PENENTUAN NILAI CARBON EQUIVALEN (CE) CAST IRON
PADA PROSES PENANGKAIAN ANODA DI RODDING PLANT
PT INALUM KUALA TANJUNG BATU BARA
KARYA ILMIAH
HENDRA Y
072409037
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENENTUAN NILAI CARBON EQUIVALEN (CE) CAST IRON
PADA PROSES PENANGKAIAN ANODA DI RODDING PLANT
PT INALUM KUALA TANJUNG BATU BARA
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
HENDRA Y
072409037
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul : PENENTUAN NILAI CARBON EQUIVALEN (CE)
CAST IRON PADA PROSES PENANGKAIAN
ANODA DI RODDING PLANT PT INALUM
KUALA TANJUNG – BATU BARA
Kategori
: TUGAS AKHIR
Nama
: HENDRA Y
Nomor Induk Mahasiswa : 072409037
Program Studi
: D3 KIMIA INDUSTRI
Departemen
: KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
Disetujui di
Medan, Juni 2010
Diketahui
Departemen KIMIA FMIPA USU Dosen Pembimbing
Ketua
( Dr. Rumondang Bulan, MS.) ( Andriyani,S.Pd.,M.Si. )
PERNYATAAN
PENENTUAN NILAI CARBON EQUIVALEN (CE) CAST IRON PADA
PROSES PENANGKAIAN ANODA DI RODDING PLANT PT INALUM
KUALA TANJUNG – BATU BARA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2010
HENDRA Y
PENGHARGAAN
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan karunianya
sehingga penulisan karya ilmiah ini yang berjudul PENENTUAN NILAI CARBON
EQUIVALEN (CE) CAST IRON PADA PROSES PENANGKAIAN ANODA DI
RODDING PLANT PT INALUM KUALA TANJUNG - BATU BARA, akhirnya
dapat penulis selesaikan.
Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yang dilaksanakan di
PT INALUM dari tanggal 21 Desember s/d 29 Januari 2010, dengan menerapkan ilmu
pengetahuan yang penulis peroleh selama menuntut ilmu di bangku kuliah dan
didukung teori-teori dari literatur dan buku-buku bacaan.
Selama penulisan karya ilmiah ini, banyak kendala yang penulis hadapi.
Berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnyan penulisan dapat diselesaikan tepat
waktu. Oleh karena itu, tiada kata yang lebih patut untuk penulis sampaikan kecuali
ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :
1.
Keluargaku tercinta, Ayahanda Yanuardi Tanjung dan Ibunda Elviyanti beserta
seluruh keluarga kandung penulis Bang Hengky Pratama dan Adik Denny
Wahyudi yang telah mencurahkan kasih sayang, dukungan serta do’a yang tiada
henti kepada penulis.
2.
Ibu Andriyani, S.Pd., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah berkenaan
meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan dorongan dalam
3.
Ibu DR. Rumondang Bulan, MS, selaku ketua Departemen Kimia F.MIPA USU.
4.
Bapak Prof.Drs.H.Harry Agusnar Msc MPhill, selaku ketua program studi Kimia
Industri.
5.
Bapak DR.Eddy Marlianto,Msc, selaku Dekan F.MIPA USU.
6.
Bapak Akmal selaku pembimbing lapangan yang telah banyak meluangkan waktu
dan memberikan banyak masukan kepada penulis.
7.
Bapak pimpinan staff dan para karyawan PT INALUM yang telah membimbing
dan menyediakan fasilitas selama penulis melaksanakan kerja praktek.
8.
Para staff pengajar dan pegawai Kimia Industri FMIPA USU.
9.
Teman-teman satu OJT penulis satu jurusan, Gunawan Anshori, Syahleni, Parni,
Lisik Wahyuni, dan Rusdalia Ningsi.
10. Teman-teman dekat penulis, Rizky S Putri, Reni Juliana, R.Karmilaningtyas, Sari
Wulan, Julia Wansiska, Indah Lestari, Richard S Keliat, Rianza Rizqi, Jaka
Kelana, Fahrul Rozi, Septian Bayu, Sukamto, dan M Fahriza Syahputra.
11. Teman-teman Stambuk 2007 di KIMIA INDUSTRI FMIPA USU yang telah
memberikan suasana kuliah yang menyenangkan dan teman-teman OJT yang
selalu memberikan dukungan dan perhatiannya.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini
yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis
akan memperoleh balasan dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyajian karya ilmiah ini,
karena itu, penulis tidak menutup kemungkinan bagi para pihak untuk memberikan
saran maupun kritik yang bersifat membangun guna penyempurnaan karya ilmiah ini.
Medan, Juni 2010
Penulis
ABSTRAK
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas cast iron yaitu nilai Carbon Equivalen
(CE). Nilai Carbon Equivalen yaitu parameter yang menyatakan seberapa banyak
carbon yang terkandung dalam cast iron untuk ketahanan proses penangkaian antara
rod dan anoda panggang. Nilai Carbon Equivalen (CE) yang diperoleh harus 4,7 – 4,9,
karena apabila nilai Carbon Equivalen (CE) kurang dari 4,7 – 4,9 maka cast iron
tersebut akan mudah retak sehingga menyebabkan anoda panggang pada tangkai
anoda akan lepas dan pemakaian cast iron tidak optimal.
THE DETERMINATION OF EQUIVALEN CARBON (CE) CAST IRON AT
RODDING PROCESSING ANODE ON RODDING PLANT PT INALAUM
KUALA TANJUNG – BATU BARA
ABSTRACT
One of the factors effecting the quality of cast iron is the value Equivalen
Carbon(CE). The value Equivalen Carbon (CE) is the parameter of the amount of
carbon who be able deep cast iron to resistance rodding processing between rod and
baked anode. The value Equivalen Carbon (CE) obtained must be 4,7 – 4,9, because if
the value Equivalen Carbon (CE) is below 4,7 – 4,9, the cast iron would easier crack
until cause baked anode at anode rod will detached and the use of cast iron is not
optimum.
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN
iii
PERNYATAAN
iv
PENGHARGAAN
v
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Permasalahan
3
1.3 Tujuan
3
1.4 Manfaat
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Aluminium
4
2.2 Aluminium
4
2.2.1 Mekanisme Proses Elektrolisa
6
2.2.2 Sifat-sifat dan Pemakaian Aluminium
7
2.3 Produksi Aluminium
9
2.3.1 Elektrolit
9
2.3.2 Alumina
10
2.3.3 Katoda
11
2.3.4 Anoda Karbon
12
2.4 Proses Pembuatan Anoda
13
2.4.1 Green Plant
14
2.4.2 Baking Plant
18
2.4.3 Rodding Plant 21
2.5 Cast Iron
28
2.5.1 Pengaruh unsur-unsur terhadap sifat-sifat besi tuang
28
3.2.3 Prosedur Press System
39
3.2.4 Prosedur Pembuatan Cast Iron
40
3.2.5 Prosedur Penerimaan dan Penangkaian Block Anoda
Panggang
40
BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
42
4.2 Perhitungan
43
4.2 Pembahasan
45
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
46
5.2 Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik dan Kimia dari Alumunium
6
Tabel 2.2.1 Sifat-sifat Fisik Material Karbon
7
Tabel 2.4.1
Spesifikasi minyak kokas
15
Tabel 2.4.1
Spesifikasi Kokas Pitch
16
Tabel 2.4.1
Spesifikasi dari CTP (Coal Tar Picth)
17
Tabel 2.4.2 Standar Mutu Karakteristik Anoda
20
Tabel 2.4.3 Komposisi Material Cast Iron
24
Tabel 2.4.3 Standart Kualitas Besi Tuang
24
Tabel 4.1
Data Perbandingan Bahan Baku Material Cast Iron
42
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas cast iron yaitu nilai Carbon Equivalen
(CE). Nilai Carbon Equivalen yaitu parameter yang menyatakan seberapa banyak
carbon yang terkandung dalam cast iron untuk ketahanan proses penangkaian antara
rod dan anoda panggang. Nilai Carbon Equivalen (CE) yang diperoleh harus 4,7 – 4,9,
karena apabila nilai Carbon Equivalen (CE) kurang dari 4,7 – 4,9 maka cast iron
tersebut akan mudah retak sehingga menyebabkan anoda panggang pada tangkai
anoda akan lepas dan pemakaian cast iron tidak optimal.
