• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Alternatif Tangkahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Alternatif Tangkahan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN OBJEK WISATA ALTERNATIF TANGKAHAN

KERTAS KARYA

DIKERJAKAN

O L E H

PAWANDIP.KAUR NIM : 072204002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN

(2)

PERANAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN OBJEK WISATA ALTERNATIF TANGKAHAN

KERTAS KARYA DIKERJAKAN

O L E H

PAWANDIP.KAUR NIM : 072204002

Pembimbing,

Dra. Nur Cahaya Bangun M.Si

Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian

Program Pendidikan Nongelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma-III Dalam Program Studi Pariwisata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN

(3)

DISETUJUI OLEH :

PROGRAM PENDIDIKAN SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, JUNI 2010

PROGRAM STUDI PARIWISATA Ketua Jurusan,

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

PANITIA UJIAN PROGRAM PENDIDIKAN NONGELAR SASTRA DAN BUDAYA

FAKULTAS SASTRA USU MEDAN

UNTUK MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT UJIAN DIPLOMA III DALAM BIDANG STUDI PARIWISATA

Pada : Tanggal :

Hari :

PROGRAM PENDIDIKAN SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Prof. Syaifuddin M.A.Ph.D NIP. 196509091994031004

Panitia Ujian :

No. Nama

1. Drs.Ridwan Azhar , M.Hum. ( )

2. Drs. Muchtar Majid. S.sos, SE, PAR ( )

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “Peranan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Alternatif Tangkahan” ini, guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi D-III Pariwisata, Bidang Keahlian Usaha Wisata , Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan rasa cinta serta bangga kepada kedua orang tua yakni Surinder Singh dan Balwinder Kaur yang senantiasa memberikan perhatian, doa restu serta menjadikan penulis pribadi yang mandiri.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertasv karya ini, baik bantuan moril maupun materil. Untuk itu dengan segala keikhlasan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Ridwan Azhar M.Hum selaku Ketua Program Studi Diploma III Pariwisata Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mukhtar Madjid, S.Sos, S.Par, MA selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Pariwisata Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

(6)

5. Bapak SolahudinNasution, SE, MSP selaku Koordinator Praktek Bidang Keahlian Usaha Wisata Program Diploma III Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Staff Pengajar Program Diploma III Pariwisata yang telah mendidik penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

7. Seseorang yang tidak akan pernah tergantikan posisinya di hati penulis karena sudah banyak memberikan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.

8. Sahabat penulis teristimewa buat Rizky Agusriani Hakim Daulay dan Siti Widya Rahmadani, Putri Bulan Hasibuan, dan seluruh teman-teman UW’07 yang tidak dapat di sebutrkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari, pembahasan dalam kertas karya inimasih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan, baik ditinjau dari segi pengalaman, penyusunan materi, maupun tehnik penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan kertas karya ini.

Demikian harapan penulis dan semoga kertas karya ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Medan, Juni 2010 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... i

DAFTAR ISI... iii

ABSTRAK ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Ruang Lingkup Permasalahan... 3

1.3 Tujuan Penulisan Karya Ilmiah ... 3

1.3.1 Tujuan Khusus ... 3

1.3.2 Tujuan Umum ... 3

1.4 Metode Penelitian ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pengertian Pariwisata ... 6

2.2 Pengertian Objek dan Daya Tarik Wisata ... 7

2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata ... 8

2.3.1 Sarana Pariwisata ... 8

2.3.2 Prasarana Pariwisata ... 9

2.4 Pengertian Pariwisata Konvensional ... 10

2.5 Pengertian Pariwisata Alternatif ... 11

2.6 Pengertian, Konsep, Prinsip, dan karateristik Ekowisata ... 12

BAB III : GAMBARAN UMUM TANGKAHAN ... 18

(8)

3.2 Luas Kawasan Tangkahan ... 19

3.3 Keadaan Iklim Kawasan Tangkahan ... 19

3.4 Sejarah Tangkahan ... 19

3.5 Potensi Pariwisata di Kawasan Tangkahan... 29

BAB IV : PERANAN MASYARAKAT DALAM PEGEMBANGAN TANGKAHAN ... 35

4.1 Latar Belakang Masyarakat Tangkahan ... 35

4.2 Pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan ... 36

4.3 Peranan Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan ... 40

4.4 Dampak Positif dan Negatif Ekowisata Tangkahan ... 44

BAB V : PENUTUP ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

(9)

ABSTRAK

Masyarakat merupakan salah satu unsur yang berperan sangat penting dalam pembangunan ekowisata. Peranan masyarakat dalam pembangunan ekowisata adalah sebagai upaya dalam menciptakan kebudayan dan keindahan alam, serta memupuk rasa cinta pada tanah air dan bangsa. Kosep ekowisata di Tangkahan diyakini dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sebab dalam konsep ini masyarakat setempat diikutsertakan dalam perencanaan, pengelolaan, pengembangan, dan pemasarannya. Dengan demikian, masyarakat setempat akan turut merasakan manfaat nyata daripada pengelolaan kawasan ekowisata Tangkahan.

Salah satu peluang yang bisa diperoleh masyarakat lokal untuk meningkatkan kesejahteraan merka dalam pembangunan ekowisata Tangkahan adalah kesempatan untuk bekerja secara langsung sebagai tenaga staf, pengusaha, maupun buruh. Pengembangan tangkahan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat Tangkahan. Hubungan antara masyarakat Tangkahan dengan kawasan itu sendiri sangatlah erat. Mereka memiliki hubungan timbal balik yang sangat kuat. Tangkahan memerlukan masyarakat untuk menjaga kelestariannya, sedangkan masyarakat membutuhkan tangkahan sebagi tonggak perekonomian mereka.

(10)

ABSTRAK

Masyarakat merupakan salah satu unsur yang berperan sangat penting dalam pembangunan ekowisata. Peranan masyarakat dalam pembangunan ekowisata adalah sebagai upaya dalam menciptakan kebudayan dan keindahan alam, serta memupuk rasa cinta pada tanah air dan bangsa. Kosep ekowisata di Tangkahan diyakini dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sebab dalam konsep ini masyarakat setempat diikutsertakan dalam perencanaan, pengelolaan, pengembangan, dan pemasarannya. Dengan demikian, masyarakat setempat akan turut merasakan manfaat nyata daripada pengelolaan kawasan ekowisata Tangkahan.

Salah satu peluang yang bisa diperoleh masyarakat lokal untuk meningkatkan kesejahteraan merka dalam pembangunan ekowisata Tangkahan adalah kesempatan untuk bekerja secara langsung sebagai tenaga staf, pengusaha, maupun buruh. Pengembangan tangkahan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat Tangkahan. Hubungan antara masyarakat Tangkahan dengan kawasan itu sendiri sangatlah erat. Mereka memiliki hubungan timbal balik yang sangat kuat. Tangkahan memerlukan masyarakat untuk menjaga kelestariannya, sedangkan masyarakat membutuhkan tangkahan sebagi tonggak perekonomian mereka.

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Alasan Pemilihan Judul

Sesungguhnya pariwisata dimulai sejak dimulainya peradaban manusia, yang ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah atau perjalanan agama lainnya. Namun demikian tonggak-tonggak sejarah dalam pariwisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dari perjalanan Marcopolo (1254-1324) yang menjelajahi Eropa sampai ke Tiongkok, dan kemudian kembali ke Venesia, yang kemudian disusul oleh perjalanan pangeran Henry (1394-1460), Christopher Columbus (1451-1506) dan Vasco da Gama (akhir abad XV). Sedangkan sebagai kegiatan ekonomi pariwisata baru berkembang pada awal abad ke-19 dan sebagai industri internasional, pariwisata dimulai pada tahun 1869.

