• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (Ymai) Lebak Bulus Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (Ymai) Lebak Bulus Jakarta Selatan"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

FINTI FATIMAH NUR SAIDAH NIM. 109051000201

Pembimbing :

WATI NILAMSARI M.SI NIP. 197105201999032002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)
(4)

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudia hari terbukti bahwa karya ini bukan asli saya atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerim|

Jakarta, 15 Januari 2014

(5)

i Jakarta Selatan

Sebagai seorang anak dari pemulung anak-anak pemulung yang lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga pemulung seolah-olah harus mengurungkan impian memiliki masa depan yang cerah. Mereka tumbuh besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa yang kerap memberikan contoh kurang baik, di masa pertumbuhannya anak pemulung seringkali mencontoh perilaku-prilaku tersebut. Anak-anak pemulung kerap berbicara kasar, terkadang bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka dengan baik karena keterbatasan pendidikan keagamaan di lingkungan mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk pembinaan keagamaan yang dilakukan pembimbing kepada anak-anak pemulung di Yayasan Media Amal Islami dan juga untuk mengetahui bagaimana bentuk pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam proses pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik obsevasi, wawancara dan juga dokumentasi. Kemudian data yang telah di peroleh di analisa dan di jelaskan menggunakan metode deskriptif. Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi yang digagas oleh Onong Uchjana Efendi yang menjelaskan bahwa terdapat empat jenis pola komunikasi, yakni pola komunikasi pribadi yang terdiri dari komunikasi intrapribadi dan antarpribadi, pola komunikasi kelompok, pola komunikasi massa dan pola komunikasi bermedio.

(6)

ii

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) Lebak Bulus Jakarta Selatan”. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada utusan Allah SWT Sayyidina Muhammad SAW.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari jasa, bantuan, do’a dan dorongan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Dr.Suparto, M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam beserta Umi Musyarofah selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Noor Berkti Negoro, M.Si selaku Dosen Penasihat Akademik Kelas F Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Segenap Dosen-dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuanya kepada peneliti.

5. Wati Nilamsari M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih atas kesabaranya dalam membimbing peneliti.

6. Ayahku dan Ibuku tercinta, terimakasih atas doa-doa ayah dan ibu yang selalu mengalir untuk keberhasilan anakmu ini, semoga Allah berkenan mengabulkan setiap doa yang engkau panjatkan.

7. Adik-adiku tercinta A.Sulthon Choiruddin dan Putri Khofifah NS semoga kakakmu ini bisa menjadi contoh yang baik dan penyemangat untuk kalian. 8. Ust. Aslih Ridwan M.A selaku pendiri Yayasan Media Amal Islami, yang

telah mengijinkan dan mendukung peneliti melakukan penelitian di yayasan tersebut.

9. Segenap pengurus di Yayasan Media Amal Islami terutama Ust. Dzulfitri Sulaiman S.Pd yang telah banyak membantu selama peneliti melakukan penelitian di yayasan tersebut.

(7)

iii

terimakasih telah bersahabat bersama peneliti selama bertahun-tahun yang penuh dengan warana warni dan juga terimakasih atas perhatian dan kebaikan kalian untuk peneliti.

13.Kawan-kawan KPI-F merangkap KKN EKSIS terimakasih atas kebersamaanya selama tujuh semester.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Peneliti ucapkan trimakasih atas segala bentuk bantuanya.

Semoga segala betuk bantuan dan kebaikan yang telah diberikan dengan iklas untuk peneliti dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umunya dalam menambah wawasan Ilmu Pegetahuan.

(8)

iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

1. Pembatasan Masalah ... 5

C. Tradisi Sibernetika ... 20

D. Unsur-unsur Komunikasi ... 23

E. Pembinaan Keagamaan ... 27

1. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... 27

2. Tujuan Pembinaan Keagamaan ... 29

B. Perkembangan Yayasan Media Amal Islami ... 37

C. Profil Yayasan Media Amal Islami ... 39

D. VISI MISI Yayasan Media Amal Islami ... 40

(9)

v

F. Program Yayasan Media Amal Islami ... 42

G. Profil Pengajar Yayasan Media Amal Islami ... 43

H. Profil Anak-anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 44

BAB IV : ANALISA DAN TEMUAN LAPANGAN ... 46

A. Pembinaan Keagamaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami (YMAI) ... 46

B. Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami (YMAI) ... 53

BAB V : PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Keterbatasan Penelitian ... 70

C. Saran ... 71

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kerangka Subjek Penelitian ... 8

Tabel 2 : Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai dengan Tahun 2012 ... 37

Tabel 3 : Profil Pembimbing Yayasan Media Amal Islami ... 44

Tabel 4 : Profil Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 45

Tabel 5 : Objek Penelitian : Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami ... 45

Tabel 6 : Pembagian Kelas TPA Yayasan Media Amal Islami ... 47

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami... 41

Gambar 2 : Proses Pembinaan Kelas TPA Ula ... 49

Gambar 3 : Proses Pembinaan Kelas TPA Wustho ... 50

Gambar 4 : Proses Pembinaan Kelas TPA Ula ... 51

Gambar 5 : Proses Komunikasi Antar Pribadi ... 58

(12)

1

Jakarta sebagai ibukota Indonesia merupakan kota yang menjadi pusat

perdagangan, pusat ekonomi, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat

sosial dan bahkan sebagian besar perputaran uang berpusat di Jakarta. Ini

menjadi daya tarik masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi1 ke Jakarta.

Banyak dari mereka melakukan urbanisasi ke Jakarta dengan motif dorongan

ekonomi, mereka beranggapan setelah mereka sampai di Jakarta mereka akan

mendapatkan pekerjaan dan tentunya pendapatan yang lebih besar dari

pekerjaan mereka di desa, tidak banyak dari mereka setelah berpindah dari

desa ke kota mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan pendapatan yang

lebih besar, begitupun sebaliknya tidak sedikit dari mereka setelah berpindah

ke kota malah tidak mendapatkan hasil seperti yang mereka inginkan,

kebanyakan mereka ini pergi ke Jakarta dengan modal nekad mereka mencari

pekerjaan di kota tanpa berbekal keterampilan, keahlian serta tingkat

pendidikan yang relatif rendah, setelah mereka sampai di Jakarta mereka tidak

tahu apa yang harus mereka lakukan, mencari pekerjaan kesana-kemari tidak

ada hasil yang mereka dapatkan.

Munculah berbagai macam pemasalahan di kota Jakarta. Sekian

banyak tempat lapangan pekerjaan, ternyata belum cukup untuk mengurangi

jumlah pengangguran. Disamping itu jumlah penduduk Jakarta hampir di

1

(13)

setiap tahunya bertambah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan

bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta bertambah 1,2 juta penduduk dalam

kurun waktu 10 tahun yakni antara tahun 2000 hingga tahun 2010.2 Melihat

banyaknya jumlah penduduk yang melakukan urbanisasi akhirnya mereka

yang kurang berhasil setelah pindah ke Jakarta bekerja serabutan, apapun hal

yang menghasilkan uang mereka kerjakan. Salah satunya adalah sebagai

pemulung. Pemulung yang dimaknai sebagai orang yang kesehariannya

memungut barang bekas seperti kertas bekas, botol bekas, kaca, bahan bekas

lainya bahkan tembaga atau besi. Barang dikumpulkan kemudian dijual

kepada pengumpul atau agen untuk dijual kembali kepada siapa saja yang

akan memproses barang itu sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomi.

