ANALISA PREFERENSI PEMILIHAN RUTE TERPENDEK
JARINGAN JALAN
(STUDI KASUS PERUMNAS SIMALINGKAR – PUSAT KOTA
MEDAN)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk
Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
ROY EKAPUTRA TARIGAN
040404005
SUB JURUSAN TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak
“Analisa Preferensi Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan (Studi Kasus Perumnas Simalingkar–Pusat Kota Medan)”
Oleh: Roy Eka Putra Tarigan ( 04 0404 005)
Pencarian rute terpendek merupakan satu masalah yang banyak dibahas dalam transportasi, misalnya seorang pengguna jalan ingin melakukan perjalanan dari suatu tempat asal ke tempat tujuan, dimana dalam melakukan perjalanan tersebut pengguna tentu akan menggunakan rute terpendek dari beberapa rute yang menghubungkan asal dengan tujuannya. Dapat dilihat bahwa, penentuan rute terpendek memegang peranan penting karena dapat mengefisiensikan jarak, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai suatu daerah tujuan tertentu.
Rute yang ditempuh oleh pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari umumnya hanyalah rute yang sering (biasa) dilalui ataupun rute yang dianggab terpendek berdasarkan persepsi pribadi/orang lain yang pada kenyataannya hal tersebut belum tentu benar. Sebagai contoh, terkadang rute dengan jarak yang pendek mempunyai tingkat kemacetan yang lebih tinggi sehingga waktu tempuh lebih lama dibanding rute yang sedikit lebih panjang tetapi tingkat kemacetannya rendah. Hal ini disebabkan karena masih tingginya persepsi pengguna jalan bahwa rute yang pendek merupakan rute dengan waktu terpendek (tercepat). Dari hasil penelitian diperoleh rute terpendek dengan perhitungan (baik dengan algoritma Dijkstra maupun Floyd-Warshall) dan hasil wawancara/kuisioner. Dimana terlihat bahwa hanya terdapat 33% pengguna jalan yang memilih rute tersebut, sama dengan rute yang diperoleh dari hasil perhitungan, sedangkan pengguna jalan lainnya (67%) hanya berdasarkan anggapan/persepsi dimana rute yang dipilihnya merupakan rute terpendek.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan untuk menempuh ujian sarjana
pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun
judul tugas akhir ini adalah “Analisa Preferensi Pemilihan Rute Terpendek Jaringan
Jalan (Studi Kasus Perumnas Simalingkar–Pusat Kota Medan)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan Tugas Akhir ini
banyak sekali bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati
penulis menyampaikan rasa terimaksih yang sebesar – besarnya :
1. Tuhan Yesus Kristus, untuk segala penyertaan, kasih berkat dan rahmatnya.
2. Bapak Medis S. Surbakti, ST, MT sebagai Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan memberikan masukan yang sangat berharga dalam
penyusunan Tugas Akhir saya ini hingga selesai.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Ir. Terunajaya, MSc sebagai sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan
waktu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
6. Istimewa teruntuk orang tua tercinta, M. Tarigan dan R. br Barus yang
senantiasa mencurahkan segenap kasih sayang dan dukungan baik dari segi
7. Untuk saudara penulis, Rico Rinaldi Tarigan, Mitra, Mega, Krisman, dan
Salomo terimakasih buat dukungannya kepada penulis.
8. Buat sahabat-sahabatku (Leo, Benny, Bolon, Mike, Sondang, Erwin, Wal’ud,
Mayjen, Maijer, Ella, B’Ramon, Topan, Burian, Alex, Nahor, Jaka, Cikel,
Izal, Suryo, Nuek, Josep, Mario, Andre, Budi, Emir, Christoper, Ical, Gabe,
ALL), anak2 kost Kamboja 02 & 40A, terimakasih untuk setiap dukungan dan perhatiannya.
9. Buat semua teman – teman Angkatan 2004 yang telah memberikan warna
pada kehidupan penulis, yang memberikan setetes air pada jiwa yang kering,
terimakasih buat kebersamaan kita selama ini.
10.Buat Highway Laboratory Community (Maijer, Syawal, Rauf, Atta, Gabe,
Markus, Monang, Alpri, Apri, Sam, Malvin, Olim), terima kasih untuk setiap
dukungan dan kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta referensi yang penulis miliki.
Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan pada masa –
masa mendatang.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR GRAFIK ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Umum ... I-1
I.2 Latar Belakang ... I-2
I.3 Tinjauan Penelitian ... I-3
I.4 Pembatasan Masalah ... I-4
I.5 Metodologi Penelitian ... I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 Pengertian ... II-1
II.1.2 Pemodelan Transportasi ... II-3
II.1.2.1 Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
(Trip Generation and Trip Attraction) ... II-6
II.1.2.2 Pemodelan Sebaran Perjalanan (Trip Distribution) II-7
II.1.2.3 Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Modal Split) ... II-8
II.1.2.4 Pemodelan Pemilihan Rute Perjalanan
(Traffic Assigment) ... II-8
II.2 Transportasi dan Masalah Kemacetan ... II-12
II.3 Tinjauan Masalah Daerah Kajian, Zona dan Ruas ... II-14
II.3.1 Daerah Kajian ... II-14
II.3.2 Zona ... II-15
II.3.3 Ruas ... II-16
II.4 Pemilihan Rute Jaringan Jalan ... II-17
II.4.1 Umum ... II-17
II.4.2 Faktor Penentu Utama Pemilihan Rute ... II-23
II.4.3 Model Analisis Pemilihan Rute ... II-25
II.5 Pemilihan Rute Terpendek Pada Jaringan Jalan (Shortest Path) ... II-27
II.6.1 Pengenalan Algoritma Djikstra ... II-30
II.6.1.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Djikstra ... II-31
II.6.1.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra ... II-34
II.6.2 Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall ... II-37
II.6.3 Pengenalan Algoritma Bellman-Ford ... II-38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Umum ... III-1
III.2 Rencana Kerja ... III-4
III.2.1 Studi Pendahuluan dan Kajian Pustaka ... III-4
III.2.2 Perancangan dan Pelaksanaan Survei Pendahuluan ... III-4
III.2.3 Perancangan dan Pelaksanaan Survei Penelitian ... III-5
III.2.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... III-7
III.2.5 Kompilasi Data ... III-8
III.2.6 Uji Metode Algoritma ... III-8
III.2.7 Analisis Perbandingan Pemilihan Rute Terpendek dari
Kuisioner (Pengguna Jalan) dengan Hasil dari Metode
Algoritma ... III-8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisa Waktu Perjalanan ... IV-1
IV.1.1 Analisa Jaringan Jalan pada Jam Sibuk (On Peak) ... IV-3
IV.1.2 Analisa Jaringan Jalan pada Jam Tidak Sibuk (Off Peak) .. IV-11
IV.2 Analisis Pencarian Rute Terpendek Jaringan Jalan ... IV-27
IV.2.1 Metode Algoritma Dijkstra ... IV-27
IV.2.2 Metode Algoritma Floyd-Warshall ... IV-40
IV.2.3 Hasil Perhitungan Pemilihan Rute Terpendek ... IV-45
IV.3 Karakteristik Pemilihan Rute Terpendek oleh Masyarakat
(Pengguna Jalan) ... IV-46
IV.3.1 Survei Pemilihan Rute ... IV-46
IV.3.2 Latar Belakang Pemilihan Rute ... IV-49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ... V-1
DAFTAR ISTILAH
Algoritma : Kumpulan instruksi/perintah yang dibuat secara jelas dan
sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk
penyelesaian suatu masalah.
