SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201
Pembimbing :
WATI NILAMSARI M.SI NIP. 197105201999032002
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudia hari terbukti bahwa karya ini bukan asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerim|
Jakarta, 15 Januari 2014
i Jakarta Selatan
Sebagai seorang anak dari pemulung anak-anak pemulung yang lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga pemulung seolah-olah harus mengurungkan impian memiliki masa depan yang cerah. Mereka tumbuh besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa yang kerap memberikan contoh kurang baik, di masa pertumbuhannya anak pemulung seringkali mencontoh perilaku-prilaku tersebut. Anak-anak pemulung kerap berbicara kasar, terkadang bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka dengan baik karena keterbatasan pendidikan keagamaan di lingkungan mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk pembinaan keagamaan yang dilakukan pembimbing kepada anak-anak pemulung di Yayasan Media Amal Islami dan juga untuk mengetahui bagaimana bentuk pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam proses pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik obsevasi, wawancara dan juga dokumentasi. Kemudian data yang telah di peroleh di analisa dan di jelaskan menggunakan metode deskriptif. Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi yang digagas oleh Onong Uchjana Efendi yang menjelaskan bahwa terdapat empat jenis pola komunikasi, yakni pola komunikasi pribadi yang terdiri dari komunikasi intrapribadi dan antarpribadi, pola komunikasi kelompok, pola komunikasi massa dan pola komunikasi bermedio.
ii
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) Lebak Bulus Jakarta Selatan”. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada utusan Allah SWT Sayyidina Muhammad SAW.
Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari jasa, bantuan, do’a dan dorongan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Dr.Suparto, M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam beserta Umi Musyarofah selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Noor Berkti Negoro, M.Si selaku Dosen Penasihat Akademik Kelas F Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Segenap Dosen-dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuanya kepada peneliti.
5. Wati Nilamsari M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih atas kesabaranya dalam membimbing peneliti.
6. Ayahku dan Ibuku tercinta, terimakasih atas doa-doa ayah dan ibu yang selalu mengalir untuk keberhasilan anakmu ini, semoga Allah berkenan mengabulkan setiap doa yang engkau panjatkan.
7. Adik-adiku tercinta A.Sulthon Choiruddin dan Putri Khofifah NS semoga kakakmu ini bisa menjadi contoh yang baik dan penyemangat untuk kalian. 8. Ust. Aslih Ridwan M.A selaku pendiri Yayasan Media Amal Islami, yang
telah mengijinkan dan mendukung peneliti melakukan penelitian di yayasan tersebut.
9. Segenap pengurus di Yayasan Media Amal Islami terutama Ust. Dzulfitri Sulaiman S.Pd yang telah banyak membantu selama peneliti melakukan penelitian di yayasan tersebut.
iii
terimakasih telah bersahabat bersama peneliti selama bertahun-tahun yang penuh dengan warana warni dan juga terimakasih atas perhatian dan kebaikan kalian untuk peneliti.
13.Kawan-kawan KPI-F merangkap KKN EKSIS terimakasih atas kebersamaanya selama tujuh semester.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Peneliti ucapkan trimakasih atas segala bentuk bantuanya.
Semoga segala betuk bantuan dan kebaikan yang telah diberikan dengan iklas untuk peneliti dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umunya dalam menambah wawasan Ilmu Pegetahuan.
iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
1. Pembatasan Masalah ... 5
C. Tradisi Sibernetika ... 20
D. Unsur-unsur Komunikasi ... 23
E. Pembinaan Keagamaan ... 27
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... 27
2. Tujuan Pembinaan Keagamaan ... 29
B. Perkembangan Yayasan Media Amal Islami ... 37
C. Profil Yayasan Media Amal Islami ... 39
D. VISI MISI Yayasan Media Amal Islami ... 40
v
F. Program Yayasan Media Amal Islami ... 42
G. Profil Pengajar Yayasan Media Amal Islami ... 43
H. Profil Anak-anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 44
BAB IV : ANALISA DAN TEMUAN LAPANGAN ... 46
A. Pembinaan Keagamaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami (YMAI) ... 46
B. Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami (YMAI) ... 53
BAB V : PENUTUP ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Keterbatasan Penelitian ... 70
C. Saran ... 71
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Kerangka Subjek Penelitian ... 8
Tabel 2 : Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai dengan Tahun 2012 ... 37
Tabel 3 : Profil Pembimbing Yayasan Media Amal Islami ... 44
Tabel 4 : Profil Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 45
Tabel 5 : Objek Penelitian : Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 45
Tabel 6 : Pembagian Kelas TPA Yayasan Media Amal Islami ... 47
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami... 41
Gambar 2 : Proses Pembinaan Kelas TPA Ula ... 49
Gambar 3 : Proses Pembinaan Kelas TPA Wustho ... 50
Gambar 4 : Proses Pembinaan Kelas TPA Ula ... 51
Gambar 5 : Proses Komunikasi Antar Pribadi ... 58
1
Jakarta sebagai ibukota Indonesia merupakan kota yang menjadi pusat
perdagangan, pusat ekonomi, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat
sosial dan bahkan sebagian besar perputaran uang berpusat di Jakarta. Ini
menjadi daya tarik masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi1 ke Jakarta.
Banyak dari mereka melakukan urbanisasi ke Jakarta dengan motif dorongan
ekonomi, mereka beranggapan setelah mereka sampai di Jakarta mereka akan
mendapatkan pekerjaan dan tentunya pendapatan yang lebih besar dari
pekerjaan mereka di desa, tidak banyak dari mereka setelah berpindah dari
desa ke kota mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan pendapatan yang
lebih besar, begitupun sebaliknya tidak sedikit dari mereka setelah berpindah
ke kota malah tidak mendapatkan hasil seperti yang mereka inginkan,
kebanyakan mereka ini pergi ke Jakarta dengan modal nekad mereka mencari
pekerjaan di kota tanpa berbekal keterampilan, keahlian serta tingkat
pendidikan yang relatif rendah, setelah mereka sampai di Jakarta mereka tidak
tahu apa yang harus mereka lakukan, mencari pekerjaan kesana-kemari tidak
ada hasil yang mereka dapatkan.
Munculah berbagai macam pemasalahan di kota Jakarta. Sekian
banyak tempat lapangan pekerjaan, ternyata belum cukup untuk mengurangi
jumlah pengangguran. Disamping itu jumlah penduduk Jakarta hampir di
1
setiap tahunya bertambah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan
bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta bertambah 1,2 juta penduduk dalam
kurun waktu 10 tahun yakni antara tahun 2000 hingga tahun 2010.2 Melihat
banyaknya jumlah penduduk yang melakukan urbanisasi akhirnya mereka
yang kurang berhasil setelah pindah ke Jakarta bekerja serabutan, apapun hal
yang menghasilkan uang mereka kerjakan. Salah satunya adalah sebagai
pemulung. Pemulung yang dimaknai sebagai orang yang kesehariannya
memungut barang bekas seperti kertas bekas, botol bekas, kaca, bahan bekas
lainya bahkan tembaga atau besi. Barang dikumpulkan kemudian dijual
kepada pengumpul atau agen untuk dijual kembali kepada siapa saja yang
akan memproses barang itu sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomi.