Kehidupan sebagai seorang pemulung di kota Jakarta ini sangat sarat

dengan problema baik dari sisi pribadi seorang pemulung maupun masyarakat

luas. Problema dari sisi pribadi seorang pemulung antara lain adalah

minimnya pendapatan yang mereka peroleh untuk pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari. Kebanyakan dari para pemulung mendirikan tempat tinggal

tidak jauh dari tempat mereka mencari barang-barang bekas atau TPA (tempat

pembuangan akhir). Mereka mendirikan rumah non permanen dengan

menggunakan barang-barang bekas seperti menggunakan kardus bekas, kayu

bekas, seng-seng bekas, kondisi seperti ini tentulah sangat jauh dari kata

layak, terlebih jika kita melihat ke lingkungan sekitar mereka mendirikan

2

Badan Pusat Statistik,

(14)

tempat tinggal, udara yang tercemar, minimnya ketersediaan air bersih,

rawannya bencana alam seperti banjir dan selain itu bahaya berbagai macam

penyakit menanti mereka.

Sebagai pemulung kehidupan mereka seolah termarjinalkan, tidak

sedikit masyarakat yang menganggap keberadaan pemulung dianggap

mengganggu kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan

masyarakat. Pemulung juga dianggap sebagai golongan sosial rendah,

seringkali pemulung dicacimaki, dipukuli atau diusir dari tempat mereka

mencari nafkah tanpa memberikan solusi yang terbaik bagi mereka.

Jika problema yang di alami para pemulung sedemikian pelik lantas

bagaimana kehidupan para pemulung di masa mendatang. Anak-anak

pemulung harus rela meninggalkan sekolah dan kehilangan kebahagiaan masa

kecil mereka. Apabila yang demikian tetap terjadi maka kehidupan para

pemulung di masa mendatang tidaklah berubah. Untuk itu hal yang demikian

tidak boleh terjadi, anak-anak pemulung harus mendapat pendidikan yang

layak dan setara dengan anak-anak lainya di negeri ini, anak pemulung harus

memiliki mimpi dan untuk mewujudkan mimpi itu mereka harus memiliki

pendidikan yang cukup. Hal lain yang perlu diperhatikan dari anak-anak

pemulung adalah lingkungan sekitar mereka, anak-anak pemulung tumbuh

besar di lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa di lingkungan

para pemulung kerap memberikan contoh yang kurang baik, seperti berbicara

kasar, melakukan kekerasan, mencuri, meninggalkan perintah agama dan

(15)

mereka kerap mencontoh perilaku-prilaku tidak terpuji yang dilakukan

orang-orang dewasa. Anak-anak pemulung kerap bericara kasar, terkadang

bertengkar, mereka bahkan tidak mengenal agama mereka.

Jika pemerintah belum mampu untuk menangani masalah ini

sepenuhnya, maka kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya masyarakat

beragama Islam haruslah turut membantu menangai masalah ini. Sesuai

dengan perintah Allah mengenai tolong-menolong dalam Qur’an Surat Al

-Maidah ayat 2 :

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Sesuai yang di perintahkan Allah SWT dalam hal ini Yayasan Media

Amal Islami (YMAI) merupakan yayasan independen non partisipan3 yang

dirintis oleh Ust. Aslih Ridwan MA berdiri sejak tahun 1999, memberikan

pembinaan keagamaan secara cuma-cuma kepada anak-anak pemulung yang

berada di daerah Lebak Bulus V Jakarta Selatan. Yayasan ini berdiri karena

keprihatinan mereka terhadap anak-anak pemulung, mereka memberikan

3

(16)

pembinaan keagamaan terhadap anak-anak pemulung yang notabenya

beragama Islam, mereka melakukan pembinaan keagamaan khususnya Islam

seperti tatacara shalat, fiqih, akidah, dan juga tatacara membaca Al-Qur’an

dengan baik dan benar.

Melihat peran Yayasan Media Amal Islami dalam melakukan

pembinaan keagamaan terhadap anak-anak para pemulung, maka peneliti

tertarik untuk meneliti seperti apa pola komunikasi yang dilakukan oleh

pembimbing-pembimbing di yayasan MAI tersebut dalam melakukan

pembinaan keagamaan. Untuk itu peneliti telah merumuskan judul dalam

penelitian ini, judul yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut ”Analisis Pola Komunikasi Anak Pemulung Dengan Pembimbing Dalam Upaya

Pembinaan Keagamaan Di Yayasan Media Amal Islami (YMAI) Lebak Bulus Jakarta Selatan”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, agar penelitian

ini lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada analisis

hubungan komunikasi antara pembimbing dengan anak-anak pemulung

dalam pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami (YMAI)

dengan menggunakan teori pola komunikasi yang digagas oleh Onong

(17)

2. Perumusan Masalah

Bagaimana pola komunikasi yang terjadi antara pembimbing

dengan anak-anak pemulung dalam proses pembinaan keagamaan di

YMAI.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini sesuai dengan rumusan masalah yang

telah di buat yaitu untuk mengetahui pola komunikasi yang terjadi antara

pembimbing dengan anak-anak pemulung dalam pembinaan keagamaan di

YMAI.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kajian

pola komunikasi khususnya dalam konteks pembinaan terhadap

anak-anak pemulung di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat utuk para pembimbing

khususnya di Yayasan Media Amal Islami demi memperkaya

pengetahuan mengenai pola-pola komunikasi dalam proses pembinaan

terhadap anak-anak pemulung dan juga agar pembinaan yang terjadi

(18)

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif, yaitu metode

penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan berupa

kata-kata dan merupakan suatu penelitian ilmiah. Bogdan dan Taylor yang

dikutip oleh Lexy J. Moleong mendefisinikan metode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penulis berupaya

untuk menghimpun data, mengolah data dan menganalisis data dengan

tujuan dapat memperoleh gambaran dan informasi yang luas serta

mendalam tentang pola komunikasi yang menjadi objek penelitian.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah informan yang memberi data atau

informasi kepada peneliti. Orang yang diteliti dikatakan subjek dalam hal

ini karena merekalah yang memberi informasi.5

Adapun subjek utama penelitian ini adalah pengurus Yayasan

Media Amal Islami yang berlokasi di Lebak Bulus Jakarta Selatan dan

para pengajar di Yayasan Media Amal Islami. Pemilihan subjek ini

dilakukan karena mereka memiliki perhatian, pengetahuan serta peranya

dalam pembinaan keagamaan terhadap anak pemulung. Subjek pendukung

4

Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 23; Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4.

5

(19)

dalam penelitian ini adalah anak-anak binaan, jumlah keseluruhan anak

binaan di YMAI ada 110 anak binaan yang terdiri dari dua kelas TK A,

TK B dan tiga kelas TPA yakni TPA Ula, TPA Wustho, TPA Aliy. Agar

subjek yang diteliti sesuai dengan judul dari penelitian ini, maka peneliti

hanya akan meneliti tiga kelas TPA yang ada di YMAI.