THE DETERMINATION OF EQUIVALEN CARBON (CE) CAST IRON AT
RODDING PROCESSING ANODE ON RODDING PLANT PT INALAUM
KUALA TANJUNG – BATU BARA
ABSTRACT
One of the factors effecting the quality of cast iron is the value Equivalen
Carbon(CE). The value Equivalen Carbon (CE) is the parameter of the amount of
carbon who be able deep cast iron to resistance rodding processing between rod and
baked anode. The value Equivalen Carbon (CE) obtained must be 4,7 – 4,9, because if
the value Equivalen Carbon (CE) is below 4,7 – 4,9, the cast iron would easier crack
until cause baked anode at anode rod will detached and the use of cast iron is not
optimum.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aluminium merupakan salah satu logam yang paling banyak di pakai di dalam kehidupan
sehari-hari. Aluminium termasuk unsur nomor tiga terbanyak ditemukan dialam yaitu sekitar
7,28 persen pada kulit bumi.
Untuk mendapatkan aluminium yang memiliki kualitas, dan kemurnian yang tinggi
sangat dipengaruhi oleh anoda yang digunakan dan proses penangkaian anoda di PT
INALUM. Pada proses peleburan alumina menjadi aluminium membutuhkan anoda dan
katoda dimana anoda merupakan elektroda dengan muatan listrik positif dalam proses
elektrolisa (sebagai reduktor). Anoda yang digunakan berasal dari material karbon (C) yang
terdiri dari kokas,butt, dan skrap mentah sebagai filter serta hard pitch sebagai pengikat
sedangkan katoda adalah elektroda yang bermuatan listrik negatif dalam proses elektrolisa
yang merupakan elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi sebagai oksidator
(Grojotheim,1988).
Kokas merupakan bahan pengisi (filler) anoda yang berasal dari sisa-sisa destilasi
minyak bumi. Kokas (coke) yang biasa digunakan adalah coke yang sudah dikalsinasi
(calcined coke).
Adapun proses elektrolisa yang berlangsung pada pabrik peleburan aluminium
sebagai berikut:
2Al2O3 (s) + 3C (s) 4Al (l) + 3CO2 (g)
Alumina aluminium
Pabrik peleburan aluminium PT INALUM memiliki 3 bagian utama yaitu pabrik
karbon, pabrik reduksi, dan pabik penuangan. Pabrik karbon pada PT INALUM terdiri dari 3
proses yaitu proses pencetakan anoda mentah (green plant), proses pemanggangan anoda
mentah (baking plant) dan proses penangkaian anoda (rodding plant). Green plant adalah
pabrik pembuatan anoda mentah (green anoda block) untuk kebutuhan proses elektrolisa di
pot reduksi yang menggunakan bahan baku antara lain kokas, coal tar pitch, butt dan skrap.
Baking plant adalah tempat untuk memanggang green block (anoda mentah) yang berasal dari
green plant. Tujuan pemanggangan untuk mengkalsinasi pitch yang ada didalam green block
(GB) yang kemudian pitch tersebut akan membentuk ikatan dengan kokas dan butt. Rodding
plant adalah pabrik penangkaian anoda, dimana anoda baked block (BB) dirakit dengan
menggunakan cast iron (besi tuang) hingga menjadi Anoda Assembly.
Terjadinya proses penangkaian anoda membutuhkan cast iron (besi tuang) untuk
menyambungkan antara baked block (BB) dengan rod (tangkai anoda) pada proses casting.
Cast iron (besi tuang) adalah besi yang mempunyai kandungan karbon antara 2,5% sampai
4,0% yang mempunyai sifat kemampuan lasnya (weldability) rendah. Karbon dalam cast iron
(besi tuang) dapat berupa sementit (Fe3C) atau biasa disebut dengan karbon bebas (grafit).
nilai carbon equivalen (CE) pada cast iron kurang dari 4,7 – 4,9 maka cast iron (besi tuang)
tersebut akan mudah retak dan terlepas dari rod (tangkai anoda) dan apabila nilai carbon
eqiuvalen (CE) pada cast iron lebih dari 4,7 – 4,9 maka cast iron (besi tuang) tersebut akan
sukar untuk dilepas dari rod (tangkai anoda) karena nilai CE nya sudah mendekati baja (PT
INALUM,2003).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul :
Penentuan Nilai Carbon Equivalen (CE) Cast Iron Pada Proses Penangkaian Anoda Di
Rodding Plant PT INALUM Kuala Tanjung – Batu Bara
1.2 Permasalahan
Apakah carbon equivalen (CE) cast iron (besi tuang) yang telah ditetapkan sudah
menghasilkan cast iron yang baik untuk proses penangkaian anoda dan apa pengaruhnya
terhadap proses penangkaian anoda.
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui secara tepat berapa nilai carbon equivalen (CE) cast iron terhadap
proses penangkaian anoda di PT INALUM.
- Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi nilai carbon equivalen (CE) cast iron
pada proses penangkaian anoda di PT INALUM.
Dapat mengetahui kualitas cast iron yang sesuai dengan standart PT INALUM terutama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Aluminium
Orang pertama yang telah berhasil memisahkan aluminium adalah H.Davy yaitu pada tahun
1808. Pada tahun 1825 Oersted dapat menghasilkan aluminium yang lebih murni dengan jalan
memanaskan natrium amalgama dan natrium aluminium klorida. Pada tahun 1854, Henari
Saint Clavil Deauville memproduksi aluminium dari natrium aluminium klorida dengan
pemanasan menggunakan logam natrium sebagai katalisator. Proses ini telah berlangsung
kurang lebih 35 tahun.
Pada tahun 1886 Charles Hall dari USA menghasilkan aluminium dari proses
elektrolisa alumina yang dipisahkan dari campuran kriolit (Na3AlF6). Pada tahun yang sama
Poult Heroult dari prancis mendapatkan hak paten dari negaranya untuk proses yang sama
dengan Hall. Pada tahun 1983 kapasitas produksi aluminium dengan metode Hall-Heroult ini
2.2 Aluminium
Aluminium ialah unsur melimpah ketiga terbanyak dalam kerak bumi (sesudah oksigen dan
silicon), mencapai 8,2 % dari massa total. Bijih yang paling penting untuk produksi
aluminium ialah bauksit, yaitu aluminium oksida terhidrasi yang
mengandung 50 sampai 60 % Al2O3, 1 sampai 20 % Fe2O3, 1 sampai 10 % silikat sedikit
sekali titanium, zirconium, vanadium, dan oksida logam transisi yang lain, dan sisanya 20
sampai 30 % adalah air. Bauksit dimurnikan melalui proses Bayer, yang mengambil manfaat
dari fakta bahwa oksida alumina amfoter larut dalam basa kuat tetapi besi (III) oksida tidak.
Bauksit mentah dilarutkan dalam natrium hidroksida
Al2O3 (s) + 2 OH (aq) + 3 H2O (l) 2 Al(OH)4 (aq)
Dan dipisahkan dari besi oksida terhidrasi serta zat asing tak larut lainnya dengan penyaringan
(Oxtoby, 2003).
Aluminium diperoleh dari jenis-jenis tanah liat tertentu (bauksit). Bauksit mula-mula
dipisahkan lebih dahulu tanah-tawas murninya (oksida aluminium). Setelah itu pada oksida
aluminium cair itu dikalsinasikan suatu prosedur elektrik. Oleh karena suhu lumer
oksida-aluminium sangat tinggi yaitu 2050oC maka pengolahan aluminium sangat sukar. Logam
aluminium mempunyai rumus kimia Al, mempunyai berat jenis 2,6 – 2,7 dengan titik cair
sebesar 659 oC. Aluminium adalah logam lunak, dan lebih keras dari pada timah putih, tetapi
lebih lunak dari pada seng. Warna dari aluminium adalah putih kebiru-biruan.
Aluminium dapat dihasilkan melalui proses elektrolisis. Proses elektrolisis yang
tersebut merupakan elektrolisis larutan alumina (Al2O3) di dalam lelehan kriolit (Na3AlF6)
pada temperature 960oC sehingga dihasilkan aluminium cair.
Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik dan Kimia dari aluminium
(PT INALUM, 1988)
2.2.1. Mekanisme Proses Elektrolisa
Elektrolisis adalah peristiwa kimia yang melibatkan dua atau lebih spesies kimia yang
berbeda, yang terjadi pada kedua elektroda (anoda dan katoda), dan berlangsung bila aliran
listrik searah, DC (Direct Current), dialirkan kedalam suatu pelarut elektrolit. Reaksi yang
terjadi pada persamaan adalah reaksi sebagai berikut :
2Al2O3 (s) + 3C (s) 4Al (l) + 3CO2 (g)
Item Kualifikasi
Nomor atom 13
Nomor massa 26,9815
Bentuk Kristal (25oC) Kubus pusat muka
Density 2,699 g/cm3
Struktur atom terluar 3S23P1
Titik leleh (1 atm) 660,1oC
Titik didih (1 atm) 2327 oC
Panas peleburan 94,6 kal/g
Mekanisme yang terjadi dalam proses tersebut adalah alumina diumpankan ke dalam
elektrolit dan terpisah ion alumunium yang bermuatan positif (Al3+) dan ion oksigen yang
bermuatan negatif (O2-). Arus searah dialirkan ke dalam tia-tiap sel, sehingga menggerakkan
ion-ion menuju arah yang berlawanan. Ion oksigen bergerak kearah anoda, lalau bereaksi
dengan karbon membentuk karbondioksida (CO2), sedangkan ion alumunium bergerak kearah
katoda, lalu akan kehilangan muatannya membentuk alumunium (Al).
Reaksi alumina yang terjadi pada saat proses elektrolisa adalah sebagai berikut :
2Al2O3(s) 4Al 3+
(l) + 6O 2+
9g)
Reduksi (katoda) :4Al3+ + 12e 4Al
Oksidasi (anoda) : 6O2- 3O2 + 12e
3C + 3O2 3CO2 +
Total : 2Al2O3 (s) + 3C (s) 4Al (l) + 3CO2 (g)
Bahan baku dalam proses Hall-Heroult terdiri dari alumina, elektrolit, katoda dan
anoda. Proses Hall-Heroult memproduksi aluminium dengan mereduksi aluminium dari bahan
baku alumina dalam proses elektrolisis yang digerakkan oleh arus searah yang mengalir dari
anoda ke katoda dengan kriolit sebagai elektrolit. Kedua elektroda yang digunakan terbuat
Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik Material Karbon
Sifat Fisik Satuan Nilai
Nomor atom Nomor massa Titik cair Titik didih Densitas Kecepatan Kekerasan Isomer - - K K Gr/cm3 m/s - - 6 12,001 3823 4098 2,267 18350 0,5 2 (Donnet, 1976)
2.2.2. Sifat – Sifat dan Pemakaian Aluminium
Titik cair aluminium 6600C dan titik didihnya 18000C. Untuk bahan penghantar
kemurniannya mencapai 99,5 % dan sisanya terdiri dari unsur besi, silicon dan tembaga.
Aluminium murni sangat lemah dan lunak ( tembaga lebih kuat dibanding aluminium), Untuk
menambah kekuatan biasanya digunakan dengan menggunakan logam campuran.
Aluminium lebih menguntungkan dibanding tembaga bila digunakan untuk hantaran
yang tidak memerlukan penyekat (misalnya hantaran transmisi diatas tanah) sebab daya hantar
panas/daya hantar listrknya kira-kira 60 % daya hantar listrik tembaga sehingga untuk
mendapatkan tahanan yang sama dengan tembaga (yang panjang dan penampangnya sama)
dibutuhkan penampang 60 % lebih besar namun demikian beratnya sangat ringan dibanding
Aluminium adalah logam yang sangat ringan (berat jenis aluminium 2,56 atau 1/3
berat jenis tembaga) dan tahanan jenis 2 X 10-8 atau 1,25 kali tahanan jenis tembaga, sifat
tahan tarik aluminium dalam keadaan dingin 17-20 kg / mm2. Oleh sebab itu aluminium hanya
dapat dipakai untuk lebar tegangan yang pendek, Untuk tegangan yang panjang dipakai kabel
aluminium (beberapa kawat yang dipilih) dengan kawat baja sebagai intinya. Aluminium tidak
baik untuk dipatri, tetapi dapat dilas, las dapat menyebabkan tegangan tariknya menjadi turun
karena panas yang ditimbulkan. Oleh karena itu hantaran tegangan aluminium dengan
sambungan patri atau las harus diberikan jepitan.
Aluminium yang tipis sekarang dapat menggantikan kertas perak (yang dipakai antara
lain pada kondensor). Aluminium juga biasanya dipakai untuk chasis pesawat radio.
Barang-barang aluminium dapat terlapis oleh oksida aluminium. Dalam udara terbuka dapat
melindungi bagian bawah aluminium dari zat asam dan mencegah oksidasi lebih lanjut.
Lapisan ini merupakan tahanan yang sangat tinggi (Sumanto, 1994)
2.3. Produksi Aluminium
Aluminium merupakan logam yang sangat reaktif yang memiliki energi tinggi terhadap ikatan
kimia dengan oksigen, dibandingkan dengan kebanyakan logam lainnya. Maka sulit untuk
dipisahkan dari bijih, seperti bauksit, karena energi yang diperlukan untuk mereduksi
aluminium oksida (Al2O3). Misalnya, dengan pengurangan langsung karbon, seperti yang
digunakan untuk memproduksi besi, karena aluminium zat lebih kuat yang digunakan untuk
Aluminium oksida memiliki titik lebur sekitar 20000C. Oleh karena itu, pemisahannya
harus melalui proses elektrolisa. Dalam proses ini, aluminium oksida ditaburkan dan mencair
di dalam larutan kriolit dan kemudian jumlah aluminium oksida dikurangi dengan
menggunakan logam murni. Operasional suhu pengurangan sel adalah sekitar 950-9800C.
Kriolit (Na3AlF6) adalah senyawa kimia dari aluminium, sodium, dan kalsium fluorida.
Dalam produksi Aluminium digunakan bahan baku, yaitu :
2.3.1. Elektrolit
Kriolit adalah elektrolit yang banyak dipilih karena kriolit kapasitasnya yang khas sebagai
pelarut dari alumina. Elektrolit tidak bereaksi selama proses elektrolisis tetapi beberapa hilang
karena proses penguapan dan hidrolisa. Temperatur elektrolit selama operasi pot normal
adalah antara 9550C dan 9650C.
2.3.2. Alumina
Alumina merupakan bahan baku di dalam proses elektrolisa dan digunakan sesuai dengan
keseimbangan stoikiometri, yang banyaknya mencapai 1,89 Kg dalam suatu massa. Alumina
mempunyai morfologi bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102, titik lelehnya pada
suhu 20500C dan specific gravity 3,5 - 4,0 gr/cm3.
Alumina diproduksi dalam jumlah besar setiap tahun akan digunakan untuk membuat
logam aluminium. Dalam tahun 1980, 90 % dari bahan bakunya, bauksit didatangkan ke
Amerika Serikat, Republik Dominika, Suriname, Guyana, dan Australia merupakan Negara
sumber impor buksit ke Amerika Serikat. Konsumsi total meliputi 15,6 x 106 ton, kira – kira
96 % diantaranya digunakan untuk produksi alumina. Pengguna lainnya adalah untuk
Alumina (Al2O3) merupakan senyawa oksida dari aluminium yang diperoleh dari
proses pemurnian bauksit (Al2O3. x H2O) yang disebut sebagai Proses Buyer. Proses ini
terbagi ke dalam 3 tahap yaitu :
1. Proses ekstraksi memakai sodium hidroksida (NaOH)
2. Proses pengendapan (presipitasi) alumina trihidrat
3. Proses kalsinasi pada temperature 12000C
2.3.3. Katoda
Katoda adalah elektroda dengan muatan listrik negatif pada proses elektrolisis. Ditinjau dari
bahan baku dan proses pembuatannya, blok katoda dibagi dalam empat jenis yaitu :
1. Blok katoda amorphous, bahan bakunya antrasit, dipanggang pada temperature
12000C
2. Blok katoda semigraphiti, bahan bakunya grafit, dipanggang pada temperature
12000C
3. Blok katoda semigraphitized, bahan bakunya grafit, mengalami proses heat treatment
sampai temperature 23000C.
4. Blok katoda graphitized, bahan bakunya kokas, mengalami proses grafitasi sampai
temperature 30000C
Pemilihan jenis katoda ditentukan oleh desain pot dan arus listrik yang digunakan.
Pada pot jenis PAF (Prebaked Anoda Furnace) dengan arus listrik yang tinggi, biasanya
Reaksi utama yang terjadi di dalam katoda adalah reaksi penangkapan elektron oleh
ion aluminium (Al3+) menjadi aluminium (Al), ini diperlihatkan menurut persamaan reaksi
sebagai berikut :
Al3+(s) + 3e -
Al (l)
2.3.4. Anoda Karbon
Anoda adalah elektroda dengan muatan listrik positif dalam proses elektrolisa. Anoda
merupakan elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi (sebagai reduktor). Anoda yang
digunakan pada proses Hall-Heroult adalah anoda karbon. Karbon yang merupakan bahan
dasar pembentuk anoda akan diubah menjadi karbon dioksida selama proses elektrolisis
alumina menjadi alumunium, anoda karbon juga berfungsi sebagai penghantar arus listrik
menuju katoda melalui elektrolit.