Dewasa ini pariwisata adalah sebuah mega bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dolar amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri (pleasure) dan untuk menghabiskan waktu luang (leisure). Hal ini menjadi bagian penting dalam kehidupan dan gaya hidup di negara- negara maju. Namun demikian memosisikan pariwisata sebagai bagian esensial dalam kehidupan sehari-hari merupakan fenomena yang relatif baru. Hal ini mulai terlihat sejak berakhirnya Perang Dunia II di saat mana pariwisata meledak dalam skala besar sebagai salah satu kekuatan sosial dan ekonomi (MacDonal dalam Pengantar Ilmu Pariwisata, 2009: 32 ).

(12)

Dari sektor pariwisata tersebut diperoleh dampak positif antara lain menghasilkan devisa negara, menumbuhkan lapangan kerja, menuntaskan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lokal, melestarikan lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan budaya serta mempererat persahabatan antar bangsa.

Jika pariwisata tidak ditangani secara profesional maka akan menimbulkan dampak buruk antara lain rusaknya nilai seni dan budaya, kehancuran ekosistem dan lingkungan hidup serta pelanggaran terhadap norma agama, adat istiadat, kesusilaan dan hak asasi manusia.

Oleh karenanya pemerintah beserta seluruh pemangku kepentingan pariwisata harus bersama-sama menyelenggarakan kepariwisataan dengan memperhatikan aspek-aspek sosial, budaya, lingkungan hidup dan kearifan lokal serta senantiasa menjunjung tinggi norma agama, tradisi, adat istiadat, kesusilaan dan hak asasi manusia, sehingga diperoleh nilai tambah yang tinggi. Selanjutnya dalam aspek ekonomi, kepariwisataan diharapkan mampu untuk memberdayakan masyarakat setempat, menumbuhkan potensi ekonomi daerah tujuan wisata dan memberikan trickle down effect (efek menetes ke bawah yang memberikan manfaat) bagi kesejahteraan masyarakat sekitar daerah tujuan wisata.

(13)

ditawarkan di kawasan ekowisata ini, mulai dari tracking ke hutan,menyusuri sungai, tubing, dan menikmati pemandangan air terjun, sampai dengan menunggang gajah milik

CRU (Conservation Response Unit).

Hal inilah yang membedakan tangkahan dengan objek wisata lainya di Sumatera Utara dan mejadikannya latar belakang penulis untuk memilih dan mengangkat topik mengenai Tangkahan dengan judul “Peranan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Tangkahan”.

1.2 Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah mencoba melihat bagaimana peranan masyarakat lokal dalam upaya pengembangan dan pengelolaan ekowisata Tangkahan.

1.3 Tujuan Penulisan Karya Ilmiah 1.3.1 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan karya ilmiah ini adalah untuk melihat peranan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata Tangkahan.

1.3.2 Tujuan Umum

(14)

1.4 Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan dua metode penelitian, yaitu :

1. Library Research, yaitu : penelitian kepustakaan dilasaknakan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku ilmiah yang ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukan,serta mengumpulkan data-data yang bersifat teoritis.

2. Field Research, yaitu : penghimpunan informasi dan penjelasan yang

diperoleh dengan mengadakan penelitian ke lapangan, dan data-data yang diperoleh melalui wawancara.

1.5 Sistematika Penulisan

Kertas karya ini ditulis dalam kerangka yang sistematis dengan memberikan yang jelas pada tiap babnya. Kertas karya ini terdiri dari lima bab, yang tiap babnya mencakup hal-hal sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan.

Bab ini akan membahas tentang alasan pemilihan judul, ruang lingkup permasalahan, tujuan penulisan karya ilmiah, metode penelitian, dan sistematikan penulisan.

Bab II : Kajian Pustaka.

(15)

karateristik ekowisata, konsep pembangunan dan pengembangan serta pengelolahan pariwisata.

Bab III : Gambaran umum wisata alam Tangkahan.

Pada bab ini penulis memaparkan tentang keberadaan daerah ekowisata Tangkahan, baik sejarah, objek atau daya tarik wisata yang potensial di kawasan ekowisata Tangkahan. Informasi tarif transportasi, penginapan, dan tarif atraksi-atraksi wisata di kawasan ekowisata Tangkahan.

Bab IV : Pembahasan.

Bab ini akan menguraikan konsep-konsep dasar pengembangan ekowisata Tangkahan, peranan masyarakat lokal dalam pengembangan, pengelolahan dan pemasaran objek wisata alam Tangkahan. Kelebihan dan kekurangan pelaksanaan objek wisata Tangkahan juga dijelaskan dalam bab ini.

Bab V : Penutup.

(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata

Secara etimologis “pariwisata” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan lengkap, dan “wisata” yang berarti perjalanan atau bepergian. Dengan demikian pengertian kata pariwisata dapat disimpulkan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain.

Kegiatan berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari suatu tempat menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiaanya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan, maupun kepentingan lain, seperti karena rasa ingin tahu, menambah pengalaman, ataupun untuk belajar.

Pariwisata adalah konsep yang sangat multidimensional. Tidak bisa dihindari bahwa beberapa pengertian pariwisata dipakai oleh para praktisi dengan tujuan dan perspektif yang berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, beberapa ahli mendefenisikan pariwisata sebagai berikut:

“Tourism is defined as the interrelated system that includes tourists and the

associated services that are provided and utilised (facilities, attractions,

(17)

“The sum of the phenomena and relationships arising from the interaction of

tourist, businesses, host governments, and host communities, in the process of

attracting, and hosting these tourist and other visitors” (MacIntosh, 1980: 8)

“ Kepariwisataan adalah suatu seni dari lalu lintas orang, dlam mana manusia-manusia berdiam di suatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan kediamannya tersebut tidak boleh dimaksudkan akan tinggal menetap untuk melakukan pekerjaan selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, sifatnya masih berhubungan dengan pekerjaan” (Dr.HubertGulden dalam Yoeti,1983: 108)

“Pariwisata ialah suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri di luar negeri untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda-beda dengan apa yang dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan tetap”(SalahWahab dalam Yoeti, 1983: 106)

2.2 Pengertian Objek dan Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu :

(18)

Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus dirancanag atau dibangun / dikelolah secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang.

2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata 2.3.1 Sarana Pariwisata

Sarana pariwisata merupakan hal yang palingdibutuhkan dalam dunia kepariwisataan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ada tiga macam sarana pariwisata, yang mana satu dengan lainnya saling melengkapi. Ketiga sarana yang di maksud adalah: A. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Superstructure)

Sarana pokok kepariwisatan adalah perusahan-perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada lalu lintas wisatawan dan pengunjung lainnya. Fungsinya adalah memberikan fasilitas pokok yang dapat memberikan pelayanan bagi wisatawan. Adapun perusahaan yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

1. Perusahaan yang usaha kegiatannya mempersiapakan dan merencanakan perjalanan wisatawan atau disebut juga Receptive Tourist Plan seperti menyelenggarakan tour, city tour, sight seeing, termasuk juga Biro Perjalanan Wisata, Agen Perjalanan Wisata, Tour Operator dan lain-lain.

(19)

B. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Superstructure)

Sarana pelengkap kepariwisataan adalah fasilitas-fasilitas yang melengkapi sarana pokok dengan sedemikian rupa sehingga dapat membuat wisatawan lebih lama tinggal di tempat atau di Objek Daerah Tujuan Wisata yang dikunjunginya. Dalam istilah kepariwisataan dikenal juga dengan istilah Recreative and Sportive Plan biasanya yang termasuk kedalam kelompok ini adalah fasilitas untuk olah raga dan sebagainya.

C. Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Superstructure)

Sarana penunjang kepariwisataan merupakan fasilitas yang diperlukan wisatawan dan berfungsi tidak hanya melayani kebutuhan pokok dan sarana pelengkap tetapi juga memiliki fungsi yang lebih penting yaitu agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjungi tersebut, sebagai contoh night club,casino, souvenir shop, dan lain-lain.

2.3.2 Prasarana Pariwisata

Prasarana pariwisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan,listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi objek wisata yang bersangkutan.

(20)

telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan, barber dan lain sebagainya.

Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlukan koordinasi yang mantap antara instansi terkait bersama dengan instansi pariwisata di berbagai tingkat. Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat perencanaan yang dilanjutkan dengan koordoinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya pembangunan pariwisata.

Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti yang meningkatkan arus informasi, arus lalu-lintas ekonomi, arus mobilitasi manusia antara daerah dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat.

2.4 Pengertian Pariwisata Konvensional

(21)

mendirikan perusahaan-perusahaan perjalanan (Tour Operators) yang menyelenggarakan berbagai paket wisata.

Jenis atau bentuk kegiatan wisata yang dikemas dalam paket-paket wisata itulah yang sebelumnya disebut sebagai pariwisata modern. Namun dengan timbulnya berbagai bentuk kepariwisataan alternatif, maka apa yang dulu disebut sebagai pariwisata modern itu kini disebut sebagai pariwisata konvensional.

Ciri-ciri pariwisata konvensional adalah:

1. Kegiatan wisata tersebut memiliki jumlah yang besar (mass tourism). 2. Sebagian dikemas dalam satuan paket wisata (package tour).

3. Pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan berskala besar dam mewah. 4. Memerlukan tempat yang dianggap strategis dengan tanah yang cukup luas. Dengan semakin pesatnya perkembangan industri pariwisata, maka persaingan diantara pariwisata konvensional dan pariwisata alternatif semakin ketat sehingga pengembangan dan perkembangan pariwisata serta industri pariwisata menjadi sangat eksploitatif terhadap sumber daya manusia khususnya masyarakat setempat dan sumber daya alam.

2.5 Pengertian Pariwisata Alternatif

(22)

Merujuk dari pengertian menurut ahli tersebut, maka pariwisata alternatif adalah pariwisata yang muncul guna meminimalisir dampak negatif dari perkembangan pariwisata masal yang terjadi hingga saat ini. Dampak negatif dari pariwisata masal atau pariwisata berskala besar adalah ancaman terhadap kelestarian budaya dimana budaya lebih dikomersialisasikan dibandingkan dijaga keaslian dan kelestariannya. Selain itu dampak negatif yang dapat berbahaya adalah perusakan sumber daya alam dimana sumber daya alam habis dieksploitasi besar-besaran.

Selain itu pariwisata alternatif adalah kegiatan kepariwisataan yang memiliki gagasan yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan yang berskala kecil atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada wisatawan, dimana segala aktivitasnya turut melibatkan masyarakat. (Saglio: 1979 dan Gonsalves: 1984). Jadi, bisa disimpulkan pembangunan pariwisata yang baik dan mendukung kelestarian sumber daya baik alam, budaya dan manusia adalah pariwisata alternatif.

2.6 Pengertian, Konsep, Prinsip dan Karateristik Ekowisata

Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan sering diposisikan sebagai lawan dari wisata berskala besar atau konvensional. Sebenarnya yang lebih membedakannya dari wisata berskala besar adalah karateristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal.

(23)

bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dari defenisi ini ekowisata dapat dilihat dari perspektif, yakni: pertama, ekowisata sebagai produk; kedua, ekowisata sebagai pasar; ketiga, ekowisata sebagai pendekatan pengembangan.

Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolahan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan.

Dengan kata lain ekowisata adalah benruk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri (Panos, dikutip oleh Ward,1997).

Dalam kaitan ini From (2004) menyusun tiga konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata, yaitu sebagai berikut:

Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbuilkan kerusakan lingkungan. Dalam wisata ini orang biasanya menggunakan sumber daya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur-ulang, dam mata air. Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna, tidak mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat.

(24)

tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku import, melainkan semuanya berbasis produk lokal. Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan jasa pemandu wisata lokal. Oleh sebab itu wisata ini memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal.

Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakat lokal, bukan sebaliknya menggurui mereka. Wisatawan tidak menuntut masyarakat lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan ekstra, tetapi mendorong mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.

Dari defenisi di atas dapt diidentifikasikan beberapa prinsip ekowisata (TIES, 2000), yakni sebagai berikut:

1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.

2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelaku wisata lainnya.

3. Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW). 4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi

(25)

5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. 6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di

daerah tujuan wisata.

7. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan terhadap wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

Oleh sebab itu, ada beberapa karateristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata massal. Pertama, aktifitas wisata terutama berkaitan dengan konservasi lingkungan. Meskipun motif berwisata bukan untuk melestarikan lingkungan, namun dalam kegiatan-kegiatan tersebut melekat keinginan untuk ikut serta melestarikan lingkungan. Tingginya kesadaran lingkungan memudahkan wisatawan untuk terlibat dalam berbagai upaya pelestariannya.

Kedua, penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan sekedar atraksi untuk menarik tamu, tetapi juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan, sehingga keunikan ODTW dan lingkungannya tetap terpelihara dan masyarakat lokal serta wisatawan berikutnya dapat menikmati keunikan tersebut. Selain itu, penyedia jasa wisata perlu menyediakan kegiatan-kegiatan produktif yang langgeng agar masyarakat lokal dapat menikmati hidup yang lebih baik secara berkelanjutan (Barkin, 1996).

(26)

nasional,perkebunan) dan biru (laut yang bening dan bersih). Bagi wisatawan atraksi alam yang masih asli ini memiliki nilai tertinggi dalam kepuasan berwisata.

Keempat, organisasi perjalanan (tour operator) menunjukan tanggungjawab finansial dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi atau dinikmati oleh wisatawan dan wisatawan juga melakukan kegiatan yang terkait dengan konservasi. Dengan kata lain, semua aktifitas wisata berbasis pada pelestarian alam (Shores, dikut ip oleh Ward,1997).

Kelima, kegiatan wisata dilakukan tidak hanya dengan tujuan untuk menikmati keindahan dan kekayaan alam itu sendiri, tetapi juga secara spesifik untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan bagi pelestarian ODTW. Dalam hal ini terbentuk hubungan yang erat antara masyarakat lokal, pelaku konservasi dan ilmuan serta ekowisatawan melaui situasi belajar dan pengalaman bersama.

Keenam, perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal. Pengertian ini menunjuk kepada moda angkutan dan fasilitas akomodasi yang dikelolah langsung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata, terlebih-lebih yang bersifat ramah lingkungan. Pemanfaatan fasilitas sejenis yang dikelolah oleh orang luar dipandang akan mengurangi sumbangan ekowisata bagi peningkatan kejehjateraan ekonomi masyarakat setempat.

(27)

Kedelapan, perjalanan wisata menggunakan teknologi sederhana yang tersedia di daerah tujuan wisata, terutama yang menghemat energi, menggunakan sumber daya lokal, termasuk melibatkan masyarakat lokal dalam pembuatannya (Shores and Wight, dikutip oleh Ward, 1997).

Kesembilan, kegiatan wisata berskala kecil, baik dalam arti jumlah wisatawan maupun usaha jasa yang dikelolah, meskipun dengan cara itu keuntungan yang diperoleh cenderung mengecil. Misalnya penyediaan akomodasi dengan kapasitas maksimum 20 kamar, meskipun dari sisi luar kawasan wisata memungkinkan penyedian kamar lebih dari jumlah itu. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kepuasan berwisata dengan daya dukung lingkungan (alam dan sosial budaya) serta besaran keuntungan uang akan dinikmati oleh masyarakat lokal (Chafe and Honey,2004).

(28)

BAB III

GAMBARAN UMUM TANGKAHAN

3.1 Letak Geografis dan Topografi Objek Wisata Alternatif Tangkahan

Berdasarkan letak geografis, kawasan ekowisata tangkahan terletak pada 3041’1”LU-9804’28,2”BT. Tangkahan merupakan sebuah kawasan di perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di sisi Sumatera utara, berada pada ketinggian 130-200 meter di atas permukaan laut. Secara administratif tangkahan termasuk ke dalam Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di dalam Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang. Jenis tanah di kawasan ekowisata Tangkahan ini terdiri atas podsolik dan litosol dengan topografi berupa kawsasan landai, berbukit dengan kemiringan yang bervariasi (45-900) (Kurniawan dan Burhanuddin, 2004).