Cost : Biaya perjalanan (Waktu)
Edge Weights : Bobot-bobot sisi
Greedy Alghotihm : Algoritma rakus/tamak
Node/Vertex : Titik Simpul
On peak : Waktu sibuk
Off Peak : Waktu tidak sibuk
Shortest Path : Jarak Terpendek
Time : Waktu Perjalanan
Trip : Jumlah Perjalanan
Vertek : Garis Penghubung titik simpul
Weight : Bobot/jarak
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Pengelompokan Mode Pemilihan Rute ... II-25
4.1 Data Waktu Tempuh Rute I ... IV-3
4.2 Data Waktu Tempuh Rute II ... IV-4
4.3 Data Waktu Tempuh Rute III ... IV-5
4.4 Data Waktu Tempuh Rute IV ... IV-6
4.5 Data Waktu Tempuh Rute V ... IV-7
4.6 Data Waktu Tempuh Rute VI ... IV-8
4.7 Data Waktu Tempuh Rute VII ... IV-9
4.8 Data Waktu Tempuh Rute VIII ... IV-10
4.9 Data Waktu Tempuh Rute I ... IV-11
4.10 Data Waktu Tempuh Rute II ... IV-12
4.11 Data Waktu Tempuh Rute III ... IV-13
4.12 Data Waktu Tempuh Rute IV ... IV-14
4.13 Data Waktu Tempuh Rute V ... IV-15
4.15 Data Waktu Tempuh Rute VII ... IV-17
4.16 Data Waktu Tempuh Rute VIII ... IV-18
4.17 Data Waktu Tempuh Rute Terpendek dari Hasil Aplikasi .... Algoritma
Dijkstra IV-39
4.18 Urutan Simpul Hasil Algoritma Floyd-Warshall ... IV-43
4.19 Data Waktu Tempuh Rute Terpendek dari Hasil Aplikasi
Algoritma Floyd-Warshall ... IV-45
4.20 Jumlah Responden Pemilih/Pengguna Rute ... IV-48
4.21 Latar belakang Pemilihan Rute ... IV-50
4.22 Panjang dan Lama Lintas Tempuh tiap Rute dari Hasil Survei ... Lapangan
IV-51
4.23 Hal-hal yang Biasa Menghambat Perjalanan ... IV-53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Tabel Halaman
1.1 Bagan Alir Penelitian ...I-6
2.1 Bagan Alir (Flowchart) Konsep Perencanaan Transportasi
Empat Tahap ... II-10
2.2 Sketsa Daerah Kajian Sederhana ... II-17
2.3 Contoh Gambar Pemilihan Rute Alternatif ... II-22
2.4 Rute Terpendek ... II-29
2.5 Gambar Algoritma Dijkstra ... II-33
4.1 Rute I ... IV-19
4.2 Rute II ... IV-20
4.3 Rute III ... IV-21
4.4 Rute IV ... IV-22
4.5 Rute V ... IV-23
4.6 Rute VI ... IV-24
4.7 Rute VII ... IV-25
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul Grafik Halaman
4.1 Jumlah Responden Pemilih/Pengguna Rute ... IV-48
4.2 Latar belakang responden pada pemilihan rute ... IV-50
4.3 Perbandingan Waktu Tempuh tiap Rute pada Jam Sibuk dan
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Peta kota Medan
LAMPIRAN B Format Kuisioner
Abstrak
“Analisa Preferensi Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan (Studi Kasus Perumnas Simalingkar–Pusat Kota Medan)”
Oleh: Roy Eka Putra Tarigan ( 04 0404 005)
Pencarian rute terpendek merupakan satu masalah yang banyak dibahas dalam transportasi, misalnya seorang pengguna jalan ingin melakukan perjalanan dari suatu tempat asal ke tempat tujuan, dimana dalam melakukan perjalanan tersebut pengguna tentu akan menggunakan rute terpendek dari beberapa rute yang menghubungkan asal dengan tujuannya. Dapat dilihat bahwa, penentuan rute terpendek memegang peranan penting karena dapat mengefisiensikan jarak, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai suatu daerah tujuan tertentu.
Rute yang ditempuh oleh pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari umumnya hanyalah rute yang sering (biasa) dilalui ataupun rute yang dianggab terpendek berdasarkan persepsi pribadi/orang lain yang pada kenyataannya hal tersebut belum tentu benar. Sebagai contoh, terkadang rute dengan jarak yang pendek mempunyai tingkat kemacetan yang lebih tinggi sehingga waktu tempuh lebih lama dibanding rute yang sedikit lebih panjang tetapi tingkat kemacetannya rendah. Hal ini disebabkan karena masih tingginya persepsi pengguna jalan bahwa rute yang pendek merupakan rute dengan waktu terpendek (tercepat). Dari hasil penelitian diperoleh rute terpendek dengan perhitungan (baik dengan algoritma Dijkstra maupun Floyd-Warshall) dan hasil wawancara/kuisioner. Dimana terlihat bahwa hanya terdapat 33% pengguna jalan yang memilih rute tersebut, sama dengan rute yang diperoleh dari hasil perhitungan, sedangkan pengguna jalan lainnya (67%) hanya berdasarkan anggapan/persepsi dimana rute yang dipilihnya merupakan rute terpendek.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak
terhadap perkembangan kota-kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama
dalam perkembangan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya,
diiringi dengan pertumbuhan wilayah perkotaan terutama di kota besar dan
kota-kota pendukung sekitarnya. Oleh karena penyebaran kegiatan ekonomi, sosial, dan
budaya tidak terpusat di suatu wilayah saja, maka diperlukan aktivitas perjalanan dari
suatu wilayah ke wilayah lainnya. Meningkatnya jumlah perjalanan ini akan
mengakibatkan timbulnya masalah kemacetan jika tidak diiringi dengan
pengembangan infrastruktur, seperti prasarana jalan, alat kelengkapan jalan dan
manajemen lalu lintas yang baik.
Dewasa ini jaringan jalan di kota besar di Indonesia (termasuk kota Medan)
mengalami permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas
yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi pertumbuhan ekonomi,
kepemilikan kenderaan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan
lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien. Ketidaklancaran
arus lalu lintas ini menimbulkan biaya tambahan, tundaan, kemacetan dan
bertambahnya polusi udara dan suara. Pemerintah telah banyak melakukan usaha
hambatan, jalan lingkar maupun melakukan pembatasan kenderaan di suatu ruas jalan
tertentu.(Ofyar, 2000).
Dalam melakukan aktivitas perjalanannya, setiap pelaku perjalanan akan
mencoba mencari rute terbaik masing-masing yang meminimumkan biaya
perjalanannya. Selain untuk mengefisiensikan jarak, waktu, dan biaya yang
dibutuhkan untuk menuju suatu tempat tujuan tertentu ataupun sebaliknya bagi
pengguna/pelaku perjalanan, juga dapat mengurangi dampak kemacetan dengan
pendistribusian/sebaran pergerakan perjalanan.
I.2 Latar Belakang
Kota Medan sebagai ibukota propinsi Sumatera Utara, memiliki
perkembangan yang pesat dalam kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan kegiatan
lainnya. Maka hal yang wajar apabila aktivitas penduduk yang relatif tinggi seiring
dengan kegiatan perjalanannya. Dalam melakukan perjalanaan dari suatu tempat ke
tempat lainnya terdapat rute/jalur yang berbeda-beda. Banyaknya pilihan jenis
jalur/rute lalu lintas yang akan ditempuh dari suatu daerah ke daerah lainnya menuntut
adanya pemilihan rute terpendek, sehingga dapat mengefisiensikan jarak, waktu, dan
biaya yang dibutuhkan untuk mencapai daerah tujuan tersebut.
Pada umumnya rute yang ditempuh oleh pelaku perjalanan dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari hanyalah rute yang sering (biasa) dilalui, dianggap terpendek
ataupun rute terpendek berdasarkan persepsi (pendapat) orang lain, padahal belum
tentu rute tersebut optimal dari segi waktu tempuh. Sebagai contoh, terkadang rute
yang pendek mempunyai tingkat kemacetan yang lebih tinggi sehingga waktu tempuh
lebih lama dibanding rute yang sedikit lebih panjang tetapi tingkat kemacetannya
rute dengan jarak yang pendek merupakan rute dengan waktu terpendek (tercepat).
Seiring dengan makin mahalnya biaya bahan bakar (BBM), maka kebutuhan untuk
menempuh rute yang terpendek dari segi waktu tempuh juga semakin mendesak.
Dalam pemilihan rute terpendek, metode pemilihan rute yang umum
digunakan adalah Jarak Terpendek (Shortest Path) yaitu jarak minimum yang
diperlukan oleh suatu moda transportasi untuk mencapai suatu tempat dari tempat
tertentu yang didasarkan pada pendekatan terhadap biaya termurah dan waktu
tercepat.
Dalam penelitian mengenai rute terpendek jaringan jalan ini, akan
dianalisis pemilihan rute dari hasil perhitungan di lapangan dengan persepsi pengguna
perjalanan. Selain itu, juga akan ditinjau apakah pengguna perjalanan memikirkan
kondisi (alasan tertentu) dalam melakukan pemilihan rute atau lebih kepada metode
trial-error (coba-coba) dengan asumsi bahwasanya rute yang terpilih adalah rute
terpendek. Berdasarkan latar belakang inilah penulis ingin mengangkat masalah ini
dalam tugas akhir dengan judul ” Analisa Preferensi Pemilihan Rute Terpendek
Jaringan Jalan ”.
