HASIL PENELITIAN
NURSANIAH
100805012
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI KANTUNG SEMAR (Nepenthes
spp.
) DI KAWASAN
HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT KABUPATEN
TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA
HASIL PENELITIAN
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NURSANIAH
100805012
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT KABUPATEN
TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA
HASIL PENELITIAN
NURSANIAH
100805012
Disetujui Oleh:
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Dr. T. Alief Aththorick, M.Si Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc
NIP. 196909191999031002 NIP. 196301231990032001
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan
judul “Studi Kantung Semar (Nepenthes spp.) di Kawasan Hutan Batang Toru
Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku pembimbing I dan Ketua
Departemen Biologi FMIPA USU serta Bapak Dr. T. Alief Aththorick, M.Si
selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi agar
pelaksanaan penelitian dan penyusunan hasil penelitian ini berjalan dengan baik,
juga Dr. Erni Jumilawaty, M.Si selaku penguji II serta Alm. Prof. Dr. Retno
Widhiastuti, MS yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku dosen
penasehat akademik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Gabriella
Fredriksson dan Dr. Matthew G. Nowak (YEL-SOCP) yang telah memberikan
fasilitas, bantuan, dan meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan
arahan dalam pelaksanaan penelitian serta penulisan hasil penelitian ini. Ucapan
terima kasih penulis ucapkan juga kepada tim lapangan, Abangda Ronald Andreas
Paja, S.Hut, dan Abangda Herman, S.Si selaku koordinator stasiun riset
YEL-SOCP serta para asisten lapangan Abangda Kalam, Nardi, Dosman, Ulil dan Eti
yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini, juga
kepada dua sahabat seperjuangan Eka Siswiyati dan Dewi Kurnia Arianda.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan hasil penelitian ini. Kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini nantinya. Untuk segala partisipasi dan
dukungannya penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2015
iii
ABSTRAK
Penelitian tentang studi kantung semar (Nepenthes spp) di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis, keanekaragaman, dan persebaran Nepenthes. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive random sampling. Pengamatan dilakukan dengan metode belt transect dan survei. Ditemukan 5 jenis Nepenthes, yaitu N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. longifolia, dan N. rafflesiana. Nepenthes yang mendominasi pada stasiun penelitian adalah N. longifolia dengan indeks nilai penting sebesar 118,94 %. Indeks keanekaragaman Nepenthes spp. dengan nilai sebesar 0,81 tergolong rendah. Hasil penelitian ini juga menyajikan kunci identifikasi dan pertelaan ciri-ciri dari setiap jenis Nepenthes yang ditemukan. Nepenthes spp. dominan pada ketinggian 800-1000 mdpl, curah hujan 3500-4000 mm/tahun, pH 3-6, pada tanah humic acrisols 2/3c, dan menempati hutan sekunder tua, hutan rawa, serta pinggiran sungai.
iv
STUDY OF KANTUNG SEMAR (Nepenthes
spp.
) IN WEST
AREA BATANG TORU FOREST NORTH TAPANULI NORTH
SUMATRA
ABSTRACT
A study of kantung semar (Nepenthes spp.) in west area Batang Toru forest North Tapanuli, North Sumatra has been done in August-December 2014. The objective of this study is to observe, diversity, and distribution of Nepenthes species. Study site was determined with purposive random sampling method. Monitoring was done using belt transect method and survey. The survey obtained 5 species, that is N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. longifolia, and N. rafflesiana. Dominating Nepenthes species in research station is N. longifolia with importance value index of 118,94 %. Diversity Nepenthes is low with 0,81. The study was presented an identification key and characters of Nepenthes species. Nepenthes spp. dominant at 800-1000 masl, rainfall 3500-4000 mm/year, pH 3-6, on the soil humic acrisols 2/3c, and occupied an old secondary forest, swamp forest, and river edge.
Keywords: Nepenthes, North Sumatra, Batang Toru
v
Halaman
PERSETUJUAN i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang 1.2Permasalahan 1.3Tujuan Penelitian 1.4Manfaat Penelitian
1 2 2 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Nepenthes spp. 2.2 Habitat Nepenthes spp. 2.3 Morfologi Nepenthes spp. 2.4 Manfaat Nepenthes spp.
3 4 4 8
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Deskripsi Area 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Di Lapangan
3.3.1.1 Eksplorasi dan Analisis Vegetasi 3.3.2 Di Laboratorium
3.3.2.1 Identifikasi Karakter Morfologi 3.3.2.2 Analisis Data
9 9 10 10 10 11 11 11
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keanekaragaman Jenis Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
4.1.1 Persentase Jumlah Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
4.1.2 Indeks Nilai Penting Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat 4.1.3 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Nepenthes spp. di Kawasan Hutan
Batang Toru Blok Barat
14
16
18
vi
4.2 Taksonomi Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
4.2.1 Kunci Identifikasi Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
4.3 Ekologi Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
4.4 Deskripsi Jenis Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
21
21
22 33
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
40 40 40
DAFTAR PUSTAKA 41
vii Nomor
Tabel
Judul Halaman
4.1 Jenis-Jenis Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
14
4.2 Jumlah dan Persentase Individu Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
16
4.3 Indeks Nilai Penting Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
18
4.4 Distribusi Nepenthes spp. Berdasarkan Ketinggian di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
22
4.5 Tumbuhan Inang Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
23
4.6 Jenis Tumbuhan pada Jalur Penelitian Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
24
4.7 Data pH, Tutupan Kanopi, Suhu, Kelembaban, dan Curah Hujan di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
2.1 Morfologi Kantung Nepenthes spp. 6
2.2 Bentuk Kantung Nepenthes spp. 8
4.1 Peta Persebaran Nepenthes spp. Berdasarkan Curah Hujan di Kawasan Stasiun Riset Hutan Batang Toru Blok Barat
28
4.2 Peta Persebaran Nepenthes spp. Berdasarkan Tipe Tanah di Kawasan Stasiun Riset Hutan Batang Toru Blok Barat
30
4.3 Peta Persebaran Nepenthes spp. Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan di Kawasan Stasiun Riset Hutan Batang Toru Blok Barat
32
4.4 N. albomarginata 34
4.5 N. ampullaria 35
4.6 N. gracilis 36
4.7 N. longifolia 38
ix Nomor
Lamp
Judul Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian 45
2. Peta Transek Penelitian 46
3. Peta Jalur Penelitian 47
4. Layout Transek/Metode Belt Transect 48
5. Titik Koordinat Nepenthes spp. 49
6. Perbandingan Karakter Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
66
7. Hasil Identifikasi Spesimen 71
iii
STUDI KANTUNG SEMAR (Nepenthes
spp.
) DI KAWASAN
HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT KABUPATEN
TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian tentang studi kantung semar (Nepenthes spp) di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara telah dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis, keanekaragaman, dan persebaran Nepenthes. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive random sampling. Pengamatan dilakukan dengan metode belt transect dan survei. Ditemukan 5 jenis Nepenthes, yaitu N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. longifolia, dan N. rafflesiana. Nepenthes yang mendominasi pada stasiun penelitian adalah N. longifolia dengan indeks nilai penting sebesar 118,94 %. Indeks keanekaragaman Nepenthes spp. dengan nilai sebesar 0,81 tergolong rendah. Hasil penelitian ini juga menyajikan kunci identifikasi dan pertelaan ciri-ciri dari setiap jenis Nepenthes yang ditemukan. Nepenthes spp. dominan pada ketinggian 800-1000 mdpl, curah hujan 3500-4000 mm/tahun, pH 3-6, pada tanah humic acrisols 2/3c, dan menempati hutan sekunder tua, hutan rawa, serta pinggiran sungai.
iv
ABSTRACT
A study of kantung semar (Nepenthes spp.) in west area Batang Toru forest North Tapanuli, North Sumatra has been done in August-December 2014. The objective of this study is to observe, diversity, and distribution of Nepenthes species. Study site was determined with purposive random sampling method. Monitoring was done using belt transect method and survey. The survey obtained 5 species, that is N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. longifolia, and N. rafflesiana. Dominating Nepenthes species in research station is N. longifolia with importance value index of 118,94 %. Diversity Nepenthes is low with 0,81. The study was presented an identification key and characters of Nepenthes species. Nepenthes spp. dominant at 800-1000 masl, rainfall 3500-4000 mm/year, pH 3-6, on the soil humic acrisols 2/3c, and occupied an old secondary forest, swamp forest, and river edge.
