• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perencanaan Dinding Geser Dengan Metode Strut And Tie Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perencanaan Dinding Geser Dengan Metode Strut And Tie Model"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE

STRUT AND TIE MODEL

TUGAS AKHIR

05 0404 130

RIDWAN H PAKPAHAN

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

(2)

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE

STRUT AND TIE MODEL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

pendidikan sarjana teknik sipil

05 0404 130

RIDWAN H PAKPAHAN

Pembimbing Pertama

Pembimbing Kedua

Ir. Nurjulisman

NIP. 130 279 532

NIP.19500714 198003 2 002

Ir. Chainul Mahni

Diketahui:

Ketua Departemen Teknik Sipil

NIP. 19561224 198103 1 002

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan tugas akhir ini

dapat saya selesaikan dengan baik, dimana tugas akhir ini merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan program sarjana (S1) di Fakultas Teknik

Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga dalamnya

kepada:

1.

Bapak Ir. Nurjulisman dan ibu Ir. Chainul Mahni selaku pembimbing dan Co

pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2.

Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3.

Bapak Ir. Mawardi S , Ir. Mawardi Lubis dan Ir. Daniel ,MT selaku pembanding

yamg telah memberi kritik dan masukan.

4.

Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

5.

Bapak/ ibu staf pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6.

Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam

(4)

7.

Kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta, yang turut mendukung dalam doa

dan memberikan bantuan motivasi yang tiada henti.

8.

Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

yang tidak mungkin disebutkan satu per satu namanya khususnya CIVIL 2005,

yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi sehingga selesainya tugas

akhir ini.

Penulis menyadari bahwa manusia tidak luput dari salah dan kekurangan,

demikian juga dengan tugas akhir ini yang masih memiliki banyak kekurangan

walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu, dengan tangan

terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima segala saran dan kritik demi

perbaikan tugas akhir ini. Harapan penulis, semoga tugas akhir dengan judul “Analisis

Perencanaan Dinding Geser Dengan Metode Strut and Tie Model ” dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2010

Hormat Saya,

(5)

ABSTRAK

Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya – gaya pada kolom cukup besar

untuk menahan beban gempa yang terjadi sehingga umumnya perlu menggunakan

elemen – elemen struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya

geser , momen dan gaya aksial yang timbul akibat gempa. Dengan adanya dinding geser

sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut.

Karena itu perencanaan struktur beton bertulang dapat dilakukan dengan cara STRUT

AND TIE MODEL. Metode ini cukup efektif dan praktis untuk diaplikasikan pada

komponen – komponen beton bertulang yang perencanaannya memakai cara – cara

empirik atau tidak tercakup dalam prosedur perencanaan yang konvensional. Elemen –

elemen sruktur yang telah dianalisis dipisahkan menjadi free body dengan gaya – gaya

yang bekerja dan selanjutnya elemen ini direncanakan dengan pendekatan truss analogi.

Dimana bagian yang tertekan dilawan oleh komponen beton dengan atau tanpa

penulangan sebagai STRUT, dan bagian tarik dipikul oleh baja tulangan sebagai TIE.

Dari hasil analisa data , bahwa untuk perencanaan penulangan dengan memakai metode

ini lebih praktis pemakaiannya dibandingkan dengan cara konvensional.Volume

tulangan yang diperoleh pada metode STRUT AND TIE lebih ekonomis dibandingakan

dengan cara konvensional. Pada metode ini gaya – gaya yang bekerja dianalisis bersama

– sama, sedangkan dengan cara konvensional tulangan lentur , geser , dan torsi

direncanakan secara terpisah. Dan metode ini dapat digunakan pada perencanaan bagian

struktur yang tidak umum atau tidak tercakup didalam pedoman perencanaan.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR NOTASI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

1.3 Permasalahan ………..6

1.5 Tujuan Penulisan ... 7

1,.5embatasan Masalah ... 7

1.6 Metodologi ………7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Umum ... 8

2.1.1 Type Struktur ... 9

2.2 Perilaku Dinding Geser (Shear Wall) Akibat Gempa ... 10

2.2.1 Dinding Geser Kantilever ... 13

2.2.2 Interaksi Dinding Geser dan Portal ... 14

2.3 Metode Analisa ... 17

2.3.1 Analisis Struktur Beton dengan Model Penunjang dan Pengikat (Strut

and Tie Model) ... 23

2.4 Perencanaan Dinding Geser ... 23

2.4.1 Konsep Gaya Dalam………..23

2.4.2 Konsep Desain Kapasitas………..25

2.5 Persyaratan Dinding Geser………...26

BAB 3 METODE ANALISA ... 29

3.1 Umum ... 29

3.2 Material Penyusunan Beton Bertulang ... 30

3.3 Tulangan ... 31

3.4 Balok Beton ... 32

3.5 Mekanisme Geser Dalam Struktur Beton Bertulang ... 33

3.6 Tegangan Pada Balok yang Utuh ... 35

3.7 Metode model Pengikat Strut-and-Tie model, ... 38

(7)

3.7.2 Model Kerangka (truss) 45

0

... 40

3.7.3 Model sudut Kerangka Yang Bervariasi ... 40

3.8 Model Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model ), ... 42

3.9 Teory Penunjang dan Pengikat ... 45

3.10 Komponen dari Model Penunjang dan Pengikat ... 50

3.10.1 Analisa dari Penunjang... 50

3.10.1.2 Perencanaan Penunjang STRUT ... 53

3.10.2 Analisa Pengikat ... 55

3.10.3 Titik Nodal dan Daerah Nodal ... 57

BAB 4 MODEL DAN APLIKASI ... 62

4.1 Contoh Aplikasi ... 62

4.2 Struktur Dinding Geser Beton ... 63

4.3 Perhitungan Gaya-Gaya yang Bekerja Pada Struktur ... 66

4.3.a Perhitungan Berat Sendiri ... 66

4.3.b Beban Hidup ... 70

4.3.c Berat Bangunan per Lantai akibat Beban Mati dan Hidup ... 71

4.4 Analisa Statik Ekivalen ... 72

4.5 gaya Gempa yang Terjadi ... 77

4.6 Metode Strut and Tie ... 81

4.6.a Menghitung Gaya-Gaya Batang ... 81

4.6.b Perencanaan Penulangan ... 86

4.7 Perencanaan Struktur Dinding Geser Beton Secara Konvensional ... 92

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN 1 ... 106

(8)

DAFTAR NOTASI

kuat tekan beton yang disyaratkan (MPa).

kuat leleh tulangan non-prategang yang disyaratkan (MPa).

g percepatan gravitasi (mm/det

2

).

γ

b

Berat jenis beton (kN/m

3

)

γ

k

Berat jenis keramik (kN/m

3

)

E

c

Modulus Elastisitas beton (Mpa )

L Panjang bentang (m)

n Banyak lantai

t Tebal pelat (cm)

a percepatan (mm/det

2

).

I faktor keutamaan gedung, faktor pengali dari pengaruh gempa rencana pada

berbagai kategori gedung, untuk menyesuaikan periode ulang gempa yang

berkaitan dengan penyesuaian probabilits dilampauinya pengaruh tersebut

selama umur gedung itu dan penyesuaian umur gedung itu.

R faktor reduksi gempa.

h

n

tinggi gedung (m).

(9)

C

1

nilai faktor respons gempa yang diperoleh dari spektrum respons gempa rencana

untuk waktu getar alami fundamental dari struktur gedung.

n jumlah tingkat dari struktur gedung.

T

waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik

yang menentukan

besarnya faktor respons gempa struktur gedung dan kurvanya ditampilkan

dalam spektrum respons gempa rencana (detik).

T

1

waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan maupun tidak

beraturan dinyatakan dalam detik (detik).

T

n

waktu getar alami (detik).

ζ koefisien

Pembatasan waktu getar alami fundamental

µ faktor daktilitas struktur gedung.

