalam bentuk table

dengan perhitungan distribusi frekuensi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu

untuk mengetahui prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi

berdasarkan jenis operasi mata yang berkunjung ke Rumah Sakit Sumatera

(44)

28

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre

(SMEC) Medan yang berlokasi di Jalan Iskandar Muda No. 278/280, Kelurahan

Medan Petisah, Kecamatan Petisah Tengah. Rumah Sakit SMEC Medan

merupakan rumah sakit khusus yang menangani berbagai jenis operasi mata baik

intraokuler maupun ekstraokuler, baik dengan pembiusan umum dan pembiusan

lokal, dan dapat dijumpai berbagai pasien dengan latar belakang yang sangat

bervariasi. Rumah Sakit Mata SMEC ini memiliki 4 kategori ruang inap, yang

terdiri dari 1 ruang VIP, 1 ruang Kelas I, 1 ruang Kelas II, dan 2 ruang Kelas III

(Kelas IIIA dan IIIB). Selain itu juga terdapat fasilitas ruang tunggu, optik,

apotek, mushola, ruang pertemuan, lahan parkir, dan pelayanan IGD 24 jam.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Dalam penelitan ini sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

diperoleh sebanyak 51 orang yang di ambil menggunakan teknik total sampling.

Pasien yang terdiri dari 33 orang (64,7%) dengan jenis kelamin laki-laki dan 18

orang (35,3%) dengan jenis kelamin perempuan. Kelompok usia sampel terbanyak

yang diperoleh pada penelitian ini adalah di antara 50-65 tahun. Dari keseluruhan

sampel yang diamati, gambaran karakteristik sampel yang dapat didistribusikan

menurut karakteristik jenis tindakan operasi mata dengan general anestesi dan

tingkat keluhan nyeri setelah 8 jam, 16 jam dan 24 jam pasca operasi seperti tabel

(45)

29

5.1.3. Hasil Analisis Data

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Tindakan Operasi Mata dengan General Anestesi

sebaran terbanyak terdapat pada operasi intraokuler yaitu sebanyak 39 orang

(76,5%), dan diikuti oleh operasi ekstraokuler sebanyak 12 orang (23,5%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Operasi Mata dengan General Anestesi

Berdasarkan operasi mata dengan general anestesi pada tabel 5.2, sebaran

terbanyak terdapat pada operasi vitrektomi (intraokuler) yaitu sebanyak 22 orang

(46)

30

5.1.4. Deskripsi Keluhan Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General Anestesi Tabel 5.3 Keluhan Tingkat Nyeri 8 Jam Pasca Operasi Mata

No. Tingkat Nyeri Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Tidak Nyeri 12 23,5

2. Nyeri Ringan 33 64,7

3. Nyeri Sedang 6 11,8

4. Nyeri Berat 0 0

Jumlah 51 100

Berdasarkan keluhan tingkat nyeri 8 jam pasca operasi mata seperti pada

tabel 5.3, tingkat nyeri yang paling banyak dirasakan sampel adalah nyeri ringan

sebanyak 33 orang (64,7%), sedangkan yang merasakan keluhan tidak nyeri

sebanyak 12 orang ( 23,5%), dan tidak ada sampel yang merasakan nyeri berat.

Tabel 5.4 Keluhan Tingkat Nyeri 16 Jam Pasca Operasi Mata

No. Tingkat Nyeri Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Tidak Nyeri 17 33,3

2. Nyeri Ringan 30 58,8

3. Nyeri Sedang 4 7,8

4. Nyeri Berat 0 0

Jumlah 51 100

Berdasarkan keluhan tingkat nyeri 16 jam pasca operasi mata seperti pada

tabel 5.4, sebagian besar sampel sebanyak 30 orang (58,8%) mengeluhkan nyeri

ringan. Selanjutnya diikuti 17 orang (33,3%) yang tidak mengeluhkan gejala nyeri

pada 16 jam setelah menjalani operasi mata dengan general anestesi, dan

sebanyak 4 orang (7,8%) mengeluhkan gejala nyeri ringan sedangkan tidak ada

(47)

31

Tabel 5.5 Keluhan Tingkat Nyeri 24 Jam Pasca Operasi Mata

No. Tingkat Nyeri Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Tidak Nyeri 22 43,1

2. Nyeri Ringan 28 54,9

3. Nyeri Sedang 1 2,0

4. Nyeri Berat 0 0

Jumlah 51 100

Berdasarkan tabel 5.5, keluhan tingkat nyeri setelah 24 jam pasca operasi

mata dengan general anestesi pada sampel paling banyak mengeluhkan gejala

nyeri ringan sebanyak 28 orang (54,9%), diikuti tidak nyeri sebanyak 22 orang

(43,1%), seterusnya nyeri sedang sebanyak 1 orang (2,0%) dan tidak ada nyeri

berat dikeluhkan.

