• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH

RISJON MANIK 030302037

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Judul Skripsi : Uji Efektifitas Daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan Daun Serai

(Andropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Atraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler

dan Bisby Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) di Lapangan.

Nama : Risjon Manik

NIM : 030302037

Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS. ) ( Ir. Kasmal Aripin, MSi. ) Ketua Anggota

( Ir. Marheni, MP. ) Ketua Departemen

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRACT

Risjon Manik, Efectivity Test of Clove Leaf (Syzygium aromaticum L.)

and Fragrant grass Leaf (Andropogon nardus L.) in Controlling the Antracnose (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) on Red Chili Plant (Capsicum annuum L.) at Field.

This research was conducted at Situnggaling Village, District Merek, Residence Karo with approximately ± 1350 metres height from the surface of sea from September until February 2008.

This research used factorial Block Randomized Design consisting of two factors and three replications. First factor was botany fungicides with different doses, that was K0 (control), K1 (clove leaf 100 g/l water), K2 (clove leaf 150 g/l

water), K3 (clove leaf 200 g/l water), K4 (fragrant grass leaf 100 g/l water), K5 ( fragrant grass leaf 150 g/l water), dan K6 (fragrant grass leaf 200 g/l water).

The second factor was interval application, that was once in three days and once in six days. The parameter are disease intensity (%) and production (ton/ha).

The result showed that the efective dose was 200 g/l water. The most effective fungicide was K6 (fragrant grass leaf 200 g/l water) with disease intensity average 3,63 %. The effective interval application was A1 (once in three days) with disease intensity average 6,43 %. Interaction between botany fungicides and interval application to disease intensity C. capsici were significant

different. The highest production average with botany fungicides was K6 (1,05 ton/ha) and the lowest was K0 (0,81 ton/ha). The higher production

(4)

ABSTRAK

Risjon Manik, Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L) dan Daun Serai (Andropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) di Lapangan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas daun cengkeh dan

daun serai untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici) di lapangan.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat ± 1350 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai September sampai Februari 2008.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama fungisida botanis yaitu K0 (kontrol), K1 (daun cengkeh 100 g/l air), K2 (daun cengkeh 150 g/l air), K3 (daun cengkeh 200 g/l air), K4 (daun serai 100 g/l air), K5 (daun serai 150 g/l

air), dan K6 (daun serai 200 g/l air). Faktor kedua interval aplikasi yaitu A1 (aplikasi 3 hari sekali) dan A2 (aplikasi 6 hari sekali). Parameter pengamatan

adalah intensitas serangan (%) dan produksi (ton/ha)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis fungisida botanis yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa (C. capsici)adalah 200 g/l air. Fungisida botanis yang paling efektif adalah K6 (daun serai 200 g/l air) dengan

rataan intensitas serangan 3,63 %. Interval aplikasi yang efektif adalah A1 (aplikasi 3 hari sekali) dengan rataan intensitas serangan 6,43 %. Interaksi

antara fungisida botanis dengan dosis yang berbeda dengan interval aplikasi berpengaruh nyata terhadap C. capsici.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Risjon Manik, lahir tanggal 02 Agustus 1984 di Sabah, putra dari Ayahanda tercinta S. Manik dan Ibunda terkasih L. Padang . Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.

Pendidikan dan pengalaman

1. Tahun 1997 lulus dari SDN 030414 Kecupak II 2. Tahun 2000 lulus dari SLTPN I Salak

3. Tahun 2003 lulus dari SMUN I Salak

4. Tahun 2003 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB 5. Tercatat sebagai anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan

Tanaman) Departemen HPT-FP USU periode 2003-2008

6. Tahun 2004/2005 sebagai assisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan FP USU 7. Tahun 2004/2005, 2007/2008 sebagai assisten Laboratorium Hama Hutan,

Departemen Kehutanan FP USU

8. Tahun 2004/2005, 2007/2008 sebagai assisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan, Departemen Kehutanan FP USU

9. Mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Buana Estate Perkebunan Cinta Raja, Stabat, Kabupaten Langkat dari tanggal 04 Juni-04 Juli 2007 10.Melaksanakan penelitian di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan. Skripsi ini bertujuan untuk dapat melaksanakan ujian akhir sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Kasmal Aripin, MSi selaku anggota komisi pembimbing dan teman-teman

yang telah memberikan banyak saran dan arahan serta kepada keluarga yang telah memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

(7)

DAFTAR ISI

Biologi Penyebab Penyakit ... 4

Gejala Serangan ... 5

Faktor Yang Mempengaruhi ... 7

Pengendalian ... 7

Fungisida Botanis ... 8

Cengkeh ... 8

Serai ... 9

BAHAN DAN METODA ... 11

Tempat dan waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Penyemaian Benih ... 13

Persiapan Media Tanam ... 14

Penanaman Bibit ke Lapangan ... 14

Pemupukan... 14

Pemeliharaan ... 15

Pembuatan Larutan Fungisida Botanis ... 16

(8)

Larutan Serai ... 16

Aplikasi Fungisida Botanis ... 16

Panen ... 17

Parameter pengamatan... 17

Intensitas Serangan ... 17

Produksi ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Hasil ... 19

1. Intensitas Serangan (%) ... 21

2. Produksi (ton/ha) ... 22

Pembahasan ... 24

1. Intensitas Serangan (%) ... 24

2. Produksi (ton/ha) ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Nilai skala berdasarkan kerusakan buah cabai yang terinfeksi 18 2. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan

dosis yang berbeda terhadap intensitas serangan (%) C. capsici pada setiap waktu pengamatan 19 3. Uji beda rataan pengaruh interval aplikasi yang berbeda terhadap

intensitas serangan (%) C. capsici pada setiap waktu pengamatan 20 4. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan

dosis yang berbeda dan interval aplikasi terhadap intensitas serangan (%) C. capsici pada setiap waktu pengamatan 21 5. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan

dosis yang berbeda terhadap produksi cabai (ton/ha) pada setiap

waktu pengamatan 22

6. Uji beda rataan pengaruh interval aplikasi yang berbeda terhadap produksi cabai (ton/ha) pada setiap waktu pengamatan 22 7. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Jamur Colletotrichum capsici 5 2. Gejala serangan C. capsici 6 3. Histogram pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap intensitas

serangan C. capsici dari pengamatan 88 hst–100 hst 26 4. Histogram pengaruh interval aplikasi terhadap intensitas serangan

C. capsici ( % ) dari pengamatan 88 hst –100 hst 28

5. Histogram pengaruh pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi terhadap intensitas serangan C. capsici ( % ) dari

pengamatan 88 hst –100 hst 30

6. Histogram pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap produksi cabai (ton/ha) pada pengamatan 118 hst-139 hst 33 7. Histogram pengaruh interval aplikasi terhadap produksi

cabai (ton/ha) pada pengamatan I-IV (118 hst-139 hst) 34 8. Histogram pengaruh pemberian fungisida dan interval aplikasi