Keywords: Nepenthes, North Sumatra, Batang Toru
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis dengan hutan hujan tropis
yang kaya dengan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. Hutan hujan
tropis tersebar diseluruh Indonesia termasuk di Pulau Sumatera. Satu diantaranya
adalah Hutan Batang Toru yang terletak di Tapanuli.
Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) secara administratif terletak di tiga
kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli
Selatan. KHBT terdiri dari Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru
Blok Timur (Sarulla). KHBT memiliki hutan primer seluas 136.284 ha. KHBT
merupakan kawasan transisi biogeografis antara kawasan biogeografis Danau
Toba bagian utara dan Danau Toba bagian selatan. Kondisi transisi ini
mengakibatkan kawasan ini memiliki keunikan dan keanekaragaman hayati yang
tinggi. Umumnya kawasan hutan ini memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi,
namun dengan diameter pohon yang relatif kecil. Jenis tumbuhan lain yang dapat
ditemui adalah jenis-jenis epifit, lumut serta dapat ditemukan juga beberapa jenis
anggrek dan kantong semar (Nepenthes spp.) (Fredriksson & Indra, 2007).
Nepenthes spp. tergolong dalam “carnivorous plant” atau tumbuhan
pemangsa yang sering juga dikenal dengan “tropical pitcher plant” atau tumbuhan
berkantung yang hidup di daerah tropis (Mansur, 2006). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemya dan
Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar Nepenthes spp. merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang
dilindungi (Departemen Kehutanan, 2003).
Kemampuannya yang unik menjadikan Nepenthes spp. sebagai tanaman
hias di berbagai negara termasuk Indonesia. Eksploitasi dari alam untuk
kepentingan ekonomi, kebakaran hutan, pembalakan liar, dan konversi lahan yang
mengancam habitat alami Nepenthes spp. dapat memperburuk keberadaannya di
keanekaragaman, dan persebaran Nepenthes spp. di Hutan Sumatera khususnya
KHBT Blok Barat. Data ilmiah mengenai keanekaragaman jenis dan persebaran
Nepenthes spp. di KHBT Blok Barat belum pernah dilaporkan sehingga penelitian
studi Nepenthes spp. pada kawasan ini menjadi menarik dan penting untuk
dilaksanakan.
1.2Permasalahan
Bagaimana keanekaragaman jenis dan persebaran Nepenthes spp. di
Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis
dan persebaran Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat,
Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dasar untuk
pihak-pihak yang terkait tentang keanekaragaman jenis dan persebaran Nepenthes
spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Lebih jauh dari itu, diharapkan penelitian ini berguna untuk kepentingan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Nepenthes spp.
Nepenthes spp. pertama kali dikenalkan oleh J. P Breyne pada tahun 1689 di
Indonesia. Kantung semar dikenal sebagai tumbuhan yang unik dan merupakan
bentuk tumbuhan berbunga yang tidak umum dijumpai. Tumbuhan ini sebenarnya
tidak memiliki bunga yang memikat, tetapi variasi warna dan bentuk dari
kantung-kantung yang dimilikinya menjadikan kantung semar memiliki
keindahan yang khas (Hernawati, 2001).
Sebutan untuk tumbuhan ini berbeda antara satu daerah dengan yang lain.
Di Sumatera diketahui beberapa nama seperti gendi kre, kantong monyet,
cerek-cerek, saluang antu, kuran-kuran, cawan-cawan, katidiang baruak, katang-katang,
kumbuak-kumbuak, katekong beruk, kuburan lanceng, galo-galo antu, tahul-tahul,
dan lain sebagainya. Umumnya di Indonesia Nepenthes spp. dikenal dengan
sebutan “kantong semar” (Hernawati & Akhriadi, 2006).
Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena
memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk
kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Kemampuannya yang unik
menjadikan Nepenthes spp. sebagai tanaman hias eksotis di berbagai negara
seperti Jepang, Eropa, Amerika, dan Australia. Di Indonesia justru tidak banyak
yang mengenal dan memanfaatkannya. Selain kemampuannya dalam menjebak
serangga, keunikan lain dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna
kantungnya (Witarto, 2006).
Kantung bernektar pada Nepenthes spp. secara ekologis berfungsi sebagai
perangkap serangga, beberapa reptil, dan hewan kecil lainnya. Hewan yang
terperangkap kemudian diproses secara kimiawi oleh mikroorganisme
dekomposer yang mendiami cairan yang berada di dalam kantung dan enzim
pencernaan yang dimilikinya. Proses dekomposisi tersebut menyediakan beberapa
nutrisi penting seperti nitrat dan fosfat yang mungkin tidak tersedia dan tidak
Hutan hujan tropis menjadi pusat distribusi dan keanekaragaman jenis
Nepenthes. Nepenthes tersebar luas di Malesia, tetapi ada beberapa jenis-jenis
yang terisolasi di Madagaskar, Selandia Baru, Cina, Sri Lanka, Kepulauan
Solomon, dan India (Cheek & Jebb, 2013).
Nepenthes merupakan satu-satunya genus yang termasuk ke dalam famili
Nepenthaceae. Menurut Damayanti et al. (2011) sekitar 93 jenis terdapat di dunia
pada tahun 2009. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman
Nepenthes paling tinggi di dunia, 64 jenis terdapat di Indonesia (Mansur, 2006).
Wistuba et al. (2007) menyatakan, beberapa ahli berpendapat bahwa Sumatera
merupakan pusat persebaran Nepenthes. Di Sumatera ditemukan 36 jenis
Nepenthes diikuti oleh Borneo sebanyak 34 jenis. Sehingga Sumatera merupakan
pulau yang memiliki keanekaragaman Nepenthes tertinggi. Diperkirakan akan
ditemukan lebih banyak jenis Nepenthes di pulau ini (Akhriadi et al., 2009).
2.2 HabitatNepenthes spp.
Nepenthes spp. hidup di tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi.
Nepenthes spp. bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, pinggiran danau,
pantai, dan padang savana. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, Nepenthes
spp. dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: Nepenthes dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi. Karakter dan sifat Nepenthes spp. berbeda pada tiap habitat.
Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas, Nepenthes spp.
beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun.
Sementara Nepenthes spp. di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh
tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m (Azwar, 2002).
2.3 Morfologi Nepenthes spp.
Tumbuhan Nepenthes spp. merupakan herba atau semak, epifit hingga liana
tahunan. Anakan dan tumbuhan yang belum dewasa daunnya tersusun dalam
5
besar daun dalam roset membentuk kantung yang membulat dan lonjong dengan
dua sayap yang terletak di depan tabung. Tumbuhan dewasa Nepenthes spp.
tumbuh memanjat pada tumbuhan lain. Akar Nepenthes spp. merupakan akar
tunggang sebagaimana tumbuhan dikotil lainnya. Perakaran tumbuh dari pangkal
batang, memanjang, dengan akar-akar sekunder di sekitarnya dan terbenam
sekitar 10 cm dari permukaan tanah (Clarke, 2001).
Batang Nepenthes memiliki beberapa variasi bentuk, biasanya bulat, elips,
dan bersegi dengan pangkal daun terkadang melekat pada batang. Nepenthes
memiliki internodus. Internodus pada roset lebih pendek jika dibandingkan pada
jenis yang memanjat. Pada beberapa jenis Nepenthes juga memiliki
rambut-rambut halus pada ujung batang (Hernawati & Akhriadi, 2006).
Batang Nepenthes spp. termasuk batang memanjat (scandens), yaitu
batangnya tumbuh ke atas dengan menggunakan penunjang hingga mencapai 20
m. Pada saat memanjat batang menggunakan alat khusus untuk berpegangan,
berupa sulur daun. Diameter batangpun sangat kecil yaitu antara 3-30 mm dengan
warna bervariasi yaitu hijau, merah, serta ungu tua (Clarke, 2001).
Bentuk daun Nepenthes spp. rata-rata lanset (lanceolatus), bulat telur
(ovatus), bangun sudip (spathulatus), dan lonjong (oblongus). Nepenthes spp.
kadang-kadang memiliki tangkai daun dan terkadang bersifat sesil. Permukaan
daun licin dan terkadang memiliki rambut. Tepi daun bervariasi, ada yang rata,
bergelombang, dan bergerigi. Pertulangan daun umumnya sejajar dan melengkung
atau kadang menyirip. Duduk daun tersebar, berseling, dan melekat setengah
memeluk batang. Dari ujung daun muncul kantung dengan bermacam-macam
bentuk tergantung jenisnya (Purwanto, 2007).