Kehidupan sebagai seorang pemulung di kota Jakarta ini sangat sarat
dengan problema baik dari sisi pribadi seorang pemulung maupun masyarakat
luas. Problema dari sisi pribadi seorang pemulung antara lain adalah
minimnya pendapatan yang mereka peroleh untuk pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Kebanyakan dari para pemulung mendirikan tempat tinggal
tidak jauh dari tempat mereka mencari barang-barang bekas atau TPA (tempat
pembuangan akhir). Mereka mendirikan rumah non permanen dengan
menggunakan barang-barang bekas seperti menggunakan kardus bekas, kayu
bekas, seng-seng bekas, kondisi seperti ini tentulah sangat jauh dari kata
layak, terlebih jika kita melihat ke lingkungan sekitar mereka mendirikan
2
Badan Pusat Statistik,
tempat tinggal, udara yang tercemar, minimnya ketersediaan air bersih,
rawannya bencana alam seperti banjir dan selain itu bahaya berbagai macam
penyakit menanti mereka.
Sebagai pemulung kehidupan mereka seolah termarjinalkan, tidak
sedikit masyarakat yang menganggap keberadaan pemulung dianggap
mengganggu kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan
masyarakat. Pemulung juga dianggap sebagai golongan sosial rendah,
seringkali pemulung dicacimaki, dipukuli atau diusir dari tempat mereka
mencari nafkah tanpa memberikan solusi yang terbaik bagi mereka.
Jika problema yang di alami para pemulung sedemikian pelik lantas
bagaimana kehidupan para pemulung di masa mendatang. Anak-anak
pemulung harus rela meninggalkan sekolah dan kehilangan kebahagiaan masa
kecil mereka. Apabila yang demikian tetap terjadi maka kehidupan para
pemulung di masa mendatang tidaklah berubah. Untuk itu hal yang demikian
tidak boleh terjadi, anak-anak pemulung harus mendapat pendidikan yang
layak dan setara dengan anak-anak lainya di negeri ini, anak pemulung harus
memiliki mimpi dan untuk mewujudkan mimpi itu mereka harus memiliki
pendidikan yang cukup. Hal lain yang perlu diperhatikan dari anak-anak
pemulung adalah lingkungan sekitar mereka, anak-anak pemulung tumbuh
besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa di lingkungan
para pemulung kerap memberikan contoh yang kurang baik, seperti berbicara
kasar, melakukan kekerasan, mencuri, meninggalkan perintah agama dan
mereka kerap mencontoh perilaku-prilaku tidak terpuji yang dilakukan
orang-orang dewasa. Anak-anak pemulung kerap bericara kasar, terkadang
bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka.
Jika pemerintah belum mampu untuk menangani masalah ini
sepenuhnya, maka kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya masyarakat
beragama Islam haruslah turut membantu menangai masalah ini. Sesuai
dengan perintah Allah mengenai tolong-menolong dalam Qur’an Surat Al
-Maidah ayat 2 :
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Sesuai yang di perintahkan Allah SWT dalam hal ini Yayasan Media
Amal Islami (YMAI) merupakan yayasan independen non partisipan3 yang
dirintis oleh Ust. Aslih Ridwan MA berdiri sejak tahun 1999, memberikan
pembinaan keagamaan secara cuma-cuma kepada anak-anak pemulung yang
berada di daerah Lebak Bulus V Jakarta Selatan. Yayasan ini berdiri karena
keprihatinan mereka terhadap anak-anak pemulung, mereka memberikan
3
pembinaan keagamaan terhadap anak-anak pemulung yang notabenya
beragama Islam, mereka melakukan pembinaan keagamaan khususnya Islam
seperti tatacara shalat, fiqih, akidah, dan juga tatacara membaca Al-Qur’an
dengan baik dan benar.
Melihat peran Yayasan Media Amal Islami dalam melakukan
pembinaan keagamaan terhadap anak-anak para pemulung, maka peneliti
tertarik untuk meneliti seperti apa pola komunikasi yang dilakukan oleh
pembimbing-pembimbing di yayasan MAI tersebut dalam melakukan
pembinaan keagamaan. Untuk itu peneliti telah merumuskan judul dalam
penelitian ini, judul yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut ”Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya
Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) Lebak Bulus Jakarta Selatan”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, agar penelitian
ini lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada analisis
hubungan komunikasi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung
dalam pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami (YMAI)
dengan menggunakan teori pola komunikasi yang digagas oleh Onong
2. Perumusan Masalah
Bagaimana pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing
dengan anak-anak pemulung dalam proses pembinaan keagamaan di
YMAI.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini sesuai dengan rumusan masalah yang
telah di buat yaitu untuk mengetahui pola komunikasi yang terjadi antara
pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam pembinaan keagamaan di
YMAI.
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kajian
pola komunikasi khususnya dalam konteks pembinaan terhadap
anak-anak pemulung di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat utuk para pembimbing
khususnya di Yayasan Media Amal Islami demi memperkaya
pengetahuan mengenai pola-pola komunikasi dalam proses pembinaan
terhadap anak-anak pemulung dan juga agar pembinaan yang terjadi
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif, yaitu metode
penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan berupa
kata-kata dan merupakan suatu penelitian ilmiah. Bogdan dan Taylor yang
dikutip oleh Lexy J. Moleong mendefisinikan metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penulis berupaya
untuk menghimpun data, mengolah data dan menganalisis data dengan
tujuan dapat memperoleh gambaran dan informasi yang luas serta
mendalam tentang pola komunikasi yang menjadi objek penelitian.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah informan yang memberi data atau
informasi kepada peneliti. Orang yang diteliti dikatakan subjek dalam hal
ini karena merekalah yang memberi informasi.5
Adapun subjek utama penelitian ini adalah pengurus Yayasan
Media Amal Islami yang berlokasi di Lebak Bulus Jakarta Selatan dan
para pengajar di Yayasan Media Amal Islami. Pemilihan subjek ini
dilakukan karena mereka memiliki perhatian, pengetahuan serta peranya
dalam pembinaan keagamaan terhadap anak pemulung. Subjek pendukung
4
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 23; Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4.