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Data pengamatan intensitas serangan 88 hst (%) 41

2. Data pengamatan intensitas serangan 91 hst (%) 44

3. Data pengamatan intensitas serangan 94 hst (%) 47

4. Data pengamatan intensitas serangan 97 hst (%) 50

5. Data pengamatan intensitas serangan 100 hst (%) 53

6. Data Produksi 118 hst (ton/ha) 57

7. Data Produksi 125 hst (ton/ha) 60

8. Data Produksi 132 hst (ton/ha) 63

9. Data Produksi 139 hst (ton/ha) 66

10.Deskripsi Varietas Cabai Bagayo F1 69

11.Bagan Penelitian 71

12.Bagan satu plot percobaan 72

13.Foto lahan dan produksi buah cabai 73

(12)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi serta mempunyai peluang pasar yang cukup baik. Buahnya dikenal sebagai penyedap dan pelengkap berbagai menu masakan khas Indonesia. Kebutuhan akan komoditas ini semakin meningkat dengan semakin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan komoditas ini (Rohmawati, 2002).

Penanaman cabai besar seringkali menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan produktivitas baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang menghambat kelancaran dalam budidaya cabai. Salah satu penyakit yang menyerang dan sangat ditakuti pada pertanaman cabai adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp yang pada tingkat tertentu dapat merugikan hasil yang cukup besar. Pengendalian penyakit ini dilakukan secara kimiawi dengan fungisida yang dapat menimbulkan dampak negatif seperti menurunkan kualitas

hasil, pencemaran lingkungan dan meningkatkan kekebalan dari patogen (Rohmawati, 2002).

Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan

Colletotrichum capsici dan Gloeosporium piperatum merupakan salah satu faktor

(13)

Petani sampai saat ini masih belum terlepas dari pestisida dalam kegiatan bertaninya. Pestisida masih diperlukan dan masih menjadi mitra kerja bagi petani walaupun harganya relatif mahal. Karena itu diperlukan suatu alternatif pengendalian yang murah, praktis dan relatif aman terhadap lingkungan. Diantaranya ialah dengan menggunakan bahan tumbuhan sebagai fungisida nabati karena mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas dan terbukti ramah lingkungan. Bahan tersebut antaralain sirih, jahe, kunyit, lengkuas, serei dan seledri (Mukhlis, 1999).

Sampai saat ini pengendalian penyakit tersebut adalah dengan pestisida sintetik. Tigapuluh persen pestisida terbuang ke tanah pada musim kemarau dan 80 % pada musim hujan terbuang ke perairan. Dilema pestisida tersebut perlu segera diatasi agar tidak menimbulkan resiko terhadap lingkungan antaralain dengan mencari pengendalian lain meskipun dengan bahan kimia tetapi minimum dampak negatifnya. Salah satu alternatif adalah dengan menggunakan pestisida botani ( pestitani ) (Suryaningsih dan Hadisoeganda, 2004).

Akhir-akhir ini perhatian terhadap fungisida nabati makin besar dengan makin diketahuinya beberapa pengaruh samping yang sangat merugikan dari penggunaaan pestisida sintetik (kimiawi). Tanaman tersebut antaralain adalah cengkeh, kemangi, teh, nimba, sirih, dan lain-lain. Daun tersebut dikenal sebagi

obat tradisional dan minuman. Bahan-bahan tersebut murah dan mudah didapat (Sumardiyono dan Agung, 1995).

(14)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas fungisida botanis untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici ).

Hipotesis Penelitian

Setiap jenis fungisida botanis dan dosis yang berbeda mempunyai

efektifitas yang berbeda dalam mengendalikan penyakit antraknosa ( Colletotrichum capsici ).

Kegunaan Penelitian

− Sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan ujian akhir sarjana

di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit

Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh (1998) adalah : Divisio : Ascomycotina

Subdivision : Eumycota Kelas : Pyrenomycetes Ordo : Sphaeriales Famili : Polystigmataceae Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum capsici

Busuk buah disebabkan oleh Colletotrichum capsici (Syd) butler dan bisby. Miselium terdiri dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 µ m, seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberpa septa dan ukuran 150 µ m. Konidiofor tidak bercabang , massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 µ m. Konidia dapat berkecambah

di dalam air selama 4 jam. Namun konidia lebih cepat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau tua daripada didalam air. Tabung kecambah

akan segera membentuk apresoria (Singh, 1998).

(16)

aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli, dkk, 1997).

Gambar 1. Jamur C. capsici. A (aservulus), B (konidiofor), C (konidia), D (apresorium)

(Sumber : Singh, 1998)

Gejala Serangan

Jamur Colletotrichum sp dapat menginfeksi cabang, ranting, dan buah. Infeksi pada buah biasanya terjadi pada buah yang menjelang tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk.

Serangan lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh (Rusli, dkk, 1997).

Penyakit yang sering menyerang tanaman cabai adalah penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Colletotrichum capsici. Penyakit itu biasanya menyerang buah yang mengakibatkan buah busuk dan berguguran. Selain itu

(17)

Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pada permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum dapat disebarkan oleh air hujan

dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat ( Kronstad, 2000).

Gambar 2. Gejala serangan C. capsici pada buah masak dan muda (Sumber : Foto langsung)

1

Keterangan :

1. serangan berat pada buah masak

2. serangan ringan pada buah masak 3. serangan ringan

pada buah muda

2

(18)

Faktor yang Mempengaruhi

Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang tanaman cabai di Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif tinggi.

Penyakit antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah dan merupakan masalah utama pada buah masak serta berakibat serius terhadap penurunan hasil dan penyebaran penyakit. Kehilangan hasil pada tanaman cabai akibat serangan antraknosa dapat mencapai 50-100 % pada saat musim hujan (Syamsudin, 2002).

Untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH 4 dan 8 menunjukkan pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici tidak maksimal. Derajat keasaman (pH) optimal untuk pertumbuhan jamur

Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5 (Yulianty, 2006).

Periode inkubasi Colletotrichum sp antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur antara 24-30 oC dengan kelembaban relatif 80-92 % (Rompas, 2001).

Pengendalian

(19)

Apabila ditemukan gejala serangan penyakit antraknosa pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

 Untuk mengurangi sumber infeksi agar serangannya tidak meluas, maka

tanaman yang terserang dicabut dan dimusnahkan

 Jika kerusakan tanaman telah mencapai ambang pengendalian dilakukan

penyemprotan fungisida yang dianjurkan misalnya difenokonazol (Score 250 EC, 2 ml/l), klorotalonil (Daconil 5000 f, 2 g /l).