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan rute terpendek jaringan jalan berdasarkan persepsi masyarakat
dan dari hasil perhitungan.
2. Menganalisa pemilihan rute oleh masyarakat dengan rute yang diperoleh dari
I.4 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Penelitian ini mengambil rute jalan dalam kota Medan, dimana Perumnas
Simalingkar A (bangkitan) sebagai asal dan Pusat Kota Medan (tarikan)
sebagai tujuan perjalanan.
2. Penelitian dilakukan untuk menentukan perbandingan waktu tempuh yang
paling pendek yang dapat ditempuh dari asal ke tujuan dengan menempuh
berbagai rute jalan dari Perumnas Simalingkar A ke Pusat kota Medan.
3. Pengambilan data hanya dilakukan di beberapa titik jalan tertentu (tidak semua
ruas jalan), hanya ruas jalan yang menghubungkan daerah asal Perumnas
Simalingkar A dengan tujuan Pusat Kota Medan
4. Teori pemilihan rute jalan yang digunakan adalah Jarak Terpendek (Shortest
Path) yaitu didasarkan pada pendekatan terhadap jarak dan waktu rute yang
dilalui suatu moda dari daerah satu ke daerah lainnya.
I.5 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Studi literatur yaitu mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan tugas
akhir ini yang bersumberkan buku-buku serta referensi jurnal sebagai
pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk mengkaji penelitian ini.
Dalam penelitian ini digunakan dua data sumber yaitu :
1. Data primer diperoleh melalui metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan melakukan teknik wawancara dan survei lapangan.
Teknik wawancara yaitu dengan membagikan kuisioner dan
membandingkan beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
pemilihan rute jalan, apakah karena kebiasaan, atau memang rute
tersebut adalah rute tercepat dengan waktu tersingkat sehingga dengan
melakukan perbandingannya kita dapat menganalisa jaringan jalan
mana yang merupakan rute terpendek yang dapat mengefisiensikan
waktu dan tenaga. Survei lapangan dilakukan dengan melibatkan
beberapa surveyor menggunakan kenderaan/mobil pribadi, melewati
rute yang ditentukan dengan kecepatan kenderaan mengikuti arus lalu
lintas sehingga diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk menempuh
rute tersebut.
2. Data sekunder diperoleh dari data data instansi terkait misalnya, peta
jaringan jalan maupun pengamatan lapangan yang berupa data-data
mengenai jarak asal ke tujuan, waktu tempuh, kondisi jaringan jalan,
kecepatan rata-rata pada jaringan jalan, banyaknya lampu merah setiap
persimpangan ruas-ruas jaringan tersebut.
3. Melakukan analisa dan pengolahan data yang menyangkut situasi di lapangan.
Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian
Mulai
Studi Pendahuluan
Kajian Pustaka
Pengumpulan Bahan dan Studi Literatur
Data Primer • Survei lapangan • Kuisioner
Data Sekunder
• Peta Jaringan jalan kota Medan • Hasil Perkiraan Jarak, volume
pada ruas jalan
Kompilasi Data
Analisis Data dan Pembahasan • Pemilihan rute oleh kuisioner/responden
• Penentuan rute terpendek dengan cara perhitungan • Analisis perbandingan pemilihan rute dari kuisioner
dengan hasil perhitungan.
Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sistem Transportasi
II.1.1 Pengertian
Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel
lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem adalah gabungan
beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Sedangkan transportasi itu
sendiri adalah kegiatan pemindahan barang-barang/penumpang dari suatu tempat ke
tempat lain. Sehingga sistem transportasi dapat diartikan sebagai gabungan dari
beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan dalam hal pengangkutan
barang/manusia oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi.
Sistem transportasi berawal dari perangkutan sederhana sejalan dengan sejarah
manusia berpindah/ bergerak suatu tempat (A) ke tempat yang lain (B) dengan
membawa/mengangkut apa saja yang diperlukan namun dalam kondisi yang terbatas.
Pergerakan yang dilakukan manusia kini berkembang dengan menggunakan tenaga
hewan. Sehingga daya angkut dan jarak angkut semakin besar. Selanjutnya revolusi
industri, dengan diciptakannya tenaga mesin kendaraan (mobil, KA, pesawat terbang
dan kapal laut) hasil daya angkut, jarak, maupun waktu hampir tak terbatas. Manusia,
hewan, dan kendaraan merupakan perangkutan karena orang/kendaraan bergerak dari
satu tempat ketempat lain, sehingga timbullah lalu lintas (traffic).
Untuk memindahkan barang/orang dari satu tempat ke tempat lain diperlukan
yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pergerakan (lalu lintas) dikenal trip (bepergian)
dan travel (perjalanan) perjalanan, yaitu :
1. Trip (bepergian)
Berhubungan erat dengan asal (origin) dan tujuan (destination). Trip
(bepergian) adalah pergerakan orang/barang antara dua tempat terpisah
dengan perhitungan berapa kali satu hari mengadakan bepergian.
2. Travel (perjalanan)
Berhubungan dengan lintasan (kecepatan) dan kendaraan (sarana). Travel
(perjalanan) adalah proses perpindahan/pergerakan dari satu tempat ke
tempat lain dengan perhitungan berupa: biaya, waktu, jarak lintasan dan
keadaan/kondisi sepanjang jalan.
Pentingnya sistem transportasi dalam perkembangan dunia bersifat
multidimensi. Sebagai contoh, salah satu fungsi dasar dari transportasi adalah
menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para pembuat barang
dengan para konsumennya. Dari sudut pandang yang lebih luas, fasilitas transportasi
memberikan aneka pilihan untuk menuju ke tempat kerja, pasar dan sarana rekreasi,
serta menyediakan akses ke sarana sarana kesehatan, pendidikan, dan sarana lainnya.
Bentuk fisik dari kebanyakan sistem transportasi tersusun atas empat elemen
dasar :
1. Sarana Perhubungan ( link ) : jalan raya atau jalur yang menghubungkan dua
titik atau lebih. Pipa, jalur darat, jalur laut, dan jalur penerbangan juga dapat
2. Kenderaan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari satu titik ke titik
lainnya di sepanjang sarana perhubungan. Mobil, bis, kapal, dan pesawat
terbang adalah contoh contohnya.
3. Terminal : titik titik dimana perjalanan orang dan barang dimulai atau
berakhir. Contoh : garasi mobil, lapangan parkir, gudang bongkar
muat,terminal bis, dan bandara udara.
4. Manjemen dan tenaga kerja : orang orang yang membuat, mengopreasikan,
mengatur, dan memelihara sarana perhubungan, kenderaan, dan terminal.
Kempat elemen di atas berinteraksi dengan manusia, sebagai pengguna
maupun non pengguna sistem, dan berinteraksi pula dengan lingkungan.
II.1.2 Pemodelan Transportasi
Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk
menggambarkan dan menyederhanakan suatu realita (keadaan sebenarnya) secara
terukur. Semua model merupakan penyederhanaan dari realita untuk mendapatkan
tujuan tertentu, yaitu penjelasan dan pengertian yang lebih mendalam serta untuk
kepentingan peramalan.
Model dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :
1. Model fisik, yaitu model yang memperlihatkan dan menjelaskan suatu
objek yang sama dengan skala yang lebih kecil sehingga didapatkan
gambaran yang lebih jelas dan rinci serta terukur mengenai prilaku objek
tersebut jika dibangun dalam skala sebenarnya. Misalnya :
Model teknik (model pengembangan wilayah, kota, kawasan, dan
lain-lain)
2. Model peta dan diagram, yaitu model yang menggunakan garis (lurus dan
lengkung), gambar, warna, dan bentuk sebagai media penyampaian
informasi yang memperlihatkan realita objek tersebut. Misalnya, kontur
ketinggian, kemiringan tanah, lokasi sungai dan jembatan, gunung, batas
administrasi pemerintah, dan lain-lain.