5.1.5. Deskripsi Nyeri Pasca Operasi Mata dengan General Anestesi Berdasarkan Jenis Operasi Mata

Tabel 5.6 Distribusi Prevalensi Nyeri Pasca Operasi Mata Berdasarkan Jenis Operasi Mata

Jenis Operasi

Diagnosis Nyeri Intraokuler Ekstraokuler Total Nyeri n (%) 33 (64,7%) 9 (17,6%) 42 (82,3%)

Tidak Nyeri n (%) 6 (11,8%) 3 (5,9%) 9 (17,7%)

Jumlah n (%) 39 (76,5%) 12 (23,5%) 51 (100%)

Dalam tabel 5.6, dapat dilihat sebanyak 42 orang (82,3%) pasien

mengeluhkan mengalami nyeri pasca operasi mata yaitu sebanyak 33 orang

(64,7%) pasien pada operasi intraokuler dan 9 orang (17,7%) pasien pada operasi

(48)

32

Tabel 5.7 Distribusi Prevalensi Tingkat Nyeri 8 Jam Pasca Operasi Mata Berdasarkan Jenis Operasi Mata

Jenis Operasi

TINGKAT NYERI 8 JAM Intraokuler Ekstraokuler Total Tidak nyeri n (%) 8 (15,7%) 4 (7,8%) 12 (23,5%)

Nyeri ringan n (%) 29 (56,9%) 4 (7,8%) 33 (64,7%)

Nyeri sedang n (%) 2 (3,9%) 4 (7,8%) 6 (11,8%)

Nyeri berat n (%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah n (%) 39 (76,5%) 12 (23,5%) 51 (100%)

Berdasarkan tabel 5.7, prevalensi nyeri 8 jam pasca operasi mata dengan

general anestesi pada sampel, paling banyak mengeluhkan gejala nyeri ringan

sebanyak 33 (64,7%) yaitu pada jenis tindakan operasi intraokuler sebanyak 29

keluhan (56,9%) dan ekstraokuler sebanyak 4 keluhan (7,8%). Diikuti tidak nyeri

sebanyak 12 keluhan (23,5%) yaitu pada jenis tindakan operasi intraokuler

sebanyak 8 keluhan (15,7%) dan pada operasi ekstraokuler sebanyak 4 keluhan

(7,8%). Seterusnya pada nyeri sedang sebanyak 6 keluhan (11,8%) yaitu pada

jenis tindakan operasi intraokuler sebanyak 2 keluhan (3,9%) dan pada tindakan

operasi ekstraokuler sebanyak 4 keluhan (7,8%). Sedangkan pada tingkat nyeri

(49)

33

Tabel 5.8 Distribusi Prevalensi Tingkat Nyeri 16 Jam Pasca Operasi Mata Berdasarkan Jenis Operasi Mata

Jenis Operasi

TINGKAT NYERI 16 JAM Intraokuler Ekstraokuler Total Tidak nyeri n (%) 13 (25,5%) 4 (7,8%) 17 (33,3%)

Nyeri ringan n (%) 25 (49,0%) 5 (9,8%) 30 (58,8%) Nyeri sedang n (%) 1 (2,0%) 3 (5,9%) 4 (7,8%)

Nyeri berat n (%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah n (%) 39 (76,5%) 12 (23,5%) 51 (100%)

Dalam tabel 5.8, dapat dilihat prevalensi nyeri 16 jam pasca operasi mata

dengan general anestesi pada sampel, paling banyak mengeluhkan gejala nyeri

ringan sebanyak 30 keluhan (58,8%) yaitu pada jenis tindakan operasi intraokuler

sebanyak 25 keluhan (49,0%) dan ekstraokuler sebanyak 5 keluhan (9,8%).

Diikuti tidak nyeri sebanyak 17 keluhan (33,3%) yaitu pada jenis tindakan operasi

intraokuler sebanyak 13 keluhan (25,5%) dan pada operasi ekstraokuler sebanyak

4 keluhan (7,8%). Seterusnya pada nyeri sedang sebanyak 4 keluhan (7,8%) yaitu

pada jenis tindakan operasi intraokuler sebanyak 1 keluhan (2,0%) dan pada

tindakan operasi ekstraokuler sebanyak 3 keluhan (5,9%). Sedangkan nyeri berat

(50)

34

Tabel 5.9 Distribusi Prevalensi Tingkat Nyeri 24 Jam Pasca Operasi Mata Berdasarkan Jenis Operasi Mata

Jenis Operasi

TINGKAT NYERI 24 JAM Intraokuler Ekstraokuler Total Tidak nyeri n (%) 19 (37,7%) 3 (5,2%) 22 (43,1%)

Nyeri ringan n (%) 20 (39,2%) 8 (15,7%) 28 (54,9%)

Nyeri sedang n (%) 0 (0%) 1 (2,0%) 1 (2,0%)

