• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI YANG

DILAKUKAN OLEH KARYAWAN PT. BANK MANDIRI

(

Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh

TOMITA JUNIARTA SITOMPUL 040200221

Hukum Pidana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

(2)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI YANG

DILAKUKAN OLEH KARYAWAN PT. BANK MANDIRI

(

Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

TOMITA JUNIARTA SITOMPUL 040200221

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan Diketahui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

Abul Khair, SH. M. Hum NIP. 131842854

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M. Hum Liza Erwina, SH. M.Hum

NIP. 130809557 NIP. 131835565

FAKULTAS HUKUM

(3)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini yang merupakan karya ilmiah dengan judul Analisis Kasus Tindak Pidana

Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank Mandiri

(

Studi Kasus No.

2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn) untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Penulisan judul ini didasari atas ketertarikan terhadap permasalahan tindak

pidana korupsi yang terjadi dalam bidang perbankan khususnya yang terjadi

dalam Bank Mandiri. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi

manfaat bagi para pembaca, walaupun disadari bahwa penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan

serta masukan dari berbagai pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan

dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis dengan

ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas

(4)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

5. Kedua orang tua tercinta Drs. Bona Sitompul, Apt dan Tetty Marpaung yang

senantiasa memberikan kasih saying, cinta, pengertian dan membimbing

penulis serta menyediakan segala kebutuhan penulis.

6. Bapak Abul Khair, SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M. Hum selaku Dosen Pembimbing I

penulis.

8. Ibu Liza Erwina, SH. M. Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis.

9. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH. M. Hum selaku Dosen Wali penulis.

10. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing penulis dalam masa

perkuliahan.

11. Buat kakakku Katarin Sitompul dan ketiga adikku Margaretha Sitompul,

Bonita Sitompul dan Agusto Sitompul yang telah membantu dan memberikan

semangat sehingga penulis dapat meyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Buat teman-teman karibku Aimi, Maria Margaretha dan Friska Sitanggang

yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih ya buat

semuanya.

13. Buat teman-teman stambuk 2004 Delima, Vera, dan teman-teman lainnya

yang tidak mungkin penulis tulis satu persatu, terima kasih penulis ucapkan

atas semangat yang kalian berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

(5)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

14. Buat rekan-rekan di PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia),

terima kasih penulis ucapkan atas semangat yang kalian berikan sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna karena masih banyak kekeliruan dan kekhilafan dikarenakan

keterbatasan pengetahuan penulis.

Medan, Juni 2008 Hormat saya, Penulis

Tomita J. Sitompul 040200221

(6)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRACT

Analisis kasus terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh karyawan PT. Bank Mandiri merupakan suatu kajian normatif tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam bidang perbankan khususnya dalam PT. Bank Mandiri dimana analisis kasus tindak pidana korupsi ini mengangkat permasalahan mengenai siapa saja yang menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi, sanksi pidana serta pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dari hasil penelitian normatif ini diketahui bahwa setiap orang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada pegawai negeri saja dan sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana pokok dan pidana tambahan serta setiap subjek hukum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya jika subjek hukum mengetahui bahwa perbuatannya melanggar hukum.

Terjadinya tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan khususnya di PT. Bank Mandiri disebabkan oleh beberapa aspek yang antara lain aspek individu pelaku yang berasal dari dalam diri pelaku itu sendiri, aspek organisasi, aspek tempat individu dan organisasi berada (aspek masyarakat) dan aspek peraturan perundang-undangan.

(7)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

ABSTRACT... iv

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan……….. 1

B. Permasalahan………. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….. 5

D. Keaslian Penulisan……… 6

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi……… 7

2. Bentuk/ Jenis Tindak Pidana Korupsi………... 17

3. Pengertian Tindak Pidana Perbankan……… 23

4. Bentuk/ Jenis Tindak Pidana Perbankan………... 27

F. Metode Penulisan……….. 33

G. Sistematika Penulisan………... 35

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi……… 37

B. Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi………. 46

C. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi… 55 BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERBANKAN A. Aspek Individu Pelaku……….62

B. Aspek Organisasi………. 66

(8)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

D. Aspek Peraturan Perundang-undangan………... 71

BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS

A. Kasus……….. 76

B. Analisis Kasus……… 89

BAB V UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM BIDANG PERBANKAN

A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui

Pengelolaan Perbankan (Non-Penal Policy)………... 97

B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui

Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)………. 104

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan……….... 107

B. Saran………... 111

(9)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Machtstaat). Ini

berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan

menjamin semua warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau yang boleh

dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja

orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan

hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk

bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu

merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.

Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial

masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah

peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana

(10)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran

terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.

Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang

lebih dibandingkan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi

mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang

ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan

masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan

masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta

dapat merusak nilai-nilai demokratis dan moralitas karena lambat laun perbuatan

ini seakan menjadi budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita

menuju masyarakat adil dan makmur.1

Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh

tubuh pemerintah bahkan sampai ke perusahaan-perusahaan milik negara

sedangkan langkah-langkah pemberantasannya masih tersendat-sendat sampai

sekarang. Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu dapat

melakukan penyalahgunaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kroninya.

Dapat ditegaskan bahwa korupsi itu selalu bermula dan berkembang di sektor

pemerintahan (publik) dan perusahaan-perusahaan milik negara. Dengan

bukti-bukti yang nyata dengan kekuasaan itulah pejabat publik dan perusahaan milik

negara dapat menekan atau memeras para orang-orang yang memerlukan jasa

pelayanan dari pemerintah maupun badan usaha milik negara.2

1

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, halaman 1

2

(11)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Bertitik tolak dari hal tersebut pemberantasan korupsi bukanlah perkara

yang mudah diatasi, karena sistem penyelenggaraan pemerintah yang

mengedepankan kerahasiaan dan ketertutupan dengan menipiskan

pertanggungjawaban primodialisme yang menggunakan sistem rekruitmen atas

dasar koncoisme yang didasarkan kesamaan etnis. Korupsi di sektor swastapun

sudah sama parahnya dengan korupsi di sektor publik, manakala aktivitas

bisnisnya terkait atau berhubungan dengan sektor publik, misalnya sektor

perpajakan, perbankan dan pelayanan publik.

Dimana salah satu sektor/bidang yang paling rawan terhadap tindak pidana

korupsi adalah sektor/bidang perbankan mengingat bahwa eksistensi perbankan

sebagai salah satu lembaga keuangan yang pada dasarnya merupakan perantara

keuangan masyarakat (financial intermediary) dengan fungsi utamanya sebagai

penghimpun dan penyalur dana masyarakat adalah merupakan ujung tombak

sektor keuangan yang prioritas penanganannya sangat urgen sekali. Hal ini

dikarenakan ekses dari terjadinya tindak pidana korupsi di dalam bidang

perbankan tidak saja hanya menimpa bank yang bersangkutan namun juga

terhadap bank-bank lainnya, nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun

nasabah debitur serta pemerintah atau negara.

Tindak pidana korupsi di bidang perbankan ini berkembang seiring dengan

laju pesatnya industri perbankan sebagai lokomotif pembangunan nasional.

Dimana perkembangan tindak pidana korupsi di bidang perbankan telah banyak

menimbulkan dampak yang sangat merugikan terhadap para pihak yang menjadi

korbannya, juga akan dapat menimbulkan kesan negatif masyarakat terhadap

(12)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

keuangan yang mekanisme operasionalnya berasaskan pada hubungan

kepercayaan (fiduary relation), hubungan kerahasiaan (confidental relation), dan

hubungan kehati-hatian (prudential relation).3

3

M. Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, halaman 3

Salah satu kasus tindak pidana korupsi di bidang perbankan adalah kasus

tindak pidana korupsi di PT. Bank Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin yang

dilakukan oleh karyawan bank itu sendiri yang bernama Nining Sukaisih, Amd

yang bertugas sebagai teller di bank tersebut. Perbuatan tersebut dilakukan Nining

Sukaisih, Amd tanpa izin dari nasabah yang bersangkutan dengan cara membuat

slip penarikan tunai yang ditandatanganinya sendiri dengan cara meniru tanda

tangan pemilik rekening dan pemgambilan uang nasabah tersebut juga tanpa

disertai buku tabungan dan ATM dari para nasabah. Dimana selanjutnya Ia

menyetorkan uang yang diambilnya dari para nasabah ke rekeningnya sendiri dan

ke rekening yang dibuatnya sendiri atas nama suaminya dan kedua anaknya.

Perbuatan dari Nining Sukaisih, Amd tersebut mengakibatkan PT. Bank

Mandiri Cabang Medan Zainul Arifin harus membayar klaim kepada para nasabah

dimana klaim tersebut dibebankan kepada laba / rugi PT. Bank Mandiri Cabang

Medan Zainul Arifin dan merugikan keuangan negara Cq PT. Bank Mandiri

Cabang Medan Zainul Arifin sebesar ± Rp 2.602.920.750,- (Dua milyar enam

ratus dua juta sembilan ratus dua puluh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah).

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut diatas maka penulis

menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi yang

(13)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas timbul beberapa masalah yang perlu dikaji

dalam penulisan ini antara lain :

1. Siapa saja subjek hukum tindak pidana korupsi dan bagaimana ketentuan

sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi dan pertanggungjawaban pidana

dalam tindak pidana korupsi?

2. Apa saja faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dalam bidang

perbankan?

3. Bagaimana analisis kasus tindak pidana korupsi PT. Bank Mandiri dalam

perspektif hukum pidana?

4. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana korupsi dalam bidang

perbankan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini yaitu:

1. Untuk mengetahui siapa saja subjek hukum tindak pidana korupsi dan

ketentuan sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi serta bagaimana

(14)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi dalam

perbankan khususnya dalam PT. Bank Mandiri.

3. Untuk mengetahui bagaimana analisis kasus tindak pidana korupsi PT. Bank

Mandiri dalam perspektif hukum pidana.

4. Untuk memperoleh / membuat suatu upaya penanggulangan terhadap tindak

pidana korupsi di bidang perbankan dalam rangka memberikan perlindungan

hukum bagi korban kasus-kasus korupsi.

Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di

bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum khususnya

mengenai tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan atau diterapkan

dalam pengambilan kebijakan oleh aparat penegak hukum dalam tindak

pidana korupsi di bidang perbankan dengan menerapkan konsep-konsep

kebijakan hukum pidana.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi

yang dilakukan oleh Karyawan PT. Bank Mandiri adalah sebuah masalah yang

sudah sering kita dengar namun dalam penulisan skripsi ini penulis khusus

(15)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

pidana korupsi di PT. Bank Mandiri. Permasalahan yang dibahas didalam

skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis dalam rangka melengkapi

tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas

hukum Universitas Sumatera Utara dan apabila ternyata di kemudian hari

terdapat judul dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung

jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana.

Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah

korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan

berubah sesuai dengan perubahan zaman.4

Menurut Fockema Andrea kata korupsi berasal dari bahasa latin

corruption atau corruptus (Webster Student Dictionary:1960). Selanjutnya

disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu

kata Latin yang lebih tua.5

4

Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001, halaman 7

5

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, halaman 4

Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris,

yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; Belanda, yaitu corruptie

(korruptie) dan dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia,

(16)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin:

corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat,

badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya

penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harafiah dari

korupsi dapat berupa :

a. kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan

ketidakjujuran (S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap

Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Penerbit: Hasta, Bandung).

b. perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan

sebagainya (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,

Penerbit: Balai Pustaka, 1976).

c. 1. korup (busuk; suka menerima uang suap / uang sogok; memakai

kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya);

2. korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok, dan sebagainya);

3. koruptor (orang yang korupsi)

(Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Penerbit

Pustaka Amani Jakarta)

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak.

Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan

semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan

yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan

kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta

(17)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

jabatannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa

sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.

1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan

sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.

2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan

kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).

Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang

dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang

merugikan keuangan negara.

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers,

menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang

menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di

bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.

Kesimpulan ini diambil dari defenisi yang dikemukakan antara lain berbunyi,

financial manipulations and deliction injurious to the economy are often

labeled corrupt (manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang

membahayakan perekonomian sering dikategorikan perbuatan korupsi).

Selanjutnya ia menjelaskan the term is often applied also to misjudgements by

officials in the public economies (istilah ini sering juga digunakan terhadap

kesalahan ketetapan oleh pejabat yang menyangkut bidang perekonomian

umum).

Dikatakan pula, disguised payment in the form og gifts, legal fees,

employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that

(18)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

money, is usually considered corrupt (pembayaran terselubung dalam bentuk

pemberian hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian hadiah kepada

sanak keluarga, pengaruh kedudukan social, atau hubungan apa saja yang

merugikan kepentingan dan kesejahteraan umum, dengan atau tanpa

pembayaran uang, biasanya dianggap sebagai perbuatan korupsi). Ia

menguraikan pula bentuk korupsi yang lain, yang diistilahkan political

corruption (korupsi politik) adalah electoral corruption includes purchase of

vote with money, promises of office or special favors, coercion, intimidation,

and interference with administrative of judicial decision, or governmental

appointment (korupsi pada penelitian umum, termasuk memperoleh suara

dengan uang, janji dengan jabatan atau hadiah khusus, paksaan, intimidasi,

dan campur tangan terhadap kebebasan memilih. Korupsi dalam jabatan

melibatkan penjualan suara dalam legislatif, keputusan administrasi, atau

keputusan yang menyangkut pemerintahan).6

Menurut Gurnar Myrdal menyebutkan: To include not only all forms of

improper or selfish exercise of power and influence attached to a public office

or the special position one occupies in the public life but also the activity of

the bribers. (korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang

berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau

usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan

lainnya seperti penyogokan).7

6

Evi Hartanti, Op. cit, halaman 9

7

(19)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Istilah korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum Indonesia

dalam peraturan Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang

Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian dimasukkan juga dalam

Undang-undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan

Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini kemudian dicabut

dan digantikan oleh Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16

Agustus 1999 digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dan akan

mulai berlaku efektif paling lambat 2 tahun kemudian (16 Agustus 2001) dan

kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tanggal 21

November 2001.8

Memperhatikan undang Nomor 31 Tahun 1999 dan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat

dari 2 (dua) segi, yaitu Korupsi Aktif dan Korupsi Pasif. Adapun yang

dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai berikut :9

- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suat

korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang

ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

8

Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, halaman 1

9

(20)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999);

- Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat

kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,

atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau

kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

- Percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan Tindak

Pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

- Memberi atau menjanjikan ssuatu kepada Pegawai Negeri atau

Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat

sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal

5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara

karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan

kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5

ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili

(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Pemborong, ahli bangunan yang ada pada waktu membuat bangunan, atau

penjual bahan bangunan yang ada pada waktu menyerahkan bahan

bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan

keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan

(21)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan

bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana

dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001);

- Setiap orang yang ada pada waktu mneyerahkan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan

perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam

keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001);

- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang kerperluan

Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia

dengan sengaja membiarkan pebuatan curang sebagaimana dimaksud

dalam huruf c (Pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001);

- Pegawai Negeri atau orang lain selain Pegawai Negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum scara terus menerus atau untuk smentara

waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang

disimpan karena jabatannya atau mmbiarkan uang atau surat berharga

tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam

melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001);

- Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara

(22)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001);

- Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara

waktu dengan sengaja; menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau

membuar tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang

digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang

berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau membiarkan orang lain

menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat

dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut; atau membantu orang lain

menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat

dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001);

- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang :

a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara

melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya

memaksa seseorang memberikan sesuatu, atau menerima pembayaran

dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri ( Pasal

12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

b. Pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau memotong

pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang

lain atau Kas Umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal

(23)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

c. Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan, atau

penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang pada dirinya,

padahal diketahui bahwa hak tersebut bukan merupakan hutang (huruf

g);

d. Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang

di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal

diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan; atau

e. Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta

dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat

dilakukan perbuatan untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk

mengurus atau mengawasinya (huruf i).

- Memberi hadiah kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan

atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh

pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan

itu (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).

Sedangkan korupsi pasif adalah sebagai berikut :

- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian

atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001);

- Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji untuk

(24)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung

dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6

ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara Nasional

Indonesia atau Kepolisaian Negara Republik Indonesia yang membiarkan

perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf

c Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau

janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga, bahwa

hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang

berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang

memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya

(Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau

janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan

kewajibannya (Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001);

- Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut

(25)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadali (Pasal 12 huruf

c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal dketahui atau patut

diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat

atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan

kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001);

- Setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima

gratifkasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan

dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001).

Demikianlah pengertian tentang korupsi yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

2. Bentuk/Jenis Tindak Pidana Korupsi

Menurut J. Soewartojo (1988) ada beberapa bentuk/jenis tindak pidana

korupsi, yaitu sebagai berikut :10

10

Evi Hartanti, Op.cit, halaman 20

a. Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari

pajak dan bea cukai, pemerasan dan penyuapan.

b. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam kredit

bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izin-izin,

kenaikan pangkat, pungutan tterhhadap uang perjalanan, pungli pada

(26)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

c. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda, yaitu

pungutan yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan daerah,

tetapi hanya dengan surat-surat keputusan saja.

d. Penyuapan, yaitu seorang penguasa menawarkan uang atau jasa lain

kepada seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang.

e. Pemerasan, yaitu orang yang memegang kekuasaan menuntut pembayaran

uang atau jasa lain sebagai ganti atau timbal balik fasilitas yang diberikan.

f. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya

dan mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung.

g. Nepotisme, yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas

pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga dapat atau

berhak bila dilakukan secara adil.

Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003

(disingkat KAK 2003) ada 4 macam tipe tindak pidana korupsi sebagai

berikut:11

Ketentuan tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Bab III

tentang kriminalisasi dan penegakan hukum (Criminalization and Law

Enforcement) dalam Pasal 15, 16, dan Pasal 17 KAK 2003. Pada ketentuan

Pasal 15 diatur mengenai penyuapan pejabat-pejabat publik nasional (bribery

of national public officials) yaitu dengan sengaja melakukan tindakan janji, a. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Pejabat-Pejabat Publik Nasional

(Bribery of National Public Officials)

11

(27)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik secara langsung

atau secara tidak langsung suatu keuntungan yang tidak pantas (layak), untuk

pejabat tersebut atau orang lain atau badan hukum agar pejabat bersangkutan

bertindak atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam

melaksanakan tugas resminya. Selain itu, dikategorisasikan juga aspek ini

adalah permohonan atau penerimaan seorang pejabat publik, secara langsung

atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak pantas (layak), untuk pejabat

itu sendiri atau orang lain atau suatu badan hukum, agar pejabat itu bertindak

atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan dalam melaksanakan tugas

resminya. Kemudian, terhadap penyuapan pejabat-pejabat publik asing dan

pejabat-pejabat dari organisasi-organisasi internasional publik (bribery of

foreign public officials dan officials of public internasional organizations)

diatur dalam ketentuan Pasal 16 dan penggelapan, penyelewengan atau

pengalihan kekayaan dengan cara lain oleh seorang pejabat publik

(embezzlement, misappropriation or other diversion of proverty by a public

official) diatur dalam ketentuan Pasal 17 KAK 2003.

b. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan di Sektor Swasta (Bribey in the Private

Sector)

Tipe tindak pidana korupsi jenis ini diatur dalam ketentuan Pasal 21, 22

KAK 2003. Pada ketentuan Pasal 21 disebutkan bahwa :

Each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminal offences, when commited internationally in the course of economic, financial or commercial activities:

(28)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

person, in other that he or she, in breach of his or her duties, act or refrain from acting.