5
dalam penelitian ini adalah anak-anak binaan, jumlah keseluruhan anak
binaan di YMAI ada 110 anak binaan yang terdiri dari dua kelas TK A,
TK B dan tiga kelas TPA yakni TPA Ula, TPA Wustho, TPA Aliy. Agar
subjek yang diteliti sesuai dengan judul dari penelitian ini, maka peneliti
hanya akan meneliti tiga kelas TPA yang ada di YMAI.
Tabel 1
Kerangka Subjek Penelitian
Selanjutnya adalah obejek penelitian. Objek penelitian adalah
konsep atau kata-kata kunci yang diteliti atau topik penelitian.6 Dalam
penelitian ini yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah
pola komunikasi yang di gunakan oleh para pembimbing anak-anak
pemulung dalam proses pemberian pembinaan keagamaan.
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Media Amal Islami yang
berada di Jl.Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Oktober
2013.
F. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data sesuai dan objektif dengan apa yang
dibutuhkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian, data-data penelitian tersebut di himpun
melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan panca indra.7
Observasi yang dilakukan peneliti yakni melakukan pengamatan
langsung terhadap kegiatan pembinaan keagamaan di YMAI.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Berbentuk
tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.
Pewawancara disebut interviewer yaitu yang mengajukan pertanyaan,
7
sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewe yang memberi
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.8 Peneliti melakukan
wawancara terhadap subjek penelitian yakni Ust.Aslih Ridwan
wawancara yang dilakukan adalah seputar sejarah berdirinya YMAI
dan visi misi MAI, wawancara terhadap pembimbing yang ditanyakan
adalah mengenai pola komunikasi yang digunakan, dan juga beberapa
murid-murid di MAI mengenai efektifitas pola komunikasi yang
digunakan oleh pembimbing. Wawancara ini menggunakan tehnik
deep interview dan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan terarah.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen. Ini dilakukan untuk memperoleh data-data
mengenai hal yang akan diteliti, dan juga yang berhubungan dengan
objek penelitian. Dokumentasi yang dilakukan selain berasal dari
dokumen-dokumen mengenai YMAI seperti brosur, website-website
yang berhubungan dengan YMAI juga dokumen-dokumen yang
dikumpulkan oleh peneiti sendiri berupa foto-foto dan catatan-catatan
saat peneliti melakukan penelitian. Adapun perlengkapan yang
digunakan dalam proses dokumentasi antara lain adalah kamera
digital, handphone digunakan sebagai alat perekam ketika melakukan
wawancara dan juga alat-alat tulis.
8
2. Analisi Data
Analisis data merupakan proses sistematis pecarian dan pengaturan
transkipi wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah
dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman dan untuk menyajikan apa
yang telah ditemukan kepada orang lain.9
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Analisi data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah di baca dan diinterpretasikan.
Dalam menganalisa data, peneliti mengolah data dari hasil observasi dan
wawancara, data tersebut kemudian disusun dan dikategorikan
berdasarkan hasil wawancara, dokumen maupun laporan yang kemudian
di deskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.10
Langkah-langkah dalam teknik analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini dengan menggunakan teknik triangulasi :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
Misalnya dengan membandingkan hasil wawancara pembimbing
mengenai pola komunikasi dengan observasi langsung ketika porses
pembinaan di YMAI.
2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat
atau peresepsi orang lain. Misalnya dengan membandingkan hasil
9
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), h. 85.
10
wawancara terhadap pembimbing dengan hasil wawancara terhadap
anak-anak pemulung yang di wawancara.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan dengan pola komunikasi dalam pembinaan keagamaan.
G. Tinjauan Pustaka
Sebelum menentukan judul dalam penelitian, penulis mengadakan
survey dan tinjauan ke perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif
Hidaytullah Jakarta. Setelah melakukan pengamatan dan survey, penulis
menemukan beberapa judul skripsi terdahulu yang memili kemiripan judul,
antara lain :
Skripsi yang ditulis oleh Dewi Nur Jamilah ”Pola Komunikasi Pengajar dalam Pembinaan Perilaku Anak Jalanan di Yayasan Nanda Dian
Nusantara Ciputat”.11 Skripsi ini meneliti tentang pola komunikasi yang dilakukan pengajar terhadap anak jalanan, fokus penelitian ini adalah
menganai pembinaan perilaku anak jalanan. Perbedaan dengan skripsi yang
saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni
pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayaysan Media Amal Islami dan
fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.
Skripsi yang ditulis oleh Herman Setiawan ”Pola Komunikasi Antara
Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan
11
Ikhsan Vila Tomang Tangerang”.12 Skripsi ini membahasan mengenai pola
komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap anak pengasuh terhadap
pembinaan akhlak. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di tulis
peneliti terletak pada subjek penelitian yakni pembimbing dan anak-anak
pemulung di Yayasan Media Amal Islami dan fokus penelitian yakni
pembinaan keagamaan.
Skripsi yang ditulis oleh Rike Aryana ”Peran Penyuluh Agama dalam Pembinaan Akhlak bagi Anak Pemulung di Yayasan Media Amal Islami
Lebak Bulus Jakarta Selatan”.13 Pada skirpsi ini meneliti tentang peran penyuluh agama dalam membentuk karakter anak-anak pemulung, fokus
penelitian ini adalah khlak. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di
tulis peneliti terletak pada objek penelitian yakni pola komunikasi dan juga
fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.
Skripsi yang ditulis oleh Zikri Maulana ”Peran Majelis Taklim
”Persatuan Remaja Islam (PERISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan
Remaja”.14 Skripsi ini meneliti tentang pengurus majelis taklim dalam peranya
melakukan pembinaan keagamaan terhadap remaja. Perbedaan dengan skripsi
yang saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni
12 Herman Setiawan, SKRIPSI S1 : Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010).
13
Rike Aryana, SKRIPSI S1 : Peran Penyuluh Agama dalam Pembinaan Akhlak bagi Anak Pemulung di Yayasan Media Amal Islami (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011).
14
Zikri Maulana, SKRIPSI S1 : Pera Majelis Takli ”Persatua Re aja Isla PERISTA ”
pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayaysan Media Amal Islami dan
objek penelitian yakni pola komunikasi.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, penulis membaginya menjadi
lima bab yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab.
BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Fokus dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tempat
dan Waktu Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Tinjauan Pustaka dan
Sistematika Penulisan.
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL : Pola Komunikasi, Teori Pola
Komunikasi, Unsur-unsur dalam Komunikasi, Efektifitas Komunikasi,
Pembinaan Keagamaan, Pemulung.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI
(YMAI) : Yayasan di Indonesia, Perkembangan Yayasan Media Amal Islami, Profil Yayasan Media Amal Islami, Visi Misi Yayasan Media
Amal Islami, Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami,
Program-program Yayasan Media Amal Islami, Profil Pengajar Yayasan Media
Amal Islami dan Profil Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami
BAB VI HASIL TEMUAN LAPANGAN : PROGRAM YAYASAN
MEDIA AMAL ISLAMI : Pembinaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami, Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami dan
Efektifitas Pola Komunikasi di Yayasan Media Amal Islami.