3. Model statistik dan matematik, yaitu model yang menggambarkan keadaan
yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan dan fungsi matematis sebagai
media dalam usaha mencerminkan realita. Misalnya, menerangkan aspek
fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi. Keuntungan pemakaian
model matematis dalam perencanaan transportasi adalah bahwa sewaktu
pembuatan formulasi, kalibrasi serta penggunaannya, para perencana dapat
belajar banyak melalui eksperimen, tentang kelakuan dan mekanisme
internal dari sistem yang sedang dianalisis.
Semua model tersebut merupakan cerminan dan penyederhnaaan dari realita
keadaan sebenarnya untuk tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian
dan peramalan. Dalam studi perencanaan transportasi, analisis dampak dari
pembangunan suatu prasarana biasanya melibatkan tahap peramalan/prediksi
besarnya kebutuhan pergerakan. Tahap ini dapat dilakukan melalui metoda
Secara umum, metoda pemodelan transportasi dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :
1. Pemodelan simultan (simultanuous modeling).
2. Pemodelan bertahap (sequential modeling).
Meskipun pemodelan simultan banyak digunakan, namun karena
membutuhkan data yang relatif banyak seringkali dianggap kurang fleksibel sehingga
metoda pemodelan bertahap menjadi pilihan yang paling populer. Pemodelan
transportasi bertahap terdiri atas model-model yang saling berkaitan secara bertahap,
dalam arti keluaran masing-masing model merupakan masukan bagi model yang
berikutnya. Umumnya pemodelan bertahap ini melibatkan empat tahap (sub model),
sehingga lebih kenal dengan Four stages transport modeling. Keempat model
transportasi tersebut adalah :
a. Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip
Attraction).
b. Pemodelan Sebaran/Distribusi Perjalanan (Trip Distribution).
c. Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Modal Split).
II.1.2.1 Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip Attraction)
Model ini berkaitan dengan asal dan tujuan perjalanan, yang berarti
menghitung yang masuk ataupun keluar dari/ke suatu kawasan/zona. Model ini pada
umumnya memperkirakan jumlah perjalanan untuk setiap maksud perjalanan
berdasarkan karakteristik tata guna lahan dan karakteristik sosio-ekonomi pada setiap
zona. Biasanya tidak ada pertimbangan yang tegas yang diberikan untuk karakteristik
sistem transportasi, walaupun menurut teori permintaan perjalanan, biaya dan tingkat
pelayanan transportasi akan mempengaruhi jumlah perjalanan yang dibuat.
Model bangkitan lalu lintas adalah suatu model yang dipakai sebagai dasar
untuk menentukan kebutuhan perjalanan yang dibangkitkan dari suatu zona yang
diteliti. Pemodelan bangkitan pergerakan memperkirakan besarnya pergerakan yang
dihasilkan dari zona asal dan yang tertarik ke zona tujuan. Besarnya bangkitan dan
tarikan pergerakan merupakan informasi yang sangat berharga yang dapat digunakan
untuk memperkirakan besarnya pergerakan antar zona. Akan tetapi, informasi tersebut
tidaklah cukup. Diperlukan informasi lain berupa pemodelan pola pergerakan antar
zona yang sudah pasti sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas jaringan antar
zona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona.
Pemodelan tarikan perjalanan adalah suatu tahapan pemodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang menuju suatu zona/tata guna lahan. Sebagai
tahap yang paling awal dalam melakukan pemodelan transportasi adalah menentukan
model tarikan yang merupakan proses untuk menerjemahkan tata guna lahan beserta
Penelitian tarikan perjalanan merupakan suatu bagian vital dari proses
perencanaan pengangkutan, bahwa apa yang terjadi sekarang merupakan faktor yang
menentukan untuk perkiraan dimasa mendatang. Karakteristik yang penting dari tata
guna lahan, penduduk dan pengangkutan mempengaruhi perkiraan identifikasi lalu
lintas, maka hal ini diproyeksikan pada penelitian untuk menghasilkan
taksiran-taksiran dari jumlah lalu lintas.
Penelitian tarikan lalu lintas adalah hal yang biasa dilakukan untuk menaksir
jumlah perjalanan yang datang tiap zona, yaitu terjadinya perjalanan, jumlah
perjalanan serta daya tarik perjalanan. Tempat-tempat tarikan diidentifikasikan
dengan perjalanan yang dibangkitkan oleh pekerjaan, dan kunjungan dengan
maksud-maksud lainnya. Dengan memberikan nilai yang cocok pada peubah bebas dalam
persamaan regresi maka peramalan dapat dibuat untuk tujuan perjalanan yang akan
datang untuk tiap zona dengan salah satu metode.
Besarnya tarikan perjalanan dihitung langsung dari data zona atau dengan
menerapkan laju tarikan perjalanan berdasarkan kategori pemakaian tanah, misalnya
atas dasar klasifikasi industri standar, luas lantai dan kepadatan pekerja.
II.1.2.2 Pemodelan Sebaran Perjalanan (Trip Distribution)
Didalam model sebaran pergerakan diperkirakan besarnya pergerakan dari
setiap zona asal kesetiap zona tujuan. Besarnya pergerakan tersebut ditentukan oleh
besarnya bangkitan setiap zona asal dan tarikan setiap zona tujuan serta tingkat
aksesbilitas sistem jaringan antar zona yang biasanya dinyatakan dengan jarak, waktu
atau biaya. Besarnya pergerakan terdistribusikan menuju/dari masing-masing zona
sebaran perjalanan adalah berupa matriks asal tujuan, yaitu representasi besarnya
pergerakan menurut pasangan zona-zona tinjauan.
II.1.2.3 Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Modal Split)
Pemodelan pemilihan moda/kenderaaan yaitu pemodelan atau tahapan proses
perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau
mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan
atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untukmelayani suatu titik
asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.
Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan
transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam
berbagai kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut efisiensi pergerakan di daerah
perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi,
dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih masyarakat.
II.1.2.4 Pemodelan Pemilihan Rute Perjalanan (Traffic Assigment)
Dasar pemikirannya adalah pemilihan rute bagi pelaku perjalanan terhadap
jalur antara sepasang zona dengan suatu moda perjalanan tertentu. Pemodelan ini
memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan
lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut dan menerapkan
sistem model kebutuhan akan transportasi untuk memperkirakan jumlah pergerakan
yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan selama selang waktu tertentu. Salah satu
tujuan utama pemilihan rute adalah mengidentifikasikan rute yang ditempuh
pengendara dari zona asal ke zona tujuan dan juga jumlah perjalanan yang melalui
Tahap terakhir dalam estimasi permintaan perjalanan adalah menentukan
perjalanan yang akan dibuat diantara setiap pasang zona, dengan moda tertentu atau
dengan rute tertentu di dalam jaringan lalu-lintas yang ada. Ini terutama merupakan
suatu persoalan pada moda untuk jalan raya dimana biasanya terdapat banyak rute
yang dapat ditempuh oleh seseorang yang mengadakan perjalanan.
Secara konsepsi, perencanaan transportasi empat tahap ini dapat digambarkan
[image:30.595.250.394.283.614.2]seperti Gambar 2.1 di bawah ini :
Gambar 2.1 Bagan Alir (Flowchart) Konsep Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Wells, 1975)
Pada jaringan angkutan biasanya jumlah rute alternatif lebih sedikit, hanya
terdapat satu jalur gerak saja yang menghubungkan dua zona, dan gerak mempunyai
kualitas yang jauh lebih baik daripada jalur gerak lainnya, sehingga tetap merupakan Aksesibilitas
(Accessibility)
Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
(Trip Generation and Trip Attraction)
Sebaran Pergerakan
(Trip Distribution)
Pemilihan Moda Angkutan
(Mode Choise)
Pemilihan Rute
(Trip Assignment)
Arus pada jaringan Transportasi (Flow at
pilihan utama. Asumsi yang biasa diambil dalam penentuan perjalanan adalah bahwa
pejalan akan memilih jalur gerak dengan waktu tempuh minimum untuk perjalanan di
jalan raya.
Waktu perjalanan untuk sebuah jalan tertentu tergantung pada volume lalu
lintas jalan tersebut, akan tetapi dalam menganalisis sistem transportasi di masa
depan, model-model permintaan inilah yang akan digunakan untuk memperkirakan
volume dimasa depan, walaupun pada saat yang sama pemilihan rute untuk pejalan
tertentu tergantung pada waktu perjalanan antara berbagai ruas jalan dan karena itu
tergantung pada volume yang harus diramalkan. Rute lalu lintas dipilih dimana setiap
orang akan menempuh jalur gerak dengan waktu minimum dari tempat asal ke tujuan,
dan juga memenuhi kondisi dimana waktu perjalanan pada setiap ruas jalan (dimana
jalur waktu minimum tadi didasarkan) konsisten dengan volume lalu lintas di jalan
tersebut karena kedua hal diatas dihubungkan oleh suatu fungsi antara kecepatan dan
volume.