Kantung merupakan ciri terpenting dalam identifikasi Nepenthes. Pada
setiap jenis Nepenthes terdapat perbedaan bentuk dan warna kantung pada setiap
fase hidupnya. Mulai dari saat tumbuhan berupa kecambah sampai menjadi
tumbuhan dewasa. Beberapa ciri morfologi kantung yang perlu diperhatikan
dalam identifikasi adalah bentuk dari kantung, sayap pada kantung, mulut
kantung, bibir dan gigi kantung, penutup kantung dan juga taji (Hernawati &
Akhriadi, 2006). Kantung Nepenthes spp. terdiri dari beberapa bagian yang dapat
Keterangan:
1. Taji
2. Kelenjar nektar 3. Penutup
4. Ujung tambahan 5. Sulur
6. Bibir 7. Sayap 8. Zona berlilin 9. Zona pencernaan
Gambar 2.1 Morfologi Kantung Nepenthes spp.
(Sumber: Phillipps & Lamb, 1996).
Keberadaan taji (spur) pada kantung Nepenthes spp. baik bentuk dan
banyaknya gerigi pada taji sering dijadikan sebagai kunci identifikasi jenis. Hanya
satu jenis dari tumbuhan ini yang tidak memiliki taji, yaitu N. Ephippiata. Pada N.
lowii struktur ini hampir hilang karena mengalami rudimenter. Bagian yang
terdapat dipermukaan bawah penutup tersebut sering disebut juga kepala (boss)
atau terbalik (keel). Bagian ini merupakan daerah pembentukan dan konsentrasi
nektar yang kadang bisa membasahi keseluruhan bagian penutup. Nektar ini bisa
selalu ada atau kadang tidak ada tergantung pada jenisnya (Clarke, 2001).
Lid atau operkulum merupakan penutup kantung yang menaungi material
di dalamnya dari curahan hujan atau incaran hewan pemakan bangkai seperti
burung dan binatang kecil, tetapi tidak selalu demikian. Bentuk dan ukuran
penutup merupakan karakter yang sangat perlu diperhatikan dalam membedakan
dua atau lebih jenis yang cenderung memiliki bentuk dan warna kantung yang
mirip. Bentuk dan ukuran penutup yang umumnya bulat ini sangat penting
fungsinya sebagai pelindung material yang ada di dalam kantung (ICPS, 2003). 1
2 3
5
6
7
9 8
7
Ujung tambahan (filiform appendage) merupakan juluran sempit
memanjang yang bergantungan di ujung penutup hanya dimiliki oleh beberapa
jenis. Bentuknya yang khas tersebut penting dalam identifikasi. Bibir (lip) dan
gerigi pada bibir (peristome) merupakan bagian yang paling menarik dari kantung
Nepenthes spp. Bentuknya melingkar dan sering bergerigi, bervariasi dari ukuran
yang sangat kecil dan tidak jelas hingga yang sangat lebar dan tampak dengan
jelas. Gerigi pada bibir merupakan bagian yang licin namun menarik perhatian
serangga karena selain warnanya yang mencolok, bagian ini bernektar berasal dari
glandular crest yang berada tepat di atasnya (Purwanto, 2007).
Zona berlilin (waxy zone) berada dibagian kantung sebelah dalam. Warna
antara sisi sebelah luar dan sisi sebelah dalam bisa sangat jauh berbeda. Perbedaan
warna antara bagian luar dan dalam ini diduga untuk lebih menarik perhatian
serangga. Zona pencernaan merupakan daerah dekomposisi yang mengandung
cairan sarat mikroorganisme dekomposer. Hewan atau serangga yang terjebak
jarang yang dapat keluar dari zona ini. Sayap (wing) dimiliki oleh semua kantung
Nepenthes spp. pada kantung anakan atau kantung rosetnya yang berfungsi seperti
tangga untuk membantu serangga naik hingga ke mulut kantong. Sulur daun
(tendril) adalah bagian yang menghubungkan antara kantung dengan helaian
daun. Nepenthes memiliki variasi bentuk yang menarik, begitu juga dengan
ukuran dan warna kantungnya. Warna dasar kantung Nepenthes selalu hijau,
seringkali juga berwarna merah membentuk variasi warna yang sesuai (Phillipps
& Lamb, 1996).
Pada umumnya Nepenthes memiliki tiga bentuk kantung yang berbeda
meski dalam satu individu, ketiga kantung tersebut dikenal dengan nama: kantung
roset, yaitu kantung yang keluar dari daun ujung roset. Kantung bawah, yaitu
kantung yang keluar dari daun yang letaknya tidak jauh dari permukaan tanah dan
biasanya menyentuh permukaan tanah serta memiliki sayap. Kantung atas, yaitu
kantung berbentuk corong, pinggang, atau silinder dan tidak memiliki sayap. Ciri
lainnya adalah ujung sulur berada di bawah kantung. Secara keseluruhan, semua
jenis Nepenthes memiliki lima bentuk kantung yaitu bentuk tempayan, bulat
telur/oval, silinder, corong, dan pinggang. Bentuk kantung tersebut dapat dilihat
Gambar 2.2 Bentuk KantungNepenthes spp. (Sumber: Mansur, 2006).
Bunga jantan dan betina terpisah, masing-masing berada pada tumbuhan
yang berbeda (dioecious), majemuk, regularis, berbentuk tandan atau malai,
terminal ataupun aksilar. Bunga jantan memiliki perbungaan yang lebih panjang
jika dibandingkan dengan bunga betina. Buah kapsul (fusiformis), berlokus dan
memiliki banyak biji (Lauffenburger & Walker, 2000).
2.4 ManfaatNepenthes spp.
Keindahan kantung yang dimiliki oleh Nepenthes spp. menjadikan
jenis-jenis tersebut berpeluang besar untuk dikomersilkan sebagai tanaman hias.
Mansur (2006) mengemukakan selain sebagai tanaman hias, cairan dalam kantung
muda yang masih menutup dapat digunakan sebagai pelepas dahaga, obat mata,
obat batuk, dan mengobati kulit yang terbakar. Sedangkan menurut Mulyani
(2004) rebusan akarnya dapat digunakan sebagai obat sakit perut dan demam.
Pemanfaatan Nepenthes spp. oleh masyarakat lokal sangat beragam. Contohnya
saja di kawasan Suaka Alam Air Putih N. ampullaria dimanfaatkan masyarakat
setempat sebagai pembungkus godah (sejenis kue dari beras). Nepenthes
rafflesiana oleh masyarakat suku Dairi dimanfaatkan untuk memasak nasi karena
ukurannya cukup besar. Sedangkan di Tamiang Layang yang batang Nepenthes
yang panjang menyerupai tali biasa digunakan untuk tali pengikat dan cukup kuat
(Sari, 2009).
Bentuk telur Bentuk
corong Bentuk
tempayan
Bentuk silinder
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2014 di stasiun
penelitian Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation
Programme (YEL-SOCP) Kawasan Hutan Batang Toru blok barat, Kabupaten
Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara dan dilanjutkan di Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan dan Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara.
3.2 Deskripsi Area
Hutan Batang Toru memiliki luasan 136.284 ha dan terbagi dalam dua blok, yaitu
blok timur seluas 54.940 ha dan blok barat seluas 81.344 ha dengan luas stasiun
penelitian ±40 km2. Secara administratif Hutan Batang Toru terletak di Kabupaten
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Secara geografis berada
antara 98o 53’–99o 26’ Bujur Timur dan 02o 03’–01o 27’ Lintang Utara. Lokasi
penelitian termasuk dalam kawasan hutan lindung, berada di kawasan Hutan
Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (Lampiran 1)
(Fredriksson & Indra, 2007).