Tabel 1

Kerangka Subjek Penelitian

Selanjutnya adalah obejek penelitian. Objek penelitian adalah

konsep atau kata-kata kunci yang diteliti atau topik penelitian.6 Dalam

penelitian ini yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah

(20)

pola komunikasi yang di gunakan oleh para pembimbing anak-anak

pemulung dalam proses pemberian pembinaan keagamaan.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Media Amal Islami yang

berada di Jl.Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Oktober

2013.

F. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sesuai dan objektif dengan apa yang

dibutuhkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian, data-data penelitian tersebut di himpun

melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan panca indra.7

Observasi yang dilakukan peneliti yakni melakukan pengamatan

langsung terhadap kegiatan pembinaan keagamaan di YMAI.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Berbentuk

tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.

Pewawancara disebut interviewer yaitu yang mengajukan pertanyaan,

7

(21)

sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewe yang memberi

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.8 Peneliti melakukan

wawancara terhadap subjek penelitian yakni Ust.Aslih Ridwan

wawancara yang dilakukan adalah seputar sejarah berdirinya YMAI

dan visi misi MAI, wawancara terhadap pembimbing yang ditanyakan

adalah mengenai pola komunikasi yang digunakan, dan juga beberapa

murid-murid di MAI mengenai efektifitas pola komunikasi yang

digunakan oleh pembimbing. Wawancara ini menggunakan tehnik

deep interview dan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan terarah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen. Ini dilakukan untuk memperoleh data-data

mengenai hal yang akan diteliti, dan juga yang berhubungan dengan

objek penelitian. Dokumentasi yang dilakukan selain berasal dari

dokumen-dokumen mengenai YMAI seperti brosur, website-website

yang berhubungan dengan YMAI juga dokumen-dokumen yang

dikumpulkan oleh peneiti sendiri berupa foto-foto dan catatan-catatan

saat peneliti melakukan penelitian. Adapun perlengkapan yang

digunakan dalam proses dokumentasi antara lain adalah kamera

digital, handphone digunakan sebagai alat perekam ketika melakukan

wawancara dan juga alat-alat tulis.

8

(22)

2. Analisi Data

Analisis data merupakan proses sistematis pecarian dan pengaturan

transkipi wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah

dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman dan untuk menyajikan apa

yang telah ditemukan kepada orang lain.9

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Analisi data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah di baca dan diinterpretasikan.

Dalam menganalisa data, peneliti mengolah data dari hasil observasi dan

wawancara, data tersebut kemudian disusun dan dikategorikan

berdasarkan hasil wawancara, dokumen maupun laporan yang kemudian

di deskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.10

Langkah-langkah dalam teknik analisis data yang dilakukan dalam

penelitian ini dengan menggunakan teknik triangulasi :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

Misalnya dengan membandingkan hasil wawancara pembimbing

mengenai pola komunikasi dengan observasi langsung ketika porses

pembinaan di YMAI.

2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat

atau peresepsi orang lain. Misalnya dengan membandingkan hasil

9

Emzir, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), h. 85.

10

(23)

wawancara terhadap pembimbing dengan hasil wawancara terhadap

anak-anak pemulung yang di wawancara.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan dengan pola komunikasi dalam pembinaan keagamaan.

G. Tinjauan Pustaka

Sebelum menentukan judul dalam penelitian, penulis mengadakan

survey dan tinjauan ke perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif

Hidaytullah Jakarta. Setelah melakukan pengamatan dan survey, penulis

menemukan beberapa judul skripsi terdahulu yang memili kemiripan judul,

antara lain :

Skripsi yang ditulis oleh Dewi Nur Jamilah ”Pola Komunikasi Pengajar dalam Pembinaan Perilaku Anak Jalanan di Yayasan Nanda Dian

Nusantara Ciputat”.11 Skripsi ini meneliti tentang pola komunikasi yang dilakukan pengajar terhadap anak jalanan, fokus penelitian ini adalah

menganai pembinaan perilaku anak jalanan. Perbedaan dengan skripsi yang

saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni

pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayaysan Media Amal Islami dan

fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.

Skripsi yang ditulis oleh Herman Setiawan ”Pola Komunikasi Antara

Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan

11

(24)

Ikhsan Vila Tomang Tangerang”.12 Skripsi ini membahasan mengenai pola

komunikasi yang dilakukan pengasuh terhadap anak pengasuh terhadap

pembinaan akhlak. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di tulis

peneliti terletak pada subjek penelitian yakni pembimbing dan anak-anak

pemulung di Yayasan Media Amal Islami dan fokus penelitian yakni

pembinaan keagamaan.

Skripsi yang ditulis oleh Rike Aryana ”Peran Penyuluh Agama dalam Pembinaan Akhlak bagi Anak Pemulung di Yayasan Media Amal Islami

Lebak Bulus Jakarta Selatan”.13 Pada skirpsi ini meneliti tentang peran penyuluh agama dalam membentuk karakter anak-anak pemulung, fokus

penelitian ini adalah khlak. Perbedaan dengan skripsi yang saat ini sedang di

tulis peneliti terletak pada objek penelitian yakni pola komunikasi dan juga

fokus penelitian yakni pembinaan keagamaan.

Skripsi yang ditulis oleh Zikri Maulana ”Peran Majelis Taklim

”Persatuan Remaja Islam (PERISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan

Remaja”.14 Skripsi ini meneliti tentang pengurus majelis taklim dalam peranya

melakukan pembinaan keagamaan terhadap remaja. Perbedaan dengan skripsi

yang saat ini sedang di tulis peneliti terletak pada subjek penelitian yakni

12 Herman Setiawan, SKRIPSI S1 : Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010).

13

Rike Aryana, SKRIPSI S1 : Peran Penyuluh Agama dalam Pembinaan Akhlak bagi Anak Pemulung di Yayasan Media Amal Islami (Jakarta : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011).

14

Zikri Maulana, SKRIPSI S1 : Pera Majelis Takli ”Persatua Re aja Isla PERISTA ”

(25)

pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayaysan Media Amal Islami dan

objek penelitian yakni pola komunikasi.

H. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, penulis membaginya menjadi

lima bab yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab.

BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Fokus dan Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tempat

dan Waktu Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Tinjauan Pustaka dan

Sistematika Penulisan.

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL : Pola Komunikasi, Teori Pola

Komunikasi, Unsur-unsur dalam Komunikasi, Efektifitas Komunikasi,

Pembinaan Keagamaan, Pemulung.

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN MEDIA AMAL ISLAMI

(YMAI) : Yayasan di Indonesia, Perkembangan Yayasan Media Amal Islami, Profil Yayasan Media Amal Islami, Visi Misi Yayasan Media

Amal Islami, Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami,

Program-program Yayasan Media Amal Islami, Profil Pengajar Yayasan Media

Amal Islami dan Profil Anak Binaan Yayasan Media Amal Islami

BAB VI HASIL TEMUAN LAPANGAN : PROGRAM YAYASAN

MEDIA AMAL ISLAMI : Pembinaan Anak Pemulung Yayasan Media Amal Islami, Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami dan

Efektifitas Pola Komunikasi di Yayasan Media Amal Islami.