Berdasarkan data Lembaga Pariwisata Tangkahan, kawasan yang dikembangkan sebagai salah satu kawasan ekowisata ini termasuk dalam Taman Nasional Gunung Leuser. Secara geografis Tangkahan mempunyai batas-batas sebagai berikut:

o Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit milik PTPN II Kuala Sawit.

o Sebelah Selatan berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit milik PT.Ganda Prima.

o Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Kuala Buluh.

(29)

3.2 Luas Kawasan Tangkahan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Pariwisata Tangkahan, kawasan pariwisata alternatif Tangkahan meliputi kawasan ekowisata ± 103 hektar, kawasan perkampungan seluas ± 18.526 hektar, dan kawasan hutan ± seluas 17.653 hektar, sehingga keseluruhan luas kawasan Tangkahan mencapai ± 36.653 hektar.

3.3 Keadaan Iklim Kawasan Tangkahan

Suhu udara di kawasan ekowisata Tangkahan ini adalah 21,10C-27,50C dengan kelembaban nisbi yang berkisar antara 80-100%. Musim hujan di kawasan ini berlangsung secara merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang berarti dengan curah hujan rata-rata 2000-3200 mm/tahun. Karena musim hujan yang merata dan kawasan yang rata-rata masih tertutup hutan, air bukanlah masalah di daerah ini. Sebahagian besar kebutuhan air masyarakat di kawasan ini diperoleh dari unsur tanah dan sungai (Kurniawan dan Burhanuddin, 2004).

3.4 Sejarah Tangkahan

(30)

kawasan Tangkaahan secara terpencar mulai dihuni oleh masyarakat karo yang berasal dari Tanah Karo tersebut. Mereka menetap serta berkeluarga di kampung pilihan mereka. Pada tahun1932, pemerintah Belanda mengeluarkan “Ordonansi cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa”(Natuurmonumnten en Wildreservatenordonnantie 1932 ) Staatsblad 1932, no 17. Pada tahun 1934, berdasarkan ZB No. 317/35 tanggal 3 Juli 1934 dibentuklah Suaka Alam Gunung Leuser (Wildreservaat Goenoeng Leoser) dengan luas 142.800 ha. Selanjutnya berturut-turut pada tahun 1936, berdasarkan ZB No. 122/AGR, tanggal 26 Oktober 1936 dibentuk Suaka margasatwa Kluet seluas 20.000 ha yang merupakan penghubung Suaka Alam Gunung Leuser dengan Pantai Barat, Suaka Alam Langkat Barat, Suaka Alam Langkat Selatan dan Suaka Alam Sekundur. Kawasan Tangkahan termasuk dalam Suaka Alam Langkat Barat.

(31)

peningkatan jumlah penduduk , pasokan kayu tetap didistribusikan ke kota Tanjung Pura yang merupakan hilir sungai Batang Serangan. Sisa eksploitasi kayu tersebut menjadi areal perladangan masyarakat melalui SIM (Surat Izin Menggarap), dan komoditi Nilam adalah salah satu komoditi unggulannya, disamping itu getah mayang dan jelutung sudah mulai dipungut oleh penduduk dengan agen dari luar serta beberapa jenis tanaman lainnya.

Tahun 1978 - 1980 an, ditandai dengan era tanaman-tanaman perkebunan berskala besar terkait dengan kebijakan PRPTE Pemerintah untuk meningkatkan sektor non migas (pasca masa boom minyak) dan kawasan ini dibuka menjadi areal Perusahan Perkebunan milik negara. Pola kehidupan mayrakat tangkahan mulai berubah dengan adanya jalan penghubung melalui darat, dan juga dengan adanya pembauran dengan suku jawa dan suku-suku lainnya yang hadir seiring dengan adanya perkebunan Kelapa sawit tersebut. Pada era ini juga ditandai dengan perubahan pola bercocok tanam kepada tanaman perkebunan (karet, kelapa sawit dan coklat ) secara lebih intensif. Dan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pembukaan areal hutan untuk perkebunan semakin luas dan ditetapkannya kawasan hutan tersebut menjadi Taman Nasional pada awal 1980 tidak mampu menghentikan aktivitas pengambilan kayu yang sudah tidak terbatas antara kawasan Hutan Produksi atau Taman Nasional. Serta selama puluhan tahun aktivitas pengambilan kayu sudah merupakan sistem nilai yang menjadi kebiasaan penduduk.

(32)
(33)

Akhir tahun1980 an, beberapa tokoh pertama bebas dari penjara (kasus illegal logging), sebahagian meneruskan aktivitasnya dan sebahagian lagi menginisiatif

membuka objek wisata yang selanjutnya diikuti oleh beberapa tokoh masyarakat dan pemuda didusun setempat yaitu dusun Kuala Gemoh dan Kuala Buluh (Desa Namo Sialang), dengan berjualan makanan dan minuman di lokasi, serta jasa penyeberangan sungai, pengamanan jasa parkir kendaraan maupun kegiatan-kegiatan lain yang berskala kecil-kecilan. Kepala Desa Namo Sialang saat itu menerapkan Retribusi Desa melalui karcis masuk dan dilakukan hiburan-hiburan musik tradisional. Arus kunjungan wisatawan lokal mulai meningkat secara signifikan (mass tourism, 2.000 kunjungan / minggu, pada awal tahun 1990 an). Seiring dengan peningkatan jumlah kunjungan, diikuti pula oleh konflik aset, dimana masing-masing kelompok sosial secara bergantian merebut ancak dari pendapatan wisata, dan silih berganti memegang kendali di kawasan pariwisata Tangkahan saat itu. Kelompok yang dirugikan pada saat itu akan melakukan hal-hal yang mempermalukan kelompok yang menang sehingga sering terjadi pungutan liar, pencurian maupun hal-hal lainnya, yang bukan dilakukan oleh penduduk setempat tetapi oleh penduduk luar. Dan pada era awal tahun 1990 an terjadi polarisasi konflik yang cukup rumit, dimana terjadi konflik internal antara pariwisata itu sendiri dan konflik perebutan wilayah diantara pelakunya yang masih beraktivitas dengan leluasa saat itu. Antara illegal logging dan pariwisata tidak memiliki garis tarik menarik maupun tolak menolak.

(34)

menginvestasikan akomodasi (Penginapan Bamboo River 1995, Penginapan Jungle Lodge 1997) dan arus wisatawan yang melalui jalur hutan mulai bersinggungan dengan aktivitas ilegal logging. Sejak itu wacana maupun berita tentang Ilegal logging mulai sampai kedunia internasional seiring dengan promosi kawasan Tangkahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Beberapa kali terjadi konflik didalam hutan antara pemandu wisata dan pelaku illegal logging. Sementara aktivitas pariwisata masih terus berjalan dengan tarik menarik yang cukup kuat dalam pengelolaannya.

Akhir tahun 1999, tokoh-tokoh masyarakat dari desa di sekitar kawasan Tangkahan memberikan informasi yang sangat vital untuk melakukan operasi dan mengumpulkan para wisatawan , pemandu wisata dan tokoh-tokoh masyarakat Bukit Lawang mufakat merumuskan agenda bersama untuk pemberantasan illegal logging. Beberapa kali proses investigasi dilakukan dan pada januari tahun 2000 terbentuklah Front Peduli Lingkungan Hidup (FPLH). Awal maret tahun 2000, dilakukan aksi unjuk rasa pertama kali ke Kantor Wilayah Kehutanan Sumatera Utara di Medan dengan melibatkan puluhan wisatawan dan wartawan asing, masyarakat Bukit Lawang dan pelajar-pelajar Sekolah menengah Umum di Medan serta dukungan berbagai kelompok gerakan mahasiswa. Aksi ribuan demonstran tersebut membangunkan 29 LSM Sumatera Utara dan Aceh untuk bangkit menggugat Pemerintah dan membentuk KPLH-KEL . Departemen Kehutanan tersentak dan segera menurunkan Soeripto (Sekjend Departemen Kehutanan saat itu ) untuk melakukan peninjauan langsung dengan pesawat disekeliling Leuser dan merekomendasikan operasi gabungan diberbagai tempat secepatnya.