Iklim di Hutan Batang Toru termasuk iklim tropis dengan curah hujan
tinggi berkisar 4.500 hingga 5.000 mm per tahun. Suhu pada malam hari bisa
turun sampai 14oC, suhu tertinggi pada siang hari 31oC, dan memiliki kelembaban berkisar 33% hingga 95%. Kawasan Hutan Batang Toru merupakan kawasan
pegunungan dataran rendah dan tinggi yang memiliki ketinggian 400-1.803 mdpl.
dengan kelerengan berkisar >40%. Hutan Batang Toru memiliki tipe vegetasi
yang beragam dan khas. Terdapat hutan gambut pada ketinggian 900-1.000 mdpl.,
hutan batu kapur dan terdapat beberapa rawa yang terletak pada ketinggian 800
mdpl. Dominansi vegetasi di Hutan Batang Toru terdiri dari jenis cemara
gunung (Casuarina spp.), sampinur tali (Dacrydium spp.), dan jenis mayang
(Palaquium spp.). Pada umumnya kawasan hutan ini memiliki kerapatan vegetasi
yang dapat ditemui adalah dari jenis-jenis epifit, lumut serta dapat ditemukan
juga beberapa jenis anggrek dan kantung semar (Nepenthes spp.) (Fredriksson &
Indra, 2007).
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Di Lapangan
3.3.1.1 Eksplorasi dan Analisis Vegetasi
Penentuan lokasi penelitian di lapangan menggunakan metode purposiverandom
sampling, yaitu penentuan lokasi secara acak berdasarkan adanya kriteria yang
ditentukan. Pada penelitian ini penentuan lokasi transek mengikuti transek
pengamatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Transek pengamatan Orangutan
Sumatera ini merupakan transek permanen. Pada penelitian Nepenthes spp.
panjang transek yang digunakan yaitu 500 m, dengan jarak minimal antar transek
sepanjang 100 m. Penentuan transek sepanjang 500 m dilakukan secara acak
(Lampiran 2).
Pengumpulan data dan pengkoleksian dilakukan dengan metode belt
transect (Lampiran 4) dan metode survei. Transek penelitian dibuat sepanjang 500
m. Selanjutnya dilakukan eksplorasi 5 m ke kiri dan 5 m ke kanan. Nepenthes spp.
yang ditemukan difoto di habitatnya, dicatat ciri-ciri khususnya, dikoleksi, dan
dihitung jumlah dari setiap jenis Nepenthes yang ditemukan pada transek tersebut.
Pengawetan terhadap koleksi Nepenthes spp. dilakukan dengan cara menyusunnya
pada kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 60x40 cm,
disiram dengan alkohol 70% sampai basah, lalu ditutup rapat. Sebanyak 20
transek diletakkan tersebar di kawasan stasiun riset secara acak. Pengamatan juga
dilakukan pada Nepenthes spp. yang terdapat di luar transek penelitian untuk
diketahui jenis dan persebarannya di stasiun riset YEL-SOCP Kawasan Hutan
Batang Toru Blok Barat (Lampiran 3).
Sebagai data pendukung, diamati dan dicatat gambaran habitat dan
vegetasi secara umum dimana dijumpai dan tidak dijumpai Nepenthes dengan
membuat plot berukuran 10x10 m pada setiap transek dan dicatat jenis tumbuhan
inang dan jenis tumbuhan yang berada pada plot tersebut, serta diukur tutupan
tajuk dengan menggunakan canopy meter. Ditentukan titik koordinat dengan
11
fisik yang meliputi pengukuran suhu udara dengan thermometer, pengukuran
kelembaban udara dengan hygrometer, pengukuran pH tanah dengan soil tester,
dan pengukuran curah hujan dengan mnggunakan manual rain gauge.
3.3.2 Di Laboratorium
3.3.2.1 Identifikasi karakter morfologi
Spesimen hasil eksplorasi yang berasal dari lapangan dibawa ke laboratorium,
diganti koran dan label gantungnya, disusun sedemikian rupa dan ditekan
menggunakan sasak, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan
temperatur ± 60o C (waktu pengeringan biasanya selama 3 hari). Spesimen yang
telah kering kemudian diidentifikasi di Herbarium MEDANENSE (MEDA)
Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku identifikasi antara lain:
a. ”Picther Plant Of Borneo” (Philipps & Lamb, 1996).
b. ”Flora Malesiana, Nepenthaceae” (Cheek & Jebb, 2001).
c. ”Nepenthes of Sumatera and Peninsular Malaysia” (Clarke, 2001).
d. ”A Field Guide to The Nepenthes of Sumatra” (Hernawati & Akhriadi, 2006).
Ciri morfologi yang diamati adalah batang (arah tumbuh batang, bentuk
batang, permukaan batang, dan warna batang), daun (bentuk daun, tangkai daun,
pangkal daun, ibu tulang daun, tepi daun, dan ujung daun), kantung (bentuk
kantung, jenis kantung, sayap, bibir kantung, penutup kantung, taji, dan warna
kantung) dan perbungaan. Setelah itu dibuat kunci identifikasi.
3.3.2.2Analisa Data
Menurut Indriyanto (2006), data yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan
nilai Frekuensi Mutlak (FM), Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Mutlak (KM),
Kerapatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’),
dan Indeks Keseragaman (E).
a. Kerapatan
Kerapatan Mutlak (KM)
=
Jumlah individu suatu jenisKerapatan Relatif (KR)
=
Kerapatan mutlak suatu jenisJumlah total kerapatanmutlak seluruh jenis
x
100%
b. Frekuensi
Frekuensi Mutlak (F)
=
Jumlah petak contoh yang ditempati suatu jenisJumlah seluruh petak contoh
Frekuensi Relatif (FR)
=
Frekuensi suatu jenisFrekuensi total seluruh jenis x 100%
c. Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai penting (INP) = KR + FR
d. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’)
Untuk mengetahui nilai keanekaragaman jenis Nepenthes dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
H’ = -∑pi ln pi Dimana pi = ��
�
Keterangan :
ni= jumlah individu suatu jenis
N= jumlah total individu seluruh jenis
Keterangan Nilai H’:
NilaiH’:<1 = Keanekaragaman rendah NilaiH’:1-3 = Keanekaragaman sedang
NilaiH’:>3 = Keanekaragaman tinggi (Fachrul, 2012).
e. Indeks Keseragaman/Equitabilitas (E)
Untuk mengetahui nilai keseragaman jenis Nepenthes dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
E = H’ H maks
Keterangan:
E = Indeks keseragaman
13
Hmaks = Indeks keseragaman maksimum, sebesar Ln S
S = Jumlah jenis
Keterangan:
0<E<0,5 = Keseragaman rendah
0,5<E<1 = Keseragaman tinggi (Krebs, 1985).
f. Pola Distribusi
Untuk melihat pola persebaran Nepenthes spp. ditentukan titik koordinat
lokasi tempat tumbuh Nepenthes spp. (Lampiran 5) dengan menggunakan GPS
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keanekaragaman Jenis Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan lima jenis Nepenthes pada
lokasi penelitian. Kelima jenis ini ditemukan di dalam transek dan hanya satu
jenis Nepenthes yang tidak ditemukan pada penjelajahan yang dilakukan di luar
transek. Jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jenis-jenis Nepenthes spp. Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
No Jenis
Lokasi Dalam
transek
Luar transek
1 Nepenthes albomarginata T. Lobb ex Lindl. + -
2 Nepenthes ampullaria Jack + +
3 Nepenthes gracilis Korth. + +
4 Nepenthes longifolia Nerz & Wistuba + +
5 Nepenthes rafflesiana Jack + +
Keterangan : (+) = ditemukan (-) = tidak ditemukan
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kawasan Hutan Batang Toru blok barat
memiliki kekayaan jenis Nepenthes sebesar 14 % dari keseluruhan jenis (36 jenis) Nepenthes yang ditemukan di Sumatera. Persentase ini cukup tinggi karena
Nepenthes spp. memiliki persebaran yang sempit berbeda dengan kebanyakan
jenis tumbuhan lainnya. Berdasarkan penjelajahan yang dilakukan di luar transek
penelitian ditemukan empat jenis yang sama kecuali N. albomarginata. Hal ini
diduga disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi keberadaan jenis
tersebut, misalnya penyebaran biji, serta berbagai faktor lingkungan seperti
intensitas cahaya, pH tanah, kelembaban, suhu, dan curah hujan sehingga
Nepenthes albomarginata hanya ditemukan di dalam transek penelitian. Hal ini
menandakan satu jenis Nepenthes memiliki tingkat toleransi yang berbeda dengan
jenis Nepenthes lainnya lainnya.
Menurut Frazier (2000) daerah penyebaran utama dari Nepenthes spp.
adalah regional Indonesia-Malaysia dan Filipina. Ketiga negara tersebut termasuk
15
hujan tropis. Beberapa kawasan hutan hujan Indonesia memiliki keanekaragaman
jenis Nepenthes yang tinggi, satu diantaranya yaitu Hutan Batang Toru Blok
Barat.
