ASPEK HUKUM PERJANJIAN PEMBORONGAN DALAM
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN OLEH
BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI (BRR) DAN
NON-GOVERNMENT ORGANIZATION (NGO)
BAGI KORBAN
BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN TSUNAMI
(Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh)
TESIS
Oleh :
DESI HELFIRA
057011016/M.Kn
ASPEK HU KUM PERJANJIAN PEMBORONGAN DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN OLEH BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI (BRR) DAN NON-GOVERNMENT ORGANIZATION (NGO) BAGI KORBAN BENCANA
ALAM GEMPA BUMI DAN TSUNAMI (Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh)
Desi Helfira*) Muhammad Yamin **)
Sanwani Nasution **) Chairani Bustami **)
INTISARI
Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,0 Skala Richter berpusat di Samudera Hindia, hanya beberapa mil arah barat propinsi Aceh. Gempa bumi tersebut menyebabkan kerusakan dan memicu terjadinya Tsunami. Propinsi Aceh merupakan tempat yang paling terparah terkena dampak bencana tersebut. Berdasarkan kenyataan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan masyarakat Internasional banyak yang bersimpati dan menunjukkan solidaritas atas bencana dan dampaknya. Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan Negara-negara Donor dalam hal ini Non-Government Organization (NGO), membantu untuk merealisasikan keinginan warga untuk memperoleh rumah yang hancur akibat bencana. Namun alangkah disayangkan pembangunan rumah tersebut masih jauh di bawah standar dan warga mengeluhkan terhadap kondisi rumah yang dibangun tersebut.
Berdasarkan kondisi tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perjanjian pemborongan yang dilakukan oleh BRR dan NGO terhadap pembangunan perumahan bagi korban gempa bumi dan tsunami, dan mengetahui pelaksanaan perjanjian pemborongan tersebut, serta untuk mengetahui tindakan penerima rumah terhadap pembangunan perumahan yang dilakukan.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian adalah deskriftif analitis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah adalah memakai pendekatan gabungan antara yuridis normatif dan sosiologis. Lokasi penelitian adalah di Kota Banda Aceh, Khususnya pada Kecamatan Kuta Alam, alasannya bahwa rumah bantuan masih di bawah standar. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan lapangan dengan wawancara kepada responden dan informan. Responden adalah Biro Hukum BRR, Bagian Shelter NGO (Islamic Relief dan World Vision), dan kontraktor, sedangkan yang menjadi informan adalah Badan Pertanahan Nasional/RALAS, Camat Kecamatan Kuta Alam, Pengawas pembangunan perumahan dan masyarakat korban bencana.
Hasil penelitian, bentuk kontrak adalah standar kontrak (perjanjian baku) yang telah dibuat terlebih dahulu oleh pemilik proyek/pemberi kerja (BRR/NGO) dan kontraktor hanya menyetujui isi dari kontrak tersebut, kontrak hanya disetujui oleh para pihak dan di ketahui dengan 2 (dua) orang saksi yang berasal dari
pemberi kerja, namun ada juga kontrak yang dilegalisasi oleh Notaris, kontarak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan Bahasa Inggris serta menggunakan dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Pelaksanaan perjanjian diketahui banyak yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan dalam kontrak, sehingga pembangunan rumah dianggap tidak layak (berkualitas di bawah standar), bentuk rumah dan tipe rumah, lain lembaga pemberi bantuan lain pula tipe rumah yang d i b e r i k a n , s e h i n g g a t e r j a d i l a h d i s k r i m i n a s i d i d a l a m m a s y a r a k a t . Ketidaktransparannya pembangunan perumahan bagi korban yang menerima bantuan dan ketidakterlibatan dalam kontrak menyebabkan mereka tidak mengetahui kernana harus mengajukan keberatan terhadap pembangunan rumah yang tidak layak tersebut, maka tidak jarang tindakan yang dilakukan warga untuk merenovasi rumah bantuan tersebut dengan membongkar barak-barak yang mereka tempati dahulu. Disarankan kepada Pemerintah Aceh supaya aktif dalam pemantauan, terutama dalam melakukan verifikasi terhadap data-data fiktif yang diberikan dan segera menindak lanjuti kasuskasus yang menyangkut dengan pembangunan rumah, dan beri sanksi yang tegas (sanksi pidana) terhadap kontraktor yang melakukan pelanggaran, kepada pemberi layanan rumah, jangan gunakan untuk pembayaran gaji yang besar dan kepada masyarakat jangan takut untuk membeberkan permasalahan yang terjadi di lapangan kepada yang berwenang.