(35)

pada saat operasi terjadi. Dan konflik tersebut membawa ratusan pemuda dari luar, secara langsung dan tidak langsung untuk meredam seluruh konflik yang terjadi. Baik konflik tentang Pariwisata maupun konflik tentang Ilegal logging itu sendiri. Berbagai aktivitas di Tangkahan saat itu terhenti secara total selama beberapa waktu, begitu juga aktivitas FPLH di Medan dan Bukit Lawang terhenti secara total karena penyelesaian permasalahan telah dibawa oleh KPLH_KEL melalui proses litigasi dan peradilan. Sementara itu Kepala Balai TNGL Saat itu (Ir. Adi Susmianto,MSc ) menginisiatifkan suatu strategi baru kepada masyarakat sekitar hutan " Hutan A dikelola oleh Masyarakat Desa A " bersama-sama dengan Balai TNGL secara legal formal.

(36)

Akhirnya pada tanggal 19 Mei tahun 2001 atas inisiatif Tangkahan Simalem Ranger berkumpulah pemimpin-pemimpin kelompok Penebang , perambah dan tokoh-tokoh masyarakat dan perangkat Desa Namo Salang dan Desa Sei.Serdang yang kemarin terlibat konflik secara langsung maupun tidak langsung dan bersepakat untuk mengembangkan Pariwisata, dan menetapkan beberapa tokoh sebagai Dewan Pengurus. Kemudian musyawarah ini kemudian disebut sebagai Kongres I Lembaga Pariwisata Tangkahan dengan melalui proses pemungutan suara untuk memilih Dewan Pengurus, AD/ART dan menyusun dasar-dasar pengembangan Pariwisata. Dan hari itu disebut sebagai Kongress I yang merupakan tonggak penting dalam pelestarian Taman Nasional Gunung Leuser dikemudian hari oleh masyarakat sekitar hutan. Merupakan suatu prestasi bagi pemuda - pemudi lokal yang tergabung dalam Tangkahan Simalem Ranger yang saat itu hanya berpikir sederhana tentang pariwisata dan pelestarian alam bukan pada aspek luas lainnya..

(37)

pengembangan Ekowisata. Sebagai kewajibannya masyarakat desa Namo Sialang dan Masyarakat desa Sei.Serdang bertanggung jawab penuh didalam pengamanan dan kelestarian Taman Nasional Gunung Leuser yang berbatasan dengan wilayah desa tersebut. Dan seiring waktu berjalan kekhawatiran banyak pihak tentang penandatanganan tersebut tidak terbukti, malah dapat menjadi moment penting di Taman Nasional Gunung Leuser.

Akan tetapi, proses penandatangan MoU tersebut bukan dapat secara langsung menghentikan berbagai aktivitas Ilegal logging, perambahan maupun aktivitas perusakan sumber daya alam lainnya. Akan tetapi selalu dihiasi oleh konflik demi konflik ditingkat lokal, hingga dilakukan beberapa kesepakatan secara formal dan informal serta beberapa komitmen sosial. Sepanjang tahun 2002 merupakan masa yang paling sulit dalam beberapa waktu berjalan untuk proses penyesuaian dan integrasi sosial antara LPT dengan berbagai kelompok-kelompok lain. Hingga dicapai kesepakatan untuk melaksanakan Kongres ke II pada awal tahun 2003. Dan dukungan berbagai pihak diundang untuk membantu proses pengembangannya seperti Kelompok - kelompok Pecinta Alam, Pramuka, Organisasi Non Pemerintah dan para mahasiswa-mahasiwa dari berbagai kemampuan dan keterampilan yang dimiliki untuk membantu masyarakat . UML dan INDECON membantu dalam perumusan Rencana Induk Pengembangan ( RIP) dan Fauna Flora Internasional melakukan program patroli gajah untuk mendukung pengamanan kawasan disamping peranan utama dari Balai TNGL dan Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata Kabupaten Langkat.

(38)

penduduk adalah merupakan anggota LPT yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dimana didalam proses Restrukturisasi, Tangkahan Simalem Ranger masuk menjadi salah satu Departemen LPT. Pemuda-pemuda dan tokoh sosial yang berpengaruh terpilih sebagai kepengurusan untuk tahun 2003-2006. Dan dirumuskannya XIX BAB dan 55 pasal Peraturan Desa tentang Undang-Undang Kawasan Ekowisata Tangkahan yang mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan sosial, pelestarian sumber daya alam, ekonomi lokal, peranan pemuda, adat, agama dan penataan ruang kawasan dalam pengembangan ekowisata. Peraturan desa ini merupakan peraturan desa yang pertama disusun secara partisipatif yang mengatur tentang konservasi dan pranata sosial secara langsung, sebelum diadopsi kebanyak tempat. Tahun 2003 juga ditandai dengan penandatangan pembahagian PERMIT/SIMAKSI ( PNBP) antara Kepala Balai TNGL saat itu ( Ir. Hart Lamer Susetyo) dengan Ketua Umum LPT Periode 2003-2006 (Bp. Njuhang Pinem) dan juga dukungan pembangunan fisik dan sarana prasarana yang pertama kali dilaksanakan. Disamping dukungan dari INDECON, FFI dan UML serta berbagai NGO dan Pemkab.Langkat. Akhirnya, pada tahun 2004, LPT mendapatkan Anugerah Penghargaan "Inovasi Kepariwisataan Indonesia" oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia.

(39)

Ekowisata Tangkahan dalam semangat kolaborasi untuk melahirkan gelombang besar perubahan di TN.Gunung Leuser. Di Tangkahan, ekowisata merupakan cara yang terbukti efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mencegah terjadinya aktivitas ilegal loging di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. 3.5 Potensi Pariwisata di Kawasan Tangkahan

Tangkahan merupakan salah satu jendela Taman Nasional Gunung Leuser dengan berbagai macam atraksi alam yang akhir-akhir ini semakin memikat wisatawan baik domestik maupun manca negara. Banyak hal yang ditawarkan di kawasan ekowisata ini mulai dari tracking ke hutan, susur sungai, tubing, air terjun, sampai dengan menunggang gajah milik CRU(Conservation Response Unit), dan beraneka-ragam flora dan fauna nasional maupun international. Di kawasan ini sudah tersedia berbagai macam akomodasi penunjang, seperti penginapan, guide, camping ground, dll. Awal terbentuknya kawasan ekowisata ini menjadi sangat menarik dan sangat bisa jadi menjadi contoh kawasan lain di sekitar hutan di dunia ini. Kawasan Ekowisata Tangkahan yang terletak di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ini dapat ditempuh selama 3 - 4 jam perjalanan dari Kota Medan.

(40)

Di bawah ini adalah beberapa objek wisata dan atraksi wisata yang wajib dikunjungi dan dinikmati wisatawan jikalau berwisata ke Objek Daerah Tujuan Ekowisata Tangkahan:

 Sumber Air Panas

Tepat di seberang penginapan Jungle Lodge, di tepi Sungai Buluh, ada sebuah goa yang di dalamnya mengalir air panas. Goa ini cukup besar sehingga Anda bisa berbaring dan merendam tubuh di aliran air panas alami ini. Berendam dalam goa air panas ini sangat cocok bagi wisatawan ataupun pengunjung lokal untuk berelaksasi tanpa perlu mengeluarkan anggaran yang besar dan baik untuk kesehatan kulit karena air panas yang keluar mengandung zat belerang.