(b). The solicitation or acceptance, directly or indirectly, of an undue advantage by any person who directsor works, in any capacity, for a private sector entity, for the person himself or herself or for another person, in order that he or she, in breach of his or her duties, act or refrain from acting.

Ketentuan tersebut menentukan setiap negara peserta konvensi

mempertimbangkan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi, keuangan dan perdagangan

menjanjikan, menawarkan atau memberikan, secara langsung atau tidak

langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya kepada seseorang yang

memimpin atau bekerja pada suatu badan di sektor swasta untuk diri sendiri

atau orang lain melanggar tugasnya atau secara melawan hukum. Apabila

diperbandingkan, ada korelasi erat antara tipe tindak pidana korupsi

penyuapan di sektor publik maupun swasta.

Romli Atmasasmita12

“Laporan penjelasan mengenai Criminal Law Convention menyebutkan 2

(dua) pertimbangan dimasukkannya kriminalisasi tindak pidana korupsi di

sektor swasta ke dalam konvensi ini, yaitu : pertama, bahwa korupsi di sektor

swasta telah melemahkan nilai-nilai seperti, kepercayaan, loyalitas yang

diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan hubungan sosial dan

ekonomi. Sekalipun dampak negatif kepada korban tidak tampak nyata, tetapi

korupsi disektor swasta menimbulkan akibat kerugian kepada masyarakat

sehingga perlindungan atas persaingan sehat perlu dilakukan. Kriminalisasi menyebutkan dimensi ini lebih detail, bahwa :

12

Romli Atmasasmita, Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi dan

(29)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

korupsi di sektor swasta justru bertujuan memulihkan kepercayaan dan

loyalitas di dalam memeliharara hubungan sosial dan ekonomi suatu negara.

Kedua, terdapat teori yang dapat dijadikan justifikasi atas kriminalisasi

tersebut, yaitu teori interdepence of others. Berdasarkan teori ini, seluruh

sub-sistem sosial saling mempengaruhi secara timbal balik termasuk nilai-nilainya.

Atas dasar itu, mustahil kiranya pemberantasan korupsi dilakukan di satu

sektor sementara itu juga mengabaikan kegiatan yang sama di sektor yang

lain. Oleh karena itu, hambatan-hambatan di sektor ekonomi dan regulasinya

akan berdampak terhadap sistem sosial yang lain seperti, di sektor politik dan

administrasi. Bertolak dari pernyataan teori di atas, pemberantasan korupsi

melalui peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha hanya

akan melemahkan seluruh institusi pemberantasan korupsi.

Akan tetapi, apabila diperhatikan pada KAK 2003 tampaknya negara

peserta dalam proses negosisasi penyusunan konvensi tidak mencantumkan

secara tegas bahwa korupsi di sektor swasta sebagai mandatory obligation, hal

ini terbukti bahwa adanya kalimat “shall consider adopting” dalam ketentuan

Pasal 21 sedangkan terminologi “shall adopt” dalam ketentuan Pasal 15 untuk

kriminalisasi dan penegakan hukum terhadap penyuapan pejabat-pejabat

publik nasional (bribery of national public officials).

c. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Perbuatan Memperkaya Secara Tidak

Sah (Illicit Enrichment)

Pada asasnya, tindak pidana korupsi perbuatan memperkaya secara tidak

sah (illicit enrichment) diatur dalam ketentuan Pasal 20 KAK 2003 yang

(30)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

“ subject to its constitution and the fundamental principles of its legal system, each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as a criminal offence, when commited intentionally, illicit enrichment, that is, a significant increase in the assets of public official that he or she cannot reasonably explain in relation to his or her lawful income.”