15
Kata pola komunikasi terdiri dari dua unsur suku kata yaitu ”pola” dan ”komunikasi”. Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
bentuk (struktur) yang tetap.1 Adapun kata atau istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris disebut communication berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini menurut
Onong Uchjana adalah sama makna.2 Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia komunikasi didefinisikan sebagai “proses pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami”.3
Sedangkan menurut Carl Hovland, Janis &
Kelley Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk perilaku khalayak.4
Dari pengertian di atas maka pola komunikasi dapat di definisikan
sebagai “bentuk-bentuk penyampaian pesan yang dilakukan pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan)“.
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga (Cet. 3; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2005), h. 585.
2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Cet. 21; Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9.
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 585.
4
B. Teori Pola Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Efendi dalam bukunya ”Ilmu Teori dan
Filsafat Komunikasi”, menjelaskan bahwa pola komunikasi dijelaskan
menjadi tiga pola komunikasi yakni komunikasi pribadi, komunikasi
kelompok dan komunikasi massa.5 Penjelasan mengenai pola-pola komunikasi
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi Pribadi
Komunikasi pribadi atau personal communication adalah
komunikasi seputar diri sesorang, baik dalam fungsinya sebagai
komunikator maupun sebagai komunikan. Komunikasi pribadi terdiri dari
dua jenis, yakni :
a. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Commnunication), adalah komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Dalam hal ini seseorang
berperan menjadi komunikator dan juga komunikan. Jadi orang
tersebut berdialog dengan dirinya sendiri, dia bertanya pada dirinya
dan dirinya pula yang menjawab pertanyaan tersebut.
b. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), menurut A.Devito yang dikutip Onong Uchjana dalam bukunya Ilmu Teori dan
Filsafat Komunikasi komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di
antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan
5
beberapa umpan balik seketika.6 Dibandingkan dengan pola
komunikasi yang lainnya komunikasi jenis ini dinilai paling ampuh
dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan prilaku
komunikan karena komunikasi dilakukan secara tatap muka face to face dan saat itu juga komunikator langsung dapat menerima respon
atau feedback dari komunikan. Kemudian komunikasi antar pribadi terdiri dari dua jenis yakni :
a. Komunikasi Diadik (Dyadic Commmunication), adalah komunikasi
yang berlangsung antara dua orang yakni seorang sebagai
komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi berperan
sebagai komunikan yang menerima pesan.
b. Komunikasi Triadik (Triadic Communication), adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang
komunikator dan dua orang komunikan.
Apabila kedua jenis komunikasi antarpribadi tersebut dibandingkan
maka komunikasi antarpribadi jenis komunikasi diadik lebih efektif,
karena komunikator memusatkan perhatianya kepada seorang komunikan,
sehingga komunikator menguasai frame of reference komunikan
sepenuhnya dan juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya suatu proses komunikasi.
6
2. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari
dua orang. Ada dua jenis komunikasi kelompok, pertama komunikasi
kelompok kecil (small group communication) komunikasi ini dilakukan
dengan jumlah komunikan yang sedikit (lebih dari dua orang) dan
komunikasi ini ditujukan untuk mempengaruhi kognisi komunikan,
komunikasi ini terjadi secara dialogis, tidak linear melainkan sirkular,
umpan balik terjadi secara verbal dan juga komunikan dapat menangapi
uraian komunikator secara langsung seperti bertanya, menyanggah dan
lain sebagaianya.7 Contoh komunikasi kelompok kecil adalah rapat,
ceramah/pengajian, kuliah, seminar, dan lain-lain. Kedua komunikasi
kelompok besar (large group communication), komunikasi ini dilakukan
dengan jumlah komunikan yang lebih banyak/sangat banyak dan proses
komunikasi berlasung secara linear dan ditujukan untuk mempengaruhi
efeksi (kejiwaan) komunikan. Contoh komunikasi kelompok besar adalah
rapat raksasa di sebuah lapangan, demo dengan jumlah masa yang banyak
dengan seorang orator, dan lain-lain.
3. Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
7
serentak dan sesaat.8 Media yang digunakan dalam komunikasi massa
antara lain adalah media cetak yakni koran dan majalah, dan media
elektronik yakni radio, televisi, film dan yang terberu adalah internet.
Sedangkan menurut Everett M. Rogers yang dikutip oleh Onong Uchana
dalam bukunya Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi menyebutkan bahwa
salah satu jenis media yang digunakan dalam komunikasi adalah media
massa selain media modern seperti media cetak dan elektronik ada juga
media tradisional yang meliputi teater rakyat, wayang kulit dan lain-lain.
Sedangkan kareakteristik komunikasi massa menurut Riswandi dalam
bukunya Ilmu Komunikasi terdiri dari 11 karakteristik9, yaitu :
1) Komunikator Terlembaga, seperti media cetak dan elektronik. Pesan
yang disampaikan oleh media cetak dan elektronik membutuhkan
proses yang panjang dan juga peralatan-peralatan yang cangging.
2) Pesan yang disampaikan di tujukan untuk khalayak luas dan bersifat
umum.
3) Komunikannya bersifat heterogen, anonim, tersebar dan tidak
mengenal batas geografis dan kultural.
4) Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara cepat dan
mampu menjangkau khalayak luas.
5) Penyampaian pesan cenderung berjalan satu arah.
8
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 188.
9
6) Kegiatan komunikasi massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan
terorganisir.
7) Pesan yang disampaikan berlangsung secara berkala.
8) Isi pesan yang disampaiakan melalui media massa mencakup berbagai
aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan
baik yang bersifat informatif, edukatif maupun hiburan.
9) Media mengutamakan unsur ini daripada hubungan.
10)Media massa menimbulkan keserempakan, komunikan menerima
pesan yang sama di waktu yang bersamaan.
11)Kemampuan alat indra yang terbatas, apabila ada komunikan yang
memiliki pendengaran atau penglihatan kurang baik maka pesan tidak
dapat diterima.