(26)

15

Kata pola komunikasi terdiri dari dua unsur suku kata yaitu ”pola” dan ”komunikasi”. Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

bentuk (struktur) yang tetap.1 Adapun kata atau istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris disebut communication berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini menurut

Onong Uchjana adalah sama makna.2 Sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia komunikasi didefinisikan sebagai “proses pengiriman dan

penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang

dimaksud dapat dipahami”.3

Sedangkan menurut Carl Hovland, Janis &

Kelley Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator)

menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan

mengubah atau membentuk perilaku khalayak.4

Dari pengertian di atas maka pola komunikasi dapat di definisikan

sebagai bentuk-bentuk penyampaian pesan yang dilakukan pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan)“.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga (Cet. 3; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2005), h. 585.

2

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Cet. 21; Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9.

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 585.

4

(27)

B. Teori Pola Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Efendi dalam bukunya ”Ilmu Teori dan

Filsafat Komunikasi”, menjelaskan bahwa pola komunikasi dijelaskan

menjadi tiga pola komunikasi yakni komunikasi pribadi, komunikasi

kelompok dan komunikasi massa.5 Penjelasan mengenai pola-pola komunikasi

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi Pribadi

Komunikasi pribadi atau personal communication adalah

komunikasi seputar diri sesorang, baik dalam fungsinya sebagai

komunikator maupun sebagai komunikan. Komunikasi pribadi terdiri dari

dua jenis, yakni :

a. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Commnunication), adalah komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Dalam hal ini seseorang

berperan menjadi komunikator dan juga komunikan. Jadi orang

tersebut berdialog dengan dirinya sendiri, dia bertanya pada dirinya

dan dirinya pula yang menjawab pertanyaan tersebut.

b. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), menurut A.Devito yang dikutip Onong Uchjana dalam bukunya Ilmu Teori dan

Filsafat Komunikasi komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di

antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan

5

(28)

beberapa umpan balik seketika.6 Dibandingkan dengan pola

komunikasi yang lainnya komunikasi jenis ini dinilai paling ampuh

dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan prilaku

komunikan karena komunikasi dilakukan secara tatap muka face to face dan saat itu juga komunikator langsung dapat menerima respon

atau feedback dari komunikan. Kemudian komunikasi antar pribadi terdiri dari dua jenis yakni :

a. Komunikasi Diadik (Dyadic Commmunication), adalah komunikasi

yang berlangsung antara dua orang yakni seorang sebagai

komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi berperan

sebagai komunikan yang menerima pesan.

b. Komunikasi Triadik (Triadic Communication), adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang

komunikator dan dua orang komunikan.

Apabila kedua jenis komunikasi antarpribadi tersebut dibandingkan

maka komunikasi antarpribadi jenis komunikasi diadik lebih efektif,

karena komunikator memusatkan perhatianya kepada seorang komunikan,

sehingga komunikator menguasai frame of reference komunikan

sepenuhnya dan juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor tersebut

sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya suatu proses komunikasi.

6

(29)

2. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara

seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari

dua orang. Ada dua jenis komunikasi kelompok, pertama komunikasi

kelompok kecil (small group communication) komunikasi ini dilakukan

dengan jumlah komunikan yang sedikit (lebih dari dua orang) dan

komunikasi ini ditujukan untuk mempengaruhi kognisi komunikan,

komunikasi ini terjadi secara dialogis, tidak linear melainkan sirkular,

umpan balik terjadi secara verbal dan juga komunikan dapat menangapi

uraian komunikator secara langsung seperti bertanya, menyanggah dan

lain sebagaianya.7 Contoh komunikasi kelompok kecil adalah rapat,

ceramah/pengajian, kuliah, seminar, dan lain-lain. Kedua komunikasi

kelompok besar (large group communication), komunikasi ini dilakukan

dengan jumlah komunikan yang lebih banyak/sangat banyak dan proses

komunikasi berlasung secara linear dan ditujukan untuk mempengaruhi

efeksi (kejiwaan) komunikan. Contoh komunikasi kelompok besar adalah

rapat raksasa di sebuah lapangan, demo dengan jumlah masa yang banyak

dengan seorang orator, dan lain-lain.

3. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada

sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media

cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara

7

(30)

serentak dan sesaat.8 Media yang digunakan dalam komunikasi massa

antara lain adalah media cetak yakni koran dan majalah, dan media

elektronik yakni radio, televisi, film dan yang terberu adalah internet.

Sedangkan menurut Everett M. Rogers yang dikutip oleh Onong Uchana

dalam bukunya Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi menyebutkan bahwa

salah satu jenis media yang digunakan dalam komunikasi adalah media

massa selain media modern seperti media cetak dan elektronik ada juga

media tradisional yang meliputi teater rakyat, wayang kulit dan lain-lain.

Sedangkan kareakteristik komunikasi massa menurut Riswandi dalam

bukunya Ilmu Komunikasi terdiri dari 11 karakteristik9, yaitu :

1) Komunikator Terlembaga, seperti media cetak dan elektronik. Pesan

yang disampaikan oleh media cetak dan elektronik membutuhkan

proses yang panjang dan juga peralatan-peralatan yang cangging.

2) Pesan yang disampaikan di tujukan untuk khalayak luas dan bersifat

umum.

3) Komunikannya bersifat heterogen, anonim, tersebar dan tidak

mengenal batas geografis dan kultural.

4) Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara cepat dan

mampu menjangkau khalayak luas.

5) Penyampaian pesan cenderung berjalan satu arah.

8

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 188.

9

(31)

6) Kegiatan komunikasi massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan

terorganisir.

7) Pesan yang disampaikan berlangsung secara berkala.

8) Isi pesan yang disampaiakan melalui media massa mencakup berbagai

aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan

baik yang bersifat informatif, edukatif maupun hiburan.

9) Media mengutamakan unsur ini daripada hubungan.

10)Media massa menimbulkan keserempakan, komunikan menerima

pesan yang sama di waktu yang bersamaan.

11)Kemampuan alat indra yang terbatas, apabila ada komunikan yang

memiliki pendengaran atau penglihatan kurang baik maka pesan tidak

dapat diterima.