Biasanya dianggap bahwa para pengguna jalan akan memilih jalur waktu
minimum, dimana waktu yang dimaksud adalah waktu total dari tempat asal ke
tujuan, termasuk waktu untuk berjalan dan menunggu kendaraan angkutan. Dalam
pelaksanaannya, biasanya dianggap bahwa para pejalan akan terpengaruh oleh waktu
menunggu rata-rata. Oleh karena itu, rute alternatif melalui jaringan angkutan akan
dibandingkan berdasarkan waktu berjalan pada sebelum dan sesudah berkendaraan,
ditambah waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan diantara rute tersebut apabila
terdapat perpindahan diantara rute tersebut, ditambahkan waktu yang dibutuhkan
II.2 Transportasi dan Masalah Kemacetan
Transportasi di suatu wilayah mempengaruhi efisiensi ekonomi dan sosial
daerah tersebut, dan hampir setiap orang menggunakan transportasi. Oleh sebab itu,
sistem transportasi merupakan salah satu topik utama di dalam perkembangan
wilayah. Masalah dalam pergerakan lalu lintas, khususnya pada jam jam sibuk, yang
mengakibatkan pengguna transportasi mengalami keterlambatan jutaan jam akibat
terjadinya kemacetan. Kemacetan lalu lintas akan selalu mengakibatkan dampak
negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun ditinjau dari segi ekonomi dan
lingkungan. Bagi pengemudi kenderaan, kemacetan akan menimbulkan ketegangan
(stress). Selain itu juga akan menimbulkan kerugian berupa kehilangan waktu karena
waktu perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kenderaan karena
seringnya kenderaan berhenti. Selain itu timbul pula dampak negatif terhadap
lingkungan berupa peningkatan polusi udara serta peningkatan gangguan suara
kenderaan (kebisingan).
Kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang rumit yang terjadi di
jaringan lalu lintas. Secara teori, kemacetan disebabkan oleh tingkat kebutuhan
perjalanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia.
Berdasarkan teori tersebut, maka solusinya adalah mengurangi jumlah kendaraan
yang lewat, atau meningkatkan kapasitas, baik kapasitas ruas maupun kapasitas
persimpangan. Permasalahannya kemudian, apabila secara teorinya begitu mudah,
mengapa pelaksanaannya begitu sulit, mengapa sampai saat ini kemacetan lalu lintas
tidak dapat diatasi. Persoalan-persoalan yang terkait ternyata sangat banyak, seperti
sebagainya, sehingga persoalannya menjadi kompleks dan tidak ada satupun solusi
tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas.
Contoh keterkaitan dengan aspek-aspek yang lain adalah pedagang kaki lima,
keberadaan pedagang kaki lima otomatis mengurangi kebebasan samping dan bahkan
kadang-kadang mengurangi lebar lajur lalu lintas, sehingga dapat mengurangi
kapasitas jalan yang pada tingkat tertentu berdampak pada kemacetan lalu lintas.
Namun demikian, kalau dilakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima, yang
terjadi tentu bukan persoalan lalu lintas, tetapi akan merembet ke persoalan sosial dan
ekonomi. Demikian pula dengan keberadaan angkot, mikrolet dan sejenisnya.
Dari banyak teori yang ditelaah oleh penulis, ada begitu banyak solusi yang
bisa ditawarkan.untuk menyelesaikan masalah kemacetan didalam perkotaan Secara
bertahap penanganan kemacetan lalu lintas dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Penataan struktur tata ruang untuk mengatur pola perjalanan penduduk.
2. Perbaikan manajemen lalu lintas untuk mengoptimalkan pelayanan
jaringan jalan yang ada.
3. Pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan ruang jalan dan sekaligus
memperbaiki struktur jaringan jalan dan jaringan system transportasi.
4. Peningkatan kapasitas angkutan umum, termasuk penerapan moda
angkutan umum massal.
5. Pemanfaatan alur rute terpendek untuk mencegah adanya penumpukan
kendaraan pada satu ruas jalan saja, sehingga mencegah kemacetan
II.3 Tinjauan Masalah Daerah Kajian, Zona dan Ruas
II.3.1 Daerah Kajian
Daerah kajian adalah suatu daerah geografis yang di dalamnya terletak semua
zona asal dan zona tujuan yang diperhitungkan dalam model kebutuhan akan
transportasi. Kriteria terpenting daerah kajian adalah bahwa daerah itu berisikan zona
dan ruas jalan yang secara nyata dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas
Sistem kota diatur dengan cara yang sangat kompleks, jalan, bangunan, dan
aktivitas yang saling berhubugan. Untuk itu dibutuhkan cara untuk menyederhanakan
hubungan tersebut dengan menekankan pada hubungan yang lebih penting saja;
penyederhanaan ini harus dapat menghubungkan unsur dunia nyata serta masuk akal.
Hal pertama yang harus dilakukan dalam mendefenisikan sistem zona (kegiatan) dan
sistem jaringan adalah cara membedakan daerah kajian dengan dengan daerah atau
wilayah lain di luar daerah kajian. Beberapa arahan untuk hal tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Untuk kajian yang sifatnya strategis, derah kajian harus didefenisikan
sedemikian rupa sehingga mayoritas pergerakan mempunyai zona asal dan
zona tujuan.
2. Permasalahan yang sama timbul dalam kajian manajemen lalulintas karena
kebanyakan pergerakan mempunyai zona asal dan zona tujuan, atau kedua
duanya beradadi luar batas daerah kajian.
3. Daerah kajian sebaiknya sedikit lebih luas daripada daerah yang akan diamati
sehingga memungkinkan adanya perubahan zona tujuan atau pemilihan rute
Daerah kajian sendiri dibagi menjadi beberapa zona internal yang jumlahnya
sangat tergantung dari tingkat ketepatan yang diinginkan. Dua dimensi yang perlu
diperhitungkan adalah jumlah zona dan ukuran atau luas zona dalam daerah kajian
tersebut. Dalam prakteknya, tingkat resolusi sistem zona sangat tergantung dari
maksud dan tujuan kajian, batasan kondisi waktu, serta biaya kajian. Penggunaan
sistem zona yang berbeda beda untuk suatu daerah kajian menimbulkan kesulitan,
karena disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat resolusi sistem zona yang
digunakan.
II.3.2 Zona
Di dalam batasnya, daerah kajian dibagi menjadi beberapa daerah bagian yang
disebut zona. Secara umum, batas administrasi sering digunakan sebagai batas zona
sehingga memudahkan pengumpulan data. Beberapa kriteria utama yang perlu
dipertimbangkan dalam menetapkan sistem zona di dalam suatu daerah kajian
disarankan oleh IHT and DTp ( 1987 ), meliputi :
a. ukuran zona harus konsisten dengan kepadatan jaringan yang akan dimodelkan,
biasanya ukuran zona semakin besar jika jauh dari pusat kota.
b. ukuran zona harus lebih besar dari yang seharusnya untuk memungkinkan arus
lalu lintas dibebankan ke atas jaringan jalan dengan ketepatan seperti yang
disyaratkan.
c. batas zona harus dibuat untuk setiap zona, misalnya, pemukiman, industri, dan
perkantoran
d. batas zona harus sesuai dengan batas sensus, batas administrasi daerah dan batas
e. batas zona harus sesuai dengan batas daerah yang digunakan dalam
pengumpulan data
II.3.3 Ruas
Jaringan transportasi dapat dicerminkan dalam beberapa tingkat
pengelompokan yang berbeda dalam suatu pemodelan. Secara praktis, yang harus
dilakukan adalah membuat model jaringan sebagai grafik terarah (sistem simpul
dengan ruas jalan yang menghubungkannya), Larson and Odoni (1981). Simpul
dapat mencerminkan persimpangan, stasiun atau kota, sedangkan ruas jalan
mencerminkan ruas jalan antara persimpangan atau ruas jalan antar kota. Ruas jalan
dinyatakan dengan dua buah nomor simpul di ujung ujungnya. Beberapa ciri ruas
jalan yang perlu diketahui seperti, panjang, kecepatan, jumlah lajur, jenis gangguan
Pusat zona
Ruas
Zona
Batas zona Simpul
Batas daerah kajian
Gambar 2.2 Sketsa Daerah Kajian Sederhana
II.4 Pemilihan Rute Jaringan Jalan
II.4.1 Umum
Dewasa ini jaringan jalan di kota besar di Indonesia mengalami permasalahan
transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh
tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, kepemilikan kendaraan, serta
berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal sehingga jaringan jalan
[image:37.595.96.486.85.447.2]Pada sistem transportasi tersebut dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan
dapat terjadi pada beberapa tingkat. Yang paling sederhana keseimbangan pada sistem
jaringan jalan; setiap pelaku perjalanan berusaha mencari rute terbaik masing-masing
yang meminimumkan biaya perjalanannya (misalnya waktu). Hasilnya, mereka akan
mencoba mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute
yang stabil setelah beberapa kali mencoba-coba.
Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute yang
arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap
pelaku perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona
tujuannya karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang telah tersedia. Kondisi
ini disebut kondisi keseimbangan jaringan jalan.
Pada tahap pembebanan rute, beberapa prinsip digunakan untuk
membebankan rute Asal Tujuan pada jaringan jalan yang akhirnya menghasilkan
informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan,tetapi hal ini bukanlah satu-satunya
informasi.
Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu jaringan dapat diperkirakan
sebagai hasil proses pengkombinasian informasi pemilihan rute, deskripsi sistem
jaringan dan pemodelan pemilihan rute. Prosedur pemilihan rute bertujuan memodel
perilaku pelaku pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka merupakan rute
terbaiknya. Dengan kata lain, dalam proses pemilihan rute, pergerakan antara dua
zona (yang didapat dari sebaran pergerakan) untuk moda tertentu (yang didapat dari
pemilihan moda) dibebankan ke rute tertentu yang terdiri ruas jaringan tertentu.
Tujuan tahapan ini adalah mengalokasikan setiap pergerakan antarzona kepada
asal ke zona tujuan. Keluaran tahapan ini adalah informasi arus lalu lintas pada setiap
ruas jalan, termasuk jarak dan biaya (waktu) antar zonanya.
Dengan mengasumsikan setiap pengguna jalan memilih rute yang
meminimumkan biaya perjalanannya (rute tercepat jika dia lebih mementingkan
waktu dibandingkan dengan jarak dan biaya), maka adanya pengguna ruas yang lain
mungkin disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang biaya atau mungkin juga
disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang keinginan menghindari
kemacetan. Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi
pengguna jalan mengenai pilihan yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi dalam pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan.
Beberapanya adalah waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya),
kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol,
arteri), pemandangan, kelengkapan rambu lalu lintas dan marka jalan, serta kebiasaan.
Sangat sukar untuk menghasilkan persamaan biaya gabungan yang
menggabungkan semua faktor tersebut. Selain itu, tidaklah praktis memodel semua
faktor sehingga harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan. Salah satu
pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua faktor
utama dalam pemilihan rute, yaitu pergerakan dan nilai waktu biaya pergerakan
dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Dalam beberapa model pemilihan rute
dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu tempuh dan faktor
jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengendara dalam kedua faktor
tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa waktu tempuh mempunyai
Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor
pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara yang berasal
dari zona asal ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di
daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya:
a. Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya
perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak
jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalu lintas pada saat itu.
b. Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang
menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga
meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.
Jadi tujuan penggunaan model pemilihan rute adalah untuk mendapatkan
setepat mungkin rute yang didapat pada saat survei yang dilakukan untuk setiap ruas
jalan dalam jaringan jalan tersebut. Analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari
beberapa bagian utama yaitu.
1. Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute
lainnya;
2. Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi
dengan alasan pemakai jalan memilih rute tertentu.
3. Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai ‘rute
terbaik’ beberapa pengendara mungkin mengasumsikan sebagai rute
dengan jarak tempuh terpendek, rute dengan waktu tempuh
tersingkat, atau mungkin juga kombinasi keduanya.
4. Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus
Pada kasus lain, waktu tempuh dan jarak sesungguhnya dalam kejadian
sehari-hari di lapangan sering dijumpai tidak selalu sebanding. Hal ini disebabkan oleh
adanya jarak yang panjang tetapi waktu tempuhnya cepat, ada pula jarak yang pendek
justru sebaliknya (waktu tempuhnya lama). Penyebabnya barangkali terletak pada
kondisi ruas jalan atau rute yang dilewati seperti, ruas jalannya padat atau macet, atau
ruas jalannya jelek (permukaannya berlubang-lubang, jalan tanah, kerikil, dan
lain-lain).
Ada 2 kelompok variable yang berarti mempengaruhi pelaku perjalanan
diambil dari penelitian (Fidel, 2002) yaitu:
1) Kelompok variable yang dapat diukur (kuantitatif)
1. Variable waktu tempuh (menit, jam, atau hari)
2. Variabel jarak (kilometer atau mil)
3. Variabel biaya (rupiah, seperti ongkos atau bahan bakar)
4. Kemacetan atau antrian (v/c ratio)
5. Banyak/jenis manuver yang akan dilewati (banyak persimpangan sebidang)
6. Panjang/jenis ruas jalan raya (arteri, biasa, atau toll).
7. Kelengkapan rambu-rambu lalu-lintas atau marka jalan (buah)
2) Kelompok variable yang tidak dapat diukur (kualitatif)Variabel pemandangan
alam yang indah
1. Variabel aman dan nyaman
2. Variabel kebiasaan seseorang untuk melewati suatu rute tertentu.
3. Variabel perbedan persepsi tentang suatu rute tertentu (kelompok kualitatif)
4. Variabel informasi rute yang salah (kelompok kualitatif)
Sebagai contoh, pertimbangkan sebuah kota ideal yang mempunyai satu ruas
jalan yang tembus yang berkapasitas rendah (1000 kendaraan/jam) serta satu jalan
pintas yang berkapasitas tinggi, seperti terlihat pada gambar dibawah. Jalan pintas
mempunyai jarak lebih jauh tetapi memiliki kapasitas yang lebih tinggi (3000
[image:42.595.167.431.208.356.2]kendaraan /jam).
Gambar 2.3. Contoh Gambar Pemilihan Rute Alternatif
Asumsikan pada jam sibuk pagi terdapat 3500 kendaraan mendekati kota
dan setiap pengendara akan memilih rute terpendek (jalan tembus). Sangatlah kecil
kemungkinan bahwa semua kendaraan melakukan hal tersebut karena kendaraan
mulai memilih pilihan kedua yang mempunyai jarak lebih jauh untuk menghindari
kemacetan dan tundaan.
Akhirnya tidak semua (3500) kendaraan memilih jalan tembus; sebagian besar
akan memilih jalan pintas dengan alasan pemandangannya menarik, atau karena
adanya jaminan tidak akan terjadinya kemacetan, meskipun jaraknya lebih jauh.
Perbedaan dalam tujuan dan persepsi ini menghasilkan pola penyebaran kendaran
pada setiap rute yang dalam hal ini disebut pemilihan rute.
Pada suatu saat akan terjadi kondisi stabil, yaitu tidak memungkinkan lagi
sama dan minimum. Kondisi ini dikenal dengan kondisi keseimbangan yang
ditemukan oleh (Wardrop, 1952).
II.4.2 Faktor Penentu Utama Pemilihan Rute
Hal utama dalam proses pemilihan rute adalah memperkirakan asumsi
pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan, beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Waktu tempuh, waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang
diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat
lain melalui rute tersebut. Salah satu metode pengamatan waktu tempuh
dapat dilakukan dengan metode Pengamat Bergerak, yaitu pengamat
mengemudikan kenderaan survei di dalam arus lalu lintas dan mencatat
waktu tempuhnya.
b. Nilai waktu, nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang
untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu
perjalanan. Nilai waktu ini relatif dengan banyaknya pengeluaran
konsumen.
c. Biaya perjalanan, biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang,
waktu tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang diasa disebut biaya
gabungan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa total biaya perjalanan
sepanjang rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang
ditentukan (dengan algoritma tertentu) rute terbaik yang dapat dilalui pada
jaringan jalan tersebut.
d. Biaya operasi kenderaan, perbaikan dan peningkatan mutu prasarana dan
prasarana transportasi akan bertujuan mengurangi biaya operasional
kenderaan. Biaya ini antara lain meliputi penggunaan bahan bakar,
pelumas, biaya penggantian (misalnya, ban), biaya perawatan kenderaan,
dan upah atau gaji supir.