C. Tradisi Sibernetika (Cybernetic Tradition)
Tradisi Sibernetika merupakan salah satu dari tujuh pendekatan untuk
memahami berbagai perbedaan dan persamaan yang ada dalam berbagai teori
Ilmu Komunikasi.10 Pengertian mengenai tradisi sibernetika ini dijelaskan
oleh Littlejohn dan Karren Foss dalam bukunya Theories of Human Communication menjelaskan bahwa :
”Cybernetics is the tradition of complex systems in which many interacting elements influence one another. Theories in the cybernetic traddition explain how physical, biological, sosial and behaviorial processes work. Within cybernetics, communication is understood as a system of part, or variable, that influence one another. Shape and
10
control the character of the overall system and like any organism, achieve both balance and change.”11
Sibernetika merupakan tradisi yang kompleks mengenai suatu sistem
yang dimana berbagai elemen didalamnya saling berinteraksi dan saling
memengaruhi satu samalain. Teori-teori yang terdapat pada tradisi sibernetika
menawarkan perspektif yang luas, yaitu bagaimana berbagai variasi yang luas
dari proses fisik, biologis, sosial dan prilaku bekerja. Didalam sibernetika,
kommunikasi di pahami sebagai sebuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian
atau variable-variabel yang saling memengaruhi satu sama lain. Sistem juga
sekaligus membentuk dan mengawasi karakter dari keseluruhan sistem dan
sebagaimana setiap organisme, sistem tersebut juga mencapai keseimbangan
dan juga perubahan. Sedangkan penjelasan mengenai sistem dijelaskan
Littlejohn sebagai berikut :
“System are sets of interacting components that together something
more than the sum of the part.”12
Sistem merupakan komponen yang saling berinteraksi yang
bersama-sama membentuk sesuatu yang lebih dari sekedar kumpulan dari
bagian-bagian itu. Setiap bagian dari sistem dibatasi oleh ketergantunganya dengan
bagian yang lain, dan pola saling ketergantungan ini pada akhirnya mengatur
sistem itu sendiri.13 Selain memiliki ketergantungan, sistem juga memiliki ciri
yaitu kemampuanya untuk mengatur dan mengawasi diri sendiri ( self-regulation and control). Dengan kata lain, sistem memiliki kemampuan untuk
11
Stephen W Littlejhon & Karen A Foss, Theori of Human Communication (Belmont : Wadsworth Group, 2007), h. 39.
12
Ibid.
13
mengamati, mengatur dan mengawasi hasil kerjanya (output) dalam upayanya
untuk tetap stabil mencapai tujuanya. Suatu sistem harus mampu
menyesuaikan dirinya dan fleksibel terhadap setiap perubahan karena ia
berada pada lingkunganya yang dinamis.14
Ada tiga macam variasi teori dalam tradisi sibernetika yaitu Basic System Theory, General System Theory dan Second Order Cybernetic.15
Penjelasan mengenai variasi dalam tradisi sibernatika tersebut adalah :
1. Basic System Theory
Teori ini adalah format dasar, pendekatan ini melukiskan seperti sebuah
struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Dengan kata
lain seseorang dapat melihat bagian dari system dan bagaimana mereka
saling berhubungan. Seseorang dapat mengamati secara obyektif
mengukur antara bagian dari system dan seseorang dapat mendeteksi input
maupun output dari system. Lebih lanjut mengoperasikan atau
memanipulasi system dengan mengganti input dan tanpa keahlian karena
semua diproses melalui mesin. sebagai alat bantu bagi para professional
seperti system analyst, konsultan manajemen, dan system designer telah
membangun sebuah system analisa dan mengembangkannya.
2. General System Theory
Teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologis.
Bertalanffy menggunakan General System Theory sebagai sarana
14
Ibid.
15
pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. System ini
menggunakan prinsip untuk melihat bagaiamana sesuatu pada banyak
bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain.
Pembentukan sebuah kosa kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin
ilmu.
3. Second Order Cybernetic
Dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic
sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat
melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya
dikarenakan pengamat selalu ditautkan dengan system yang menjadi
pengamatannya. Melalui perspektif ini kapanpun seseorang mengamati
system ini maka seseorang akan saling mempengaruhi. Karena hal ini
memperlihatkan bagaimana sebuah pengetahuan, sebuah produk menjerat
antara yang mengetahui dan yang diketahui.
D. Unsur-unsur Komunikasi
Definisi mengenai pemahaman komunikasi yang dikemukakan oleh
Harold Lasswell yaitu “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” penjelasan definisi ini mencakup unsur-unsur komunikasi
yaitu16 :
1. Sumber (source), biasanya juga disebut pengirim (sender), komunikator
(communicator) atau pembicara (speaker). Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber
16
boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahan atau bahkan
suatu negara. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya
(perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah
perasaan atau pikiran tersebut kedalam seperangkat symbol verbal atau
nonverbal yang idealnya di pahami oleh penerima pesan.
2. Pesan (message), yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat symbol verbal atau nonverbal
yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Symbol
terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan objek
(benda), gagasan dan perasaan baik ucapan (percakapan, wawancara,
diskusi, ceramah) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi,
famflet).
3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk
menyampaikan pesanya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk
pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran
verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya komunikasi manusia
menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan saluran, meskipun kita bisa
juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang
lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan : apakah langsung
(tatap-muka) atau lewat media cetak (surat kabar, majalah) atau media
4. Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/tujuan (destination),
komunikate (communicatee), penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang
menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan
nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir dan perasaannya, penerima pesan
ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat symbol verbal dan atau
nonverbal yang ia terima mejadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini
disebut penyandian-balik (decoding).
5. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi
tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju),
perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia memberi
barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya atau dari tidak
bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya
dalam pemilu) dan sebagainya.
Selain unsur-unsur komunikasi hal lain yang perlu diperhatikan dalam
proses komunikasi adalah sifat-sifat komunikasi. Menurut Onong Uchjana
Effendy dalam bukunya Teori, Ilmu dan Filsafat Komunikasi, sifat-sifat
komunikasi dalam proses penyampaian pesanya, diklasifikasikan sebagai
berikut17 :
1. Komunikasi Verbal (Verbal Communication). Pada dasarnya komunikasi verbal itu merupakan peroses komunikasi dengan menggunakan bahasa
17
verbal atau bisa dikatakan pesan verbal. Pesan verbal menurut Deddy
Mulyana adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau
lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk
kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara
sadar utuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Suatu sistem kode
verbal disebut bahasa, bahasa verbal adalah sarana utama untuk
menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita.18 Sedangkan jenis-jenis
komunikasi verbal adalah sebagai berikut :
a. Komunikasi Lisan (Oral Communication), adalah komunikasi yang disampaikan secara tertulis. Keuntungan komunikasi tertulis adalah
komunikasi ini dapat dipersiapkan terlebih dahulu.19
b. Komunikasi Tulisan (Written Communication), adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan. Komunikasi ini dapat dilakukan secara
langsung berhadapan atau tatap muka dan dapat pula melalui telepon.20
2. Komunikasi Non-Verbal (Nonverbal Communication). Menurut Larry
A.Samovar dan Richard F.Poter, komunikasi nonverbal mencakup semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,
yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu,
yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan
18
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar(Cet. 12;Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), h.260-261.
19
HAW Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi(Cet. 2;Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000), h.99.