Karbon merupakan bahan baku pembuatan anoda yang terdiri dari coke, butt, dan
green scrap sebagainfilter serta hard pitch sebagai binder. Tujuan pembuatan anoda di PT.
INALUM adalah untuk menyediakan kebutuhan sumber anoda karbon bagi keperluan proses
peleburan alumunium dimana anoda sangat mempengaruhi kualitas alumunium yang
dihasilkan. Anoda yang digunakan pada peleburan alumunium sesuai dengan proses
Hall-Heroult merupakan material karbon. Berdasarkan keperluan anoda untuk proses peleburan
alumunium, jenis pot reduksi dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Sodenberg Anode Furnace (SAF)
2. Prebaked Anode Furnace (PAF)
SAF adalah sistem pot yang menggunakan anoda pasta tercetak dalam bentuk briket.
panas yang ditimbulkan oleh bath dan dialiri arus listrik pada anoda jenis ini mengalir secara
vertikal.
Keuntungan SAF adalah :
1. Tidak diperlukannya adanya baking plant dan rodding plant
2. Radiasi sinar panas bagian atas anoda lebih kecil dibandingkan PAF
3. Tidak diperlukan penggantian anoda
PAF adalah sistem pot yang menggunakan anoda pasta yang dicetak dan dipanggang
(baked) di Anode Baking Furnace pada temperatur 1100-1200 oC. Anoda panggang (Baking
Block), kemudian diberi tangkai (rod) yang berfungsi sebagai penyangga dan penghantar arus
listrik dalam proses elektrolisa.
Keuntungan PAF adalah :
1. Dapat dibuat dalam ukuran besar
2. Kemudian pelaksanaan operasi yaitu dengan mekanisasi dan otomisasi
3. Pemakaian listrik yang lebih kecil dibandingkan dengan SAF
4. Kondisi ruangan kerja lebih baik
5. Konsumsi karbon lebih rendah dibandingkan dengan SAF
(Grjotheim,1988)
2.4. Proses Pembuatan Anoda
Anoda adalah bahan yang digunakan untuk memisahkan aluminium dari alumina dengan
proses elektrolisa.
Pembuatan anoda dilakukan dengan beberapa tahap:
2. Proses pemanggangan anoda ( Baking Plant )
3. Proses penangkaian anoda ( Rodding Plant )
2.4.1. Green Plant
Green plant adalah pabrik pembuatan anoda mentah (green anoda block) untuk kebutuhan
proses elektrolisa
di pot reduksi. Proses pembuatan anoda mentah menggunakan beberapa bahan baku, antara
lain:
a. Kokas (coke)
Kokas adalah bahan yang digunakan untuk membuat anoda yang berasal dari sisa-sisa
destilasi batu bara dan minyak bumi. Dalam pembuatan anoda dilakukan pengayakan
sehingga kokas terbagi atas ukuaran fisiknya yaitu:
a. Kokas dengan ukuran 18-5 mm disebut kokas kasar 1(C1)
b. Kokas dengan ukuran 5-1mm disebut kokas kasar 2 (C2)
c. Kokas dengan ukuran 1-0,2 mm disebut kokas medium
d. Kokas dengan ukuran dibawah 0,2 mm disebut fine
Kokas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan anoda tersusun dari beberapa
Tabel 2.4 Spesifikasi minyak kokas
NO Parameter unit Guaranted Valev
HS LS
1 Real Density g/cc - 2,06 - 2,06
2 Fixed Carbon % - 99,60 - 99,30
3 As Content % + 0,25 + 0,25
4 Collatile Meter % + 0,45 + 0,45
5 Mousture Content % + 0,3 + 0,3
6 Chemical Analysis
Sulfur % 2-3 0,5 -1
Panadium ppm + 225 + 100
Nikel ppm + 250 + 250
Silikon ppm + 250 + 250
Iron ppm + 250 + 300
Sodium ppm +200 + 250
Calcium ppm + 125 + 125
7 Bulk Density
1. Vibrated Bulk Density
Chaiser Methode (8-14 mesh) g/cc - 0,80 - 0,80
GLCC Methode (20-48 mesh) g/cc - 0,84 - 0,84
2. Tapped Bulk Density (0,84-1,41 mesh)
g/cc - 0,85 - 0,85
8 Particle size 4 mesh over % 30-45 30-45
9 CO2 Reactivity lose (1000 oC) % + 15 + 15
10 Air Reactivity at 525 oC %/min + 0,30 + 0,2
11 Grand Stability % - 84 - 84
12 Spesific Electrical Resistant Micro ohm meter
Tabel 2.4 Spesifikasi kokas pitch
NO Parameter Unit Guaranted Valev
LS
1 Real Density g/cc - 0,2
2 Fixed Carbon % - 99,10
3 As Content % + 0,4
4 Collatile Meter % + 0,5
5 Mousture Content % + 0,3
6 Chemical Analysis
Sulfur % + 1
Panadium Ppm + 50
Nikel Ppm + 20
Silikon Ppm + 450
Iron Ppm + 200
Sodium Ppm + 200
Calcium Ppm + 150
7 Bulk Density
1. Vibrated Bulk Density
Chaiser Methode (8-14 mesh) g/cc - 0,85
GLCC Methode (20-48 mesh) g/cc - 0,9
2. Tapped Bulk Density (0,84-1,41 mesh) g/cc - 0,9
8 Particle size 4 mesh over % 30-45
9 CO2 Reactivity lose (1000 oC) % + 10
10 Air Reactivity at 525 oC %/min + 0,52
11 Grand Stability % 85
12 Spesific Electrical Resistant Micro ohm
meter
b. Coal Tar Pitch (CTP)
CTP disebut juga dengan binder yang berfungsi sebagai perekat hingga terbentuk pasta.
Kualitas CTP yang rendah akan menurunkan kualitas Block anoda yang menyebabkan
berkurangnya efisiensi, terganggunya operasi reduksi aluminium ,bertanbahnya pengotor
[image:33.595.116.533.311.644.2](impurities).
Tabel 2.4 Spesifikasi dari CTP (Coal Tar Picth)
No Parameter Unit Guaranter Value
1 Softening Oil oC 111-117
2 Fixed Carbon % - 60
3 As Content % + 0,30
4 Toluen Insoluble % - 36
5 Quiline Insoluble % 8-15
6 Spesific Grafity g/cc - 1,30
7 Distillation test
F.D 0-369oC % + 6
8 Chemical Analysis
Sodium Ppm + 180
Calcium Ppm + 80
Silikon Ppm + 400
c. Butt ( Puntung anoda )
Butt adalah sisa anoda setelah digunakan dalam proses reduksi peleburan aluminium ditungku
reduksi. Butt terbagi atas dua ukuran fisiknya,yaitu:
a. Butt dengan ukuran 18-3 mm
b. Butt dengan ukuran < 3mm
d.Green skrap
Green skrap adalah hasil daur ulang dari produk-produk yang tidak memenuhi
standart mutu anoda yang digunakan untuk proses elektrolisa. Green skrap ada dua jenis yaitu:
a. Pasta yang belum layak dicetak karena tidak memenuhi spesifikasi.
b. GB yang rejected misalnya porosity, retak,tinggi yang tidak sesuai,sompel,dan pecah.
Selain menggunakan bahan baku diatas pembuatan anoda juga menggunakan minyak.
Minyak yang digunakan antara lain:
1. Minyak Marlotherm
Minyak Marlotherm adalah minyak yang digunakan untuk memanaskan CTP.
Minyak marlotherm juga digunakan sebagai media pemanas preheater,dan kneader.
2. Minyak Heavy Oil
Minyak ini digunakan untuk memanaskan minyak Marlotherm. Selain itu juga
digunakan untuk bahan bakar pada saat proses pemanggangan GB(Green Block)
Baking plant adalah tempat untuk memanggang green block (anoda mentah) yang berasal dari
green plant. Tujuan pemanggangan untuk mengkalsinasi pitch yang ada didalam green block
(GB) yang kemudian pitch tersebut akan membentuk ikatan dengan kokas dan butt. Bahan
baku utama anoda panggang (BB) adalah blok anoda mentah yang dihasilkan oleh green plant.
Pabrik pemanggangan terdiri dari 2 gedung yaitu gedung A dan gedung B. Gedung A
terdiri dari 2 bagian yaitu gedung A1 dan gedung A2. Demikian juga gedung B terdiri dari 2
bagian yaitu gedung B1 dan B2. Jumlah seluruh tungku pemanggangan dibaking plant adalah
106 tungku.
