• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT Dalam Kasus Gugat Cerai Dengan Alasan KDRT : studi analisis putusan Pengadilan Agama no.078/Pdt.G/2007/PA.JP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT Dalam Kasus Gugat Cerai Dengan Alasan KDRT : studi analisis putusan Pengadilan Agama no.078/Pdt.G/2007/PA.JP"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PKDRT DALAM KASUS GUGAT CERAI DENGAN ALASAN KDRT

( Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP )

Oleh : Rina Septiani NIM : 105044101425

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PKDRT DALAM KASUS GUGAT CERAI DENGAN ALASAN KDRT ( Studi Analisis Putusan Pegadilan Agama No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP ) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 September 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah ( Pidana Islam ).

Jakarta, September 2009 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H.A.Basiq Djalil, S.H. MA ( …..…… ) NIP. 1950 0306 1976 0310 01

2. Sekretaris : Kamarusdiana,S.Ag,M.Hum ( …….…. ) NIP. 1972 0224 1998 0310 03

3. Pembimbing : Dr. Afifi FAuzi Abbas, MA ( …..…… ) NIP. 1956 0906 1982 0310 04

4. Penguji I : Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM ( …..…… ) NIP. 1955 0505 1982 0310 12

(3)

PENERAPAN UNDANG-UNDANG PKDRT DALAM KASUS GUGAT CERAI DENGAN ALASAN KDRT

( Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP )

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh : Rina Septiani NIM : 105044101425

Pembimbing

Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA. NIP. 150 210 421

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Juni 2009

(5)

ABSTRAK

Banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan terus meningkat dari tahun ke tahun membuat LSM khususnya Komnas Perempuan prihatin dan mengusulkan RUU PKDRT ke DPR. Setelah melalui beberapa tahap, akhirnya undang-undang PKDRT disahkan pada Tanggal 22 September 2004, namun kekerasan tetap terus meningkat bahkan data di Komnas Perempuan menyatakan bahwa Pengadilan Agama lebih banyak menangani kasus KDRT dibandingkan lembaga lainnya. Ironisnya hakim Pengadilan Agama banyak yang belum mengetahui atau menggunakan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT sebagai rujukan atau pertimbangan dalam memutuskan perkara perceraian yang mengandung unsur KDRT. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya wawasan hakim-hakim Pengadilan Agama padahal Komnas Perempuan sudah mengadakan pelatihan bagi hakim Pengadilan Agama untuk menyelesaikan kasus percerain yang mengandung unsur KDRT.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… iv

KATA PENGANTAR ………...vi

DAFTAR ISI ………... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 6

D. Review Studi Terdahulu ………... 7

E. Metode Penelitian ……….………. 9

F. Sistematika Penulisan ………... 12

Bab II TINJAUAN UMUM UU No. 23 TAHUN 2004 MENGENAI PKDRT. A. Sejarah Pembentukan Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 Mengenai PKDRT ……….... 14

B. Dasar dan Tujuan Pembentukan UU PKDRT ………. 19

C. Pengertian Kekerasan ………..……….... 19

D. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga …...………… 23

Bab III KASUS GUGAT CERAI DENGAN NO. PERKARA 078 / Pdt.G / 2007 / PAJP. A. Duduk Perkara ……….. 28

B. Temuan Fakta Di Persidangan……….... 39

(7)

D. Putusan Hakim……...……… 56

Bab IV ANALISIS KASUS GUGAT CERAI DENGAN NO. PERKARA 078/Pdt.G/2007/PA.JP DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT A. Analisis Duduk Perkara ……… 58

B. Analisis Sumber dan Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutuskan Perkara No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP………. 62

C. Analisis Tentang Putusan Hakim………... 69

D. Penerapan UU PKDRT dalam Perkara No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP di Pengadilan Agama Jakarta Pusat………... 74

Bab V PENUTUP A. Kesimpulan...………. 78

B. Saran……….. 78

DAFTAR PUSTAKA …….………...…….. 80

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Allah menciptakan semua makhluk hidup di muka bumi ini selalu berpasangan-pasangan, tak terkecuali manusia yang pada dasarnya mempunyai sifat zoon politicon, yaitu selalu mencari manusia lainnya untuk hidup bersama, oleh karena itu manusia akan selalu berusaha untuk mewujudkan suatu bentuk jalinan kehidupan bersama dalam masyarakat, keinginan untuk selalu berkumpul dan berkomunikasi merupakan hukum agama yang tersirat, yang diatur dalam suatu ikatan perjanjian yang suci dan kokoh untuk membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal, masyarakat lebih mengenal perjanjian tersebut dengan istilah perkawinan.1

Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Pada hakikatnya seorang yang melakukan akad pernikahan saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu menghargai dan menghormati satu dengan lainnya, sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang diinginkan. Adapun tujuan perkawinan tersebut adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.3

1

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Mazhab, ( Jakarta : PT. Prima Heza Lestari ), h. 4.

2

A. Ghani Abdullah, Himpunan Per-Undang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama, ( Jakarta : PT. Intermasa,1991 ), Cet Ke-1 h. 187.

3

(9)

Namun, tidak jarang tujuan yang dicita-citakan sebelum perkawinan tidak tercapai, karena biasanya setelah perkawinan berlangsung barulah tampak sifat asli dari pasangannya, suami yang dulunya baik dan penyabar, berubah menjadi pemarah dan ringan tangan, kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan isteri menjadi alasan bagi suami untuk melampiaskan kemarahannya.

Persoalan rumah tangga yang muncul dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang datang dari dalam diri sendiri maupun dari orang lain. Biasanya penganiayaan suami terhadap isteri dilandasi atas dasar ketergantungan ekonomi si isteri kepada suami sehingga dengan alasan tersebut suami dapat merendahkan dan melakukan kekerasan terhadap isterinya.4

Saat permasalahan rumah tangga tidak dapat lagi diselesaikan dan saat amarah suami semakin membutakan mata sehingga kekerasan terus dilakukan terhadap isterinya maka Islam memberikan solusi dengan dibolehkannya perceraian. Hukum perkawinan di Indonesia telah memberikan perlindungan bagi isteri atas penganiayaan yang dilakukan suami terhadap isteri. Penganiayaan atau kekerasan serta kekejaman dapat dijadikan alasan untuk memutuskan tali perkawinan sehingga ia akan bebas dari penganiayaan yang dialaminya.

Perlindungan tersebut terdapat dalam KHI pasal 116 point (d) dan PP No. 9 tahun 1975 pasal 19.

“Bahwa salah satu alasan perceraian adalah salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain”.

Tapi ternyata KHI dan PP No. 9 tahun 1975 tidak cukup memberikan keberaniaan terhadap isteri untuk keluar dari belenggu suami yang menganiaya dan melakukan kekerasan terhadap dirinya.

4

(10)

Fakta-fakta kekerasan dalam rumah tangga (domestik) yang ditemukan oleh beberapa lembaga yang peduli terhadap perempuan menunjukkan jumlah yang jauh lebih besar dari pada jumlah kekerasan terhadap perempuan di lingkungan lainnya, bahkan dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan hampir seusia dengan sejarah panjang peradaban umat manusia.5

Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan semakin tahun semakin meningkat, temuan pertama, angka KTP terus meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun. Ketika pertama kali Komnas Perempuan melakukan kompilasi data KTP pada tahun 2001, tercatat kasus 3.160, tahun 2002 meningkat menjadi 5.163, tahun 2003 menjadi 7.787, dan tahun 2004 lalu tercatat 13.968 kasus. Dari jumlah 13.968 ini, 4.310 kasus terjadi di dalam rumah, 2.160 kasus terjadi dalam komunitas, 6.634 kasus terjadi di dalam rumah atau komunitas (data tak memungkinkan penilaian yang jelas), 562 merupakan kasus trafiking, dan 302 kasus yang pelakunya aparat negara.6

Semakin meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun menimbulkan keprihatinan sebagian masyarakat terutama kaum perempuan dan relawan lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga bantuan hukum yang tergerak hatinya untuk melakukan perlindungan terhadap perempuan dengan mengajukan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang pada akhirnya melahirkan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) pada tanggal 22 September 2004.