20
kata.21 Sedangkan jenisnya komunikasi nonverbal dapat dibedakan
menjadi dua komunikasi Kial (Gestural/body communication) dan
Komunikasi Gambar (Pictorial Communication).
3. Komunikasi Tatap Muka (Face-to-face Communication). Adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung secara
tatap muka tanpa menggunakan perantara atau media apapun.
4. Komunikasi Bermedia (Mediated Communication). Adalah komunikasi yang dalam penyampaianya menggunakan media sebagai perantaranya,
seperti menggunakan telepon, radio, televise dan yang paling bari adalah
komunikasi menggunakan media internet. Komunikasi ini digunakan
untuk menggantikan prinsip kerja komunikasi tatap muka
E. Pembinaan Keagamaan
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan
Pembinaan Keagamaan terdiri dari dua unsur suku kata yaitu
“pembinaan” dan “keagamaan”. Yang pertama adalah pembinaan, kata
pembinaan setelah ditambah awalan pem dan akhiran an mempunyai arti proses, cara, penyempurnaan, pembaharuan, usaha, tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang
lebih baik dari sebelumnya.22
Sedangkan kata kedua yakni ”keagamaan” memiliki awalan ke dan
akhiran an, kata agama sendiri berasal dari bahasa sansakerta yang terdiri
21
Riswandi, Ilmu Komunikasi(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h.69.
22
dari dua unsur suku kata yaitu a dan gam, a diartikan dengan tidak dan
gam diartikan dengan pergi yang berarti agama itu menurut bahasa sansekerta adalah tidak pergi atau tetap ditempat, di warisi turun
temurun.23 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama memiliki makna ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan keperibadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia
serta lingkunganya.24 Pengertian lain mengenai agama menurut Ali
Negoro yang dikutip oleh Aflatun Muchtar dalam bukunya Tunduk Kepada Allah – Fungsi dan Peran Agama dalam Kehidupan Manusia bahwa ”Agama itu adalah suatu keyakinan pada Yang Maha Kuasa, yang
dirasa oleh manusia sebagai kekuatan gaib yang mempengaruhi segala
yang ada, serta mula jadi segala-galanya dalam alam ini”.25
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa pembinaan keagamaan adalah usaha yang dilakukan untuk memberikan pemahaman
mengenai tata keimanan (kepercayaan) dan keperibadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkunganya.
23
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Cet. 5; Jakarta :UI Press, 1985), h. 9.
24
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 12.
25
2. Tujuan Pembinaan Keagamaan
Pada dasarnya setiap agama memiliki ajaran dan cara
membahasakan diri yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun
demikian secara umum dapat dikatakan bahwa setiap agama pada
dasarnya ingin menciptakan kebahagiaan bagi pengikutnya. Karena itulah
agama sering disebut sebagai ”jalan” (the way). Tujuan pembinaan
keagamaan menurut Hasan Langulung yang dikutip oleh Abuddin Nata
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa tujuan pembinaan agama
harus mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi
spiritual yang berkaitan dengan aqidah dan iman, kemudian fungsi
psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk
nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih
sempurna, dan terakhir fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan
yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat.26
Menurut Zakiyah Darajat, ada beberapa fungsi agama dalam
kehidupan manusia27 :
1. Memberikan bimbingan dalam hidup. Ajaran agama memberi
bimbingan mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat,
ataupun berhubungan dengan tuhan. Bagi orang yang tingkah lakunya
sesuai dengan apa yang diajarkan dalam agama, maka dalam
menjalankan hidupnya ia bersikap wajar, tenang, tidak melanggar
26
Abiddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h.46.
27
hukum dan peraturan masyarakat dimana ia tinggal. Tidak akan mau
mengambil hak orang lain yang jelas-jelas bukan haknya.
2. Penolong dalam menghadapi segala kesukaran. Jika orang yang
beragama mengalami kesukaran, maka dia akan menghadapinya
dengan tabah dan tenang serta tidak merasa putus asa. Karena ia
berkeyakinan bahwa kesukaran yang dihadapi sebagai cobaan Tuhan
kepada hambanya yang beriman. Tetapi, jika ia orang yang tidak
beragama, maka ia akan menghadapi masalah itu dengan panik dan
bingung bahkan putus asa.
3. Menentramkan batin. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah
agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya. Tetapi setelah
menjalankan perintah agama ia mendapatkan ketenangan hati bahkan
agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang
gelisah.
F. Pemulung
1. Pengertian Pemulung
Kata “pemulung” secara bahasa diartikan sebagai orang yang
mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan
barang bekas dan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya
kembali menjadi barang komuditas.28 Sedangkan menurut Sumadjoko
pemulung adalah orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut,
dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat di
28
manfaatkan atau barang yang dapat di olah kembali untuk di jual
(Sumardjoko, 2003:174).
Barang bekas yang dikumpulkan diantaranya adalah botol plastic,
botol kaca, besi, kardus, almunium, kaleng dan lain-lain, untuk selanjutnya
barang-barang yang telah di kumpulkan tersebut di jual pada pengepul
untuk di daur ulang menjadi barang-barang yang dapat dimanfaatkan dan
bernialai ekonomis. Mereka mengumpulkan barang-barang bekas itu
biasanya bermodalkan karung goni atau gerobak untuk digunakan sebagai
wadah barang-barang bekas yang telah dikumpulkan.
2. Kehidupan Pemulung
Beberapa ahli mengemukakan tentang tiga faktor penyebab
terjadinya kemiskinan. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Kemiskinan alami yang disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya
alam maupun sumber daya manusia.
b. Kemiskinan struktural yang diakibatkan oleh berbagai kebijakan,
peraturan dan keputusan dalam pembangunan.
c. Kemiskinan kultural yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu
dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, prilaku atau
budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.29
Beberapa hal yang telah dijelaskan diatas menjadi beberapa
penyebab sebagian masyarakat terjebak dalam kemiskinan dan itulah yang
terjadi oleh para pemulung. Kehidupan pemulung merupakan kehidupan
29
yang kompleks, penuh dengan persoalan baik dari sisi individu pribadi
seseorang pemulung maupun persoalan masyarakat. Para pemulung di satu
sisi dapat diterima masyarakat karena dilihat bahwa pemulung memiliki
peranan penting dalam kebersihan suatu lingkungan atau daerah dan pada
sisi lain ditolak karena kebanyakan masyarakat merasa terganggu dengan
keberadaan pemulung, kebanyakan pemulung dianggap sebagai golongan
sosial rendah yang sering terisolasi dari pergaulan dan interaksi sosial
masyarakat. Mereka sering terpinggirkan dan terlepas dari perhatian
masyarakat luas.