Ketentuan Pasal 20 KAK 2003 mewajibkan kepada setiap negara peserta

konvensi mempertimbangkan dalam prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya

untuk menetapkan suatu tindak pidana bila dilakukan dengan sengaja,

memperkaya secara tidak sah yaitu suatu kenaikan yang berarti dari aset-aset

seorang pejabat publik yang tidak dapat dijelaskan secara masuk akal

berkaitan dengan pendapatannya yang sah. Apabila dijabarkan, kriminalisasi

perbuatan memperkaya diri sendiri sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri

mempunyai implikasi terhadap ketentuan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999

khususnya unsur kerugian negara yang bukan sebagai anasir esensial dalam

Pasal 3 butir 2 KAK 2003 tentang scope of application yang menegaskan

bahwa, “For the purpose of implementating this Convention, it shall not be

necessary except otherwise stated herein. For the offence … to result in

damage or harm to State property.”

d. Tindak Pidana Korupsi Terhadap Memperdagangkan Pengaruh (Trading

in Influence)

Tipe tindak pidana korupsi ini diatur dalam ketentuan Pasal 18 KAK 2003.

tipe tindak pidana korupsi baru dengan memperdagangkan pengaruh (trading

in influence) sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sngaja menjanjikan,

menawarkan atau memberikan kepada seorang pejabat publik atau orang lain,

secara langsung atau tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya,

(31)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

diperkirakan, suatu keuntungan yang tidak semestinya bagi si penghasut asli

tindakan tersebut atau untuk orang lain.

Hakikatnya, ketentuan ini berkorelasi apabila dibandingkan dengan

ketentuan Pasal 15 KAK 2003 dengan pengertian :

“bribery of national public officials, “yang menentukan: “…when commited

intentionally: (a) to promise, offering or giving, to a public official, directly or

indirectly, of an undue advantage, for the himself or herself or another person

or entity, in order that the official act or refrain from acting in the exercise of

his or her officials duties.”

Lebih lanjut, Romli Atmasasmita beramsumsi yaitu masalah hukum dari

dua ketentuan ini adalh, bagaimana secara teknis hukum dalam pembuktian

membedakan antara menyalahgunakan pengaruh dan tidak menjalankan tugas

dan kewajibannya. Sekalipun ketentuan tersebut bersifat mendatory (“Shall

Consider”), tetapi harus dicermati dan dikaji secara teliti.

3. Pengertian Tindak Pidana Perbankan

Perbedaan pendapat adalah merupakan suatu hal yang wajar didalam

fenomena kehidupan sosial karena dari sinilah akan didapatkan hikmah yang

pada akhirnya tercapai suatu kebenaran. Ada pula pernyataan yang bernada

ideologis menyatakan bahwa perbedaan pendapat itu demokratis. Dan masih

banyak lagi untaian kata filosofis yang pada hakikatnya menyiratkan bahwa

pola pemkiran manusia adalah berbeda satu dengan yang lain.

Konsepsi tentang pola pikir manusia yang sedemikian nampaknya juga

berlaku dalam disiplin ilmu hukum, dimana tidak jarang ditemukan adaya

(32)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

kiranya juga terjadi terhadap peristilahan pada perbuatan melanggar hukum di

bidang perbankan.

Beragam istilah dijumpai dalam literatur hukum perbankan maupun

hukum pidana. Sebagian menentukan istilah tindak pidana perbankan dan

sebagian lagi menyebutnya dengan tindak pidana di bidang perbankan. Namun

juga ada yang mengistilahhkannya dengan kejahatan perbankan dan kejahatan

bisnis (business crime).

Disamping itu, ada pula sebagian orang yang berpendapat bahwa

keanekaragaman peristilahan tersebut tidak perlu dibedakan karena hakikat

pengertiannya hampir sama, sehingga tidak perlu diperdebatkan dengan

argumentasi masing-masing. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak ada satu

pun peristilahan dan pengertian secara limitatif atas hal dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan (baik hukum positif perbankan nasional

maupun hukum pidana positif). Namun demikian untuk kepentingan ilmu

pengetahuan dalam menguraikan perbuatan melanggar hukum di bidang

perbankan perlu diadakan perumusan untuk mencapai kesepakatan.

Bagi sebagian ahli yang memilih istilah “tindak pidana di bidang

perbankan”, argumentasi yang dikemukakan bahwa pengertian dari istilah ini

mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Hal ini dikarenakan tindak pidana di

bidang perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan

kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank.13

13

(33)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Pengertian dari istilah “tindak pidana di bidang perbankan” tersebut

nampaknya sejalan dengan hasil Seminar Nasional yang bertemakan “Tindak

Pidana Perbankan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro bekerja sama dengan Kejaksaan Agung di Semarang pada tanggal