V Gaya geser pada potongan penampang

I Momen inersia dari potongan penampang

Q Statis momen

b Lebar dari balok dimana tegangan dihitung

Fns gaya tekan batas terfaktor

f

cu

kekuatan tekan efektif dari beton pada penunjang

v (nu) faktor efektif beton

A

c

luas efektif landasan strut,

φ

STM

harga φ untuk penunjang, pengikat, dan daerah titik nodal pada model penunjang

dan pengikat,

s

(10)

ƒ's tegangan tulangan tekan

A's luas tulangan tekan dalam batang tekan

Fnt gaya tarik batas terfaktor

Ast luas baja tulangan biasa

Aps luas baja tendon prategang

Fse tegangan efektif yang hilang didalam baja tendon prategang

Δfp penambahan gaya prategang disamping level load

Tn gaya tarik

w

s

lebar dari penunjang

w

t

lebar efektif dari pengikat

lb panjang dari pelat penumpu dan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1a.dinding geser tunggal ...3

Gambar 1.1b.dinding geser core ...3

Gambar1.2a.-1.2d.Variasi susunan dinding geser...3

Gambar 1.3a Pemodelan strut and tie pada dinding geser. ...5

Gambar 1.3b Pembesian dinding geser...5

Gambar 2.1. Deformasi portal terbuka dan dinding geser……….11

Gambar 2.2. Letak dinding geser...12

Gambar 2.3. Deformasi dinding geser………..13

Gambar 2.4. Distribusi tegangan geser………..14

Gambar 2.5. Deformasi geser ...16

Gambar 2.6. Deformasi lentur………...20

Gambar 2.7 Rasio kekakuan efektif balok pembatas...21

Gambar 2.8 Gaya gempa yang bekerja pada portal………...22

Gambar 2.9 Deformasi dan diagram tegangan pada portal yang sebidang…………22

Gambar 2.10 Deformasi dan diagram tegangan portal akibat gaya gempa………...23

Gambar 2.11 Gaya lateral yang bekerja pada portal………..24

Gambar 2.12 Deformasi dan diagram tegangan pada portal………..24

Gambar 2.13 Gambar momen perlawanan pada balok...25

Gambar 2.14 Pemodelan dinding geser ………27

Gambar 3.17 Penulangan dinding geser………31

(12)

Gambar 3.2. Normal, geser dan tegangan utama pada balok homogen utuh...42

Gambar 3.3 Trayektori tegangan tarik utama dan pola retak………43

Gambar. 3.4 Pola retak pada balok akibat beban P (lentur dan geser)………..45

Gambar 3.5 Analogi kerangka untuk balok struktur bertulang menurut Mörsch...45

Gambar 3.6 Model untuk keseimbangan kerangka dengan sudut 45

o

...46

Gambar 3.7 Keadaan keseimbangan untuk sudut kerangka bervariasi yang digunakan

pada teori daerah tekan...47

Gambar 3.8 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana

b. Analogi kerangka ke distribusi dari gaya pada balok tinggi

c. Model kerangka dari elemen beton bertulang...48

Gambar 3.9 Geser pada balok………50

Gambar 3.10 Daerah D (bagian yang diarsir) dengan distribusi non linier akib……52

a. Diskontiniu geometrid dan b. statikal diskontiniu

Gambar 3.11a Kolom dengan beban titik ……….………...54

Gambar 3.11b Balok dengan tegangan yang terjadi ……….54

Gambar 3.12c Balok dengan tumpuan langsung ……….55

Gambar 3.12d Variasi dari penunjang ……….57

Gambar 3.13 Tiga jenis dari penunjang (bentuk dasar medan tekan)...58

Gambar 3.14. Tekanan bentuk kipas dan daerah tekan...59

Gambar 3.15 Pengelompokan titik………60

Gambar 3.16 Perluasan titik nodal……….61

(13)

Gamnar 4.2 a Denah bangunan...70

Gambar 4b . dinding geser ………...75

Gambar 4c denah bangunan………...78

Gambar 4d. gaya gempa yang terjadi pada bangunan………...83

Gambar 4e. potongan 2 – 2 (grid 2)………..……..….………83

Gambar 4f.gaya normal,.gaya lintang ,.momen………...86

Gambar 4i , gaya- gaya yang terjadi ……….….87

Gambar 4j. gaya –gaya batang………...87

(14)

ABSTRAK

Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya – gaya pada kolom cukup besar

untuk menahan beban gempa yang terjadi sehingga umumnya perlu menggunakan

elemen – elemen struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya

geser , momen dan gaya aksial yang timbul akibat gempa. Dengan adanya dinding geser

sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut.

Karena itu perencanaan struktur beton bertulang dapat dilakukan dengan cara STRUT

AND TIE MODEL. Metode ini cukup efektif dan praktis untuk diaplikasikan pada

komponen – komponen beton bertulang yang perencanaannya memakai cara – cara

empirik atau tidak tercakup dalam prosedur perencanaan yang konvensional. Elemen –

elemen sruktur yang telah dianalisis dipisahkan menjadi free body dengan gaya – gaya

yang bekerja dan selanjutnya elemen ini direncanakan dengan pendekatan truss analogi.

Dimana bagian yang tertekan dilawan oleh komponen beton dengan atau tanpa

penulangan sebagai STRUT, dan bagian tarik dipikul oleh baja tulangan sebagai TIE.

Dari hasil analisa data , bahwa untuk perencanaan penulangan dengan memakai metode

ini lebih praktis pemakaiannya dibandingkan dengan cara konvensional.Volume

tulangan yang diperoleh pada metode STRUT AND TIE lebih ekonomis dibandingakan

dengan cara konvensional. Pada metode ini gaya – gaya yang bekerja dianalisis bersama

– sama, sedangkan dengan cara konvensional tulangan lentur , geser , dan torsi

direncanakan secara terpisah. Dan metode ini dapat digunakan pada perencanaan bagian

struktur yang tidak umum atau tidak tercakup didalam pedoman perencanaan.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

menahan beban gempa yang terjadi sehingga umumnya perlu menggunakan elemen-elemen

struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya

aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada

bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut.

Kolom-kolom dianggap tidak ikut mendukung gaya horizontal, sehingga hanya didesain untuk

menahan gaya normal (gaya vertikal) saja. Secara struktural dinding geser dapat dianggap

sebagai balok kantilever vertikal yang terjepit bagian bawahnya pada pondasi atau basemen.

Dinding geser berperilaku sebagai balok lentur kantilever. Oleh karena itu dinding geser atau

shear wall selain menahan geser (shear force) juga menahan lentur. Panjang horisontal dinding

geser biasanya 3-6 meter, dengan ketebalan kurang lebih 30 cm. Beberapa dinding geser

dihubungkan oleh plat lantai beton (sebagai difragma) membentuk suatu sistem struktur 3

dimensi. Dinding geser pada umumnya bersifat kaku, sehingga deformasi (lendutan) horizontal

menjadi kecil. Kerusakan pada elemen non struktural (dinding pembagi ruang, elemen fasad,

langit-langit) baru terjadi pada gempa yang relatif kuat.

Kerja sama antara sistem rangka penahan momen dan dinding geser merupakan suatu keadaan

(16)

Dari gabungan keduanya diperoleh suatu struktur yang lebih kuat dan ekonomis. Kerja sama ini

dapat dibedakan menjadi beberapa macam sistem struktur yang tercantum dalam SNI

03-1726-2002,antara lain sebagai berikut :

1. Sistem dinding penumpu yaitu sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul

beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir

semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing.

2. Sistem rangka gedung yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang

pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka

bresing.

3. Sistem rangka pemikul momen yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka

ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen

terutama melalui mekanisme lentur.

4. Sistem ganda terdiri dari:

a). rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi

b). pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka

pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu

memikul sekurangkurangnya 25% dari seluruh beban lateral

c). kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban

lateral dengan memperhatikan interaksi /sistem ganda.

5. Sistem struktur bangunan gedung kolom kantilever: (Sistem struktur yang memanfaatkan

kolom kantilever untuk memikul beban lateral)

(17)

7. Subsistem tunggal yaitu Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur bangunan

gedung secara keseluruhan.

Jenis dinding geser berdasarkan banyaknya dinding dibagi atas :

1. Dinding geser sebagai dinding tunggal (gambar 1.1a)

2. Beberapa dinding geser disusun membentuk CORE (gambar 1.1b)

Gambar 1.1a. dinding geser tunggal Gambar 1.1b. dinding geser core

Jenis dinding geser berdasarkan variasi susunan dinding geser dalam denah dibagi atas :

1. Dinding geser sebagai dinding eksterior (gambar 1.2a)

2. Dinding geser sebagai dinding interior (gambar 1.2b)

3. Dinding geser simetri (gambar 1.2c)

4. Dinding geser asimetri (gambar 1.2d)

5. Dinding geser penuh selebar bangunan

(18)

dinding geser dinding geser dinding geser Dinding geser eksterior interior simetri asimetri

Gambar 1.2a.-1.2d. Variasi susunan dinding geser

Dinding geser dikategorikan berdasarkan geometrinya yaitu:

1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw≥ 2, dimana

desain dikontrol oleh perilaku lentur.