C. Tradisi Sibernetika (Cybernetic Tradition)

Tradisi Sibernetika merupakan salah satu dari tujuh pendekatan untuk

memahami berbagai perbedaan dan persamaan yang ada dalam berbagai teori

Ilmu Komunikasi.10 Pengertian mengenai tradisi sibernetika ini dijelaskan

oleh Littlejohn dan Karren Foss dalam bukunya Theories of Human Communication menjelaskan bahwa :

Cybernetics is the tradition of complex systems in which many interacting elements influence one another. Theories in the cybernetic traddition explain how physical, biological, sosial and behaviorial processes work. Within cybernetics, communication is understood as a system of part, or variable, that influence one another. Shape and

10

(32)

control the character of the overall system and like any organism, achieve both balance and change.”11

Sibernetika merupakan tradisi yang kompleks mengenai suatu sistem

yang dimana berbagai elemen didalamnya saling berinteraksi dan saling

memengaruhi satu samalain. Teori-teori yang terdapat pada tradisi sibernetika

menawarkan perspektif yang luas, yaitu bagaimana berbagai variasi yang luas

dari proses fisik, biologis, sosial dan prilaku bekerja. Didalam sibernetika,

kommunikasi di pahami sebagai sebuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian

atau variable-variabel yang saling memengaruhi satu sama lain. Sistem juga

sekaligus membentuk dan mengawasi karakter dari keseluruhan sistem dan

sebagaimana setiap organisme, sistem tersebut juga mencapai keseimbangan

dan juga perubahan. Sedangkan penjelasan mengenai sistem dijelaskan

Littlejohn sebagai berikut :

“System are sets of interacting components that together something

more than the sum of the part.”12

Sistem merupakan komponen yang saling berinteraksi yang

bersama-sama membentuk sesuatu yang lebih dari sekedar kumpulan dari

bagian-bagian itu. Setiap bagian dari sistem dibatasi oleh ketergantunganya dengan

bagian yang lain, dan pola saling ketergantungan ini pada akhirnya mengatur

sistem itu sendiri.13 Selain memiliki ketergantungan, sistem juga memiliki ciri

yaitu kemampuanya untuk mengatur dan mengawasi diri sendiri ( self-regulation and control). Dengan kata lain, sistem memiliki kemampuan untuk

11

Stephen W Littlejhon & Karen A Foss, Theori of Human Communication (Belmont : Wadsworth Group, 2007), h. 39.

12

Ibid.

13

(33)

mengamati, mengatur dan mengawasi hasil kerjanya (output) dalam upayanya

untuk tetap stabil mencapai tujuanya. Suatu sistem harus mampu

menyesuaikan dirinya dan fleksibel terhadap setiap perubahan karena ia

berada pada lingkunganya yang dinamis.14

Ada tiga macam variasi teori dalam tradisi sibernetika yaitu Basic System Theory, General System Theory dan Second Order Cybernetic.15

Penjelasan mengenai variasi dalam tradisi sibernatika tersebut adalah :

1. Basic System Theory

Teori ini adalah format dasar, pendekatan ini melukiskan seperti sebuah

struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati dari luar. Dengan kata

lain seseorang dapat melihat bagian dari system dan bagaimana mereka

saling berhubungan. Seseorang dapat mengamati secara obyektif

mengukur antara bagian dari system dan seseorang dapat mendeteksi input

maupun output dari system. Lebih lanjut mengoperasikan atau

memanipulasi system dengan mengganti input dan tanpa keahlian karena

semua diproses melalui mesin. sebagai alat bantu bagi para professional

seperti system analyst, konsultan manajemen, dan system designer telah

membangun sebuah system analisa dan mengembangkannya.

2. General System Theory

Teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologis.

Bertalanffy menggunakan General System Theory sebagai sarana

14

Ibid.

15

(34)

pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. System ini

menggunakan prinsip untuk melihat bagaiamana sesuatu pada banyak

bidang yang berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain.

Pembentukan sebuah kosa kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin

ilmu.

3. Second Order Cybernetic

Dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic

sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak dapat

melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya

dikarenakan pengamat selalu ditautkan dengan system yang menjadi

pengamatannya. Melalui perspektif ini kapanpun seseorang mengamati

system ini maka seseorang akan saling mempengaruhi. Karena hal ini

memperlihatkan bagaimana sebuah pengetahuan, sebuah produk menjerat

antara yang mengetahui dan yang diketahui.

D. Unsur-unsur Komunikasi

Definisi mengenai pemahaman komunikasi yang dikemukakan oleh

Harold Lasswell yaitu “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” penjelasan definisi ini mencakup unsur-unsur komunikasi

yaitu16 :

1. Sumber (source), biasanya juga disebut pengirim (sender), komunikator

(communicator) atau pembicara (speaker). Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber

16

(35)

boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahan atau bahkan

suatu negara. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya

(perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah

perasaan atau pikiran tersebut kedalam seperangkat symbol verbal atau

nonverbal yang idealnya di pahami oleh penerima pesan.

2. Pesan (message), yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat symbol verbal atau nonverbal

yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Symbol

terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan objek

(benda), gagasan dan perasaan baik ucapan (percakapan, wawancara,

diskusi, ceramah) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi,

famflet).

3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk

menyampaikan pesanya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk

pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran

verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya komunikasi manusia

menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan saluran, meskipun kita bisa

juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang

lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan : apakah langsung

(tatap-muka) atau lewat media cetak (surat kabar, majalah) atau media

(36)

4. Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/tujuan (destination),

komunikate (communicatee), penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang

menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan

nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir dan perasaannya, penerima pesan

ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat symbol verbal dan atau

nonverbal yang ia terima mejadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini

disebut penyandian-balik (decoding).

5. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi

tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju),

perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia memberi

barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya atau dari tidak

bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya

dalam pemilu) dan sebagainya.

Selain unsur-unsur komunikasi hal lain yang perlu diperhatikan dalam

proses komunikasi adalah sifat-sifat komunikasi. Menurut Onong Uchjana

Effendy dalam bukunya Teori, Ilmu dan Filsafat Komunikasi, sifat-sifat

komunikasi dalam proses penyampaian pesanya, diklasifikasikan sebagai

berikut17 :

1. Komunikasi Verbal (Verbal Communication). Pada dasarnya komunikasi verbal itu merupakan peroses komunikasi dengan menggunakan bahasa

17

(37)

verbal atau bisa dikatakan pesan verbal. Pesan verbal menurut Deddy

Mulyana adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau

lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk

kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara

sadar utuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Suatu sistem kode

verbal disebut bahasa, bahasa verbal adalah sarana utama untuk

menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita.18 Sedangkan jenis-jenis

komunikasi verbal adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi Lisan (Oral Communication), adalah komunikasi yang disampaikan secara tertulis. Keuntungan komunikasi tertulis adalah

komunikasi ini dapat dipersiapkan terlebih dahulu.19

b. Komunikasi Tulisan (Written Communication), adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan. Komunikasi ini dapat dilakukan secara

langsung berhadapan atau tatap muka dan dapat pula melalui telepon.20

2. Komunikasi Non-Verbal (Nonverbal Communication). Menurut Larry

A.Samovar dan Richard F.Poter, komunikasi nonverbal mencakup semua

rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,

yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu,

yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan

18

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar(Cet. 12;Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), h.260-261.

19

HAW Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi(Cet. 2;Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000), h.99.

20

(38)

kata.21 Sedangkan jenisnya komunikasi nonverbal dapat dibedakan

menjadi dua komunikasi Kial (Gestural/body communication) dan

Komunikasi Gambar (Pictorial Communication).

3. Komunikasi Tatap Muka (Face-to-face Communication). Adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung secara

tatap muka tanpa menggunakan perantara atau media apapun.