Hernawati dan Akhriadi (2006) menyatakan 31 jenis Nepenthes
ditemukan di Sumatera. Hingga pada tahun 2009 ditemukan beberapa Nepenthes
jenis baru diantaranya yaitu N. flava, N. jamban, N. lingulata, dan N. naga
sehingga berdasarkan Akhriadi et al. (2009) di Sumatera terdapat 36 jenis
Nepenthes. Clarke (1997), mengemukakan bahwa Sumatera merupakan tempat
yang potensial bagi penemuan jenis-jenis baru.
Ginting (2011) melaporkan 26 jenis Nepenthes dan 6 jenis hibrid alami
yang tersebar pada 10 Kabupaten di Sumatera Utara. Akmalia (1999) berdasarkan
hasil penelitiannya melaporkan 4 jenis Nepenthes spp. dijumpai di stasiun riset
Suaq Balimbing yaitu, N. ampullaria, N. mirabilis, N. rafflesiana dan
kemungkinan N. sanguinea. Selanjutnya Nasution (2005), melaporkan 5 jenis
Nepenthes spp. dan 1 jenis hibrid dijumpai di hutan Tangkahan yaitu, N.
densiflora, N. diatas, N. mikei, N. spectabilis, N. tobaica dan N. diatas x N.
spectabilis. Puspitaningtiyas dan Wawangningrum (2007), melaporkan terdapat 6
jenis Nepenthes spp. di Suaka alam Sulasih Talang Sumatera Barat yaitu, N.
bongso, N.gracilis, N. inermis, N. pectinata, N. spathulata, dan N. talangensis.
Rosmaina dan Zulfahmi (2011), juga melaporkan terdapat 3 Jenis Nepenthes spp.
dan 1 jenis hibrid di hutan rawa gambut UIN SUSKA Riau yaitu, N. ampullaria,
N. gracilis, N. mirabilis, dan N. ampullaria x N. gracilis. Dari beberapa hasil
penelitian tersebut dapat diketahui jumlah jenis Nepenthes spp. rata-rata 5 jenis pada suatu kawasan, hal ini menunjukkan bahwa Nepenthes spp. memiliki kriteria
kondisi lingkungan tertentu sehingga penyebarannya sempit.
Harianto (2008) menyatakan beberapa jenis organisme sangat menyukai
kondisi lingkungan tertentu sehingga lingkungan yang sesuai dengan jenis
tersebut akan banyak individu yang menghuninya begitu juga sebaliknya.
Mulyanto et al. (2000) menambahkan Nepenthes berkembang biak diantaranya
dengan biji. Biji Nepenthes memiliki bentuk seperti serbuk (debu), sehingga dapat
disebarkan oleh angin dan aliran air hujan pada lokasi yang sangat luas dan
yang sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena biji memerlukan substrat yang
sesuai untuk dapat tumbuh, khususnya kelembaban, pH tanah, dan suhu.
Tanggapan biji terhadap faktor lingkungan ini tergantung jenisnya. Oleh karena itu pertumbuhan dan penyebarannya bersifat spatial, terbatas pada tempat-tempat
tertentu dan jarang tumbuh dalam jumlah besar.
4.1.1 Persentase Perbandingan Jumlah Individu Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Kelima jenis Nepenthes tidak semuanya ditemukan pada setiap transek
pengamatan. Setiap transek pengamatan memiliki jumlah jenis dan individu yang
berbeda. Jumlah dan persentase individu Nepenthes spp. yang ditemukan pada
masing-masing transek dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Individu Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Transek N. albomarginata N. ampullaria N. gracilis N. longifolia N.
rafflesiana Jumlah
1 - - - 78 35 113
2 - - - 73 47 120
3 - - - 283 28 311
4 - - 23 177 - 200
5 - - - 97 - 97
6 - - - 139 45 184
7 - - - 104 30 134
8 15 - - 189 297 501
9 - - - 177 178 355
10 - - - 0
11 - - - 0
12 - - - 0
13 - - - 45 - 45
14 - - - 0
15 - - - 88 - 88
16 - - - 118 179 297
17 - - - 143 92 235
18 - - - 0
19 - - - 47 - 47
20 - 67 - 35 - 102
Jumlah 15 67 23 1793 931 2829
Persentase 0,53 % 2,36 % 0,81 % 63, 37 % 32,90 % 100 %
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat jumlah individu dan persentase tertinggi
ditemukan pada N. longifolia dengan jumlah individu 1793/10 ha (63,37%).
Jumlah individu dan persentase terendah ditemukan pada N. albomarginata
dengan jumlah individu 15/10 ha (0,53%). Tingginya jumlah individu dari N.
17
kesesuaian faktor lingkungan seperti yang telah diuraikan pada pembahasan
sebelumnya, selain itu batasan persebaran Nepenthes spp. dipengaruhi juga oleh
habitat dan ketersediaan mangsanya.
Hernawati dan Akhriadi (2006) menyatakan N. longifolia memiliki
distribusi terbatas pada kawasan Sumatera Utara dan Sumatera Barat saja. Clarke
(2001) menambahkan N. longifolia tumbuh teresterial dan melimpah pada hutan
hujan dataran rendah di daerah tropis dan juga lereng curam batu kapur. Pada
lokasi ini N. longifolia memanjat dengan baik, seringkali hingga ketinggian 10 m
atau lebih. Menurut Phillipps and Lamb (1996) N. albomarginata dapat
ditemukan di Peninsular Malaysia, Sumatera, dan Borneo. Jenis ini memiliki pola
distribusi yang mengherankan. Di Peninsular Malaysia hanya ditemukan di bukit
Bendahara, di puncak gunung Jerai, di puncak gunung Ledang dan bukit di daerah
pesisir. Di Borneo N. albomarginata juga ditemukan pada daerah pesisir, pada
jurang dan bebatuan di dekat laut atau pada tanah podsol. Bisa juga dilihat tumbuh
di sekitar Sphagnum di bawah pepohonan pada hutan yang cukup terbuka. N.
albomarginata tidak ditemukan pada hutan rawa gambut tetapi dapat dilihat
terkadang tumbuh bersama N. bicalcarata pada rawa gambut yang terganggu. N.
albomarginata banyak ditemukan di sekitar kaki pegunungan di wilayah
Peninsular Malaysia, tetapi tidak ditemukan di puncak pegunungan diduga karena
tidak mampu bersaing dengan jenis tumbuhan lain yang dijumpai pada daerah
tersebut. N. albomarginata juga ditemukan pada dataran tinggi Kamerun yang
memperlihatkan N. albomarginata berhasil berada pada daerah pertengahan
pegunungan. Di Sumatera N. albomarginata ditemukan di pegunungan Tjampo Sumatera Barat dan di pedalaman sekitar Barus Sumatera Utara (Clarke, 2001).
Moran (2006), menyatakan Nepenthes banyak ditemukan pada kawasan
yang tidak subur dengan kandungan hara yang rendah seperti unsur N, P, dan K.
Nepenthes spp. menggunakan kantung yang dimilikinya untuk memangsa
beberapa jenis hewan kecil untuk memenuhi zat hara yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Nepenthes spp. memiliki mangsa yang
berbeda, misalnya saja N. longifolia memangsa beberapa jenis serangga, lipan,
semut, laba-laba, dan beberapa hewan kecil lainnya. Clarke (2001) menambahkan
menerima jatuhan air hujan yang membawa daun kering dan ranting dan juga
hewan kecil sehingga menjadi mangsa untuk mendapatkan nutrisi. Berbeda
dengan N. rafflesiana yang terlihat memangsa cicak kecil (Hemidactylus frenatus), semut, lipan, dan invertebrata kecil lainnya.
Menurut Moran et al. (2001) tumbuhan berkantung (Nepenthes spp.)
menangkap dan mencerna mangsanya berupa invertebrata untuk memperoleh
nutrisi terutama nitrogen. Umumnya jenis Nepenthes dataran rendah memangsa
semut. Tetapi N. albomarginata berbeda karena memiliki mangsa khusus sejenis
rayap. Ketersediaan populasi rayap mempengaruhi keberlangsungan hidup N.
albomarginata. Sehingga diduga hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya
jumlah individu N. albomarginata pada lokasi penelitian.