11-12 Juni 1990. Kesimpulan seminar tersebut bahwa semua tindak pidana

yang berhubungan dengan kegiatan dan usaha perbankan disebut sebagai

“tindak pidana di bidang perbankan”. Tidak dipersoalkan apakah tindak

pidana itu diatur dalam undang-undang tentang perbankan maupun

diluarnya.14

Sedangkan yang memakai istilah “kejahatan perbankan”, dalil yang

dikemukakan cenderung bermuara kepada peristilahan kejahatan kerah putih

(white collar crime) yang dicetuskan oleh Edward A. Ross dan kemudian

dipopulerkan oleh E.H.Sutherland di tahun 1949-an. Secara konseptual, istilah

kejahatan kerah putih ini digunakan terutama untuk mengidentifikasikan

kejahatan yang dilakukan oleh kalangan pengusaha/ eksekutif ataupun pejabat

yang akibatnya adalah merugikan kepentingan umum. Oleh karena pelaku

perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan dapat dikatakan hampir Sehubungan dengan hal tersebut, Polri memberikan pengertian tentang

tindak pidana di bidang perbankan sebagai suatu pelanggaran terhadap

perundang-undangan/ketentuan perbankan dan Undang-Undang/ketentuan

pidana lainnya yang menjadikan bidang kegiatan dan warkat-warkat bank

sebagai obyek dan/atau alat tindak pidana.

14

(34)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

semuanya berasal dari kalangan pengusaha/eksekutif dan pejabat, maka

praktis istilah yang dipakai adalah kejahatan perbankan.15

Selain kedua istilah yang sudah disebutkan di atas, dikenal pula istilah

“kejahatan bisnis”. Peristilahan ini digunakan oleh Michael Clarke untuk

menyebutkan perbuatan melanggar hukum di bidang perbankan. Hal ini

dikarenakan kejahatan bisnis adalah suatu kegiatan yang memiliki konotasi

legitimasi bisnis dan tidak identik sama sekali dengan kegiatan suatu sindikat

criminal sebagaimana lazimnya kejahatan-kejahatan konvensional.16

Adapun tentang pengertian istilah “tindak pidana perbankan”, Drs. H.A.K.

Moch. Anwar, S.H. mengartikannya sebagai tindak pidana yang hanya terdiri

atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan

Pokok-pokok Perbankan, pelanggaran mana dilarang dan diancam dengan hukuman

oleh undang-undang itu.17

Terhadap peristilahan terakhir tersebut di atas M. Sholehuddin S.H., M.H.

sependapat, namun tidak dengan pengertiannya. Dengan kata lain, peristilahan

Tindak Pidana Perbankan sudah tepat dan pas akan tetapi pengertiannya perlu

diperlengkap dan atau disempurnakan.18

Berdasarkan tata bahasa (grammar) Indonesia, khususnya yang

diteoritikalnya di morfologi, gabungan awaan dan akhiran (konfiks) “per-an”

pada kata “bank” sehingga menjadi “perbankan”; adalah menunjukkan

kesatuan arti yang luas ruang lingkupnya atas kata dasarnya. Oleh karena yang

menjadi kata dasarnya adalah “bank”, maka arti dari kata bentukan

(35)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

“perbankan” ialah segala hal yang berkenaan/ menyangkut/ berhubungan

dengan bank itu sendiri. Konkretnya, bilamana ingin menunjukkan bahwa

sesuatu hal dinyatakan berhubungan dengan bank maka cukup disebutkan

perbankan. Tidak menambah dengan kata yang menghubungkannya lagi,

semisal “di bidang”; demi efisiensi kata.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka M. Sholehuddin, S.H., M.H.

cenderung memilih istilah “tindak pidana perbankan”. Hal ini dikarenakan arti

sebenarnya yang terkandung ialah tidak hanya mencakup setiap perbuatan

yang melanggar ketentuan UU Perbankan saja, melainkan melainkan juga UU

Bank Indonesia, KUHP, peraturan hukum pidana khusus seperti :

Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang-undang

tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-undang tentang Peraturan Lalu

Lintas Devisa, dan Undang-undang tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi.19

Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi 2 (dua)

jenis, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari

perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa

melakukannya. Pada dasarnya perbuatan kejahatan diatur dalam Buku Kedua

KUH Pidana. Selain itu, ada pula kejahatan yang diatur dalam undang-undang

di luar KUH Pidana. Dengan demikian, kejahatan adalah perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana yang termuat dalam Buku Kedua KUH

4. Bentuk/Jenis Tindak Pidana Perbankan

19

(36)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Pidana dan undang-undang lain yang dengan tegas menyebutkan suatu

perbuatan sebagai kejahatan.

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa perbuatan-perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana bagi barangsiapa yang melakukannya

bukan semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran

ini pada pokoknya diatur dalam Buku Ketiga KUH Pidana dan undang-undang

lain yang menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran.

Berkaitan dengan itu, memang dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998

tentang Perbankan telah dinyatakan secara tegas mengenai pembagian bentuk

tindak pidana yang terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu kejahatan dan pelanggaran

yang diatur dalam UU Perbankan tersebut diuraikan sebagai berikut :20

a. Tindak Pidana Kejahatan Di Bidang Perbankan menurut UU No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10

Tahun 1998

Yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan di bidang perbankan

menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam

ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Adapun

ketentuan Pasal 51 ayat (1) tersebut adalah sebagai berikut :

Pasal 51 ayat (1) :

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1 ), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.