Gedung pemanggangan(Baking Plant) mempunyai 7 rantai bakar :
1. Gedung A1 terdiri dari 2 rantai bakar
2. Gedung A2 terdiri dari 2 rantai bakar
3. Gedung B1 terdiri dari 2 rantai bakar
4. Gedung B2 terdiri dari 1 rantai bakar
Dimana 1 rantai bakar tediri dari 15 Furnace (tungku) dan khusus di B2, 1 rantai bakar untuk
16 furnace. Sistem pengaturan operasi firing adalah sebagai berikut :
1. 4 tungku tertutup : mengalami preheating
2. 3-4 tungku tertutup: mengalami firing
3. 2-3 tungku tertutup: mengalami cooling
4. 4 tungku terbuka : mengalami pengeluaran BB dan pemasukan GB serta perawatan
tungku.
Proses pemanggangan anoda meliputi tiga tahap penting :
Preheating merupakan pemanasan awal dengan temperatur yang dimulai pada
temperature (150-250 ºC) hingga temperature (800-900ºC). Setelah mencapai
temperatur tersebut, proses berlanjut ke tahap berikutnya.
2. Firing ( pembakaran ) and Soaking
Tahap firing dimulai pada temperature (800-900 ºC) hingga mencapai temperatur
[image:36.595.104.554.343.580.2](1225 – 1250 ºC) . Tahap soaking yaitu menjaga temperatur (1225 - 1250 ºC).
Tabel 2.4 Standar mutu Karakteristik anoda
Item Satuan Standar
Apprent Density
Tahanan Jenis
Tahan Energi Listrik
Kekuatan Bengkok
Kekuatan Tekan
Reaktivitas Residu CO2
Reaktivitas Residu O2
Density In Xylene
g/cc
µΩm
J / m
Kg / cm2
Kg / cm2
% % g/cc 1,575 (minimum) 58 (maksimum) 250 (minimum) 110 (minimum) 370 (minimum) 90 (minimum) 88 (minimum) 2,02 (minimum)
3. Cooling ( pendinginan )
Pada tahap ini BB (baked block) yang telah dipanggang mengalami pendinginan dari
temperatur (1225 – 1250 ºC) sampai temperatur (300 - 400 ºC)
Pada proses firing, tungku pemanggangan mendapatkan panas 1225 - 1250 ºC dengan
oil) yang akan membantu proses pemanggangan GB. Jumlah produksi anoda (BB) yang
dihasilkan dapat dihitung dengan formula sederhana.
BB production = H/Fp x n x Y x €
Dimana : H adalah waktu (jam) dalam satu hari
Fp adalah fire progression ( laju pembakaran dalam jam)
n adalah jumlah anoda dalam 1 tungku
Y adalah rantai bakar yang beroperasi
€ adalah efisiensi operasi pemanggangan (0,995%)
Fire Progression 36 jam
BB production = 24/36 x 75 x 30 x 2 x 0,995% = 2985 anoda panggang
2.4.3 Rodding Plant
Rodding plant adalah pabrik penangkaian anoda, dimana anoda baked block (BB) dirakit
dengan dengan menggunakan cast iron hingga menjadi Anoda Assembly. Ditungku reduksi,
anoda merupakan elektroda positif dalam proses elektrolisa sedangkan rod berfungsi sebagai
penghantar listrik dari busbar ke anoda.
Pabrik penangkaian terletak pada tahap akhir produksi anoda untuk digunakan di
Cast Iron
BB Rod Rod Reject
Rod
Anoda Assembly Thimble
Aluminium
Non Spray
Rod + Thimble
Anoda Assembly
Membawa butt
Reduction pot
[image:38.595.70.560.77.706.2]
Rod + Butt
Gambar 2.4. Proses Penangkaian Anoda di PT INALUM
Casting AluminiumS pray ATC Crash Braker Crush system Buut system S-403 Butt Cleaning Butt Breaking Press Thimble Breaking Press Thimble cleaning
Inspector RRS
Rod Cleaning Graphite Coating
1. Casting
Casting adalah proses penuangan besi tuang atau cast iron untuk menyambung rod dengan
Baked Block (BB). Sebelum penangkaian anoda, rod dan lubang-lubang Baked Block (BB)
dipanaskan terlebih dahulu. Lubang-lubang BB suhu 80ºC, dengan LPG untuk mencegah
terjadinya percikan api pada saat penuangan cast iron atau besi tuang. Selanjutnya Blok anoda
yang sudah dipanaskan lubang-lubangnya dipasangkan dengan rod assembly sudah
dipanaskan juga. Kemudian besi tuang dituang ke celah antara tangkai dan lubang anoda.
2. Induction Furnace
Induction Furnace merupakan dapur untuk memproduksi cast iron. Cast iron merupakan
paduan besi dan karbon. Dimana persentase dari karbon tersebut mencapai 3-4 %. Cast iron
diproduksi didalam Induction Furnace (IF-401) dengan temperatur 1360°C selama 20 menit.
Kapasitas dari Induction Furnace tersebut mencapai 3,5 ton. Rodding Plant mempunyai 3 unit
Induction Furnace, dimana 2 unit untuk operasi dan 1 unit stand-by.
Bahan baku dari cast iron ini terdiri dari :
1. Recycle Cast Iron
2. Pig iron
3. Additive material yang terdiri dari Ferro silikon. Ferro mangan, Ferro posfor, dan
kokas
Tabel 2.4 Komposisi material cast iron:
Jenis Material Berat Material I (kg/charge)
Berat Material II (kg/charge)
Recycle Cast iron 400 500
Pig iron 22,7 28,3
Ferro Silikon (Si) 3,3 4,3
Ferro Mangan (Mn) 1,1 1,8
Ferro Posfor (P) 1,1 1,8
Kokas (C) 2,2 2,9
Total 430,4 539,1
Bahan baku tersebut akan dimasukkan kedalam Induction Furnace (IF-401), setelah
mencapai temperatur 1360°C cast iron dituangkan kedalam leadle dimana kapasitas ladle adalah
250 kg/ladle. Penuangan cast iron dilakukan sebanyak 2 ladle/times. Setelah penuangan 2 ladle,
pemasukan material langsung dilakukan ke Furnace tersebut.
Tabel 2.4 Standar kualitas besi tuang
Komponen Nilai (%) Keterangan
Karbon > 3,5 Karbon ditemukan sebagai sementit (Fe3C) dan garfit.
Sementit menyebabkan besi tuang menjadi keras, sedangkan grafit menyebabkan besi tuang menjadi lunak.
Silikon 2 ± 0,1 Silikon membuat aliran besi tuang menjadi lebih baik.
Mangan 0,5 – 0,7 Mangan berfungsi untuk mengikat slag. Kelebihan
mangan dapat meningkatkan sementit yang terbentuk dan mempengaruhi terbentuknya grafit.
memperbaiki aliran besi tuang. Kelebihan posfor menyebabkan besi tuang menjadi rapuh, mudah retak
Belerang < 0,05 Sulfur menghambat terjadinya kristal grafit. Sulfur yang
larut dalam besi tuang akan meningkatkan titik lebur.
Apabila tungku tidak beroperasi maka tungku diberi sekam padi (chaff) untuk menjaga
suhu furnace (tungku) agar tidak cepat turun.
3. Aluminium Spray
Anoda Assembly akan dilapisi aluminium spray. Pelapisan ini bertujuan agar tidak terjadi
kontak dengan udara yang mengakibatkan terjadinya oksidasi. Sisi bawah anoda tidak dilapisi
dengan aluminium spray karena pada waktu proses reduksi bagian bawah anoda langsung
dicelupkan kedalam bath (larutan elektrolit).
Alumina cair diangkut dari reduksi dengan menggunakan Metal Transport Car (MTC)
dan dimasukkan ke dalam Holding Furnace (HF-401). Aluminium cair di dalam HF-401
ditambahkan flux untuk mengikat kotoran-kotoran metal agar mudah untuk dipisahkan atau
dibuang.Temperatur tungku dijaga pada temperatur 820º C. Alumina Cair dituangkan kedalam
Aluminium Coating (AC-401) dan dialirkan melalui Elektrik Magnetik Pump (EMP), dan
pada saat alumunium cair tercurah udara tekan dihembuskan untuk menyepray permukaan
anoda. Jumlah aluminium yang digunakan ± 12 kg/anoda assembly.