II.4.3 Model Analisis Pemilihan Rute
Perbedaan dalam tujuan dan persepsi menghasilkan proses penyebaran
kenderaan pada setiap rute, yang dalam hal ini disebut dengan proses stokastik
(mempertimbangkan peranannya) dalam pemilihan rute. Metode analisis pemilihan
rute yang dipakai dalam pembebanan lalu lintas sangat bergantung pada salah satu
bagian analisis. Tapi sebaliknya, jika unsur stokastik dihilangkan, maka perhitungan
kapasitas jalan (V/C) rasio sangat diperlukan (Ofyar, 2000). Dua unsur yang ekstrim
dan kontroversial ini mengakibatkan adanya 4 (empat) metode dalam analisis
[image:44.595.89.511.612.760.2]pemilihan rute.
Tabel 2.1. Pengelompokan model pemilihan rute
Pengaruh Unsur yang Lebih Dipertimbangkan
Pengaruh Stokastik Dipertimbangkan?
Tidak Ya
Apakah Pengaruh kendala kapasitas dipertimbangkan ?
Tidak
1. Model semua atau tidak sama sekali (All-Or-Nothing)
Model ini tidak memperdulikan pengaruh kendala kapasitas suatu ruas jalan,
apakah ruas jalannya macet atau tidak, seluruh pemakai jalan (pelaku perjalanan) akan
memilih ruas jalan yang terdekat, waktunya singkat, dan ongkosnya murah, sekalipun
ruas jalan tersebut macet. Disini unsur stokastik juga tidak ada sama sekali karena
seluruh pemakai jalan hanya dipengaruhi oleh bagaimana meminimalkan jarak, waktu
dan ongkos. Akibatnya ruas jalan yang lainnya (alternatif) menjadi sepi.
2. Model Keseimbangan Wardrop
Model ini sesuai dengan hukum Wardrop dalam pembebanan arus lalu lintas
pada suatu ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan suatu zona asal dengan
suatu zona tujuan. Hukum Wardrop menyatakan bahwa pemakai jalan akan
terpengaruh oleh variable kepadatan volume lalu-lintas (v/c ratio-Tingkat kemacetan),
yaitu apabila suatu ruas jalan sudah macet, pemilih jalan akan memilih ruas jalan yang
tingkat kemacetannya rendah serta mempertimbangkan variabel jarak terpendek,
waktu tersingkat dan ongkos termurah, sehingga terjadi keseimbangan antara ruas
jalan yang pertama dan ruas jalan yang terakhir.
Walaupun demikian sipemakai jalan mengalami kekurangan informasi
mengenai jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos termurah, sehingga timbul
perbedaan persepsi diantara pemakai jalan tentang jarak, waktu, dan ongkos minimal.
3. Model Stokastik Murni
Model ini dipakai berdasarkan pada asumsi bahwa para pelaku perjalanan
kondisi ruas jalan yang macet (kendala kapasitas), sehingga masing-masing individu
pelaku perjalanan memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai rute terbaik (jarak
terpendek, waktu tersingkat dan ongkos/biaya termurah). Sebagai akibatnya
bermainlah faktor acak dan variable random yang sulit untuk diukur seperti variable
pemandangan alam yang indah, keamanan, kebiasaan, persepsi yang berbeda, kesalah
informasi, dan kesalahan lainnya.
Untuk menyelesaikan persoalan random ini (Kanafi, 1983) melakukan
pendekatan dengan menggunakan fungsi kepuasan pemakai jalan yang berprinsip
bahwa pelaku perjalanan dalam memilih rute alternatif akan memaksimalkan
kepuasannya dalam menggunakan suatu rute.
4. Model keseimbangan pengguna Stokastik
Model ini menggabungkan unsur random/stokastik (akibat perbedaan persepsi
antar pengendara) dengan kepadatan arus lalu-lintas pada suatu rute.
Model/pendekatannya mengikuti fungsi biaya yang dipengaruhi kepadatan lalu-lintas
pada suatu ruas jalan. Setiap ruas jalan memiliki peluang yang sama untuk dipilih
pengguna ruas jalan, karena masing-masing pengguna memiliki persepsi yang
berbeda-beda (relatif) terhadap rute/ruas jalan yang mana ongkos perjalanannya
murah.
II.5 Pemilihan Rute Terpendek Pada Jaringan Jalan (Shortest Path)
Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai
suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari
graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot. Dalam kasus ini, bobot yang
dimaksud berupa jarak dan waktu kemacetan terjadi.
Ada beberapa macam persoalan lintasan terpendek, antara lain:
a) Lintasan terpendek antara dua buah simpul tertentu (a pair shortetst path).
b) Lintasan terpendek antara semua pasangan simpul (all pairs shortest path).
c) Lintasan terpendek dari simpul tertentu ke semua simpul yang lain
(single-source shoertest path).
d) Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul
tertentu (intermediate shortest path).
Dan strategi umum untuk mencari lintasan terpendek dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Periksa semua sisi yang langsung bersisian dengan simpul a. Pilih sisi yang
bobotnya terkecil. Sisi ini menjadi lintasan terpendek pertama, sebut saja L(1).
2. Tentukan lintasan terpendek kedua dengan cara berikut:
(i) hitung: d(i) = panjang L(1) + bobot sisi dari simpul akhir L(1) ke simpul i
yang lain,
(ii) pilih d(i) yang terkecil Bandingkan d(i) dengan bobot sisi (a, i). Jika bobot
sisi (a,i) lebih kecil daripada d(i), maka L(2)=L(1) U (sisi dari simpul akhir
L(i) ke simpul i).
3. Dengan cara yang sama, ulangi langkah 2 untuk menentukan lintasan
Input Output Gambar 2.4 Rute Terpendek
II.6 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute
Pencarian jarak terpendek merupakan suatu permasalahan yang sering timbul
pada pengguna transportasi, karena pengguna transportasi dalam melakukan
perjalanan membutuhkan solusi bagaimana rute yang akan dilalui adalah rute atau
jarak yang paling minimum (terkecil) sehingga efisiensi waktu dapat terpenuhi.
Dalam melakukan pemilihan terhadap rute terpendek, dapat dilakukan dengan
metode algoritma. Algoritma merupakan kumpulan instruksi/perintah yang dibuat
secara jelas dan sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk penyelesaian
suatu masalah. Sedangkan algoritma pencarian rute adalah algoritma yang
menentukan bagaimana memilih rute optimal antara asal dan tujuan dengan
memperhitungkan waktu kalkulasi terpendek. Ada beberapa algoritma pencarian rute
yang sebelumnya sudah dikembangkan, antara lain Algoritma Dijkstra, Algoritma
Floyd-Warshall dan Algoritma Bellman-Ford.
Algoritma yang akan dicoba dalam tugas akhir ini adalah algoritma Djikstra
dan Floyd-Warshall. Algoritma Dijkstra merupakan algoritma yang paling sering
digunakan dalam menentukan rute terpendek, sederhana (sifat greedy/rakus dalam
sederhana pada jaringan jalan yang tidak rumit (Chamero, 2006). Pada beberapa
kasus algoritma Dijkstra dengan sifat greedy (tidak memikirkan konsekuensi yang
akan terjadi pada saat memilih keputusan) tidak memberikan solusi yang terbaik,
maka dalam hal ini digunakan algoritma Floyd-Warshall. Prinsip dari algoritma ini
adalah “jika solusi total optimal, maka bagian solusi sampai suatu tahap (misalnya
tahap ke-i) juga optimal”, yang mempunyai pengertian bahwa selain diperolehnya
suatu rute terpendek dari simpul awal ke simpul akhir, juga akan diperoleh nilai-nilai
rute antar simpul.
II.6.1 Pengenalan Algoritma Djikstra
Algoritma Dijkstra, dinamai menurut penemunya
sebuah algoritma rakus (greedy algorithm) dalam memecahkan permasalahan jarak
terpendek (shortest path problem) untuk sebuah graf berarah (directed graph) dengan
bobot-bobot sisi (edge weights) yang bernilai tak-negatif. Misalnya, bila
sebuah graf melambangkan kota-kota dan bobot sisi (edge weights) melambangkan
jarak antara kota-kota tersebut, maka algoritma Dijkstra dapat digunakan untuk
menemukan jarak terpendek antara dua kota.