LEGAL ASPECT OF THE PROJECT CONTRACT OF HOUSING DEVELOPMENT IMPLEMENTED BY REHABILITATION AND RECONSTRUCTION BOARD (BRR) AND
NON-GOVERNMENT ORGANIZATION (NGO) FOR THE VICTIMS AFFECTED BY EARTQUAKE AND TSUNAMI
(A Study at Kuta Alam Subregency of Banda Aceh)
Desi Helfira*) Muhammad Yamin **)
Sanwani Nasution **) Chairani Bustami **)
ABSTRACT
On 26 December 2004, an extensive earthquake at 9.0 of Richter Scale occurred in Indian Ocean only several mil toward western of Aceh Province. The earthquake caused an extensive destruction and even i n i t i a t e d t s u n a m i . T h e A c e h P r o v i n c e w a s t h e mo s t e x t e n s i v e l y destructed region affected by the earthquake. Based on the fact, the National Government of Indonesia along with international society indicated their sympathy and solidarity on the disaster and the effect.
T h e G o v e r n m e n t o f I n d o n e s i a i n t h e c a s e r e p r e s e n t e d b y t h e Rehabilitation and Reconstruction Board (BRR) and even the sponsored countries in this case Non-Government Organizations (NGOs) assisted to realize the willingness of community to repair their destructed houses associated with the disaster. However, unfortunately, the development still far from the standard on which the community complaint for their destructed housing condition.
Based on such a circumstance, the objective of the present study is to know the form of contract or agreement of project made by BRR, and NGOs for the housing development designed for the victims affected by the earthquake and tsunami and know the implementation of such a project contract and know the actions taken by the receivers of houses for the housing development.
According to the problem and objective of the present study, the current study is a descriptive analysis and the design of study used a combined normative juridical and sociologist approaches. The location included Banda Aceh especially at Kuta Alam Sub regency for the reason that the contributed housing was still under the standard. The method o f d a t a co ll e ct i on w a s lib r a ry and fi e l d r e s e a r c h e s b y ma k i n g a n interview with the respondents and informant. The respondents included Legal Bureau of BRR, Shelter of NGO (Islamic Relief and World Vision),
*) Student of Magister Study Program of Notary of Sumatera Utara University
and contractor, whereas the informant included the National landform Affairs /RALAS, the Head of Kuta Alam Sub regency, the supervisors of t h e h o u s i n g d e v e l o p m e n t a n d t h e c o m m u n i t y a f f e c t e d b y t h e earthquake and tsunami
The result of the study shoed that the form of contract was a standardized one (a standard contract) made previously by the owner of project, providers of work (BRR/NGO) and the contractors only agreed the content of the contract. The contract was only accepted by the parties and known by two witnesses who came from the providers of work, however, there were some delegated by the Notary. The Contract was made in Indonesian and English languages. It has been known that m a j o r i t y o f t h e c o n t r a c t i m p l e m e n t a t i o n w a s n o t a d j u s t e d t o t h e a g r e e me n t i n t h e c o n t r a c t s o t h a t t h e h o u s i n g d e v e l o p m e n t w a s considered to be unsuitable (under quality). In addition, there was discrimination i n p r o v i d i n g t h e f o r m s a n d t y p e s o f h o u s e . T h e intransparancy in the housing development especially for the beneficiary and even uninvolvement in the contract caused that they never known where they have to suggest their complaint, therefore, it is rarely for them to renovate their houses by destructing the barracks they had received previously. It is suggested that the Provincial Government of Aceh actively participated in the monitoring especially in verification of the fictive data and immediately follow-up the cases related to the housing development and even make an explicit sanction (punishment) for those contractors who have broken the contract, and for the providers of housing service, it is suggested to should never use the fund-aid for salary and it is expected that the community to should never reluctant to expose any problems occurred to the relevant authority.