 Air Terjun

Di kawasan Tangkahan terdapat tiga buah air terjun, yaitu Air Terjun Sungai Buluh, Air Terjun Kenangan dan Air Terjun Glugur. Air terjun Sungai Buluh relatif lebih dekat dengan penginapan yang ada di Tangkahan, setelah menyebrangi Sungai Batang Serangan menggunakan rakit,lalu wisatawan kembali menyebrangi Sungai Buluh dengan berjalan kaki ataupun berenang, maka wisatawan akan menemukan sebuah lorong, dengan memasuki lorong tersebut dan berjalan ± 50 meter wisatawan akan langsung dapat menyaksikan dan mendengarkan suara gemuruh Air Terjun Sungai Buluh yang sangat indah. Wisatawan juga dapat berdiri di bawah air terjun dan akan merasakan pijatan yang sangat menyegarkan.

(41)

menyusuri Sungai Buluh. Nama air terjun ini bukanlah sembarang nama, tetapi berasal dari kisah seorang ranger yang hampir terenggut nyawanya di air terjun ini.

 Goa Sekuncip

Di Tangkahan terdapat goa kelelawar, dinamakan demikian karena goa ini merupakan rumah bagi ribuan kelelawar. Namun jangan khawatir, goa ini sangat aman untuk dimasuki, asalkan wisatawan tidak membuat keributan di dalamnya. Goa ini akan tembus ke pintu di seberangnya, dan begitu keluar di mulut goa yang satunya, wisatawan bisa pulang kembali ke penginapan dengan cara yang baru, yaitu tubing.

Wisatawan akan mendapatkan kesan yang tidak akan pernah terlupakan di dalam Goa Sekuncip ini. Pemandangan yang indah akan menyambut para wisatawan ketika memasuki goa ini. Dari Gua Sekuncip wisatwan dapat berolah raga air tubing dan rutenya akan berakhir di Air Terjun Glugur dengan panjang ± 4km.

Tubing

(42)

Trekking Hutan

Lembaga Pariwisata Tangkahan menawarkan tiga jenis jalur untuk menyusuri hutan Tangkahan (hiking), yaitu soft track,family track, dan trekking yang bersifat petualangan. Beraneka flora dan fauna menunggu di dalam hutan huajan tropis Tangkahan. Ada pohon raja, yaitu pohon dengan ukuran terbesar dan terpanjang, memiliki batang berwarna putih dan selalu menjadi tempat bermain dan berayun monyet-monyet berukuran kecil yang biasanya masyarakat lokal menyebutnya dengan nama kedih.

Selain pohon raja, banyak lagi pohon-pohon yang tumbuh dalam hutan Tangkahan ini dan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai obat-obatan. Jikalau wisatawan ingin melakukan hiking ke hutan ini, maka para ranger akan memberikan air tembakau untuk di oleskan di leher,tangan, dan kaki para wisatawan akan terhindar dari pacet-pacet yang hidup liar di dalam hutan.

Jangan kaget jika pertama kali melihat para pemandu (ranger) di Tangkahan, sepintas memang tampak agak 'seram', dengan rambut panjang, wajah persegi, dan logat karo yang keras, tapi jangan berprasangka buruk dulu. Ranger di sini semuanya dijamin ramah dan sangat humoris. Istilah "don't judge the book by its cover" memang benar terbukt i di sini.

 Pantai Kupu-kupu

(43)

Di Pantai Kupu-kupu, wisatawan dapat menyaksikan panorama ratusan kupu-kupu warna-warni dengan beragam ukuran di sepanjang pinggiran sungai sepanjang 500 meter. Panorama ini hanya muncul setiap pukul 06.00 pagi. Panorama ini sangat indah, anehnya, jika lewat atau kurang dari jam tersebut, jangan berharap dapat menyaksikan kupu-kupu di sini. Jadi, waktu harus benar-benar dijaga jika tidak ingin kehilangan momen-momen yang sangat mengagumkan ini.

Trekking Gajah

Ada 7 gajah yang biasa dipakai untuk trekking. Trekking di sini maksudnya adalah Anda akan diajak masuk ke dalam hutan dengan menunggang gajah. Uniknya, gajah yang Anda tunggangi adalah gajah-gajah terlatih yang juga digunakan untuk patroli atau melindungi Taman Nasional Gunung Leuser dari kegiatan ilegal seperti perburuan, perambahan, dan tentu saja illegal loging.

Uniknya lagi, jalur yang digunakan untuk trekking pun adalah jalur yang biasa dipakai untuk berpatroli. Jadi, sambil berwisata dan menunggang gajah, Anda sekaligus bisa membayangkan bagaimana rasanya berpatroli di dalam hutan.

 Puncak Lobangan

(44)

saat-saat tertentu, tergantung musim. Menurut cerita penduduk, dibutuhkan waktu sekitar tiga hari perjalanan ke Puncak Lobangan.

 Flora dan Fauna

Flora unggulan kawasan ini yang sangat indah dan hampir punah adalah bunga Raflesia. Tak kurang dari 11 Raflesia berada di hutan Tangkahan ini. Kelopak berwarna merah yang sangat indah mendorong wisatawan untuk masuk ke dalam hutan ini. Raflesia didapati pada ketinggian 100 meter di atas permukaan sungai. Perlu perjuangan memang untuk menyaksikan bunga langka ini. Jalanan yang mendaki dan menurun mengikuti alur sungai menjadi salah satu petualangan yang sangat berarti dan tidak akan pernah terlupakan bagi wisatawan.

(45)

BAB IV

PERANAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN TANGKAHAN

4.1 Latar Belakang Masyarakat Tangkahan

Masyarakat Tangkahan terdiri dari beberapa suku bangsa yang ada di indonesia. Tetapi suku yang paling dominan di kawasan ini adalah suku Karo. Selain suku karo juga terdapat masyarakat suku Jawa di kawasan ini. Bahasa yang seringkali digunakan di kawasan ekowisata Tangkahan ini adalah bahasa Karo. Maupun bukan suku karo,rata-rata masyarakat Tangkahan dapat dengan fasihnya berbicara Karo.

Masyarakat di Tangkahan ini tidak pernah mempermasalahkan masalah etnis. Mereka saling menghargai satu dengan yang lainnya. jarang ada masalah yang berlarut-larut di Tangkahan, karena masyarakat Tangkahan selalu menyelesaikan masalah yang ada dengan cara musyawarah.

Masyarakat tangkahan juga memiliki karakter yang baik dan ramah tetapi agak sedikit ketat pada peraturan. Di Tangkahan wisatawan tidak dapat menganggap remeh semua peraturan yang sudah di buat oleh masyarakat setempat dan LPT (Lembaga Pariwisata Tangkahan) karena masyarakat Tangkahan sangat ketat pada peraturan.

(46)

Hal ini dapat kita lihat dari kegiatan yang dilakukan masyarakat Tangkahan pada setiap hari libur, yaitu berjualan di sepanjang Sungai Buluh dan Batang Serangan.

Masyarakat Tangkahan juga tidak pernah mengutamakan kepentingan pribadi, tetapi masyarakat Tangkahan lebih mengutamakan kepentingan alam sekitar kawasan ekowisata Tangkahan. Mereka berkerjasama dalam keseharian mereka, saling bantu-membantu dan tolong menolong demi kesejahteraan bersama.

4.2 Pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan

Ekowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata alternatif yang membawa para wisatawan ke kawasan yang alami dan belum terkontaminasi, dengan tujuan khusus untuk menikmati, mempelajari, dan mengagumi pemandangan alam serta flora dan fauna yang hidup liar di dalamnya. Sebagian wisatawan tidak hanya tertarik karena hal-hal tersebut, tetapi bisa juga karena ketertarikan akan pengenalan akan budaya yang ada di kawasan ekowisata tersebut.

(47)

Perwujudan prinsip sosial-ekonomi pembangunan berkelanjutan selalu diupayakan untuk menutaskan kemiskinan, yaitu melalui pendekatan pro poor tourism policy :

1. Menggunakan strategi pemberdayaan (empowerment strategy) dan bukan strategi karitas dalam pembangunan ekowisata. Strategi karitas yang selama ini mendominasi pendekatan pembangunan telah menciptakan ketergantungan (dependency creation) masyarakat terhadap pemerintah secara berlebihan.