Anode Transport Car (ATC) adalah kendaraan khusus yang digunakan untuk mengirimkan
anoda assembly ke gedung reduksi dan mengambil butt assembly dari gedung reduksi. Anoda
assembly yang tergantung di rantai Power &Free Conveyor di stasiun LO-401 akan
diturunkan ke atas ATC untuk dikirim ke gedung reduksi sesuai dengan permintaan gedung
reduksi. Capasitas ATC sebanyak 4 pcs/unit/trip. Dalam satu shift rodding mengirimkan
anoda assembly rata-rata sebanyak 228 buah dengan 5 unit ATC yang beroperasi. Rakitan butt
assembly yang diangkut oleh ATC kemudian digantung di P&F Conveyer di stasiun LO-401
yang kemudian akan diproses lebih lajut pada Crust& Butt System.
5. Crust dan Butt System
Crust dan butt system adalah proses daur ulang crust dan butt yang diterima dari gedung
reduksi. Crust dan butt dipisahkan di CB-401 dengan menggunakan Crush Breaker.
a. Crust System
Crust yang berada diatas butt dipisahkan dengan Crush Breaker (CB-401 A/B). Crust
yang telah pisah dari butt jatuh ke Belt Conveyer 401) dan dibawa ke Belt Conveyer
(BC-403) hingga masuk ke Crusher (CR-401) dan dihancurkan. Pemecahan Crust berfungsi untuk
memecah crust menjadi ukuran 50mm dan 30mm. Crust kemudian diteruskan ke Gizzy Fidder
(GF-401) untuk memisahkan Alumunium metal. Return crust masuk ke Bucked Elevator
(BE-401) untuk dialirkan ke Siever (SR-401). Di Siever (SR-401) crust diayak untuk
mendapatkan ukuran 30 mm dan 5 mm, untuk crust yang berukuran diatas 30 mm dimasukkan
ke Silo 402) sedangkan untuk crust yang berukuran dibawah 5 mm dimasukkan ke Silo
(S-401) dan dihaluskan dengan Hummer Mill (HM 401 A dan HM 401 B). Return crust
kemudian masuk ke Belt Compeyer (BC 404) dan masuk ke Silo (S-53).
Butt dipecah hingga terlepas dari Rod-nya di Press (PR-401 dan PR 402). Pecahan butt
jatuh ke Belt Conveyer (BC-405) dan dialirkan ke Crusher (CR 402) untuk dilakukan
pemecahan terhadap butt dan dilanjutkan ke Bucked Elevator (BE 402) dan diayak di Siever
(SR 402) sehingga dihasilkan ukuran 150 mm dan 80 mm. Butt yang berukuran diatas 80 mm
di recycle ke Crusher (CR 402) untuk dipecah lagi sedangkan butt yang berukuran dibawah
80 mm dibawa ke Belt Compeyer (BC 406) untuk memisahkan logam-logam yang terdapat di
dalam butt melalui Magnet Seprator (MS 402), kemudian butt yang dihasilkan dialirkan
melalui Belt Compeyer (BC-407) untuk diisi ke Silo (S-403).
6. Press System
Butt Assembly yang telah terpisah dari Crust masuk ke Shot Balst (SH-401) untuk
membersihkan crust yang masih lengket di butt dengan bantuan tembakan shot particle
selama tiga kali putaran. Selanjutnya rakitan butt dibawa ke bagian Inspector (IS-401) untuk
pemeriksaan kondisi butt. Dimensi dan ukuran butt diukur secara sampling sebanyak 30 %
dari jumlah butt yang di terima. Oksidasi butt dan patahan butt diperiksa secara populasi. Di
IS-401 butt dengan ketebalan kurang dari 350 mm dikirim ke pemecah butt Press (PR-401)
sedangkan butt dengan ketebalan lebih dari 350 mm dikirim ke Press (PR-402). Sebelum
dikirim ke PR-401 dibersihkan terlebih dahulu sisa crust yang masih menempel pada rakitan
butt secara manual. PR-401 memecah butt secara vertical sedangkan PR-402 memecah butt
secara horizontal.
Setelah butt lepas dari tangkai (rod), kemudian tangkai dikirim ke PR-403 untuk
melepaskan recycle cast iron dari stub sebelah Rand dan PR-404 pada stub sebelah Blade.
Recycle cast iron akan dibersihkan di SH-403 sebelum digunakan di Induction Furnice (IF).
tangkai yang reject. Tangkai yang reject dikirim ke Rod Repair Shop (RRS). Tangkai yang
masih dapat digunakan dikirim ke pembersih Shot Balst (SH-402) untuk dibersihkan dengan
shot particle. Stub yang sudah bersih dicelupkan dengan grafit coating agar antara cast iron
dan stubnya tidak susah untuk dilepaskan setelah di pakai di reduksi. Stub yang sudah
dicelupkan selanjutnya dilakukan pemanasan awal di Preheater. Kemudian tangkai
dikeringkan memakai Dryer (DR-401) sebelum dikirim ke casting. Pemanasan stub dilakukan
dengan pemanas listrik selama 12 menit. Temperatur stub yang keluar dari Dryer (DR-401)
sekitar 600C (PT INALUM, 2003)
2.5. Cast Iron
Secara umum Besi Tuang (Cast Iron) adalah Besi yang mempunyai Carbon content
2.5% – 4%. Oleh karena itu Besi Tuang yang kandungan karbonnya 2.5% – 4% akan
mempunyai sifat mampu lasnya (weldability) rendah. Karbon dalam Besi Tuang dapat
berupa sementit (Fe3C) atau biasa disebut dengan Karbon Bebas (grafit). Perlu di
ketahui juga kandungan fosfor dan sulfur dari material ini sangat tinggi dibandingka n
Baja.
Komposisi pada besi tuang. Besi tuang biasa mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
Karbon : 3 – 4 %
Silicon : 1 – 3 %
Mangan : 0,5 – 1 %
2.5.1. Pengaruh unsur-unsur terhadap sifat-sifat besi tuang.
Karbon yang berada dalam besi tuang berupa grafit atau besi karbid (sementit) yang
rapuh. Bila besi tuang banyak mengandung sementit besi tuang menjadi rapuh dan
sulit dimesin.
1. Silikon (Si) mempermudah pemisahan grafit. Si, cenderung membentuk besi tuang
kelabu dan membuat besi tuang mudah dimesin.
2. Mangan (Mn) mencegah panggrafitan dan menggalakkan kestabilan sementit dan
larut didalamnya. la membuat butir-butir halus yang perlitis dan mencegah
pengendapan ferrit, dengan penambahan mangan akan didapatkan struktur perlit dan
grafit yang menguletkan & menguatkan besi.
3. Belerang (S) menstabilkan sementit sehingga menyebabkan besi menjadi rapuh.
4. Phospor (P) mengurangi kelarutan karbon dan memperbanyak sementit,akibatnya
besi menjadi keras dan rapuh.
5. Pengaruh kecepatan pendinginan. Jika didinginkan dengan cepat karbon akan
dipaksa jadi sementit yang keras. Jika didinginkan dengan cepat karbon akan dipaksa
jadi sementit yang keras. Jika didinginkan perlahan-lahan sementit terurai menjadi
grafit
2.5.2. Macam-macam besi tuang
a. Besi tuang putih.
Namanya diambil dari warna bidang patahnya. Karbon berbentuk sementit yang
b. Besi tuang kelabu.
Namanya diambil dari warna bidang patahnya. Jenis Besi Tuang ini sering dijumpai
(sekitar 70% besi tuang berwarna abu-abu). Mempunyai graphite yang berbentuk flake.
Sifat dari Besi Tuang ini kekuatan tariknya tidak begitu tinggi dan keuletannya rendah
sekali (Nil Ductility). Karbon dalam keadaan bebas. Sifat mampu mesinnya baik.
Struktur besi tuang kelabu dapat dilihat pada gambar 2.5
c. Besi tuang cil
Besi tuang cil Ialah besi tuang yang permukaannya terdiri dari besi tuang putih
dan bagian dalamnya terdiri dari besi tuang kelabu.
d. Besi tuang grafit bulat.
Disebut juga besi tuang nodules. Dibuat dengan jalan mencampurkan
keliatan tinggi, tahan aus juga tahan panas.
e. Besi tuang inoculated.
Dibuat dengan menambahkan. kalsium silikon yang dicampur sebelum
penuangan guna menghasilkan butiran-butiran halus.Sifat-sifat permesinan
diperbaiki.
f. Besi tuang kelas tinggi.
Mengandung sedikit karbon silikon dan grafit bebasnya lebih kecil dibandingkan
dengan besi tuang kelabu.
g. Besi tuang mampu tempa.