Awalnya yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga hanya pasrah menerima keadaannya. Pada umumnya, kaum perempuan beranggapan kekerasan yang dilakukan suami

5

Jurnal Perempuan, Hukum itu Seksi ? edisi ke- 10 Februari – April 1999, h. 113.

6

(11)

terhadap dirinya merupakan hal yang lumrah dan biasa, tetapi setelah disahkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, isteri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sudah mulai berani untuk melaporkan suaminya kepada pihak yang berwajib bahkan sang isteripun berani untuk menggugat cerai suaminya, sebagaimana data yang tercatat pada jurnal komnas perempuan pada tahun 2006 Pengadilan Agama menangani kasus-kasus KDRT dalam porsi yang cukup besar, yaitu 8643 kasus.7

Kelahiran Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT seolah memberikan semangat kepada isteri untuk meminta perlindungan kepada pihak yang berwajib dan membuat para isteri berani untuk menggugat cerai suaminya terbukti dengan adanya kasus gugat cerai karena kekerasan dalam rumah tangga yang masuk di Pengadilan Agama, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Seperti kasus yang menimpa NMP yang menggugat cerai suaminya karena merasa rumah tangganya sudah tidak dapat lagi dipertahankan dengan alasan sang suami selalu membuat masalah kecil menjadi besar dan diakhiri dengan ucapan kasar serta pemukulan ( ringan tangan ) dan sang suami mempunyai tempramen sangat tinggi bahkan setiap hari timbul perselisihan dan percekcokan terus menerus sehingga membuat psikis isterinya tertekan sampai akhirnya sang iseri menggugat cerai suaminya.

Kasus di atas merupakan contoh penganiayaan atau kekerasan yang sering kali menimpa isteri sehingga isteri berani untuk menggugat cerai suaminya, melihat fakta dan kenyataan di atas penulis selaku mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum berusaha untuk meneliti kasus gugat cerai dengan alasan KDRT khususnya kekerasan yang menimpa NMP serta apakah hakim menggunakan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PDKRT dalam menyelesaikan

7

(12)

perkara tersebut. Untuk itu penulis ingin mengangkat ke dalam skripsi yang berjudul PENERAPAN UNDANG-UNDANG PKDRT DALAM KASUS CERAI GUGAT DENGAN ALASAN KDRT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT ( STUDI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO. 078/Pdt.G/2007/PAJP).

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Seperti telah penulis uraikan dalam latar belakang masalah, agar dalam pembahasan skripsi ini tidak melebar dan keluar dari pokok pembahasan di samping keterbatasan yang penulis miliki maka penulis membatasi masalah Penerapan Undang-undang PKDRT dalam Kasus Gugat Cerai dengan Alasan KDRT studi kasus di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan merujuk serta mengkaji putusan gugat cerai No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP, karenanya dalam karya tulis ini, penulis mengambil judul mengenai Penerapan Undang-undang PKDRT dalam Kasus Gugat Cerai Dengan Alasan KDRT di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ( Studi Analisis Putusan

No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP )

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka untuk mempermudah penyusunan skripsi ini, penulis merumuskan masalah yang hendak diteliti sebagai berikut :

a) Apa pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP di Pengadilan Agama Jakarta Pusat ?

b) Bagaimana Putusan Hakim dalam Perkara No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP ?

c) Apakah pertimbangan hukum hakim dan putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam memutuskan Perkara No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP sudah tepat dan sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku dengan menggunakan undang-undang PKDRT ?

(13)

1. Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan undang-undang PKDRT, berdasarkan sejarah pembentukannya

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara no. 078/Pdt.G/2007/PA.JP di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

c. Untuk mengetahui putusan hakim dalam perkara no. 078/Pdt.G/2007/PA.JP di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

d. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hukum hakim dan putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam memutuskan perkara gugat cerai dengan no. perkara 078/Pdt.G/2007/PA.JP di Pengadilan Agama Jakarta Pusat sudah tepat dan sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.

2. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis adalah dapat menamah khazanah keilmuan dalam kasus gugat cerai dengan alasan KDRT, sebagai pengembangan ilmu pengetahuan hukum islam dan positif tentang kasus gugat cerai dengan alasan KDRT, khususnya dalam penyelesaian kasus gugat cerai dengan no. perkara 078/Pdt.G/2007/PA.JP, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa, dan akademisi lainnya.

b. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa, akademisi lainnya dan terutama bagi para penegak hukum.

c. Manfaat Kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para penegak hukum khususnya hakim, dalam menyelesaikan kasus gugat cerai dengan alasan KDRT.

(14)

Setelah penulis telusuri pada perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, penulis mendapatkan skripsi terdahulu yang hampir mendekati judul penulis. Skripsi pertama ditulis oleh Farhan Hilaluddin Jurusan Peradilan Agama tahun 2008 mengenai Efektifitas Pelaksanaan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT ( Studi di wilayah kotamadya Jakarta

Selatan ). Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan Undang-undang no. 23 tahun 2004 tentang PKDRT oleh aparat penegak hukum di wilayah kotamadya Jakarta Selatan serta putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam menyelesaikan Kasus KDRT. Temuan penting dalam skrispi ini adalah pelaksanaan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT sudah berjalan efektif, skripsi ini menggunakan jenis penelitian empiris dan normatif melalui pendekatan kualitatif.

Skripsi kedua ditulis oleh Mimi Maftuha jurusan Peradilan Agama tahun 2006 mengenai

Efektivitas Pelaksanaan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga Sebagai Perlindungan Sosial Terhadap Perempuan ( Studi pada Kota

Bekasi Jawa Barat). Skripsi ini membahas tentang penaggulangan kekerasan dalam rumah tangga oleh Kepolisian Resort Metro Bekasi, serta dijelaskan pula mengenai hakim Pengadilan Negeri Bekasi yang baru menggunakan Undang-undang PKDRT sebagai rujukan dalam mengambil keputusan dalam kasus KDRT padahal undang-undang tersebut sudah lama berlaku. Temuan penting dalam skripsi ini adalah pelaksanaan undang-undang PKDRT belum efektif secara maksimal, butuh kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat baik pemerintah, agamawan serta insan akademisi khususnya di wilayah Bekasi.

(15)

dan cerai gugat karena penganiayaan suami di Pengadilan Agama Tanggerang, dari tahun 2003-2007 yang berujung pada cerai gugat. Temuan penting dalam skripsi ini adalah alasan tertinggi terjadinya penganiayaan dari tahun 2003-2007 yang berujung pada cerai gugat adalah karena penelantaran ekonomi yang menempati urutan tertinggi sebanyak 26 kasus. Metode yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum non doktrinal melalui observasi di lapangan dan studi kepustakaan.

Ketiga skripsi tersebut berbeda dengan skripsi yang akan penulis bahas karena penulis akan membahas mengenai Penerapan Undang-undang PKDRT dalam Kasus Gugat Cerai Dengan Alasan KDRT ( Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP )

yang didalamnya akan membahas mengenai apa yang di maksud dengan Undang-undang PKDRT, apa pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara no. 078/Pdt.G/2007/PA.JP, bagaimana putusan hakim dalam memutuskan perkara tersebut, apakah pertimbangan hukum hakim dan putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam memutuskan perkara tersebut serta analisis penerapan undang-undang PKDRT dalam perkara tersebut.

E. Metode Penelitian. 1. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif dan empiris, penelitian normatif yaitu dengan mempelajari data berupa buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dan penelitian empiris yang diperoleh dari hasil lapangan.

(16)

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Kualitatif berasal dari konsep kualitas “mutu” atau bersifat mutu. Pendekatan kualitatif berarti upaya menemukan kebenaran dalam wilayah-wilayah konsep mutu,8 yaitu dengan melakukan analisa isi, menganalisis dengan cara menguraikan, dan mendeskripsikan isi dari putusan yang penulis dapatkan. Kemudian menghubungkannya dengan masalah yang dianjurkan, sehingga ditemukan kesimpulan yang obyektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dikehendaki penulis dalam penelitian ini.