(Moekasan, dkk, 2000)

Fungisida botanis

Cengkeh

Tanaman cengkeh diketahui salah satu penghasil senyawa metabolik sekunder yang dapat berfungsi sebagai pestisida nabati. Penggunaan senyawa eugenol yang terdapat didalam daun, gagang dan bunga telah banyak dilaporkan efektif untuk mengendalikan beberapa patogen penyebab penyakit seperti

Fusarium oxysporum fsp vanillae, Fusarium effusum, Phytophthora palmivora,

Sclerotium rolfsii, Rigidoporus lignosus dan Rhizoctonia solani. Uji coba pada

beberapa tanaman menunjukkan bahwa produk cengkeh tersebut tidak toksik terhadap tanaman dan hewan serta ada tendensi menstimulasi pertumbuhan tanaman (Noveriza dan Tombe, 2000).

Pengujian pengaruh tepung cengkeh (asal daun, gagang dan bunga), minyak dan komponen minyaknya (eugenol, eugenol asetat dan ß-caryopyllene)

terhadap pertumbuhan 5 isolat jamur patogen Phytophthora palmivora, 3 isolat

(20)

cengkeh dengan konsentrasi 0,2 % sudah dapat menghambat pertumbuhan jamur sedangkan tepung dan gagang cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi 0,4 % (Manohara, dkk, 1993).

Senyawa-senyawa dalam cengkeh yang berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah senyawa eugenol dan eugenol asetat. Eugenol berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan koloni, sporulasi,

pigmentasi dan pertumbuhan spora abnormal dari Fusarium oxysporum (Hartati, dkk, 1993). Senyawa-senyawa tersebut antaralain eugenol-isoeugenol

terdapat pada daun cengkeh yang bersifat fungitoksik terhadap Hemileia vastatrix (Sumardiyono dan Agung, 1995). Interval aplikasi yang singkat dan konsentrasi yang tinggi akan lebih efektif dalam mengendalikan penyakit (Waridha, dkk,1997)

Pestisida nabati (bubuk atau bagian daun cengkeh kering yang dihancurkan) dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk buah batang vanili yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum (Istikorini, 2002). Penggunaan minyak cengkeh dan serai wangi cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan koloni Colletotrichum capsici, namun hasil uji menunjukkan bahwa pengggunaan minyak cengkeh lebih efektif dibandingkan minyak serai wangi. Pada konsentrasi 0,06 % minyak cengkeh sudah mampu menghambat pertumbuhan Coletotrichum

capsici 100 % sementara untuk penghambatan yang sama diperlukan minyak

sereh wangi dengan konsentrasi 0,1 % (Syamsudin, 2002).

Serai

(21)

yang kuantitasnya besar yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol. Minyak sereh lazim digunakan sebagai desinfektan, bahan pengikat dan bahan pengusir nyamuk (Sastrohamidjojo, 2004)

(22)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek,

Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat ± 1350 m dpl. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan September sampai Februari 2008.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai Bagayo F1, kompos, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, daun

cengkeh, daun serai, tepung kanji, dan air.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, ember, blender, timbangan, kain saring, handsprayer, meteran, parang, kalkulator dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu:

I. Fungisida botanis, yaitu : K0 = Kontrol

(23)

K4 = Daun serai 100 g/l air K5 = Daun serai 150 g/l air K6 = Daun serai 200 g/l air II. Interval aplikasi, yaitu : A1 = Aplikasi 3 hari sekali A2 = Aplikasi 6 hari sekali Jumlah perlakuan = 14

Kombinasi Perlakuan K0A1 K0A2

K1A1 K1A2

K2A1 K2A2

K3A1 K3A2

K4A1 K4A2

K5A1 K5A2

K6A1 K6A2

(t-1) (r-1) ≥ 15 (14-1) (r-1) ≥ 15 13r-13 ≥ 15 13r ≥ 28 r ≥ 2,15 r = 3

(24)

Metode linear yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y

ijk =

µ

+ i + j + k + ( )j k + j k

dimana :

Yijk =Hasil pengamatan dari plot yang mendapat perlakuan fungisida botanis taraf ke ke-j dan interval aplikasi taraf ke-k pada

blok ke-i

µ = Rataan atau nilai tengah umum

i = Pengaruh blok pada taraf ke-i

j = Pengaruh fungisida botani taraf ke-j

k = Pengaruh interval aplikasi taraf ke-k

( )j k = Pengaruh interaksi antara fungisida botanis taraf ke-j dan interval

aplikasi taraf ke-k

j k = Pengaruh error dari blok ke-I yang mendapat perlakuan fungisida botanis taraf ke-j dan interval aplikasi taraf ke-k

(25)

Pelaksanaan Penelitian Penyemaian Benih

Tempat penyemaian dibuat di dalam polibag. Untuk media persemaian digunakan tanah yang dicampur dengan pupuk dan kompos dengan perbandingan 1:1. Setiap polibag dimasukkan 2 biji benih. Pada persemaian dibuat naungan dengan atap terbuat dari alang-alang agar persemaian tidak terkena sinar matahari langsung. Persemaian disiram setiap hari.

Persiapan Media Tanam

Pengolahan diawali dengan pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Setelah dibersihkan, pada lahan dibentuk bedengan-bedengan atau plot-plot. Ukuran bedengan atau plot adalah panjang 2,5 m dan lebar 2 m serta tingginya 40 cm. Jarak antar plot 50 cm. Jumlah plot sebanyak 42 plot. Jarak antar plot 50 cm dan jarak antar ulangan 100 cm. Plot kemudian dicangkul dengan kedalaman 30-40 cm. Bersamaan dengan ini dilakukan pembuatan parit utama sebagai pengendali kelebihan air pada musim hujan.

Penanaman Bibit ke Lapangan

Setelah bibit berumur 18-21 (± 3 minggu) bibit sudah mempunyai 3-4 helai daun sejati, maka bibit sudah siap dipindahkan ke lahan pertanaman

yang telah tersedia dengan pembuatan lubang-lubang tanaman pada lahan yang memiliki jarak 70 cm x 50 cm. Jarak 70 cm terletak pada lebar bedengan sedangkan jarak 50 cm terletak pada panjang bedengan.

Pemupukan

(26)

- 200 kg Urea/ha - 150 kg TSP/ha - 150 kg KCL /ha

Dimana pupuk dasar dilakukan dengan menggunakan TSP sebanyak 5 g/tan, dan KCL sebanyak 5 g/tan diletakkan pada lubang tanam 1-2 hari

sebelum bibit dipindahkan dari persemaian. Untuk pemupukan Urea (N) diberikan setelah tanaman berumur 14 hari setelah tanam yang diberikan pada guritan sekeliling batang tanaman lebih kurang 10 cm sebanyak 10 g/tan. Pupuk Urea, dan KCL diberikan secara bersama-sama pada waktu 1 dan 2 bulan setelah tanam yaitu pada minggu pertama.