Selain jenis mangsa simbiosis dengan berbagai jenis hewan mempengaruhi
jumlah populasi jenis Nepenthes. Grafe et al. (2011) menyatakan di Borneo selain
memangsa serangga N. rafflesiana var. elongata bersimbiosis dengan kelelawar
kecil (Kerivoula hardwickii) dengan cara memperoleh nitrogen dari feses
kelelawar yang menumpang tidur pada kantung atas Nepenthes tersebut. Clarke et
al. (2010), juga menyatakan N. rajah dan N. lowii untuk memperoleh nitrogen
bersimbiosis dengan tupai (Tupaia montana).
4.1.2 Indeks Nilai Penting Nepenthes spp. Di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh data kerapatan relatif (KR)
berkisar antara 0,5-33 %, frekuensi relatif (FR) berkisar antara 3-56 %, dan indeks nilai penting (INP) berkisar antara 4-119 %. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.3:
Tabel 4.3 Indeks Nilai Penting Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
No. Jenis K (Ind/ha) KR (%) FR (%) INP (%)
1 N. albomarginata 1,50 0,53 3,70 4,23
2 N. ampullaria 6,70 2,37 3,70 6,07
3 N. gracilis 2,30 0,81 3,70 4,52
4 N. longifolia 179,30 63,38 55,57 118,94
5 N. rafflesiana 93,10 32,91 33,33 66,24
[image:31.595.106.516.631.745.2]19
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan tertinggi sebesar 179,30
ind/ha untuk jenis N. longifolia, kemudian 93,10 ind/ha untuk jenis N. rafflesiana,
kemudian 6,70 ind/ha untuk N. ampullaria, kemudian 2,30 ind/ha untuk N. gracilis dan nilai kerapatan terendah sebesar 1,50 ind/ha untuk jenis N.
albomarginata. Ini diduga karena kecocokan faktor lingkungan yang
mempengaruhi dengan syarat tumbuh jenis-jenis tersebut.
Penyebaran dan pertumbuhan dari pada individu sangat dipengaruhi oleh
daya tumbuh biji, topografi, keadaan tanah, dan faktor lingkungan lainnya. Biji
Nepenthes spp. yang berada pada kondisi yang sesuai dengan habitat yang
dibutuhkannya akan dapat tumbuh dengan baik, namun biji Nepenthes spp. yang
berada pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai tidak akan dapat berkecambah
(Moran, 1993). Selain itu menurut Odum (1971) jenis yang dominan mempunyai
produktivitas yang besar. Pramono (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan selain
dipengaruhi faktor genetik juga dipengaruhi lingkungan terdiri dari faktor tanah,
iklim, mikroorganisme, dan kompetisi dengan organisme lain. Lebih lanjut Daniel
et al. (1992) menambahkan bahwa pertumbuhan tumbuhan juga dipengaruhi oleh
zat-zat organik yang tersedia, kelembaban, sinar matahari, tersedianya air dalam
tanah, dan proses fisiologi tumbuhan tersebut.
Dari Tabel 4.3 juga dapat dilihat bahwa nilai frekuensi kehadiran tertinggi
sebesar 55,57 % untuk N. longifolia, sebesar 33,33 % untuk N. rafflesiana dan
3,70 % untuk N. albomarginata, N. ampullaria, dan N. gracilis. Menurut Greig
dan Smith (1983) nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh
densitas atau kepadatan dan pola distribusinya. Dari frekuensi itu dapat tergambar penyebaran jenis tersebut. Berdasarkan hukum frekuensi Raunkier dapat
dinyatakan sebaran Nepenthes spp. pada lokasi penelitian adalah heterogen.
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa INP (indeks nilai penting) tertinggi
dimiliki oleh N. longifolia sebesar 118,94 %, diikuti oleh N. rafflesiana sebesar
66,24 %. Berdasarkan pengelompokan INP dua jenis ini termasuk kategori tinggi.
Kemudian N. ampullaria sebesar 6,07 %, N. gracilis sebesar 4,52 %, dan INP
terendah dimiliki oleh N. albomarginata sebesar 4,23 %. Tiga jenis ini termasuk
kategori INP rendah. INP menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan yang
setiap jenis untuk mendominasi suatu area dipengaruhi oleh kemampuannya
beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan fisik (temperatur,
cahaya, struktur tanah, kelembaban, dan lain-lain), faktor biotik (interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme dan lain-lain) dan faktor kimia yang meliputi
ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah, dan lain-lain (Krebs, 1994).
Menurut Heddy dan Kurniati (1996), bahwa jika pada suatu komunitas
jenis yang dominan dihilangkan maka akan menimbulkan pengaruh yang besar
pada komunitas biotik maupu abiotik. Jika jenis yang tidak dominan dihilangkan,
pengaruhnya tidak sebesar jenis dominan. Odum (1996) menambahkan, umumnya
jenis dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu komunitas dengan produktifitas
yang besar dan sebagian besar mengendalikan arus energi. Rendahnya nilai INP disebabkan oleh faktor lingkungan yang ekstrim bagi tumbuhan itu sendiri.
4.1.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Berdasarkan analisis data yang dilakukan didapatkan nilai indeks keanekaragaman
Nepenthes spp. sebesar 0,81 yang termasuk pada kategori keanekaragaman jenis
rendah. Menurut Fachrul (2012) jika nilai indeks keanekaragaman lebih besar dari
3 maka keanekaraman jenis tinggi, jika diantara 1-3 maka keanekaragaman jenis
sedang, jika nilai lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah.
Menurut Indriyanto (2006) keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitas dan stabilitas komunitas. Keanekaragaman jenis
yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi
karena interaksi jenis yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Odum
(1996) menyatakan semakin banyak jumlah spesies maka semakin tinggi
keanekaramannya. Sebaliknya bila nilainya kecil maka komunitas tersebut
didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis juga dipengaruhi
oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, tetapi bila penyebaran
individu tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah.
Berdasarkan analisis data diketahui juga nilai indeks keseragaman
Nepenthes spp. sebesar 0,50 termasuk pada kategori keseragaman tinggi. Menurut
21
berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai Indeks keseragaman
bervariasi. Lebih lanjut Krebs (1985) menyatakan bahwa Keseragaman rendah
0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1. Menurut Mason (1980) banyak hal yang mempengaruhi tingkat keanekaragam maupun keseragaman
suatu tegakan hutan. Selain faktor lingkungan, penyebaran tumbuhan di suatu
kawasan juga sangat mempengaruhi nilai ini.
4.2 Taksonomi Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat 4.2.1 Kunci Identifikasi Jenis Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batan Toru
Blok Barat
Berdasarkan hasil pencandraan dan perbandingan karakter dari jenis-jenis
yang dijumpai (Lampiran 6), disusun kunci identifikasi Nepenthes spp. di lokasi
penelitian sebagai berikut:
1. a. Bentuk batang segitiga...N. gracilis
b. Bentuk batang silindris...(2)
2. a. Permukaan batang licin...(3)
b. Permukaan batang berambut halus...(4) 3. a. Bentuk daun memanjang...(4)
b. Bentuk daun lanset...(5)
4. a. Pangkal daun memeluk batang...(5)
b. Pangkal daun runcing...(6)
5. a. Ujung daun runcing...(7)
b. Ujung daun meruncing...(8)
6. a. Tepi daun rata...N. rafflesiana
b. Tepi daun berambut halus...(8)
7. a. Permukaan daun berambut kasar...N. albomarginata
b. Permukaan daun licin...(8)
8. a. Kantung bawah berbentuk tempayan...N. ampullaria
4.3Ekologi Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Nepenthes spp. dapat tumbuh di berbagai tempat, mulai dari pantai hingga
pegunungan yang memiliki ketinggian >2000 mdpl. Pada kawasan ini Nepenthes spp. dapat dijumpai dari ketinggian 800 - >1000 mdpl, seperti yang dapat dilihat
[image:35.595.112.510.215.349.2]pada Tabel 4.4:
Tabel 4.4 Distribusi Nepenthes spp. Berdasarkan Ketinggian di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
No. Jenis
Lokasi Ketinggian (mdpl) Dalam
transek
Luar transek
800-1000 >1000
1 N. albomarginata √ - √ -
2 N. ampullaria √ √ √ -
3 N. gracilis √ √ √ -
4 N. longifolia √ √ √ √
5 N. rafflesiana √ √ √ -
Keterangan: √ = Ditemukan - = Tidak ditemukan
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kelima Nepenthes ini tumbuh pada
ketinggian 800-1000 mdpl. Hanya N. longifolia yang ditemukan pada ketinggian
>1000 mdpl. Hal ini diduga karena N. longifolia menyukai daerah dengan
intensitas cahaya tinggi. Nerz dan Wistuba (1994), menemukan N. longifolia
hidup di pegunungan Tjampo dekat Payakumbuh. Jenis ini ditemukan hidup pada
hutan submontane pada ketinggian 1000 mdpl dengan intensitas cahaya tinggi.