3. Sumber Data. a. Data Primer

Didapatkan dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat berupa putusan cerai gugat mengenai cerai gugat dengan alasan KDRT yang didalam putusannya mengandung penerapan undang-undang PKDRT dengan nomor perkara 078/Pdt.G/2007/PA.JP. Penulis memilih perkara tersebut karena hanya perkara tersebut merupakan perkara gugat cerai yang mengandung unsur KDRT dan didalam putusannya hakim menggunakan Undang-undang no. 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Wawancara terhadap hakim, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur’an, Hadits, buku-buku ilmiah, Undang-undang,

8

(17)

Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

a. Menganalisis terhadap putusan cerai gugat dengan alasan KDRT yang didalam putusannya mengandung undang-undang PKDRT pada Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan nomor putusan 078/Pdt.G/2007/PA.JP.

b. Interview atau wawancara, adalah suatu percakapan dengan tujuan.9

Interview yang sering disebut juga wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara ( interviewer ) untuk memudahkan informasi dari terwawancara ( interviewee ).10 Dalam hal ini penulis mengadakan dialog langsung dengan satu orang hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang menangani kasus gugat cerai dengan alasan KDRT.

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain.11 Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif, yaitu menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan putusan perkara cerai gugat dengan alasan KDRT yang di dalam putusannya hakim mengandung

9

Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan, ( Malang : Kalimasahada Press, 1994 ), cet 1, h.63.

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, ( Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996 ), cet. X, h. 144.

11

(18)

undang PKDRT yaitu putusan dengan nomor 078/Pdt.G/2007/PA.JP dan menghubungkan dengan hasil interview pihak yang menyelesaikan perkara ini, dalam hal ini yaitu hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan.

Sistematika penulisan dalam skripsi yang penulis buat akan dibagi menjadi lima bab yakni :

Bab I Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang permasalahan, Pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Menjelaskan tentang Tinjauan Umum Undang-undang No. 23 tahun 2004 Mengenai PKDRT yang diantaranya menjelaskan mengenai Sejarah, dasar dan tujuan Pembentukan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Mengenai PKDRT, Pengertian Kekerasan, Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Bab III Menguraikan mengenai kasus cerai gugat dengan No. Perkara 078/Pdt.G/2007/PA.JP, yang diantaranya menjelaskan mengenai, duduk perkara, pertimbangan hukum hakim, putusan hakim.

Bab IV Menjelaskan mengenai analisis kasus cerai gugat dengan No. Perkara 078/Pdt.G/2007/PA.JP di Pengadilan Agama Jakarta Pusat baik mengenai duduk perkara, pertimbangan hukum hakim, putusan hakim serta penerapan Undang-undang PKDRT dalam perkara No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP.

(19)
(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 2004 MENGENAI PKDRT

A. Sejarah, Dasar dan Tujuan Pembentukan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Mengenai PKDRT.

Tanggal 22 September 2004 bisa jadi merupakan tanggal bersejarah bagi kalangan feminis di Indonesia. Setidaknya, satu dari sekian banyak agenda perjuangan mereka yang terkait dengan isu perempuan, yakni upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah dan DPR RI akhirnya sepakat untuk mengesahkan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau dikenal dengan undang-undang PKDRT.

Kelahiran Undang-undang No. 23 Tahun 2004 ini dipelopori oleh sejumlah LSM / Ormas Perempuan yang tergabung dalam Jangkar ( 1998-1999). LSM ini terdiri dari LBH APIK Jakarta (Sebagai penggagas dan pembuat draft awal sejak tahun 1997), Rifka An-Nisa, Kalyanamitra, Mitra Perempuan, Fatayat dan Muslimat NU, Gembala Baik, Savy Amira, SPeAK, LBH-Jakarta dan Derapwarapsari. Selanjutnya ketika melebur menjadi jangka PKTP ( Jaringan Advokasi Kebijakan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan ) (2000-2004), anggota jaringan semakin bertambah menjadi 92 LSM/Ormas Perempuan, lembaga-lembaga Profesional seperti lembaga advokat juga turut terlibat dalam mengadvokasikan undang-undang PKDRT ini.12

Pada tahun 2001, Rencana Aksi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (RAN-PKTP) dicanangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Dan pada

12

(21)

tahun 2002, ditandatangani sebuah Surat Kesepakatan Bersama ( SKB ) antara Menteri Pemberdayaan Perempuan RI, Menteri Kesehatan RI dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kesepakatan ini menyangkut pelayanan terpadu bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak yang dilaksanakan bersama dalam bentuk pengobatan dan perawatan fisik, psikis, pelayanan sosial dan hukum.13

Di tingkat daerah, Gubernur Provinsi Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan ( SK ) No. 751 tahun 2003 tentang pembentukan tim penanganan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan. SK tersebut ditandatangani pada tanggal 10 Desember 2003. Ini pada intinya membentuk tim penanganan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang mempunyai cakupan kerja di bidang pencegahan, penanganan dan pemulihan, serta pendidikan dan advokasi. Tim ini beranggotakan wakil-wakil dari lingkungan pemerintah, LSM dan Lembaga Professional lainnya.

Di tingkat regional, Menteri Luar Negeri Negara-negara ASEAN menandatangani Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2004. Deklarasi ini berisi dorongan kerjasama regional dalam mengumpulkan dan mendeseminasikan data untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Promosi pendekatan holistik dan terintegrasi dalam mengeliminasi kekerasan terhadap perempuan, dorongan untuk melakukan pengarusutamaan gender, dan membuat serta mengubah undang-undang domestik untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan.14

Adapun yang menjadi gagasan dan latar belakang pentingnya pembentukan sebuah undang-undang PKDRT didasarkan atas pengalaman para perempuan korban kekerasan yang

13

Komnas Perempuan,, “ Lokus Kekerasan Terhadap Perempuan 2004 Rumah, Pekarangan, dan Kebun, Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan 2005”, Komnas Perempuan, (Jakarta), 8 Maret 2005, h. 17.

14Ibid

(22)

terjadi di ranah domestik, rumah tangga ataupun keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga semakin menunjukkan peningkatan yang signifikan dari hari kehari, baik kekerasan dalam bentuk fisik, psikologis, maupun kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut sudah menjurus dalam bentuk tindak pidana penganiayaan dan ancaman kepada korban, yang dapat menimbulkan rasa tidak aman, rasa ketakutan atau penderitaan psikis berat bahkan kegilaan pada seseorang.

Berdasarkan catatan tahunan tentang kekerasan terhadap perempuan yang disampaikan oleh Komnas Perempuan, tercatat angka kekerasan terhadap perempuan mulai dari tahun 2001 hingga 2004 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2001 tercatat 3.160 kasus dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 5.163 kasus, tahun 2003 meningkat menjadi 7.787 kasus, dan tahun 2004 mengalami peningkatan hampir seratus persen menjadi 13.968 kasus, dari jumlah 13.968 kasus ini, 4.310 kasus terjadi di dalam rumah tangga.15

Tahun 2002, RUU diajukan ke komisi VII DPR RI dan diseminarkan di DPR. Perkembangan penting itu muncul setelah Rapat Paripurna DPR lalu memutuskan membahas RUU KDRT ke dalam bamus DPR. Puncaknya pada tanggal 13 Mei 2003, melalui sidang paripurna di DPR, RUU Anti KDRT yang diusulkan kelompok perempuan secara resmi menjadi RUU Inisiatif DPR.16

Meskipun bermula dari desakan aktivis perempuan, selanjutnya menjadi penting untuk dipahmi oleh berbagai kalangan di negeri ini bahwa legislasi RUU Anti KDRT merupakan keharusan bagi Indonesia sebagai Negara yang telah meratifikasi beberapa konvensi Internasional tentang perempuan, terutama setelah disetujuinya konvensi tentang Penghapusan

15Ibid

, h. 2.