4. Komunikasi Bermedia (Mediated Communication). Adalah komunikasi yang dalam penyampaianya menggunakan media sebagai perantaranya,

seperti menggunakan telepon, radio, televise dan yang paling bari adalah

komunikasi menggunakan media internet. Komunikasi ini digunakan

untuk menggantikan prinsip kerja komunikasi tatap muka

E. Pembinaan Keagamaan

1. Pengertian Pembinaan Keagamaan

Pembinaan Keagamaan terdiri dari dua unsur suku kata yaitu

pembinaan” dan “keagamaan”. Yang pertama adalah pembinaan, kata

pembinaan setelah ditambah awalan pem dan akhiran an mempunyai arti proses, cara, penyempurnaan, pembaharuan, usaha, tindakan dan kegiatan

yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang

lebih baik dari sebelumnya.22

Sedangkan kata kedua yakni ”keagamaan” memiliki awalan ke dan

akhiran an, kata agama sendiri berasal dari bahasa sansakerta yang terdiri

21

Riswandi, Ilmu Komunikasi(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h.69.

22

(39)

dari dua unsur suku kata yaitu a dan gam, a diartikan dengan tidak dan

gam diartikan dengan pergi yang berarti agama itu menurut bahasa sansekerta adalah tidak pergi atau tetap ditempat, di warisi turun

temurun.23 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama memiliki makna ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan keperibadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta

tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia

serta lingkunganya.24 Pengertian lain mengenai agama menurut Ali

Negoro yang dikutip oleh Aflatun Muchtar dalam bukunya Tunduk Kepada Allah – Fungsi dan Peran Agama dalam Kehidupan Manusia bahwa ”Agama itu adalah suatu keyakinan pada Yang Maha Kuasa, yang

dirasa oleh manusia sebagai kekuatan gaib yang mempengaruhi segala

yang ada, serta mula jadi segala-galanya dalam alam ini”.25

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa pembinaan keagamaan adalah usaha yang dilakukan untuk memberikan pemahaman

mengenai tata keimanan (kepercayaan) dan keperibadatan kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan

manusia dan manusia serta lingkunganya.

23

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Cet. 5; Jakarta :UI Press, 1985), h. 9.

24

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Cet. 4; Jakarta : PT Balai Pustaka, 2007), h. 12.

25

(40)

2. Tujuan Pembinaan Keagamaan

Pada dasarnya setiap agama memiliki ajaran dan cara

membahasakan diri yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun

demikian secara umum dapat dikatakan bahwa setiap agama pada

dasarnya ingin menciptakan kebahagiaan bagi pengikutnya. Karena itulah

agama sering disebut sebagai ”jalan” (the way). Tujuan pembinaan

keagamaan menurut Hasan Langulung yang dikutip oleh Abuddin Nata

dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa tujuan pembinaan agama

harus mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi

spiritual yang berkaitan dengan aqidah dan iman, kemudian fungsi

psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk

nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih

sempurna, dan terakhir fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan

yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat.26

Menurut Zakiyah Darajat, ada beberapa fungsi agama dalam

kehidupan manusia27 :

1. Memberikan bimbingan dalam hidup. Ajaran agama memberi

bimbingan mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat,

ataupun berhubungan dengan tuhan. Bagi orang yang tingkah lakunya

sesuai dengan apa yang diajarkan dalam agama, maka dalam

menjalankan hidupnya ia bersikap wajar, tenang, tidak melanggar

26

Abiddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h.46.

27

(41)

hukum dan peraturan masyarakat dimana ia tinggal. Tidak akan mau

mengambil hak orang lain yang jelas-jelas bukan haknya.

2. Penolong dalam menghadapi segala kesukaran. Jika orang yang

beragama mengalami kesukaran, maka dia akan menghadapinya

dengan tabah dan tenang serta tidak merasa putus asa. Karena ia

berkeyakinan bahwa kesukaran yang dihadapi sebagai cobaan Tuhan

kepada hambanya yang beriman. Tetapi, jika ia orang yang tidak

beragama, maka ia akan menghadapi masalah itu dengan panik dan

bingung bahkan putus asa.

3. Menentramkan batin. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah

agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya. Tetapi setelah

menjalankan perintah agama ia mendapatkan ketenangan hati bahkan

agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang

gelisah.

F. Pemulung

1. Pengertian Pemulung

Kata “pemulung” secara bahasa diartikan sebagai orang yang

mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan

barang bekas dan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya

kembali menjadi barang komuditas.28 Sedangkan menurut Sumadjoko

pemulung adalah orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut,

dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat di

28

(42)

manfaatkan atau barang yang dapat di olah kembali untuk di jual

(Sumardjoko, 2003:174).

Barang bekas yang dikumpulkan diantaranya adalah botol plastic,

botol kaca, besi, kardus, almunium, kaleng dan lain-lain, untuk selanjutnya

barang-barang yang telah di kumpulkan tersebut di jual pada pengepul

untuk di daur ulang menjadi barang-barang yang dapat dimanfaatkan dan

bernialai ekonomis. Mereka mengumpulkan barang-barang bekas itu

biasanya bermodalkan karung goni atau gerobak untuk digunakan sebagai

wadah barang-barang bekas yang telah dikumpulkan.

2. Kehidupan Pemulung

Beberapa ahli mengemukakan tentang tiga faktor penyebab

terjadinya kemiskinan. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Kemiskinan alami yang disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya

alam maupun sumber daya manusia.

b. Kemiskinan struktural yang diakibatkan oleh berbagai kebijakan,

peraturan dan keputusan dalam pembangunan.

c. Kemiskinan kultural yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu

dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, prilaku atau

budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.29

Beberapa hal yang telah dijelaskan diatas menjadi beberapa

penyebab sebagian masyarakat terjebak dalam kemiskinan dan itulah yang

terjadi oleh para pemulung. Kehidupan pemulung merupakan kehidupan

29

(43)

yang kompleks, penuh dengan persoalan baik dari sisi individu pribadi

seseorang pemulung maupun persoalan masyarakat. Para pemulung di satu

sisi dapat diterima masyarakat karena dilihat bahwa pemulung memiliki

peranan penting dalam kebersihan suatu lingkungan atau daerah dan pada

sisi lain ditolak karena kebanyakan masyarakat merasa terganggu dengan

keberadaan pemulung, kebanyakan pemulung dianggap sebagai golongan

sosial rendah yang sering terisolasi dari pergaulan dan interaksi sosial

masyarakat. Mereka sering terpinggirkan dan terlepas dari perhatian

masyarakat luas.

Kebanyakan pemukiman para pemulung berada tidak jauh dengan

TPA(tempat pembuangan akhir) dimana mereka mencari barang-barang

bekas. Mereka membangun gubuk-gubuk yang terbuat dari bahan bekas,

seperti kardus bekas, triplek, bambu, seng dan lain-lainya. Mereka

mengandalkan barang bekas apa saja, untuk dijadikan tempat berteduh.

Pemukiman para pemulung tersebut tentu sangat jauh dari kata aman dan

nyaman, keadaan lingkungan yang telah tercemar dengan sampah tentu

saja menjadikan lingkungan pemukiman pemulung tersebut rawan akan

banjir, bau yang menyengat, dan sudah tentu masalah kesehatan, penyakit

umum yang sering terjadi pada para pemulung adalah infeksi saluran

pencernaan, kolera dan demam berdarah.