Algoritma Dijkstra merupakan salah satu varian bentuk algoritma populer
dalam pemecahan persoalan yang terkait dengan masalah optimasi. Sifatnya
sederhana dan lempang (straightforward). Sesuai dengan arti greedy yang secara
harafiah berarti tamak atau rakus ; namun tidak dalam konteks negatif , algoritma
greedy ini hanya memikirkan solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah
didapatkan saat ini (take what you can get now!), dan keputusan yang telah diambil
pada setiap langkah tidak akan bisa diubah kembali.
Input algoritma ini adalah sebuah graf berarah yang berbobot (weighted
directed graph) G dan sebuah sumber
semua
pasangan vertices (u,v) yang melambangkan hubungan dari vertex u ke vertex v.
Himpunan semua tepi disebut E.
Algoritma Djikstra merupakan algoritma pencarian rute tradisional dengan
mencari node dengan fungsi F terkecil. Proses ini diulang-ulang terus hingga tujuan
dicapai.
II.6.1.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Djikstra
Algoritma Dijkstra menggunakan strategi greedy sebagai berikut, pada setiap langkah diambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul
yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih. Lintasan dari
simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan yang terpendek diantara
semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih.
Beberapa elemen yang kita gunakan dalam penerapan algoritma Dijkstra :
1. Graf berbobot dengan n buah simpul kita representasikan dalam matriks M.
Elemen matriks M yang dinyatakan dengan m
ij, yang dalam hal ini :
• m
ij = bobot sisi (i,j)
• m
• m
ij = ∞, jika tidak ada sisi dari simpul i ke simpul j.
2. Tabel S = [s
i] yang dalam hal ini,
• s
i = 1, jika simpul i termasuk ke dalam lintasan terpendek. • s
i = 0, jika simpul i tidak termasuk ke dalam lintasan terpendek.
3. Hasil output dari algoritma Dijkstra ini merupakan lintasan terpendek yang
terpilih dari semua lintasan yang menghubungkan simpul i ke simpul j.
Seluruh elemen ini tergantung pada kebutuhan kita. Apabila ingin mengoutput
hanya panjang lintasan terpendek saja dari simpul asal ke setiap simpul, maka
gunakan tabel yang elemennya sebanyak anggota simpul dan di dalamnya menyimpan
nilai jarak dari simpul asal ke semua simpul yang ada. Pada gambar di bawah ini,
dicontohkan hasil output yang berupa panjang lintasan terpendeknya saja dari simpul
[image:51.595.169.426.478.660.2]asal ke setiap simpul yang ada.
Fungsi F pada algoritma Dijkstra adalah sebagai berikut:
Secara detail cara kerja Algoritma Djikstra adalah sebagai berikut:
1. Himpunan ; nilai s tidak boleh ; tentukan ps(s) = 0.
2. Cari node u yang memiliki nilai ps(v) terkecil di V – S dan tambahkan u ke S.
Jika u = d maka rute terpendek tercapai.
3. Untuk semua node v dimana sisi (u,v) di dalam E, jika ps(u) + l(u,v) lebih kecil
dari ps(v): ganti rute (s,v) dengan rute (s,u) + sisi (u,v) dan ganti nilai ps(v) =
ps(u) + l(u,v).
4. Kembali ke langkah 2.
Bobot (weights) dari semua sisi dihitung dengan fungsi w: E → [0, ∞), jadi
w(u,v) adalah jarak tak-negatif dari vertex u ke vertex v. Ongkos (cost) dari sebuah
sisi dapat dianggap sebagai jarak antara dua vertex, yaitu jumlah jarak semua sisi
dalam jalur tersebut. Untuk sepasang vertex s dan t dalam V, algoritma ini
menghitung jarak terpendek dari s ke t.
Pada setiap langkah, ambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan
sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih.
Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan yang
terpendek diantara semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih.
Pada algoritma Dijkstra, semua elemen matriks M diisi dengan jarak antara
simpul awal dengan simpul lainnya jika ada sisi yang menghubungkan kedua simpul
tersebut. Jika tidak ada, elemen matriks diisi dengan tanda ∞. Selanjutnya, dijalankan
ini, dicari terlebih dahulu simpul yang memiliki jarak terpendek dengan simpul yang
sebelumnya (untuk pertama kali adalah simpul awal), dan nilai S dari simpul tersebut
diisi dengan nilai 1. Simpul ini untuk selanjutnya disebut simpul antara. Dari simpul
antara tersebut, jarak antara simpul awal dengan simpul lain diperiksa. Jika jarak
antara simpul awal dengan sebuah simpul lebih besar dari jarak simpul awal dengan
simpul antara + jarak simpul antara dengan simpul tujuan tersebut, maka jarak antara
simpul awal diisi dengan simpul tujuan. Proses ini diulangi sebanyak n-1 kali, dengan
n adalah jumlah simpul dari graf.
II.6.1.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra
Pada proses analisis ini lebih ditekankan kepada aspek perincian dan
kompleksitas algoritma. Tapi selain itu juga akan membahas aspek–aspek lain yang
bersangkutan. Dari hasil penjabaran masalah pencarian lintasan terpendek dengan
algoritma ini, dapat akan ditelaah beberapa hal, antara lain :
1. Masalah waktu yang dibutuhkan
2. Masalah memori yang dihabiskan
3. Masalah keefektifan
Pada algoritma Dijkstra dapat dilihat bahwa prinsip utama dari algoritma ini
adalah mencari semua lintasan dari simpul asal ke suatu simpul tujuan dan kemudian
membandingkan setiap lintasan tersebut. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai
berikut, misal kita akan mencari panjang terpendek dari simpul 1 ke simpul 4. Dan
Maka dalam hal ini algoritma Dijkstra akan membandingkan ketiga lintasan
tersebut. Lintasan yang memiliki jarak terpendek akan dihasilkan sebagai solusi. Dan
apabila hal itu kita lakukan unutk semua simpul, maka dapat kita bayangkan berapa
banyak proses perbandingan dan penghitungan yang terjadi. Karena hal ini maka
otomatis waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dan terlihat jelas bahwa memori
yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dari dua hal tersebut di atas keefektifan dari
algoritma Dijkstra juga kurang sempurna.
• Masukan (input) pemilihan rute dalam algoritma Djikstra,
1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang
menghubungkan zona asal i dengan zona tujuan j.
2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan
datang).
3. Data kapasitas ruas-ruas jaringan tersebut.
4. Data jaringan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian
tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.
Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan
data input 3 dan4 didapatkan dari pilihan rute.
• Keluaran (output) dari pemilihan rute dalam algoritma Dijkstra
Keluaran (produk) dari pemilihan rute dalam algoritma Djikstra antara lain
hasil analisis dari pilihan rute ini akan menghasilkan informasi berharga bagi
1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati
setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dan zona
tujuan j.
2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok
pada persimpangan utama.
3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan
bagi pengevaluasian.
4. Data jumlah kilometer kendaran atau jam pengoperasaian masukan bagi
pengevaluasian yang ekonomis.
II.6.2 Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall
Algoritma Floyd-Warshall memiliki input graf berarah dan berbobot (V,E),
yang berupa daftar titik (node/vertex V) dan daftar sisi (edge E). Jumlah bobot sisi-sisi
pada sebuah jalur adalah bobot jalur tersebut. Sisi pada E diperbolehkan memiliki
bobot negatif, akan tetapi tidak diperbolehkan bagi graf ini untuk memiliki siklus
dengan bobot negatif. Algoritma ini menghitung bobot terkecil dari semua jalur yang
menghubungkan sebuah pasangan titik, dan juga sekaligus untuk semua pasangan
titik. Implementasi algoritma ini berupa graf yang direpresentasikan sebagai matrix
keterhubungan, yang isinya ialah bobot/jarak sisi yang menghubungkan tiap pasangan
titik, dilambangkan dengan indeks baris dan kolom. Ketiadaan sisi yang
menghubungkan sebuah pasangan dilambangkan dengan tak-hingga.
Algoritma Floyd-Warshall merupakan salah satu jenis dari pemrograman
dinamis, yaitu suatu metode yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang
solusi-solusi tersebut dibentuk dari