Kebutuhan pupuk Urea, TSP, dan KCL dalam satu plot adalah untuk Urea sebanyak 105 g/plot, untuk TSP 75 g/plot, untuk KCL 75 g/plot.

Pemeliharan Tanaman

Penyiraman dilakukan pada sore hari dan dilakukan apabila dalam satu hari hujan tidak turun dimana penyiraman tidak terlalu basah agar tanaman tumbuh dengan baik.

Penyiangan dilakukan sekali seminggu dimana gulma yang tumbuh di sekitar penanaman dibersihkan dengan cangkul. Penyulaman dilakukan pada

saat bibit muda rusak ataupun mati. Penyulaman ini dilakukan pada saat umur tanaman 1-2 minggu setelah penanaman.

Pembuatan Larutan Fungisida Botanis

(27)

- Daun segar sebanyak 200 g ditumbuk sampai lumat (halus) kemudian dicampur dengan 1 liter air

- Campuran tersebut didiamkan selama 24 jam

- Bahan disaring dengan menggunakan kain saring/kertas saring

- Larutan hasil saringan langsung dapat digunakan yang dilakukan pada sore hari. Dengan menambahkan tepung kanji sebagai perekat (Anonimus,1997).

Larutan cengkeh

Diambil daun cengkeh dari lapangan, kemudian dicuci dengan air bersih. Ditimbang dengan masing-masing 100 g, 150 g, dan 200 g. Daun cengkeh

selanjutnya diblender. Daun cengkeh yang telah diblender dicampur dengan air masing-masing dengan dosis 100 g/l air, 150 g/l air, dan 200 g/l air dan dimasukkan kedalam ember (Sumardiyono dan Agung, 1995). Direndam selama 24 jam. Setelah 24 jam larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil saringan telah siap digunakan (Hadisoeganda dan Suryaningsih, 2004).

Larutan serai

Diambil daun serai dari lapangan, kemudian dicuci dengan air bersih. Ditimbang dengan masing-masing 100 g, 150 g, dan 200 g. Daun serai

(28)

Aplikasi Fungisida Botanis

Larutan cengkeh dan serai yang telah diperoleh telah siap diaplikasikan ke lapangan. Dimana dosis aplikasi larutan cengkeh dan serai yaitu 100 g/l air, 150 g/l air, dan 200 g/l air. Sebelum aplikasi kedalam larutan ditambahkan tepung kanji sebagai bahan perata.

Waktu aplikasi dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Aplikasi fungisida botanis 3 hari sekali

2. Aplikasi fungisida botanis 6 hari sekali

Aplikasi larutan cengkeh dan serai dilakukan dengan menggunakan handsprayer dengan cara menyemprotkan ke tanaman. Aplikasi fungisida botanis ini dilakukan pada sore hari. Aplikasi dilakukan 3 dan 6 hari sekali.

Panen

Bila cabai merah ditanam di dataran rendah, pemungutan hasil dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 75-80 hari setelah tanam. Sedangkan pada dataran tinggi, waktu panen pertama kali umur 90-100 hari setelah tanam. Pemanenan cabai merah dapat dilakukan 3-4 hari sekali atau satu minggu sekali. Pemanenan dilakukan sampai tanaman berumur 139 hari setelah tanam atau empat kali panen dengan interval sekali seminggu.

(29)

Intensitas Serangan

Pengamatan intensitas serangan dilakukan pada waktu tanaman berumur 88 hari setelah tanam sampai 100 hari setelah tanam. Pengamatan intensitas serangan dilakukan 3 dan 6 hari sekali.

Intensitas serangan dihitung dengan rumus :

I = ∑

x Z N

) x v (n

x 100 %

I = Intensitas buah sakit n = jumlah buah sakit

v = nilai skala buah yang diamati N = jumlah buah yang diamati Z = nilai skala kategori tertinggi

Nilai skala serangan berdasarkan kerusakan buah cabai yang terinfeksi disajikan pada tabel 1.

Skala Persentase buah sakit Keterangan

0 0 % Tidak terinfeksi

1 0-5 % Sangat ringan

2 5-15 % Ringan

(30)

4 30 % Berat

(Rusli, dkk, 1997) Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang buah cabai setiap perlakuan dengan kriteria 4 kali panen dan kemudian dikonversikan dalam ton/ha.

Produksi (ton/ha) = Jumlah tanaman perha

Perlakuan

x produksi perplot (kg) Jumlah tanaman perplot

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Intensitas Serangan (%)

a. Pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap intensitas serangan

C. capsici (%)

Data pengamatan intensitas serangan dapat dilihat pada lampiran 1-5. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan dengan pemberian fungisida dari daun cengkeh dan daun serai memberikan hasil yang sangat nyata terhadap intensitas serangan C. capsici pada setiap pengamatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan dosis yang berbeda terhadap intensitas serangan (%) C. capsici pada setiap waktu pengamatan

hari setelah tanam (hst)

(31)

K0 8,01 A 14,65 A 15,59 A 20,87 A 23,44 A Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan

K0 : Kontrol; K1 : Daun cengkeh 100 g/l air; K2 : Daun cengkeh

150 g/l air; K3 : Daun cengkeh 200 g/l air; K4 : Daun serai 100 g/l air; K5 : Daun serai 150 g/l air; K6 : Daun serai 200 g/l air.

b. Pengaruh interval aplikasi yang berbeda terhadap intensitas serangan

C. capsici (%)

Data pengamatan intensitas serangan dapat dilihat pada lampiran 1-5. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan dengan interval

aplikasi yang berbeda terhadap intensitas serangan C. capsici memberikan hasil yang tidak nyata pada pengamatan 88 hst (hari setelah tanam), 91 hst dan 94 hst tetapi berbeda nyata pada pengamatan 97 hst dan berbeda sangat nyata pada

pengamatan 100 hst. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Uji beda rataan pengaruh interval aplikasi yang berbeda terhadap intensitas serangan (%) C. capsisi pada setiap waktu pengamatan

Perlakuan

hari setelah tanam (hst)

88 91 94 97 100

A1 1,44 3,41 4,12 4,62 b 6,43 B

A2 1,97 3,30 5,15 7,56 a 10,93 A

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % dan 5 % menurut Uji Jarak Duncan

(32)

c. Pengaruh pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi terhadap intensitas serangan C. capsici (%)

Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan dengan pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi yang berbeda terhadap intensitas serangan C. capsici memberikan hasil yang tidak nyata pada pengamatan 88 hst, 91 hst, 94 hst dan 97 hst tetapi pada pengamatan 100 hst memberikan hasil yang berbeda nyata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan dosis yang berbeda dan interval aplikasi terhadap intensitas serangan (%)

C. capsici pada setiap waktu pengamatan

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan K0 : Kontrol; K1 : Daun cengkeh 100 g/l air; K2 : Daun cengkeh

(33)