Dibuat dari besi tuang putih yang dilunakan dengan heat treatment. Struktur
sementit dari besi tuang putih berubah menjadi ferrit dan perlit serta karbon yang
ditemper mengendap. Sifat-sifat sangat baik jika dibandingkan dengan besi
tuang kelabu tetapi harganya mahal.
h. Besi tuang nodular (nodular cast iron)
Besi tuang nodular adalah perpaduan besi tuang kelabu. Ciri Besi tuang ini bentuk
graphite flake dimana ujung – ujung flake berbentuk takik yang mempunyai pengaruh
terhadap ketangguhan, keuletan dan kekuatan oleh karena untuk menjadi lebih baik,
maka graphite tersebut berbentuk bola dengan menambahkan sedikit inoculating agent,
tinggi maka besi tuang ini di kategorikan ductile cast iron (Jan, 1979).
2.5.3. Dapur Cast Iron
Pada umumnya dapur tinggi digunakan untuk mengolah bijih-bijih
dijadikan
kedalam dapur, untuk dijadikan baja atau baja tuang; juga besi tuang. Konstruksi
dapur tinggi dapat dilihat pada gambar 2.5
Bahan yang digunakan dalam proses dapur tinggi untuk menghasilkan besi kasar dari
dapur tinggi diperlukan bahan-bahan antara lain : Bijih besi, batu kapur, bahan bakar
dan udara panas.
1. Bijih Besi.
Bijih besi didapat dari tambang setelah melalui proses pendahuluan. Bijih besi
merupakan bahan pokok dari dapur tinggi.
2. Batu Kapur.
Batu kapur digunakan untluk mengikat bahan-bahan yang ikut campur dalam cairan
Proses pengikatan bahan yang ikut dalam cairan besi antara lain dapat dilihat pada
reaksi kimia sebagai berikut :
CaCO
3CaO + CO
2(terak)
FeS + CaO + C
Fe + CaS + CO
(terak)
P
2O
5+ 4CaO
(CaO)
4P
2O
5(terak)
Dengan adanya terak yang terletak di permukaan cairan-besi ini, terjadinya oksidasi
oleh udara dapat dihindari. Sebagai bahan tambahan biasanya digunakan batu kapur
(CaCO
3) murni, kadang Pula dolomit yang merupakan campuran dari CaCO
3dan
3. Bahan Bakar.
Bahan bakar yang diqunakan dalam proses dapur tinggi ialah kokas, arang kayu, juga
antrasit,
4. Udara panas.
Udara panas digunakan untuk mengadakan pembakaran dengan bahan bakar menjadi
CO
2dan gas CO guna menimbulkan panas,juga untuk mereduksi bijih-bijih besi.
Udara panas dihembuskan dengan maksud agar pembakaran sempurna, hingga
kebutuhan kokas berkurang. Pemanasan udara dilakukan pada dapur pemanas cowper
(Sylvia, 1972).
2.6. Pengendalian Kualitas Anoda
Pengujian kualitas dipabrik karbon meliputi pemeriksaan bahan baku (kokas, pitch,
dan bola keramik) dan blok anoda. Standar operasi untuk pengukuran / pengujian mutu blok
anoda menyangkut proses penentuan apparent density blok anoda mentah untuk mengetahui
sifat fisik maupun kimia. Adapun ruang lingkup pengukuran/pengujian mutu blok anoda
mentah dan blok anoda panggang meliputi :
1. Apprent Density
Kerapatan diukur dari sampel kokas dengan ukuran 0,84 – 1,41 mm. Kerapatan dihitung
2. Daya hantar listrik
Daya hantar listrik mempengaruhi unjuk kerja anoda dalam proses elektrolisa alumina.
Semakin kecil hambatan listrik yang dimiliki oleh anoda, kehilangan arus listrik akan
semakin kecil.
3. Daya Hambat listrik
Daya hambat listrik mempengaruhi unjuk kerja anoda dalam proses elektrolisa alumina.
Semakin kecil hambatan listrik yang dimiliki blok anoda, kehilangan arus listrik semakin
kecil. Pengukuran kekuatan lentur anoda dilakukan dengan mengukur berat beban yang
dapat ditahan oleh anoda hingga anoda tersebut patah. Kekuatan tekan diukur dengan
menggunakan gaya anoda hingga anoda pecah. Nilai kekuatan tekan dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut :
Cs = P/A
dimana : Cs = kekuatan tekan
P = berat beban
A = Luas penampang (cm2)
4. Reaktivitas terhadap O2
Reaktivitas terhadap O2 adalah parameter yang menyatakan seberapa banyak anoda
karbon yang hilang karena bereaksi dengan gas O2. Dengan adanya reaksi ini maka
konsumsi anoda karbon akan meningkat sehingga menurunkan efisiensi proses elektrolisa
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. ATC (Anoda Transport Car)
2. LO-401
3. P and F Conveyor
4. Crush Breaker (CB)
5. Belt Conveyor (BC)
6. Crusher (CR)
7. Gizzy Fidder (GF)
8. Bucked Elevator (BE)
9. Siever (SR)
10. Silo (S)
11. Press (PR)
12. Magnet Separator (MS)
14. Inspector (IS)
15. Induction Furnace (IF)
16. Ladle
17. Catrige
18. Timbangan
19. Pengaduk
20. STC (Strain Transport Car)
21. Conveyor Machine (CM)
22. Drying (DR)
23. Hammer Mill (HM)
24. Magnet Separator (MS)
3.1.2 Bahan
1. Recycle Cast Iron
2. Pig Iron
3. Ferro Silikon (Si)
4. Ferro Mangan (Mn)
5. Ferro Posfor (P)
3.2 Prosedur
3.2.1 Prosedur Penerimaan Butt Assembly
1. Rakitan butt assembly di transportasikan dari gedung reduksi menuju penangkaian
dengan menggunakan ATC (Anode Transport Car).
2. Rakitan butt dari ATC (Anode Transport Car) digantumg pada P dan F conveyor di
stasiun LO-401.
3. Rakitan butt yang telah diterima dikirim dan diproses pada crust dan butt system.
3.2.2 Prosedur Pemecahan Crust dan Butt System
1. Crust dipisahkan dari butt assembly menggunakan CB-401
2. Crust yang dipisahkan di CB-401 dicurahkan ke BC-402 yang selanjutnya masuk ke
BC-403 hingga masuk ke CR-401 dan dihancurkan.
3. Crust kemudian diteruskan ke GF-401 untuk memisahkan aluminium metal.
4. Return crust masuk ke BE-401 untuk dialiri ke SR-401.
5. Di SR-401 crust diayak untuk mendapatkan ukuran 30 mm dan 5 mm, untuk crust
yang berukuran diatas 30 mm dimasukkan ke S-402 sedangkan untuk crust yang
berukuran dibawah 5 mm dimasukkan ke S-401 dan dihaluskan dengan HM-401 A
dan HM-401 B.
6. Return crust kemudian masuk ke BC-404 dan masuk ke S-53.
7. Setelah crust dibersihkan maka akan dilakukan pemecahan butt.
9. Pecahan butt akan jatuh ke BC-405 dan dialirkan ke CR-402 untuk dilakukan
pemecahan terhadap butt.
10. Kemudian dilanjutkan ke BE-402 dan diayak di SR-402 sehingga dihasilkan ukuran
150 mm dan 80 mm.
11. Butt yang berukuran diatas 80 mm di recycle ke CR-402 untuk dipecah lagi
sedangkan butt yang berukuran dibawah 80 mm dibawa ke BC-406 untuk
memisahkan logam-logam yang terdapat didalam butt melalui MS-402.
12. Kemudian butt yang dihasilkan dialirkan melalui BC-407 untuk diisi ke S-403.
3.2.3 Prosedur Press System
1. Butt assembly yang telah terpisah dari crust masuk ke SH-401 untuk membersihkan
crust yang masih lengket di butt.
2. Selanjutnya rakitan butt dibawa ke bagian IS-401 untuk pemeriksaan kondisi butt.
3. Di IS-401 butt dengan ketebalan kurang dari 350 mm dikirim ke pemecahan butt
PR-401 sedangkan butt dengan ketebalan lebih dari 350 mm dikirim ke PR-402.
4. Setelah butt lepas dari tangkai kemudian tangkai dikirim ke PR-403 untuk
melepaskan recycle cast iron (besi tuang) dari stub sebelah rand dan PR-404 pada
stub sebelah blade.
5. Recycle cast iron (besi tuang) akan dibersihkan di SH-403 sebelum digunakan di IF.
6. Rod kemudian dikirim ke IS-402 untuk menentukan tangkai yang bagus atau tangkai
yang reject.