20

(37)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Berkaitan dengan itu, dalam penjelasannya dikemukakan bahwa

perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut dalam

ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap

perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih

berat dibandingkan dengan apabila hanya sekadar sebagai pelanggaran.

Dengan digolongkan sebagai tindakan kejahatan, diharapkan akan dapat

lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam undang-undang

ini.

Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota Dewan

Komisaris, direksi, atau pegawai Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya

berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat

sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum.

Adapun ketentuan dari pasal-pasal yang digolongkan sebagai tindak

pidana kejahatan yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) di atas secara

lengkap mengemukakan sebagai berikut :

Pasal 46 ayat (1):

Barangsiapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 46 ayat (2) :

(38)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Pasal 47 ayat (1) :

Barangsiapa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 47 ayat (2) :

Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam denga pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empa) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Menurut penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank

dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) di atas adalah semua pejabat dan karyawan

bank.

Pasal 48 ayat (1) :

Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Dalam penjelasannya dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan

“pegawai bank” dalam Pasal 48 ayat (1) di atas adalah pejabat bank yang

diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional

bank, dan karyawan yang mempunyai akses terhadap informasi mengenai

keadaan bank.

(39)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a.membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan

atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak

dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan; maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

c.mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau

menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atua dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 49 ayat (2) :

Anggota Dewan Komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a.meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima

suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; b.tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan

ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Menurut penjelasan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) butir a dan b, istilah

pegawai bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.

Dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan ketentuan Pasal 49 ayat (2) butir a,

(40)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

karyawan bank sedangkan dalam Pasal 49 ayat (2) butir b, yang dimaksud

dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewnang dan

tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang

bersangkutan.

Pasal 50 :

Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 50 A :

Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komosaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tiak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah- langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

b. Tindak Pidana Pelanggaran di Bidang Perbankan

Yang dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang perbankan menurut

Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana

ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (2).

Adapun ketentuan Pasal 51 ayat (2) tersebut menyatakan secara tegas

bahwa :

(41)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

Selengkapnya ketentuan Pasal 48 ayat 2 berbunyi sebagai berikut :

Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajb dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa

Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 mengenal 2 (dua) jenis tindak

pidana di bidang perbankan, yaitu tindak pidana kejahatan dan tindak pidana

pelanggaran.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian21 yang digunakan adalah penelitian hukum normatif

(penelitian hukum doktriner). Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai

penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian hukum normatif disebut

penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya

pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Penelitian

hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen

disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat

sekunder yang ada di perpustakaan.

21

(42)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009 2. Data

Data sekunder yang diteliti terdiri atas :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang berupa

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan korupsi dan

perbankan.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang

bahan hukum primer antara lain berupa :

a. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai asas-asas

berlakunya hukum pidana dalam tindak pidana korupsi dan perbankan.

b. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai kejahatan korupsi

yang dilakukan di bidang perbankan.

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan akan dianalisis secara

deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang

(43)

Tomita Juniarta Sitompul : Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank mandiri (Studi Kasus No. 2120/ PID. B/ 2006/ PN. Mdn), 2008.

USU Repository © 2009

korupsi. Analisis secara deduktif artinya semaksimal mungkin penulis

berupaya memaparkan data-data sebenarnya. Metode deduktif artinya

berdasarkan yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia

tentang tindak pidana korupsi yang dijadikan pedoman untuk mengambil

kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari

penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan

kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan dapat pula

memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan

yang sangat berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat

sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan bab yang menguraikan latar belakang penulisan

skripsi ini, perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, tujuan

dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan menguraikan

tentang tinjauan kepustakaan yang membahas mengenai pengertian

tindak pidana korupsi, bentuk / jenis tindak pidana korupsi,

pengertian tindak pidana perbankan dan bentuk / jenis tindak

pidana perbankan.

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaturan tindak pidana korupsi dan ancaman sanksi pidana dalam tindak pidana korupsi berdasarkan

dalam hukum acara pada hukum pidana umum, karena Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan tindak pidana khusus yang dalam penanganannya membutuhkan keahlian

Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan Tindak Pidana Bersama-sama dan Berkelanjutan dalam Tindak Pidana Korupsi baik dalam konsep

Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi oleh penyelenggara Negara, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Novan Hadian : Proses penyidikan tindak pidana korupsi di bidang perbankan di Kota Medan, 2001 USU Repository © 2008.... Novan Hadian : Proses penyidikan tindak pidana korupsi

Perumusan tindak pidana dalam Bab II Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika dihubungkan dengan subjek hukum yang dikenal dalam Undang-Undang Pemberantasan

KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI PENYADAPAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI

Berikut beberapa kualifikasi tindak pidana korupsi yang dapat menghadapi ancaman pidana mati dalam beberapa yurisdiksi:  Korupsi Berat yang Merugikan Negara Besar: Tindak pidana