16

(23)

Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan tahun 1979, yang diratifikasi oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1984 dan bukan karena desakan aktivis perempuan.

Sebagai konsekuensi dari ratifikasi ini Indonesia harus melakukan :

1. Pembentuk hukum dan atau harmonisasi hukum sesuai kaidah hukum yang terdapat dalam konvensi tersebut. Kewajiban ini dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang – undangan atau membuat peraturan perundangan baru berdasarkan konvensi yang telah diratifikasi.

2. Penegakan hukum mengenai hak- hak perempuan melalui pengadilan nasional dan lembaga pemerintah lainnya.

Pembahasan RUU anti KDRT di DPR ( Pansus Komisi VII ) yang mulai pada tanggal 22 Agustus 2004 berlangsung cepat ( tidak sampai 1 bulan), namun cukup alot. Khususnya karena penolakan beberapa anggota dewan terhadap terobosan hukum yang menjadi dasar munculnya RUU, seperti ruang lingkup, bentuk/ jenis KDRT yang mencakup marital rape ( perkosaan dalam perkawinan), hukum acara tentang pembuktian dan peran – peran aparat. Pemerintah juga mempunyai versi tandingan mengenai draft RUU KDRT, namun draft tersebut dianggap mengecewakan, bisa dikatakan hampir memangkas semua hal- hal krusial yang menjadi ruh dari RUU tersebut. Alsannya karena semua usulan baru dalam RUU pada dasarnya sudah diatur dalam KUHP/ KUHAP. Beberapa catatan dari RUU versi pemerintah, yang tidak responsive antara lain :

1. Judul dan keseluruhan pengaturan undang-undang, terbatas hanya mengatur soal perlindungan terhadap korban. Judul RUU sandingan pemerintah adalah RUU perlindungan korban KDRT.

(24)

3. Mengembalikan hampir semua terobosan hukum acara pada KUHAP, seperti “ satu saksi adalah saksi “.

4. Tidak menerima ketentuan tentang kompensasi dan saksi alternative.17

Meskipun demikian, upaya loby ke pemerintah untuk memperbaiki draftnya terus dilakukan secara intensif melalui forum pertemuan (Posko Informasi ) yang diselenggarakan di rumah Menteri Pemberdayaan Perempuan. Pada akhirnya berjalan efektif dalam menjembatani perbedaan pendapat antara kelompok perempuan dan pemerintah.

Setelah melalui sidang pleno, RUU KDRT tersebut dilanjutkan ke sidang paripurna melalui pendapat dari berbagai fraksi dalam rangka memutuskan apakah DPR menolak atau mengesahkan RUU KDRT menjadi Undang-undang.

B. Dasar dan Tujuan dari disahkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT

1. Dasar dari Undang-undang

PKDRT adalah :

a. Penghormatan Terhadap HAM.

b. Keadilan dan kesetaraan gender.

c. Non Diskriminasi, dan

d. Perlindungan Korban.

2. Sedangkan tujuan UU PKDRT

ialah :

a. Mencegah segala bentuk KDRT.

17Ibid,

(25)

b. Melindungi Korban KDRT.

c. Menindak Pelaku KDRT.

d. Memelihara keutuhan rumah

tangga yang harmonis dan sejahtera.18

C. Pengertian Kekerasan.

Kekerasan adalah kata yang biasa diterjemahkan dari violence, yang dalam bahasa latin disebut violentia. Violence erat berkaitan dengan gabungan kata latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” yang berasal dari ferre ( membawa ) yang kemudian berarti membawa kekuatan.19

R. audi seperti dikutip Galtung merumuskan “violence” sebagai serangan atau penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang, atau serangan, penghancuran, perusakan yang sangat keras, kasar, kejam dan ganas atas milik atau sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang.20

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perihal atau yang bersifat, berciri keras, paksaan, atau dapat diartikan perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.21

Nursyahid, Lima Undang-undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Perlindungan Anak, Hak Asasi Manusia & Pengadilan Anak, ( Jakarta : BP. Panca Usaha, 2007), h. 34.

Johan Galtung, Kekuasaan dan kekerasan menurut Johan Galtung, ( Yogyakarta : Penerbit Kanisius), 1992, cet .1, h. 62.

20Ibid

, h. 63.

21

(26)

Menurut Kamus Bahasa Arab, kekerasan diambil dari akar kata – – yang berarti keras, bertindak, bengis dan kejam.22

Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar / trauma atau perampasan hak.23

Adapun pengertian kekerasan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga atau lebih dikenal dengan sebutan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan ini sering kali tidak terungkap karena berada di wilayah ranah domestik yang tidak boleh dicampuri oleh lingkaran luar. Namun, kekerasan ini sering terjadi di lingkungan keluarga yang biasanya perempuan dan anak-anak adalah korbannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis memfokuskan kekerasan yang biasa dialami oleh kaum perempuan (isteri). Oleh karena itu perlu kiranya penulis mendefinisikan tentang kekerasan terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan baik di luar maupun di dalam rumah tangga telah berlangsung sejak manusia menyalah artikan tujuan penciptaan ke dua jenis kelamin manusia itu sendiri. Ketika manusia harus menggunakan otot untuk mempertahankan kehidupannya, maka mulailah terbentuk citra kekuasaan, penguasa dan dikuasai, dipelihara sampai kepada masyarakat modern, hanya dikemas dalam bungkus yang lebih bervariasi. Kekuasaan otot menjadi alat dari berbagai kekuasaan lain yaitu uang, status sosial dan jabatan yang dikemas dengan norma-norma dan nilai-nilai budaya bentukan manusia itu sendiri. Demikian intens pewarisan nilai-nilai dan

22

Ahmad Warson Munawwir, al – Munawir Kamus Arab – Indonesia, ( Surabaya : Pustaka Progressif, 1997 ), Cet XIV, h. 1 .

(27)

norma-norma tersebut sehingga bahkan perempuanpun tidak menyadari bahwa dirinya telah selalu menjadi barang milik laki-laki.

Terdapat beberapa pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan, antara lain sebagaimana disampaikan oleh Sita Aripurnami yaitu pada dasarnya kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan oleh pihak pelaku kekerasan yang memunculkan perasaan tidak nyaman dan bahkan rasa takut.24

Dalam deklarasi PBB mengenai hak-hak perempuan, secara eksplisit ditegaskan kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut :

Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat, atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. ( pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, 1992).25

Kantor Menteri Negara Pemberdayaan perempuan, mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan yaitu :

“Setiap tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan, dan mengabaikan hak asasi perempuan atas dasar gender. Tindakan tersebut mengakibatkan ( dapat mengakibatkan) kerugian dan penderitaan terhadap perempuan dalam hidupnya, baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Termasuk didalamnya ancaman, paksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara”.26

Sedangkan definisi kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yaitu :

24

Sita Aripurnami, Kekerasan Terhadap Aspek-Aspek sosial Budaya dan pasal 5 Konvensi Perempuan dalam buku Pemahaman Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahnnya, penyunting Achie Sudiarti Luhulima, ( Bandung : PT. Alumni 2000 ), h. 116.

25

Faqihuddin Abdul Kodir dan Ummu Azizah Mukarnawati, ed. Ismail Hasani, Referensi bagi Hakim Peradilan Agama tentang Kekerasan dalam rumah tangga, ( Komnas Perempuan : 2008), h. 20.

26

(28)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

D. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kekerasan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Kekerasan fisik merupakan kekerasan nyata yang dapat dilihat dan dapat dirasakan oleh tubuh yang biasanya berupa penghilangan kemampuan normal tubuh bahkan bisa sampai penghilangan nyawa seseorang. Sedangkan kekerasan psikis berupa kekerasan terhadap jiwa atau rohani yang berakibat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa.