2. Starategi pemberdayaan ini diharapkan dapat mewujudkan pembangunan ekowisata yang bersifat mandiri (self-reliant development) dengan mencoba memanfaatkan berbagai sumber lokal kawasan ekowisata secara maksimal. 3. Memanfaatkan modal sosial(social capital), seperti mengadakan penyewaan

mobil, sepeda motor, sepeda ataupun kuda maupun gajah yang dimanfaatkan secara produktif dan kreatif oleh masyarakat lokal.

4. Mengembangkan kewirausahaan yang akan membantu masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan di kawasan ekowisata.

5. Membangun keterkaitan antara industri pariwisata dengan pemerintah dan pemasok jasa lokal seperti masyarakat setempat.

(48)

7. Membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan apresiasi terhadap manfaat kawasan taman nasional dari hasil-hasil produknya berupa jasa lingkungan, hasil hutan nir kayu, dengan dampak ikutannya yang positif seperti pendidikan lingkungan, kampanye sadar lingkungan dan sebagainya. 8. Balai taman nasional lebih diarahkan dalam pengembangan peran-peran

fasilitasi untuk mendorong berkembangnya inisiatif lokal di satu sisi dan membantu pengembangan jaringan pemasaran produk di sisi yang lain;

Di sisi lain, pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif yang mendapatkan perhatian, terutama dalam konsep pembangunan pariwisata jangka panjang. Dengan mencermati berbagai kondisi alam wilayah yang di miliki Tangkahan, diversitas budaya, dan komunitas yang berkualitas, pengembangan sektor pariwisata berbasis komunitas dianggap sangat potensial untuk ditingkatkan mutunya agar dapat menjadi sektor yang andalan.

Delapan prinsip pengembangan ekowista Tangkahan yaitu :

1. Mencegah dan menangulangi dampak dari akivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan karakter alam budaya Tangkahan.

2. Pendidikan konservasi lingkungan.

3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan tangkahan dan LPT dapat menerima langsung penghasilan/pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung yang membina,

(49)

4. Adanya partisipasi masyarakat lokal dalam perencaan pengembangan ekowisata Tangkahan.

5. Penghasilan masyarakat lokal. Keuntungan yang didapat masyarakat lokal tangkahan secara nyata dari menjaga kelestarian alam Tangkahan.

6. menjaga keharmonisan dengan alam Tangkahan. Semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan masyarakat dan wisatawan dengan alam, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. 7. Daya dukung lingkungan.

8. Peluang penghasilan terhadap negara.

Disamping itu pengembangan ekowisata Tangkahan diharapkan juga untuk sekaligus menumbuhkan proses-proses pembelajaran program konservasi bagi pemeliharaan dan pelestarian kawasan ekowisata Tangkahan, guna menjaga keharmonisan ekosistem bagi kelangsungan hidup manusia.

Pengembangan ekowisata Tangkahan yang mensejahterakan masyarakat, yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan merupakan pengembangan ekowisata yang relevan diprioritaskan saat ini, sehingga masyarakat tidak hanya belajar keterampilan untuk pengelolaan berbagai usaha tetapi juga untuk memahami tentang kawasan Tangkahan juga.

(50)

perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pemanfaatan keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kawasan ekowisata Tangkahan.

4.3 Peranan Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan Masyarakat lokal, terutama penduduk asli Tangkahan yang bermukim di kawasan ekowisata Tangkahan menjadi salah satu pemain kunci dalam ekowisata, karena merekalah yang menyediakan sebagian besar atraksi wisata sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang akan mereka jual di Tangkahan.

Selain itu masyarakat Tangkahan merupakan “pemilik” langsung atraksi wisata yang dikunjungi dan dikonsumsi wisatawan secara langsung di Tangkahan. Air, tanah, hutan, flora, fauna, dan lanskap yang di konsumsi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara berada di tangan masyarakat Tangkahan. Keindahan alam dan petualangan yang ditawarkan di Tangkahan menjadi beberapa daya tarik wisata yang hampir seluruhnya adalah milik masyarakat lokal. Oleh sebab itu perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan ini akan bersentuhan langsung dengan kebutuhan mereka.

Sebenarnya masyarakat Tangkahan sudah lebih dulu terlibat dalam pengolahan aktivitas ekowisata di kawasan ini sebelum ada kegiatan pengembangan dan perencanaan oleh pemerintrah maupun badan swasta. Masyarakat Tangkahan mempunyai tradisi dan kearifan lokal dalam pemeliharaan kawasan ini yang tidak dimiliki oleh pelaku wisata yang lainnya.

(51)

Tangkahan menjadi suatu kawasan yang memberikan manfaat terutama bagi perlindungan dan upaya pelestarian serta pemanfaatan potensi alam dan masyarkat lokal.

Dilain pihak, peran serta masyarakat dapat terwujud karena manfaatnya dapat secara langsung dirasakan melalui terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat Tangkahan yang mampu meningkatkan pendapatan mereka dan kesejahteraan hidup mereka. Dengan demikian seluruh masyarakat tangkahan ikut berperan dalam semua kegitan dalam rangka memajukan kawasan ekowisata Tangkahan.

Peran aktif masyarakat Tangkahan yang bekerja secara perseorangan maupun secara bersama-sama yang secara sadar ikut membantu program pemerintah dengan insiatif dan kreasi mau melibatkan diri dalam kegiatan pengusahaan ekowisata melalui pembinaan rasa ikut memiliki di kalangfan masyarakat Tangkahan.

Keikutsertaan masyarakat Tangkahan dalam pengembangan Tangkahan dapat terwujud dalam bentuk usaha dagang, atau pelayanan jasa, baik dalam maupun di luar kawasan Tangkahan, antara lain :

- Jasa penginapan atau homestay.

- Penyediaan atau usaha makanan dan minuman.

- Penyediaan toko sovenir atau cindera mata dari kawasan ekowisata Tangkahan sendiri.

- Jasa pemandu atau lebih akrab disapa ranger di Tangkahan.

- Fotografer atau pelayanan foto langsung jadi.

- Menjadi pengusaha wisata alam.

- Penyediaan jasa penyebrangan.

(52)

Kegiatan usaha masyarakat tersebut menciptakan suasana rasa ikut memiliki kawasan ekowisata Tangkahan sebagai tempat mata pencaharian yang mendorong masyarakat Tangkahan ikut berperan dalam pengembangan dan menjaga kelestarian alam Tangkahan. Salah satu penyebab terjadinya gangguan terhadap kawasan ekowisata adalah kurangnya kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan perekonomian masyarakat lokal sekitar kawasan ekowisata tersebut.

Sesuai dengan strategi pemerintah dalam pengembangan ekowisata yang terkait dengan peran serta masyarakat lokal, pengembangan pariwisata Tangkahan mampu memberikan kesempatan dan peluang bagi masyarakat lokal untuk menikmati langsung apa yang dimiliki oleh kawasan mereka. Sehingga perkembangan kegiatan ekowisata di Tangkahan ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Masyarakat lokal Tangkahan sangat mengutamakan kepentingan bersama, mereka tidak tamak akan keuntungan. Mereka menyisihkan sebagian keuntungan yang merka dapat dari pengelolaan kawasan ekowisata Tangkahan untuk pembangunan Tangkahan. Dimulai dari hal-hal kecil seperti penyediaan tempat sampah, pembangunan anak tangga, dan lain sebagainya.

Masyarakat Tangkahan juga berperan sangat penting dalam pelestarian sungai-sungai yang ada di Tangkahan. Mereka tidak pernah membuang sampah-sampah yang dapat mengendap di bawah sungai seperti kemasan sabun, kemasan shampo, dan sampah-sampah lain yang terbuat dari bahan plastik, karena hal itu dapat merusak ekosistem yang ada di dalamnya.

(53)

sampahnya ke sungai. Bahkan ada beberapa warung yang tidak menyediakan barang-barang tersebut karena takut akan merusak kawasan mereka, walaupun tingkat permintaannya cukup banyak.