Tumbuh bersama dengan jenis Nepenthes lainnya diantaranya yaitu, N. alata, N. albomarginata dan N. reinwardtiana. N. longifolia juga bisa ditemukan di
pinggiran jalan yang merupakan daerah terbuka dari Tarutung menuju Sibolga.
Menurut Clarke (2001), tempat hidup Nepenthes berdasarkan ketinggian
dibagi menjadi jenis lowland (dataran rendah), highland (dataran tinggi) dan
intermediete (dijumpai pada dua level ketinggian tersebut). Sesuai juga dengan
pernyataan Hernawati dan Akhriadi (2006), yang menyatakan jenis-jenis
Nepenthes di Sumatera yang telah ditemukan hidup pada hutan dataran rendah
dan hutan peralihan yaitu: N. adnata, N. albomarginata, N. ampullaria, N.
eustachya, N. gracilis, N. longifolia, N. mirabilis, N. rafflesiana, N.
reinwardtiana, N. sumatrana, N. tenuis, dan N. tobaica. Nepenthes albomarginata
biasanya ditemukan pada ketinggian di bawah 1000 mdpl., diperkirakan
23
daerah yang lebih tinggi. Nepenthes ampullaria tumbuh pada berbagai macam
habitat dengan ketinggian hingga 1200 mdpl. Nepenthes gracilis merupakan jenis
yang banyak dijumpai di berbagai wilayah, hidup pada ketinggian hingga 1100 mdpl. Nepenthes longifolia dan Nepenthes rafflesiana bisa ditemukan hingga
ketinggian 1200 mdpl. Hasil penelitian ini selaras dengan pengkategorian jenis
highland-lowland.
Nepenthes merupakan tumbuhan memanjat yang memiliki inang berupa
tumbuhan semak atau pepohonan yang membantunya mendapatkan sinar
matahari. Jenis tumbuhan inang Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru
Blok Barat dapat dilihat pada Tabel 4.5:
Tabel 4.5 Tempat Tumbuh Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
No. Spesies Tumbuhan inang
1 Nepenthes albomarginata Madhuca laurifolia Pandanus sp.
2 Nepenthes ampullaria Madhuca laurifolia Syzygium stapfiana
3 Nepenthes gracilis Dacrydium sp. Madhuca laurifolia Syzygium sp.
4 Nepenthes longifolia Camnosperma auriculatum Cryptocarya impressa Labisia pumila Lithocarpus sp. Madhuca laurifolia Madhuca kunstleri Myristica iners Pandanus sp.
Syzygium garcinifolia. Syzygium stapfiana
5 Nepenthes rafflesiana Dacrydium beccari Dacrydium comosum Gymnostoma sumatrana Madhuca laurifolia Pandanus sp.
Syzygium garcinifolia
Dari Tabel 4.5 juga dapat diketahui tumbuhan inang Nepenthes spp. di
lokasi penelitian ini. Jenis tumbuhan inang yang paling sering dipanjati Nepenthes
spp. pada lokasi ini adalah Madhuca laurifolia. Ini diduga karena Madhuca
laurifolia merupakan salah satu tumbuhan yang mendominasi hutan ini. Menurut
Arief (1994), Nepenthes spp. dapat merambat pada pohon apa saja, diantaranya
[image:36.595.117.511.314.624.2]memanfaatkan tumbuhan lain untuk mendapatkan sinar matahari. Clarke (2001),
menambahkan karena selain memerlukan kelembaban udara yang tinggi,
Nepenthes spp. juga memerlukan sinar matahari yang cukup. Mulyanto et al.
(2000) juga menyatakan tumbuhan lain yang hidup di sekitar Nepenthes ikut
mendukung atau menyokong kehidupan genus ini, sehingga terbentuk simbiosis
baik mutualisme maupun komensalisme. Ia menemukan dua jenis tumbuhan yang
disuluri oleh Nepenthes. Dua jenis tumbuhan tersebut adalah Myristica sp. dan
Thunbergia fragrans. Untuk mendukung data di atas, diidentifikasi jenis
tumbuhan yang terdapat pada transek penelitian. Jenis-jenis tumbuhan tersebut
[image:37.595.116.515.339.750.2]dapat dilihat pada Tabel 4.6:
Tabel 4.6 Jenis Tumbuhan pada Jalur Penelitian Nepenthes spp. di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
No. Famili (+) Nepenthes (-) Nepenthes
1 Anacardiaceae Campnosperma auriculatum Campnosperma auriculatum Gluta sp. Gluta sp.
Mangifera foetida Mangifera foetida
Swintonia floribunda Swintonia floribunda Gluta aptera
2 Annonaceae Polyalthia sumatrana Polyalthia sumatrana Xylopia stenopetala Xylopia stenopetala 3 Apocynaceae Kibatalia borneensis Kibatalia borneensis 4 Aquifoliaceae Ilex cymosa Ilex cymosa
5 Araceae Schismatoglottis sp. Colocasia sp. Xanthosoma sp. Epipremmum sp.
Rhapidophora sp. Schismatoglottis sp. Xanthosoma sp. 6 Arecaceae Calamus sp.
7 Bombacaceae Neesia sp.
8 Burseraceae Santiria apiculata
9 Caesalpiniaceae Bauhinia sp.
10 Casuarinaceae Gymnostoma sumatrana Gymnostoma sumatrana 11 Clusiaceae Calophyllum soulattri Calophyllum soulattri
Garcinia hombroniana
12 Cyatheaceae Cyathea glabra Cyathea glabra Cyathea contaminans 13 Dipterocarpaceae Shorea platycados Shorea platycados 14 Dryopteridaceae Didymochlaena sp. Didymochlaena sp. 15 Euphorbiaceae Macaranga sp. Macaranga sp.
Baccaurea deflexa Endospermum sp. 16 Fagaceae Castanopsis argentata Castanopsis argentata
25
No. Famili (+) Nepenthes (-) Nepenthes Lithocarpus sp. Quercus sp.
Quercus sp. Lithocarpus argentata Lithocarpus lucidus Lithocarpus wallichianus
17 Flacourtiaceae Flacourtia rukam
Hamalium longifolium Hydnocarpus kunstleri Hydnocarpus woodii Ryparosa scortechinii 18 Hamamelidaceae Symingtonia populnea Symingtonia populnea
Altingia excelsa 19 Icacinaceae Platea latifolia Platea latifolia
Stemonurus malaccensis Stemonurus malaccensis Stemonurus scorpioides Stemonurus scorpioides Stemonurus umbellata Stemonurus umbellata 20 Junglandaceae Engelhartia serrata
21 Lauraceae Cinnamomum iners Cinnamomum iners Cryptocarya crassinervia Cryptocarya crassinervia Cryptocarya impressa Cryptocarya impressa Endiandra rubescens Endiandra rubescens Litsea castanea Litsea castanea Litsea grandis Litsea grandis
Litsea polyantha Actinodaphne intermedia Actinodaphne montana Nothaphoebe sp.
22 Lindsaeaceae Lindsaea sp.
23 Melastomataceae Melastoma sp. Pternandra crassinervia Pternandra echinata Pternandra tuberculata
24 Meliaceae Aglaia tomentosa
25 Moraceae Artocarpus maingayi Artocarpus maingayi Artocarpus sp. 26 Myristicaceae Myristica iners Myristica iners
Knema laurina Myristica sp. 27 Myrsinaceae Labisia lanseolata Labisia pumila
Labisia pumila
28 Myrtaceae Rhodamnia cinerea Syzygium aperculata Syzygium fastigiata Syzygium avenis Syzygium garcinifolia Syzygium fastigiata Syzygium napiformis Syzygium garcinifolia Syzygium sp. Syzygium napiformis Syzygium stapfiana Syzygium sp.