2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≤ 2, dimana

desain dikontrol oleh perilaku geser.

3. Coupled Dinding geser(dinding berangkai), dimana momen guling yang terjadi akibat beban

gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang dihubungkan oleh balok-balok perangkai,

sebagai gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan dinding

(19)

1.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Pada umumnya dinding geser banyak digunakan dalam sistem ganda dimana dinding geser

memikul sebagian beban horizontal akibat gempa atau rangka bresing. Dinding struktural yang

umum digunakan pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever dan dinding geser

berangkai. Berdasarkan SNI 03-1726-2002, dinding geser beton bertulang kantilever adalah

suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser

akibat pengaruh gempa rencana. Kerusakan pada dinding ini hanya boleh terjadi akibat momen

lentur (bukan akibat gaya geser). Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur penahan

beban gempa pada gedung bertingkat dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu dengan

hanya meninjau gaya-gaya dalam yang terjadi akibat kombinasi beban gempa), kemudian

setelah itu direncanakan pembesian dinding geser seperti pada gambar 1.3b. Perencanaan

dinding geser selain dapat dilakukan sesuai dengan formula-formula yang ada dalam peraturan

yang mengatur tentang dinding geser dapat juga dilakukan dengan metode strut and tie model.

Strut and Tie model adalah suatu pendekatan satuan yang menganggap bahwa semua

pengaruh beban (M, N, V, T) bekerja secara serentak atau simultan. Pendekatan model Strut

and Tie seperti pada gambar 1.3a adalah salah satu metode yang berguna dalam perencanaan

geser kritis dari struktur. Model mempunyai pendekatan yang rasional terhadap batang pada

struktur yang kompleks dengan suatu pemodelan rangka yang sederhana dengan beberapa

teknik dan peraturan yang membantu perencana untuk dapat mengembangkan model yang

(20)

Gambar 1.3a Pemodelan strut and tie pada Gambar 1.3b Pembesian dinding geser

dinding geser.

1.3 Permasalahan

Perancangan struktur beton berdasarkan limit analysis (anisis batas) telah banyak

diselidiki oleh berbagai peneliti. Berbagai penelitian terus maju dan mengalami perkembangan

dan muncullah berbagai model yang rasional yang dianggap cukup sederhana dan cukup akurat

dalam aplikasianya. Dan sampai saat ini model yang dianggap konsisten dan rasional adalah

pendekatan STRUT AND TIE METHODE. Dalam hal ini karena banyaknya peraturan dalam

(21)

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini :

1. Menentukan besar gaya pada dinding geser secara umum atau analisa struktur.

2. Merencanakan pembesian dari dinding geser sesuai dengan gaya-gaya yang diperoleh

pada pemodelan strut and tie tersebut.

3. Mengetahui perbandingan tulangan secara konvensional dengan tulangan secara strut

and tie model.

1.5 Pembatasan Masalah

1. Material dianggap isotropis dan homogen.

2. Struktur yang ditinjau adalah enam lantai dengan ukuran seperti pada gambar 1.3a

3. Beban yang bekerja adalah beban mati, beban hidup dan beban gempa horizontal.

4. Sistem yang digunakan adalah sistem ganda dimana dinding geser memikul sebagian

beban horizontal akibat gempa.

5. Perletakan struktur adalah jepit.

1.6 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur dengan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Umum

Gaya gempa sangat berbahaya karena gerakan tiba-tiba pelepasan energi tegangan yang

kemudian dipindahkan melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang

dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point). Perpindahan gelombang inilah

pada suatu lokasi (site) bumi yang disebut gempa bumi. Ketika terjadinya gempa, suatu struktur

mengalami getaran gempa dari lapisan tanah di bawah dasar bangunannya secara acak dalam

berbagai arah.

Adapun cara yang paling sederhana dan langsung dapat dipakai untuk menentukan pengaruh

gempa terhadap struktur adalah dengan analisa beban statik ekuivalen. Analisa beban statik

ekuivalen hanya boleh dilakukan untuk struktur - struktur gedung yang sederhana dan

beraturan yang tidak menunjukkan perubahan yang mencolok dalam perbandingan antara

berat dan kekakuan pada tingkat – tingkatnya. Sementara struktur – struktur gedung yang tidak

begitu mudah diperkirakan perilakunya terhadap gempa harus direncanakan dengan cara

analisa dinamik. Oleh gempa mengakibatkan adanya perubahan – perubahan dalam bentuk

struktur yang menyebabkan simpangan –simpangan dari lantai – lantainya tak beraturan

sehingga gaya inersianya menjadi tidak beraturan.

(23)

2.1.1 Type Struktur

Dalam mendesain sistem struktural perlu diperhatikan kestabilan lateral. Bagaimana suatu

struktur dapat menahan gaya lateral tidak saja akan mempengaruhi desain elemen – elemen

vertikal struktur tetapi juga elemen horizontalnya. Struktur harus disusun sedemikian rupa

hingga mekanisme pikul beban lateral mencukupi untuk memikul semua jenis kondisi beban

lateral yang mungkin terjadi padanya. Adapun tiga struktur penahan gempa dari gedung

bertingkat banyak adalah :

1. Portal Terbuka (Open Frame)

Simpangan antar tingkat yang besar dapat mengakibatkan sendi – sendi plastis pada balok.

Sesuatu yang perlu diperhatikan seksama bahwa terbentuknya sendi –sendi plastis jangan

sampai terlalu dini karena begitu tingginya bangunan. Portal terbuka segi empat yang terdiri

dari kolom dan balok dengan hubungan monolit membentuk ruangan yang besar dan

memberikan daya tahan horizontal pada kerangka keseluruhan. Pada struktur beton bertulang

dan yang sejenis, kekuatan batang tidak begitu besar sehingga daya tahannya terbatas dan

pada gedung bertingkat pemakaian gabungan portal terbuka dan dinding geser umumnya lebih

menguntungkan.

2.

Portal Dinding

Mengingat bahwa sendi plastis jangan terlalu dini untuk terjadi pada bangunan bertingkat

tinggi, oleh karenanya perlu elemen struktur yang lain yakni struktur dinding beton bertulang

(24)

bawah. Portal dinding adalah dinding luar gedung yang ditujukan untuk bekerja sebagai balok

dan kolom serta penahan gaya gempa.

Antar struktur dan portal mempunyai pola simpangan yang saling berlawanan. Struktur portal

akan mengalami pola simpangan didominasi shear, sedangkan struktur dinding memiliki pola

simpangan yang didominasi lentur (flexure). Tingkat – tingkat bawah struktur portal umumnya

dibantu oleh struktur dinding. Namun sebaliknya pada tingkat atas struktur dinding ini memiliki

pengaruh yang kurang baik.

3. Dinding Geser (Shearwall)

Shear wall, yaitu diding dengan material batu bata atau batako yang diperkuat secara khusus

dengan angker baja, dimana struktur dengan dinding geser dan portal-portal bertulang ikut

menahan beban gempa melalui aksi komposit sehingga meningkatkan kekakuan dan menahan

gaya lateral.Deformasi pada dinding kantilever menyerupai deformasi balok kantilever yang

tegak lurus tanah dan selain deformasi lentur, dinding mengalami deformasi geser dan rotasi

secara keseluruhan akibat deformasi tanah.

2.2 Perilaku Dinding Geser (Shearwall) akibat gempa

Dinding geser (shearwall) adalah unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya

lateral atau gampa yang bekerja pada bangunan (Wolfgang Schueller, 1989 : 105). Dinding

geser dengan lebar yang besar akan menghasilkan daya tahan lentur dan geser yang sangat

tinggi dan merupakan sistem struktur yang paling rasional dengan memanfaatkan sifat-sifat

beton bertulang. Pada konstruksi pelat beton bertulang, lantai dapat dianggap tidak mengalami

(25)

δf

δw

disetiap tingkat bisa dihitung berdasarkan rasio ketegaran dengan memakai prinsip statis tak

tertentu. Berdasarkan konsep dasar ini, Dr. T. Naito menyebut proporsi yang ditahan oleh

berbagai sistem sebagai koefisien distribusi gaya geser, dan menyatakannya dengan notasi D (

nilai D ). gambar 2.1 memperlihatkan deformasi portal terbuka dan dinding geser kantilever

yang memikul gaya gempa secara terpisah, terlihat bahwa deformasi kedua sistem ini

berlainan.

a).Portal terbuka b).Dinding geser

Gambar 2.1. Deformasi portal terbuka dan dinding geser

Deformasi pada dinding kantilever menyerupai deformasi balok kantilever yang tegak lurus

tanah dan selain deformasi lentur, dinding mengalami deformasi geser dan rotasi secara

keseluruhan akibat deformasi tanah. Sebagai perbandingan deformasi portal terbuka besarnya

cenderung sama pada tingkat atas dan bawah, sedangkan deformasi pada dinding geser sangat

kecil didasar dan besar dipuncak.