Zaitunah subhan dalam bukunya yang berjudul Kekerasan Terhadap Perempuan, membagi bentuk-bentuk kekerasan dalam dua kategori, yaitu kekerasan yang bersifat fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain berupa pelecehan seksual seperti perabaan, colekan yang tidak diinginkan, pemukulan, penganiayaan, serta pemerkosaan. Termasuk dalam kategori ini adalah terror dan intimidasi, kawin paksa (kawin di bawah umur ), kawin dibawah tangan, pelacuran paksa, stigma negative, eksploitasi tenaga kerja dan pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi.

Sedangkan kekerasan nonfisik antara lain berupa pelecehan seksual, seperti sapaan, siulan, colekan, atau bentuk perhatian yang tidak diinginkan, direndahkan, dianggap selalu tidak mampu, dan (istri yang) ditinggal suami tanpa kabar berita.27

Didalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kekerasan dibagi dalam empat bentuk, yaitu : kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga.

27

(29)

1. Kekerasan Fisik.

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat” (Pasal 6).

Sesungguhnya kekerasan yang dialami seorang isteri memiliki dimensi yang tidak tunggal. Seseorang yang menjadi korban kekerasan fisik, biasanya ia telah mengalami kekerasan psikis sebelum dan sesudahnya. Tidak sedikit juga yang mengalami kekerasan dan penelantaran ekonomi.28 Kekerasan fisik bisa muncul dalam berbagai bentuk dan rupa.

Berdasarkan pasal 6 Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT sebagaimana tersebut di atas, kekerasan fisik dapat dibagi menjadi dua kategori,29 yaitu :

a. Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, membenturkan kebenda yang lain, bahkan sampai melakukan percobaan pembunuhan atau melakukan pembunuhan dan semua perbuatan yang dapat mengakibatkan sakit yang menimbulkan ketidakmampuan menjalankan kegiatan sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban, luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan kematian, kehilangan salah satu panca indera, luka yang mengakibatkan cacat, dan kematian korban.

b. Kekerasan fisik ringan seperti menampar, menarik rambut, mendorong, dan perbuatan lain yang mengakibatkan cidera ringan dan rasa sakit serta luka fisik yang tidak termasuk dalam kategori berat

2. Kekerasan Psikis.

28

Faqihuddin, Referensi Bagi Hakim Peradilan Agama, h. 32.

29

(30)

Kekerasan psikis atau kekerasan mental adalah kekerasan yang mengarah pada serangan terhadap mental/psikis seseorang, bisa berbentuk ucapan yang menyakitkan, berkata dengan nada yang tinggi, penghinaan dan ancaman.30

Sedangkan di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dijelaskan bahwa

Kekerasan Psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang”. (Pasal 7).

3. Kekerasan seksual

Di dalam pasal 8 Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dijelaskan bahwa Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c meliputi, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan / atau tujuan tertentu.

Kata pemaksaan hubungan seksual disini lebih diuraikan untuk menghindari penafsiran bahwa pemaksaan hubungan seksual hanya dalam bentuk pemaksaan fisik semata ( harus adanya unsur penolakan secara verbal atau tindakan ), tetapi pemaksaan juga dapat terjadi dalam tataran psikis (dibawah tekanan sehingga tidak bisa melakukan penolakan dalam bentuk apapun ).

4. Kekerasan Ekonomi.

Pasal 9 menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan penelantaran rumah tangga atau dapat diartikan sebagai kekerasan ekonomi terhadap rumah tangga, yaitu :

30

(31)

1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. 2. Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang

mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

Dalam buku kekerasan terhadap isteri, bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga meliputi :

a. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang membatasi isteri untuk bekerja didalam atau diluar rumah yang menghasilkan uang atau barang dan atau membiarkan isteri bekerja untuk dieksploitasi, atau menelantarkan anggota keluarga, dalam arti tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

b. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, dan atau menyebabkan kematian.

c. Kekerasan psikologis atau psikis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya serta rasa ketakutan pada isteri.

d. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual, memaksa isteri baik secara fisik untuk melakukan hubungan seksual dan/atau melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan dan di saat isteri tidak menghendaki, melakukan hubungan seksual dengan cara yang tidak disukai isteri, maupun menjauhkan atau tidak memenuhi kebutuhan seksual isteri.31

31

(32)
(33)

BAB III

KASUS CERAI GUGAT DENGAN NO. PERKARA 078/Pdt.G/2007/PA.JP. A. Duduk Perkara.

Berdasarkan keterangan para pihak dan saksi, dalam putusan no 078/Pdt.G/2007/PA.JP. disebutkan bahwa Pengugat adalah NMP, umur 26 tahun, agama Islam, Pekerjaan P.N.S, bertempat tinggal di Jalan KH.Mas Mansyur 25.A Blok 44-2-1 Rt.006 Rw.011, Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Kodya Jakarta Pusat, dengan Tergugat DNA, umur 26 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Jalan Rumah Susun Karet Pasar Baru Barat (Karet Tengsin) Blok A305 Rt …… Rw ….., Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.32

Penggugat telah mengajukan gugatannya pada tanggal 12 Januari 2007 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama di Jakarta Pusat dengan register nomor : 078/Pdt.G/2007/PA.JP yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut.

Pada tanggal 08 Januari 2004, NMP dan DNA melangsungkan perkawinan. Setelah pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat bertempat tinggal di rumah kediaman bersama di rumah orang tua Penggugat di alamat Penggugat tersebut di atas. Selama pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri dan dikaruniai 1 orang anak bernama MMK, lahir tanggal 28 September 2004.

Adapun duduk perkaranya dijelaskan dalam putusan halaman 2 bahwa Kurang lebih sejak bulan Januari tahun 2004 ketentraman rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai goyah, disebabkan karena:

32

(34)

a. Suaminya di dalam rumah tangga kalau ada masalah kecil selalu menjadi besar dan diakhiri dengan ucapan kasar serta pemukulan ( ringan tangan ) dan tergugat bertempramen sangat tinggi, bahkan setiap hari timbul perselisihan dan percekcokan terus menerus membuat pshikis Penggugat tertekan.

b. Suami cemburu terhadap isteri padahal yang dicemburuinya hanya sebatas teman, akan tetapi suaminya selalu tidak percaya bahkan suka mengeluarkan kata-kata yang tidak seronoh seperti selingkuh/berzinah.

c. Sejak menikah sang suami kurang memperhatikan masalah kebutuhan dalam rumah tangga seperti masalah keuangan yang diberikan hanya semaunya dan tidak pernah mencukupi untuk keperluan sebulan.

d. Sang suami setelah menikah 2 hari pernah mengucapkan kata-kata cerai 3 kali dan juga pernah mengembalikan Penggugat kepada orang tua dengan tujuan untuk menceraikan.

Selain hal tersebut diatas NMP dan DNA telah berpisah rumah sejak tanggal 9 Februari 2007 dimana DNA telah pergi ke rumah keluarganya dengan membawa anak serta pembantu tanpa kompromi dan sejak awal Februari 2007 tidak memberikan nafkah batin sedangkan nafkah lahir sudah tidak diberikan sejak bulan Januari 2007. Selama DNA pergi bekerja keluar negeri, DNA hanya memberikan nafkah lahir sebanyak Rp. 750.000,- perbulan untuk keperluan anaknya.

(35)

1. Mengabulkan gugatan Penggugat;

2. Menceraikan Penggugat dari Tergugat;

3. Menyatakan dan menetapkan anak hasil perkawinan Penggugat dan Tergugat yang bernama MMK, lahir tanggal 28 September 2004 berada dalam asuhan dan pemeliharaan Penggugat;

4. Menghukum Tergugat untuk membayar nafkah anak tersebut di atas sebesar Rp. 5.000.000,-(lima juta rupiah) setiap bulannya kepada Penggugat;

5. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat;

Kemudian apabila majelis hakim berpendapat lain, Penggugat dalam tuntutan subsidair memohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono).