Salah satu factor penyebab seseorang menjadi pemulung antara

lain adalah tingkat pendidikan yang rendah, serta keterampilan yang

(44)

mencekik, umumnya para pemulung mengerahkan seluruh anggota

keluarganya bahkan anak-anak mereka untuk membantu mengerjakan

tugas sebagai pemulung. Hal ini menyebabkan anak-anak pemulung tidak

bersekolah, dan hal ini pulalah yang menjadi penyebab mereka terus

berada di lingkarang garis kemiskinan.

3. Anak-anak Pemulung

Sebagai seorang anak lingkungan merupakan salah satu hal yang

mempengaruhi tumbuh kembang mereka di masa mendatang. Menurut

Al-Ghazali anak merupakan amanat dan sebuah tanggung jawab yang

diberikan Allah SWT kepada orangtuanya.30 Anak-anak Selayaknya

seorang anak, anak-anak memiliki hak untuk tumbuh dan memiliki

kehidupan yang baik, segala macam tanggungan kebutuhan merupakan

tanggung jawab orang tua. Tetapi banyak kasus yang terjadi bahwa

anak-anak juga dilibatkan dalam urusan pemenuhan ekonomi keluarga. Hal ini

juga terjadi pada anak-anak pemulung. Masalah yang terjadi adalah

kemiskinan, kemiskinan menjadi masalah pertama yang harus di hadapi

oleh anak-anak pemulung, berada di lingkaran kemiskinan membuat anak

dibebankan tanggung jawab dalam membantu memenuhi nafkah keluarga,

anak-anak pemulungpun seolah-olah harus mengurungkan impian

memiliki masa depan yang cerah. Kebanyakan dari mereka tidak

bersekolah banyak diantara mereka yang ikut serta dalam aktivitas

memulung untuk mengumpulkan rupiah ketimbang bersekolah. Jika terus

30

(45)

seperti ini para pemulung akan terus berada dalam lingkaran garis

kemiskinan. Anak-anak pemulung diusianya yang masih sangat dini

mereka seharusnya belajar untuk bekal mereka kelak di masa mendatang.

Akan tetapi karena keadaan mereka yang lahir dan tumbuh di lingkungan

keluarga pemulung, mereka harus mengurungkan niat untuk bermimpi

seperti anak-anak lainya yang bisa bermain dan bersekolah di usianya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dari anak-anak pemulung adalah

lingkungan sekitar mereka, anak-anak pemulung tumbuh besar di

lingkungan yang keras, prilaku orang-orang dewasa di lingkungan para

pemulung kerap memberikan contoh yang kurang baik, seperti berbicara

kasar, melakukan kekerasan, mencuri, meninggalkan perintah agama dan

tindakan tidak terpuji lainya. Di masa pertumbuhan seorang anak

pemulung, mereka kerap mencontoh perilaku-prilaku tidak terpuji yang

dilakukan orang-orang dewasa. Anak-anak pemulung kerap bericara kasar,

(46)

35

Penjelasan mengenai yayasan menurut KBBI adalah badan hukum

yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan

untuk tujuan sosial. Sedangkan pengertian menurut pasal 1 ayat (1)

Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang yayasan adalah badan hukum yang terdiri

atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan

tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai

anggota.1 Chatamarrasjid menjelaskan bahwa yayasan sudah ada sejak awal

sejarah. Lebih dari seribu tahun sebelum masehi, prinsip-prinsip universal

yayasan sudah diletakan oleh tokoh-tokoh sosial dan kemanusiaan di masa

lalu. Saat itu para Pharaoh telah memisahkan sebagian kekayaan untuk

tujuan-tujuan keagamaan. Xenophon mendirikan yayasan dengan cara

menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan kepada

Artines, pemberian makanan dan minuman bagi yang membutuhkan, dan

hewan-hewan kurban. Plato menjelang kematiannya pada tahun 347 sebelum

masehi memberikan hasil pertanian dari tanah-tanah yang dimilikinya, untuk

selama-lamanya disumbangkan bagi Akademia yang didirikannya.2

Pembicaraan mengenai yayasan telah dikenal di banyak Negara dengan

1

Indonesia, Undang-undang tentang Yayasan, UU No. 16 tahun 2001, LN. No. 112 TLN. No. 4123, Pasal 1 angka 1.

2

(47)

berbagi macam sebutan, di Belanda disebut Stichting, di Jerman disebut

Stichtung, di Inggris dan Amerika Serikat disebut Foundation.

Data global Yayasan yang terdaftar di Direktorat Perdata Direktorat

Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI hingga

bulan April 2012 berjumlah 39.750 Yayasan, dengan perincian sebanyak

34.397 Yayasan\ yang mendapatkan surat keputusan pengesahan akta

pendirian Yayasan disebut juga Yayasan yang baru berdiri setelah

disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, dan sebanyak 5.183

Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan telah

melakukan perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU

Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dan telah mendapat surat keputusan

pengesahan akta pendirian Yayasan (Tabel.5: Data Entry Yayasan untuk

Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2012), dalam arti semua Yayasan tersebut

telah terdaftar dan mendapat pengesahan dari Dirjen AHU Kemenkumham

RI.3 Berdasarkan data entry Yayasan untuk tahun 2003 s/d 2012 pada

Direktorat Perdata Dirjend AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012,

sebanyak 39.750 Yayasan telah mendapat pengesahan ditunjuk dalam Tabel di

bawah ini :

3

Bisdan Sigalingging, Sikap Pemerintah Terhadap Keberadaan Yayasan Yang Belum Menyesuaikan Diri Terhadap UU Yayasan Dan PP No.63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan UU

Yayasan (

(48)

Tabel 2

Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2012

No Tahun SK Yayasan Perubahan

Sumber : Direktorat Perdata, Dirjen AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 20124

B. Perkembangan Yayasan Media Amal Islami

Pada mulanya Yayasan Media Amal Islami didirikan tahun 1999, pada

saat itu di desa Pedurenan di pedalaman gunung Sindur terdapat wilayah yang

dijadikan target permutadan oleh sekelompok misonaris Kristen, kemudian

salah seorang warga bernama H.Nimang mewakafkan tanahnya demi

kepentingan dakwah dengan kata lain untuk memerangi pemurtadan yang

dilakukan sekelompok misionaris Kristen. Tanah wakaf tersebut dipercayakan

oleh Ust Aslih Ridwan (biasa di sapa dengan sebutan Abu) yang saat ini

menjadi pendiri Yayasan Media Amal Islami. Sebelum tanah wakaf tersebut

dipercayakan kepada Ust Aslih, tanah wakaf tersebut telah dipercayakan untuk

dikelola oleh yayasan lain, tetapi karena lokasi tanah wakaf terletak di

pedalaman gunung sindur dan jarak tempuh dari daerah perkotaan yang begitu

(49)

jauh mereka tidak sanggup mengelola tanah wakaf tersebut. Pada mulanya di

desa tersebut Ust Aslih Ridwan mendirikan Mandasah Diniah untuk program

pendidikan yatim dan dhuafa. Kemudian barulah pada tahun 2009 Ust Aslih

Ridwan mendirikan kantor Yayasan Media Amal Islami yang terletak di Jl

Lebak Bulus 5 No.34, Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan yang saat ini

merupakan kantor sekertariat dan pusat kegiatan-kegiatan Yayasan Media

Amal Islami pada umumnya. Bangunan kantor YMAI ini terdiri dari tiga

lantai, lantai pertama adalah aula serbaguna, dan kantor pengurus YMAI, dan

juga satu kamar mandi dan satu tempat untuk berwudhu, lantai kedua terdiri

dari dua ruang kelas untuk kegiatan TPA, PKBM, dll, tiga kamar mandi, ruang

rapat dan juga ruang perpustakaan, kemudian lantai tiga terdiri dari dua kamar

santri dan dapur.