Selain para pedagang, masyarakat yang melihat pengujung menggunakan barang-barang tersebut tidak akan segan-segan untuk mengingatkan wisatawan tersebut demi menjaga kawasan mereka agar tetap asri dan menjadi kawasan ekowisata yang sebenarnya. Hal ini mencerminkan bagaimana peranan masyarakat Tangkahan dalam mengembangkan kawasan ini dari memperhatikan hal-hal yang sekecil ini demi kelestarian Tangkahan.

Masyarakat tangkahan juga sudah memulai memperkenalkan Tangkahan kepada dunia. Mereka sudah mempromosikan kawasan ini melalui jaringan internet yang kini dapat diakses dimana pun wisatawan-wisatawan berada di dunia ini. Mereka mempelihatkan keindahan alam yang dimiliki Tangkahan melalui foto-foto yang mereka masukan ke dalam situs mereka.

Sebagian besar penginapan di Tangkahan membangun penginapan mereka dengan hasil hutan tangkahan. Mereka memanfaatkan batu dari sungai dan kayu dari hutan mereka sendri. Sehingga memberi kesan tersendiri bagi pengunjung mereka.

(54)

4.4 Dampak Positif dan Negatif Ekowisata Tangkahan

Dampak positif ekowista bagi perekonomian masyarakat lokal adalah :

- Pendapatan dari penukaran valita asing yang dilakukan wisatawan asing di Tangkahan.

- Pendapatan dari usaha yang dilakukan masyarakat Tangkahan baik secara langsung maupun tidak langsung.

- Penyerapan tenaga kerja. Banyak masyarakat Tangkahan yang memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja di kawasan ekowisata Tangkahan.

- Pemanfaatan fasilitas pariwisata oleh masyarakat lokal. Wisatawan dan masyarakata lokal sering berbagi awsilitas untuk berbagai kepentingan di Tangkahan.

Dampak negatif ekowisata bagi perekonomian masyarakat lokal adalah :

- Ketergantungan yang terlalu besar pada kawasan ekowisata Tangkahan, karena masyarakat lokal mengantungkan pendapatan atau kegiatan ekonomi mereka pada sektor pariwisata.

- Meningkatkan angka inflasi dan meroketnya harga tanah di Tangkahan. Perputaran uang dan aktivitas ekonomi sangat besar di tangkahan. Sehingga memicu terjadinya inflasi. Di sisi lain, dibangunnya fasilitas-fasilitas pariwisata akan memicu harga tanah di Tangkahan.

(55)

Dampak sosial budaya ekowisata bagi masyarakat lokal adalah :

- Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat lokal dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya.

- Dampak terhadap hubungan interpersonal antar anggota masyarakat.

- Dampak terhadap pola pembagian kerja masyarakat Tangkahan.

- Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan kawasan.

- Dampak terhadap kesenian dan adat istiadat.

- Dampak terhadap norma-norma yang ada.

- Dampak terhadap aspek demografis (jumlah penduduk, umur, perubahan piramida kependudukan) di Tangkahan.

- Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat.

- Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial.

- Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial pada masyarakat lokal.

- Dampak terhadap aspek budaya, seperti pada tradisi, agama, dan bahasa.

- Dampak terhadap modifikasi pola konsumsi masyarakat. (infrastruktur, dan komuditas).

- Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah ekowisata Tangkahan.

- Memperluas cara pandang masyarakat terhadap dunia luar.

- Moderenisasi keluarga.

(56)

Dampak pariwista pada lingkungan Tangkahan adalah :

- Dampak dari penggunaan alat transportasi. Sektot transportasi di seluruh dunia bertanggung jawab terhadap konsumsi 20-30 % dari keseluruhan energi fosil dunia. Alat transportasi juga menjadi sumber utama polusi suara dan udara.

- Dampak dari pembangunan fasilitas pariwisata. Masalah lingkungan terbesar bagi fasilitas pariwisata adalah hotel dan restoran. Limbah yang mereka hasilkan dapat merusakm ekosistem yang ada di air dan tanah di Tangkahan.

(57)

BAB V PENUTUP 5.1 SIMPULAN

Setelah penulis menguraikan latar belakang dan peranan masyarakat tangkahan maka dapat di simpulkan bahwa peranan masyarakat sangat menentukan pengembangan daerah ekowisata ini. Tanpa adanya peranan masyarakat lokal maka pemerintah maupun pemilik modal tidak akan bisa mngembangkan kawasan tangkahan ini, karena sebagai masyarakat asli, merekalah yang mengetahui hiruk-pikuk Tangkahan itu sendiri.

Masyarakat lokal Tangkahan selalu mengutamakan kepentingan bersama. Masyarakat Tangkahan juga memanfaatkan apa yang mereka miliki, sebagai contoh mereka membuat sovenir berjenis kalung dengan menggunakan batu sungai mereka. Selain itu masyarakat Tangkahan juga melakukan pemberdayaan masyarakat mereka dengan cara mengadakan kegiatan-kegiatan pelatihan, penyuluhan, pembuatan usaha kecil-kecilan, penyuluhan pemandu wisata, pengelolahan akomodasi, dan juga pemberdaayan dalam bentuk pemberian kredit bagi masyarakat lokal agar dapat memulai usaha baru seperti membuka warung atau cafe, pembuatan cenderamata, toko/koperasi, dan penyewaan alat-alat yang memberi kontribusi langsung pada masyarakat Tangkahan.

(58)

Dengan kata lain, perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan pengembangan Tangkahan sebagai kawasan ekowisata, selalu mengutamakan pemberdayaan masyarakat lokal, yaitu dengan cara pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat lokal melalui Lembaga Pariwisata Tangkahan.

5.2 Saran

- Bagi masyarakat Tangkahan yang terdiri dari masyarakat Desa Sei Serdang dan Desa Namo Sialang diharapkan meningkatkan kapasitas masing-masing dalam upaya melakukan kegiatan pelestarian alam Tangkahan.

- Bagi masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Pariwisata Tangkahan diharapkan lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan ekowisata Tangkahan.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Suwantoro,Gamal.1997 . Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta : Andi.

Damanik, Janianton. 2006 . Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta : Pusat Studi Pariwisata Dan Andi.

Pitana, I Gde. 2009 . Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta : Andi.

Kusudianto, Hadinota. 1996 . Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta : UI-Press.

htttp://www.pemkablangkat.go.id htpp://www.usu.ac.id

http://www.lembagapariwisatatangkahan.com

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dari penelitian ini akan dapat ditemukan dan dikembangkan suatu model partisipasi masyarakat lokal pada atraksi wisata pantai di kawasan pariwisata Nusa Dua

Untuk mengetahui tentang Peranan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Pekanbaru Dalam Mempromosikan Objek Wisata Belanja Pasar Bawah penelitian menggunakan tipe

Kawasan pariwisata di Sumatera Barat dapat diatur pembagiannya menurut zona-zona tertentu sehingga tidak terjadi kesembrautan kegiatan pariwisata antara objek wisata

8 Bab analisa terdiri dari Kajian Objek Menarik Sebagai Destinasi Wisata di Pangururan, Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia, Implementasi

Menganalisis Strategi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Dairi terkait Pengembangan Taman Wisata Iman dalam upaya meningkatkan pengunjung wisata yang meliputi

Jadi dari penelitian ini akan dapat ditemukan dan dikembangkan suatu model partisipasi masyarakat lokal pada atraksi wisata pantai di kawasan pariwisata Nusa Dua

Pengaruh pariwisata terhadap karakteristik sosial ekonomi masyarakat pada 74awasan objek wisata candi Borobudur kabupaten magelang.. Semarang : Universitas Diponegoro Setyaningsih,

Pengembangan pariwisata dilakukan melalui dua program yaitu pemanfaatan Pulau Pongol di tengah Waduk Simo yang awalnya terbengkalai menjadi objek wisata Pongol Island dan pembangunan