Nyeri berat n (%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah n (%) 39 (76,5%) 12 (23,5%) 51 (100%)

Berdasarkan prevalensi nyeri 24 jam pasca operasi mata dengan general

anestesi pada tabel 5.9, paling banyak mengeluhkan gejala nyeri ringan sebanyak

28 keluhan (54,9%) yaitu pada jenis tindakan operasi intraokuler sebanyak 20

keluhan (39,2%) dan ekstraokuler sebanyak 8 keluhan (15,7%). Diikuti tidak nyeri

sebanyak 22 keluhan (43,1%) yaitu pada jenis tindakan operasi intraokuler

sebanyak 19 keluhan (37,7%) dan pada operasi ekstraokuler sebanyak 3 keluhan

(5,2%). Seterusnya pada nyeri sedang sebanyak 1 keluhan (2,0%) yaitu pada jenis

tindakan operasi intraokuler tidak ada keluhan nyeri dan pada tindakan operasi

ekstraokuler sebanyak 1 keluhan (2,0%). Sedangkan nyeri berat tidak ada keluhan

(51)

35

5.2. Pembahasan

Nyeri merupakan salah satu gejala pasca operasi yang paling sering

dilaporkan pasien. Henzler et al. (2004), mengatakan bahwa pasien yang menjalani jenis operasi mata tertentu, terutama dengan menggunakan general

anestesi, lebih sering mengalami nyeri pasca operasi yang serius. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general

anestesi berdasarkan jenis operasi mata yang merupakan salah satu faktor resiko

dari nyeri yaitu jenis operasi mata, di Rumah Sakit Mata SMEC Medan.

Penelitian dilakukan dengan menilai skor Visual Analogue Scale (VAS) pada 8

jam, 16 jam dan 24 jam pasca operasi pada pasien yang menjalani operasi mata

dengan general anestesi.

Dalam penelitian ini, sebanyak 51 pasien yang terdiri dari 39 pasien

(76,5%) dengan jenis tindakan operasi intraokuler dan 12 pasien ( 23,5%) dengan

jenis tindakan operasi ekstraokuler. Berdasarkan tabel 5.2, didapatkan operasi

paling banyak yang dilakukan menggunakan general anestesi adalah pada

tindakan operasi intraokuler yaitu operasi vitrektomi sebanyak 22 orang (43,1%),

diikuti operasi katarak sebanyak 8 orang (15,7%). Pada tindakan operasi

ekstraokuler, didapatkan operasi paling banyak adalah pada operasi eksisi tumor

yaitu sebanyak 6 orang (11,8%) diikuti operasi lasik sebanyak 3 orang (5,9%). Hal

ini menunjukkan bahwa tindakan operasi intraokuler jauh lebih banyak dibanding

jenis tindakan operasi ekstraokuler sesuai dengan penelitian Mladen et al. (2014)

yang mengatakan jenis yang paling umum dari operasi mata dengan general

anestesi selama periode 5 tahun yang dianalisis di University Hospital Split,

Croatia adalah plana pars vitrektomi , diikuti oleh operasi katarak yaitu jenis

tindakan operasi masing masing adalah tindakan intraokuler.

Dari hasil keseluruhan keluhan nyeri pasca operasi, didapatkan sebanyak

42 orang (82,3%) mengeluhkan nyeri pasca opersi mata yaitu sebanyak 33 orang

(64,7%) pasien pada operasi intraokuler dan 9 orang (17,7%) pasien pada operasi

ekstraokuler. Banyaknya keluhan nyeri pasca operasi yang dikeluhkan ini

Gambar

Gambar 2.1 Perjalanan Nyeri
Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Gambar 2.2Wong Baker Faces Pain Rating Scale
Gambar 2.3Verbal Rating Scale
+7

Referensi

Dokumen terkait

Figure 4: Transects (100m data set) of the point cloud with height color gradient (top); with classification results, palm = red, other vegetation = blue, ground = green (center)

To configure filters for use with specific forums, click Content &gt; Category Summary &gt; category name &gt; forum name, then click Message Filters (under Forum Options).. As

Façade plots with photo texture are produced by projecting a dense grid into the original image and by collecting the intensities of three bands (red, green, blue) at the calculated

Abstrak: Penelitian ini bertujuan menentukan perbedaan dan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa SMAN 2 Pontianak yang diberikan pembelajaran menggunakan model siklus

The problems that occurred in the PMI Salatiga is the amount of room that restrict access devices as well as Internet users who frequently move from area room internet access

Hasil dari penelitian Daniel dan Jimmi (2013) adalah pentingnya peran akuntansi dalam rumah tangga bagi keluarga untuk dapat merencanakan setiap pencatatan,

pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-. zat makanan atau nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas distractor pada tes pilihan ganda untuk mendeteksi kesalahan siswa dan jenis kesalahan yang dilakukan