Gedung yang sesungguhnya tidak memiliki dinding geser yang berdiri sendiri karena dinding

berhubungan dalam segala arah dengan balok atau batang lain ke kolom-kolom disekitarnya.

Sehingga deformasi dinding akan dibatasi dan keadaan ini sebagai pengaruh pembatasan

(boundary effect). Agar daya tahan dinding dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka

(26)

1. Dinding geser sebaiknya menerus sampai keatas.

( a )letak dinding geser berbeda ( b ) dinding geser menerus

Gambar 2.2 letak dinding geser

Bila letak dinding geser berbeda antara satu tingkat dengan tingkat lainnya seperti

pada gambar 2.2a, gaya geser yang terpusat di dinding atas, w1, harus disalurkan ke

dinding bawah w2. Dalam hal ini, balok atau pelat D akan memikul gaya tarik dan tekan

yang besar. Sebaliknya pada dinding seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2b,

pondasi memikul gaya yang besar karena momen guling (overturning moment) dan

tarikan keatas bisa terjadi sehingga menyulitkan perencanaan, namun masalah ini bisa

diatasi dengan melebarkan dinding ditingkat bawah, memperkuat dengan kerangka

melintang yang tegak lurus pada kedua sisi dinding atau memperkuat balok pondasi.

2. Untuk memperoleh dinding geser yang kuat, balok keliling dan balok pondasi sebaiknya

diperkuat.

W2

D

(27)

Ø

d

d

d

d

Untuk mengurangi deformasi lentur pada dinding, balok disekitar dinding harus dibuat

kuat dan tegar agar daya tahannya lebih baik dan momen lentur dinding harus

diusahakan mendekati momen lentur portal terbuka.

3. Bila dinding atas dan bawah tidak menerus atau berseling gaya gempa yang ditahan

oleh dinding harus disalurkan melalui lantai.

2.2.1 Dinding Geser Kantilever

Dinding geser pada gambar 2.3 yang memikul gaya gempa menurut Kiyoshi Muto,mengalami 4

jenis deformasi yaitu :

Gambar 2.3. Deformasi dinding geser

δs = deformasi akibat geser

1. δs = deformasi akibat lentur

2. δs = deformasi akibat rotasi pondasi

(28)

?

Didalam tugas akhir ini penulis tidak ada membahas tentang deformasi dan kekakuan daripada

dinding geser.

2.2.2. Interaksi Dinding Geser dan Portal

Bila dinding geser dihubungkan dengan portal, secara alamiah (ditinjau dari pihak geser)

deformasi dinding akan dibatasi oleh adanya portal, terutama deformasi akibat lentur dan

rotasi pondasi. Pada dinding bertingkat satu, gaya pembatasan ini bisa diabaikan untuk tujuan

praktis, sedangkan pada dinding geser yang tinggi dan langsing, gaya ini tidak bisa diabaikan.

Pengekangan (restrain) dari portal sangat efektif untuk membuat dinding langsing efisien

seperti dinding geser. Bila portal dihubungkan disekeliling dinding, ketegaran (rigidity) dan daya

tahan (resistant) dinding dari pihak portal, dinding geser akan menimbulkan deformasi pada

bagian portal didekat dinding sehingga tegangan dibagian ini lebih besar daripada bagian

lainnya. Pada gambar 2.7a memperlihatkan system kerangka yang dikonversikan menjadi

system yang ditunjukkan pada gambar 2.7b.

Sistem kerangka daerah perbatasan

(29)

Bagian balok perbatasan yang terletak pada dinding geser dianggap sebagai daerah tegar, dan

ujung balok lainnya dikonversi menjadi tumpuan rol yang berjarak LBe dari garis pusat

dinding.Titik tumpuan rol bisa dianggap terletak di antara tengah bentang balok dan kolom

sesuai dengan kondisi pengekangan kolom. rasio kekakuan balok efektif (kbe).

………(2.24)

Diman :

IB = inersia balok

λ = daerah tegar balok

K = kekakuan standar

(30)

a).Deformasi akibat gempa b).Diagram tegangan pada portal

Gambar 2.9

a).Deformasi yang terjadi akibat adanya perbatasan b).diagaram tegangan portal

Gambar 2.10

Gaya gempa bekerja pada suatu portal seperti pada gambar 2.9, deformasi dan diagram

tegangan akan seperti pada gambar 2.10 dan dinding akan dikekang oleh portal terbuka yang

(31)

dan portal yang tegak lurus.Dimana pada balok pengekangan dari portal yang sebidang

berhubungan langsung dengan dinding, dimana putaran sudut dan deformasi dalam arah

vertikal dititik kumpul kolom-kolomyang berdekatan diabaikan.

2.3. Metode Analisa

Perhitungan tegangan dan deformasi dengan metode pendekatan untuk dinding geser yang

berhubungan dengan portal pada semua tepinya bisa dilakukan dengan prosedur berikut :

(1). Metode Pendekatan untuk menghitung Pengekangan Portal yang Sebidang.Bila gaya

[image:31.612.237.390.347.504.2]

lateral bekerja pada suatu portal seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut :

(32)

Deformasi dan diagram tegangan akan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.12 berikut

:

a).Deformasi akibat gempa

b).Diagram tegangan pada portal

(33)

A =

B =0

Dinding akan dikekang oleh portal terbuka yang dihubungkan disekeliling dinding. Pengekangan

ini timbul dari daya tahan portal yang sebidang dan portal yang tegak lurus. Pada dasarnya,

pengekangan dari portal yang sebidang dianggap merupakan aksi dari balok yang dihubungkan

langsung dengan dinding. Pada balok ini “putaran sudut dan deformasi dalam arah vertikal di

titik kumpul kolom-kolom yang berdekatan dengan dinding (pada garis pusatnya) dan momen

pengekang dari balok bisa diperoleh dengan cara yang sederhana.

[image:33.612.361.526.330.498.2]

Momen perlawanan balok yang berdekatan, MR, akibat putaran θ di dinding dapat dilihat dari

gambar berikut :

Gambar 2.13 Gambar momen perlawanan pada balok

MR = MA + QAB x La...(2.25)

= MA + ( MA + MB) x La/L

Dimana : MA = 2 Ekkb (2θA-3RAB)

(34)

Mb = 2 Ekkb (θA-3RAB)

= momen lentur di titik kumpul lainnya pada balok

l = panjang balok

la = jarak antara garis pusat dan tepi dinding

kB = rasio kekakuan balok

θA adalah putaran sudut di titik A dan sama besar dengan putaran sudut dinding θ

(putaran sudut di titik c), sedang RAB adalah putaran sudut balok yang bisa ditulis sebagai :

... ...(2.26)

Apabila persamaan (2.26) di sbstitusi ke persamaan (2.25) akan diperoleh :

MR = 6 EK θ x kBe...(2.27)

Dimana : b Be

xk

l

l

x

l

l

x

K





+

+

=

2

2

2

3

2

α α

...(2.28)

Bila : la =

2 l

kBe = 2.17 kB (bila balok hanya ada disalah satu tepi dinding)

kBe = 4.33 kB ( bila balok ada di kedua tepi dinding)

(2). Persamaan Dasar yang Melibatkan Putaran Sudut Titik Kumpul Dinding

Persamaan dasar yang berkaitan dengan putaran sudut dinding bisa diturunkan dengan

memakai kekuatan rasio efektif kBe. Dalam hal ini, deformasi geser pada dinding dapat diisolir

dan dihitung secara terpisah, hanya deformasi lentur yang ditinjau. Persamaan untuk kasus ini

(35)

K

wn

ø

n+1

– (K

wn + Kwn-1

+ 6k

ben

)