100 g/l air; K5 : Daun serai 150 g/l air; K6 : Daun serai 200 g/l air; A1 : Aplikasi 3 hari sekali ; A2 :Aplikasi 6 hari sekali

2. Produksi (ton/ha)

a. Pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap produksi cabai (ton/ha) Hasil Uji Jarak Duncan (Lampiran 6-9) pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap produksi cabai diperoleh bahwa pada pengamatan 118 hst tidak ada perbedaan yang nyata namun pada pengamatan 125 hst, 132 hst dan 139 hst diperoleh perbedaan yang nyata. Ini dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Uji beda rataan pengaruh pemberian fungisida botanis dengan dosis yang berbeda terhadap produksi cabai (ton/ha) pada setiap waktu pengamatan

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % dan 5 % menurut Uji Jarak Duncan

K0 : Kontrol; K1 : Daun cengkeh 100 g/l air; K2 : Daun cengkeh

150 g/l air; K3 : Daun cengkeh 200 g/l air; K4 : Daun serai 100 g/l air; K5 : Daun serai 150 g/l air; K6 : Daun serai 200 g/l air.

(34)

118 hst (hari setelah tanam), 132 hst dan 139 hst tidak ada perbedaan yang nyata

namun pada pengamatan 125 hst diperoleh perbedaan yang sangat nyata. Ini dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6. Uji beda rataan pengaruh interval aplikasi yang berbeda terhadap produksi cabai (ton/ha) pada setiap waktu pengamatan

hari setelah tanam (hst)

Perlakuan 118 125 132 139

A1 0,22 0,37 A 0,64 1,04

A2 0,22 0,30 B 0,65 0,91

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan A1 : Aplikasi 3 hari sekali; A2 : Aplikasi 6 hari sekali

c. Pengaruh pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi terhadap produksi cabai (ton/ha)

Pada perlakuan kombinasi antara pemberian fungisida botanis dengan interval aplikasi terhadap produksi cabai didapatkan hasil yang tidak nyata pada setiap pengamatan yang dilakukan (Tabel 7)

(35)

K6A1 0,20 0,45 0,77 1,10

K6A2 0,17 0,27 0,71 0,99

Keterangan :

K0 : Kontrol; K1 : Daun cengkeh 100 g/l air; K2 : Daun cengkeh

150 g/l air; K3 : Daun cengkeh 200 g/l air; K4 : Daun serai 100 g/l air; K5 : Daun serai 150 g/l air; K6 : Daun serai 200 g/l air; A1: Aplikasi 3 hari sekali ; A2 :Aplikasi 6 hari sekali.

Pembahasan

1. Intensitas serangan (%)

a. Pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap intensitas serangan

C. capsici (%)

Dari data pengamatan 100 hst (hari setelah tanam) pada tabel 2, diperoleh bahwa K1(daun cengkeh 100 g/l air) berbeda sangat nyata terhadap K0, K2, K3,

K4, K5 dan K6. Intensitas serangan terendah terdapat pada K6 (daun serai 200 g/l air) sebesar 3,63 % dan yang tertinggi terdapat pada K0 (kontrol) sebesar

(36)

Minyak sereh lazim digunakan sebagai desinfektan, bahan pengikat dan bahan pengusir nyamuk.

Dari data pengamatan 100 hst (Tabel 2), pada setiap perlakuan fungisida daun cengkeh dan daun serai dengan dosis yang berbeda diperoleh bahwa dosis yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit C. capsici adalah 200 g/l air. Pada perlakuan dengan pemberian daun cengkeh diperoleh K1 berbeda sangat nyata dengan K2 dan K3, intensitas terendah terdapat pada K3 (daun cengkeh 200 g/l air) yaitu 4,68 % dan tertinggi pada K2 (daun cengkeh 150 g/l air) yaitu

9,03 %. Pada perlakuan dengan pemberian fungisida dari daun serai diperoleh K4 berbeda sangat nyata dengan K5 dan K6, intensitas terendah terdapat pada K6 (daun serai 200 g/l air) yaitu 3,63 % dan tertinggi pada K4 (daun serai 150 g/l air) yaitu 8,20 %. Dari sini dapat disimpulkan bahwa dosis fungisida

botanis yang tepat adalah 200 g/l air.

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa intensitas serangan C. Capsici mulai pengamatan 88 hst-100 hst (bulan Januari) cepat mengalami peningkatan terutama

pada K0 (kontrol) dengan intensitas tertinggi 23,44 % dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lingkungan antaralain seperti kelembaban, dimana kelembaban rata-rata pada bulan Januari sebesar 88,5 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Rompas (2001) yang menyatakan kelembaban relatif untuk pertumbuhan jamur

C. capsici adalah 80-92%.

(37)
(38)

8,

(39)

94 hst belum ada menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari pengamatan 88 hst intensitas serangan terendah pada A1(aplikasi 3 hari sekali) yaitu 1,44 % dan tertinggi pada A2 (aplikasi 6 hari sekali) yaitu 1,97 %. Dari pengamatan 91 hst intensitas serangan terendah pada A2 yaitu 3,30 % dan tertinggi pada A1 yaitu

3,41 %. Dari pengamatan 94 hst intensitas serangan terendah pada A1 yaitu 4,12 % dan tertinggi pada A2 yaitu 5,15 %. Dari pengamatan 97 hst diperoleh

bahwa interval aplikasi A1 berbeda nyata dengan A2. Intensitas serangan terendah terdapat pada A1 yaitu 4,62 % dan tertinggi pada A2 yaitu 7,56 %.

Dari pengamatan 100 hst (Tabel 3), diperoleh bahwa interval aplikasi A1 berbeda sangat nyata dengan A2 dimana intensitas serangan C. capsici

terendah terdapat pada A1 yaitu 6,43 % dan tertinggi pada A2 yaitu 10,93 %. Ini disebabkan oleh interval aplikasi yang singkat mengakibatkan proses infeksi jamur cepat terhambat dan spora jamur yang baru lengket pada permukaan tidak dapat berkecambah akibat terkena fungisida botanis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rompas (2001) yang menyatakan periode inkubasi Colletotrichum sp antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi.

(40)

Untuk melihat perbedaan yang nyata diantara dua interval aplikasi terhadap intensitas serangan C. capsici supaya lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.

C. capsici (%) dari pengamatan 88 hst –100 hst.

(41)

intensitas serangan C. capsici (%)

Pada pengamatan 88 hst (hari stelah tanam) - 97 hst memberikan hasil yang tidak nyata (Tabel 4). Pada pengamatan 88 hst, intensitas serangan tertinggi terdapat pada K5A2 yaitu 2,78 % dan terendah pada K1A2, K2A1, K4A1 dan K6A2 yaitu 0,00 %. Pada pengamatan 91 hst, intensitas serangan tertinggi terdapat pada K0A2 yaitu 17,13 % dan terendah pada K4A1 yaitu 0,00 %. Pada

pengamatan 94 hst intensitas serangan tertinggi terdapat pada K0A2 yaitu 19,91 % dan terendah pada K6A2 yaitu 0,67 %. Pada pengamatan 97 hst

intensitas serangan tertinggi terdapat pada K0A2 yaitu 27,22 % dan terendah pada K6A1 sebesar 1,46 %.