7. Tangkai yang reject dikirim ke Rod Repair Shop.
8. Tangkai yang masih dapat digunakan dikirim ke pembersih SH-402 untuk
dibersihkan dengan shot particle.
10. Stub yang sudah dicelupkan selanjutnya dilakukan pemanasan awal Preheater.
11. Kemudian tangkai dikeringkan memakai DR-401 sebelum dikirim ke casting.
12. Setelah dikeringkan tangkai dikirim ke casting untuk dilakukan proses penangkaian.
3.2.4 Prosedur Pembuatan Cast Iron
1. Ditimbang bahan material yang akan digunakan untuk pembuatan bahan cast iron.
2. Setelah ditimbang bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tungku
induksi (induction furnace).
3. Setelah bahan-bahan material tersebut dimasukkan kedalam tungku, bahan baku
tersebut diaduk.
4. Setelah bahan material diaduk tungku ditutup dan dipanaskan dengan temperatur 1360
°C selama 20 menit.
5. Setelah dipanaskan selama 20 menit maka tutup tungku dibuka dan cast iron siap
untuk dituangkan kedalam ladle.
3.2.5 Prosedur Penerimaan dan Penangkaian Blok Anoda Panggang (Baked Block
Anoda)
1. Digudang penyimpanan blok anoda panggang dinaikkan keatas CM-22
menggunakan STC-1.
2. Kemudian diangkut ke pabrik penangkaian yang dilewatkan melalui TL-401 dan
diteruskan melalui CM-402.
3. Setelah sampai dipabrik penangkaian lubang-lubang blok anoda panggang
4. Setelah dilakukan pengeringan maka blok anoda panggang akan dibawa ke bagian
casting untuk dilakukan proses penangkaian
5. Setelah blok anoda panggang sampai di casting, tangkai anoda dimasukkan kedalam
lubang blok anoda panggang dan dituangkan cast iron panas kedalam lubang blok
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Dari hasil kerja praktek yang dilaksanakan di unit pembuatan anoda, dilakukan pengamatan
langsung ke lapangan dan memperoleh data-data berat dari masing-masing sampel. Adapun
[image:58.595.108.532.397.649.2]data yang diperoleh dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 4.1 Data perbandingan bahan baku material cast iron
No Jenis Material Berat Material I
(kg/charge)
Berat Material II
(kg/charge)
1 Recycle Cast Iron 400 500
2 Pig Iron 22,7 28,3
3 Ferro Silikon (Si) 3,3 4,3
4 Ferro Mangan (Mn) 1,1 1,8
5 Ferro Posfor (P) 1,1 1,8
6 Kokas (C) 2,2 2,9
4.2 Perhitungan
Nilai Carbon Equivalen (CE) adalah parameter yang menyatakan seberapa banyak carbon
yang terkandung dalam cast iron untuk ketahanan proses penangkaian.
Dimana : CE = Carbon Equivalen
C = Kokas
Si = Silikon
P = Posfor
- Untuk bahan material I
CE = C + 0,3 ( Si + P )
= 2,2 + 0,3 ( 3,3 + 1,1 )
= 2,2 + 0,3 ( 4,4 )
= 2,2 + 1,32
= 3,52
- Untuk bahan material II
= 2,9 + 0,3 ( 4,3 + 1,8 )
= 2,9 + 0,3 ( 6,1 )
= 2,9 + 1,83
= 4,73
[image:60.595.108.506.332.466.2]
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan nilai Carbon Equivalen (CE)
No Jenis Kokas
(C)
Silikon
(Si)
Posfor
(P)
Carbon Equivalen
(CE)
1 Bahan Material I 2,2 3,3 1,1 3,52
2 Bahan Material II 2,9 4,3 1,8 4,73
4.3 Pembahasan
Salah satu faktor yang mempenagaruhi kualitas dari cast iron (besi tuang) yaitu nilai Carbon
Equivalen (CE). Kuat atau rapuhnya cast iron tersebut tergantung dari besar kecilnya nilai
Carbon Equivalen (CE) yang diperoleh.
Apabila nilai carbon equivalen (CE) pada cast iron kurang dari 4,7 – 4,9 maka cast iron
carbon eqiuvalen (CE) pada cast iron lebih dari 4,7 – 4,9 maka cast iron (besi tuang) tersebut
akan sukar untuk dilepas dari rod (tangkai anoda) karena nilai CE nya sudah mendekati baja.
Hal ini mengakibatkan penggunaan cast iron meningkat sehingga PT INALUM akan
mengalami kerugian dalam biaya produksi dan proses elektrolisa di pot reduksi juga tidak
akan berjalan dengan baik.
Adapun faktor yang mempengaruhi besarnya nilai Carbon Equivalen yaitu karbon,
silikon, dan posfor. Karbon merupakan pengaruh kuat dalam struktur dan bahan utama dari
besi, dimana presentase dari karbon adalah 3 – 4 %. Jika kandungan karbon lebih dari
presentase yang ditentukan maka material tersebut sudah mendekati baja. Karbon ditemukan
sebagai sementit dan grafit. Sementit inilah yang menyebabkan cast iron menjadi keras
sedangkan grafit menyebabkan cast iron menjadi lunak. Silikon merupakan kandungan di
semua besi tuang dengan presentase 1 – 3%, dimana selalu diberikan laju pendinginan yang
sama. Semakin tinggi kandungan silikon dan karbon maka kemungkinan besar besi tuang
tersebut akan menjadi besi tuang abu-abu. Struktur nyata dari besi adalah dengan
terkontrolnya kolerasi dari karbon dan silikon. Silikon berpengaruh untuk menguraikan besi
karbid kedalam ferit dan grafit dan membuat aliran besi tuang menjadi lebih baik. Fosfor di
temukan di besi dalam jumlah kecil yang tidak melebihi dari 1%. Ini merupakan sebagian dari
larutan padat dengan ferit dan sementit. Pengaruh fosfor ini dalam cast iron adalah untuk
menurunkan titik lebur besi tuang dan meningkatkan fluiditas dari besi tuang. Kelebihan
fosfor dalam cast iron akan menyebabkan cast iron menjadi rapuh dan mudah retak.
Dari hasil perhitungan diatas, dihasilkan nilai Carbon Equivalen (CE) cast iron (besi
tuang) yaitu 3,52 dan 4,73. Pada bahan material cast iron II dihasilkan nilai Carbon Equivalen
(CE) nya sebesar 4,73 yang menandakan bahwa cast iron yang dihasilkan nilai Carbon
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Nilai Carbon Equivalen (CE) yang dihasilkan dari hasil pengamatan yaitu :
3,52 dan 4,73.
- Faktor yang mempengaruhi nilai Carbon Equivalen (CE) cast iron adalah :
* Karbon yang berperan sebagai sementit yang menyebabkan cast iron menjadi keras
dan grafit yang menyebabkan cast iron menjadi lunak.
* Silikon yang berpengaruh untuk menguraikan besi karbit dalam grafit dan membuat
aliran cast iron menjadi lebih baik.
* Fosfor yang berpengaruh untuk menurunkan titik lebur cast iron dan meningkatkan
fluiditas dari cast iron dan apabila kelebihan fosfor dalam cast iron akan
menyebabkan cast iron menjadi rapuh dan mudah retak.
5.2 Saran
- Untuk mendapatkan kualitas aluminium yang baik maka perlu ditingkatkan kualitas
anoda yang dihasilkan.
- Untuk mendapatkan cast iron yang sesuai dengan standar mutu maka harus lebih
DAFTAR PUSTAKA
Donet, J. B. 1970. Carbon Black, Physics, Chemistry, and Reinforcemenr. New York : Marcel
Dekker.
Grjotheim, K. and B.L. Welc. 1988. Aluminium Smelter Technology. Second Edition.
Dusseldorf: Aluminium Verlag.
Hume, M. S. 1999. Anode Reactivity Influence of Row Material Properties. Switzerland: R &
D Carbon Ltd.
Jan, P. L. 1979. Principal Of Foundry Technology. New Delhi: Tata Mc Graw Hill
Publishing Company.
Oxtoby, J. H. 2003. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta : Penerbit Erlangga.
PT INALUM. 1988. Produksi Aluminium dengan Proses Elektrolisa, Asahan: PT INALUM.
PT INALUM. 2003. Manual Operasi Green Plant, Baking Plant and Rodding Plant. Seksi
Karbon. Asahan : PT INALUM.
Sumanto, M. A. 1994. Pengetahuan bahan untuk mesin dan listrik. Edisi pertama.
Yogyakarta: Andi offset.
Sylvia, J. G. 1972. Cast Metal Technology. United State: American Foundrymen Society