Kebanyakan pemukiman para pemulung berada tidak jauh dengan
TPA(tempat pembuangan akhir) dimana mereka mencari barang-barang
bekas. Mereka membangun gubuk-gubuk yang terbuat dari bahan bekas,
seperti kardus bekas, triplek, bambu, seng dan lain-lainya. Mereka
mengandalkan barang bekas apa saja, untuk dijadikan tempat berteduh.
Pemukiman para pemulung tersebut tentu sangat jauh dari kata aman dan
nyaman, keadaan lingkungan yang telah tercemar dengan sampah tentu
saja menjadikan lingkungan pemukiman pemulung tersebut rawan akan
banjir, bau yang menyengat, dan sudah tentu masalah kesehatan, penyakit
umum yang sering terjadi pada para pemulung adalah infeksi saluran
pencernaan, kolera dan demam berdarah.
Salah satu factor penyebab seseorang menjadi pemulung antara
lain adalah tingkat pendidikan yang rendah, serta keterampilan yang
mencekik, umumnya para pemulung mengerahkan seluruh anggota
keluarganya bahkan anak-anak mereka untuk membantu mengerjakan
tugas sebagai pemulung. Hal ini menyebabkan anak-anak pemulung tidak
bersekolah, dan hal ini pulalah yang menjadi penyebab mereka terus
berada di lingkarang garis kemiskinan.
3. Anak-anak Pemulung
Sebagai seorang anak lingkungan merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi tumbuh kembang mereka di masa mendatang. Menurut
Al-Ghazali anak merupakan amanat dan sebuah tanggung jawab yang
diberikan Allah SWT kepada orangtuanya.30 Anak-anak Selayaknya
seorang anak, anak-anak memiliki hak untuk tumbuh dan memiliki
kehidupan yang baik, segala macam tanggungan kebutuhan merupakan
tanggung jawab orang tua. Tetapi banyak kasus yang terjadi bahwa
anak-anak juga dilibatkan dalam urusan pemenuhan ekonomi keluarga. Hal ini
juga terjadi pada anak-anak pemulung. Masalah yang terjadi adalah
kemiskinan, kemiskinan menjadi masalah pertama yang harus di hadapi
oleh anak-anak pemulung, berada di lingkaran kemiskinan membuat anak
dibebankan tanggung jawab dalam membantu memenuhi nafkah keluarga,
anak-anak pemulungpun seolah-olah harus mengurungkan impian
memiliki masa depan yang cerah. Kebanyakan dari mereka tidak
bersekolah banyak diantara mereka yang ikut serta dalam aktivitas
memulung untuk mengumpulkan rupiah ketimbang bersekolah. Jika terus
30
seperti ini para pemulung akan terus berada dalam lingkaran garis
kemiskinan. Anak-anak pemulung diusianya yang masih sangat dini
mereka seharusnya belajar untuk bekal mereka kelak di masa mendatang.
Akan tetapi karena keadaan mereka yang lahir dan tumbuh di lingkungan
keluarga pemulung, mereka harus mengurungkan niat untuk bermimpi
seperti anak-anak lainya yang bisa bermain dan bersekolah di usianya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari anak-anak pemulung adalah
lingkungan sekitar mereka, anak-anak pemulung tumbuh besar di
lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa di lingkungan para
pemulung kerap memberikan contoh yang kurang baik, seperti berbicara
kasar, melakukan kekerasan, mencuri, meninggalkan perintah agama dan
tindakan tidak terpuji lainya. Di masa pertumbuhan seorang anak
pemulung, mereka kerap mencontoh perilaku-prilaku tidak terpuji yang
dilakukan orang-orang dewasa. Anak-anak pemulung kerap bericara kasar,
35
Penjelasan mengenai yayasan menurut KBBI adalah badan hukum
yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan
untuk tujuan sosial. Sedangkan pengertian menurut pasal 1 ayat (1)
Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang yayasan adalah badan hukum yang terdiri
atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan
tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai
anggota.1 Chatamarrasjid menjelaskan bahwa yayasan sudah ada sejak awal
sejarah. Lebih dari seribu tahun sebelum masehi, prinsip-prinsip universal
yayasan sudah diletakan oleh tokoh-tokoh sosial dan kemanusiaan di masa
lalu. Saat itu para Pharaoh telah memisahkan sebagian kekayaan untuk
tujuan-tujuan keagamaan. Xenophon mendirikan yayasan dengan cara
menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan kepada
Artines, pemberian makanan dan minuman bagi yang membutuhkan, dan
hewan-hewan kurban. Plato menjelang kematiannya pada tahun 347 sebelum
masehi memberikan hasil pertanian dari tanah-tanah yang dimilikinya, untuk
selama-lamanya disumbangkan bagi Akademia yang didirikannya.2
Pembicaraan mengenai yayasan telah dikenal di banyak Negara dengan
1
Indonesia, Undang-undang tentang Yayasan, UU No. 16 tahun 2001, LN. No. 112 TLN. No. 4123, Pasal 1 angka 1.
2
berbagi macam sebutan, di Belanda disebut Stichting, di Jerman disebut
Stichtung, di Inggris dan Amerika Serikat disebut Foundation.
Data global Yayasan yang terdaftar di Direktorat Perdata Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI hingga
bulan April 2012 berjumlah 39.750 Yayasan, dengan perincian sebanyak
34.397 Yayasan\ yang mendapatkan surat keputusan pengesahan akta
pendirian Yayasan disebut juga Yayasan yang baru berdiri setelah
disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, dan sebanyak 5.183
Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan telah
melakukan perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU
Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dan telah mendapat surat keputusan
pengesahan akta pendirian Yayasan (Tabel.5: Data Entry Yayasan untuk
Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2012), dalam arti semua Yayasan tersebut
telah terdaftar dan mendapat pengesahan dari Dirjen AHU Kemenkumham
RI.3 Berdasarkan data entry Yayasan untuk tahun 2003 s/d 2012 pada
Direktorat Perdata Dirjend AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012,
sebanyak 39.750 Yayasan telah mendapat pengesahan ditunjuk dalam Tabel di
bawah ini :
3
Bisdan Sigalingging, Sikap Pemerintah Terhadap Keberadaan Yayasan Yang Belum Menyesuaikan Diri Terhadap UU Yayasan Dan PP No.63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan UU
Yayasan (
Tabel 2
Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2012
No Tahun SK Yayasan Perubahan
Sumber : Direktorat Perdata, Dirjen AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 20124
B. Perkembangan Yayasan Media Amal Islami
Pada mulanya Yayasan Media Amal Islami didirikan tahun 1999, pada
saat itu di desa Pedurenan di pedalaman gunung Sindur terdapat wilayah yang
dijadikan target permutadan oleh sekelompok misonaris Kristen, kemudian
salah seorang warga bernama H.Nimang mewakafkan tanahnya demi
kepentingan dakwah dengan kata lain untuk memerangi pemurtadan yang
dilakukan sekelompok misionaris Kristen. Tanah wakaf tersebut dipercayakan
oleh Ust Aslih Ridwan (biasa di sapa dengan sebutan Abu) yang saat ini
menjadi pendiri Yayasan Media Amal Islami. Sebelum tanah wakaf tersebut
dipercayakan kepada Ust Aslih, tanah wakaf tersebut telah dipercayakan untuk
dikelola oleh yayasan lain, tetapi karena lokasi tanah wakaf terletak di
pedalaman gunung sindur dan jarak tempuh dari daerah perkotaan yang begitu
jauh mereka tidak sanggup mengelola tanah wakaf tersebut. Pada mulanya di
desa tersebut Ust Aslih Ridwan mendirikan Mandasah Diniah untuk program
pendidikan yatim dan dhuafa. Kemudian barulah pada tahun 2009 Ust Aslih
Ridwan mendirikan kantor Yayasan Media Amal Islami yang terletak di Jl
Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan yang saat ini
merupakan kantor sekertariat dan pusat kegiatan-kegiatan Yayasan Media
Amal Islami pada umumnya. Bangunan kantor YMAI ini terdiri dari tiga
lantai, lantai pertama adalah aula serbaguna, dan kantor pengurus YMAI, dan
juga satu kamar mandi dan satu tempat untuk berwudhu, lantai kedua terdiri
dari dua ruang kelas untuk kegiatan TPA, PKBM, dll, tiga kamar mandi, ruang
rapat dan juga ruang perpustakaan, kemudian lantai tiga terdiri dari dua kamar
santri dan dapur.