ø

n

K

wn-1

ø

n-1 = ( Qh )n + ( Qh )n-1...(2.29)

Dimana :

øn = 2Ekθn (θn adalah putaran sudut)

kben = rasio kekakuan efektif balok lantai-n

kWen = rasio kekakuan dinding (kolom dinding) tingkat ke-n

(Qh)n = momen di tingkat ke – n

Gambar 2.14 Pemodelan dinding geser

3). Penyelesaian Persamaan Dasar dan Koefisien Distribusi Gaya Geser

Penyelesaian persamaan dasar sama seperti persamaan linear simultan dengan tiga suku

(36)

dari penyelesaian ini, sedang tegangan dan deformasi dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

Momen perlawanan balok :

MRn = 3kBen

ø

n...(2.30)

Momen lentur kolom dinding :

MWn + M’wn – 1 + MRn = 0 ...(2.31)

Dan

MWn + M’wn – 1 = (Q h )n... (2.32)

Putaran sudut kolom dinding :

R

Mn

=

ø

n

+ ø

n+1

...(2.33)

Koefisien distribusi gaya geser dapat dihitung dari putaran sudut batang akibat lentur, RMn dan

putaran sudut batang akibat deformasi geser, RQn, seperti yang ditulis dalam persamaan berikut

:

D =

X

……….(2.34)

(37)

Strut-and-Tie Model berawal dari “Truss-analogy-model”, dengan memperhatikan pola retak

yang terjadi pada balok beton bertulang akibat beban, digunakan model rangka batang (truss)

untuk menjelaskan aliran gaya (load path) untuk transfer beban P ke tumpuan, yang terjadi

pada struktur beton bertulang dalam keadaan retak (cracked condition). Rangka batang terdiri

dari batang tekan dan batang tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan

diagonal dengan sudut 450 dan batang tarik vertikal. Batang tekan dan batang tarik yang

sejajar diperlukan untuk memikul beban lentur, yang kita peroleh dari standard penulangan

lentur. Tinggi rangka batang ini ditentukan oleh jarak lengan momen dalam d, yang dihitung

untuk posisi dengan posisi maksimum. Batang tarik vertikal adalah penulangan geser yang

dipasang untuk memikul gaya lintang, sedangkan batang tekan diagonal akan dipikul oleh

betonnya sendiri.

2.4 Perencanaan dinding geser

Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur penahan beban gempa pada gedung

bertingkat bisa dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu dengan hanya meninjau gaya-gaya

dalam yang terjadi akibat kombinasi beban gempa) atau dengan konsep desain kapasitas. Pada

bagian berikut ini, kedua konsep desain tersebut akan digunakan.

2.4.1 Konsep Gaya Dalam

Menurut konsep ini dinding geser didesain berdasarkan gaya dalam Vu dan Mu yang terjadi

akibat beban gempa. Konsep desain dinding geser berdasarkan gaya dalam ini pada dasarnya

(38)

beban lateral dengan faktor beban yang sesuai, sedangkan kuat geser nominal, Vn dinding

struktural harus memenuhi:

V

n

A

cv

(

α

c

+

ρ

n

. f

y

)……….(2.35)

dimana:

cv

A

= luas penampang total dinding struktural.

α

= ¼ untuk hw/lw ≤ 1.5 ;

1/6 untuk hw/lw ≥ 2

n

ρ

= rasio penulangan arah horizontal (transversal)

Perlu dicatat bahwa pada persamaan (2.35) di atas pengaruh adanya tegangan aksial yang

bekerja pada dinding geser tidak diperhitungkan. Hal ini berarti bahwa persamaan (2.35)

tersebut di atas akan menghasilkan nilai kuat geser yang bersifat konservatif. Selain itu, agar

penerapan konsep desain geser berdasarkan gaya dalam ini berhasil, maka kuat lebih

(overstrength) desain lentur dinding struktural yang dirancang sebaiknya dijaga serendah

mungkin. Dalam kaitan dengan hal ini, ACI 318-2005 mensyaratkan agar beton dan tulangan

longitudinal dalam lebar efektif flens, komponen batas, dan badan dinding harus dianggap

efektif menahan lentur. Dinding juga harus mempunyai tulangan geser tersebar yang

memberikan tahanan dalam dua arah orthogonal pada bidang dinding. Apabila rasio hw/lw

tidak melebihi 2, rasio penulangan ρ (longitudinal) tidak boleh kurang daripada rasio

(39)

dinding struktural yang perilakunya bersifat brittle) sebaiknya didesain dengan metoda desain

kapasitas. Sebagai alternatif, bilamana kuat geser nominalnya tetap dipertahankan lebih kecil

daripada gaya geser yang timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur nominalnya,

maka dinding struktural tersebut dapat didesain dengan faktor reduksi yang lebih rendah, yaitu

0,55.

2.4.2 Konsep Desain Kapasitas

Berdasarkan ACI 318-2005, struktur beton bertulang tahan gempa pada umumnya

direncanakan dengan mengaplikasikan konsep daktilitas. Dengan konsep ini, gaya gempa

elastik dapat direduksi dengan suatu faktor modifikasi response struktur (faktor R), yang

merupakan representasi tingkat daktilitas yang dimiliki struktur. Dengan penerapan konsep ini,

pada saat gempa kuat terjadi, hanya elemen–elemen struktur bangunan tertentu saja yang

diperbolehkan mengalami plastifikasi sebagai sarana untuk pendistribusian energi gempa yang

diterima struktur. Elemen - elemen tertentu tersebut pada umumnya adalah elemen-elemen

struktur yang keruntuhannya bersifat daktil. Elemen-elemen struktur lain yang tidak

diharapkan mengalami plastifikasi haruslah tetap berperilaku elastis selama gempa kuat terjadi.

Selain itu, hirarki atau urutan keruntuhan yang terjadi haruslah sesuai dengan yang

direncanakan. Salah satu cara untuk menjamin agar hirarki keruntuhan yang diinginkan dapat

terjadi adalah dengan menggunakan konsep desain kapasitas. Pada konsep desain kapasitas,

tidak semua elemen struktur dibuat sama kuat terhadap gaya dalam yang direncanakan, tetapi

ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan

dengan yang lain. Hal ini dibuat demikian agar di elemen atau titik tersebutlah kegagalan

(40)

kantilever, sendi plastis diharapkan terjadi pada bagian dasar dinding dan dalam konsep desain

kapasitas, kuat geser di dasar dinding juga harus didesain.

[image:40.612.200.418.190.384.2]

2.5 Persyaratan dinding geser

Gambar 3.17 Penulangan dinding geser

Pada dinding yang tinggi atau juga dinding geser serta gabungan dinding-dinding seperti pada

dinding core yang paling menentukan adalah beban aksial dan lentur, seperti yang berlaku pada

kolom. Oleh karena itu, prosedur desain dan perhitungan-perhitungan pada kolom juga secara

umum juga dapat diaplikasikan. Detail penulangan untuk dinding berbeda dari penulangan

kolom. Elemen-elemen pembatas mungkin dapat diletakan pada akhir atau sudut bidang

dinding untuk meningkatkan ketahanan momen-nya, seperti pada Gambar 7.33. Struktur

dinding beton berlaku untuk dinding yang menahan beban aksial, dengan atau tanpa lentur.

Dinding harus direncanakan terhadap beban eksentris dan setiap beban lateral atau beban lain

(41)

beban terpusat tidak boleh melebihi jarak pusat ke pusat antar beban, ataupun melebihi lebar

daerah pembebanan ditambah 4 kali tebal dinding.

Dinding harus diangkurkan pada komponen-komponen struktur yang berpotongan dengannya

misalnya lantai dan atap, atau pada kolom, pilaster, sirip penyangga, dan dinding lain yang

bersilangan, dan pada fondasi telapak. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap

luas bruto beton haruslah:

 0,0012 untuk batang ulir yang tidak lebih besar daripada D16 dengan tegangan leleh

yang disyaratkan tidak kurang daripada 400 MPa

 0,0015 untuk batang ulir lainnya

 0,0012 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) yang tidak lebih besar daripada P16

atau D16.

Rasio minimum untuk luas tulangan horizontal terhadap luas bruto beton haruslah:

1) 0,0020 untuk batang ulir yang tidak lebih besar daripada D16 dengan tegangan

leleh yang disyaratkan tidak kurang daripada 400 Mpa

2) 0,0025 untuk batang ulir lainnya

3) 0,0020 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) yang tidak lebih besar

daripada P16 atau D16.