Bangunan kantor YMAI sekaligus Asrama Santri bagi para Yatim dan

Dhuafa dan juga sebagai tempat Pusat Kegiatan belum lama ini telah

diresmikan oleh Menssos Republik Indonesia Bapak Salim Segaf pada tanggal

12 September 2013. Selanjutnya selama tahun 2011 anak-anak asuh Yayasan

Media Amal Islami ini sudah menaungi kaum-kaum dhuafa yang tersebar di

berbagai tempat, seperti di Gunung Sindur Bogor, Curug Bogor, Lebak Bulus

Cilandak. Selama empat belas tahun kiprahnya di dunia dakwah Yayasan

Media Amal Islami ini mendapat perhatian dari berbagai lapisan masyarakat

dan Media. Seperti yang peneliti lihat beberapa waktu lalu (14/01/2014)

(50)

artis Oki Setiana Dewi berita ini sempat masuk dalam Infotaiment GoSpot

pada saluran TV Swasta RCTI.

C. Profil Yayasan Media Amal Islami

Media Amal Islami (MAI) yang berada di Jl.Lebak Bulus 5 No.34,

Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan, merupakan Yayasan Independen Non

Partisipan5 yang berdiri sejak tahun 1999, tedaftar pada Akte Notaris Ny.

Ratna Wijawati, SH No.01/2007, bergerak di bidang Dakwah, Pendidikan,

Sosial dan Ekonomi. Didirikan oleh seorang praktisi dakwah H. Aslih

Ridwan, MA yang menjadikan kaum dhuafa sebagai objek utama sasaran

dakwahnya.6

Aspek Legal

1. Akte Pendirian

No. Akte : 01

Tanggal Akte : 19 Juni 2007

Notaris1 : Ny. Ratna Wijayawati, SH

2. SK Menteri Hukum & HAM RI

Nomor : C-3225.HT.01.02 TH 2007

Tanggal : 1 Oktober 2007

3. Surat Tanda Daftar Yayasan

Nomor : 08.31.74.06.1001-1321

Tanggal : 16 Desember 2008

5

Independen Non Partisipan maksudnya adalah tidak terikat dengan partai manapun. Sumber : Brosur Yayasan Media Amal Islami 2012.

6

(51)

4. Surat Izin Dinas Sosial Jakarta Selatan

Nomor : 09.12430.250/078.6

Tanggal : 27 April 2009

5. Surat Keterangan Domisili

Nomor : 4343/1.824.1/08

Tanggal : 2 Desember 2008

6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor : 02.143.782.7-016.000

Tanggal : 12 Juli 2007

D. VISI MISI Yayasan Media Amal Islami

Visi dan Misi yang ditujukan untuk mencapai keberhasilan dalam

menjapai tujuan didirikanya YMAI ini sebagai berikut7 :

1. VISI

Menjadikan sebuah lembaga dambaan umat, yang unggul dalam

menetaskan kaum dhu’afa menjadi kaum yang mandiri dan berakhlak

yang shaleh.

2. MISI

a. Melaksanakan dakwah bil lisan dan bil hal kepada masyarakat dhu’afa.

b. Meringankan beban kaum dhu’afa.

c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan pelatihan bagi

kaum dhu’afa.

7

(52)

d. Mengembangkan manajemen ilmu pengetahuan sehingga tercipta

lembaga yang terus menerus memiliki nilai tambah.

e. Mengajak kaum yang berkemampuan untuk aktif dan peduli terhadap

kaum dhu’afa.

f. Mendorong dan memfasilitasi para pembina yang terlibat aktif untuk

menjadi pengajar dan pembina sejati dengan memberikan ruang dan

kesempatan yang besar untuk mengembangkan diri, meningkatkan

keilmuan dan kesejahteraannya.

E. Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami Gambar 1

Struktur Organisasi MAI

Sumber : Brosur YMAI 2012

Penasihat

(53)

F. Program Yayasan Media Amal Islami

Media Amal Islami sebagai Media Dakwah yang memadukan antara

dakwah bil lisan dan dakwah bil hal, mengatasi problem umat, terutama

kalangan bawah yaitu, dhuafa anak jalanan dan pemulung. Program-program

yang ada di YMAI antara lain8 :

1. Program Dakwah bil hal Media Amal Islami

a. Program Asrama Yatim & Dhuafa Media Amal Islami Lebak Bulus

Jakarta. Dalam hal ini YMAI menampung anak-anak yatim dan dhuafa

yang benar-benar sangat membutuhkan, mereka di asramakan di

YMAI kemudian didik untuk dikembangkan kemampuan dan

bakatnya.

b. Program Pendidikan untuk Yatim & Dhuafa. Program ini bertujuan

agar para yatim dan dhuafa memiliki kesempatan untuk memiliki

pendidikan yang setara dengan masyarakat pada umumnya, program

ini berupa :

1. PKBM (Pendidikan Kegiatan Belajar Masyarakat) di Lebak Bulus

Jakarta.

2. Madrasah Diniyah : di Lebak Bulus Jakarta dan Ds.Pedurenan

Gn.Sindur.

3. PAUD : di ds.Curug Parung dan ds.Pedurenan Gn.Sindur

8

Gambar

Tabel 1 : Kerangka Subjek Penelitian .....................................................................
Gambar 1 : Struktur Organisasi Yayasan Media Amal Islami..............................
Tabel 1 Kerangka Subjek Penelitian
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menentukan dan menganalisis instrument derivatif untuk mengatasi risiko kredit pada PT. Bank Permata Tbk.. PEMBAHASAN 1) Risiko Kredit.. Risiko kredit adalah risiko akibat

Di samping berupa harian surat kabar, majalah dan pers tertulis lainnya yang telah diterbitkan pada masa pergerakan, pada tanggal 13 Desember 1937 berdirilah Kantor

yang dapat dilakukan oleh pemuda masa kini untuk memajukan pendidikan Indonesia guna.. menyongsong Indonesia Emas 2045

Arca yang terbuat dari emas ini merupakan arca cetakan emasapsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit yang menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit.. sebagai

[r]

[r]

Penelitian yang berjudul Teknik Penciptaan Humor Berdasarkan Segi Bahasa dan Segi Logika Dalam Acara Stand Up Seru (SUPER) di Kompas TV edisi Oktober 2015

The Service Center Management System is composed of thee subsystems: Integrated Data Management System, Integrated Cashflow and Reporting System, and Integrated Customer