Tristaniopsis whiteana Syzygium stapfiana Tristaniopsis whiteana 29 Ochnaceae Gomphia serrata Gomphia serrata 30 Orchidaceae Agrostophyllum sp. Coleogyne cyrekes
Bulbophyllum uniflorum Bulbophyllum angustifolia Coleogyne cyrekes Dacryodes rostrata Podochillus microphylum
31 Pandanaceae Freycinetia sp.
32 Podocarpaceae Dacrydium beccarii Naigea neriifolium Dacrydium comosum
No. Famili (+) Nepenthes (-) Nepenthes Naigea neriifolium
33 Polypodiaceae Diplazium sp. Diplazium sp. Polypodium piloselloides Microsorum sp.
Polypodium triseriale Phymatosorus nigrescens
34 Rosaceae Prunus polystachya
35 Rubiaceae Porterandia anisophylla Nauclea officinalis Porterandia anisophylla Porterandia malaccensis 36 Rutaceae Acronychia laurifolia
37 Sapindaceae Nephellium sp.
38 Sapotaceae Madhuca kunstleri Madhuca kunstleri Madhuca laurifolia Madhuca laurifolia Palaquium hexandrum Palaquium hexandrum Palaquium microphyllum Palaquium rosratum Palaquium rosratum Payena lucida Payena lucida Payena obscura Payena obscura
39 Selaginellaceae Selaginella sp. Selaginella sp. 40 Symplocaceae Symplocos cerasifolia Symplocos cerasifolia 41 Theaceae Schima walichii Schima walichii
Eurya acuminata Eurya nitida
42 Ulmaceae Gironniera subaequalis Gironniera subaequalis 43 Zingiberaceae Etlingera sp. Etlingera sp.
Keterangan : (+) dijumpai (-) tidak dijumpai
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat jenis tumbuhan yang ada pada jalur penelitian
tempat tumbuh Nepenthes spp. Pada jalur yang dijumpai Nepenthes spp.
ditemukan 35 famili dan 75 jenis. Sedangkan pada jalur yang tidak dijumpai
Nepenthes spp. ditemukan 39 famili dan 97 jenis. Pada tabel ini juga dapat dilihat
dari semua famili hanya famili Junglandaceae, Podocarpaceae dan Rutaceae
yang tidak terdapat pada jalur yang tidak dijumpai Nepenthes spp. Sedangkan
famili dari Bombacaceae, Burseraceae, Caesalpiniaceae, Lindsaeaceae,
Meliaceae dan Rutaceae tidak terdapat pada jalur yang dijumpai Nepenthes spp.
Jenis-jenis tersebut merupakan tumbuhan penyusun hutan dataran rendah, hutan
peralihan, dan hutan gambut yang merupakan tempat hidup tumbuhan Nepenthes spp. Dari Tabel 4.6 dapat dilihat juga tidak ada perbedaan mencolok antara
tumbuhan yang berada disekitar Nepenthes spp. dengan tumbuhan yang berada di
jalur yang tidak dijumpai Nepenthes spp. Berdasarkan pengukuran faktor
27
Tabel 4.7 Data pH, Tutupan Kanopi, Suhu, Kelembaban, dan Curah Hujan di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
No.
pH Tutupan
kanopi (%) Suhu (
0
C) Kelembaban (%)
Curah hujan (mm) 1 (+) Nepenthes 3-6 50-70
14-28 76-95 >2500 2 (-) Nepenthes 5-6,5 65-75
Keterangan: (+) dijumpai (-) tidak dijumpai
Dari Tabel 4.7 dapat diketahui nilai pH pada jalur yang dijumpai
Nepenthes spp. dengan kisaran 3-6 dan jalur yang tidak ditemukan Nepenthes spp.
dengan kisaran 5-6,5, menggambarkan bahwa Nepenthes spp. menyukai daerah
yang memiliki pH lebih rendah atau pH asam. Dapat diketahui juga persentase
tutupan kanopi pada jalur yang dijumpai Nepenthes spp. sebesar 50-70 % dan
jalur yang tidak dijumpai Nepenthes spp. sebesar 65-75 %, menggambarkan
Nepenthes spp. menyukai tempat yang lebih terbuka dengan intensitas cahaya
tinggi. Lokasi penelitian memiliki suhu 14-28 0C dan kelembaban 76-95 %.
Menurut Mansur (2007) keanekaragaman Nepenthes spp. sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor habitat. Nepenthes spp. dapat tumbuh pada habitat dengan curah
hujan tinggi, suhu udara tinggi antara 15-340 C, dan kelembaban tinggi 60-95 %.
Nepenthes spp. juga menyukai kondisi habitat asam, dan intensitas cahaya tinggi.
Curah hujan tinggi diketahui terdapat pada hutan hujan di berbagai Negara
termasuk Indonesia. Indonesia memiliki hutan hujan tropis dengan curah hujan
tinggi. Satu diantaranya yaitu hutan Batang Toru Blok Barat yang memiliki curah
hujan berkisar antara 3500-4000 mm/tahun. Menurut Walter (1981), pada
umumnya hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya dua musim dengan perbedaan
yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu
dan kelembaban udara yang tinggi, demikian juga dengan curah hujannya,
sedangkan hari hujan merata sepanjang tahun. Di daerah hutan hujan tropis
jumlah curah hujan per tahun berkisar antara 1600-4000 mm dengan sebaran
bulan basah 9-12 bulan basah. Kondisi ini menjadikan wilayah ini memiliki curah
hujan hampir merata sepanjang tahun. Hujan berfungsi sebagai penyedia mineral
tanah dan membantu tumbuhan untuk berkembang biak. Nepenthes spp.
memerlukan curah hujan tinggi untuk pertumbuhan dan membantu penyebaran
bijinya untuk perkembangbiakannya. Peta persebaran Nepenthes spp. berdasarkan
28
29
Nepenthes tumbuh baik pada berbagai tanah yang kurang nutrisi dengan pH
rendah. Pada lokasi penelitian Nepenthes tumbuh pada tanah berserasah. Tanah
pada lokasi penelitian merupakan jenis tanah humic acrisols 2/3c dengan pH 3-6,5 sehingga tipe tanah ini sangat cocok bagi pertumbuhan Nepenthes spp. Menurut
Saleh et al. (2013) keberadaan tumbuhan di sekitar Nepenthes yang memiliki
kanopi cukup luas dapat menjaga kelembaban dan menyediakan humus melalui
serasah daun yang membusuk sehingga membantu Nepenthes untuk mendapatkan
zat hara.
Notohadiprawiro (1973) menyatakan kebanyakan tanah hutan bersifat
masam. Pelapukan masam di dalam hutan membebaskan basa dari mineral tanah
secara cepat. Nama ultisol dan acrisol dipilih untuk mengisyaratkan keadaan tanah
yang buruk yang memiliki makna pelapukan luar biasa yang berarti sangat
masam. Ciri tanah acrisol yaitu pH rendah, kejenuhan aluminium tinggi,
kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah dan itupun terdapat pada
lapisan permukaan tipis (horizon A) dan dengan sendirinya kadar N pun rendah
serta terbatas dalam lapisan permukaan tipis itu, daya simpan air terbatas. Tanah
memiliki bahan induk batu endapan bersilika, batu pasir, dan batu. Tanah
memiliki perawakan berwarna abu-abu hingga kekuningan, sedangkan pada
lapisan bawah berwarna merah atau kuning. Untuk melihat persebaran Nepenthes
30
31
Nepenthes spp. yang ditemukan pada lokasi penelitian menempati lokasi seperti
hutan sekunder tua, hutan rawa, dan pinggiran sungai. Nepenthes spp. dapat
tumbuh pada berbagai tipe lokasi, tetapi tingkat luasnya persebaran berbeda untuk tiap jenisnya. Hal ini disebabkan Nepenthes memiliki batasan-batasan toleransi
tertentu terhadap lingkungan.
Menurut Anwar et al. (1984) beberapa jenis Nepenthes hidup pada hutan
hujan tropis, kawasan pantai, zona persawahan, vegetasi rawa, padang savanna,
gunung kapur, pinggiran danau, hutan kerangas, dan pegunungan. Loveless
(1989) menambahkan tumbuhan dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang
beranekaragam sehingga tumbuhan tersebut dapat ditemukan pada wilayah
tertentu. Pada lokasi penelitian, N. longifolia merupakan jenis yang paling
melimpah di lokasi hutan sekunder tua, hutan rawa, dan pinggiran sungai. <