Pada dinding dengan ketebalan lebih besar daripada 250 mm, kecuali dinding ruang bawah

tanah, harus dipasang dua lapis tulangan di masing-masing arah yang sejajar dengan bidang

muka dinding dengan pengaturan sebagai berikut:

1) Satu lapis tulangan, yang terdiri dari tidak kurang daripada setengah dan tidak lebih

(42)

arah, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang daripada 50 mm

dan tidak lebih daripada sepertiga ketebalan dinding dari permukaan luar dinding.

2) Lapisan lainnya, yang terdiri dari sisa tulangan dalam arah tersebut di atas, harus

ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang dari 20 mm dan tidak lebih

dari sepertiga tebal dinding dari permukaan dalam dinding. Jarak antara

tulangan-tulangan vertikal dan antara tulangan-tulangan-tulangan-tulangan horizontal tidak boleh lebih besar

daripada tiga kali ketebalan dinding dan tidak pula lebih besar daripada 500 mm.

Tulangan vertikal tidak perlu diberi tulangan pengikat lateral bila luas tulangan vertikal tidak

lebih besar daripada 0,01 kali luas bruto penampang beton, atau bila tulangan vertikal tidak

dibutuhkan sebagai tulangan tekan. Di samping adanya ketentuan mengenai tulangan

minimum, di sekeliling semua bukaan jendela dan pintu harus dipasang minimal dua tulangan

D16. Batang tulangan ini harus lebih panjang dari sisi-sisi bukaan. Terhadap sudut-sudut

bukaan, batang tulangan harus diperpanjang sejauh jarak yang diperlukan untuk

(43)

BAB III

METODE ANALISA

3.1 Umum

Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat,

yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan batu bata tiruan karena beton memiliki sifat

yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang

sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran bersama semen kering

dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambah dengan air, yang

menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan

mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai

satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam

bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting :

1. Hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya

dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang

terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang

tulangan tipis yang memberikan kepada bahan komposit yakni beton

bertulang kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan.

2. Tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke

(44)

3. Proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen yang sangat

efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang meningkatkan

efisiensi struktur

Beton bertulang selain memiliki kekuatan tarik juga memiliki kekuatan tekan dan karena itu

cocok untuk semua jenis elemen struktur termasuk elemen struktur yang memikul beban jenis

lentur. Beton bertulang juga merupakan bahan yang kuat, dengan demikian beton dapat

digunakan pada berbagai bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan

yang kuat dan elemen-elemen yang ramping. Beton bertulang juga dapat digunakan untuk

membuat struktur bentang panjang, struktur yang tinggi, dan struktur bangunan bertingkat

banyak.

3.2. Material Penyusun Beton bertulang

Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh

bahan-ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta

semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu

kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan

halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat

campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh

seluruh material. Material penyusun beton secara umum dibedakan atas:

1. Semen : bahan pengikat hidrolik.

2 Agregat campuran : bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk

(45)

3. Air

4. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke dalam

spesi-beton dan/atau spesi-beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator',

'retarder' dan sebagainya.Sedangkan produk campuran tersebut dibedakan atas:

1. Batuan-semen: campuran antara semen dan air (pasta semen) yang mengeras

2. Spesi-mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum mengeras;

3. Mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras;

4. Spesi-beton: campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar) dan air

yang belum mengeras;

5. Beton: campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.

3.3 Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh

karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu

dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan

beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja

beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh)

yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan.

3.4 Balok beton

Suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya

momen lentur, akan mengalami deformasi (regangan) lentur. Dalam hal tersebut, regangan

(46)

Regangan-regangan tersebut mengakibatkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan

tekan di bagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah penampang. Karena tulangan baja

dipasangan pada bagian tegangan tarik bekerja yaitu pada bagian bawah, maka secara teoritis

balok ini disebut sebagai balok bertulangan tarik saja. Pada bagian tekan atau bagian atas

penampang umumnya tetap dipasang perkuatan tulangan, tetapi bertujuan untuk membentuk

kerangka kokoh yang stabil pada masing-masing sudut komponen. Tulangan pada balok selain

dipengaruhi oleh beban-beban yang

diterimanya, juga dipengaruhi oleh ukuran dan syarat-syarat tumpuan. Tumpuan dianggap

kaku jika tidak terdapat deformasi. Tiga syarat-syarat tumpuan yang dipertimbangkan:

1. Tumpuan bebas, bila tumpuan mengalami perputaran sudut pada perletakannya.

2. Tumpuan terjepit penuh, bila terdapat jepitan penuh sehingga perputaran tidak mungkin

terjadi.

3. Tumpuan terjepit sebagian, bila tumpuan pada keadaan yang memungkinkan terjadi sedikit

perputaran

3.5 Mekanisme geser dalam struktur beton bertulang

Sebuah balok akibat beban luar maka pada umumnya akan mengakibatkan gaya dalam

seperti gaya momen dalam (M) dan geser (V), seperti pada gambar 3.1. Pada perencanaan

balok beton bertulang, lenturan pada umumnya diperhitungkan terlebih dahulu, kemudian

ukuran penampang dan susunan penulangan diperlukan untuk menghasilkan momen tahanan

yang cukup. Pembatasan diperlukan pada jumlah minimum dari tulangan lentur yang dapat

digunakan, untuk meyakinkan bahwa kegagalan dapat terjadi, ini biasanya akan berlangsung

(47)

Balok yang direncanakan sebanding untuk menahan geser, karena kenyataannya bahwa

kegagalan geser seringkali tiba-tiba dan bersifat getas, perencanaan geser harus mempunyai

kekuatan geser sama atau melebihi dari kekuatan lentur pada semua titik pada balok.

Hal dimana kegagalan geser dapat terjadi sangat bervariasi bergantung pada dimensi,

geometri, pembebanan dan sifat dari balok. Untuk alasan ini tidak ada cara yang lain untuk

merencanakan geser, balok tinggi yang pendek seperti braket, korbel, konsol, perpindahan

geser ke tumpuan adalah dominan akibat tegangan tekan daripada akibat tegangan geser.

a. Balok utuh

(48)

b. Gaya-gaya dalam pada potongan A-A

c. Gaya-gaya dalam pada bagain potongan A-A dan B-B

(49)

3.6 Tegangan pada balok yang utuh

Dari diagram free-body pada gambar 3.1c dapat dilihat bahwa dM/dx = V. Jadi gaya geser dan

tegangan geser akan terjadi pada sebagian balok dimana momen berubah dari penampang ke

penampang. Dengan teori konvensional untuk bahan yang homogen, elastis untuk balok utuh,

tegangan geser (v), pada elemen pada potongan balok dapat dihitung menggunakan

persamaan.:

b I

Q V

. .

=

τ

………. (3.1)

Dimana :

V = Gaya geser pada potongan penampang.

I = Momen inersia dari potongan penampang

Q = Statis momen

b = Lebar dari balok dimana tegangan dihitung

Seharusnya dicatat pula bahwa tegangan geser yang sama terjadi baik pada bidang horizontal

maupun vertikal melalui suatu elemen, seperti ditunjukkan pada gambar 3.2a. Tegangan geser

horizontal adalah penting dalam perencanaan sambungan konstruksi, sambungan badan ke

sayap, atau daerah sekitar lubang pada balok. Untuk balok persegi yang utuh gambar 3.1a

memberikan distribusi tegangan geser seperti pada gambar 3.2b. Elemen-elemen pada gambar

3.2a akibat dikenai kombinasi tegangan normal akibat lentur f dan tegangan geser v. Tegangan

normal terbesar dan terkecil terjadi pada elemen disebut sebagai tegangan utama. Tegangan

(50)
[image:50.612.166.456.143.301.2]

Mohr’s. Arah dari tegangan utama pada elemen seperti pada gambar 3.2a ditunjukkan pada

gambar 3.2c.

a. Tegangan lentur dan geser pada elemen pada bentang geser

b. Ddistribusi tegangan geser

[image:50.612.138.438.472.625.2]

c. Tegangan utama pada elemen pada bentang geser

(51)

Permukaan pada tegangan tarik utama terjadi pada balok yang utuh diplot pada gambar 3.3.