(42)

Risjon Manik : Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.)

Gambar 5. Histogram pengaruh pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi

terhadap intensitas serangan C. capsici (%) dari pengamatan 88 hst –100 hst

PI : Pengamatan I ( 88 hst); PII : Pengamatan II (91 hst); PIII :

(43)

Dari Tabel 5, pada pengamatan 118 hst (hari setelah tanam) diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata. Produksi terendah terdapat pada K0 (kontrol) yaitu

0,16 ton/ha dan tertinggi pada K2 (daun cengkeh 150 g/l air) yaitu 0,31 ton/ha. Pada pengamatan 125 hst didapatkan hasil bahwa perlakuan K0 berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya. Perlakuan K1 (daun cengkeh

150 g/l air) tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2, K3, K4, K5 dan K6. Rataan produksi terendah terdapat pada K0 yaitu 0,23 ton/ha dan tertinggi terdapat pada K2 yaitu 0,41 ton/ha.

Dari tabel 5, pada pengamatan 132 hst didapatkan hasil bahwa perlakuan K0 berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan K1 tidak berbeda nyata dengan K3, K4, K5 dan K6 tetapi berbeda sangat nyata dengan K0 dan K2. Rataan produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan K2 yaitu 0,80 ton/ha dan yang terendah terdapat pada K0 yaitu 0,36 ton/ha. Produksi yang rendah pada perlakuan K0 disebabkan karena intensitas serangan C. capsici sangat tinggi sehingga mengakibatkan penurunan hasil yang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamsudin (2002) yang menyatakan antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang tanaman cabai di Indonesia. Kehilangan hasil pada tanaman cabai akibat serangan antraknosa dapat mencapai 50-100 % pada saat musim hujan.

(44)

berbeda nyata dengan K0, K1, K2, K4, K5 dan K6. Perlakuan K4 berbeda nyata

dengan perlakuan lainnya. Produksi terendah terdapat pada perlakuan K0 yaitu 0,81 ton/ha dan tertinggi pada perlakuan K6 yaitu 1,05 ton/ha.

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa produksi cabai tertinggi diperoleh pada pengamatan 139 hst pada setiap perlakuan dan yang terendah pada pengamatan 118 hst. Pengamatan 139 hst merupakan titik puncak panen (buah paling banyak

(45)

0,16 0,21

Gambar 6. Histogram pengaruh pemberian fungisida botanis terhadap produksi cabai (ton/ha) pada pengamatan 118 hst-139 hst

K0 : Kontrol; K1 : Daun cengkeh 100 g/l air; K2 : Daun cengkeh 150 g/l air; K3 : Daun cengkeh 200 g/l air; K4 : Daun serai 100 g/l air; K5 : Daun serai 150 g/l air; K6 : Daun serai 200 g/l air; PI :

(46)

Risjon Manik : Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) A1 (aplikasi 3 hari sekali) berbeda sangat nyata dengan A2 ( aplikasi 6 hari sekali). Produksi tertinggi diperoleh pada A1 yaitu 0,37 ton/ha dan terendah pada A2 yaitu 0,30 ton/ha. Tingginya produksi pada A1 disebabkan karena intensitas serangan penyakit C. capsici pada A1 lebih rendah dibandingkan dengan A2.

Pada pengamatan 139 hst (Tabel 6), diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata. Produksi tertinggi terdapat pada A1 yaitu 1,04 ton/ha dan terendah terdapat pada A2 yaitu 0,91 ton/ha (Gambar 7).

Gambar 7. Histogram pengaruh interval aplikasi terhadap produksi cabai (ton/ha) pada pengamatan I-IV (118 hst-139 hst)

(47)

c. Pengaruh pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi terhadap produksi cabai (ton/ha)

Dari hasil pengamatan 118 hst produksi tertinggi terdapat pada K2A2 dan K2A1 yaitu 0,31 ton/ha dan terendah pada K0A1 yaitu 0,13 ton/ha. Pada pengamatan 125 hst produksi tertinggi terdapat pada K6A1 yaitu 0, 45 ton/ha dan terendah yaitu K0A1 yaitu 0,22 ton/ha. Pada pengamatan 132 hst produksi tertinggi terdapat pada K2A2 yaitu 0,82 ton/ha dan terendah pada K0A1 yaitu

0,24 ton/ha. Pada pengamatan 139 hst produksi tertinggi pada K6A1 yaitu 1,10 ton/ha dan terendah pada K0A2 yaitu 0,53 ton/ha. Untuk lebih jelasnya dapat

(48)
(49)

0,13 0,18

Gambar 8. Histogram pengaruh pemberian fungisida botanis dan interval aplikasi

terhadap produksi cabai (ton/ha) pada pengamatan 118 hst-139 hst

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dosis daun cengkeh dan daun serai yang paling tepat untuk mengendalikan penyakit C. capsici adalah 200 g/l air

2. Fungisida botanis yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit

C. capsici adalah fungisida botanis dari daun serai (K6)

3. Interval aplikasi yang paling baik digunakan untuk mengendalikan

C. capsici dengan fungisida botanis adalah aplikasi 3 hari sekali

4. Rataan produksi cabai pada perlakuan dengan fungisida botanis, produksi tertinggi terdapat pada K6 (daun serai 200 g/l air) sebesar 1,05 ton/ha dan terendah pada K0 (kontrol) sebesar 0,81 ton/ha

5. Rataan produksi cabai pada perlakuan dengan interval aplikasi tertinggi terdapat pada A1 (aplikasi 3 hari sekali) sebesar 1,04 ton/ha dan terendah pada A2 (aplikasi 6 hari sekali) sebesar 0,91 ton/ha

Saran

Jika ingin mengendalikan penyakit antraknosa (C. capsici) di lapangan

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1997. Pengenalan dan Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman, Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Bagian Proyek Pengendalian Hama Terpadu, Perkebunan Rakyat, Sumatera Utara, Medan.

Aradhya, Lakshmesha, K. Lakshmidevi, N. Mallikarjuna, 2005. ( Abs ) Changes in Pectinase and Cellulosa Activity of Colletotrichum capsici Mutans and Their Effect on Antraknosa Disease on Capsicum Fruit. Archives of Phytophatology and Plant Protection, Volume 38, No. 4, 4/ 11/ 2005. Diakses dari http :// Hadisoeganda, W.W dan E. Suryaningsih, 2004. Pestisida Botani Untuk

Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bandung.