Atas gugatan tersebut, Tergugat mengajukan jawabannya secara tertulis sebagai berikut : I. DALAM EKSEPSI

1. Bahwa Penggugat didalam mengajukan gugatan aquo terhadap Tergugat adalah terlalu Premature, karena Penggugat adalah seorang Pegawai Negeri pada Departemen Agama, sehingga apabila seorang Pegawai Negeri akan mengajukan gugatan perceraian, maka harus terlebih dahulu mendapatkan ijin persetujuan dari atasan Penggugat (Vide Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan & Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil & Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1990 tentang Izin Perkawinan & Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil );

(36)

mengadili perkara aquo berkenan untuk menyatakan gugatan yang diajukan oleh Penggugat, tidak dapat diterima;

II. DALAM POKOK PERKARA.

1. Bahwa apa yang telah disampaikan oleh Tergugat didalam Eksepsi, maka mohon juga dianggap telah termasuk didalam pokok perkara ini;

2. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali mengenai hal-hal yang secara tegas telah diakui kebenarannya oleh Tergugat;

3. Bahwa memang benar pada tanggal 8 Januari 2004, telah dilangsungkan pernikahan antara Penggugat dengan Tergugat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat berdasarkan Akta Nikah No. 26/2/I/2004 tanggal 8 Januari 2004;

4. Bahwa benar dari hasil perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai 1 ( satu ) orang anak laki-laki yaitu bernama MMK yang lahir pada tanggal 28 September 2004;

(37)

6. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat dalam point 3 (a) yang menyebutkan bahwa Tergugat didalam rumah tangga kalau ada masalah kecil selalu menjadi masalah besar dan diakhiri dengan ucapan kasar serta pemukulan dan Tergugat bertempramen sangat tinggi, serta setiap hari timbul perselisihan dan percekcokan yang terus menerus merupakan suatu dalil Penggugat tidak berdasarkan hukum untuk dipertimbangkan berdasarkan alasan hukum sebagai berikut :

6.1. Pada tahun pertama pernikahan justru tidak terlihat adanya pertengkaran di antara Tergugat dan Penggugat, bahkan pada waktu itu telah disepakati oleh Tergugat dengan Penggugat untuk merealisasikan pembelian rumah tinggal yang pada nantinya akan ditempati oleh Tergugat dan Penggugat, maka untuk mencapai maksud tersebut, maka Tergugat dengan persetujuan Penggugat meninggalkan isteri untuk mencari pekerjaan di luar negeri dengan harapan akan mendapatkan uang yang lebih besar;

6.2. Pada tahun kedua perkawinan saat Tergugat cuti yang pertama dari pekerjaannya di luar negeri pada Januari 2005, itupun tidak terjadi percekcokan seperti yang didalilkan oleh Penggugat bahkan mereka hidup secara harmonis selama Tergugat menjalankan cuti dari pekerjaannya tersebut;

(38)

karena itu, Tergugat pergi meninggalkan rumah, serta membawa MMK pada tanggal 13 Februari 2007;

7. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat dalam point 3 (b) yang menyatakan Tergugat sangat cemburuan, dalil Penggugat tersebut adalah merupakan dalil yang tidak berdasarkan hukum untuk dipertimbangkan, kalaupun Tergugat cemburu terhadap Penggugat itu merupakan suatu hal yang sangat manusiawi dan itu hal yang sangat wajar-wajar saja, itu menunjukkan suatu sikap dari Tergugat yang mencintai dan menyayangi Penggugat;

8. Bahwa dalil Tergugat pada poin 3 ( c ) yang menyebutkan bahwa Tergugat sejak menikah kurang memperhatikan masalah kebutuhan rumah tangga seperti masalah keuangan yang diberikan hanya semaunya dan tidak pernah mencukupi untuk keperluan sebulan adalah merupakan dalil yang mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum untuk dipertimbangkan karena Tergugat selalu mengirimkan uang pada setiap bulannya, mengenai tidak mencukupi uang yang diberikan Tergugat kepada Penggugat, itu berarti menunjukkan Penggugat tidak bisa mengelola keuangan rumah tangga secara baik;

(39)

10.Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil yang disampaikan Penggugat di point 3 ( f ) menyebutkan bahwa Tergugat hanya memberikan uang sebanyak Rp. 750.000,- ( tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ) perbulannya adalah merupakan dalil yang tidak benar dan mengada-ada, karena Tergugat pada setiap bulannya mengirimkan uang kepada Penggugat lebih dari Rp. 750.000 ( tujuh ratus lima puluh ribu rupiah );

11.Bahwa Tergugat tidak sependapat dan menolak dengan tegas, dalil penggugat point 4, yang menyebutkan anak yang dilahirkan dari perkawinan antara Tergugat dengan Penggugat yang bernama MMK yang lahir pada tanggal 28 September 2004, untuk berada dibawah perwalian Penggugat, adalah merupakan permohonan yang tidak berdasarkan hukum untuk dipertimbangkan. Karena Penggugat sebagai ibu dari anak yang bernama MMK tidak pernah bertanggung jawab karena berdasarkan fakta-fakta yang terungkap bahwa Penggugat sering pulang hingga larut malam hingga pengasuhan MMK hanya diserahkan kepada pembantu saja, serta Penggugat sering pulang hingga larut malam dikarenakan Penggugat sering pergi dengan selingkuhannya;

Dan berdasarkan hal-hal yang telah Tergugat uraikan, maka Tergugat memohon kehadapan Yth. Bapak Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk tidak mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Penggugat untuk diberikan hak perwalian atas anak yang bernama MMK namun menyatakan perwalian atas anak yang bernama MMK berada di bawah perwalian Tergugat sebagai ayahnya;

III. DALAM REKONPENSI

(40)

2. Bahwa memang benar pada tanggal 8 Januari 2004, telah dilangsungkan pernikahan antara Penggugat dengan Tergugat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat berdasarkan Akta Nikah No. 26/26/I/2004 tanggal 8 Januari 2004;

3. Bahwa benar dari hasil perkawinan antara Penggugat dan telah dikaruniai 1 (satu) orang anak laki-laki yaitu bernama MMK yang lahir pada tanggal 28 September 2004;

4. Bahwa karena sejak Penggugat telah bekerja di Departemen Agama maka sebagai seorang ibu yang seharusnya memberikan waktunya bagi anaknya dalam mendidik dan membesarkan anak dari hasil perkawinan antara, Penggugat dengan Tergugat yang bernama MMK, Tergugat Rekonpensi tidak memiliki waktu lagi dan sering pulang hingga larut malam dari tempat bekerjanya, ditambah lagi Tergugat Rekonpensi telah melakukan selingkuh dengan pria lainnya;

5. Bahwa tindakan Tergugat Rekonpensi yang sering pulang larut malam itu dan berselingkuh dengan pria lainnya yang berakibat tidak diperolehnya perhatian sang anak dari hasil perkawinan Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi oleh Tergugat Rekonpensi adalah merupakan bukti bahwa Tergugat Rekonpensi tidak mempunyai tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membesarkan anak yang bernama MMK yang masih berusia kurang dari 3 tahun;

(41)

lahir di Jakarta pada tanggal 28 September 2008, berada di bawah perwalian Penggugat Rekonpensi;

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan Tergugat didalam pokok perkara dan didalam gugatan rekonpensi ini, maka dengan ini mohon kehadapan Yth. Bapak Ketua Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut ;

I. DALAM EKSEPSI

Mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat Konpensi untuk seluruhnya;

II. DALAM POKOK PERKARA

1. Menolak gugatan Penggugat Konpensi, sepanjang menyangkut pengasuhan perawatan dan perwalian anak laki-laki yang bernama MMK yang lahir di Jakarta 28 September 2004, untuk berada dibawah asuhan perawatan dan perwalian Penggugat Konpensi.