Trayektori permukaan atau tegangan berada di dekat sebelah bawah balok dan lebih mendatar

dekat bagian atas. Ini berhubungan dengan arah dari elemen seperti pada gambar 3.2c, karena

beton retak ketika tegangan tarik utama melewati kekuatan tegangan tarik dari beton, pola

retak akan mengikuti suatu jaringan garis seperti pada gambar 3.3a

P

½ P

a) Trayektori tegangan tekan pada balok yang tidak retak

P

½ P

[image:51.612.164.414.233.380.2]

b) Pola retak dari setengah bentang balok beton bertulang

(52)

Pengamatan secara normal pola retak pada balok beton bertulang melalui percobaan seperti

pada gambar 3.3b. Ada dua jenis retak yang terjadi, retak vertikal terjadi pertama kali, akibat

tegangan lentur. Ini mulai dari bawah balok dimana tegangan lentur terbesar. Jenis kedua

adalah retak miring pada ujung dari balok yang mana akibat dari kombinasi pengaruh geser dan

lentur. Pada umumnya terjadi pada retak miring, retak geser, atau retak tarik diagonal. Suatu

retak sedemikian harus nampak sebelum balok dapat menjadi gagal akibat geser. Beberapa dari

retak miring mempunyai perpanjangan sepanjang penulangan menuju ke arah tumpuan,

memperlemah pengangkuran tulangan pada balok. Suatu analisa mekanisme kegagalan dari

balok dengan tumpuan sederhana ditampilkan di sini. Beton dan tulangan dimodelkan secara

material yang benar-benar kaku.

3.7 Metode model Pengikat Strut-and-Tie Method

3.7.1 Keseimbangan kerangka

Pada balok dengan penulangan geser badan, retak dalam bentang geser dapat menghancurkan

sistem struktur sebenarnya, ini bisa digantikan dengan oleh aksi gaya kerangka (truss) atau

pelengkung atau kombinasi dari keduanya. Aksi kerangka pada kegagalan geser menggunakan

prinsip truss analogy (analogi kerangka).

Model penunjang dan pengikat dikembangkan dari “model analogi kerangka (truss analogy

model)” yang diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899 dan Mörsch pada tahun 1902. Melalui

anggapan pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang yang diakibatkan oleh beban luar

P (gambar 3.4), Morsch menggunakan model analogi kerangka batang (seperti gambar

3.5),dimana rangka batang tersebut terdiri dari batang tekan dan tarik. Untuk menjelaskan jalur

(53)
[image:53.612.132.437.80.204.2]

½ P ½ P

Gambar. 3.4Pola retak pada balok akibat beban P (lentur dan geser)

Gambar 3.5 Analogi kerangka untuk balok struktur bertulang menurutMörsch

Sudut kerangka yang terjepit dianggap memegang peranan penting terhadap dua tipe dari

model kerangka, jepit dan sudut kemiringan yang bervariasi terhadap model penunjang beton

diagonal. Pada suatu sudut kerangka terjepit θ

c diambil sebesar 45 derajat dan merupakan

pendekatan klasik terhadap model dengan pengaruh geser pada balok beton bertulang.

[image:53.612.139.476.231.382.2]
(54)

3.7.2 Model kerangka (truss) 45 o

Ritter pada tahun 1899 dan Mörsch pada tahun 1902 mengembangkan suatu model geser beton

bertulang yang mengabaikan tegangan tarik pada beton yang retak dan mengasumsikan bahwa

tegangan tekanan diagonal akan tetap tinggal pada sudut 45o setelah beton retak (gambar 3.6).

a. Keseimbangan tegangan longitudinal dan diagonal

b. Gaya pada sengkang

Gambar 3.6 Model untuk keseimbangan kerangka dengan sudut 45o

3.7.3 Model sudut kerangka yang bervariasi

Model dengan sudut kerangka bervariasi meliputi dua model truss yang berbeda dan tidak

berhubungan satu dengan yang lainnya. Pertama dikembangkan di Amerika Utara oleh Collins

dari teori elastis-plastis. Yang kedua adalah model kerangka plastis yang dikembangkan di

(55)

θ secara sama kurang dari 45

o

. Persamaan keseimbangan adalah sama untuk teori daerah tekan

(Gambar 3.7). Kompatibilitas regangan dan tegangan tarik beton diabaikan. Jika penulangan

atau beton mencapai kekuatan leleh nya, model variasi sudut kerangka adalah sama seperti

batas bawah dari penyelesaian teori plastisitas seperti yang dijelaskan di awal.

(a) Keseimbangan tegangan diagonal dan longitudinal

b. Gaya pada sengkang

Gambar 3.7 Keadaan keseimbangan untuk sudut kerangka bervariasi yang digunakan pada teori daerah tekan

Satu dari keuntungan utama menggunakan batang kerangka sekarang adalah untuk menetapkan

tahanan elemen dari suatu batang yang merupakan aliran gaya-gaya dapat lebih mudah dilihat

(56)

yang dinamakan penunjang, dan tarik oleh batang-batang tarik seperti gambar 3.8 yang

menunjukkan bagaimana model kerangka yang menggunakan penunjang dan pengikat dapat

mengidealisasikan aliran gaya-gaya dari pada batang dengan variasi perbandingan panjang dan

tinggi. Gambar ini juga menunjukkan penulangan yang dibutuhkan untuk balok langsing, yaitu

suatu balok dengan perbandingan panjang dan tinggi geser atau a/d adalah 2.5, dan suatu aliran

gaya yang tinggi adalah mempengaruhi baik geser dan arah dalam perencanaan. Untuk rasio dari

a/d yang rendah, balok tersebut menjadi daerah yang terganggu atau diskontiniu, dimana

asumsi normal dari regangan datar dan distribusi tegangan yang seragam adalah tidak cocok.

Model penunjang dan pengikat pada umumnya berguna dalam perencanaan di daerah D,

dimana karakteristik oleh aliran yang komplek pada tegangan dalam dari struktur

3.8 Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model)

Berdasarkan penjelasan di atas, model penunjang dan pengikat the strut and tie telah

dimodifikasi untuk anggapan-anggapan yang sesuai dengan teori. Analogi dari sambungan sendi

kerangka (truss) mensimulasi aksi dari balok beton bertulang akibat lentur dan geser. Komponen

longitudinal geser pada daerah tarik adalah analog terhadap suatu batang tarik seperti gambar

3.8a dan 3.8b. Penulangan geser (vertikal atau miring) adalah pengikat tarik, dan beton antara

(57)
[image:57.612.99.484.121.314.2]

c. Aksi kerangka

Gambar 3.8 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana b. Analogi kerangka ke distribusi dari gaya pada balok tinggi

(58)

Ketentuan penunjang dan pengikat disediakan untuk daerah yang terganggu atau diskontiniu yang

dinamakan daerah D dan ketentuan kerangka digunakan untuk balok atau daerah B, walaupun

masing-masing ketentuan menunjukkan suatu titik sendi yang dibuat, tegangan tarik dan tekan

batang uniaksial. Pada daerah B, perilaku balok diharapkan seperti penampang datar akan tetap

datar dan daerah tekanan yang seragam dapat dijumpai terhadap pembebanan geser. Pada daerah

D, jalur pembebanan yang rumit dari beban terpusat, bertemu ke arah tumpuan, atau aliran sekitar

lubang. Sepanjang geser diperhitungkan, perbedaan perilaku dari dua daerah dapat dinyatakan

[image:58.612.122.502.328.415.2]

secara baik, seperti pada gambar 3.9

(59)

3.9 Teori Penunjang dan Pengikat (Strut–and Tie Theory)

3.9.1 Konsep daerah (zona) struktur

Setiap bagian dari struktur adalah berbeda. Itu tergantung pada pembebanan dan sifat fisik dari

struktur tersebut. Seperti yang telah dibahas, struktur beton bertulang akibat lentur dan geser

biasanya mengalami perilaku yang kompleks sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil

sebagai anggapan dalam perumusan analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih

pendekatan perencanaan sedemikian untuk struktur beton, itu perlu untuk mengelompokkan

bagian dari struktur baik sebagai daerah-B, dimana teori balok digunakan, meliputi analisa

regangan linier, dan bagian lain dinamakan daerah diskontiniu, atau daerah D. Kedua daerah ini

dibedakan satu dengan yang lainnya mengikuti sifat sebagai berikut:

1. Daerah B (B berarti Balok atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa Bernoulli distribusi

regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu regangan dalam dapat dengan

mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang (lentur dan torsi, momen, geser dan gaya

aksial). Daerah B direncanakan sebagai basis dari model kerangka.