Hartati, S.Y., Esther.M.A., Ariful A., dan N. Karyani, 1993. Efikasi Eugenol, Minyak dan Serbuk Cengkeh Terhadap Bakteri Pseudomonas

solanacearum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka

Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.

Herstanti, Fei Ling dan I. Zulkarnaen, 2001. Pengujian Kemampuan Campuran Senyawa Benzothiadiazole 1 %-Mankozeb 48 % Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Cabai Merah Terhadap Penyakit Antraknosa. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI, Bogor, 22-24 Agustus 2001.

Istikorini, Y., 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati Ekologis dan Berkelanjutan. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana/ S3, IPB. Diakses dari http :// www. unila. net / tanggal 13 Maret 2007.

Kronstad, J.W., 2000. Fungal Pathology. Klower Academic Publishers, Nederlands.

Manohara, D., Dono Wahyono dan Sukamto, 1993. Pengaruh Tepung dan Minyak Cengkeh Terhadap Phytophthora, Rigidoporus, dan Sclerotium. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1993.

(52)

Mukhlis, H., 1999. Kajian Penggunaan Ekstrak Tumbuhan Dalam Pengendalian Penyakit Blast Pada Padi. Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar PFI, Purwokerto, 16-18 September 1999.

Noveriza, R dan M. Tombe, 2000. Uji In Vitro Limbah Pabrik Rokok Terhadap

Beberapa Jamur Patogenik Tanaman. Diakses dari http:// www. Balittro.go.id / tanggal 20 Februari 2007.

Rohmawati, A., 2002. Pengaruh Kerapatan Sel dan Macam Agensia Hayati Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknosa dan Hasil Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L. ). Diakses dari http :// digilib.si.itb.ac.id/ tanggal 19 Februari 2007.

Rompas, J., 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici Terhadap Penyakit Antraknosa Pada Cabai. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, 22-24 Agustus 2001.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli, 1997. Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai di Sumatera Barat. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang , 27-29 Desember 1997.

Sastrohamidjojo,A., 2004. Kimia Minyak Atsiri. UGM Press, Yogyakarta.

Singh, R.S., 1998. Plant Diseases. Oxford Ibh Publishing Co. PVT.LTD, New Delhi, India.

Sumardiyono, C. dan Agung. S., 1995. Pengendalian Karat Daun Kopi ( Hemileia vastratrix ) dengan Fungisida Nabati. Kongres Nasional XIII

dan Seminar Ilmiah PFI, Mataram, 27-29 September 1995.

Syamsudin, 2002. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih ( Seedborn Disease) pada Tanaman Cabai ( Capsicum annuum L. ) Menggunakan Agen Biokontrol dan Ekstrak Botani. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana/ S3, IPB. Diakses dari http :// www. tumotou. net / tanggal 19 Februari 2007.

Tombe, M., Sukamto, Zulhismain dan E. Taufiq, 2005. Budidaya Vanili Dengan Menggunakan Teknologi Bio-FOB. Perkembangan Teknologi TRO Vol.XVII, No.1,2005. Diakses dari http ://www.balittro.go.id/ tanggal 13 Maret 2007.

Yulianty, MSi, Dra., 2006. ( Abs ) Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Jamur

Colletotrichum capsici Penyebab Antraknosa Pada Cabai

(53)

Waridha. A., Edy .S., dan Idris. H.A., 1997. Pengaruh Minyak Cengkeh Terhadap

Pseudomonas solanacearum di Pembibitan Tembakau. Prosiding

(54)

Lampiran 1. Data pengamatan intensitas serangan 88 hst (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(55)

Data pengamatan intensitas serangan 88 hst (%) ( Transformasi Arcsin √ p )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(56)
(57)

Lampiran 2. Data pengamatan intensitas serangan 91 hst (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(58)

Data pengamatan intensitas serangan 91 hst (%) ( Transformasi Arcsin √ p )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(59)
(60)

Lampiran 3. Data pengamatan intensitas serangan 94 hst (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(61)

Data pengamatan intensitas serangan 94 hst (%) ( Transformasi Arcsin √ p )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar Dwi Kasta Rataan ( Transformasi Arcsin √ p )

(62)
(63)
(64)

Data pengamatan intensitas serangan 97 hst (%) ( Transformasi Arcsin √ p )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar Dwi kasta Rataan ( Transformasi Arcsin √ p )

(65)
(66)

Lampiran 5 . Data pengamatan intensitas serangan 100 hst (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(67)

Data pengamatan intensitas serangan 100 hst (%) ( Transformasi Arcsin √ p ) Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar Dwi Kasta Rataan ( Transformasi Arcsin √ p )

(68)
(69)

Faktor K x A Sy = 2.62

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

SSR 0.05 2.91 3.06 3.14 3.21 3.27 3.30 3.34 3.36 3.38 3.41 3.43 3.45 3.46 3.47 LSR 0.05 6.58 8.02 8.23 8.41 8.57 8.65 8.75 8.80 8.86 8.93 8.99 9.04 9.07 9.09 K K3A2 K1A1 K6A1 K4A1 K6A2 K2A1 K5A2 K5A1 K3A1 K1A2 K4A2 K2A2 K0A1 K0A2 Rataan 5.75 8.03 8.65 9.85 12.12 12.80 13.43 13.71 14.47 15.73 19.85 21.07 24.25 31.88

a

b

c

d

e

(70)
(71)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Daftar Dwi Kasta Total ( Transformasi Arcsin √ p )

K/A A1 A2 Total

Daftar Dwi Kasta Rataan ( Transformasi Arcsin √ p )

(72)

( Transformasi Arcsin √ p )

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Ulangan 2 0.18 0.09 0.31 tn 3.37 5.53 Perlakuan 13 4.72 0.36 1.24 tn 1.40 1.91

K 6 3.35 0.56 1.91 tn 2.47 3.59

A 1 0.00 0.00 0.01 tn 4.23 7.73

K x A 6 1.37 0.23 0.78 tn 2.47 3.59

Galat 26 7.62 0.29 Total 41 12.53

FK = 291.30 ket : tn = tidak nyata

KK = 20.48 % * = nyata

(73)
(74)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Daftar Dwi Kasta Total ( Transforamasi Arcsin √ p )

K/A A1 A2 Total Daftar Dwi Kasta Rataan ( Transforamasi Arcsin √ p )

(75)
(76)
(77)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Daftar Dwi Kasta Total ( Transformasi Arcsin √ p )

K/A A1 A2 Total Daftar Dwi Kasta Rataan ( Transformasi Arcsin √ p )

(78)

( Transformasi Arcsin √ p )

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Ulangan 2 0.99 0.49 1.34 tn 3.37 5.53 Perlakuan 13 12.63 0.97 2.64 ** 1.40 1.91