2. Menghukum Penggugat Konpensi untuk membayar biaya perkara yang timbul;

III. DALAM REKONPENSI

1. Mengabulkan gugatan Rekonpensi yang diajukan oleh Penggugat Rekonpensi Tergugat Konpensi untuk seluruhnya;

2. Menetapkan anak laki-laki yang bernama MMK, yang lahir di Jakarta pada tanggal 28 September 2004 dari hasil perkawinan antara Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi berada di bawah asuhan, perawatan, dan perwalian Penggugat;

(42)

Apabila Pengadilan Agama Jakarta Pusat berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya Ex Aequo Et Bono;

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkesimpulan bahwa pihak-pihak berperkara adalah NMP selaku Penggugat, umur 26 tahun, agama Islam, Pekerjaan P.N.S, bertempat tinggal di Jalan KH.Mas Mansyur 25.A Blok 44-2-1 Rt.006 Rw.011, Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Kodya Jakarta Pusat, dengan Tergugat DNA, umur 26 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Jalan Rumah Susun Karet Pasar Baru Barat (Karet Tengsin) Blok A305 Rt …… Rw ….., Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dalam duduk perkaranya Penggugat menggugat cerai Tergugat, menginginkan hak pengasuhan anak jatuh ke tangan Penggugat dan Nafkah Anak sebesar Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ) setiap bulannya.

B. Temuan Fakta dipersidangan.

Di persidangan Penggugat mengajukan 16 bukti foto copy surat bermaterai dan didukung oleh dua orang saksi. Ada 16 macam alat bukti foto copy surat bermaterai yang diajukan oleh Penggugat, yaitu :

1. Buku kutipan Akta Nikah Nomor 26/26/I/2004 tanggal 8 Januari 2004 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kec. Tanah Abang Jakarta Pusat. (P-1);

(43)

3. Surat Tugas No.Dj.II/Ser Dj II/2/Kp.07.5/476/06 tertanggal 8 Juni 2006; (P-3);

4. Surat Tugas Menjalankan Lembur tertanggal 20 September 2006; (P-4);

5. Surat Penggugat kepada Tergugat tertanggal 7 Maret 2005. (P-5);

6. Participation Certificate Female Teachers National Workshop on Letarcy Methods Adequate for Girls and Women tanggal 24 s/d 29 Juli 2006; (P-6).

7. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam o.Dj.II/Set.DjII/4/400/2006 (Perjalanan Dinas Luar Kota) (P-7);

8. Surat Perjalanan Dinas Luar Kota tertanggal 8 September 2006 di Yogyakarta tanggal 14 s/d 16 September 2006;(P-8);

9. Surat Perjalanan Dinas Luar Kota tertanggal 01 November 2006 tujuan Semarang tanggal 07 s/d 09 November 2006 (P-9);

10.Surat Tugas menjalankan lembur tertanggal 13 Desember 2006 dikuatkan dengan Surat Keputusan Direktur jenderal pendidikan Islam No.Dj.II/set.DJ.II/314B/2006 tanggal 28 Agustus 2006;(P-10);

11.Surat Tugas Menjalankan Lembur tertanggal 1 Desember 2006 dikuatkan dengan surat Keputusan Direktur jenderal Pendidikan Islam No.Dj.II/set.Dj.II/314B/2006 tanggal 28 Agustus 2006;(P-11);

12.Surat Perjalanan Dinas Luar Kota tertanggal 15 Januari 2007 Tujuan Puncak, Bogor. Tanggal 18 s/d 22 Januari 2007; (P-12);

(44)

14.Surat Pernyataan Tergugat kepada Penggugat untuk mengembalikan MMK kepada Penggugat yang dikuatkan pernyataan para saksi-saksi atas nama Abdul Haris Mugni dan Suparno; (P-14);

15.Surat Rekomendasi BFLN untuk TKI Cuti yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Tansmigrasi RI Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Balai Pelayanan Penempatan Tenaga kerja Indonesia tertanggal 21 Februari 2006; (P-16);

16.Asli Surat izin atasan Nomor : DJ.I/HK.03.4/340/2007 tanggal 9 April 2007 dari Direktur Jenderal Pendidikan Islam; (P-16).

Foto copy dari keenambelas surat itu sudah diperiksa keasliannya oleh Majelis Hakim. Berdasarkan alat bukti tersebut dapat diketahui bahwa Penggugat terikat perkawinan yang sah dengan Tergugat sesuai dengan akta nikah yang diterbitkan pada tanggal 08 Januari 2004 ( vide bukti Pg. 1 ).

Keterangan dari dua orang saksi yang diajukan saling bersesuaian dan mendukung dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat dalam surat gugatan. Kedua orang saksi itu orang tua Penggugat. Saksi pertama adalah ibu kandung Penggugat dan saksi kedua adalah mertua penggugat yang juga merupakan ibu tiri dari Tergugat. Fakta yang diperoleh dari keterangan kedua orang saksi tersebut adalah :

- Setelah menikah Tergugat dan Penggugat tinggal dirumah ibunya Penggugat.

(45)

- Penggugat akan bercerai dengan Tergugat.

- Saksi sudah berusaha mendamaikan Penggugat dengan Tergugat tetapi tidak berhasil. - Penggugat dan Tergugat sering bertengkar, Penggugat suka dipukul sama Tergugat,

Tergugat pernah mencekik Penggugat dan menendang Penggugat sampai Penggugat tersungkur.

- Tergugat datang ke rumah saksi dengan membawa anaknya yang akan di bawa ke Benhil karena pada waktu itu Tergugat ribut dengan Penggugat. Dan setahu saksi masalahnya sepele, karena Tergugat cemburu kepada Penggugat yang waktu itu ada telfon dari teman Penggugat kemudian Penggugat juga pernah bercerita kepada saksi bahwa Tergugat mau memukul Penggugat dan kemudian membawa anaknya yang waktu itu masih berumur sekitar 5 bulanan dan saat itu hujan besar;

Berkenaan dengan keterangan kedua orang saksi tersebut, Penggugat tidak berkeberatan dan menambahkan bahwa anak yang dibawa oleh Tergugat masih berumur 2 tahun bukan 5 tahun;.

Selain dari pihak Penggugat, pihak Tergugat melalui kuasa hukumnya juga mengajukan dua orang saksi untuk mendukung dalil dari pihak Tergugat, saksi pertama merupakan pembantu atau bekerja di rumah Penggugat dan saksi kedua merupakan om Tergugat, fakta yang terungkap dipersidangan dari kedua orang saksi tersebut adalah :

- Penggugat bekerja di Depag kalau berangkat kadang jam 9 kadang jam 10, dan kalau pulang terkadang jam 9 malam, jam 10 pernah juga jam 12 malam, bahkan pernah jam 1 ;

(46)

- Anak dititipkan dengan saksi, dan dijemput jam 20,21,22,23 malam terkadang jam 1.30 malam pada tahun 2005;

- Penggugat pulang kerja diantar temannya dan itu-itu saja;

- Nama anak Penggugat dan Tergugat adalah MMK;

- Saksi pernah bertanya kepada Penggugat kenapa pulang terlambat dijawab Penggugat karena banyak pekerjaan; bahkan Penggugat pernah pulang jam 1 malam

- Penggugat sering pulang malam sejak Tergugat berangkat ke luar negeri awal Februari 2005

- Tergugat pernah mengirim uang, saksi tahu karena sering berkomunikasi dari Tergugat langsung

- Dalam sebulan dua kali Tergugat mengirim uang, uang yang dikirim 750 real terkadang 1000 real;

Berkenaan dengan keterangan kedua orang saksi tersebut Penggugat memberikan tanggapan, adapun tanggapan Penggugat atas keterangan saksi yang pertama adalah sebagai berikut :

- Bahwa saksi yang merupakan pembantu yang bekerja di rumah Penggugat, selama bekerja dengan Penggugat sering jarang masuk kerja dan saksi bekerja dengan Penggugat tahun 2006 bukan tahun 2005;

(47)

Atas tanggapan Penggugat tersebut Majelis Hakim memberikan pertanyaan kepada saksi, kemudian saksi memberikan keterangan sebagai berikut:

- Bahwa saksi selama satu bulan tidak masuk bekerja 3 hari tetapi memang pada bulan Desember saksi sering tidak masuk, karena itu saksi mengundurkan diri, dalam seminggu 2 kali tidak masuk kerja;

Selanjutnya atas keterangan dari saksi kedua Penggugat memberikan tanggapan sebagai berikut :

- Bahwa Penggugat keberatan dengan saksi, karena saksi tinggal tidak sesuai dengan KTP, tetapi di rusun karet;

- Bahwa Tergugat berangkat ke Dubai bukan tahun 2005 tetapi 3 Maret 2006;

- Bahwa Penggugat sering membawa anak kerumah om nya untuk menghindari fitnah, frekuensinya hari selasa saja seminggu sekali, kadang 2 minggu sekali;

- Bahwa mengenai keuangan, Tergugat hanya mengirim sekali sebulan 750 real bukan dua kali sebulan;

- Bahwa Penggugat tetap perhatian dengan anak, dan waktu dengan Penggugat, Penggugat selalu memberikan vitamin yang mahal;

Berkenaan dengan hal tersebut Penggugat dan Tergugat telah menyampaikan kesimpulan secara tertulis, yang dalam kesimpulannya Penggugat menyatakan bahwa Penggugat menginginkan bercerai dengan Tergugat.