Bangunan kantor YMAI sekaligus Asrama Santri bagi para Yatim dan
Dhuafa dan juga sebagai tempat Pusat Kegiatan belum lama ini telah
diresmikan oleh Menssos Republik Indonesia Bapak Salim Segaf pada tanggal
12 September 2013. Selanjutnya selama tahun 2011 anak-anak asuh Yayasan
Media Amal Islami ini sudah menaungi kaum-kaum dhuafa yang tersebar di
berbagai tempat, seperti di Gunung Sindur Bogor, Curug Bogor, Lebak Bulus
Cilandak. Selama empat belas tahun kiprahnya di dunia dakwah Yayasan
Media Amal Islami ini mendapat perhatian dari berbagai lapisan masyarakat
dan Media. Seperti yang peneliti lihat beberapa waktu lalu (14/01/2014)
artis Oki Setiana Dewi berita ini sempat masuk dalam Infotaiment GoSpot
pada saluran TV Swasta RCTI.
C. Profil Yayasan Media Amal Islami
Media Amal Islami (MAI) yang berada di Jl.Lebak Bulus 5 No.34,
Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan, merupakan Yayasan Independen Non
Partisipan5 yang berdiri sejak tahun 1999, tedaftar pada Akte Notaris Ny.
Ratna Wijawati, SH No.01/2007, bergerak di bidang Dakwah, Pendidikan,
Sosial dan Ekonomi. Didirikan oleh seorang praktisi dakwah H. Aslih
Ridwan, MA yang menjadikan kaum dhuafa sebagai objek utama sasaran
dakwahnya.6
Aspek Legal
1. Akte Pendirian
No. Akte : 01
Tanggal Akte : 19 Juni 2007
Notaris1 : Ny. Ratna Wijayawati, SH
2. SK Menteri Hukum & HAM RI
Nomor : C-3225.HT.01.02 TH 2007
Tanggal : 1 Oktober 2007
3. Surat Tanda Daftar Yayasan
Nomor : 08.31.74.06.1001-1321
Tanggal : 16 Desember 2008
5
Independen Non Partisipan maksudnya adalah tidak terikat dengan partai manapun. Sumber : Brosur Yayasan Media Amal Islami 2012.
6
4. Surat Izin Dinas Sosial Jakarta Selatan
Nomor : 09.12430.250/078.6
Tanggal : 27 April 2009
5. Surat Keterangan Domisili
Nomor : 4343/1.824.1/08
Tanggal : 2 Desember 2008
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor : 02.143.782.7-016.000
Tanggal : 12 Juli 2007
D. VISI MISI Yayasan Media Amal Islami
Visi dan Misi yang ditujukan untuk mencapai keberhasilan dalam
menjapai tujuan didirikanya YMAI ini sebagai berikut7 :
1. VISI
Menjadikan sebuah lembaga dambaan umat, yang unggul dalam
menetaskan kaum dhu’afa menjadi kaum yang mandiri dan berakhlak
yang shaleh.
2. MISI
a. Melaksanakan dakwah bil lisan dan bil hal kepada masyarakat dhu’afa.
b. Meringankan beban kaum dhu’afa.
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan pelatihan bagi
kaum dhu’afa.
7
d. Mengembangkan manajemen ilmu pengetahuan sehingga tercipta
lembaga yang terus menerus memiliki nilai tambah.
e. Mengajak kaum yang berkemampuan untuk aktif dan peduli terhadap
kaum dhu’afa.
f. Mendorong dan memfasilitasi para pembina yang terlibat aktif untuk
menjadi pengajar dan pembina sejati dengan memberikan ruang dan
kesempatan yang besar untuk mengembangkan diri, meningkatkan
keilmuan dan kesejahteraannya.
E. Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami Gambar 1
Struktur Organisasi MAI
Sumber : Brosur YMAI 2012
Penasihat
F. Program Yayasan Media Amal Islami
Media Amal Islami sebagai Media Dakwah yang memadukan antara
dakwah bil lisan dan dakwah bil hal, mengatasi problem umat, terutama
kalangan bawah yaitu, dhuafa anak jalanan dan pemulung. Program-program
yang ada di YMAI antara lain8 :
1. Program Dakwah bil hal Media Amal Islami
a. Program Asrama Yatim & Dhuafa Media Amal Islami Lebak Bulus
Jakarta. Dalam hal ini YMAI menampung anak-anak yatim dan dhuafa
yang benar-benar sangat membutuhkan, mereka di asramakan di
YMAI kemudian didik untuk dikembangkan kemampuan dan
bakatnya.
b. Program Pendidikan untuk Yatim & Dhuafa. Program ini bertujuan
agar para yatim dan dhuafa memiliki kesempatan untuk memiliki
pendidikan yang setara dengan masyarakat pada umumnya, program
ini berupa :
1. PKBM (Pendidikan Kegiatan Belajar Masyarakat) di Lebak Bulus
Jakarta.
2. Madrasah Diniyah : di Lebak Bulus Jakarta dan Ds.Pedurenan
Gn.Sindur.
3. PAUD : di ds.Curug Parung dan ds.Pedurenan Gn.Sindur
8