K 6 9.72 1.62 4.40 ** 2.47 3.59

A 1 0.36 0.36 0.97 tn 4.23 7.73

K x A 6 2.55 0.43 1.16 tn 2.47 3.59

Galat 26 9.57 0.37 Total 41 23.18

FK = 894.06 ket : tn = tidak nyata

KK = 13.20% * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

Faktor K Sy= 0.13

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0.01 3.93 4.11 4.21 4.3 4.36 4.41 4.46 LSR 0.01 0.51 0.53 0.55 0.56 0.57 0.57 0.58

K K0 K3 K1 K5 K6 K4 K2

Rataan 3.61 4.47 4.47 4.73 4.99 5.02 10.09 .A B

(79)
(80)

Perlakuan Ulangan Total Rataan Daftar Dwi Kasta Total ( Transformasi Arcsin √ p )

K/A A1 A2 Total Daftar Dwi Kasta Rataan ( Transformasi Arcsin √ p )

(81)

( Transformasi Arcsin √ p )

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Ulangan 2 0.50 0.25 1.43 tn 3.37 5.53 Perlakuan 13 12.72 0.98 5.58 ** 1.40 1.91

K 6 12.00 2.00 11.40 ** 2.47 3.59

A 1 0.48 0.48 2.76 tn 4.23 7.73

K x A 6 0.24 0.04 0.23 tn 2.47 3.59

Galat 26 4.56 0.18 Total 41 17.79

FK = 1289.38 ket : tn = tidak nyata

KK = 7.67 % * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

Faktor K Sy = 0.03

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0.01 3.93 4.11 4.21 4.3 4.36 4.41 4.46 LSR 0.01 0.12 0.12 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13

K K0 K4 K3 K5 K2 K1 K6

Rataan 4.25 5.59 5.71 5.74 5.75 5.88 5.88 A B

.C .D

(82)

Karakteristik Deskripsi

Asal tanaman : hibrida persilangan 5438F x 5438M

Tinggi tanaman : ± 110 cm

Umur mulai berbunga : ± 30 hari

Umur mulai panen : ± 90 hari

Kerapatan kanopi : kompak

Warna batang : hijau dengan garis ungu tua pada rus-ruas batang

Ukuran daun : panjang ± 6 cm, lebar ± 2,5 cm

Warna daun : Hijau

Warna kelopak bunga : hijau

Warna tangkai bunga : hijau

Warna mahkota bunga : putih

Warna kotak sari : ungu

Jumlah kotak sari : 5 - 6

Warna kepala putik : kuning

Jumlah helai mahkota : 5 - 6

Bentuk buah : bulat panjang dengan ujung agak lancip

Ukuran buah : panjang ± 18 cm, diameter ± 0,7 cm

Permukaan kulit buah : halus mengkilap dan keriting

Tebal kulit buah : ± 0,08 cm

(83)

Berat per buah : ± 6 g

Rasa buah : pedas

Berat buah per tanaman : ± 0,9 kg

Hasil : ± 17 ton / ha

Keterangan : beradaptsi baik di dataran sedang sampai tinggi dengan elevasi 500 - 1.500 m dpl

Pengusul/ peneliti : PT. East West Seed Indonesia/ Asep Harpenas

Sumber : Center of Plant Variety Protection, Ministry of Agriculture of

(84)

K3A1

K6A1 K1A2 K3A1 K5A2 K6A2 K4A

(85)

1 m 2 m

2,5 m

Keterangan :

X = tanaman sampel

X = tanaman pinggiran

Luas lahan = 19 m x 21 m

Luas plot = 2,5 m x 2 m

Jarak antar plot = 50 cm Jarak antar ulangan = 100 cm Jumlah plot = 42 plot

Jarak tanam = 70 cm x 50 cm Jumlah tanaman / plot = 15 tanaman Jumlah seluruh tanaman = 630 tanaman Jumlah tanaman sampel/ plot = 3 tanaman

25 cm

X

x

x

70 cm

X

x

x

50 cm

X

x

x

X

x

x

(86)

Foto Lahan di Desa Situnggaling, Kec. Merek, Kab. Karo dengan ketinggian tempat ± 1350 m dpl.

( Sumber : Foto Langsung)

Ulangan I

(87)

Ulangan II

(Sumber : Foto Langsung) .

Ulangan III

(88)

Plot Perlakuan (Sumber : Foto Langsung)

Buah Cabai

(89)

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BALAI WILAYAH I KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN DATA-DATA KLIMATOLOGI STASIUN : SMPK KUTAGADUNG

(90)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI WILAYAH I

KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN DATA-DATA KLIMATOLOGI STASIUN : SMPK KUTAGADUNG

(91)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI WILAYAH I

KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN DATA-DATA KLIMATOLOGI STASIUN : SMPK KUTAGADUNG

(92)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI WILAYAH I

KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN DATA-DATA KLIMATOLOGI STASIUN : SMPK KUTAGADUNG

(93)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI WILAYAH I

KOTAK POS 1/MDTS-MEDAN DATA-DATA KLIMATOLOGI STASIUN : SMPK KUTAGADUNG

(94)

Gambar

Gambar 1.  Jamur C. capsici. A (aservulus),                                                                     B (konidiofor), C (konidia),  D (apresorium)
Gambar 2. Gejala serangan C. capsici (Sumber : Foto langsung) pada buah masak dan muda
Tabel 2.  Uji beda rataan  pengaruh  pemberian fungisida botanis dengan dosis yang berbeda terhadap intensitas serangan (%) C
Tabel 4. Uji beda rataan  pengaruh  pemberian fungisida botanis dengan dosis yang berbeda  dan interval aplikasi   terhadap intensitas serangan (%)  C
+7

Referensi

Dokumen terkait

koordinasi bersama tim kesehatan secara terintegrasi dalam catatan perkembangan pasien (dokter, ahli gizi, perawat, farmasi) sesuai pelayanan kesehatan yang diterima

This evening is also often used for young men looking at their candidates (looking for girlfriends), and (3) the shift in the tradition after the marriage

Some solutions have been offered to overcome problems including the use of petrogenol to trap fruit flies, the use of suitable fruit wrap to protect fruit from

melakukan melakukan latihan latihan jasmani jasmani secara secara teratur teratur f. tidak tidak merokok

The aims of this study are to find out the portrayals of the characters and the biblical values conveyed through the five people that Eddie meets in heaven in Mitch Albom’s The

Hasil tersebut membuktikan bahwa penggunaan catheter mouth pada kelompok perlakuan lebih efektif dilakukan pada saat suction untuk mengurangi risiko terjadinya

Berdasar dari masalah tersebut peniliti membangun dan merancang aplikasi augmented reality edugame sebagai bentuk inovasi yang lain. Aplikasi ini dirancang melalui beberapa

signifikan berpengaruh positif, dengan kata lain akurat (X 1 ) , tepat waktu (X 2 ), dan relevan (X 3 ) berpengaruh terhadap kepuasan pengguna internal (Y), sehingga