C. Sumber dan Pertimbangan Hukum Hakim.

(48)

a. Bahwa berdasarkan bukti berupa asli surat izin atasan Nomor : DJ.I/HK.03.4/340/2007 tanggal 9 April 2007 dari Direktur Jenderal Pendidikan Islam; ( P-16 ) atas nama Penggugat, eksepsi Tergugat ditolak.

b. Bahwa berdasarkan bukti P-1 dihubungkan dengan bukti P-2 dan pengakuan Penggugat terbukti Penggugat dan Tergugat terikat perkawinan sah yang menikah pada tanggal 8 Januari 2004 di hadapan PPN Kecamatan Tanah Abang sebagaimana ternyata dalam Bukti Kutipan Akta Nikah Nomor: 28/05/I/2001 oleh karenanya keduanya mempunyai kualitas hukum untuk bertindak sebagai pihak-pihak dalam perkara ini.

c. Bahwa upaya memberikan penasehatan kepada Penggugat agar rukun membina rumah tangga kembali dengan Tergugat sesuai dengan ketentuan pasal 82 ayat 1 dan 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah di ubah oleh Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Jo pasal 31 ayat 1 dan 2 PP No 9 Tahun 1975 telah dilakukan, tetapi Penggugat tetap pada gugatannya.

d. Bahwa dari keterangan keluarga atau orang yang dekat dengan Penggugat dan keluarga atau orang yang dekat dengan Tergugat dihubungkan dengan keterangan Penggugat dan kuasa hukum Tergugat maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

- Penggugat Konpensi dan Tergugat adalah isteri dan suami sah belum pernah bercerai ;

(49)

- Pada saat rukun Penggugat dengan Tergugat pernah tinggal di rumah kontrakan;

- Penggugat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sedangkan Tergugat bekerja sebagai TKI dan saat ini berada di Dubai, dan pengawasan dan pemeliharaan seorang anak saat Penggugat dan Tergugat bekerja dibantu seorang pembantu rumah tangga dan terkadang peran serta dari keluarga Penggugat maupun keluarga Tergugat turut menjaga dan mengasuh anak tersebut ;

- Antara Penggugat dengan Tergugat adanya sikap saling menyalahkan yang menimbulkan perselisihan dan pertengkaran yang berimbas hubungan antara dua keluarga tidak baik; dan puncak ketidakharmonisan Penggugat dengan Tergugat keduanya sudah tidak melakukan hubungan suami isteri dan Tergugat pergi ke Dubai sebagai TKI;

- Penggugat tetap bertekad untuk berpisah dengan Tergugat; sedangkan Tergugat juga menginginkan perceraian.

e. Bahwa ikatan perkawinan tidak hanya terbatas pada hubungan fisik dan materiil, tapi sekaligus lebih menitik beratkan pada ikatan batin atau ikatan jiwa yang mendalam yang terhunjam ke dalam sanubari sebagaimana ditekankan dalam surat Ar-ruum ayat 21 yang berbunyi,

!

"

#$ 

&'

(

)*,

 .

/

0

1&2

34

56

7

8

!9 , :

,;<2 *<

=

>

?

@

< 34

A3B

C

 D

EF

G

HI * 4 /

JK L

MNOP

(50)

Artinya :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. ( Ar-ruum / 30 : 21 )

bahwa perkawinan adalah bukan tindakan iseng, melainkan guna mewujudkan sakinah, mawaddah dan rahmah. Allah menciptakan bagi manusia pasangan jodoh ( suami-isteri ) dan perkawinan itu hendaklah membawa kesenangan dalam kebersamaan ( sakinah ), bahkan lebih jauh Al-Qur’an mengibaratkan lekatnya hubungan ikatan jiwa anatra suami isteri harus sampai pada pencapaian keharmonisan, tak ubahnya seperti pakaian, seperti yang tersirat dalam surat Al-Baqarah ayat 187, yang berbunyi.

<6

Q

!9

R

&S

I0 2 8T

0

V WXJ

0

@A Y34

[\0] 3^

@

_ 7`

a<0 9

K

."

a<0 9

_ 1K

c 3

d

e\0

!9f"

g h i

jk*"0 .&

!9] !

"

cl0

W

&S

d

0L

h 

(

c

m&

00 W

_ 7` n o

(

*  .

0

0

]

.5p

e\0

@

(

*7

i

(

*

nr0

@ast

B<u C;v

w&S

&x0

yz S

. 0

c

w&S

&x0

2 *{. 0

c

|J }L

&

0

(

~g7g

(

*?> 

€0 S 8T

0

A Y34

P6&2K

0

@

5•

‚ƒ7` n o

C7

g."

*!

A3B

„…} ]

>&

0

CW

2 „

(51)

0

`*

J&4 

C

LSLi

†‡3 u 9

e\0

<0<h

g1f

7

jk*!4‰

MO‹P

/

Artinya:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”. ( Al-Baqarah / 2 : 187 )

f. Bahwa menurut kaidah fiqhiyah memberikan petunjuk bahwa dalam menghadapi kedua madhorot yang mungkin timbul, agar diambil yang lebih ringan sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Asybah wan Nadhoir yang selanjutnya pendapat tersebut dijadikan pendapat hukum

!

"

#$

%& '

Artinya :

“Apabila terjadi dua mudhorot harus diambil mudhorot yang lebih ringan..”

(52)

ada komunikasi dan mendiamkan satu sama lain yang menunjukkan tidak ada harapan

Referensi

Dokumen terkait

1. Izlučivanje značajki: Analitičar može biti suočen s ogromnim količinama sirovih dokumenata, logiranja u sustav, ili trgovačkih transakcija, bez uputa kako bi se ti sirovi

Pengaruh perubahan bunyi fonem konsonan /k/, /t/,/b/ dan /p/ kepada bunyi hentian glotis /ʔ/ pada posisi akhir kata juga merupakan aspek yang banyak digunakan oleh guru-guru

Query merupakan suatu bahasa komputer yang digunakan untuk melakukan request terhadap database, sama hal-nya dengan yang diperlukan pada pembuatan database

Berbeda dengan kriptografi klasik yang menitikberatkan kekuatan pada kerahasiaan algoritma yang digunakan (yang artinya apabila algoritma yang digunakan telah diketahui maka

Dari ketiga jenis kalimat tersebut, kalimat yang berbentuk pernyataan.dari analisa dialog dalam skrip film Harry Potter dan Kamar Rahasia penulis juga menemukan bahwa

[r]

Bagaimanapun, perakaunan zakat terhadap semua kekayaan baharu perlulah diqiyaskan kepada salah satu daripada lima jenis harta yang telah ditentukan oleh para fuqaha, iaitu emas

Jika kita menengok kemasa yang lalu dimana kebudayaan indonesia yang sangat dibanggakan dan di cintai, serta apresiasi mereka (masyarakat dan penggerak