2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada daerah

pembebanan pada beban terpusat dan pada reaksi tumpuan; atau akan berubah pada suatu

perubahan geometri seperti lubang atau perubahan penampang dan daerah diskontiniu

lainnya (lihat gambar 3.10). Pada daerah ini distribusi regangan secara signifikan menjadi

(60)
[image:60.612.103.447.90.487.2]

Gambar 3.10 Daerah D (bagian yang diarsir) dengan distribusi non linier akibat

a. Diskontiniu geometrid dan b. statikal diskontiniu

Tegangan dan trayektori tegangan adalah cukup halus pada daerah B dibandingkan pola

gelombang dekat daerah diskontiniu. Intensitas tegangan bertambah secara cepat terhadap

jarak dari konsentrasi tegangan sebenarnya. Perilaku ini merupakan penandaan daerah B dan D

pada struktur. Sepanjang daerah D tidak retak, ini dapat dianalisa dengan metode tegangan

elastis linier, seperti penerapan hukum Hooke, Akan tetapi jika penampang retak, pendekatan

B D B B D

B D

D B

B D

D B

B D

(61)

perencanaan yang dapat diterima hanya untuk beberapa kasus seperti tumpuan balok, sudut

portal, korbel dan tarikan pemisah pada angkur beton prategang. Bahkan pendekatan ini

biasanya hanya untuk untuk perencanaan dengan sejumlah penulangan yang dibutuhkan, ini

tidak meliputi suatu kontrol yang jelas terhadap tegangan beton. Akan tetapi sub pembagian

dari struktur ke dalam daerah B dan daerah D adalah nilai yang bisa dianggap untuk memahami

gaya-gaya dalam pada struktur. Itu juga menunjukkan bahwa aturan l/h yang sederhanauntuk

mengelompokkan balok, balok tinggi, panjang atau pendek, korbel dan kasus-kasus khusus yang

ditemukan. Untuk klasifikasi yang sebenarnya, baik geometri dan beban harus diikutseratakan.

Untuk memperoleh garis pembagian yang berbeda antara daerah B dan daerah D, prosedur

berikut diusulkan, dimana secara grafik dijelaskan oleh empat contoh seperti digambarkan pada

gambar 3.11:

1. Ganti struktur yang sebenarnya (i) dengan struktur khayal (ii) dimana dibebani sedemikian

sehingga memenuhi dengan hipotesa Bernouli dan memenuhi syarat keseimbangan pada

gaya-gaya penampang. Karena (ii) terdiri dari satu atau beberapa daerah B. Itu biasanya

melewati kondisi batas yang sebenarnya.

2. Pilih suatu keadaan keseimbangan tegangan sendiri seperti pada gambar (iii) dimana, jika

beban hidup pada gambar (ii) memenuhi kondisi batas yang benar (i).

3. Gunakan prinsip Saint-Venant dan temukan bahwa tegangan dapat diabaikan pada suatu

jarak dari keseimbangan gaya dimana dengan perkiraan sama dengan jarak maksimum

(62)

+ =

[image:62.612.124.423.91.660.2]

Gambar 3.11a Kolom dengan beban titik

(63)
[image:63.612.142.470.96.381.2]

Gambar 3.12c Balok dengan tumpuan langsung

Di sini dijelaskan bahwa balok beton yang retak mempunyai kekakuan dan arah yang berbeda.

Keadaan ini mungkin mempengaruhi perluasan daerah D tetapi tidak perlu untuk membahas

lebih lanjut karena prinsip dari Saint-Venant itu sendiri tidak mempunyai nilai yang presisi

(tepat) dan membagi garis antara daerah B dan D diusulkan di sini hanya menampilkan suatu

(64)

3.10 Komponen dari model penunjang dan pengikat

Model penunjang dan pengikat terdiri dari bagian penunjang untuk tekan beton, batang

tulangan sebagai bagian pengikat untuk tarik dan sambungan atau daerah-daerah nodal. Suatu

konsep kerja rangka dimana distribusi tegangan pada struktur diidealisasikan dari elemen

dengan material dan fungsi tertentu.

3.10.1 Analisa dari penunjang

3.10.1.1 Penunjang secara umum (komponen strut-and-tie model)

Strut and Tie model adalah suatu model truss (rangka batang)yang mereduksi suatu struktur

kompleks menjadi suatu model truss sederhana yang mudah dimengerti.Dalam model strut and

tie hanya gaya aksial (tarik/tekan) yang bekerja.Penunjang adalah batang-batang tekan dari

model penunjang dan pengikat dan menunjukkan daerah tegangan beton yang mempunyai

tegangan tekan utama adalah dominan sepanjang garis tengah dari penunjang. Dimana sebagai

batang tekan dari mekanisme kerangka mempunyai momen tahanan dan sebagai penunjang

diagonal yang akan memindahkan geser ke tumpuan. Penunjang diagonal pada umumnya

mempunyai arah yang paralel terhadap sumbu retak yang diharapkan. Akan tetapi bentuk aktual

dari penunjang dapat diperkuat oleh tulangan baja dan untuk hal ini akan dinamakan penunjang

tulangan. Penunjang sering diidealisaikan sebagai batang prismatis yang runcing yaitu bervariasi

sepanjang penampangnya, seperti pada gambar 3.12b, seperti beton lebih lebar pada bagian

tengah pada penunjang dibandingkan bagian ujungnya. Penunjang adalah bervariasi pada

lebarnya yang kadang-kadang diidealisaikan sebagai bentuk botol seperti pada gambar 3.12b

atau diidealisaikan menggunakan kerangka lokal seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12c.

Penyebaran dari gaya tekan memberikan kenaikan pada tarikan melintang, dimana mungkin

(65)

penulangan dalam arah melintang, itu mungkin gagal setelah retak ini terjadi. Jika tulangan

melintang cukup memadai tersedia, penunjang akan gagal oleh hancur. Pada model penunjang

dan pengikat, penunjang tekan ditunjukkan oleh garis putus-putus sepanjang sumbu dari

penunjang. Penunjang tarik ditunjukkan oleh garis garis linier.

[image:65.612.108.465.188.514.2]

(66)

Adapun komponen dalam model strut-and-tie adalah:

Strut

Strut atau batang tekan merupakan batang uniaxial tekan dan tegangannya adalah tegangan

tekan efektif beton pada saat beban mencapai batasnya.Strut tersebut memiliki lebar dan tebal

tertentu yang besarannya tergantung pada gaya batang serta tingkat tegangan yang

diijinkan.Strut beton dalam keadaan tekan dan tie beton dalam keadaan tarik cenderung

menyebar ketitik simpul,Ada tiga jenis dari penyebaran ga

Gambar

Gambar 1.3a Pemodelan strut and tie pada     Gambar 1.3b Pembesian dinding geser
Gambar 2.2 letak dinding geser
Gambar 2.11 Gaya lateral yang bekerja pada portal
gambar berikut :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode Strut and Tie membagi elemen struktur menjadi dua bagian yaitu daerah B ( Beam atau Bernoulli ) dan daerah D ( Disturbed atau Discontinued ) yaitu bagian struktur

Metode Strut and Tie membagi elemen struktur menjadi dua bagian yaitu daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah D (Disturbed atau Discontinued) yaitu bagian struktur yang

Metode Strut and Tie membagi elemen struktur menjadi dua bagian yaitu daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah D (Disturbed atau Discontinued) yaitu bagian struktur yang

T waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik yang menentukan besarnya faktor respons gempa struktur gedung dan kurvanya ditampilkan dalam

mempertimbangkan beberapa faktor salah satunya adalah keamanan.Semakin tinggi suatu gedung maka resiko untuk menahan gaya lateral, terutama akibat beban gempa

Adanya dinding bata memberi kontribusi yang signifikan terhadap ketahanan struktur bangunan beton bertulang dalam menerima beban lateral seperti beban gempa, walaupun

Dalam merencanakan dinding geser yang berfungsi untuk menahan gaya lateral yang besar akibat beban gempa tidak boleh runtuh akibat gaya lateral karena apabila dinding geser runtuh

Struktur rangka kaku adalah jenis struktur bangunan gedung yang terdiri dari elemen-elemen linier yang dihubungkan pada ujung-ujungnya oleh titik hubung yang mencegah rotasi relatif, sehingga mampu menahan beban lateral seperti angin dan